PASIEN HIPERTENSI GERIATRI DI INSTALASI RAWAT
INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh:
TIRANIA WIDIANINGRUM
K 100050251
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN DOSIS PADA
PASIEN HIPERTENSI GERIATRI DI INSTALASI RAWAT
INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm) pada Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta di Surakarta
Oleh :
TIRANIA WIDIANINGRUM
K 100050251
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2009
IDENTIFIKASI
DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)
POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN DOSIS PADA
PASIEN HIPERTENSI GERIATRI DI INSTALASI RAWAT
INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Penguji :
1. Zakky Cholisoh, M. Clin. Pharm., Apt ___________________
2. Tri Yulianti, M.Si., Apt ___________________ 3. Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt. ___________________
4. dr. EM Sutrisna, M.Kes. ___________________ Oleh :
TIRANIA WIDIANINGRUM
K 100050251
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal : Mengetahui, Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta Dekan,
(Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt.)
Pembimbing utama Pembimbing pendamping
(Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt.) (dr. EM Sutrina, M.Kes.)
!!!!
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 6 Juli 2009
Peneliti,
(Tirania Widianingrum)
KATA PENGANTAR
Penuh ucapan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Yang Maha Pemurah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial Kategori Ketidaktepatan Dosis Pada Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:
1. Ibu Dra. Nurul Mutmainah, M.Si. Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi UMS dan pembimbing utama yang telah memberikan banyak waktu dalam membimbing, mengarahkan dan membantu penulis dengan penuh kesabaran, keikhlasan hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Bapak dr. EM Sutrisna, M.Kes., selaku pembimbing pendamping yang telah berkorban waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan masukan, mendorong dan mengarahkan penulis dari awal sampai akhir hingga skripsi ini selesai. 3. Ibu Zakky Cholisoh, M. Clin. Pharm., Apt dan Ibu Tri Yulianti, M. Si., Apt
selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran yang amat berguna bagi penulis.
4. Bapak Aziz Saefudin, M. Si., Apt dan Ibu Ratna Yuliani, M. Biotech., Apt pembimbing akademik yang selalu sabar memberi pengarahan.
5. Bapak Triyono dan Bapak Joko beserta staf rekam medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberi ijin serta bantuan selama penelitian.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi UMS, terima kasih atas ilmu pengetahuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
7. Bu’e dan Pa’e, yang sudah mengajarkan banyak hal.
9. Teman seperjuangan Richo dan Ayu terima kasih atas perjalanan Bali dan Ceremei di meja makan siang.
10.Keluargaku di Wisma Putri, Mita, Lia, Maya, Iin, Niluh, Rika, Pi’ah, Maryati, Wa’i, Fajar, De’ lala dan Tyas.
11.Semua sahabat BEM ‘05, Sa’ad, Iqbal, Heru, Sari, Rizka, Lusi, Kun, Mbak Mufid, Mbak Eni, Maul, Budi, Ahmad Husein, dan BEM angkatan 2003, 2004, 2006, 2007.
12.Teman-teman angkatan ’05 kelas E dan F 13.Semua teman-teman angkatan 2005.
Semua pihak yang telah tersebut diatas maupun yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih tak terhingga dan kiranya Allah senantiasa membalas dengan yang terbaik.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga menuju kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang farmasi.
Surakarta, 6 Juli 2009 Penulis
(Tirania Widianingrum)
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
DEKLARASI ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
INTISARI ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Peneliti ... . 3
D. Tinjauan Pustaka……….. 3
BAB II METODE PENELITIA……….…...19
A. Rancangan Penelitian ………...19
B. Definisi Operasional………19
C. Bahan dan Alat………19
D. Subyek Penelitian………20
E. Pengumpulan Data………...21
F. Tempat Penelitian……….21
G. Jalannya Penelitian………...22
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN………...25
A. Karakteristik Pasien………25
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 40
B. Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 45
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII……... 3
Tabel 2. Klasifikasi DRPs dan penyebabnya………. 7
Tabel 3. Tingkat penurunan fungsi ginjal………..…….. 17
Tabel 4. Nilai normal ALT dan AST………... 18
Tabel 5. Distribusi usia pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta……….. 25
Tabel 6. Distribusi jenis kelamin pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta……….. 26
Tabel 7. Distribusi lama pasien hipertensi geriatri dirawat di instalasi rawat inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta……….. 27
Tabel 8. Penyakit penyerta pasien hipertensi geriatri dirawat di instalasi rawat inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta………..……… 28
Tabel 9. Jumlah pasien yang mengalami penurunan fungsi hati…..…….…….. 29
Tabel 10. Jumlah pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal….….…….. 29
Tabel 11. Jumlah penggunaan obat antihipertensi pada penderita hipertensi geriatri RS PKU Muhammadiyah Surakarta……..………..…….. 30
Tabel 12. Jumlah penggunaan obat selain antihipertensi pada penderita hipertensi geriatri RS PKU Muhammadiyah Surakarta………..……… 31
Tabel 13. Kasus besaran tinggi pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta……..………...…... 33
Tabel 15. Kasus besaran rendah pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta……..………..…... 36
Tabel 16. Kasus frekuensi tinggi pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta………... 38
Tabel 17. Kasus frekuensi rendah pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta……..…..………... 39
Tabel 19. Data pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal berdasarkan tingkat kerusakan ………..……. 46
Halaman
Lampiran 1 . Penentuan Nilai Klirens Kreatinin... 46
Lampiran 2. Data Obat yang Digunakan pada Pasien Hipertensi
Geriatri di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah
Surakarta tahun 2008 ... 47
ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
ALT : Aspartate Aminotransferase
ARB : Angiotensin II Receptor Blockers
AST : Alanine Aminotransferase
CLcr : Creatinin clearance
CVA : Cerebrovaskuler Accident
DM : Diabetes Melitus
DRPs : Drug Related Problems
ESO : Efek samping obat
GFR : Glomeruler Filtration Rate
HCT : Hidroklorotazid
LDL : Low Density Lipoprotein
ICH : Intracranial Haemorrhage
JNC VII : The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
mmHg : millimeter air raksa
NSAID : Non Steroidal Anti-Infamatory Drugs
OD : Over dosis
SeCr : Serum Kreatinin
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
ß-Blocker : Beta Blockers
TDD : Tekanan Darah Diastolik TDS : Tekanan Darah Sistolik
Perubahan fisiologik akibat proses menua, multipatologik, presentasi penyakit tidak spesifik, dan penurunan status fungsional seperti penurunan fungsi ginjal dan hati dapat berpengaruh terhadap terapi obat yang berujung pada problem yang berkaitan dengan obat (Drug Related Problems). Pada usia diatas 50 tahun prevalensi hipertensi meningkat hingga 50%. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi DRPs kategori ketidaktepatan dosis pada penatalaksanaan pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif, sampel diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disimpulkan dengan persentase meliputi dosis tinggi dan dosis rendah. Ketidaktepatan dosis adalah pemberian besaran dan frekuensi yang lebih tinggi atau lebih rendah dari dosis standar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaktepatan dosis terjadi pada 21 pasien (55,26%) dari 38 pasien sebanyak 27 kasus. Jumlah obat yang diberikan sebanyak 337 obat. Total kejadian DRPs kategori dosis adalah 23 kasus pada 24 pasien. Ketidaktepatan dosis kategori dosis tinggi sebanyak 14 kasus (51,85%) meliputi besaran tinggi sebanyak 13 kasus (48,15%) dan frekuensi tinggi sebanyak 1 kasus (3,7%). Ketidaktepatan dosis kategori dosis rendah sebanyak 13 kasus (48,15%) meliputi besaran rendah sebanyak 10 kasus (37,04%) dan frekuensi rendah sebanyak 3 kasus (11,11%). Obat antihipertensi yang paling banyak mengalami ketidaktepatan dosis (besaran tinggi) adalah amlodipine sebanyak 6 kasus besaran tinggi (22,22%) dan nifedipine sebanyak 6 kasus besaran rendah (22,22%). Obat selain antihipertensi yang paling banyak mengalami ketidaktepatan dosis adalah digoksin, sebanyak 4 kasus besaran tinggi (14,8%).
Kata kunci : DRPs, dosis, hipertensi, geriatri, RS PKU Muhammadiyah Surakarta
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kesehatan usia lanjut adalah khas yang timbul akibat interaksi proses menua dan penyakit pada satu individu. Perubahan fisiologik akibat proses menua, multipatologik, presentasi penyakit tidak spesifik, dan penurunan status fungsional dapat berpengaruh terhadap terapi obat yang berujung pada problem yang berkaitan dengan obat (Drug Related Problems) (Pramantara, 2007).
Perubahan paling berarti dalam usia lanjut ialah berkurangnya fungsi ginjal dan menurunnya creatinin clearance, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal atau kadar kreatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi obat sering berkurang, dengan akibat perpanjangan atau intensitas kerjanya (Darmansjah, 2006).
Munculnya DRPs dapat dipicu dengan semakin meningkatnya jenis dan jumlah obat yang dikonsumsi pasien untuk mengatasi berbagai penyakit yang diderita seperti pada pasien lanjut usia (Rahmawati et al., 2007). Dengan masalah medik yang kompleks (complex medicine) yang umumnya ditemui pada pasien lanjut usia, menyebabkan golongan usia ini rentan terhadap timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan obat (Drug Related Problems) (Pramantara., 2007).
Penelitian selama tiga tahun oleh Minnesota Pharmaceutical Care Project terhadap 9399 pasien, dan dari jumlah 5544 kasus DRPs yang terjadi
23% membutuhkan terapi obat tambahan, 15% diidentifikasi dari pasien yang menerima obat salah, 8% karena obat tanpa indikasi yang valid, 6% di antaranya karena dosis yang terlalu tinggi dan dosis yang terlalu rendah 16%, sedangkan penyebab umum lainnya Adverse Drug Reaction (ADRs) sebanyak 21%. Pemberian dosis yang tidak tepat menyebabkan tujuan terapi tidak tercapai, sehingga memperlama waktu rawat inap dan menghambat kesembuhan (Cipolle et al., 1998).
Dalam penelitian di Norwegia, di laporkan kejadian DRPs terjadi 1,9% di instalasi kardiologi; 2,0% dari instalasi geriatri; 2,1% dari instalasi pengobatan; dan 2,3% dari instalasi rheumatology. DRPs paling sering terjadi dalam kelompok pasien adalah dosis non optimal (kardiologi, respiratori, dan geriatri) dan membutuhkan obat tambahan (rheumatology) (Anonim, 2004).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, berapa besarkah kejadian Drug Related Problems (DRPs) kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta selama tahun 2008?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jumlah Drug Related Problems (DRPs) kategori ketidaktepatan dosis yang berkaitan dengan penggunaan obat pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah selama tahun 2008.
D. Tinjauan Pustaka 1. Hipertensi
Hipertensi atau darah tinggi adalah keadaan kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Sedangkan definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg (Anonima, 2006).
Tabel 1. Kriteria penyakit hipertensi menurut JNC 7 Report (The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal Pre Hipertensi Hipertensi
Hipertensi Stage 1 Hipertensi Stage 2
120 120-139 140-159
160
80 80-89 90-99 100
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Hipertensi Primer
Merupakan hipertensi yang tidak jelas etiologinya (suatu kajian tentang penyebab penyakit), lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok hipertensi primer. Penyebab hipertensi seperti ini adalah adalah multifaktor, terdiri atas faktor genetik dan lingkungan (Anonim, 2000).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya. Hipertensi ini sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi kebiasaan (life style), 10% dari penderita hipertensi di Indonesia adalah disebabkan oleh hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder dapat diketahui antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan tiroid (hipertiroid), dan penyakit kelenjar adrenal. Hipertensi sekunder juga dapat disebabkan penyakit kardiovaskuler seperti pembuluh darah arteri, serangan jantung dan stroke (Karyadi, 2002).
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap munculnya hipertensi dan meningkatnya tekanan darah, baik reversible ataupun irreversible.
a. Faktor yang tidak dapat dikontrol (irreversible) 1) Usia
2) Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi, mempertinggi resiko penyakit hipertensi primer. Faktor genetik yang berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel (Siaw, 1994).
b. Faktor yang dapat dikontrol (reversibel) 1) Kegemukan
Berat badan yang berlebihan akan menyebabkan bertambahnya volume darah, sehingga beban jantung untuk memompa darah juga bertambah (Marvyn, 1995).
2) Dislipidemia
Merupakan kelainan kadar lemak dalam darah, misalnya kenaikan kadar kolesterol (Marvyn, 1995).
3) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang sistem syaraf simpatik sehingga pada ujung syaraf tersebut melepaskan hormon stress dan segera meningkat dengan reseptor alfa. Hormon ini mengalir dalam pembuluh darah keseluruh tubuh oleh karena itu jantung akan berdenyut lebih cepat (Tjay dan Raharja, 2002). 4) Konsumsi alkohol
5) Stress
Stress dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu akibat pelepasan noreadrenalin yang bersifat vasokonstriktif. Sedangkan bentuk stress yang membuat tekanan darah naik selama beberapa bulan atau tahun mengakibatkan kondisi yang harus diobati (Marvyn, 1995).
2. Geriatri
Menurut WHO, pembagian terhadap populasi usia meliputi tiga tingkatan, yaitu lansia (elderly) dengan kisaran umum 60-75 tahun, tua (old) 75-90 tahun dan sangat tua (very old) dengan kisaran umur > dari 90 tahun (Setianto, 2005).
Penuaan selalu menyebabkan berbagai perubahan fisiologis yang dapat merubah proses absorbsi, distribusi, ikatan protein, metabolisme, dan ekskresi obat sehingga terapi obat yang optimal pada usia lanjut sangat perlu memperhatikan perubahan-perubahan ini (Walker dan Edwards, 2003).
Dampak lain adanya penurunan berbagai kemampuan dan fungsi tubuh tersebut adalah pasien geriatri rentan terhadap berbagai macam penyakit dan problem yang berkaitan dengan terapi obat yang disebut Drug Related Problems (DRPs) (Sumartono dan Aryastami, 1999).
3. Drug Related Problems
DRPs ada dua yaitu DRPs aktual dan potensial. Keduanya memiliki perbedaan, tetapi pada kenyataannya problem yang muncul tidak selalu terjadi dengan segera dalam prakteknya. DRPs aktual adalah suatu masalah yang telah terjadi dan farmasis wajib mengambil tindakan untuk memperbaikinya. Sedangkan potensial, karena resiko yang sedang berkembang jika farmasis tidak turun tangan (Rovers, et al., 2003).
Tabel 2. Kategori DRPs dan penyebabnya
Kategori DRPs Penyebab DRPs
Indikasi yang tidak diterapi a. Pasien membutuhkan terapi obat baru
b. Pasien menderita penyakit kronis sehingga membutuhkan terapi obat lanjutan.
c. Pasien membutuhkan kombinasi obat untuk memperoleh efek sinergis.
d. Pasien beresiko mengalami kejadian yang tidak diharapkan akibat terapi obat yang dapat dicegah dengan terapi profilaksis.
Pemilihan obat tidak tepat a. Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat yang diterima.
b. Obat yang diterima pasien bukan merupakan obat yang paling efektif.
c. Pasien mempunyai kontra indikasi terhadap obat yang diterima.
d. Pasien menerima obat efektif tetapi bukan yang paling murah.
e. Obat yang diterima pasien tidak efektif terhadap bakteri penyebab infeksi (bakteri bersifat resisten terhadap obat).
f. Pasien menerime kombinasi obat yang sebenernya tidak perlu.
Penggunaan obat tanpa indikasi
a. Pasien menerima obat tanpa indikasi medis yang jelas. b. Adanya duplikasi terapi.
c. Pasien menerima obat untuk mengatasi efek samping obat lain yang sebenarnya dapat dicegah.
d. Terapi non obat (misalnya perubahan pola hidup) lebih baik untuk pasien.
Dosis kurang a. Dosis obat yang diberikan terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diharapkan.
b. Kadar obat dalam darah pasien dibawah kisaran terapi. c. Frekuensi pemberian, durasi terapi, dan cara pemberian
obat pada pasien tidak tepat.
Tabel 2. Lanjutan
Kategori DRPs Penyebab DRPs
Dosis Lebih a. Dosis obat yang diberikan terlalu tinggi.
b. Kadar obat dalam darah pasien melebihi kisaran terapi. c. Dosis obat dinaikkan terlalu cepat.
d. Frekuensi pemberian, durasi terapi dan cara e. Pemberian obat pada pasien tidak tepat.
Adverse Drug Reaction (ADR) a. Pasien mengalami reaksi alergi terhadap obat.
b. Pasien mempunyai resiko mengalami efek samping obat.
c. Pasien mengalami reaksi idiosinkrasi terhadap obat. d. Biavailabilitas obat berubah akibat interaksi obat
dengan obat lain atau dengan makanan.
e. Efek obat berubah akibat inhibisi atau induksi enzim oleh obat lain.
f. Efek obat berubah akibat penggantian ikatan antara obat dengan protein aleh obat lain.
Kegagalan dalam menerima obat
a. Pasien gagal menerima obat yang tepat karena adanya
medication errors.
b. Pasien tidak mampu membeli obat (obat terlalu mahal untuk pasien).
c. Pasien tidak memahami petunjuk penggunaan obat. d. Pasien tidak mau minum obat (misalnya karena rasa
obat tidak enak).
(Cipolle, et al., 1998) 4. Pengobatan Hipertensi
a. Pengobatan non farmakologi
b. Pengobatan farmakologi
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan (Nafrialdi, 2007).
Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat bermanfaat, namun demikian terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung atau kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan pilihan terbaik (Kuswardhani, 2005).
c. Obat-obat Hipertensi 1) Diuretik
Biasanya golongan diuratik merupakan obat pertama yang diberikan dan efektif dalam waktu 3-4 hari. Obat golongan ini dapat membantu ginjal mengeliminasi garam dan air, sehingga jumlah cairan dalam tubuh berkurang dan tekanan darah turun. Banyak garam dan air yang dikeluarkan, efek samping yang timbul adalah ikut terbuangnya kalium. Pemberian obat diuretik biasanya disertai dengan suplemen kalium untuk menahan kalium agar tidak terjadi kekurangan kalium (hipokalemia) (Karyadi, 2002).
Obat ini juga mempunyai efek samping seperti menahan asam urat, sehingga dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat, mengurangi metabolisme glukosa serta hiperkalemia (meningkatkan trigliserida dan kolesterol) golongan obat ini efektif diberikan pada orang obesitas, orang tua, penderita gagal jantung. Golongan obat diuretik antara lain furosemid, hidroklorotiazid, spironolakton (Karyadi, 2002).
2) Penghambat adrenergik
Golongan yang bekerja di syaraf tepi, termasuk penghambat ganglion (pempidin), penghambat neuron (guenitidin, reserpin) dan penghambat syaraf adrenoreseptor (alfa bloker, beta bloker, alfa dan beta bloker). Golongan penghambat adrenoreseptor bekerja menghambat efek sistem syaraf simpatis yang merespon stress dengan menaikkan tekanan darah. Obat ini memblokir reseptor-reseptor sehingga terjadi vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan terjadi penurunan tekanan darah. alfa bloker antara lain pentolamin, prazosin, dan golongan beta bloker antara lain (propanolol, atenolol, pinolol) sedangkan golongan alfa dan beta bloker antara lain labetolol (Karyadi, 2002).
Beta bloker adalah golongan obat antihipertensi yang dapat menurunkan tekanan darah, karena dapat memperlambat denyut jantung sekalipun tubuh dalam keadaan istirahat sehingga jumlah darah yang dipompa juga akan berkurang. Jenis yang paling sering dipakai pada umumnya efektif untuk usia penderita yang lebih muda, pada penderita yang terkena serangan jantung, denyut jantung yang cepat, angina pectoris (nyeri dada) dan migrain. Beta bloker tidak dapat diberikan pada penderita dengan riwayat asma, bronchitis kronik alergi berat dan efek samping lain yang mungkin timbul seperti peningkatan trigliserida, asam urat, kolesterol Low Density Lipoprotein, serta impoten (Karyadi, 2002).
3) Calcium Channel Blokers
daya tahan dinding pembuluh darah, serta menurunkan denyut jantung. Golongan obat ini efektif pada penderita dengan angina pektoris, migrain, vertigo, dan denyut jantung cepat. Nifedipin lebih sering dipakai untuk pengobatan hipertensi dibandingkan antagonis kalsium lainnya Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan golongan obat ini antara lain gangguan lambung, usus, hipotensi (penurunan tekanan darah akibat vasodilatasi) (Karyadi, 2002).
4) Agiotensin Converting Enzyme Inhibitor
Golongan obat ini antara lain kaptopril dan enalapril. Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat pembentukan Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Golongan obat ini sering digunakan pula untuk pengobatan terapi awal hipertensi ringan sampai sedang. Efek samping yang mungkin timbul adalah batuk kering, pusing, dan lemas (Nafrialdi, 2007).
5) Penghambat reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah menghalangi penempelan Angiotensin II pada reseptor yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah valsartan (diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, lemas dan mual (Nafrialdi, 2007). 6) Vasodilator
pembuluh darah, peningkatan denyut dan curah jantung. Obat vasodilator juga menahan natrium dan air, tapi dapat diatasi dengan pemberian diuretik, sehingga pemberian vasodilator tidak pernah tunggal, namun ditambahkan pada obat lain yang tidak dapat menurunkan tekanan darah. Biasanya obat golongan ini ditambahkan pada pengobatan diuretik dan beta bloker. Efek samping yang timbul dari pemberian obat ini antara lain penahanan (retensi) cairan tubuh, gangguan saluran cerna, serta tidak boleh diberikan pada penderita dengan gangguan pembuluh darah aorta dan gangguan ginjal berat (Karyadi, 2002).
7) Obat-obat darurat (emergensi)
Pemberian obat dengan suntikan vena biasanya dilakukan untuk menurunkan tekanan darah secara cepat pada kasus maligna. Obat yang biasa diberikan antara lain golongan vasodilator (nitrogliserin, diazoksida, natrium nitroprusid), penghambat adrenergik (labetolol), golongan antagonis kalsium (nifedipine) dapat diberikan secara oral dan bekerja sangat cepat. Pemberian obat-obatan ini bisa mengakibatkan hipotensi, oleh karena itu harus disertai dengan pemantauan yang ketat (Karyadi, 2002).
5. Dosis a. Definisi
toksik ini dapat sampai mengakibatkan kematian, disebut sebagai dosis letalis (Joenoes, 2004).
Macam-macam dosis:
1) Dosis terapi adalah dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan.
2) Dosis maksimal adalah dosis yang terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan (Joenoes, 2004).
Metabolisme hati dan ekskresi ginjal adalah mekanisme penting yang terlibat dalam pemindahan obat dari tempat kerjanya. Efek dosis obat tunggal akan diperpanjang dan konsentrasi keadaan jenuh (steady state) akan meningkat jika kedua proses tersebut menurun (Prest, 2002).
Terdapat reduksi massa hati sebanyak 35% mulai usia 30 tahun sampai dengan usia 90 tahun, sehingga menurunkan kapasitas metabolisme intrinsik hati pada pasien lanjut usia. Keadaan tersebut bersama-sama dengan penurunan aliran darah hati, menjadi penyebab utama dalam peningkatan bioavailabilitas obat yang mengalami metabolisme lintas pertama. Contohnya adalah efek hipotensif dari nifedipin yang meningkat secara bermakna pada pasien usia lanjut (Prest, 2002).
beberapa obat dieliminasi lebih lambat pada pasien lanjut usia. Pada prakteknya, fungsi ginjal sangat bervariasi pada lanjut usia. Oleh karena itu, dosis obat-obatan yang diekskresi secara primer oleh ginjal harus disesuaikan untuk masing-masing individu (Prest, 2002).
Perubahan paling berarti dalam usia lanjut ialah berkurangnya fungsi ginjal dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal atau kadar creatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi obat sering berkurang, dengan akibat perpanjangan atau intensitas kerjanya. Dalam setiap keadaan perlu memakai dosis lebih kecil atau bila dijumpai penurunan fungsi ginjal, khususnya bila menggunakan obat yang mempunyai batas keamanan sempit (Darmansjah, 2006).
b. Penyesuaian dosis untuk pasien geriatri
Perubahan respon pasien geriatri disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
2) Perubahan faktor farmakodinamik, yaitu peningkatan sensitivitas reseptor, terutama reseptor di otak (terhadap obat-obat bekerja sentral) dan penurunan mekanisme homeostatik kardiovaskuler (terhadap obat-obat antihipertensi). 3) Adanya berbagai penyakit pada usia lanjut, yang menyebabkan pasien mendapatkan banyak obat sehingga meningkatkan adanya interaksi obat.
(Setiawati dan Muchtar, 2007) Oleh karena itu, dalam memberikan terapi pada pasien geriatri harus memperhatikan prinsip penggunaan obat pada geriatri yaitu: Memberikan obat yang benar-benar diperlukan. Memberikan regimen dosis yang sederhana (idealnya 1x/hari) dan sediaan obat yang mudah ditelan untuk memelihara kepatuhan pasien. Memilih obat yang memberikan rasio manfaat paling menguntungkan bagi pasien usia lanjut dan tidak berinteraksi dengan obat lain atau pada penyakit lain pada pasien yang bersangkutan. Memulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis dewasa (Setiawati dan Muchtar, 2007).
(Setiawati dan Muchtar, 2007). Besar dosis dapat ditentukan berdasarkan besar klirens kreatinin dan ditentukan dosis yang diberikan berdasarkan buku standar.
c. Perhitungan fungsi ginjal
Anjuran dosis didasarkan pada tingkat keparahan gangguan ginjal, umumnya diperkirakan dengan mengukur klirens kreatinin. Perhitungan klirens kreatinin biasa dihitung dengan rumus Cockcroft dan Gault, tetapi pada pasien hipertensi geriatri lebih sesuai dihitung dengan rumus Jellife, karena biasanya pada pasien usia lanjut berat badannya turun sehingga kurang valid untuk pengukuran fungsi ginjal pada pasien geriatri (Dowling dan Comstock, 2005).
Jellife: Laki-laki : CLcr =
Wanita : CLcr × 0,9
Berdasarkan perhitungan klirens kreatinin tersebut dapat ditentukan tingkat keparahan penurunan fungsi ginjal dan pemberian dosis dapat disesuaikan berdasarkan anjuran buku standar.
Tabel 3. Tingkat penurunan fungsi ginjal
No Tingkat Klirens kreatinin 1 Ringan 20-50 ml/min/1,73 m2 2 Sedang 10-20 ml/min/1,73 m2 3 Berat <10 ml/min/1,73 m2
(Anonim, 2000) d. Pengukuran fungsi hati
dalam memetabolisme obat. AST (paling tidak spesifik untuk hati) dan ALT adalah salah satu indikator yang sensitif terhadap kerusakan sel hati (Kenward dan Tan, 2002).
Tabel 4. Nilai normal ALT dan AST
Nilai normal (U/L) Perempuan Laki-laki
ALT <31 < 35
AST <31 <41
(Anonim, 1997) e. Ketidaktepatan dosis
BAB II
METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan pendekatan deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai kemungkinan adanya Drug Related Problems (DRPs) kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
B. Definisi Operasional Penelitian
1. Rumah sakit tempat penelitian dilaksanakan adalah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
2. Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg yang diderita pasien rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
3. Pasien hipertensi geriatri adalah pasien yang didiagnosa hipertensi dengan usia diatas 60 tahun yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
4. DRPs yang diidentifikasi mencakup dosis tinggi dan dosis rendah. Obat dikatakan mengalami ketidaktepatan dosis apabila besaran dan frekuensi yang diberikan lebih besar atau lebih rendah dari yang dianjurkan oleh buku standar.
6. Obat yang diidentifikasi adalah obat pada pasien hipertensi yang tepat indikasi, dan obat lain yang diberikan kepada pasien hipertensi geriatri selama dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
7. Dosis kurang adalah dosis yang lebih rendah dari yang telah ditetapkan dari buku standar.
8. Dosis lebih adalah dosis yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan dari buku standar.
C. Alat dan Bahan
Alat penelitian yang digunakan adalah lembar pengumpul data untuk rekam medik yang meliputi nomor registrasi, jenis kelamin, umur, diagnosa utama, lama perawatan, terapi (nama obat, dosis, aturan pakai, rute pemberian, dan sediaan), data laboratorium ALT, AST dan SeCr.
Bahan penelitian yang digunakan adalah catatan rekam medik pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta bulan Januari sampai Desember 2008.
D. Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta bulan Januari sampai Desember 2008 dengan kriteria sebagai berikut:
c. Merupakan pasien rawat inap
d. Data minimal yang ada dalam rekam medik antara lain nomor registrasi, jenis kelamin, umur, diagnosa utama, lama perawatan, terapi (nama obat, ALT, AST dan SeCr.
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dengan melakukan penelusuran terhadap catatan pengobatan yang diberikan dokter kepada pasien yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta selama tahun 2008. Data yang akan diambil meliputi nomor registrasi, jenis kelamin, umur, diagnosa utama, lama perawatan, terapi (nama obat, dosis, aturan pakai, rute pemberian, dan sediaan), data laboratorium ALT, AST dan SeCr.
F. Jalannya Penelitian 1. Perizinan
Surat izin penelitian dari Fakultas ditujukan kepada Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data.
2. Penelusuran Data
pengelompokan maka dapat diketahui jumlah pasien hipertensi geriatri yang dirawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
Pencatatan data dilakukan dalam lembar laporan. Data meliputi nomor registrasi, jenis kelamin, umur, diagnosa utama, lama perawatan, terapi (nama obat, dosis, aturan pakai, rute pemberian, dan sediaan), data laboratorium ALT, AST dan SeCr. Hasil penelitian ini kemudian disajikan dalam bentuk diagram dantabel. Skema jalannya penelitian dapat dilihat dari gambar berikut ini
Pembuatan proposal
Perizinan
Pengambilan data rekam medik
Identifikasi Drug Related Problems
Pembahasan
Kesimpulan dan saran Gambar 1. Skema jalannya penelitian
3. Populasi dan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposive Sampling, yaitu dengan mengambil sampel dengan karakteristik tertentu data semua pasien hipertensi geriatri (>60 tahun) yang menggunakan obat antihipertensi baik dengan atau tanpa penyakit penyerta yang menjalani rawat inap di rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta sebagai sampel dalam penelitian ini. 4. Analisis Data
Buku-buku standar yang digunakan untuk analisis Drug Related Problems(DRPs) menggunakan:
a. Drugs For The Geriatric Patient
b. Informatorium Obat Nasional Indonesia
c. British National Formulary
Data yang diperoleh diidentifikasi dan dianalisis meliputi karakteristik pasien, karakteristik obat, dan Drug Related Problems kategori ketidaktepatan dosis yang potensial.
1) Karakteristik pasien meliputi jenis kelamin, umur, lama perawatan.
2) Karakteristik obat menurut jenis obat dan pengelompokan obat tiap golongan.
3) Identifikasi Drug Related Problems kategori ketidaktepatan dosis meliputi dosis, frekuensi dan durasi.
Cara perhitungan angka kejadian sebagai berikut:
Penelitian ini menggunakan data-data dari kartu rekam medik penderita hipertensi dengan usia >60 tahun yang dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta selama tahun 2008. Dari jumlah 143 kasus pasien hipertensi yang di rawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta selama tahun 2008, diambil 60 kasus yang memenuhi kriteria hipertensi geriatri, kemudian diambil 38 kasus (sebagai bahan penelitian) yang mempunyai data rekam medik lengkap. Data rekam medik lengkap yaitu yang mencantumkan nomor registrasi, jenis kelamin, umur, diagnosa utama, lama perawatan, terapi (nama obat, dosis, aturan pakai, rute pemberian, dan sediaan), data laboratorium ALT, AST dan SeCr.
A. Karakteristik Pasien
1. Distribusi pasien berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Tabel 5. Distribusi Usia Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2008
No. Usia (tahun) Tingkatan Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 60-75 Elderly 29 76,31
2 75-90 Old 6 15,79
3 >90 Very old 3 7,89
Total 38 100
Pasien hipertensi geriatri hasil penelitian mempunyai kisaran umur antara 60 tahun sampai yang paling tua adalah 92 tahun. Pada usia lanjut sering ditemukan menderita sakit hipertensi karena TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara
progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengkakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan arteri dan mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur (Kuswardhani, 2005).
Efek utama dari ketuaan secara normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan elastisitas aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan peningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur (Kuswardhani, 2005).
Tabel 6. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2008
No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Perempuan 23 60,53
2 Laki-laki 15 39,47
Total 38 100
estrogen pada wanita yang telah mengalami menopause yang menghasilkan produksi hormon pituitary dan hormon saraf lain yang berlebihan. Namun demikian hubungan antara tingginya resiko hipertensi dengan masa menopause pada wanita belum terlalu jelas (Kaufmann, 2005).
2. Lama pasien dirawat
Kisaran lama rawat inap pasien hipertensi geriatri di rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta antara 3 sampai 17 hari. Frekuensi masuk rumah sakit lebih dari satu kali dalam satu tahun dengan keluhan yang sama ditemukan pada 2 pasien.
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sulit dikembalikan menjadi normal jadi untuk mengontrol tekanan darah pasien harus minum obat sepanjang hidupnya (Nafrialdi, 2007). Komplikasi terjadi akibat tekanan darah yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama. Lama rawat inap berhubungan dengan penyakit penyerta pasien atau seberapa parah hipertensi yang di derita pasien dan keefektifan obat yang diberikan kepada pasien yang ditunjukkan dengan penurunan tekanan darah dan perbaikan kondisi pasien.
Tabel 7. Distribusi lama pasien hipertensi geriatri dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
No Lama Rawat Inap (hari) Jumlah pasien Persentase (%)
1 1-7 22 57,9
2 8-14 13 34,21
3 >14 3 7,9
Total 38 100
3. Penyakit penyerta
hipertensi, dan yang lain menderita diabetes mellitus, stroke. Adanya hipertensi, baik hipertensi maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda (Kuswardhani, 2005).
Tabel 8. Penyakit penyerta pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
No Penyakit Frekuensi Persentase
(%)
1 Stroke 28 73,68
2 Myalgia 2 5,26
3 Hiperkolesterolemia 1 2,63 4 Polineuropathy 1 2,63
5 Decomp cordis 1 2,63
6 DM 1 2,63
7 Ichialgia sinistra (gagal badan kiri) 1 2,63
8 ICH 1 2,63
9 Sifilis 1 2,63
10 Tanpa penyakit penyerta 1 2,63
Total 38 100
Dalam penelitian ini tampak penyakit penyerta yang paling banyak adalah stroke (73,68%). Stroke adalah terganggunya suplai darah ke otak, mengakibatkan kerusakan jaringan otak. Gangguan dapat disebabkan oleh gumpalan yang menghambat aliran darah, atau oleh pendarahan dalam otak dari pecahnya pembuluh darah (Anonima, 2006).
ginjal, mata dan pembuluh darah perifer. Pada otak dapat terjadi stroke karena pecahnya pembuluh darah serebral (Nafrialdi, 2007).
Dalam penelitian, terdapat pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal dan hati. Penurunan fungsi ginjal diukur dengan SeCr yang kemudian dihitung dengan rumus Jellife untuk mengetahui klirens kratinin dan pengukuran fungsi hati dengan AST dan ALT. Jumlah pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal dan hati dapat dilihat dalam tabel 9 dan 10.
Tabel 9. Jumlah pasien yang mengalami penurunan fungsi hati
No Status organ Jumlah pasien Persentase (%)
1 Penurunan fungsi hati 13 34,21 2 Fungsi hati normal 25 65,79
Total 38 100
Tabel 10. Jumlah pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal
No Status organ Jumlah pasien Persentase (%)
1 Penurunan fungsi ginjal 27 71,05 2 Fungsi ginjal normal 11 28,95
Total 38 100
B.Pola Peresepan Berdasarkan Golongan dan Jenis 1. Penggunaan Antihipertensi
Tabel 11. Jumlah penggunaan obat antihipertensi pada penderita hipertensi geriatri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
No Golongan Nama generik Jumlah Persentase
(%)
1 ACEI Kaptopril 15 17,65 Ramipril 3 3,53 Enalapril 3 3,53 Lisinopril 1 1,18
Jumlah 22 25,88
2 Diuretik Furosemid 12 14,12 Spironolakton 4 4,7
HCT 2 2,4
Indapamide hemihidrat
2 2,4
Jumlah 20 23,53
3 CCB Diltiazem 10 11,76 Amlodipine 9 10,59 Nifedipine 6 7,06
Jumlah 25 29,41
4 Antihipertensi bekerja sentral
Klonidin 6 7,06 5 ARB Valsartan 3 3,53 Losartan 3 3,53
Jumlah 6 7,06
6 Beta bloker Carvedilol 2 2,4 7 Kombinasi Amlodipine+valsartan
Ibesartan+HCT
3 1
3,53 1,18
Jumlah 4 4,7
Total 85 100
Sedangkan antihipertensi lain yaitu CCB (29,41%), diuretik (23,5%), antihipertensi bekerja sentral (7,6%), ARB (7,6%), beta bloker (2,35%), dan antihipertensi kombinasi (4,7%).
2. Penggunaan obat lain
Tabel 12. Jumlah penggunaan obat selain antihipertensi pada penderita hipertensi geriatri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
No Kelas terapi Nama generik Jumlah pasien Persentase (%)
1 Nootropik Citicolin Na bikarbonat
15
4 Hipnotik dan ansiolitik Diazepam Alprazolam
7 Analgesik non opioid Metampiron
Asam mefenamat Na diclofenac
8
9 Antihiperlipidemia Simvastatin
Atorvastatin
10 Antiplatelet Asetosal
Clopidogrel
5 2
1,98 0,79 11 Antibiotik golongan penisilin Amoksilin
Ampicillin
Trimetazidine HCL
3
Tabel 12. Lanjutan
No Kelas terapi Nama generik Jumlah pasien Persentase (%)
18 Antidiabetik Insulin
Glimepirid Akarbosa Glibenklamid
2 2 2 1
0,79 0,79 0,79 0,34
19 Bronkodilator Aminofilin 2 0,79
20 Antineurodegeneratif Donepezil 2 0,79
21 Antikonvulsan Gabapentin 1 0,34
22 Pencahar Bisakodil 1 0,34
23 Antirhinitis Pseudoefedrin 1 0,34
24 Antispasmodik Hyosine-N-butylbromide 1 0,34
25 Obat saluran kemih Finasterid 1 0,34
26 Obat migren Ergotamine 1 0,34
27 Antiemetik Metoklopramid 1 0,34
Ondansentron 1 0,34
28 Antibiotik kombinasi Sulbactam+ampicillin 2 0,79
TOTAL 252 100
Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui jumlah macam obat yang digunakan adalah 27 macam golongan obat. Jenis obat yang paling sering digunakan adalah Citicoline yang merupakan obat golongan vasodilator perifer dan aktivator serebral yaitu sebesar 10,71%, vitamin B komplek 5,95% dan asam tranexamat dari golongan hemostatik dengan persentase sebesar 5,56%. Citicolin dapat mempercepat rehabilitasi setelah trauma kepala atau apopleksi otak, dan membantu mengatasi penurunan kognitif pada usia lanjut (Anonim, 2009). Oleh karena itu penggunaanya pada penelitian ini banyak, karena digunakan untuk terapi penyakit penyerta pasien terbesar yaitu stroke.
(8,3%) yang diberikan jika pasien mengalami gangguan kecemasan atau sulit tidur, hal tersebut biasa terjadi pada pasien usia lanjut (Wiria, 2007).
Pasien hipertensi geriatri menerima obat-obat tersebut ditujukan untuk mendukung pengobatan hipertensi yang sebagian besar sudah parah dan mengalami penyakit lain akibat hipertensi seperti stroke, gagal jantung, dan penurunan fungsi ginjal akibat penuaan dan penggunaan obat. Dengan kondisi fisiologis geriatri yang mengalami penurunan fungsi organ maka obat-obat yang metabolismenya di hati dan ginjal harus dilakukan penyesuaian dosis (Prest, 2002).
C.Identifikasi Drug Related Problems
1. Besaran tinggi
Tabel 13. Kasus besaran tinggi pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
Nama obat (Merk dagang)
Dosis yang diberikan kepada pasien Rute Dosis standar (menurut Drugs For
The Geriatric
sebagai dosis tunggal. 11,
sebagai dosis tunggal
8 3,7 respon tidak tercapai.
28, 11 7,4 mcg/hari (Shorr, 2007)
4, 8, 10, 12
14,8
TOTAL KASUS 13 48,15
Berdasarkan tabel 13, ketidaktepatan dosis kategori besaran tinggi paling banyak terjadi pada amlodipine. Amlodipine yang over dosis diberikan kepada pasien dengan nomor kasus 11, 12, 14, 27, 33, 8. Pasien - pasien tersebut mengalami gangguan fungsi ginjal kecuali pada pasien dengan nomor kasus 14, penggunaan amlodipine dapat menyebabkan peningkatan t ½ eliminasi amlodipine yang dapat menyebabkan peningkatan vasodilatasi
pheripheral dan hipotensi ortostatik dengan reflek tachycardia, sehingga dalam penggunaanya perlu penyesuaian dosis yaitu untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal adalah 2,5 mg/hari sebagai dosis tunggal, regimen dosis yang sama untuk pasien hipertensi pada geriatri (Shorr, 2007). Pemberian dosis untuk pasien-pasien diatas adalah 5 mg-10 mg 1x/hari, dosis yang lebih besar dari anjuran buku standar, sehingga dikategorikan dalam dosis tinggi.
Tabel 14. Standar dosis amlodipine pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hipertensi
Nomor kasus
CLcr (ml/min/1,73 m2) Tingkat kerusakan
Standar dosis
11 45,23 Ringan 2,5 mg/hari sebagai dosis tunggal (Shorr, 2007).
12 50,73 Ringan 27 52,2 Ringan 33 32,63 Ringan
8 16,32
Berkurangnya tekanan darah sistolik >20 mmHg atau tekanan darah diastolik >10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi berdiri lebih sering dijumpai pada lansia dengan hipertensi sistolik, diabetes, dan yang menggunakan diuretik, venodilator , dan beberapa obat-obat psikotropik (Anonima, 2006). Sedangkan reflek tachycardia adalah peningkatan denyut jantung, menyebabkan mempermudah terjadinya angina (Nafrialdi, 2007).
Menurut Shorr (2007), pada pasien geriatri terjadi peningkatan sensitivitas terhadap obat-obat antipsikosis terutama golongan benzodiazepine (diazepam, alprazolam dan estazolam). Estazolam yang diberikan pada pasien dengan nomor kasus 4, adalah 2 mg 1x/hari, sedangkan menurut Drugs For The Geriatric Patient, dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg/hari. Saat memulai terapi benzodiazepine, peningkatan dosis harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari over sedasi. Penggunaan yang overdosis menyebabkan somnolence, kebingungan, diminished reflexes (penurunan reflek) dan koma (Shorr, 2007).
samping (Shorr, 2007). Selain itu kadar dalam darah harus dijaga <1 nano/ml, karena kadar yang lebih tinggi dapat meningkatkan resiko kematian (Setiawati dan Nafrialdi, 2007).
Menurut Shorr (2007), pemberian ATP intravena adalah dosis awal 6 mg diberikan dalam 1-2 detik, jika pada dosis awal respon tidak tercapai dalam 1-5 menit diulangi 12 mg dalam 1-2 menit jika respon tidak tercapai., sedangkan pada kasus nomor 11 dan 28 ATP diberikan secara intravena 1x1. Pemberian ATP i.v dengan cepat menyebabkan peningkatan ESO seperti mual, muntah, sesak nafas (Anonim, 2000).
2. Besaran rendah
Tabel 15. Kasus besaran rendah pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
Nama obat (Merk dagang)
Dosis yang diberikan kepada pasien Rute Dosis standar (menurut Drugs For
The Geriatric Patients)
No
*total kasus DRPs kategori ketidaktepatan dosis sebanyak 27 kasus.
diberikan dengan dosis yang lebih rendah dari anjuran dosis standar. Nifedipine yang diberikan pada pasien dengan nomor kasus 3, 4, 16, 35 adalah 20 mg 1x/hari, sedangkan pada pasien dengan nomor kasus 21 dan 38 diberikan dengan dosis 10 mg 2x/hari. Menurut Drugs For The Geriatric Patient, dosis nifedipine yang dianjurkan adalah dosis awal 30-60 mg/hari, dosis pemeliharaan maksimal 120 mg/hari (Shorr, 2007), sehingga termasuk dalam dosis rendah.
Pemberian terapi diperlukan dosis awal dan dosis pemeliharaan yang sesuai berdasarkan pada efek terapetik yang diinginkan. Dosis awal adalah dosis untuk memulai terapi sehingga dapat mencapai konsentrasi terapetik obat dalam tubuh yang menghasilkan efek klinik. Sedangkan dosis pemeliharaan adalah dosis obat yang diperlukan untuk mempertahankan efek klinik yang sesuai dengan dosis awal (Joenoes, 2004). Dosis awal bisa lebih besar atau kecil dari dosis pemeliharaan, hal tersebut tergantung pada t ½ eliminasi, interval dosis dan konsentrasi obat dalam plasma yang ingin dicapai (Joenoes, 2004).
3. Frekuensi tinggi
Tabel 16. Kasus frekuensi tinggi pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
Nama obat Dosis yang diberikan kepada pasien Rute Frekuensi standar (menurut Drugs For The Geriatric
Patients)
No kasus
(%) n=27* Potensi Frekuensi Dosis 1x,
1 hari
Amlodipine (Exforge)
5 mg/tab 3x1 5 mg, 15
mg
p.o p.o 2,5 mg/hari sebagai dosis tunggal.
10 3,7
TOTAL KASUS 1 3,7
*total kasus DRPs kategori ketidaktepatan dosis sebanyak 27 kasus.
4. Frekuensi rendah
Tabel 17. Kasus frekuensi rendah pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
Nama obat Dosis yang diberikan kepada pasien Rute Frekuensi standar (menurut Drugs For The Geriatric
Patients)
No kasus
(%) n=27* Potensi Frekuensi Dosis 1x,
1 hari
Asam mefenamat
(Ponstan)
250 mg 2x1 250 mg,
500 mg
p.o p.o dosis awal 500 mg kemudian 250 mg 4x/hari max 7 hari
1 3,7
Parasetamol (Sanmol) 500 mg 1x1 500 mg p.o p.o 325-650 mg,
max 4g/hari, 4-6x/hari
19 3,7
Carvedilol (V-block) 25 mg 1x1 25 mg i.v i.v 6,25 mg 2x/hari dapat digandakan pada hari ke 7-14 max 50 mg
6 3,7
TOTAL KASUS 3 11,11
*total kasus DRPs kategori ketidaktepatan dosis sebanyak 27 kasus.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian identifikasi Drug Related Problems
potensial Kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2008 dapat diambil kesimpulan:
1. Ketidaktepatan dosis terjadi pada 21 pasien (55,26%) dari 38 pasien. 2. Total kejadian DRPs kategori dosis adalah 27 kasus pada 21 pasien.
3. Ketidaktepatan dosis kategori dosis tinggi sebanyak 14 kasus (51,85%) meliputi besaran tinggi sebanyak 13 kasus (48,15%) dan frekuensi tinggi sebanyak 1 kasus (3,7%).
4. Ketidaktepatan dosis kategori dosis rendah sebanyak 13 kasus (48,15%) meliputi besaran rendah sebanyak 10 kasus (37,04%) dan frekuensi rendah sebanyak 3 kasus (11,11%).
5. Obat antihipertensi yang paling banyak mengalami ketidaktepatan dosis (besaran tinggi) adalah amlodipine sebanyak 6 kasus besaran tinggi (22,22%) dan nifedipine sebanyak 6 kasus besaran rendah (22,22%)
6. Obat selain antihipertensi yang paling banyak mengalami ketidaktepatan dosis adalah digoksin, sebanyak 4 kasus besaran tinggi (14,8%).
B. Saran
1. Kepada rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta perlu ditetapkan standar dosis khususnya untuk pasien usia lanjut dengan penurunan fungsi ginjal dan hati.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, hal 17, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, hal 38-95, Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Dirjen POM, Jakarta.
Anonim, 2004, Comparison of Drug Related Problem in Different Patient
Groups, (online),
(http://www.theannals.com/cgi/content/abstract/38/6/942, diakses tanggal 10 Juli 2008).
Anonima, 2006, Pharmaceutical Care untuk Hipertensi, hal 17-23, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonimb, 2006, British National Formulary 14th edition march 2006, British Medical Association Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, London
Anonim, 2009, MIMS Indonesia, Petunjuk Konsultasi, edisi 2008-2009, hal 24, CMP Medica Indonesia.
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo,J.L.,Jones, D.W., Materson, B.J., Oparil, S., and Wright, J.T., 2004, The Seventh Report of The Joint National Comittee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, National Institute of US Departement of Health and Human Service, New York.
Cipolle, R.J, Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, 75, 82-83, 90-95, 101-105, Mc Graw Hill, New York.
Darmansjah, I., 2006, Polifarmasi Usia Lanjut. (online), (http://www.iwandarmansjah.web.id, diakses tanggal 10 Juli 2008) Dewoto, H.R., dan Wardhini, B. P., 2007, Antikoagulan, Antitrombotik,
Trombolitik dan Hemostatik, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 794-803, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Posey, L.M., 2005, Parmacotheraphy: A Pathophysiologic Approach, 6th edition, hal 771, Appleton & Lange Stamford.
Joenoes, Z. N., 2004, ARS Prescibendi, Resep yang Rasional, Edisi I, 49-66, Airlangga Univercity Press, Surabaya.
Karyadi, E., 2002, Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung Koroner, 1 – 25, Penerbit PT Intisari Media Utama, Jakarta. Kaufmann, G.R., 2005, Epidemiology of Hypertension, dalam Battegay, E.J.,
Lip, G.Y.H., Bakris, G.L., Hypertension Principles and Practice, 29, Taylor and Francis Group, Boca Raton.
Kenward, C.I., Tan, C.K., 2002, Penggunaan Obat pada Gangguan Hati dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A., Farmasi Klinis, 155, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Kuswardhani, R.A.T., 2005, Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia,
Jurnal Penyakit Dalam Volume 7 Nomor 2 Mei 2005.
Marvyn, L, 1995, Hipertensi Pengendalian lewat Vitamin, Gizi dan Diet, 27-28, alih bahasa Budiyanto, Arian, Jakarta.
Mutmainah, N., 2004, Kajian Medication Error pada Kasus Stroke di RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2004, Tesis, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Nafrialdi, 2007, Antihipertensi dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 341-343, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Pramantara, I.D.P., 2007, Kekhususan Masalah Kesehatan Usia Lanjut yang Terkait Terapi Obat, Makalah Seminar Nasional: Menyiapkan Strategi Terpadu untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Obat pada Pasien Geriatri, Fak. MIPA Jur. Farmasi, UII Yogyakarta, 16 Juni 2007.
Prest, M., 2002, Penggunaan Obat pada Lanjut Usia dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A., Farmasi Klinis, 203-215, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Rawat Inap Bangsal Bougenvil RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta,
Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas Vol. III No. 1, Yogyakarta. Rovers, J.P., Curie, J.D., Hagel, H.P., McDonough, R.P., Sobotka, J.L., 2003, A
Practical to Pharmaceutical Care, 2nd., 21-22, American Pharmaceutical Association, Washington DC.
Setianto B, 2005, Pengetahuan Fisik Usia Lanjut, (online), (http://www.pjnhk.go.id/berita-artikel, diakses tanggal 10 Juli 2008).
Setiawati, A., dan Muchtar, A., 2007, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Pasien Terhadap Obat dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 886-896, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Shorr, R.I., 2007, Drugs For The Geriatric Patient, hal xxxi-1075, Saunders Elseveir, USA
Siaw, I. S., 1994, Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi), Edisi 1, hal 17, Penerbit Dabara, Solo.
Sumartono, W.R., dan Aryastami, N.K., 1999, Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah pada Usia 55 Tahun Menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga 1992, Cermin Dunia Kedokteran No. 123, 5-9.
Suyatna, F.D., 2007, Hipolipidemik dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 380, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjay, T H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, 5–9, PT. Kimia Farma, Jakarta.
Walker, R., dan Edwards, C., 2003, Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3rd Edition, Churchill Livingstone, Philadhelphia.
Watters, J.M., Facs, M.C, JC.,Hing, M.S., 2005, The Elderly Surgical Patient, (online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1886321, diakses 28 Juni 2008)
Wiria, M.S.S., 2007, Hipnotik Sedatif dan Alkohol dalam Gunawan, S.G.,
Lampiran 1. Penentuan Nilai Klirens Kreatinin (CLcr) Rumus yang digunakan adalah rumus Jellife :
Laki-laki : CLcr =
Wanita : CLcr × 0,9
Tabel 19. Data pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal berdasarkan tingkat kerusakan
No No rekam medik
Usia (tahun)
Jenis kelamin
SeCr (mg/dL)
CLcr (ml/min/1,73
m2)
Lampiran 2. Data obat yang digunakan pada pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta 2008
N
Dosis resep Pem akai an obat (har i)
Zat aktif & dosis Dosis standar Besar -an
29/46/1,1 Fungsi hati
diazepam 2mg 2-10 mg diulang tiap 3-4 jam (Shorr, 2007)
Ponstan p. o
250 mg 2x1 2-3 Asam mefenamat 250 mg
Dosis awal 500 mg kemudian 250 mg 4x/hari max 7 hari (Shorr, 2007)
DR Acepress p.
o
25 mg 2x1 2-3 Kaptopril 25 mg Awal 12,5 mg 2x/hari, dosis pemeliharaan 25 mg 2x/hari max 50 mg 2-3x/hari (Shorr, 2007)
2 11-01-20
L/ 60/-
44/39/1,0 Fungsi hati
trometamine 10 mg
15 mg tiap 4 jam Max 60 mg/hari
1x1 1x1p 1 Na-lauril sulfoasetat 45 mg, na sitrat 450 mg, asam sorbet 5 mg, PEG 400 625 mg, sorbitol 4,465 mg.
Dosis awal 2,5 mg/hari dosis tunggal (Shorr, 2007)
Lapibal i.v 1A/ H 3-5 Mecobalamin 500 mcg/ V block p.
o
50 mg 4 Karvedilol 50 mg/tab Tidak tepat obat
3
14-71-1g/12 jam, dapat ditingkatkan hingga 12 g/hari 2-3x/hari (Shorr, 2007) Neuromec i.v 12 gr/ H 2x1 1-5 Metampiron 500 mg,
tiamin hidriklorida 50 mg, piridoksin hidriklorida 10 mg, sianokobalamin 10 dapat ditingkatkan hingga 50 mg 2-3x/hari (Shorr, 2007) Adalat oros p.
o
20 mg 1x1 si 4-6 Nifedipine GITS 20mg
30-60 mg/hari max 120 mg (Shorr, 2007)
DR Tensicap p.
o
4 11-28-23
L/ 61/ -
41/37/1,5 Fungsi hati 12 jam (tidak masuk DR/DT karena tidak ada keterangan indikasi pada pasien) (Shorr, 2007) Neurotam i.v 400 mg 1-10 Piracetam 400 mg Tidak tepat obat
200 mg 3x/hari (Shorr, 2007) Aspilet p.
30-60 mg/hari max 120 mg (Shorr, 2007)
80-325 mg(Shorr, 2007) 5
14-77-69 L/ 76/-
26/16/0,8 Fungsi hati
0,5-1 g, 3x/hari (Dewoto dan Wardhani, 2007) 20-80 mg/hari (Shorr, 2007) Novalgin I.v 1A 1A/12 1 Metampiron 250 mg
150 mg, 4x sehari (Shorr, 2007)
Asering i.v 1-17 Elektrolit
Lapibal p. o
2-17 Mecobalamin 500 mcg Blopress p.
o
1-0-0 2-16 Kandesartan sileksetil 8 mg
Dosis awal 4 mg/hari dosis pemeliharaan 8 mg/hari (Shorr, 2007) Vit c p.
3-16 Kalsium atorvastatin 10 mg
tetrahydrat, acid, Soya lecithin, NaOH Microlac p.
o
11 Na lauril sulfoacetat, Na citrate, sorbic acid, PEG 400, 5mg clidinium Br 2,5 mg/ 10 mg tab
p.o 5 mg 2-4x/hari (Shorr, 2007) 7
14-90-80-325 mg(Shorr, 2007) Pycin i.v 750/12 Sulbactam 250 mg 0,5-3g 3-4x/hari(Shorr, 2007)
Ampicillin 500 mg 8 14-90-mg/kg/jam(Shorr, 2007) Tidak ada keterangan berat badan pasien sehingga tidak termasuk DT/DR
Indexon i.v 1A 1 Dexamethasone 5 mg Antiinflamasi dosis awal 10 mg kemudian 4 mg(Shorr, 2007) Tidak ada keterangan indikasi sehingga tidak termasukDT/DR Lanoxin i.v 1A 1 Digoksin 50 mcg 0,0625-0,1875 mg/hari(Shorr, 2007) Lasix i.v 1A/8 1-8 Furosemid 40 mg p.o Dosis awal 40 mg, dosis
pemeliharaan 20-80 mg/hari(Shorr, 2007)
Remopain i.v 1A/12 1-8 Ketorolac trimetamine 10 mg
Max 60 mg/hari(Shorr, 2007) Kalmoxillin i.v 1A/8 1-8 Amoxillin 125 mg 250-500 mg/8 jam (Shorr, 2007) Spirola p.
o
1 g/8 1x1 pagi
1-7 Spironolakton 25 mg 25-50 mg/hari, 1-2x/hari(Shorr, 2007) Digoksin p.
o
25 mg 1x1 pagi
1-7 Digoksin 0,25 mg 0,0625-0,1875 mg/hari(Shorr, 2007) DT Exforge p.
1x1 2x1 2-7 Karvedilol 25 mg 6,25 mg 2x/hari dapat digandakan pada hari ke 7-14 max 50 mg(Shorr,
3-9 Pseudoefedrin 30 mg, terfenadin 40 mg
Tidak tepat obat
Triatec p. o
5 mg 0-0-1 4-7 Ramipril 5 mg Dosis awal 1,25 mg dosis pemeliharaan 2,5-5 mg(Shorr, 2007)
D 40% 10 mg 66
tpm
7 Glukosa 40%
D 10% III hes 7 Glukosa 10%
51 hati
1-5 As.tranexamat 500 mg
500 mg-1 g/hari (Dewoto dan Wardhani, 2007) Nicholin i.v 500mg/
12
1-4 Citikolin 500 mg
Pycin i.v 7,5/8 1-5 Subactam 250 mg, 0,5-3g 3-4x/hari (Shorr, 2007) ampicillin 500 mg
Catapress i.v 0,075 g ½ A/12
1-2 Klonidine Hcl 0,075 mg
Dosis awal 0,1 mg dapat ditingkatkan max 0,6 mg(Shorr, 2007) Herbesser p.
o
50 mg/8 2 Diltiazem Hcl 50 mg Dosis awal 180-240 mg/hari range 180-420 mg(Shorr, 2007)
DR
1 Amiodarone 150 mg Max 1050 mg/hari(Shorr, 2007) Herbesser i.v 50 mg 5 ml/
8 jm
1-2 Diltiazem Hcl 50 mg 180-420 mg/hari(Shorr, 2007) DR Digoksin i.v 1 fi 1-9 Digoksin 0,25 mg 0,0625-0,1875 mg/hari(Shorr, 2007) DT Spirola p.
o
0,25 g 1-0-0 1-9 Spironolakton 0,25 g 25-50 mg/hari 1-2x/hari(Shorr, 2007) Natrilix p.
o
1,5 mg 1x25 1-9 Indapamide hemihidrat 1,5 mg
1,25 - 2,5 mg/hari(Shorr, 2007)
1x20 1-0-0 2-9 Kalsium atorvastatin 10 mg
10 mg 1x/hari(Shorr, 2007) Exforge p. 20-80 mg/hari(Shorr, 2007) Meylon i.v 1lash 1 Na bikarbonat
Lasix tab i.v 7-9 Furosemid 40 mg Dosis awal 40 mg dosis pemeliharaan 20-80 mg/hari(Shorr, 2007) 1
Pirasetam 1 g Max 7,2 g/hari, dalam 2-3 dosis terbagi (Anonimb
2-60 mg/hari(Shorr, 2007) Na folic acid 400 mcg Brain act i.v 500mg/
12
1A/12 2-8 Citicolin 500 mg Ketese i.v 25 mg 2-5 Dextroprofen