• Tidak ada hasil yang ditemukan

IRMA PUTRI ANANDA FKIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IRMA PUTRI ANANDA FKIK"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA LANSIA BEDREST DI PSTW BUDHI MULIA 3 MARGAGUNA

JAKARTA SELATAN

Skripsi diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

IRMA PUTRI ANANDA 1112104000029

HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

ii

FACULTY OF MEDICINES AND HEALTH SCIENCE MAJOR OF NURSING SCIENCE

SYARIF HIDAYATULLAH STATE UNIVERSITY JAKAARTA Thesis, Mei 2016

Irma Putri Ananda, NIM 1112104000029

The Range Of Motion (ROM) Effect to Muscle Strength in Bedrest Elderly at PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan

xix + 73 pages 7 tables + 3 drafts + 6 attachments ABSTRACT

Elderly in Indonesia has increased every year. The health problems that often occur in the elderly is a problem in muskuloskeletal system, one of them is a weakness in the muscles. The intervention that can be taken to reduce muscle weakness in the elderly is Range Of Motion (ROM) exercise.This study aims to determine the effect Range Of Motion (ROM) on muscle strength in elderly with bedrest condition. The specifications of the aims are identifying the characteristic features of respondents, identifying muscle strength before and after the Range Of Motion (ROM) in elderly Bedrest, determining the effect Range Of Motion (ROM ) on muscle strength in Ansia Bedrest in PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna South Jakarta.This research is a quantitative research, using Pra Experiment design by One Group Pre Test and Post Test. The sampling technique used is purposive sampling with 12 respondents. Providing interventions for eight days conducted over 2 times a day, those are morning and afternoon. Data analysis used in this research were univariate and bivariate analysis.The results of this study indicate there is an influence Range Of Motion (ROM) exercise on muscle strength with p value (0.000). This study is expected to be a consideration for PSTW to be able to make Range Of Motion (ROM) as a program exercises to increase muscle strength in elderly with bedrest condition and hoped for further research to select respondents with male and female respondents.

(4)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Mei 2016

Irma Putri Ananda, NIM 1112104000029

Pengaruh Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Lansia Bedrest Di PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan

xix + 73 halaman + 7 tabel + 3 bagan + 6 lampiran

ABSTRAK

Lansia di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia yaitu masalah pada system muskulpskeletal, salah satunya adalah kelemahan pada otot-otot. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurandi kelemahan otot pada lansia adalah dengan latihan Range Of Motion (ROM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia dengan kondisi bedrest, dengan spesifikasi mengidentifikasi gambaran karakteristik responden, mengidentifikasi kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) pada lansia Bedrest, mengetahui pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada ansia

Bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan.Jenis penelitian ini

adalah penelitian kuantitatif, menggunakan desain Pra Eksperiment dengan One

Group Pre Test dan Post Test. Teknik sampling yang digunakan adalah pusposive

sampling dengan 12 responden.Pemberian intervensi selama 8 hari yang dilakukan selama 2 kali dalam sehari yaitu pagi dan sore. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariate. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot dengan p value kekuatan otot (0,000). Penelitian ini diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi PSTW untuk bisa menjadikan Range Of Motion (ROM) sebagai program latihan untuk meningkatkan kekuatan otot pada lansia dengan kondisi bedrest dan diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk pemilihan responden dilakukan responden laki-laki dan perempuan.

(5)
(6)
(7)
(8)

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Irma Putri Ananda

Tempat, Tanggal, Lahir :Kota Baru, 22 Februari 1994

Jenis Kelamin :Perempuan

Status :Belum Menikah

Asal :Pekan Baru-Riau

Alamat :Pisangan Jl. SD Inpres Rt/Rw 04/09 No. 38 (Pondok Asyifa) Kel. Cirendeu Kec. Ciputat Timur Tangerang Selatan

Email :Irmaputri_22@yahoo.co.id

Telepon :081266549383

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 005 Kota Baru Seberida (2000-2006) 2. SMP Negeri 01 Keritang Kota Baru Seberida (2006-2009) 3. SMA Negeri 01 Tembilahan Kota (2009-2012) 4. S-1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2012-sekarang)

Riwayat Organisasi :

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penelitian ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada bimbingan nabi besar Muhammad SAW, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan proposal yang berjudul “Pengaruh Senam Terhadap Kekuatan Otot Pada

Lansia Bedrest di PSTW Budi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan”

Dalam penyusunan proposal skripsi ini, tidak sedikit kesulitan, cobaan dan hambatan yang peneliti temukan. Namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-nya, kesungguhan, kesabaran dan kerja keras disertai dukungan keluarga dan bantuan dari berbagai pihak baik berupa moril maupun material, segala kesulitan yang telah dilalui dan diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga pada akhirnya penyusunan proposal skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimaksih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

ix

Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Jamaludin, S.Kp., M.Kep, dan ibu Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep., MNS, selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan ikhlas untuk meluangkan waktu, tenaga serta fikiran selama membimbing peneliti.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Staf Pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas dan tulus memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama menjalankan perkuliahan.

5. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi buku ataupun skripsi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Koordinator PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan serta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti dalam mencari data-data sekaligus sebagai bahan rujukan proposal skripsi.

(11)

x

yang selalu mereka panjatkan untuk mengiringi setiap langkahku sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian.

8. Kakanda dan adinda tersayang Afriandana Eka Putra, S.Kep, Harlin Putra Nanda serta nenek-nenekku dan keluarga-keluargaku yang selalu memberikan dukungan dan do’a kepada peneliti dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

9. Dear Dian Utami Nuraini dan Khainulfira Aprianie Maragat yang selalu memberikan semangat dan doanya kepada peneliti.

10. Kak Defika yang selalu memberikan perhatian, motivasi serta semangat untuk terus berjuang, sekaligus tempat berkeluh kesah dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

11. Sahabat dan temanku Sri Emilia, Fatimah, Vini Nurul Inayah, Nurhidiyati, Khaira, Indah, Puji, Ifah, Zaki, Septi, Puji Pertiwi, Nuraini, Widiya, Puspa, Rahma, Isti yang telah banyak membantu peneliti untuk menjelaskan hal-hal yang kurang saya pahami serta teman yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

(12)

xi

13. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2012 yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, semangat, kebersamaan, kenangan, inspirasi yang telah diberikan serta kekompakkan yang selama ini tidak akan terlupakan.

Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki proposal skripsi ini. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proposal kemajuan pendidikan selanjutnya.

Jakarta, Januari 2016

(13)

xii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Ruang Lingkup ... 8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Lanjut Usia ... 9

1. Definisi ... 9

2. Klasifikasi Lansia ... 9

a. Menurut WHO, klasifikasi lansia adalah : ... 9

(14)

xiii

4. Tugas Perkembangan Lansia ... 16

B. Bedrest/Tirah Baring ... 17

1. Pengertian ... 17

3. Dampak Bedrest ... 18

C. Kekuatan Otot ... 21

1. Pengertian Kekuatan Otot ... 21

2. Pengukuran kekuatan otot ... 22

3. Cara mengukur kekuatan otot dengan menggunakan MMT ... 23

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot ... 24

D. Range Of Motion (ROM) ... 27

1. Pengertian ... 27

2. Tujuan ROM ... 28

3. Manfaat ROM ... 28

4. Klasifikasi ROM ... 29

7. Gerakan-gerakan ROM ... 32

8. Kerangka Teori ... 42

BAB IIIKERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 43

A. Kerangka Konsep ... 43

B. Definisi Operasional... 44

C. Hipotesis ... 46

BAB IVMETODE PENELITIAN ... 47

A. Desain Penelitian ... 47

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 48

D. Instrumen Pengumpulan Data ... 50

E. Langkah-langkah Pengumpulan Data ... 50

(15)

xiv

G. Pengolahan Data... 52

H. Teknik Analisis Data ... 53

I. Etika dan Prinsip Penelitian ... 54

BAB VHASIL PENELITIAN ... 58

5.1 Analisa Univariat ... 58

5.2 Analisis Bivariat ... 61

BAB VIPEMBAHASAN ... 64

6.1 Pembahasan Hasil ... 64

6.1.1 Karakteristik Responden ... 64

6.1.2. Gambaran Rata-rata kekuatan otot lansia bedrest sebelum dan sesudah dilakukan ... 67

6.1.3. Perbedaan rata-rata nilai kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan ROM. 69 6.2 Keterbatasan Penelitian ... 74

BAB VIIPENUTUP ... 76

8.1 Kesimpulan ... 76

8.2 Saran ... 77

(16)

xv

DAFTAR SINGKATAN

UIN :Universitas Islam Negeri PSTW : Panti Sosial Tresna Werda WBS : Warga Binaan Sosial WHO : World Health Organitation BPS : Bada Pusat Statistik

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Derajat Kekuatan Otot --- 20

Tabel 2.2 tentang gerakan-gerakan ROM --- 27

Tabel 3.1 Definisi Operasional --- 39

Tabel 5.1 Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia --- 56

Tabel 5.2 Gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin --- 56

Tabel 5.3 Gambaran Rata-rata Kekuatan Otot Lansia Bedrest Sebelum Dan Setelah Dilakukan ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016--- 57

Tabel 5.4 Distribusi Hasil Normalitas Kekuatan Otot pada Lansia Bedrest Sebelum Dilakukan Intervensi ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016--- 58

Tabel 5.5 Distribusi Perbedaan Rata-rata Kekuatan Otot Pada Lansia Bedrest Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016---59

(18)

xvii

DAFTAR BAGAN

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan

Lampiran 2. Lembar Infomed Consent Responden

Lampiran 3. Lembar Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden

Lampiran 4. Lembar Observasi Latihan ROM

Lampiran 5. Lembar Derajat Kekuatan Otot

Lampiran 6. Pengukuran Barthel Index Responden

Lampiran 7. Skor Barthel Index Responden

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011). Undang-undang RI No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia BAB 1 Pasal 1 menjelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Indriana,2012).

WHO (World Healh Organitation) mencatat, bahwa terdapat 600 juta jiwa lansia pada tahun 2012 di seluruh dunia. hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan, bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta jiwa, meningkat sekitar 7,93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14,44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450 ribu jiwa per tahun(Sampelan, dkk 2015). Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28.8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia. (BPS, 2013).

(21)

perubahan yang menyeluruh pada fisiknya yang berkaitan dengan menurunnya kemampuan jaringan tubuh terutama pada fungsi fisiologis dalam sistem musculoskeletal dan system neurologis (Padila, 2013).

Perubahan morfologis yang terjadi pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan fungsional otot yaitu terjadinya penurunan kekuatan otot, kontraksi otot, daya tahan otot dan tulang, elastisitas dan fleksibilitas otot sehingga menyebabkan keterbatasan gerak pada tubuh Perubahan yang terjadi pada kekuatan otot karena berkurangnya serabut otot pada proses menua yang menyebabkan menurunnya kekuatan otot. Biasanya berjalan menjadi kurang stabil karena lemahnya otot paha bagian depan dan berkurangnya koordinasi antarotot (Nitz. 2004).

Perubahan yang terjadi pada lansia salah satunya adalah perubahan penurunan kekuatan otot, dampak dari penurunan kekuatan adalah meningkatkan resiko jatuh karena gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, dan kekakuan sendi dapat menyebabkan terjadi resiko jatuh pada lansia (Lumbantobing, 2004).

(22)

faktor penting yang mengakibatkan penurunan kekuatan otot (Lauretani et al, 2003). Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau kelompok otot untuk menghasilkan gaya maksimal (Lesmana, 2012).

Penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia dengan kondisi bedrest dapat menurunkan aktivitas fisik (physical activity) dan latihan (exercise), sehingga akan mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari activity daily living. Latihan dan aktivitas fisik pada lansia dapat mempertahankan tonus otot. Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu indikator fisik yang berhubungan dengan fungsi pergerakan. Latihan ROM dapat dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri serta pada posisi terlentang ditempat tidusr (Wold, 1999).

Penelitian Ulliya (2007), merupakan eksperiment dengan pre post test

design. Subyek sebanyak 8 yang dilakukan latihan ROM sebanyak 5 kali dalam

seminggu selama 6 minggu. Fleksibilitas sendi diukur pada sebelum, setelah 3 minggu dan setelah 6 latihan ROM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kiri. Simpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM selama dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 350 atau 43,75%.

(23)
(24)

B. Rumusan Masalah

Perubahan yang terjadi pada lansia adalah salah satunya adalah penurunan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot pada lansia meningkatkan resiko jatuh (Lumbantobing, 2004). Gunarto (2005) menyatakan bahwa 31%-48% lansia jatuh karena gangguan keseimbangan. Berdasarkan survey di masyarakat Amerika Serikat, Tinetti mendapatkan sekitar 30% lansia yang berumur lebih dari 65 tahun mengalami jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Pada tahun 2009 lebih dari 19.000 lansia meninggal karena jatuh dan menjadikan jatuh pada urutan ke lima yang mengakibatkan kematian pada lansia di atas 65 tahun (Felicia et al., 2013). Kira-kira sebanyak 25%-35%lansia yang berusia 65 tahun atau lebih mengalami jatuh setiap tahunnya (Barak et al., 2014).

(25)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot pada

Lansia Bedrest”.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diambil pertanyaan penelitian sebagai berikut:

A. Bagaimana gambaran karakteristik responden pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 03 Jakarta Selatan ?

B. Bagaimana gambaran kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan range

of motion (ROM) pada lansia bedrest?

C. Bagaimanakah pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

(26)

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran karatkeristik responden.

b. Mengidentifikasi kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan range

of motion (ROM) pada lansia bedrest.

c. Mengetahui pengaruh range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan Kesehatan :

a. Penelitian ini bisa dijadikan dasar atau informasi tambahan untuk peningkatan pelayanan terhadap lansia.

b. Penelitian ini diharapkan mampu untuk menjadi solusi mengurangi masalah keterbatasan gerak pada lansia.

2. Bagi Lansia

Penelitian ini diharapkan kekuatan otot lansia meningkat setelah dilakukan latihan ROM.

3. Bagi Keperawatan

(27)

F. Ruang Lingkup

(28)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia

1. Definisi

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014). Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas (Setisnto, 2004). Lansia buka suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis, kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawari, 2001 dalam Effendi, 2009).

2. Klasifikasi Lansia

(29)

3. Lansia Tua (old) 75-90 tahun

4. Lansia sangat tua (vey old) diatas 90tahun

b. Menurut Depkes RI, 2003 klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia :

1. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun 2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3. Lansia risiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)

4. Lansia potensia

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003). 5. Lansia tidak potensial

(30)

3. Perubahan pada lansia a. Perubahan fisik

1. Sel

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi protein di otak, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang, jumlah sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.

2. Sistem persarafan

Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk, 2003), hubungan persarafan cepat menurun, lambat dalam merespons baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem pendengaran

(31)

4. Sistem penglihatan

Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat menybabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.

5. Sistem kardiovaskular

(32)

6. Sistem pengaturan suhu tubuh

Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis lebih kurang 350C, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

7. Sistem pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktifitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, Ukuran alveoli melebar dari mormal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernafaan.

8. Sistem gastrointestinal

(33)

9. Sistem genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengosentrasikan urine,berat jenis urin menurun, proteinuria biasanya + 1), blood urea

nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal

terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica

urinaria) melemah, kapasitasya menurun hingga 200 ml dan

menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit diksongkan sehingga meningkatkan retensi urin. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga lebih kurang 75% dari besar normalnya.

10. Sistem endokrin

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta sekresi hormon kelamin seperti progesterone, estrogen, dan testosteron.

11. Sistem integument

(34)

menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

12. Sistem musculoskeletal

Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh, kifosis, persendian membessar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor. Kondisi ini menyebabkan keterbatasan mobilitas pada lansia. Lansia dengan mobilitas terbatas yaitu lansia dengan kondisi bedrest. (Dewi, 2015).

b. Perubahan Mental

(35)

c. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang menglami pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa pensiun.

1. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang. 2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang

cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya. 3. Kehilangan teman atau relasi.

4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan. 5. Merasakan atau kesadaran akan kematian.

4. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.

(36)

Adapun tugas perkembangan lansia menurut (Dewi, 2014) adalah sebagai berkut:

1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun 2. Mempersiapkan diri untuk pensiun

3. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya 4. Mempersiapkan kehidupan baru

5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social/masyarakat secara santai

6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan

B. Bedrest/Tirah Baring 1. Pengertian

Bedrest/immobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak bebas

yang disebabkan oleh kondisi di mana gerakan terganggu atau dibatasi secara terapeutik (Potter dan Perry, 2006).

Menurut Perry dan Potter (2006) tujuan umum tirah baring adalah : 1. Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen untuk tubuh. 2. Mengurangi nyeri.

3. Memungkinkan klien sakit atau lemah untuk beristirahat dan mengembaikan kekuatan.

(37)

2. Karakteristik Lansia Bedrest

- Kelemahan otot karena otot-otot atrofi

- Strok yang menyebabkan kelemahan pada ekstremitas - Gangguan intoleransi aktivitas seperti pada pasien jantung. - Imobilisasi karena fraktur.

3. Dampak Bedrest

Dampak bedrest menurut Asmadi (2008) sebagai berikut: 1. Perubahan Metabolisme

Perubahan mobilisasi akan mempengaruhi metabolisme endokrin, resorpsi kalsium dan fungsi gastrointestinal. System endokrin menghasilkan hormon, mempertahankan dan meregulasi fungsi vital seperti: berespon pada stress dan cedera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, mempertahankan lingkungan internal, produksi pembentukan dan penyimpanan energi.

Imobilisasi mengganggu fungsi metabolisme normal seperti: menurunkan laju metabolisme, mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, dan menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti nafsu makan dan peristaltik berkurang.

2. Perubahan Pernafasan

(38)

(inflamasi pada paru akibat statis atau bertumpuknya sekret). Menurunnya oksigenasi dan penyembuhan yang alami dapat meningkatkan ketidaknyamanan klien.

3. Sistem Integumen

Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada immobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk.

Selain itu, sirkulasi darah yang lambat mengakibatkan kebutuhan oksigen dan nutrisi pada area yang tertekan menurun sehingga laju metabolism jaringan menurun. Bila berlangsung terus-menerus, dapat mengakibatkan terjadinya atrofi otot dan perubahan turgor kulit.

4. Sistem kardiovaskuler

Dampak immobilisasi terhadap system kardiovaskuler di antaranya adalah sebagai berikut :

a) Penurunan kardiak reserve

(39)

menyebabkan peningkatan denyut jantung. Konsekuensi dari peningkatan denyut jantung menyebakan waktu pengisian diastolik memendek dan terjadi penurunan kapasitas jantung untuk merespons terhadap kebutuhan metabolisme tubuh (Kozier dkk, 1995).

b) Peningkatan beban kerja jantung

Pada kondisi bedrest yang lama, jantung bekerja lebih keras dan kurang efisien, disertai curah kardiak yang turun selanjutnya akan menurunkan efisiensi jantung dan meningkatkan beban kerja jantung. c) Hipotensi ortostatik

Hipotensi ortostatik merupakan manifestasi umum yang terjadi pada kardiovaskuler sebagai akibat dari bedrest yang lama.

5. Perubahan Muskuloskeletal

Dampak immobilisasi pada system musculoskeletal adalah gangguan permanen atau temporer atau ketidakmampuan yang permanen. Pembatasan mobilisasi terkadang menyebabkan kehilangan daya tahan, kekuatan dan masa otot, serta menurunnya stabilitas dan keseimbangan. Dampak pembatasan mobilisasi adalah gangguan metabolism kalsium dan gangguan sendi.

(40)

dank lien tidak melakukan latihan, kehilangan masa otot akan terus terjadi dank lien tidak melakukan latihan, kehilangan masa otot akan terus terjadi. Kelemahan otot juga terjadi karena immobilisasi, dan immobilisasi lansia lama sering menyebabkan atrofi angguran, dimana atrofi angguran adalah respon yang dapat diobservasi sehari-hari. Dan immobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya masa dan kekuatan otot, dan instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa hari bedrest, dapat kehilangan hingga kelemahan otot perifer 25% dalam waktu 4 hari dan kehilangan 18% berat badannya. Hilangnya masa otot-otot rangka sangat tinggi dalam 2-3 minggu pertama immobilisasi (Asmadi, 2008).

C. Kekuatan Otot

1. Pengertian Kekuatan Otot

(41)

keseimbangan tubuh, hambatan dalam gerak duduk ke berdiri, peningkatan resiko jatuh, perubahan postur (Utomo, 2010). Kekuatan otot adalah kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal maupun beban internal (Irfan, 2010 dalam Yuliastati, 2011).

2. Pengukuran kekuatan otot

Pengukuran kekuatan otot adalah suatu pengukuran untuk mengevaluasi kontraktilitas termasuk didalamnya otot dan tendon dan kemampuannya dalam menghasilkan suatu usaha. Pemeriksaan kekuatan otot diberikan kepada individu yang dicurigai atau aktual yang mengalami gangguan kekuatan otot maupun daya tahannya (Torpey, 2010 dalam Yuliastati, 2011). Pengukuran kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual yang disebut dengan MMT

(manual muscle testing). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui

(42)

Dalam Kozier, et al (1995), kekuatan otot dinyatakan dengan menggunakan angka 0-5 yaitu :

Skala

Presentase kekuatan

normal Karakteristik

0 0 Tidak ada gerakan otot sama sekali

1 10 Ada kontraksi saat palpasi tetapi tidak ada gerakan yang terlihat.

2 25 Ada gerakan tetapi tidak dapat melawan gravitasi.

3 50 Dapat bergerak melawan gravitasi.

4 75 Dapat bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi masih lemah.

[image:42.612.128.527.139.533.2]

5 100 Dapat bergerak dan melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan penuh.

Tabel 2.1 Derajat Kekuatan Otot

3. Cara mengukur kekuatan otot dengan menggunakan MMT

Saat mengukur kekuatan otot, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu (Pudjiastuti & Utomo, 2003; Topey, 2010 dalam Yuliastuti, 2011):

a. Posisikan lansia sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi.

(43)

c. Usahakan lansia dapat berkonsentrasi saat dilakukan pengukuran. d. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.

e. Bagian otot yang akan diukur ditempatkan pada posisi antigravitasi. Jika otot terlalu lemah, maka sebaiknya lansia ditempatkan pada posisi terlentang.

f. Bagian proksimal area yang akan diukur harus dalam keadaan stabil untuk menghindari kompensasi dari otot yang lain selama pengukuran. g. Selama terjadi kontraksi gerakan yang terjadi diobservasi baik palpasi

pada tendon atau otot.

h. Tahanan diperlukan untuk melawan otot selama pengukuran. i. Lakukan secara hati-hati, bertahap dan tidak tiba-tiba.

j. Catat hasil pengukuran pada lembar obsrvasi.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot a. Penampang melintang otot

Semakin besar penampang melinntang otot, semakin besar tenaga yang dihasilkan.

b. Kekuatan dan kekakuan jaringan penghubung

(44)

c. Jumlah unit motor yang diaktifkan dan kecepatan cetusannya.

Pada permulaan beban diberikan diperlukan rekuitmen sejumlah unit motor dan saat beban ditingkatkan, diperlukan lebih banyak lagi rekuitmen unit motor.

d. Kecepatan kontraksi

Kecepatan kontraksi otot berhubungan secara terbalik dengan beban yang diberikan pada otot. Suatu otot akan berkotraksi dengan sangat cepat bila berkontraksi tanpa beban dan kecepatan kontraksi akan menurun bila diberkan beban berat.

e. Panjang otot saat kontraksi

Tegangan otot yang terjadi sebanding dengan sejumlah hubungan silang antara molekul aktin dan myosin.

f. Jenis kontraksi otot

Kekuatan otot yang timbul tergantung pada jenis kontraksi otot yaitu kontraksi isotonik atau kontraki isometrik.

g. Usia dan kebugaran fisik

Puncak kekuatan dicapai pada umur 18-27 tahun dan menurun bertahap setelah itu.

h. Hormon

(45)

i. Jenis kelamin

Kekuatan otot wanita lebih lemah dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki.

j. Faktor psikologis

Subyek harus dimotivasi untuk menghasilkan kekuatan otot yang maksimum (Lesman dalam Dewi, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Phillips (1995), Kirchner dan Glines (1957), dalam Bloomfiedld, dkk (1994;212), jenis kelamin berpengaruh juga terhadap fleksibilitas sendi seseorang. Wanita lebih lentur daripada laki-laki karena tulang-tulangnya lebih kecil dan otot-ototnya lebih sedikit daripada laki-laki.

(46)

D. Range Of Motion (ROM) 1. Pengertian

Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiko tingkat kesempurnaan kemampuan untuk menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). ROM adalah kemampuan maksimal seseorang dalam melakukan gerakan. Merupakan ruang gerak atau batas-batas gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot memendek secara penuh atau tidak, atau memanjang secara penuh atau tidak (Lukman dan Ningsih, 2009). Suratun, et al (2006) Range of motion adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan.

(47)

2. Tujuan ROM

a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot b. Memelihara mobilitas persendian

c. Mencegah kelainan bentuk (Suratun, 2008).

3. Manfaat ROM

Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan, memperbaiki tonus otot, mencegah terjadinya kekakuan sendi, dan untuk memperlancar darah.

Menurut Nurhidayah, et al (2014) menyatakan bahwa manfaat ROM adalah:

1) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan

2) Mengkaji tulang, sendi dan otot 3) Mencegah terjadinya kekakuan sendi 4) Memperlancar sirkulasi darah

5) Memperbaiki tonus otot

6) Meningkatkan mobilisasi sendi

7) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.

(48)

4. Klasifikasi ROM

Suratun, et al (2006), menyatakan bahwa ada beberapa klasifikasi latihan ROM, yaitu:

1) Latihan ROM pasif, yaitu latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan dari orang lain, perawat, ataupun alat bantu setiap kali melakukan gerakan. Indikasi : pasien usia lanjut dengan mobilitas terbatas, pasien tirah baring total, kekuatan otot 50%.

2) Latihan ROM aktif, yaitu latihsn ROM yang dilakukan mandiri oleh pasien tanpa bantuan perawat pada setiap melakukan gerakan. Indikai :mampu melakukan ROM sendiri dan kooperatif, kekuatan otot 75%. 5. Prinsip Dasar Latihan ROM, yaitu:

1) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari. 2) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan

pasien.

3) ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh ahli fisioterapi.

4) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

5) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.

(49)

6. Penelitian Terkait

Penelitian Sarah U, Bambang S, BM Wara K tahun 2007 dengan judul Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut pada Lansia di Panti Werda Wening Wardoyo Ungaran hasil penelitian menunjukkan, terdapat peningkatan yang bermakna (p<0.05) antara pengukuran pertama dan kedua ; pertama dan ketiga pada fleksi sendi lutut kiri, meskipun terdapat peningkatan rerata pada setiap pengukuran, terdapat peningkatan ROM sendi lutut kiri antara pengukuran pertama-ketiga sebesar 350 dan antara pengukuran pertama-kedua sebesar 31,870. Hasil tersebut menunjukkan bahwa latihan ROM selama 3 minggu sudah dapat meningkatkan ROM fleksi sendi lutut pada lansia yang mengalami keterbatasan gerak.

Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh Agus Widodo (2009) yang menmukan ada pengaruh pemberian Free Activity Exercise terhadap tingkat ROM. Hal ini berarti Free activity Exercise dapat meningkatkan ROM sendi lutut wanita lanjut usia. Hasil penelitian Siswoyowati (20013) terhadap lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran didapatkan ada perbedaan yang bermakna antara fleksibilitas sendi lutut kanan sebelum dan sesudh pelaksanaan ROM (range Of Motion).

(50)

dan plantarfleksi pergelangan kaki secara bermakna pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna yang mengalami gangguan motoric. Walaupun kenaikan nilai rentang tidak terlalu besar tetapi hasil ini cukup membuktikan bahwa intervensi yang dilakukan memberikan hasil yang diharapkan. Hal ini berbeda dibandingkan dengan kelompok control yang hanya melakukan latihaan rentang gerak tidak sesuai dengan aturan penelitian dimana setelah dilakukan pengukuran nilai fleksibilitas sendi terdapat kenaikan tetapi kenaikanya sangat kecil dibandingkan dengan kelompok intervensi.

(51)

7. Gerakan-gerakan ROM

Berikut ini adalah Tabel 2.2 tentang gerakan-gerakan ROM menurut Potter & Perry (2011), yaitu: Bagian

Tubuh

Tipe Sendi Tipe Gerakan Rentang(Derajat) Otot-Otot Utama

Leher, spina

servikal Pivotal (putar)

Fleksi:

menggerakan dagu menempel ke dada.

45 Sternocleidomastoid

Ekstensi:

Megembalikan kepala ke posisi tegak.

45 Trapezius

Hiperekstensi:

Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin.

10 Trapezius

Fleksi lateral:

Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu.

(52)

Fleksi lateral:

Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu.

40-45 Sternocleidomastoid

Rotasi:

Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler.

180 Sternocleidomastoid, trapezius.

Bahu Ball and socket

Fleksi:

Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala

180 Korakobrakhialis, bisep brakhii, deltoid,

pektoralis mayor.

Ekstensi:

Mengembalikan lengan ke posisi disamping tubuh.

180 Latissimus dorsl, teres mayor, trisep brakhii.

Hiperekstensi:

Menggerakan lengan ke belakang tubuh, siku tetap lurus.

(53)

Abduksi:

Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala.

180 Deltoid, supraspinatus.

Adduksi:

Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin.

320 Pektoralis mayor

Rotasi dalam:

Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap kedalam dan kebelakang.

90 Pektoralis mayor, latissimus dorsi, teres mayor, subskapularis.

Rotasi luar:

Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala.

(54)

Sirkumduksi:

Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh(sirkumduksi adalah kombinasi semua gerakan sendi ball-and-socked)

360 Deltoid,

korakobrakhialis, latissimus, dorsi, teres mayor.

Siku

Hinge

Fleksi:

Menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak kedepan sendi bahu dan tangan sejajar bahu.

150 Bisep brakhil, brakhialis, brakhioradialis.

Lengan bawah Pivotal (putar)

Supinasi :

memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap keatas.

70-90 Supinator, bisep brakhil.

Pronasi :

Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah.

(55)

Pergelangan

tangan Kondiloid

Fleksi:

Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah

80-90 Fleksor karpi ulnaris, fleksor carpi radialis.

Ekstensi :

Menggerakan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, dan lengan bawah berada dalam arah yang sama.

80-90 Ekstensor karpi ulnaris, ekstensor karpi radialis brevis, ekstensor karpi radialis longus.

Hiperekstensi :

Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin.

89-90 Ekstensor karpi radialis brevis, ekstensor karpi radialis longus,

ekstensor karpi ulnaris. Abduksi (fleksi radial):

Menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke ibu jari.

Sampai 30 Fleksor karpi radialis, ekstensor karpi radialis brevis, ekstensor karpi radialis longus. Adduksi (fleksi ulnar):

Menekuk pergelangan tangan miring (lateral) kearah lima jari

(56)

Jari-jari tangan Condyloid hinge

Fleksi :

Membuat genggaman

90 Lumbrikales, interosseus volaris, interosseus dorsalis. Ekstensi :

Meluruskan jari-jari tagan

90 interosseus dorsalis. Ekstensor digiti quinti. Hiperekstensi :

Menggerakan jari-jari tangan kebelakang sejauh mungkin.

30-60 Propirus, ekstensor digitorum kommunis, ekstensor indicis propirus.

Abduksi :

Merenggangkan jari-jari tangan yang satu dengan lain.

30 Intersseus dorssalis.

Adduksi :

Merapatkan kembali jari-jari tangan

30 Intersseus volaris.

Ibu jari Pelana

Fleksi :

Menggerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan

(57)

Ekstensi :

Menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan.

90 Ekstensor pollisis longus, ekstensor pollisis brevis. Abduksi :

Menjauhkan ibu jari ke samping (biasa dilakukan ketika jari-jari tangan berada abduksi dan adduksi).

30 Abductor pollisis brevis.

Adduksi :

Menggerakan ibu jari kedepan tangan.

30 Adductor pollisis obliquus, adductor pollisis transversus. Oposisi :

Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama.

30 Opponeus pollisis, opponeus digiti minimi.

Pinggul Ball and socket

Fleksi :

Menggerakan tungkai ke depan dan atas.

(58)

Ekstensi :

Menggerakan kembali kesamping tungkai yang lain.

90-120 Gluteus maksimus, semitendinosus, semimembranosus Hiperekstensi :

Menggerakan tungkai kebelakang tubuh.

30-50 Gluteus maksimus, semitendonosus, semimembranosus. Abduksi :

Menggerakan tungkai ke samping menjauh tubuh.

30-50 Gluteus medius, gluteus minimus.

Adduksi :

Menggerakan tungkai kembali ke posisi medial dan melebihi jika mungkin.

30-50 Adductor longus, adductor brevis, adductor magnus.

Rotasi dalam :

Memutar kaki dan tungkai kea rah tungkai lain.

90 Gluteus medius, gluteus minimus, tensor fasclae latae.

Rotasi luar :

Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain.

(59)

Sirkumduksi :

Menggerakan tungkai melingkar.

90 Psoas mayor, gluteus maksimus, gluteus medius, adductor magnus.

Lutut Hinge

Fleksi :

Menggerakan tumit kearah belakang paha.

120-130 Bisep femoralis, semitendonosus, semimembranosus, Sartorius.

Ekstensi :

Mengembalikan tungkai ke lantai.

120-130 Rektus femoris, vestus lateralis, vastus

intermedius.

Mata kaki Hinge

Dorsifleksi :

Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas.

20-30 Tibialis anterior.

Plantarfleksi :

Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah.

(60)

Kaki Gliding

Inversi :

Memutar telapak kaki kesamping dalam (medial).

10 atau kurang Tibialis anterior, tibialis posterior.

Eversi :

Memutar telapak kaki ke samping luar (lateral).

10 atau kurang Peroneus longus, peroneus brevis.

Jari-jari kaki Condyloid

Fleksi :

Melengkungkan jari-jari kaki ke bawah.

30-60 Fleksor digitorum, lumbrikalis pedis, fleksor hallusisbrevis. Ekstensi :

Meluruskan jari-jari kaki.

30-60 Ekstensor digitorum longus, ekstensor digitorum brevis, ekstensor hallusis longus.

Abduksi :

Merenggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain.

15 atau kurang Abductor hallusis, interoseus dorsalis.

(61)

8. Kerangka Teori

Lansia

Usia pertengahan

(middle age)

45-59 tahun

Lansia (elderly) 60-74 tahun

Lansia tua (old) 75-90 tahun

Lansia sangat tua (vey old) diatas 90

tahun Meningkatkan kekuatan otot Perubahan Fisiologi Perubahan fisik Sistem persarafan Sistem pendengaran Sistem penglihatan System kardiovaskular System pengaturan suhu Sistem gastrointestinal Sistem genitourinaria Sistem muskuloskeletal Tulang Kehilangan kepadatan (density) atau menurun

kepadatan tulang Sendi Kaku Otot Atrofi serabut otot

Dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif

Mobilitas terbatas

Bedrest

Bagan 2.1 Kerangka Teori

(62)

43 BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep (conceptual framework) adalah model pendahuluan dari sebuah masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-variabel yang diteliti. Tujuan dari kerangka konsep adalah untuk mensintesa dan membimbing atau mengarahkan penelitian, serta panduan untuk analisis dan intervensi (Shi, 2008 dalam Swarjana, 2012). Variabel yang akan diteliiti pada penelitian ini adalah variabel independen Range Of

Motion (ROM), dependen kekuatan otot, sehingga kerangka kosep dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Katerangan : = Variabel yang di teliti

Range Of Motion (ROM) Kekuatan Otot

(63)
[image:63.792.116.733.66.514.2]

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala 1 Variabel

independen: ROM

Range Of Motion (ROM)

adalah latihan rentang gerak sendi yang

dilakukan sehari dua kali selama 8 hari berturut-turut dalam 15 menit yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot pada lansia.

Observasi Lembar observasi

Dinyatakan dalam : 1 jika dilakukan 2 jika tidak dilakukan

Nominal

2 Variabel dependen : Kekuatan Otot

Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk melakukan pergerakan.

Obervasi Lembar observasi Derajat

kekuatan otot

Dinyatakan dalam: 0 jika : Paraliis sempurna

1 jika : Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat

2 jika : Gerakan otot

(64)

penuh melawan gravitasi dengan topangan

(65)

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah sebuah pernyataan rediksi yang menghubungkan independent variabel terhadap dependen variabel (Swarjana, 2012). Jenis hipotesis yang diambil adalah sebuah hipotesis stetment prediksi yang menghubungkan independent variabel dan dependent variabel. Maka hipotesis penelitian ini adalah :

1. Hipotesis Negative (H0) : Tidak terdapat pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Jakarta Selatan.

(66)

47 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain Pra

Experiment dengan metode One Group pretest-posttest design, yaitu

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursallam, 2008).

Rancangan ini digambarkan sebagai berikut:

Bagan 4.1 Desain Penelitian Prosedur :

i. T1 pretest pada kelompok perlakuan

ii. X, treatment yang diberikan pada kekuatan otot lansia untuk jangka waktu tertentu.

iii. T2 post test setelah perlakuan

(67)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Paenelitian

Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. Alasan pemilihan tempat penelitian di PSTW Margaguna Jakarta Selatan adalah karena belum pernah diadakan penelitian yang sama dan banyak lansia yang mengalami bedrest di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April dan Juni 2016. Dimulai dari penapisan (screening), pengambilan data sampai dengan penyusunan hasil.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah sekelompok objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2007 dalam Saepul, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang ada di Panti Sosial Tresna werdha (PSTW) Budhi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan yang berjumlah 240 lansia binaan.

2. Sampel

(68)

digunakan (Hidayat, 2010). Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling atau sampel bertujuan yaitu peneliti bisa menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu. Besar sampel pada penelitian eksperimental menurut Gay adalah minimal 15 subyek perkelempok (Umar,1997).

Sampel yang dijadikan responden adalah yang memenuhi kriteria inklusi. Pada saat screening jumlah lansia yang mengalami bedrest berjumlah 27 lansia namun saat diminta ketersedian menjadi responden 10 lansia menolak sehingga jumlah sampel sebanyak 17 orang. Saat proses pelaksanaan intervensi terdapat 5 orang yang tidak bersedia mengikuti latihan ROM, sehingga jumlah yang responden dalam penelitian ini berjumlah 12 orang. Kriterian inklusi dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Warga binaan sosial (WBS)

2. Lansia yang bersedia menjadi responden 3. Lansia dengan skor barthel index 0-4

(69)

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang akan digunakan oleh peneliti terdiri dari 3 bagian, yaitu :

1. Data personal responden

Nama, usia dan jenis kelamin responden. 2. Lembar latihan rentang gerak

3. Lembar derajat kekuatan otot.

E. Langkah-langkah Pengumpulan Data

Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu:

1) Menentukan tempat dan subjek penelitian, dan membuat surak dikampus FKIK, membuat surat perizinan ke PTSP Jakarta Selatan untuk mengadakan penelitian di PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan. 2) Meminta perizinan untuk mengadakan penelitian di PSTW Budi Mulia

03 Jakarta Selatan.

3) Setelah mendapatkan surat izin dari PTSP Jakarta Selatan, menyerahkan surat izin penelitian ke PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan.

(70)

5) Peneliti membawakan surat tersebut kemudian setelahnya peneliti turun lapangan selama satu minggu untuk penelitian Pengaruh ROM terhadap Kekuatan Otot pada Lansia Bedrest.

6) Melakukan skrining responden yang sesuai dengan kriteria inklusi. 7) Melakukan pretest kekuatan otot sehari sebelum dilakukan intervensi. 8) Melakukan intervensi latihan ROM pasif yang dilakukan 2 kali dalam

sehari pada pagi dan sore selama 8 hari berturut-turut. 9) Melakukan posttest kekuatan otot.

10) Melakukan analisa data sebelum dan setelah dilakukan intervensi.

F. Prosedur Intervensi 1. Menentukan responden

a. Peneliti melakukan briefing pada tim peneliti berjumlah 5 orang. b. Melakukan skrining pada WBS yang mengalami bedrest di PSTW c. Peneliti melakukan inform consent kepada calon responden.

2. Melakukan prettest.

a. Peneliti mengukur derajat kekuatan otot sebelum dilakukan latihan ROM kepada responden.

(71)

3. Melakukan intervensi

a. Penelitian dilakukan di ruangan Anggrek dan ruangan kenanga PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

b. Melakukan latihan ROM sesuai dengan lembar latihan ROM pada responden yang dibantu oleh tim peneliti selama 8 hari berturut-turut setiap pagi dan sore selama 15 menit.

c. Peneliti memberikan reinforcement positif pada responden atas keterlibatannya dalam penelitian.

4. Melakukan posttest

a. Melakukan pengukuran derajat kekuatan otot pada responden setelah 8 hari berturut-turut dilakukan latihan ROM pagi dan sore.

b. Peneliti memberikan reinforcement positif pada responden atas keterlibatannya dalam penelitian.

G. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari dari penelitian masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap untuk disajikan. Proses pengolahan data terdiri dari beberapa tahap yaitu:

1. Editing

(72)

2. Coding

Melakukan coding kekuatan otot pada lembar observasi, dimana bernilai 0 jika paralisis sempurna, bernilai 1 jika tidak ada gerakan dan kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat, bernilai 2 jika gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan, bernilai 3 jika gerakan yang normal melawan gravitasi, bernilai 4 jika gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dengan melawan tahanan minimal, dan bernilai 5 jika kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh.

3. Memasukkan data (data entry) atau prosesing

Memasukkan hasil coding ke dalam software computer. 4. Pembersihan data (cleaning)

Mengecek kembali apakah terdapat kesalahan dalam memasukkan data dengan cara melihat data missing pada output dari software komputer.

H. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi melalui tahapan sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

(73)

dianalisis pada penelitian ini adalah gambaran karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis kelamin serta gambaran karakteristik kekuatan otot sebelum dan setelah dilakukan ROM.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara dua variabel, yaitu mengidentifikasi pengaruh ROM terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest. Sebelum menentukan uji analisa bivariat dilakukan uji normalitas data terlebih dahulu. Hasil uji normalitas pada penelitian ini menunjukkan bahwa data terdistribusi normal sehingga digunkan uji Paired t-test untuk analisa bivariat.

I. Etika dan Prinsip Penelitian 1. Etika dalam Penelitian

(74)

a. Informed Consent

Peneliti mendatangi calon responden untuk memperkenalkan identitas peneliti dan mengungkapkan maksud serta tujuan peneliti, jika calon responden bersedia untuk berpartisipasi maka calon responden diminta untuk menandatangani lembar Informed Consent.

b. Anonymity (Tanpa Nama)

Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. c. Kerahasiaan (Confidentiality)

Peneliti merahasiakan data-data yang sudah didapat kepada publik.

2. Prinsip dalam Penelitian a. Prinsip Manfaat

1) Bebas dari penderitaan kepada subjek (Nursallam, 2008). Peneliti memastikan tidak ada prosedur yang dapat menyakiti responden baik secara fisik maupun nonfisik.

2) Bebas dari eksploitasi, subjek harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan (Nursalam, 2008). Responden menjalani penelitian sesuai dengan tujuan dan prosedur penelitian yang telah diberikan peneliti dalam informed consent.

(75)

tindakan (Nursalam, 2008). Peneliti melakukan prosedur penelitian sesuai dengan teori dan mempertimbangkan keselamatan responden.

b. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

1) Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination). Subjek harus diperlukan secara manusiawi, memutuskan untuk terlibat atau tidak tanpa adanya sangsi (Nursalam, 2008). Peneliti memberikan hak penuh bagi calon responden untuk menentukan keikutsertaannya dalam penelitian tanpa ancaman dan iming-iming imbalan apapun. 2) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right

to full disclosure). Peneliti memberikan penjelasan dan bertanggung

jawab jika terjadi sesuatu pada subjek (Nursalam, 2008 ). Peneliti memberikan inform consent terhadap calon responden dan bersedia untuk bertanggung jawab apabila terjadi hal yang merugikan bagi responden akibat prosedur penelitian.

3) Informed consent. Subjek mendapatkan informasi secara lengkap

(76)

c. Prinsip Keadilan (right to justice)

1) Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair

treatment). Responden harus diberikan pengobatan secara adil

meskipun mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian (Nursallam, 2008) Peneliti memberikan jaminan bahwa peneliti akan bertanggung jawab secara penuh apabila terjadi hal yang tidak diinginkan akibat prosedur penelitian.

2) Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy) subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu maka perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia

(confidentiality) (Nursalam, 2008) Peneliti menjamin data dan

(77)

58 BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian tentang pengaruh range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Budhi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada lansia bedrest dengan tindakan latihan range of motion (ROM). Waktu penelitian ini dilakukan pada hari minggu tanggal 8 Mei 2016 sampai dengan 15 Mei 2016. Penelitian dilakukan selama 8 hari dan dilakukan setiap pagi dan sore selama 8 hari berturut-turut. Pagi dilakukan pada jam 09.00 sampai dengan 10.00 dan sore dilakukan pada jam 16.00-17.00 WIB.

5.1 Analisa Univariat

1. Karakteristik responden

(78)

1. Karakteristik Responden berdasarkan Usia

[image:78.612.98.507.149.550.2]

Data karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1

Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia Kelompok

Usia Mean

(95%CI)

SD Min-Maks

Intervensi 2.17 (1.92-2.41)

.389 2-3

Total 2.17

(1.92-2.41)

.389 2-3

Dari table 5.1 rata-rata usia responden pada kelompok intervensi adalah 2.17 tahun (SD .389 tahun).

Tabel 5.2

Gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah Presntase (%)

Perempuan 12 100

Laki-laki 0 0

Dari table 5.2 didapatkan jenis kelamin responden semuanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang sebesar 100%.

2. Gambaran Rata-rata kekuatan otot lansia bedrest sebelum dan sesudah dilakukan ROM

(79)
[image:79.612.55.546.131.495.2]

Tabel 5.3

Gambaran Rata-rata Kekuatan Otot Lansia Bedrest Sebelum Dan Setelah Dilakukan ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016 Ekstremitas Waktu Mean Standar

Deviasi (SD)

95% Confidence Interval Min-Maks N

Lower Upper

Atas

Sebelum

intervensi 3.75 1.138 3.03 4.47 2-5

12 Sesudah

intervensi 4.67 0.492 4.35 4.98 4-5

Bawah

Sebelum

intervensi 3.58 0.996 2.95 4.22 2-5

Sesudah

intervensi 4.42 0.793 3.91 4.92 3-5

(80)

5.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu apakah range of motion (ROM) mempengaruhi kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna Jakarta Selatan.pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada lansia bedrest. Untuk penghitungan statistic beda rerata skor kekuatan otot pada kelompok intervensi menggunakan uji paired t-test. (Arikunto, 2010). Uji statistik pada kedua penghitungan tersebut dilakukan dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 0.05).

1. Uji Normalitas

[image:80.612.89.507.155.520.2]

Normalitas hasil kekuatan otot responden sebelum intervensi ROM dapat dilihat dalam table berikut.

Tabel 5.4

Distribusi Hasil Normalitas Kekuatan Otot pada Lansia Bedrest Sebelum Dilakukan Intervensi ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan Tahun 2016

Variabel N Shapiro-Wilk

Df Sig.

Pre-tangan 12 12 0.064

Pre-kaki 12 12 0.137

(81)

terdistribusi normal (p>0.05) sehingga pengujian hipotesis dapat menggunakan uji t berpasangan (Paired t-test).

2. Perbedaan rata-rata nilai kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Margaguna 3 Jakarta Selatan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan ROM.

[image:81.612.86.533.148.532.2]

Hasil analisa data perbedaan nilai kekuatan otot sebelum dan sesudah dengan dilakukan ROM menggunakan paired t-test dapat dilihat dalam table dibawah ini.

Tabel 5.5

Distribusi Perbedaan Rata-rata Kekuatan Otot Pada Lansia Bedrest Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi ROM di PSTW Margaguna 3 Jakarta

Selatan Tahun 2016 Variabel Intervensi N Mean Standar

deviasi (SD)

Paired Differences Sig. ( 2-tailed) Mean Standar deviasi (SD) Kekuatan Otot Pre Tangan 12

3.75 1.138

-0.917 0.793 0.002 Post

Tangan 4.67 0.492

Pre Kaki 12

3.58 0.996

-0.833 0.389 0.000 Post Kaki 4.42 0.793

(82)

dengan standar deviasi 0.793.hasil uji statistik nilai sig (2-tailed) adalah 0.002.

Rata-rata kekuatan otot pada lansia bedrest sebelum intervensi ROM pada ekstremitas bawah adalah 3.58 dengan standar deviasi 0.996 sedangkan setelah intervensi pada ekstremitas bawah kekuatan otot adalah 4.42 sedangkan standar deviasi 0.793. Rata-rata perbedaan nilai kekuatan otot antara sebelum dan sesudah intervensi ROM adalah -8.33. dengan standar deviasi 0.389. hasil uji statistic nilai sig (2-tailed) adalah 0.000.

(83)

64 BAB VI PEMBAHASAN

Penelitian ini dirancang untuk mengidentifikasi pengaruh range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada lansia bedrest di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan. Pada bab ini peneliti akan membahas hasil penelitian dan keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil penelitian yang telah didapatkan akan dibandingkan dengan teori atau hasil penelitian terkait yang relevan. Keterbatasan penelitian akan dibahas dengan membandingkan proses pelaksanaan penelitian dengan kondisi ideal yang seharusnya dicapai.

6.1 Pembahasan Hasil

6.1.1 Karakteristik Responden

Dari hasil penelitian didapat hasil responden berjumlah 12 lansia. rata-rata usia responden pada kelompok intervensi adalah 2.17 tahun (SD .389 tahun). Hasil penelitian peneliti juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hanafi menyatakan latihan beban akan meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Frank dkk menyatakan bahwa latihan kekuatan pada orang tua lebih dari 60 tahun dapat meningkatkan kekuatan otot dengan meningkatkan massa otot.

(84)

usia mempengaruhi sistem tubuh

Gambar

Tabel 2.2 tentang gerakan-gerakan ROM --------------------------------------------- 27
Tabel 2.1 Derajat Kekuatan Otot
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 5.1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Analisa bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yakni pengaruh membaca Al quran terhdadap tekanan darah pada lansia dengan hipertensi, dengan menganalisa

Berdasarkan penelitian oleh Herin Mawarti dan Farid mengenai Pengaruh Latihan ROM (Range Of Motion) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke

ROM ( Range of motion ) merupakan kumpulan pergerakan maksimum yang dapat dilakukan pada sendi dengan berlatihan melakukan. beberapa gerakan untuk meningkatkan kekuatan

Hasil penelitian menunjukkan kekuatan otot pada pasien post operasi Open Reduction Internal Fixation (ORIF) sebelum diberikan range of motion (ROM) memiliki

Penelitian yang dilakukan oleh Mawarti dan Farid (2014) tentang pengaruh latihan ROM (Range of Motion) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke

Hasil penelitian merupakan gambaran kondisi dari karakteristik variabel yang di teliti yaitu: pengaruh pemberian Range Of Motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot

Studi Kasus Pemberiam ROM (Range Of Motion ) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien dengan Post Stroke Di Wilayah.. Kerja Puskesmas

Penerapan latihan range of motion rom pasif terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas pada pasien dengan kasus stroke.. Jurnal Ilmiah Kesehatan JIKA Vol,