EVALUASI
DRUG RELATED PROBLEMs
(DRPs) KATEGORI
OBAT SALAH, DOSIS RENDAH, DOSIS TINGGI DAN
INTERAKSI OBAT PADA PASIEN KANKER PAYUDARA
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD “X” TAHUN 2010
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
IRA NURUL FADILAH
K 100 080 182
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) KATEGORI OBAT SALAH, DOSIS RENDAH, DOSIS TINGGI DAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI INSTALASI RAWAT INAP
RSUD “X” TAHUN 2010
EVALUATION OF DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) CATEGORY OF WRONG DRUG, UNDER DOSE, HIGH DOSE AND DRUG INTERACTION IN BREAST CANCER PATIENTS IN INSTALLATION RSUD “X” IN 2010
Ira Nurul Fadilah, Tri Yulianti, dan Tanti Azizah Sujono Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua akibat kanker pada wanita, setelah kanker serviks. Penyebab kanker belum diketahui pasti namun banyak faktor risiko yang memicu terjadinya kanker. Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien diperlukan terapi obat. Namun ada kemungkinan terjadi efek negatif yang timbul akibat terapi obat itu yang disebut Drug Related Problems
(DRPs). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya DRPs kategori obat salah, dosis tinggi, dosis rendah dan interaksi obat pada pasien kanker payudara di RSUD “X” tahun 2010.
Penelitian bersifat non eksperimental yang dilakukan secara retrospektif dan dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Subyek penelitian adalah pasien yang terdiagnosis kanker payudara. Diambil 95 pasien kanker payudara diantaranya terdapat 7 pasien dengan data lengkap (tinggi badan dan berat badan). Data diambil dari data rekam medik pasien kanker payudara di RSUD “X” tahun 2010 dan pengambilan sampel secara purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 7 pasien yang menggunakan obat kanker ditemukan DRPs dosis tinggi ada 4 kasus (57,14%) dan dosis rendah sebanyak 3 kasus (42,85%). Terdapat 93 pasien yang menggunakan selain obat kanker ditemukan DRPs dosis tinggi sebanyak 21 kasus (22,58%) dan dosis kurang sebesar 90 kasus (96,77%). Untuk interaksi obatnya sebanyak 18 kasus (18,95%) dan tidak ditemukannya DRPs obat salah.
Kata kunci : Kanker Payudara, Drug Related Problem, RSUD “X”.
ABSTRACT
This research was the characteristic non experimental which doing by retrospective the analyzed by descriptive analysis method. The subject of research is the patient that diagnosed breast cancer. 95 cancer patients were taken and among there were 7 patients with complete data (height and weight body). The
data were taken from medical record of breast cancer’s patient in RSUD “X”
2010 and the samples are taking by purposive sampling.
The result show that there were 7 patients who using cancer drug founded DRPs high dose, there were 4 cases (57,14%) and under dose of 3 cases (42,85%). Using of drug cancer from 93 patients founded DRPs high dose about 21 cases (22,58%) and under dose 90 cases (96,77%). Drug interaction 18 cases (18,95%) and did not find wrong drug DRPs.
Keyword: Breast cancer, Drug Related Problems, RSUD “X”.
1. PENDAHULUAN
Kanker payudara merupakan penyakit yang menakutkan bagi kaum wanita, tetapi laki-laki pun memiliki kemungkinan terserang meskipun kemungkinan itu kecil. Menurut WHO dan Bank Dunia tahun 2005 memperkirakan setiap tahun 12 juta orang di dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia (Sudarianto, 2010). Jumlah pria yang mengidap kanker payudara jauh lebih kecil dibandingkan wanita, karena pengaruh pada efek dari pertumbuhan hormon estrogen dan progesteron (American Cancer Society, 2010).
Pengobatan kanker atau komplikasi dari penyakit kanker ini dapat menyebabkan penderita kanker menjadi cacat (cacat fungsi organ) (Sukardja, 2000). Problem penggunaan obat tidak akan terjadi bila dalam memilih obat telah mempertimbangkan hal-hal seperti keamanan, kecocokan, harga dan ketersediaan obat. Penyimpangan dalam terapi obat ini disebut dengan Drug Related Problems
(DRPs) (Priyanto, 2009). Salah satu penyimpangan yang perlu diperhatikan adalah pada pemberian dosis obat. Penyimpangan yang dapat terjadi misalnya pada pemberian obat antikanker kombinasi dengan dosis tinggi dapat berefek toksisitas sehingga dosis perlu diturunkan untuk mengurangi toksisitas dan mencegah resistensi obat (Sutedja, 2008).
interaksi obat yang terjadi pada penelitian studi penggunaan obat pada pasien kanker payudara di RS TNI AL Dr. Ramelan Surabaya (Okwinsa, 2011). Jika DRPs terdeteksi maka sangatlah penting untuk bagaimana cara mengatasinya dengan tepat. Identifikasi DRPs merupakan suatu hal yang utama dimana seorang tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanannya kepada pasien (Seto et al., 2004).
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi adanya DRPs potensial obat salah, dosis rendah, dosis tinggi dan interaksi obat dalam pengobatan penyakit kanker payudara di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) “X” tahun 2010.
2. METODE PENELITIAN a. Alat dan Bahan
Alat penelitian adalah lembar pengumpulan data meliputi identitas pasien, diagnosa, nama obat, frekuensi pemberian, dosis, tinggi badan, berat badan dan data laboratorium (SGOT, SGPT dan Cr). Analisis berdasarkan NCCN 2008,
Drug Interaction Fact, Drug Information, dan Drug Information Handbook.
Bahan yang digunakan dari rekam medik pasien kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” tahun 2010.
b. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi rawat inap RSUD “X”.
c. Jalannya Penelitian
1. Perizinan
Peneliti mengurus surat izin penelitian dari fakultas kepada RSUD “X” untuk mendapatkan persetujuan penelitian dan pengambilan data pasien.
2. Penelusuran Data
Penelusuran data dengan observasi rekam medik di instalasi rawat inap RSUD “X” tahun 2010. Pencatatan data dalam lembar pengumpulan data. Data yang diambil nomor register, umur, berat badan, tinggi badan, keluhan, diagnosa utama dan terapi (nama obat, dosis, aturan pakai dan rute pemberian).
3. Pengolahan Data
d. Cara Analisis Data
Data yang telah diperoleh dianalisis dengan metode deskriptif meliputi: a. Karakteristik pasien antara lain: jenis kelamin, umur dan stadium kanker. b. Karakteristik obat menurut semua obat yang diberikan selama rawat inap. c. Identifikasi DRPs kategori obat salah, dosis rendah, dosis tinggi dan
interaksi obat.
Untuk menghitung angka kejadian dan persentasenya sebagai berikut: a. Persentase kasus kejadian DRPs dihitung jumlah kasus yang mengalami
DRPs dibagi jumlah pasien kanker payudara dikalikan 100%.
b. Persentase kejadian DRPs dihitung dari jumlah kejadian DRPs tiap kategori dibagi jumlah pasien kanker payudara dikalikan 100%.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien
1. Usia
Tabel 1. Karakteristik Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Usia di RSUD “X”Tahun 2010
Usia (Tahun) Jumlah % (n=95) 15-24 0 0 25-44 36 37,89 45-64 52 54,74
≥ 65 7 7,37 Jumlah 95 100
Risiko kanker payudara bertambah sebanding pertambahan usia, hubungan ini diduga karena pengaruh hormonal. Faktor hormonal dapat menyangkut menstruasi dan status menopause (Azamris, 2006). Tabel 1 menunjukkan kanker payudara terjadi pada usia 25-44 tahun ada 37,89% karena usia ini merupakan masa reproduktif sehingga kadar hormon estrogennya masih tinggi. Kehamilan yang terlambat memungkinkan berisiko terserang kanker. Pada perempuan usia 45-64 tahun paling banyak terserang kanker 52% karena perempuan yang memiliki siklus menstruasi lebih dan perempuan yang mengalami menopause terlambat berisiko tinggi terserang kanker (Jardines, et al., 2011).
2. Jenis Kelamin
hormon estrogen dan progesteron. Penyakit kanker payudara sering terjadi pada perempuan daripada pria sekitar 100 kalinya (American Cancer Society, 2010).
Tabel 2. Karakteristik Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD “X” Tahun 2010
Usia (Tahun) Jumlah % (n=95)
15-24 0 0
25-44 36 37,89
45-64 52 54,74
≥ 65 7 7,37
Jumlah 95 100
3. Stadium Kanker.
Tabel 3. Karakteristik Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Stadium Kanker Payudara di RSUD “X”Tahun 2010
Stadium Kanker Jumlah % (n=95)
I 1 1,05
IIA 5 5,26
IIB 1 1,05
IIIA 4 4,21
IIIB 10 10,52
IIIC 4 4,21
IV 11 11,58
Ca mamae 59 62,11
Jumlah 95 100
B. Karakteristik Obat
1. Penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010.
Tabel 4. Penggolongan penggunaan obat kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010.
No Golongan Nama obat Rute Jumlah % (n=95)
1. Antibiotik Doxorubicin
Epirubicin 2. Antimetabolit Fluorourasil
Methotrexat
3. Alkilasi Cyclophosphamid IV 16 16,84
4. Produk Alamiah Paclitaxel Docetaxel
6. Imunodulansia Siklosporin IV 1 1,05
7. Obat Sitostatika lain Cisplatin IV 1 1,05
Jumlah 54 56,84
Obat kanker yang digunakan ada yang tunggal dan kombinasi. Dari tabel 4 penggunaan obat kanker yang banyak digunakan yaitu doxorubicin, yang merupakan antibiotik antrasiklin kuat yang efektif mengobati penyakit kanker (Das et al., 2010). Golongan antrasiklin merupakan salah satu first line pada kemoterapi (WHO, 2006). Doxorubicin diketahui mampu mencapai sel-sel kanker atau sebagai antibodi terhadap target sel kanker. Selain itu juga terjadinya resistensi pada obat ini dapat diatasi atau setidaknya dapat dikurangi (Prados et al., 2012).
2. Penggunaan obat selain obat kanker pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010.
Tabel 5. Penggolongan penggunaan selain obat kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010
2. Antibiotik Cefotaxim
Ceftazidim Amikasin sulfat
1 1 3. Larutan elektrolit Ringer Laktat
NaCl
5. Kortikosteroid Dexamethason 27 28,42 6. Fibrinolisis Asam Traneksamat 27 28,42
8. Analgesik, antipiretik Metamizol Paracetamol 5
11 16,84
11. Antihipertensi Lisinopril Bisoprolol
16. Glukokortikoid Metilprednisolon 4 4,21
17. Antidiare Atapulgit 3 3,16
18. Glikosida jantung Digoxin 3 3,16
19. Mineral Kalium klorida Kalsium laktat
1
1 2,11
20. Antihistamin Klorfeniramin maleat Difenhidramin HCl
1
1 2,11
Jumlah 507 533,68
Obat yang banyak digunakan pasien kanker payudara adalah antiemetik sebanyak 108 dengan persentase 113,68% ini karena obat sitostatika berpotensi emetogenik. Selain itu pada pembedah dan radioterapi juga dapat menyebabkan mual muntah sehingga diperlukan obat antiemetik untuk menanganinya (Sukandar, et al., 2008).
C. Identifikasi Drug Related Problems
1. Persentase kasus kejadian DRPs
dan dosis kurang 3 kasus (42,85%). Pada penggunaan selain obat kanker ditemukan DRPs dosis lebih sebesar 21 kasus (22,58%) dan dosis kurang ada 90 kasus (96,77%). Selain itu potensial terjadinya interaksi obat ada 18 (18,95%) dan tidak ditemukan adanya obat salah pada pasien kanker payudara.
Tabel 6. Persentase kasus DRPs kategori dosis kurang, dosis lebih dan interaksi obat pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X”Tahun 2010
Kategori DRPs Kasus DRPs Jumlah pengobatan yang mengalami DRPs
%
Obat salah Kontraindikasi dan bukan pilihan utama 0 0
Dosis lebih obat kanker Frekuensi (+) 0 0
Besaran (+) 4 57,14
Dosis lebih selain obat kanker
Frekuensi (+) 19 20,43
Besaran (+) 2 2,15
Dosis kurang obat kanker
Frekuensi (-) 0 0
Besaran (-) 3 42,85
Dosis kurang selain obat kanker
Frekuensi (-) 73 78,49
Besaran (-) 17 18,28
Interaksi obat Berinteraksi dengan obat lain 18 8,95
2. Persentase kejadian DRPs
a. Obat salah
Obat salah pada penelitian ini merupakan obat yang dikontraindikasikan dengan kondisi pasien kanker payudara. Pemberian obat pada pasien kanker payudara di RSUD “X” tahun 2010 tidak ditemukan adanya DRPs potensial kategori obat salah.
b. Dosis lebih
Obat dikatakan dosis lebih jika besaran obat atau frekuensi pemberiannya melebihi dari dosis lazim atau dosis pada buku standar.
Tabel 7. Daftar dosis lebih kasus besaran lebih pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010
No Nama obat Jumlah % (n=7) Dosis yang diberikan Dosis lazim No kasus
(1) Dosis lazim berdasarkan NCCN
(2) Dosis lazim berdasarkan Drug Information Handbook
yang terapi dengan kemoterapi tidak akan mendapatkan manfaat dari dosis lebih kemoterapi (Antman, 2000) atau justru akan membahayakan pasien itu sendiri.
Tabel 8. Daftar dosis lebih kasus besaran lebih selain penggunaan obat kanker payudara pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010
No Nama obat Jumlah % (n=93) Dosis yang diberikan Dosis lazim No kasus 1. Metoclopramid 1 1,08 1g/12j 10mg/8j 80 2. Metampiron 1 1,08 500mg/8j 250mg/8j 28
Jumlah 2 2,16
Metoclopramid merupakan antiemetik kuat yang efektif menangani efek kemoterapi atau radioterapi pada pengobatan kanker (Tjay dan Rahardja, 2007). Pemberian metoclopramid dalam dosis lebih memungkinkan terjadinya diare pada pasien (Skeel, 2007). Metampiron digunakan sebagai analgesik non narkotik. Penggunaannya tidak boleh diberikan dalam jangka panjang terus-menerus karena dapat berefek negatif dan perlu hati-hati penggunaannya pada penderita gangguan fungsi hati atau ginjal dan gangguan pembentukan darah (ISFI, 2009).
Tabel 9. Daftar dosis lebih kasus frekuensi lebih selain penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010
No Nama obat Jumlah % (n=93) Dosis yang diberikan AHFS No kasus 1. Ondansetron 5
13
5,26 13,69
2mg/8j 4mg/8j
4mg/12j 4mg/12j
8, 9, 23, 52, 81 17, 33, 40, 41, 43, 44, 46, 58, 60, 66,
79, 93, 94 2. Furosemid 1 1,05 20mg/12j 20-40mg/24j 85
Jumlah 19 20
Berdasarkan tabel 9 diketahui bahwa ondansetron yang paling banyak mengalami frekuensi lebih pada pengobatan kanker payudara sebanyak 18,95%. Ondansetron efektif digunakan untuk mengurangi mual muntah akibat sitostatika ataupun radioterapi dan pembedah (Tjay dan Rahardja, 2007). Pemberian ondansetron untuk kategori dosis lebih pada kasus frekuensi lebih perlu diperhatikan pada penderita gangguan fungsi hati (ISFI, 2009).
Pada penggunaan obat kanker tidak ditemukan adanya DRPs kategori dosis lebih kasus frekuensi lebih yang potensial pada pasien kanker payudara.
c. Dosis kurang
Obat dikatakan dosis kurang bila dosis obat atau frekuensi pemberiannya kurang dari dosis lazim atau dosis yang ada pada buku standar yang digunakan.
Tabel 10. Daftar dosis kurang kasus besaran kurang penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010
Cyclophosphamid 750mg/24j 770mg/24j
Kemoterapi dengan AC lebih sering digunakan pada penderita yang memiliki risiko tinggi kekambuhan (Skeel, 2007). Pemberian dosis kurang pada pasien kanker payudara memberikan hasil yang kurang baik. Pemberian dosis perlu diperhatikan karena berkurangnya sel kanker ternyata berbanding lurus dengan dosis (FKUI, 2007).
Tabel 11. Daftar dosis kurang kasus besaran kurang selain penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudaradi Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010
No Nama obat Jumlah % (n=93) Dosis yang diberikan Dosis lazim No kasus
Berdasarkan tabel diatas DRPs dosis kurang pada besaran kurang yang paling banyak terjadi pada ondansetron sebanyak 17 atau 18,28%. Pada dosis ondansetron 2mg akan lebih efektif efeknya jika digunakan dengan kombinasi obat lain seperti dexamethason agar tercapai keberhasilannya (Peach et al, 2007).
Tabel 12. Daftar dosis kurang kasus frekuensi kurang selain penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010
7. Ondansetron 3 3,23 4mg/24j 4mg/12j 38, 47, 53
Tabel 12 menunjukan DRPs dosis rendah kasus frekuensi kurang yang banyak terjadi adalah ketorolac. Ketorolac digunakan untuk menghilangkan nyeri dan aman untuk pengobatan rasa sakit setelah operasi (Forrest et al, 2002). Pemberian ketorolac lebih efektif pada dosis terkecil (Depkes, 2008).
d. Interaksi obat
Interaksi obat dapat terjadi karena banyaknya penderita yang mendapatkan obat lebih dari satu macam. Dikatakan interaksi jika efek dari satu obat berubah oleh adanya obat lain (Stockley, 2008).
Tabel 13. Daftar interaksi obat pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010
No Interaksi Jumlah % (n=95)
Nomor
kasus Level Onset Keterangan 1. Ranitidin dan
antacid
2 2,11 22, 28 Minor Delayed Menurunkan absorbsi ranitidin 2. Ranitidin dan
ketorolac
9 9,48 11, 31, 58, 59, 68, 74, 79, 91, 93
Minor Delayed Aksi terapi ketorolac dapat berubah 3. Ranitidin dan asam
mefenamat
2 2,11 18, 57 Minor Delayed Aksi terapi asam mefenamat dapat berubah 4. Methotrexat dan
cyclophosphamid
1 1,05 22 Moderat Delayed Peningkatan atau penurunan efek kedua obat 5. Omeprazol dan
alprazolam
1 1,05 38 Minor Delayed Meningkatkan risiko sedasi dan kadar alprazolam dalam darah. 6. Digoxin dan
atapulgit
1 1,05 45 Moderat Delayed Menurunkan efek terapi dan digoxin dalam darah 7. Cimetidin dan
fluorourasil
1 1,05 49 Moderat Delayed Cimetidin meningkatkan konsentrasi fluorourasil. 8. Gentamicin dan
Pengatasan:
1. Ranitidin dan antasid
Pemberian dengan peroral pada ranitidin dan antasid sebaiknya diberi jeda 2 jam setelah ranitidin atau sebaliknya sehingga penurunan absorbsi ranitidin terhindari. Efeknya ringan sehingga tidak diperlukan pengobatan tambahan. 2. Ranitidin dan ketorolac
Interaksi ketorolac dan ranitidin tidak ada masalah klinis yang berbahaya. Efek yang ditimbulkan ringan dan tidak diperlukan tindakan segera.
3. Ranitidin dan asam mefenamat
Pengatasan untuk interaksi antara ranitidin dan asam mefenamat sama dengan pengatasan pada ranitidin dan ketorolac.
4. Methotrexat dan cyclophosphamid
Pemberian methotrexat bersama cyclophosphamid menyebabkan penurunan status klinis pasien sehingga memungkinkan pasien tinggal di rumah sakit lebih lama. Pengatasan interaksi belum ada selain memonitoring kedua obat. 5. Alprazolam dan omeprazol
Alprazolam berinteraksi dengan omeprazol jika pemberiannya bersamaan sehingga diperlukan pemantauan untuk sedasi yang berkepanjangan dan perlu mengurangi dosis alprazolam.
6. Digoxin dan atapulgit
Interaksi pada digoxin dan atapulgit dapat menyebabkan penurunan status klinis pasien. Interaksi diatasi dengan jeda waktu pemberian antara keduanya yaitu atapulgit dapat diberikan beberapa jam setelah digoksin atau sebaliknya. 7. Cimetidin dan fluorouracil
Pemberiaan cimetidin bersamaan fluorouracil perlu dipantau untuk efek samping fluorouracil atau gejala toksisitasnya karena menyebabkan penurunan status klinis pasien sehingga memperpanjang pasien tinggal di rumah sakit. 8. Gentamicin dan cefotaxim
lama tinggal di rumah sakit. Pengatasannya perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal dan mengubah dosis obat bila perlu atau hentikan pemakaiannya.
(Tatro, 2001)
4. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari 95 pasien yang diambil diantaranya ada 7 pasien yang diketahui berat dan tinggi badannya. Dari 95 pasien terdapat 7 pasien yang menggunakan obat kanker dan 93 pasien menggunakan selain obat kanker sehingga disimpulkan bahwa:
a. Pada pasien yang menggunakan obat kanker ditemukan adanya DRPs dosis lebih sebanyak 4 kasus (57,14%) dan dosis kurang ada 3 kasus (42,85%) dari jumlah pasien yang menggunakan obat kanker.
b. Pasien yang menggunakan selain obat kanker ditemukan adanya DRPs dosis lebih sebanyak 21 kasus (22,58%) dan dosis kurang ada 90 (96,77%) dari jumlah pasien yang menggunakan selain obat kanker.
c. DRPs kategori interaksi obat ada 18 kasus (18,95%) dari jumlah pasien kanker payudara.
d. Tidak ditemukan adanya potensial DRPs kategori obat salah.
b. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk kategori-kategori Drug
Related Problems pada penyakit kanker payudara.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Kepada ibu Tri Yulianti, M.Si., Apt dan ibu Tanti Azizah, M.Sc., Apt selaku pembimbing serta Bapak Dr. dr. EM. Sutrisna dan Ibu Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt selaku dosen penguji atas bimbingan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
6. DAFTAR ACUAN
American Cancer Society, 2010, Guideline Breast Cancer, American Cancer Society, (online), (http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcon
tent/003090-pdf.pdf diakses 10 Juni 2011).
American Society of Clinical Oncology, 2011, Guide to Breast Cancer,
American Society of Clinical Oncology, (online), (http://www.cancer.asco.org
Antman, K. H., 2000, High-Dose Chemotherapy in Breast Cancer: The End of the Beginning, American Society for Blood and Marrow Transplantation, Universitas Colombia, New York.
Azamris, 2006, Analisis Faktor Risiko pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang, Cermin Kedokteran, 152, 53.
Das, G., Nicastri, A., Coluccio, M, L., Gentile, F., Cojoc, G., Liberale, C, De Angelia, F., Di Fibrizio, E., 2010. FT-IR, Raman, RRS Measurements and DFT Calculationfor Doxorubicin. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term =FT-IR%2C%20Raman%2C%20RRS%20measurements%20and%20DFT% 20calculation%20for%20doxorubicin (diakses 3 Mei 2012).
Depkes R, I., 2008, Informasi Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
FKUI, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, FKUI, Jakarta.
Forrest, J. B., Camu, F., Greer, I. A., Kehlet, H., Abdalla, M., Bonnet, F., et al., 2002, Ketorolac, Diclofenac and Ketoprofen are sequally safe for pain relief after major surgery, Britis Journal of Anaesthesia, 88, 227.
ISFI., 2009, Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume 44, ISFI, Jakarta. Jardines, L., Haffty, B, G., Fisher, P., Weitzel, J., Royce, M., 2011, Breast Cancer
Overview Risk Factor, Screening, Genetic Testing and Prevention, Cancer
Management, 14, 175-176.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., & Lance, L. L., 2006, Drug Information Handbook: A Comprehensive Resource For All Clinicans and
Healthcare Professionals,14thedition, Lexi-Comp Inc, USA.
Nasichah, L., 2011, Evaluasi Peresepan Obat Antikanker Payudara Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
National Comprehensive Cancer Network, 2008, Breast Cancer, National
Comprehensive Cancer Network, 39-40.
Okwinsa, L, T. 2011. Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Kanker Payudara.
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2011-okwinsalib-14698&PHPSESSID=075d6ba1d769ad7dd2ecd8cd9b9c5cca (diakses tanggal 3 November 2011).
Against Postoperative Nausea and Vomiting. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pu bmed/17377086 (diakses 3 Mei 2012).
Prados, J., Melquizo, C., Ortiz, R., Velez, C., Alvarez, P, J., Ruiz, M, A., et al., 2012. Doxorubicin-Loaded Nanoparticle: New Advances in Breast Cancer Therapy. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=Doxoru bicin-Loaded%20Nanoparticles%3A%20New%20Advances%20in%20Breas t%20Cancer%20Therapy. (diakses 3 Mei 2012).
Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, 24-27, Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Jabar.
Seto, S., Nita, Y., & Triana, L., 2004, Manajemen Farmasi, 297, Airlangga University Press, Surabaya.
Skeel, R. T., 2007, Handbook of Cancer Chemotherapy, Edisi 7, Ohio, Lippincott Williams and Wilkins.
Sudarianto, 2010, Kasus Kanker Tertinggi di Sulsel : Kanker Payudara (online), (http://dinkes-sulsel.go.id/new/index.php?option=comcontent&task=view&id =175 , diakses 26 Oktober 2011)
Stockley, I. H., 2008, Drug Interaction, Cambridge Universitas Press, Cambridge Sukandar, E, Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P.,
Kusnandar., 2008, Iso Farmakoterapi, 378-380, ISFI, Jakarta.
Sukardja, I.D.G., 2000, Onkologi Klinik, Edisi 2, 257, 261,279, Airlangga University Press, Surabaya.
Sutedja, AY, 2008, Mengenal Obat-Obat Secara Mudah dan Aplikasinya dalam
Perawatan. 118-119, Yogyakarta: Amara Books.
Tatro, D., 2001, Drug Interaction Facts, Edisi 6, Fact and Comparison AWolter Kluwers Company, St. Louis.
Tjay, T.H., & Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi 6. 736-739, Jakarta: Gramedia.
WHO, 2006, Guidelines for Management of Breast Cancer, World Health