• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan Self Awareness Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami Istri Gereja "X" Salatiga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pelatihan Self Awareness Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami Istri Gereja "X" Salatiga."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Program Magister Psikologi iii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Judul tesis ini adalah Pengaruh Pelatihan Self Awareness Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami Istri Gereja “X” Salatiga. Pelatihan self awareness pada pasangan suami istri ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal pasangan suami istri di Gereja “X” Salatiga. Pelatihan self awareness ini menggunakan metode experiential learning di mana peserta dapat mempraktekkan langsung ketrampilan komunikasi interpersonal yang mereka pelajari. Peserta mempelajari ketrampilan komunikasi interpersonal melalui diskusi, roleplay, dan ceramah.

Sampel yang mengikuti pelatihan ini adalah tujuh pasangan suami istri yang memiliki ketrampilan komunikasi interpersonal tergolong rendah hingga sedang. Dalam pelaksanaannya, untuk mengevaluasi hasil penelitian digunakan metode Interupted time series agar terlihat peningkatan setiap aspek dalam komunikasi interpersonal. Selain itu juga dilakukan evaluasi berdasarkan reaksi peserta terhadap pelatihan.

(2)

Program Magister Psikologi iv Universitas Kristen Maranatha

Abstract

The title of this thesis is The Influence of Self Awareness Training to

Increasing Couples’ Interpersonal Communication Skills in “X” Church Salatiga.

Training for couples is held to increase couples’ interpersonal communication skills in “X” Church Salatiga. This Interpersonal Communication Training is using experiential learning method where the participants can practice directly the interpersonal communication skills they have learnt. The participants learn interpersonal communication skills through discussions, role plays and lectures.

The samples that join in this training are seven couples who have interpersonal communication skills point between low and average. To evaluate the result, Interupted Time Series method is used in order to see the increase in

each elements of interpersonal communication. Participant’s reactions evaluation

is also used to know the result.

(3)

Program Magister Psikologi ix Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan………..i

Lembar Pernyataan………..ii

Abstrak………...iii

Abstract………..iv

Kata Pengantar……….v

Motto………viii

Daftar Isi……….ix

Daftar Tabel………...xii

Daftar Bagan………xiii

Daftar Gambar………..xiv

Daftar Lampiran………xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian…………...………..1

1.2. Rumusan Masalah………..………10

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian…..………...………..10

1.4. Kegunaan Penelitian………...11

1.5. Metodologi Penelitian………...……….12

(4)

Program Magister Psikologi x Universitas Kristen Maranatha

2.1.2. Tahap – tahap Pernikahan……….14

2.2.Komunikasi Interpersonal 2.2.1. Definisi Komunikasi Interpersonal………...17

2.2.2. Komunikasi sebagai Proses Transaksional………...18

2.2.3. Elemen – elemen Komunikasi Interpersonal………20

(5)

Program Magister Psikologi xi Universitas Kristen Maranatha

3.4. Modul Pelatihan………64

3.5. Alat Ukur………..66

3.6. Metode Analisis………71

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran umum responden………...72

4.2.Hasil Penelitian………...82

4.3. Pembahasan………95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………112

5.2. Saran………..113

DAFTAR PUSTAKA………..114

DAFTAR RUJUKAN……….116

(6)

Program Magister Psikologi xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Modul Pelatihan……….65

TABEL 3.2 Kisi – Kisi Alat Ukur……….67

TABEL 3.3 Sistem Penilaian……….68

TABEL 4.1 Gambaran usia pernikahan menurut tahap pernikahan Duvall…...72

TABEL 4.2 Gambaran usia peserta………73

TABEL 4.3 Gambaran responden berdasarkan pendidikan………...73

TABEL 4.4 Gambaran kondisi komunikasi interpersonal pasangan sebelum pelatihan………..74

TABEL 4.5 Gambaran hasil uji statistik………82

TABEL 4.6 Gambaran kemampuan komunikasi interpersonal pasangan suami istri sebelum dan sesudah pelatihan………83

TABEL 4.7 Gambaran openness sebelum dan sesudah pelatihan……….84

TABEL 4.8 Gambaran honesty sebelum dan sesudah pelatihan………85

TABEL 4.9 Gambaran trust sebelum dan sesudah pelatihan……….86

TABEL 4.10 Gambaran emphaty sebelum dan sesudah pelatihan………...86

TABEL 4.11 Gambaran listening skills sebelum dan sesudah pelatihan……….87

(7)

Program Magister Psikologi xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

BAGAN 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian………55

(8)

Program Magister Psikologi xiv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

(9)

Program Magister Psikologi xv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Hasil Penelitian berdasarkan evaluasi reaksi peserta

pelatihan

LAMPIRAN B Uji Statistik

LAMPIRAN C Sesi 1 – Persepsi

LAMPIRAN D Sesi 2 – Mari Bicara

LAMPIRAN E Gambaran peserta pelatihan berdasarkan hasil wawancara

dan observasi

LAMPIRAN F Data pretest dan posttest

LAMPIRAN G Alat ukur kemampuan komunikasi interpersonal

LAMPIRAN H Validitas dan reabilitas alat ukur

LAMPIRAN I Garis besar program pelatihan self awareness pasangan suami istri di Gereja “X” Salatiga

LAMPIRAN J Handouts pelatihan self awareness

(10)

Program Magister Psikologi 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Dua menjadi satu adalah pernyataan yang sering digunakan untuk

menggambarkan kehidupan pernikahan. Pria dan wanita dewasa yang saling

mencintai memutuskan untuk hidup bersama dalam sebuah lembaga perkawinan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Indonesia, 2008)

perkawinan berasal dari kata dasar kawin yang berarti membentuk keluarga

dengan lawan jenis. Sementara menurut Undang – Undang No 1 tahun 1974,

perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang

bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.

Pasangan yang menikah biasanya akan menerima ucapan selamat

menempuh hidup baru, semoga bahagia selamanya. Dua orang yang memasuki

kehidupan pernikahan memang seperti menempuh hidup yang baru. Mereka akan

hidup mandiri dengan pasangannya, saling mengasihi dan menghargai hingga

akhir hayatnya. Mereka mencoba untuk membangun keharmonisan dalam rumah

tangga. Dalam agama Kristen, pernikahan merupakan hubungan monogami antara

pria dan wanita yang berlangsung hingga akhir hayat mereka. Pernikahan adalah

cerminan kasih Allah, suatu hal yang suci dan kudus. Oleh karena itu Tuhan

mengajarkan pasangan suami istri melalui FirmanNya untuk saling mengasihi,

(11)

2

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Kehidupan pernikahan yang harmonis adalah dambaan setiap keluarga.

Setiap pasangan pasti berusaha untuk membina hubungan yang harmonis, namun

pernikahan yang harmonis bukanlah kehidupan pernikahan tanpa perbedaan

ataupun konflik. Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, dua orang individu

yang telah dipersatukan, mulai berbagi kehidupan dalam perbedaan aspek

psikologis, sosial, maupun budaya yang kemudian bercampur sehingga membuat

pernikahan mereka menjadi unik. Pasangan yang saling mengasihi ini, mulai

saling terbuka dan mengenal satu sama lain. Pasangan mulai membangun keluarga

baru secara mandiri dan mengenal pribadi pasangannya secara utuh.

Proses pengenalan dan adaptasi pasangan bukanlah proses yang mudah,

diperlukan waktu yang cukup panjang untuk benar – benar saling mengenal.

Dalam proses ini tidak jarang terjadi konflik. Dua orang yang hidup bersama dari

tahun ke tahun pasti pernah menghadapi konflik. Walau salah satu pasangan

memutuskan untuk tidak bersikap konfrontatif, konflik akan tetap eksis dan

mempengaruhi interrelasi yang terbina walaupun mungkin terselubung (Bob &

Margareth Blood,1978). Ada beberapa penyebab konflik dalam kehidupan rumah

tangga seperti adanya perbedaan yang tidak terelakkan, perbedaan harapan,

kurangnya kepekaan, menurunnya kadar kepercayaan, kurang adanya keterbukaan

antar pasangan, dan kurangnya komunikasi (Sawitri, 2005). Masalah – masalah

dalam kehidupan rumah tangga bila tidak dikomunikasikan dengan baik dapat

menimbulkan konflik berkepanjangan yang dapat mengurangi keharmonisan.

Beck dan Jones (1973), berdasarkan survei terhadap kehidupan rumah

(12)

3

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

membutuhkan penanganan konseling disebabkan oleh kurangnya kemampuan

komunikasi. Sawitri (2005) mengatakan bahwa konflik cenderung dihubungkan

dengan komunikasi yang rusak atau pecah. Kelly dkk (dalam Sawitri, 2005)

menyebutkan bahwa dalam komunikasi yang rusak terlihat adanya persepsi yang

salah, kalkulasi yang salah, serta interpretasi yang salah terhadap pesan sehingga

dapat memengaruhi taraf seriusnya konflik marital.

Berdasarkan survei awal terhadap 22 orang jemaat di Gereja “X” Salatiga

yang telah menikah, peneliti juga mendapatkan bahwa 100% (22 responden)

responden menghadapi konflik dalam kehidupan rumah tangga mereka. Konflik

ini dapat bersumber dari masalah kecil seperti kebiasaan makan, tidur atau hal

sepele lain hingga masalah yang kompleks seperti perbedaan cara pandang dan

sebagainya. Menurut para responden, masa awal pernikahan adalah masa

pengenalan dan penyesuaian pasangan satu sama lain. Pasangan suami istri mulai

mengetahui kebiasaan, karakter, hal yang disukai maupun yang tidak disukai satu

sama lain. Menurut pasangan suami istri di gereja “X”, ada banyak hal yang baru

mereka ketahui setelah mereka menjalani pernikahan. Suami istri mulai mencoba

untuk saling beradaptasi karena mereka adalah dua orang individu yang berbeda

satu sama lain. Perbedaan pendapat ataupun masalah dalam kehidupan rumah

tangga tidak hanya dialami oleh pasangan yang baru memasuki usia pernikahan

muda, namun masih juga dialami oleh pasangan yang telah lama menikah.

Berdasarkan penuturan para responden, ketika mereka tidak mengkomunikasikan

(13)

4

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Hasil survei awal menunjukkan bahwa kurang adanya keterbukaan antara

suami istri merupakan salah satu sumber konflik dalam kehidupan pernikahan.

Sebanyak 31,82% (7 orang) responden mengatakan bahwa kurangnya keterbukaan

tentang masa lalu, kebiasaan ataupun ciri – ciri pasangan lainnya seringkali

menimbulkan masalah. Tujuh orang responden ini mengungkapkan bahwa mereka

tidak terbiasa untuk menceritakan masa lalu, pengalaman yang terjadi kepada

pasangan karena mereka menganggap bahwa hal itu adalah privasi mereka yang

tidak perlu diketahui dan dibahas lagi dengan pasangan. Adapula responden yang

mengalami kendala untuk bersikap objektif terhadap informasi yang dikemukakan

pasangannya.

Selain masalah keterbukaan, kurang adanya sikap asertif juga diakui 45,46%

(10 orang) responden sebagai sumber konflik dalam kehidupan pernikahan.

Mereka mengatakan bahwa mereka seringkali memilih untuk tidak memberikan

respon (hanya diam saja untuk menghindari masalah) terhadap pesan yang

disampaikan. Responden memilih untuk bersikap diam agar tidak terjadi keributan

di antara mereka. Pasangan menghadapi dilema antara mengatakan yang

sebenarnya dan mengatakan yang sepatutnya. Hal ini menyebabkan mereka tidak

berani untuk mengungkapkan perasaan, pendapat serta keinginan mereka secara

jujur kepada pasangannya. Lima responden mengungkapkan bahwa dirinya

seringkali menerima saja keputusan pasangan walaupun terkadang hal itu tidak

sesuai dengan keinginannya. Sebanyak lima orang responden mengungkapkan

(14)

5

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

untuk membicarakan perbedaan pendapat di antara mereka, dan hal ini dapat

menimbulkan masalah.

Perbedaan cara pandang antara suami istri terkadang juga menimbulkan

konflik dalam hubungan rumah tangga. Cara pikir antara suami dan istri yang

berbeda bila tidak ditunjang dengan adanya sikap empati, dapat menjadi masalah.

Sekitar 13,64% (3 orang) responden mengakui bahwa terkadang mereka hanya

memandang suatu hal dari sudut pandang mereka. Mereka terkadang tidak

berusaha untuk memahami dari sudut pandang pasangannya sehingga tidak

ditemukan penyelesaian masalah. Mereka terkadang lupa bahwa setiap manusia

unik dan berbeda, menganggap pasangannya sama seperti dengan dirinya baik

dalam hal perasaan, cara berpikir dan perilaku sehingga solusi yang diambil

seringkali hanya berdasarkan pertimbangan diri sendiri.

Selain kurangnya empati, masalah lain yang diakui oleh 31,82% (7 orang)

responden di Gereja “X” Salatiga sering menyebabkan konflik adalah kurangnya

ketrampilan mendengarkan saat salah seorang di antara mereka sedang

menyampaikan sesuatu. Sebanyak dua responden mengatakan bahwa mereka

seringkali menginterupsi dan tidak membiarkan pasangan menjelaskan

keseluruhan pesan. Hal ini mengakibatkan mereka tidak mencapai pemahaman

yang tepat tentang topik yang dibicarakan. Lima responden lain mengaku bahwa

mereka seringkali tidak mengklarifikasi apakah pesan yang diterima telah

dimaknai dengan benar sehingga terkadang terjadi kesalahpahaman.

Selain kurang adanya keseimbangan dalam sikap keterbukaan, kejujuran,

(15)

6

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

diliputi masalah yang berkaitan dengan kepercayaan. Sebanyak 45,46% (10

orang) responden menyatakan bahwa mereka terkadang menghadapi kendala

dengan kepercayaan dalam rumah tangga. Tiga responden menyatakan bahwa

dirinya terkadang menyembunyikan sesuatu hal yang telah dilakukan dari

pasangan. Empat responden mengungkapkan bahwa secara tidak sengaja mereka

menceritakan masalah rumah tangga kepada orang lain. Pasangan menjadi ragu

untuk mengungkapkan rahasia atau sesuatu kepada pasangan karena pasangannya

dinilai kurang mampu menjaga rahasia rumah tangga sehingga terkadang ada

campur tangan pihak lain dalam rumah tangga mereka.

Kurangnya penerapan elemen – elemen penting dalam komunikasi pasangan

suami istri di Gereja “X” Salatiga secara tidak langsung berdampak terhadap

keharmonisan dan cara penyelesaian masalah dalam kehidupan rumah tangga.

Mereka kurang mampu mengekspresikan pikiran, harapan dan perasaan mereka

kepada pasangan. Mereka beranggapan bahwa masalah akan terselesaikan dengan

sendirinya. Mereka seringkali kurang berusaha untuk mendengarkan dengan baik,

menyamakan persepsi, mendiskusikan dan mencari solusi untuk masalah yang

dihadapi.

Gereja sebagai lembaga keagamaan Kristen memiliki tanggung jawab untuk

membina pasangan suami istri agar dapat menjalin hubungan yang harmonis.

Menyadari fenomena yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, Gereja “X”

mempersiapkan pasangan yang akan menikah agar mereka dapat mengarungi

bahtera rumah tangga dengan baik. Gereja “X” mengadakan kelas bina pranikah

(16)

7

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

calon suami istri mendapatkan 12 topik pelajaran yaitu tentang arti pernikahan

menurut agama Kristen, pemilihan pasangan berdasarkan kehendak Tuhan, arti

kasih, makna hubungan seks yang murni, arti pasangan, peran suami dalam

pernikahan, peran istri dalam pernikahan, arti/peran orang tua dalam rumah

tangga Kristen, arti anak – anak dalam keluarga, cara bertumbuh dalam masalah,

berbagai bentuk keluarga, serta peran keluarga dan masyarakat.

Melalui pelajaran yang diajarkan dalam kelas persiapan pernikahan ini

diharapkan pasangan suami istri dapat saling mengasihi, memahami makna

pernikahan yang sesungguhnya dan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi

dalam kehidupan rumah tangga mereka. Hal ini dimaksudkan agar kerukunan dan

keharmonisan dalam rumah tangga akan tetap terbina seumur hidup mereka.

Ketika pasangan suami istri dapat menyelesaikan konflik dan melandaskan

hubungan mereka atas dasar kasih yang murni maka tingkat perceraian dapat

diminimalisir.

Saat peneliti bertanya tentang kelas bina pranikah kepada 22 responden di

Gereja “X”, didapatkan bahwa tidak seluruh responden mengikuti kelas bina

pranikah yang diadakan oleh Gereja “X”, karena mereka tidak menikah di Gereja

“X”. Ketika peneliti bertanya mengenai manfaat bina pranikah, pasangan suami

istri yang mengikuti bina pranikah mengatakan bahwa kelas persiapan pernikahan

memang sangat dibutuhkan bagi pasangan yang akan menikah. Dituturkan oleh

seluruh responden bahwa berdasarkan pengalamannya ketika baru memasuki

kehidupan rumah tangga, mereka memerlukan bekal yang cukup karena

(17)

8

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

pelajaran yang diajarkan membantu mengarahkan mereka untuk saling mengenal

dan mengasihi satu sama lain.

Pasangan suami istri di Gereja “X” menyatakan seiring perjalanan

kehidupan pernikahan, banyak permasalahan yang muncul dan menuntut mereka

untuk belajar lebih banyak hal yang menunjang kehidupan pernikahan. Meskipun

telah mengikuti kelas bina pranikah, setelah sekian lama menjalani kehidupan

pernikahan, terkadang pasangan tidak lagi mengingat materi yang diajarkan pada

saat bina pranikah. Pasangan suami istri di Gereja “X” mengatakan bahwa mereka

tetap merasa perlu mempelajari ketrampilan – ketrampilan praktis seperti

komunikasi interpersonal untuk mengembangkan kehidupan rumah tangga yang

harmonis. Hal ini dikarenakan dalam penyelesaian beberapa permasalahan

kehidupan rumah tangga mereka, hal – hal praktis komunikasi merupakan sesuatu

yang penting. Selain itu pasangan suami istri di Gereja “X” berharap dapat

mempelajari materi tentang komunikasi tidak hanya melalui metode ceramah.

Mereka berharap dapat belajar dengan metode yang lebih menarik di mana

mereka dapat berlatih secara langsung.

Konflik – konflik dalam rumah tangga sangat diharapkan dapat diselesaikan

dengan cara yang tepat. Ketika masalah – masalah dalam rumah tangga tidak

diselesaikan dengan cepat dan tepat, kehidupan dan relasi dalam keluarga akan

terganggu, seluruh anggota keluarga akan sulit merasakan ketenangan serta

kebahagiaan. Pasangan suami istri di Gereja “X” mengungkapkan bahwa pada

saat mereka sedang menghadapi masalah, mereka merasa kurang ada damai di

(18)

9

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

seluruh aktivitas mereka. Situasi seperti ini hanya akan menyakiti satu sama lain,

kehidupan rumah tangga menjadi tidak sehat, dan tidak harmonis.

Setelah melihat fenomena tentang pentingnya komunikasi interpersonal

dalam hubungan suami istri, peneliti tertarik untuk merancang dan

mengujicobakan suatu modul pelatihan komunikasi interpersonal untuk

meningkatkan kesediaan pasangan mengkomunikasikan segala hal dalam rumah

tangga sehingga mereka dapat mengatasi masalah dalam kehidupan. Peneliti

menggunakan metode experiential learning agar pasangan suami istri di Gereja

“X” dapat mempraktikkan langsung materi yang diajarkan. Ketika pasangan

suami istri di Gereja “X” ini dapat mempraktikkan langsung apa yang mereka

pelajari, maka mereka dapat lebih memahami dan mengingat materi yang

diajarkan.

Pelatihan ini berusaha menjabarkan elemen – elemen dalam komunikasi

interpersonal yaitu, openness, honesty, trust, emphaty dan listening skills kepada

peserta. Melalui metode roleplay, games, dan diskusi diharapkan pasangan suami

istri tertarik untuk dapat mempraktikkan langsung elemen komunikasi yang

dibutuhkan. Setelah mempraktikkan elemen komunikasi yang dibutuhkan, peserta

diharapkan secara tidak langsung dapat menginternalisasikan materi yang pelajari,

mengetahui manfaat dari materi itu dan berusaha mempraktikkannya dalam

kehidupan rumah tangga mereka. Pasangan diharapkan dapat belajar saling

terbuka, mendengarkan, memahami sehingga masalah yang timbul dalam

kehidupan dapat terselesaikan dengan cepat, tepat dan tercipta keharmonisan

(19)

10

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, peneliti merumuskan masalah

dalam penelitian ini adalah: Apakah modul pelatihan self awareness bermanfaat

untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal pasangan suami istri?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk merancang dan mengujicobakan

modul pelatihan self awareness serta memperoleh gambaran peningkatan

kemampuan komunikasi interpersonal pasangan suami istri Gereja “X” Salatiga

sebelum dan sesudah pelatihan.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan jangka pendek pelatihan self awareness ini adalah untuk

menpraktekkan elemen – elemen penting komunikasi interpersonal kepada

pasangan suami istri. Selain tujuan jangka pendek, pelatihan komunikasi

interpersonal ini juga bertujuan agar pasangan suami istri dapat menggunakan

ketrampilan komunikasi interpersonal yang mereka peroleh dari pelatihan dalam

kehidupan rumah tangga. Pasangan diharapkan dapat meningkatkan sikap terbuka,

assertif, kepercayaan, empati serta kemampuan mendengarkan agar mereka dapat

menyelesaikan konflik hubungan suami istri serta meningkatkan keharmonisan

(20)

11

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoretis

 Modul pelatihan komunikasi interpersonal ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya

psikologi keluarga dan psikologi komunikasi.

 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pengembangan bagi

penelitian selanjutnya.

1.4.2. Kegunaan Praktis

 Bagi pasangan suami istri agar dapat menerapkan elemen-elemen

komunikasi interpersonal dalam kehidupan pernikahan sehingga dapat

menghindari konflik rumah tangga dengan harapan mendorong terbinanya

kehidupan rumah tangga yang harmonis.

 Bagi Pendeta yang melayani konseling pernikahan agar dapat membantu

mengarahkan pasangan calon suami istri maupun pasangan yang telah

menikah mengenai ketrampilan komunikasi interpersonal yang dibutuhkan

dalam kehidupan berumah tangga.

1.5. Metodologi

Penelitian ini akan merancang suatu modul pelatihan self awareness bagi

pasangan suami istri dan melihat peningkatan kemampuan komunikasi

interpersonal dalam penyelesaian konflik pasangan suami istri sebelum dan

(21)

12

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

adalah kuesioner komunikasi interpersonal yang peneliti susun berdasarkan teori

Lasswell (1987). Kuesioner ini disusun berdasarkan aspek-aspek komunikasi

interpersonal, yaitu openness, honesty, trust, emphaty dan listening skills.

Treatment yang diberikan berupa pelatihan dengan metode experiential learning.

Subjek dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri di Gereja “X”. Data yang

diperoleh akan dianalisis menggunakan Uji Statistik Wilcoxon (Wilcoxon

(22)

Program Magister Psikologi 112 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Setelah mengikuti pelatihan self awareness, terjadi peningkatan

kemampuan komunikasi interpersonal pasangan suami istri di Gereja “X”

Salatiga. Hal ini menunjukkan bahwa modul pelatihan self awareness

dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

interpersonal pada karakteristik sampel yang sama.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi interpersonal pasangan suami istri di

Gereja “X” Salatiga terlihat pada peningkatan elemen-elemen komunikasi

intepersonal yaitu openness, honesty, trust, empathy dan listening skills

setelah diberikan pelatihan self awareness.

3. Pasangan suami istri di Gereja “X” Salatiga menghayati pelatihan self

awareness ini bermanfaat bagi peningkatan keharmonisan rumah tangga,

menarik dan memacu mereka untuk menerapkan elemen–elemen

komunikasi interpersonal. Penghayatan dan respon positif terhadap

pelatihan self awareness ini memfasilitasi peningkatan kemampuan

komunikasi interpersonal setelah diberikan pelatihan, dalam kehidupan

(23)

113

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 5.2. SARAN

5.2.1.SARAN TEORITIS

1. Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan pelatihan

lanjutan berkaitan dengan komunikasi interpersonal pada karakteristik

sampel yang berbeda.

2. Peneliti selanjutnya disarankan melakukan pemantauan kembali (follow

up) kemampuan komunikasi interpersonal peserta beberapa bulan setelah

pelatihan sehingga dapat dilihat efektifitas pelatihan.

5.2.2.SARAN GUNA LAKSANA

1. Kepada pasangan suami istri di Gereja “X” Salatiga agar terus menerapkan

kemampuan komunikasi interpersonal yang telah mereka pelajari dalam

kehidupan rumah tangga.

2. Kepada Gembala Sidang Gereja “X” Salatiga, agar mengarahkan pasangan

suami istri maupun calon pasangan suami istri meningkatkan kualitas

komunikasi, menerapkan elemen openness, honesty, trust, empathy, dan

(24)

Program Magister Psikologi 114 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Brammer. Lawrence M. & Ginger MacDonald. (2003). The Helping Relationship – Process and skills. Boston : Allyn & Bacon

Carter, Elizabeth A. & Monica Mc, Goldrick. (1980). The Family Life Cycle : A Framework for Family Therapy. New York : Gardner Press, Inc.

DeVito, Joseph A. (1996). Komunikasi Antar manusia. Jakarta : Professional Books

Duvall, Evelyn Millis. (1977). Marriage and Family Development. Philadelphia : J.B. Lippincott Company

Galvin, Kathleen M. dkk (2004). Family Communication – sixth edition. USA : Pearson Education, Inc

Goldenberg, Irene & Herbert G. (1985). Family Therapy: An Overview. California : Brooks/Cole Publishing Company

Graziano, Anthony M. & Michael L.R. (2000). Research Methods A Process of Inquiry. Boston : Allyn & Bacon

Humble, Wanda & Victor S. Liu (1997). Persiapan Pernikahan Menuju Rumah Tangga Yang Bahagia. Jogjakarta : STII

Johnson, David.W & Frank P. (1987). Joining Together – Group Theory and Group Skills. USA: Prentice – Hall International,Inc

Kirkpatrick, Donald & James (2006). Evaluation Training Programs. San Fransisco : Berret-Koehler Publisher.Inc.

Lasswell, Marcia & Thomas L. (1987). Marriage and The Family. California : Wadsworth Publishing Company

Pearson, Judy C. (1983). Interpersonal Communicaton. Iowa : Wm. C. Brown Publishers

Pfeiffer, J.William & John. E. Jones (1974). A handbook of structured experiences for human relations training – volume 1&2. USA : University Associates Publishers and Consultants

(25)

Program Magister Psikologi 115 Universitas Kristen Maranatha

Santoso, Singgih. (2001). Statistik Non Parametrik. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Silberman. (1990). Active Training. California : University Associates,Inc

Stewart, John & Gary D’Angelo (1988). Together – Communicating

Interpersonally. NewYork : Random House

Tannen, Deborah. (1990). You Just Don’t Understand. New York : Quill

Tubbs, Steward L. & Sylvia Moss. (1996). Human Communication – Konteks– konteks komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

(26)

Program Magister Psikologi 116 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

http://ahmadridfah.blog.friendster.com/2008/07/perpecahan-kegagalan-berkomunikasi-20-mei-2008/

http://dissertations.ub.rug.nl/FILES/faculties/ppsw/2006/s.b.pielage/c4.pdf

http://siteresources.worldbank.org/WBI/Resources/213798-1194538727144/2Final-Johari_Planning.pdf

http://www.businessball.com

http://www.foundationcoalition.org/publications/brochures/communication.pdf

http://www.iaaf.org/mm/Document/imported/42038.pdf

http://www.mindtools.com/CommSkll/JohariWindow.htm

http://www.pdf4me.net/pdf-data/nonverbal-communication-study-in-married-couples.php

Referensi

Dokumen terkait

1. Kawasan Lindung, yang terdiri dari : a) Kawasan hutan lindung; b) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c) Kawasan perlindungan

Mempertimbangkan berbagai latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti melakukan penelitian pengembangan yang bertujuan mem- buat media pembelajaran interaktif

Pengembangan kapasitas kelembagaan pada program Gerdu kempling di Kecamatan Pedurungan belum berjalan optimal, karena tidak semua variabel dalam pengembangan kapaistas

pada ujung beberapa buah yang tidak terselubungi.Namun dalam penelitian ini efektivitas penggunaan kantung plastik berukuran besar tampak tidak lebih baik daripada

Pada jurnal Hasan dan Putra (2019), Sharon dan Santoso (2017) dan Aminah dkk (2017) menuliskan metode SERVQUAL sebagai ldanasan digunakan dalam mengukur kualitas

Artinya, informan adalah penonton yang aktif, karena mereka tak hanya menikmati tayangan ini secara gamblang, tetapi juga mampu membaca makna dari teks yang disajikan pada acara

Penelitian ini tidak membuktikan teori audiens aktif karena apa pembacaan khalayak terhadap apa yang disajikan media adalah sama, yaitu infotainment adalah sebuah tayangan

Kepada para orang tua dan para guru, khususnya guru agama SD diharapkan untuk meningkatkan peranannya dalam memberikan pendidikan seks, terutama tentang tanda-tanda