• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Tambah pada Rantai Pasok Beras di Penebel Tabanan Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Tambah pada Rantai Pasok Beras di Penebel Tabanan Bali."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI TAMBAH PADA RANTAI PASOK BERAS DI PENEBEL TABANAN BALI

SKRIPSI

OLEH :

NI LUH PUTU RAVI CAKSWINDRYANDANI 1211205024

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

NILAI TAMBAH PADA RANTAI PASOK BERAS DI PENEBEL TABANAN BALI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

Oleh :

Ni Luh Putu Ravi Cakswindryandani

1211205024

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

Ni Luh Putu Ravi Cakswindryandani. 1211205024. 2016. Nilai Tambah Pada Rantai Pasok Beras di Penebel Tabanan Bali. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, M.T dan Prof. Dr. Ir. G. P. Ganda Putra, M.P.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rantai pasok beras, menentukan nilai tambah pada masing-masing elemen rantai pasok beras, dan membuat alternatif rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan nilai tambah pada petani beras di Penebel Tabanan Bali. Penelitian dilakukan dari Februari hingga April 2016. Penelitian menggunakan metode survei dengan penyebaran kuisioner kepada petani, penebas, pengepul, penggiling, pedagang besar dan pengecer. Analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami untuk menentukan besar nilai tambah tiap elemen rantai pasok. Alternatif rekomendasi ditentukan dengan

menggunakan metode Focuss GroupDiscussion. Terdapat 3 pola rantai pasok

beras Penebel Tabanan Bali, pola 1 petani – penebas – pengepul – penggiling –

pedagang besar – pengecer, pola 2 petani – pengepul – penggiling – pedagang

besar – pengecer, dan pola 3 petani – penggiling – pedagang besar – pengecer.

Aliran barang bergerak dari petani dan berakhir di pengecer, sedangkan aliran uang dan informasi bergerak dari pengecer dan berakhir di petani. Nilai tambah tingkat petani sebesar Rp.679/Kg GKP untuk petani pada pola rantai 1, Rp.1.121/Kg GKP untuk petani pada pola rantai 2, dan Rp.1.241/Kg GKP pada petani pola rantai 3. Penebas memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 327/Kg GKP. Pengepul memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 650/Kg GKP. Penggiling

menghasilkan nilai tambah sebesar Rp.877/Kg untuk beras grade 1, Rp.595/Kg

untuk beras grade 2, dan Rp.538/Kg untuk beras grade 3. Pedagang besar

mendapat nilai tambah sebesar Rp.480/Kg – Rp.737/Kg yang berasal dari beras

grade 1, 2, dan 3, sedangkan elemen pengecer memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 461/Kg beras. Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah dirumuskan beberapa alternatif rekomendasi utuk meningkatkan nilai tambah di petani diantaranya pemberian bantuan modal petani, penggunaan tenaga kerja lokal dalm proses pemanenan, pemberlakuan suatu kreasi nilai, dan pemeliharaan hubungan baik antar elemen rantai pasok.

(4)

Ni Luh Putu Ravi Cakswindryandani. 1211205024. 2016. Value Added of Rice Supply Chain in Penebel Tabanan Bali. Under the guidance of Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan , M.T and Prof. Dr. Ir. G. P. Ganda Putra , M.P.

ABSTRACT

The purpose of the study is to determine the rice supply chain, determine the value added at each element in the rice supply chain, and make some alternative policy recommendations to increase the value added to the rice farmers in Penebel Tabanan Bali. The study was conducted from February to April 2016.

The study used survey method with questionnaires to farmers, penebas, collectors,

grinders, wholesalers and retailers. The data analysis is uses Hayami Method to determine the added value of each element of the supply chain. Focuss group discussion use to get some alternative policy recommendations. There are three patterns of the supply chain of rice Penebel Tabanan, Bali, the first pattern is

farmer - penebas - the mediator - grinder - wholesalers - retailers, the second

pattern is farmers - the mediator - grinder - wholesalers - retailers, and the third pattern is farmers - grinder - wholesalers - retailers. The flow of product moving from farmers and ending at retailers, while the flow of money and information move from retailers and end up in farmers. The added value of the farm level amounting to Rp.679 / Kg to farmers on the first pattern of the chain , Rp.1.121 / Kg to farmers in the second pattern of the chain, and Rp.1.241 / Kg to farmers in the third pattern of the chain. The builders slash rice get Rp.327/Kg of value added. Collectors obtain added value of Rp. 650 / Kg. Grinder generate an added value of Rp.877 / kg for rice of grade 1, Rp.595 / kg for rice grade 2, and Rp.538 / kg for rice grade 3. Wholesalers gets an added value of Rp.480 / kg - Rp. 737 / kg which is derived from rice grade 1, 2, and 3, while the element retailers gain added value of Rp. 461 / Kg. Based on the results of the calculation of value-added alternatives formulated several recommendations to increase the value-added value in the provision of such farmers among farmers, use the local labor in the harvesting process, use the value creation, and maintenance of good relations between elements of the supply chain.

(5)

RINGKASAN

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 90% penduduk dunia dan

menyumbang 40% - 80% kalori. Indonesia merupakan negara produsen beras

terbesar ketiga setelah Cina dan India. Tabanan merupakan kabupaten penghasil

beras terbesar dan dikenal sebagai lumbung padi di Bali. Kabupaten Tabanan

memiliki tingkat produksi padi tertinggi dengan luas lahan pertanian sebesar

62.432 Ha dan 21.962 Ha merupakan lahan sawah. Hingga tahun 2014, produksi

beras Kabupaten Tabanan telah mencapai 214.192 ton. Kabupaten Tabanan terdiri

dari 10 kecamatan, salah satunya Kecamatan Penebel yang merupakan kecamatan

dengan lahan sawah tertinggi sebesar 4.362 Ha dengan produksi mencapai 51.560

ton hingga akhir tahun 2014.

Rantai pasok beras secara umum meliputi petani, penebas, dilanjutkan

dengan penggiling yang kemudian menjualnya ke pedagang besar ataupun Bulog,

hingga berakhir di pengecer. Penelitian mengenai rantai pasok beras di Kecamatan

Penebel Kabupaten Tabanan – Bali hingga saat ini belum dilakukan, sehingga

belum diketahui secara jelas bagaimana aliran beras yang diproduksi oleh petani

Penebel hingga sampai ke tangan konsumen. Rantai pasok yang terbentuk juga

belum secara tepat diketahui apakah menimbulkan nilai tambah yang seimbang

antar elemen rantai pasok.

Rantai pasok beras di Penebel yang terbentuk dapat mengetahui

bagaimana aliran beras yang diproduksi petani hingga sampai ke konsumen dan

pihak-pihak yang terlibat. Aliran ini dapat membantu mengetahui elemen rantai

(6)

balas jasa yang diterima. Alternatif rekomendasi kebijakan diperlukan untuk

menyeimbangkan nilai tambah yang diterima oleh setiap elemen rantai pasok

beras agar sistem dapat berkelanjutan.

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu mengetahui rantai pasok beras di

Penebel Tabanan Bali, menentukan nilai tambah pada masing-masing elemen

rantai pasok beras di Penebel Tabanan Bali, dan membuat alternatif rekomendasi

kebijakan untuk meningkatkan nilai tambah pada petani beras. Penelitian

dilakukan di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan dari bulan Februari hingga

April 2016 dengan menggunakan metode Hayami dalam melakukan analisis data

penentuan nilai tambah masing – masing elemen rantai pasok.

Hasil penelitian ini diperoleh terdapat tiga pola rantai pasok beras Penebel

Tabanan Bali. Pola pertama dimulai dari petani – penebas – pengepul –

penggiling – pedagang besar – pengecer, pola kedua dimulai dari petani –

pengepul – penggiling – pedagang besar – pengecer, dan pola ketiga dimulai dari

petani – penggiling – pedagang besar – pengecer. Sistem rantai pasok beras terdiri

dari tiga aliran, dimana aliran barang dimulai dari petani dan berakhir di pengecer,

sedangkan aliran uang dan informasi dimulai dari pengecer dan berakhir di petani.

Berdasarkan perhitungan nilai tambah dengan metode Hayami diketahui

bahwa besarnya nilai tambah yang diperoleh pada rantai I sebesar Rp. 3.874/Kg,

Rp. 3.989/Kg pada pola rantai III, dan Rp. 3.459/Kg untuk pola rantai III.

Perhitungan tersebut dijabarkan dimana besarnya nilai tambah yang diperoleh

petani adalah Rp. 679/Kg untuk petani pada pola rantai I. Petani pada pola rantai

II menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 1.121/Kg dan Rp. 1.241/Kg untuk

(7)

Gabah Kering Panen (GKP). Pengepul memperoleh nilai tambah sebesar Rp.

650/Kg. Penggiling menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. Rp. 538 – Rp. 877 per

kilogramnya yang berasal dari 3 jenis grade beras. Pedagang besar yang menjual

beras menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 480 – Rp. 737/Kg, sedangkan

elemen pengecer memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 461/Kg beras.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah dirumuskan beberapa alternatif

rekomendasi utuk meningkatkan nilai tambah di petani diantaranya pemberian

bantuan modal petani, penggunaan tenaga kerja lokal dalm proses pemanenan,

pemberlakuan suatu kreasi nilai, dan pemeliharaan hubungan baik antar elemen

rantai pasok.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka disarankan perlu

dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai nilai tambah pada beras jenis lain

dan yang didistribusikan ke BULOG, petani hendaknya memiliki rincian biaya

yang dikeluarkan selama melakukan proses produksi, dan petani hendaknya

melakukan kegiatan pascapanen seperti perontokan dan pengeringan gabah sendiri

untuk meningkatkan nilai tambah. Selain itu pemerintah perlu memberikan

(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Ni Luh Putu Ravi Cakswindryandani lahir di Kupang, 23 Februari 1995.

Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari Ayah bernama Gede

Ngurah Omardani dan Ibu bernama Suryani. Penulis beragama Hindu dan

memulai jenjang pendidikan formal di TK Santo Yoseph Kupang pada tahun 1999

dan melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar pada tahun 2000 di SDN GMIT

Bonipoi 6 Kupang hingga kelas II SD. Tahun 2002 penulis pindah ke Bali dan

melanjutkan pendidikan dari kelas III hingga VI di SDN No 1,2,5 Banyuasri,

Singaraja, Bali. Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 1

Singaraja Bali hingga 2009 melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di

SMA N 1 Sukasada, Singaraja, Bali hingga tahun 2012.

Tahun 2012 penulis kemudian melanjutkaan ke jenjang perguruan tinggi

dan tercatat sebagai mahasiswi program S1 Jurusan Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana melalui jalur SNMPTN Tulis.

Selama menempuh pendidikan tinggi penulis aktif dalam kegiatan akademik dan

non akademik salah satunya menjadi wakil ketua Badan Legislatif Mahasiswa

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunia beliaulah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang

berjudul “Nilai Tambah Pada Rantai Pasok Beras di Penebel Tabanan Bali”

disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian

di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Skripsi ini dapat tersusun dengan baik dengan adanya bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT., selaku dosen pembimbing I dan Prof.

Dr. Ir. G.P. Ganda Putra, M.P., selaku dosen pembimbing II sekaligus Ayah

di kampus tercinta yang ikut membantu dalam memberikan bimbingan,

masukan ataupun partisipasi selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, MS., selaku Dekan Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Udayana.

3. Seluruh dosen dan staff pegawai yang tidak dapat disebutkan satu persatu

yang telah membantu memberikan masukan dan semangat selama penulis

menempuh pendidikan.

4. Gede Ngurah Omardani dan Suryani yang tidak lain adalah kedua orang tua

penulis dan juga Kadek Yogi Barhaspati yang tiada hentinya memberikan

(11)

5. Rima Yanti, Desi Trisna Dewi, Anik Satria, Julyantika Nica Dewi, Frety

Yudharini, Ardhi Krisnawan, Ananta Wijaya, Gustu, Alit Setiawan, dan

Ananta Wibawa yang selalu setia direpotkan.

6. Rekan-rekan di bawah bimbingan Bapak Satriawan, dan seluruh teman-teman

Agritech 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak

memberi dorongan dalam menyelesaikan skripsi.

7. Kawan – kawan seperjuangan Badan Legislatif Mahasiswa Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Udayana periode 2014 / 2015 yang penulis

banggakan dan sebagai tempat bertukar pikiran keorganisasian mahasiswa.

8. Kawan – kawan KKN PPM XI Banyuning yang merupakan keluarga baru

penulis dan selalu memberi semangat dan dorongan untuk selalu

berkompetisi menyelesaikan skripsi.

9. Arnila dan Ayu Sidianthari my soul sisters serta anak-anak Angkatan

Keren’13 yang tiada hentinya memotivasi penulis untuk cepat wisuda.

10. Linda Krisdayanti, Indayani, Rizky, dan seluruh pihak yang telah membantu

selama melaksanakan penelitian sehingga skripsi dapat tersusun dengan baik.

Penulis telah berupaya dengan optimal untuk menyusun skripsi ini, namun

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk

penyempurnaannya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Bukit Jimbaran, Juni 2016

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PERSYARATAN ... ii

ABSTRAK ... iii

RINGKASAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Manajemen Rantai Pasok ... 5

2.2 Nilai Tambah ... 7

(13)

III. METODELOGI PENELITIAN ...

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3.2 Metode Penelitian ... 15

3.2.1 Analisis Situasi,Identifikasi Masalah, dan Tujuan ... 16

3.2.2 Penyusunan Kuisioner Penelitian ... 16

3.2.3 Penentuan Populasi dan Sampel ... 17

3.2.4 Survei Rantai Pasok Beras ... 20

3.2.5 Analisis Nilai Tambah ... 21

3.2.6 Penyusunan Alternatif Rekomendasi ... 23

3.2.7 Batasan Masalah ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Tinjauan Umum Wilayah Penelitian ... 25

4.2 Beras Penebel ... 27

4.3 Karakteristik Responden ... 4.3.1 Karakteristik Petani Padi... 30

4.3.2 Karakteristik Penebas... 32

4.3.3 Karakteristik Pengepul Gabah ... 34

4.3.4 Karakteristik Penggiling ... 35

4.3.5 Karakteristik Pedagang Beras ... 37

4.3.6 Karakteristik Pengecer Beras ... 38

4.4 Pola Rantai Pasok Beras di Desa Penebel Tabanan Bali ... 39

4.5 Nilai Tambah Beras ... 45

4.6 Alternatif Rekomendasi ... 52

(14)

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 63

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Cakupan kegiatan manajemen rantai pasok ... 6

2. Syarat mutu beras ... 10

3. Jumlah sampel terpilih ... 20

4. Luas lahan dan penggunaan per desa ... 26

5. Karakteristik petani padi di Kecamatan Penebel ... 32

6. Karakteristik penebas di Penebel ... 33

7. Karakteristik pengepul gabah di Penebel ... 34

8. Karakteristik penggiling ... ... 35

9. Karakteristik pedagang beras ... 37

10. Karakteristik pengecer beras ... 38

11. Rasio nilai tambah masing – masing elemen ... 48

12. Keuntungan dan persentase keuntungan pada elemen rantai pasok beras ... 50

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Diagram alir produksi beras ... 11

2. Peta Kecamatan Penebel ... 14

3. Diagram alir penelitian ... 15

4. Diagram alir penarikan sampel ... 19

5. Pola rantai pasok beras Penebel Tabanan Bali ... 40

6. Ketetapan harga masing – masing elemen rantai pasok beras ... 45

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Bali dan Tabanan dalam Angka ... 64

2. Kuisioner Penelitian untuk Petani ... 65

3. Kuisioner Penelitian Private Sector Penebas ... 68

4. Kuisioner Penelitian Private Sector Pengepul Gabah ... 71

5. Kuisioner Penelitian Private Sector Penggiling ... 74

6. Kuisioner Penelitian Private Sector Pengepul Beras ... 77

7. Kuisioner Penelitian Private Sector Pedagang ... ... 80

8. Hasil Kuisioner Tingkat Petani ... 83

9. Hasil Kuisioner Tingkat Penebas ... 90

10. Hasil Kuisioner Tingkat Pengepul ... 91

11. Hasil Kuisioner Tingkat Penggiling ... 92

12. Hasil Kuisioner Tingkat Pedagang Besar ... 93

13. Hasil Kuisioner Tingkat Pengecer ... 94

(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 90% penduduk dunia

dan menyumbang 40% - 80% kalori (Koswara, 2009). Karbohidrat beras

adalah pati sekitar 85 – 90% dan sebagian kecilnya adalah pentosa, selulosa,

hemiselulosa, dan gula, sehingga sifat fisikokimia beras ditentukan oleh

sifat fisikokimia pati (Astawan, 2004). Indonesia merupakan negara

produsen beras terbesar ketiga setelah Cina dan India (Kompas, 2015).

Tabanan merupakan kabupaten penghasil beras terbesar dan dikenal

sebagai lumbung padi di Bali. Kabupaten Tabanan memiliki tingkat

produksi padi tertinggi dengan luas lahan pertanian sebesar 62.432 Ha dan

21.962 Ha merupakan lahan sawah. Hingga tahun 2014, produksi beras

Kabupaten Tabanan telah mencapai 214.192 ton (BPS Provinsi Bali, 2015).

Kabupaten Tabanan terdiri dari 10 kecamatan, salah satunya Kecamatan

Penebel yang merupakan kecamatan dengan lahan sawah tertinggi sebesar

4.362 Ha dengan produksi mencapai 51.560 ton pada akhir tahun 2014

(Lampiran 1).

Petani di Tabanan menanam padi hibrida, lokal, dan unggul.

Rata-rata petani Kecamatan Penebel menanam padi dengan varietas unggul

seperti ciherang. Penanaman varietas unggul ini karena rendemen lebih

tinggi, hasil lebih tinggi, serta tahan terhadap serangan hama penyakit.

(19)

2

Harga beras Kabupaten Tabanan pada akhir tahun 2014 rata-rata mencapai

Rp.11.667/kg (BPS Kabupaten Tabanan, 2015). Peningkatan harga beras

(20)

3

peningkatan kesejahteraan para petani yang merupakan produsen padi

sebagai bahan baku beras.

Rantai pasok beras secara umum meliputi petani, penebas,

dilanjutkan dengan penggiling yang kemudian menjualnya ke pedagang

besar ataupun Bulog, hingga berakhir di pengecer. Penelitian mengenai

rantai pasok beras di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan – Bali hingga

saat ini belum dilakukan, sehingga belum diketahui secara jelas bagaimana

aliran beras yang diproduksi oleh petani Penebel hingga sampai ke tangan

konsumen. Rantai pasok yang terbentuk juga belum secara tepat diketahui

apakah menimbulkan nilai tambah yang seimbang antar elemen rantai

pasok.

Awal tahun 2016 tercatat 570.000 petani Indonesia jatuh miskin

(Kompas, 2016). Rendahnya nilai tambah atau balas jasa produk yang

dinikmati petani menyebabkan kesejahteraan petani menurun. Petani padi

di Kabupaten Tabanan hingga saat ini masih menggunakan sistem panen

tebasan dan mengikuti program AUTP yang dilaksanakan pemerintah.

Program ini diikuti untuk memperkecil resiko gagal panen. Nilai tambah

yang sangat kecil akan diterima petani terutama saat panen yang sedikit

akibat faktor alam. Pada penelitian Sihombing (2015) di desa Tatengesan

Minahasa Tenggara mendapatkan bahwa petani memperoleh nilai tambah

yang kecil dan cenderung minus. Nilai output yang dihasilkan lebih kecil

dibandingkan nilai input yang digunakan. Petani cenderung melakukan

(21)

4

penyimpanan hingga distribusi produk yang dalam hal ini beras cenderung

dilakukan oleh pihak lain, sehingga nilai tambah yang tinggi terletak di

pihak lain.

Menurut Hidayat, dkk (2012) nilai tambah merupakan selisih dari

nilai output dengan biaya bahan dan pengolahan input. Nilai tambah dari

masing-masing segmen dalam suatu sistem manajemen rantai pasok salah

satunya dapat diketahui menggunakan metode Hayami. Metode ini dapat

menghitung nilai tambah, nilai output, produktivitas, serta besarnya balas

jasa yang diterima oleh pemilik faktor produksi.

Sistem yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan,

distribusi, dan penjualan produk hingga sampai ke tangan konsumen

disebut dengan manajemen rantai pasok (Wuwung, 2013). Rantai pasok

dapat mengetahui siapa saja yang bertindak dalam pendistribusian produk

hingga sampai ke tangan konsumen. Sihombing (2015) menyebutkan,

penelitian mengenai analisis nilai tambah pada rantai pasok beras di Desa

Tatengesan Kecamatan Pusoman Kabupaten Minahasa merupakan hal yang

penting karena dapat mengetahui jaringan rantai pasok yang terbentuk dan

nilai tambah yang dimiliki. Menurut Sharma et al (2013), penggunaan

manajemen rantai pasok atau supply chain management dapat membantu

unit pengolahan beras agar lebih kompetitif. Penelitian lebih lanjut

mengenai nilai tambah pada rantai pasok beras dengan menggunakan

(22)

5

sehingga dapat diketahui nilai tambah masing-masing elemen rantai pasok

beras.

Rantai pasok beras di Penebel yang terbentuk dapat mengetahui

bagaimana aliran beras yang diproduksi petani hingga sampai ke konsumen

dan pihak-pihak yang terlibat. Aliran ini dapat membantu mengetahui

elemen rantai pasok untuk menghitung nilai tambah yang terbentuk dan

mengetahui besarnya balas jasa yang diterima. Alternatif rekomendasi

kebijakan diperlukan untuk menyeimbangkan nilai tambah yang diterima

oleh setiap elemen rantai pasok beras agar sistem dapat berkelanjutan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka didapatkan perumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah rantai pasok beras di Penebel Tabanan Bali?

2. Berapakah nilai tambah pada masing-masing elemen rantai pasok beras

di Penebel Tabanan Bali?

3. Bagaimanakah alternatif rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan

nilai tambah pada petani beras?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui rantai pasok beras di Penebel Tabanan Bali.

2. Menentukan nilai tambah pada masing-masing elemen rantai pasok

(23)

6

3. Membuat alternatif rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan nilai

tambah pada petani beras.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bahan informasi perencanaan jaringan distribusi beras.

2. Bahan informasi bagi pengambil kebijakan dalam upaya meningkatkan

(24)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Manajemen Rantai Pasok

Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling

terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi,

pengecer, dan konsumen secara efisien (Herjanto, 2008). Melalui hal ini,

barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

tepat sehingga meminimkan biaya.

Supply Chain Management atau Manajemen Rantai Pasok menurut Heizer (2004) adalah suatu kegiatan pengelolaan kegiatan-kegiatan dalam

memperoleh bahan mentah menjadi barang dalam proses atau barang

setengah jadi dan barang jadi yang kemudian dikirim ke konsumen melalui

suatu sistem distribusi. Terdapat 3 komponen dari suatu manajemen rantai

pasok (Turban, 2004) diantaranya upstream supply chain, internal supply

chain, dan downstream supply chain.

Pembentukan rantai pasokan dalam suatu sistem pertanian pangan

didorong oleh keinginan untuk meningkatkan daya saing. Pengembangan

rantai pasok terutama rantai pasok beras dapat digunakan pendekatan

integral serta kerangka kebijakan strategi yang melibatkan petani, importir,

grosir, pengecer, dan seluruh elemen rantai pasok lainnya (Nee, 2008).

Menurut Pujawan (2005), dalam sebuah rantai pasok terdapat 3 aliran yang

(25)

6

aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu, dan (3) aliran

informasi yang mengalir dari hulu ke hilir atau hilir ke hulu.

Pujawan (2005) menyatakan untuk dapat memenangkan persaingan

pasar sebuah rantai pasokan harus dikoordinir dengan sistem yang jelas dan

menyediakan produk yang murah, berkualitas, tepat waktu, dan bervariasi.

Menurut Indrajit (2003), pemain utama dalam sebuah rantai pasok

diantaranya supplier, manufacturer, distributor atau wholesaler, retail

outlets, serta customers.

Dari penjelasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa

rantai pasok atau supply chain merupakan sebuah jaringan yang saling

berintegrasi untuk menyalurkan produk yang dihasilkan dari tangan

produsen hingga ke konsumen. Kemampuan memberikan nilai tambah

terbaik dalam suatu rantai pasok merupakan sarana terpenting untuk

memenangkan sebuah persaingan (Verma and Seth, 2010). Manajemen

rantai pasok mencangkup hal-hal seperti yang disajikan dalam Tabel 1

[image:25.595.112.465.540.715.2]

(Pujawan, 2005).

Tabel 1. Cakupan kegiatan manajemen rantai pasok

Bagian Cakupan Kegiatan

Pengembangan produk Riset pasar, merancang produk baru, dan

melibatkan supplier dalam perancangan produk baru

Pengadaan Memilih supplier, evaluasi kinerja supplier,

melakukan pembelian bahan baku dan komponen, monitor supply risk, dan membina hubungan dengan supplier

Perencanaan dan pengendalian Perencanaan permintaan, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, serta perencanaan produksi dan persediaan

Operasi atau produksi Eksekusi produksi dan pengendalian kualitas

Pengiriman Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan

distribusi, membina hubungan dengan jasa distribusi, dan monitor service level di tiap pusat distribusi

(26)

7 2.2.Nilai Tambah

Nilai tambah dapat meningkat akibat adanya pengolahan serta

perlakuan yang diberikan terhadap produk. Hapsari, dkk (2008)

menyebutkan bahwa nilai tambah dapat meningkat bila dilakukannya suatu

pengolahan terhadap produk seperti pada pengolahan buah salak.

Perhitungan nilai tambah dapat membantu apakah suatu usaha layak atau

tidak. Nilai tambah > 0 berarti suatu usaha pengolahan terhadap produk

memberikan nilai tambah (Novia dkk, 2013). Pengolahan tersebut dapat

meningkatkan harga jual serta pendapatan dari produsen. Nilai tambah

terbentuk akibat adanya penanganan pasca panen pada setiap saluran

distribusi (Baihaqi dkk, 2014).

Hayami (1987) menyebutkan pengertian serta faktor yang

mempengaruhi nilai tambah. Nilai tambah diartikan sebagai selisih yang

diperoleh antara komoditas yang mendapat perlakuan tertentu dengan nilai

pengorbanan yang diberikan selama proses berlangsung. Terdapat 2 faktor

yang mempengaruhi nilai tambah, yaitu :

a. Faktor Teknis

Pada faktor ini hal-hal yang mempengaruhi nilai tambah terdiri dari

kapasitas produksi, jumlah tenaga kerja, pengemasan dan pelabelan,

distribusi, serta jumlah bahan baku yang digunakan.

b. Faktor Pasar

Hal-hal yang mempengaruhi nilai tambah dari segi faktor pasar

(27)

8

serta nilai input lain selain tenaga kerja dan bahan baku seperti biaya

modal dan gaji tenaga kerja tak langsung.

Hidayat dkk (2012) menyebutkan perhitungan nilai tambah dapat

dimodifikasi dan disesuaikan dengan jumlah pelaku usaha, jumlah komoditi

yang ditangani, serta siklus kegiatan usaha. Secara garis besar perhitungan

nilai tambah dapat dilakukan dengan rumus di bawah ini (Sihombing,

2015):

NT = NP – (NBB + NBP)

dimana :

NT : Nilai Tambah (Rp/kg)

NP : Nilai Produk (Rp/Kg)

NBB : Nilai Bahan Baku (Rp/kg)

NBP : Nilai Bahan Penunjang (Rp/kg)

Perhitungan nilai tambah dikenalkan oleh Hayami sehingga dikenal

dengan metode Hayami. Tujuan adanya nilai tambah adalah untuk

mengetahui balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja langsung maupun

pengelolanya. Maharani dkk (2013) menyebutkan nilai tambah berdasarkan

Hayami ini memiliki kekurangan serta kelebihan diantaranya :

a. Kelebihan

1. Dapat mengetahui besarnya output dan nilai tambah

2. Dapat mengetahui besarnya balas jasa

3. Dapat digunakan pada subsistem lain selain pengolahan.

(28)

9

1. Tidak dapat menjelaskan nilai output dari produk samping

2. Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diaplikasikan pada suatu unit

usaha dengan banyak produk dari satu jenis bahan baku

3. Sulit menemukan pembanding apakah balas jasa sudah layak atau

belum.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nilai tambah

merupakan suatu nilai yang terbentuk akibat selisih dari nilai output

dikurangi nilai input untuk menghasilkan sebuah produk. Nilai tambah

timbul akibat adanya suatu perlakuan yang diberikan pelaku produksi

sehingga timbul perubahan baik perubahan fisik, kimia, serta biologi.

2.3.Beras

Beras merupakan hasil utama yang diperoleh dari proses

penggilingan gabah hasil tanaman padi yang dimana seluruh lapisan

sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan lapisan

bekatulnya telah dipisahkan (Standar Nasional Indonesia, 2008). Beras

adalah gabah yang bagian kulitnya dibuang dengan cara digiling dan

disosoh menggunakan alat pengupas, penggiling, serta alat penyosoh

(Astawan, 2004). Beras juga merupakan bagian bulir padi yang telah

dipisahkan dari sekamnya (Tarwotjo, 2008). Secara garis besar beras

merupakan bagian dari gabah yang telah terlepas dari kulit atau sekamnya.

Beras berasal dari bahasa jawa kuno yaitu weas. Kebiasaan makan beras

(29)

10

pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaan beras

dalam jumlah yang cukup, mudah, serta cepat dalam pengolahannya.

Haryadi (2006) menyebutkan terdapat ciri dari dasar pengelompokan

beras diantaranya :

1. Daerah asal, misalnya beras banyuwangi yang berasal dari

Banyuwangi.

2. Varietas padi, misalnya beras IR.

3. Cara pengolahan, misalnya beras giling dan beras tumbuk.

4. Gabungan varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang berbeda

dan berlaku pada suatu daerah.

Damardjati (1995) menyebutkan mutu beras ditentukan oleh sifat

fisik dan giling, cita rasa dan sifat tanak, serta sifat gizi. Beras yang beredar

di Indonesia menurut SNI 6128 – 2008 secara umum harus bebas dari

kotoran, hama dan penyakit, bau, asam, apek dan lainnya. Standar mutu

[image:29.595.116.495.513.657.2]

beras berdasarkan SNI 6128-2008 disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu beras

No Syarat Mutu Beras Satuan Mutu

1 Syarat Umum I II III IV V

Bebas hama dan penyakit ,- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Bebas bau apek, asam, dan bau asing lainnya ,- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Bebas dari campuran dedak dan bekatul ,- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Bebas dari bahan kimia ,- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

2 Syarat Khusus

Derajat sosoh (min) % 100 100 95 95 85

Kadar air (maks) % 14 14 14 14 15

Butir kepala (min) % 95 89 78 73 60

Butir patah (maks) % 5 10 20 25 35

Butir menir (maks) % 0 1 2 2 5

Butir merah (maks) % 0 1 2 3 3

Butir kuning (maks) % 0 1 2 3 5

Butir mengapur (maks) % 0 1 2 3 5

Benda asing (maks) % 0 0,02 0,02 0,05 0,20

Butir gabah (maks) butir/100g 0 1 1 2 3

Sumber : SNI 6128 - 2008

Proses produksi padi menjadi beras melalui beberapa tahap

(30)

11

gabah, dan proses penggilingan yang terdiri dari pemecahan kulit dan

penyosohan yang dilakukan di unit penggilingan. Beras yang sudah melalui

tahapan proses tersebut kemudian dikemas dengan menggunakan kemasan

seperti karung ataupun plastik. Diagram alir proses produksi padi menjadi

beras berdasarkan survei awal disajikan seperti pada Gambar 1.

Padi Panen Perontokan Pembersihan Gabah Gabah Pengangkutan Pengangkutan Pengeringan Pengeringan Pemecahan Kulit Pemecahan Kulit Pengayakan Penyosohan Penyosohan Beras Beras 1. Pemanenan

Pemanenan padi biasanya dilakukan di pagi hari. Susut bobot selama

pemanenen sebesar 0,3% (Listyawati, 2007). Pemanenan dapat dilakukan

dengan cara manual dan mekanis. Pemanenan manual dapat menggunakan

alat berupa sabit, sedangkan secara mekanis dapat dilakukan dengan

menggunakan mesin. Padi yang sudah dipotong atau dipanen diletakkan di

atas sebuah alas. Pemanenan menghasilkan gabah kering panen dengan

kadar air maksimum 25% (BPS, 2014)

[image:30.595.136.457.226.422.2]

2. Perontokan

(31)

12

Tahap perontokan gabah dapat dilakukan dengan beberapa cara. Susut

bobot padaa tahap ini sebesar 4,6% (Listyawati, 2007). Perontokan dapat

dilakukan dengan cara diinjak – injak atau diiles, dipukul atau dibanting,

dan dengan menggunakan mesin perontok atau thresher machine.

Perontokan ini bertujuan memisahkan gabah dengan tangkainya.

3. Pembersihan

Pembersihan gabah dari kotoran dilakukan dengan cara ditampi atau

menggunakan blower machine. Cara pembersihan ini dapat menghasilkan

gabah bersih (Koswara, 2009). Pembersihan gabah menghasilkan gabah

yang siap diangkut dan diberikan perlakuan selanjutnya. Menurut Sulardjo

(2014), pembersihan perlu dilakukan karena beberapa alasan yaitu agar

gabah lebih tahan jika disimpan, menghemat tempat penyimpanan, agar

terhindar dari serangan hama sewaktu penyimpanan, mengurangi kerusakan

alat processing, mengefisienkan alat processing, dan meningkatkan harga

jual per satuan berat.

4. Pengeringan

Proses peneringan gabah merupakan tahap awal sebelum ke proses

penggilingan dengan susut bobot sebesar 1,3% (Listyawati, 2007). Tujuan

pengeringan adalah untuk mendapat gabah kering yang tahan ketika

disimpan dan memenuhi persyaratan gabah di pasaran (Sulardjo, 2014).

Gabah dapat dikeringkan dengan cara manual dan juga mekanik. Cara

pengeringan gabah secara manual dilakukan dengan cara dijemur di bawah

(32)

13

dilakukan di saat musim penghujan dengan menggunakan oven.

Pengeringan bertujuan menurunkan kadar air maksimum yaitu 14% GKG

(BPP Pertanian, 2015).

5. Pemecahan Kulit

Proses pemecahan kulit merupakan salah satu tahapan proses pada

penggilingan gabah. Selama proses penggilingan susut bobot sebesar 1,8%

(Listyawati, 2007). Pada tahapan ini, terjadi pelepasan sekam atau dehulling

yang menghasilkan beras pecah kulit namun masih mengandung bekatul

atau brown rice (Budijanto dkk, 2011). Proses ini dilakukan sebanyak dua

kali untuk mendapatkan beras pecah kulit yang sempurna (Rachmat, 2012).

6. Pengayakan

Beras pecah kulit diberikan perlakuan berupa pengayakan untuk

memisahkan kotoran yang masih tersisa. Hasil pengayakan ini adalah beras

pecah kulit yang bersih dan siap dilakukan proses penyosohan.

7. Penyosohan

Tahap penyosohan beras dilakukan untuk mendapatkan beras dengan

warna yang lebih transparan. Proses penyosohan menggunakan dua buah

mesin yaitu mesin abrasive dan friksi (Rachmat, 2012). Menurut Koswara

(2009), penyosohan dapat terjadi karena ada gesekan antara beras dengan

batu, lempengan karet, dan antara sesama beras. Setelah proses penyosohan

dilakukan, beras diayak untuk memisahkan beras utuh ataupun beras dengan

butir patah. Kadar air beras yang ditentukan sebesar maksimal 14% (SNI

(33)

14

8. Pengemasan Beras

Proses pengemasan dilakukan setelah proses penyosohan yang

menghasilkan beras. Beras hasil giling tidak langsung dikemas namun

didiamkan beberapa saat untuk menghilangkan sisa panas akibat proses

penggilingan. Pengemas yang digunakan berbeda-beda. Kemasan untuk

beras dengan berat ≥10 kg menggunakan karung, sedangkan untuk berat di

bawah 10 kg menggunakan pengemas berbahan plastik. Kemasan yang

digunakan adalah kemasan yang kedap udara serta memperhatikan beberapa

Gambar

Tabel 1. Cakupan kegiatan manajemen rantai pasok
Tabel 2. Syarat mutu beras
Gambar 1. Diagram alir produksi beras.

Referensi

Dokumen terkait

Dari percobaan yang dilakukan sebanyak 30 kali, hasil perhitungan nilai parameter eror rate (P) masing-masing filter deteksi tepi Sobel dan Prewitt untuk citra yang mengandung

Hal ini menguatkan penelitian sebelumnya dan teori yang diungkapkan oleh Mangkunegara (2006, h. 76) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi

Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat

Dalam hubungannya dengan tingkat generalisasi, untuk mempertahankan tingkat kejelasan dan menghindari penuhnya detail, perlu dilakukan penyederhanaan beberapa tipe dari

Untuk itulah akan dibahas dalam penelitian ini mengenai perlindungan hukum terhadap petani sebagai konsumen pupuk bersubsidi di Kabupaten Kudus serta tindakan

Dengan pendekatan berbasis aset, setiap orang didorong untuk memulai proses perubahan, karena ABCD merupakan sebuah pendekatan dalam pengembangan masyarakat yang berada

Cuaca yang terjadi secara tidak teratur menunjukkan bahwa pelayaran yang dilakukan pada abad ke-19, sangat tergantung dengan cuaca atau musim, oleh karena itu

Dengan latar belakang tersebut, penulis akan membahas mengenai penentuan model peluang kebangkrutan perusahaan asuransi dengan persamaan integro- diferensial yang