• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kadar Kortisol Serum Pasien Kanker Serviks Stadium Lanjut Setelah Intervensi Psikoterapi Realitas dengan Terapi Standart Jurnal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Kadar Kortisol Serum Pasien Kanker Serviks Stadium Lanjut Setelah Intervensi Psikoterapi Realitas dengan Terapi Standart Jurnal"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KADAR KORTISOL SERUM PASIEN KANKER SERVIKS STADIUM

LANJUT SETELAH INTERVENSI PSIKOTERAPI

REALITAS DENGAN TERAPI STANDART

Hafi Nurinasari,

Supriyadi Hari Respati, Sri Sulistyowati

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, RSUD . Dr. Moewardi, Surakarta

Abstrak

Latar Belakang : Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Wanita yang didiagnosis kanker serviks khususnya stadium lanjut sering menderita stress emosional yang luar biasa yang berdampak menurunnya kualitas hidup yang berlanjut ke depresi. Stress emosional ini akan menimbulkan peningkatan hormon kortisol yang dikenal sebagai hormon stress. Pemberian psikoterapi dapat berdampak positif, memperbaiki kualitas hidup termasuk meningkatkan five years survival rate pasien.

Tujuan: Menganalisis terjadinya perbedaan kadar kortisol pada pasien kanker serviks stadium lanjut setelah mendapatkan intervensi psikoterapi realitas bila dibandingkan dengan terapi standart.

Metode Penelitian: Jenis penelitian adalah experimental double blind randomized clinical trial post test group design. Dari 30 subyek penelitian, dibagi dalam 2 kelompok (terapi standar tanpa psikoterapi realitas dan terapi standar dengan intervensi psikoterapi realitas ) dan setiap kelompok terdiri dari 15 subjek.

Hasil : Distribusi rerata kadar kortisol pada kelompok pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoradiasi dengan psikoterapi realitas tampak lebih rendah (0.97+ 0.46 mg/dL), dibandingkan dengan kelompok pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoradiasi tanpa psikoterapi realitas (11.54 + 7.13 mg/dL). Analisis uji t dengan menggunakan α=0.05 terbukti bahwa kadar kortisol pada kelompok pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoradiasi dengan psikoterapi realitas dan kelompok pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoterapi tanpa psikoterapi realitas terdapat perbedaan yang signifikan dimana nilai p=0.00 (<0.05)

Kesimpulan:Terdapat perbedaan penurunan kadar kortisol serum yang signifikan pada kelompok yang mendapatkan terapi standar dengan intervensi psikoterapi realitas. Pemberian psikoterapi realitas efektif menurunkan kadar kortisol serum pasien pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang sudah diberikan terapi standar

Kata kunci: Kortisol, Psikoterapi realitas, Kanker serviks stadium lanjut

1. Pendahuluan

Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan dari mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis yang disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV)

(2)

berlanjut ke depresi (Berek, 2005). Pemberian psikoterapi dapat berdampak positif, memperbaiki kualitas hidup termasuk meningkatkan five years survival rate pasien.

Selama stress akibat stressor psikologis dan juga stressor fisik, korteks adrenal diaktifkan oleh hormon kortikotropin adrenal. Pengaktifan tersebut meningkatkan kerja korteks adrenal mensekresi hormon glukokortikoid (steroid) terutama kortisol (Bakheet, 2013).

Psikoterapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan pasien dengan cara membantu pasien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan dasarnya tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain.

Pemberian psikoterapi realitas diharapkan kadar kortisol akan menurun yang berakibat Natural Killer cell, T cell, dan Alfa cell akan menurun sehingga harapan hidup akan meningkat.

Psikoterapi realitas memiliki kelebihan dibandingkan dengan psikoterapi yang lain antara lain lebih mudah dipahami, dapat diterima, murah dan jangka waktu terapi relatif lebih pendek (Corey, 2010) sehingga penulis ingin memeriksa perbedaan kadar kortisol pasien kanker serviks stadium lanjut setelah mendapatkan psikoterapi realitas.

2. Metode

Jenis penelitian adalah experimental double blind randomized clinical trial post test group design. Subyek penelitian adalah 30 pasien kanker serviks stadium lanjut yang melakukan kemoradiasi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu 15 orang pasien dilakukan kemoradiasi dengan psikoterapi realitas dan 15 orang pasien yang dilakukan kemoterapi

Penelitian dilakukan Bangsal dan Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUD dr Moewardi Surakarta dan Laboratorium Prodia, dimulai dari bulan Juli – September 2014.

Penelitian ini data dikumpulkan dengan cara observasi non partisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Data diperoleh dengan bantuan instrumen yaitu tes laboratorium dan komputer. Data yang dikumpulkan diuji di laboratorium, setelah didapat dari hasil pengambilan sampel darah pasien kanker serviks stadium lanjut kemudian diolah dengan bantuan Program SPSS versi 19.

3. Hasil

3.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah 30 pasien kanker serviks stadium lanjut yang melakukan kemoradiasi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu 15 orang pasien dilakukan kemoradiasi dengan psikoterapi realitas dan 15 orang pasien yang dilakukan kemoterapi tanpa psikoterapi realitas yang semuanya memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

(3)

Dari data di atas didapatkan bahwa kelompok pasien dengan kemoradiasi dengan psikoterapi realitas terbanyak berusia > 40 tahun sebanyak 13 kasus (86.7%), tidak bekerja 9 kasus (60%) dengan paritas terbanyak multipara 9 kasus (60%), dengan pendidikan dasar 17 kasus (56,7%). Pada kelompok pasien dengan kemoradiasi tanpa psikoterapi realitas usia terbanyak berusia > 40 tahun ada 13 kasus (86,7%), yang bekerja 11 kasus (56.7%) dengan pendidikan terbanyak SMP ada 6 kasus (40%) dengan paritas terbanyak multigravida ada 8 kasus (53,3%). Dengan menggunakan statistik kedua kelompok tersebut didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna untuk variabel umur ibu, paritas, dan pekerjaan (nilai p > 0,05) serta ada perbedaan yang bermakna untuk variabel pendidikan (p < 0,05).

Sebaran dan Keragaman Data Laboratorium Subyek Penelitian

Dari data di atas didapatkan bahwa kadar hemoglobin rerata 10,48 ± 1,5 gr/ dl, angka leukosit rerata 8,50 ± 1,53 103/μl, angka trombosit rerata 265 ± 84 103/μl, angka gula darah sewaktu rerata 113 ± 27 mg/dl, angka SGOT rerata 25,0 ± 9,05 U/I, angka SGPT rerata 14,20 ± 8,29 U/I, ureum rerata 32,33 ± 26,23 mg/dl, kreatinin rerata 1,03 ± 0,48 mg/ dl, albumin rerata 1,037 ± 0,482 mg/dl.

Uji Beda Rerata Laboratorium Subyek Penelitian

Dari hasil uji beda rerata kelompok pasien kanker serviks yang dilakukan intervensi psikoterapi realitas dengan terapi standart dan kelompok kontrol yang dilakukan terapi standart didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna untuk variabel kadar hemoglobin, angka leukosit, angka trombosit, gula darah sewaktu, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, dan albumin (nilai p > 0,05). Karena uji Levene menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan varian (p> 0,05) maka semua variabel dapat menyebabkan hasil datanya homogen.

(4)

Distribusi rerata kadar kortisol pada kelompok pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoradiasi dengan psikoterapi realitas tampak lebih rendah (0.97+ 0.46 mg/dL), dibandingkan dengan kelompok pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoradiasi tanpa psikoterapi realitas (11.54 + 7.13 mg/dL).

Analisis uji t dengan menggunakan

α=0.05 terbukti bahwa kadar kortisol pada

kelompok pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoradiasi dengan psikoterapi realistis dan kelompok pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoterapi tanpa psikoterapi realitas terdapat perbedaan yang signifikan dimana nilai p=0.00 (<0.05).

Hubungan antara psikoterapi realitas dengan penurunan kadar kortisol pada pasien kanker serviks.

Pasien yang mendapatkan psikoterapi realitas kadar kortisol < 1.47 mg/dL sebanyak 12 kasus (80%) dan kadar kortisol > 1.47 mg/dL sebanyak 3 kasus (20%). Sedangkan pasien kanker serviks yang mendapatkan terapi standart tanpa psikoterapi realitas dengan kadar kortisol < 1.47 mg/dL sebanyak 3 kasus (20%) dan kadar kortisol > 1.47 mg/dL sebanyak 12 kasus (80%%). Terdapat perbedaan yang bermakna penggunaan psikoterapi realitas pada kanker serviks stadium lanjut bila dibandingkan dengan terapi standart dengan p=0,001. Penggunaan psikoterapi realitas pada penderita kanker serviks stadium lanjut dapat menurunkan kadar kortisol menjadi 16 kali bila dibandingkan terapi standart.

4. Diskusi

Setelah dilakukan uji statistik pada data tersebut di atas kadar kortisol dengan uji t, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna (p=0.001) antara nilai mean kadar kortisol pada kelompok kontrol (terapi standart) dengan kelompok perlakuan (psikoterapi realitas), yang mana kelompok perlakuan mempunyai nilai rerata kadar kortisol lebih rendah dibanding dengan nilai rerata kadar kortisol kelompok kontrol atau psikoterapi realitas lebih efektif dibanding psikoterapi standart, karena psikoterapi realitas dapat menurunkan kadar kortisol yang berdampak pada penurunan stress dan meningkatkan kualitas hidup termasuk meningkatkan five years survival rate pasien.

(5)

pasien dengan kanker serviks. Stress yang terjadi apabila tidak tertangani dengan baik akan berakibat terjadinya gangguan pada regulasi HPA axis, di mana keadaan ini akan merangsang kortek adrenal mensekresi kortisol, akibat meningkatnya produksi ACTH dari hipofisis anterior (Deborah 2012). Pendapat ini sejalan dengan Limberaki (2011) pasien kanker yang menjalani kemoterapi berada pada kondisi stress biologis dan emosi yang kuat yang dapat menyebabkan peningkatan kortisol.

Hasil penelitian dengan analisis regresi didapatkan bahwa psikoterapi realitas dapat menurunkan kadar kortisol sebesar 11,54 %. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Reiceh (2004) yang menyebutkan bahwa jika pasien kanker dalam keadaan stress, maka akan mempercepat perkembangan sel kankernya dan menyatakan pendapat bahwa pemberian psikoterapi untuk mengatasi stress akan menghambat perkembangan sel kanker dan memperbaiki regulasi sistem imun serta meningkatkan kualitas hidup termasuk meningkatkan five years survival rate pasien.

Jarcho (2013) berpendapat bahwa selama stress akibat stressor psikologis dan juga stressor fisik korteks adrenal diaktifkan oleh hormon kortikotropin adrenal. Pengaktifan tersebut meningkatkan kerja korteks adrenal mensekresi hormon glukokortikoid (steroid) terutama kortisol. Kortisol bersifat bifasik artinya efek kadar kortisol pada stress akut akan menurunkan fungsi reseptor glukokortikoid yang berlainan dan efek kadar kortisol pada stressor psikologis akan meningkatkan fungsi reseptor glukokortikoid pada stress akut mempunyai kadar kortisol yang lebih tinggi daripada kadar kortisol pada stress psikologis yang kronis (Jarcho, 2013). Pendapat ini sejalan dengan Soetrisno (2009) yang menyatakan bahwa stress yang akut akan menaikan kadar kortisol secara akut dan menghambat sistem imun sedangkan stressor

psikologis akan menaikkan kadar kortisol secara bertahap dan memacu sistem imun.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya intervensi pemberian psikoterapi realitas pada pasien kanker serviks stadium lanjut dapat menurunkan kadar kortisol sebesar 11,54 % dibandingkan terapi standart tanpa adanya intervensi pemberian psikoterapi realitas. Karena kortisol selama ini dikenal sebagai hormon stres yang merupakan suatu hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal / kortisol disekresikan melalui serangkaian proses yang melibatkan HPA axis, dimana ini merupakan suatu kondisi yang dipersepsikan sebagai tekanan (stress).impuls tersebut dikirim menuju thalamus yang kemudian direspon dengan keluarnya CRF (Corticotropin Releasing Factor) dari nukleus paraventrikular di hipothalamus. Setelah itu CRF merangsang Kelenjar Pituitari untuk mengeluarkan ACTH (Adreno Corticotropin Hormon). Adanya sekresi ACTH tersebut menimbulkan sekresi glukokortikoid dari kortek adrenal (Talbott, 2011). Peran dari psikoterapi realitas pada pengobatan pasien dengan kanker serviks stadium lanjut, diharapkan dapat menurunkan tingkat stress pada pasien yang akan menjalani pengobatan. Hal tersebut sangat berdampak positif karena memberikan ketenangan sehingga dapat menurunkan tingkat stress pada pasien dengan kanker serviks stadium lanjut.

5. Kesimpulan

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Akechi, Okuyama. 2013.Psychotherapy for Depresion Among Incurable Cancer Patient (Review). The Cochrane Collaboration Library Issue 6. http : //www.theocochranelibrary.com. Diunduh 21 Juli 2014.

Andrijono, 2007. Kanker Serviks, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ashley Love.2007. The Relation Between Morning Cortisol Secretion Pattern, Morning Cortisol Levels, and Affective States. University of British Columbia Okanagan.http:// psyo.ok.ubc.ca. Diunduh 20 Juli 2014.

Bakheet Mohammad Sayyet, 2013. Serum Cortisol Levels in Depression Patients.Biochemistry Department Al Azhar Faculty of Medicine Assiust Egypt.International Journal Medical and Biomedical Sciences.

https://www.watchpub/ijmbs/index.ht m. Diunduh 20 Juli 2014.

Berek, Jonathan S, 2005. Psychological Issues, Practical Gynecologic Oncology, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia : 863-80

Carr and Umberson. 2013.The Social Psychology of Stress, Health, and Coping. Handbook of Social Psychology. United Stated American. Chapter 16 : 466.

Corey G, 2010. Teori dan Praktek Konseling

Gerald van Belle. 2007. STRUTS : Statistical Rules of Thumb, Department of Environmental Health and Biostatistics University of Wahington.

Gregor Antony, 2009. Psychological Intervention and Health Outcomes Among Women Treated for Breast Cancer : A review of Stress and Biological Mediators. Public Health Sciences Division. 23 (2) : 159-166. Hegrasme, Pattaya, 2004. Depression among

Gynecologic Cancer Patientat Siriraj Hospital : Prevalence and Associated Factor. J Med Assoc Thai, Vol 87, Suppl 3, available at www.medassothai.org, 575-9.

Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi. Jakarta : Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia.

Holland and Allicie. 2010. Management of Distress in Cancer Patient.The Journal of Supportive Oncology 8: 4-12.www.suportiveoncology.net. Jarcho Michael.2013. Dysregulated Diurnal

Cortisol Pattern is Assosiated with Glucocorticoid Resistance in Women With Major Depressive Disorder. Department of Psychiatry, University of California, San Francisco, CA, USA. Journal homepag e:

www.elsevier.com/locate/biop sycho

(7)

Latipun. 2006. Psikologi Konseling. UMM press Malang

Limberaki, 2011. Cortisol Levels and Serum Antioxidan Status Following Chemotherapy. Vol.3, No.8, 512-517 (2 doi:10.4236/health.2011.38085 Copyright © 2011 SciRes. Openly

accessible at

http://www.scirp.org/journal/HEALTH 011).

Marx George.2008. Stress Models: A Review and Suggested New Direction. http: psych.cf.ac.uk. Diunduh 20 Juli 2014.

Martire, Lynn M, 2007. Involving Family in Psychosocial Interventions for Chronic Illness, Current Directions in Psychological Science, Family-Oriented Interventions, Vol. 16, No.2, available at www.ucsur.pitt.edu, 90-4 Massimo P, 2007. Depression in Cancer

Patients: A Critical Review. Departement of Psychiatry Medicine, University La Sapienza of Rome, Italy. Moyer, 2009. Characteristic and Methodological Quality of 25 Years of Research Investigating Psychosocial Interventions for Cancer Patients. 2009 August ; 35(5): 475–484 available in PMC 2010 August 1.

Nugroho, 2012 Konseling realitas http://www.goodtherapy.org/reality- therapy. html. Diunduh 26 Desember 2012.

Pegah Ebadi, 2013. The effectiveness of Reality Therapy on the Hope of Breast

Cancer Patients Iranian Quarterly Journal of Breast Disease, hlm : 62 Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran

Jiwa Indonesia. 2013. Panduan Gangguan Depresi Mayor. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.

Prawiroharjo S, 2010. Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta : Balai Penerbit Bina Pustaka Jakarta : 442-54.

Rasjidi I, 2009. Epidemiologi Kanker Serviks, Indonesian Journal of Cancer 3 (3) : 108

Reichi, 2004. Stress, Depression, The Immune System and Cancer. Psychological Features of Cancer. Http://oncology.thelancet.com.

Diunduh 5 Juni 2014.

Satroasmoro Sudigdo, 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta : Sagung Seto. Edisi ke-3

Setiono, Jeanny Jennifer, Depresi pada Penderita Kanker Leher Rahim di RSU Prof Dr Kandou, Periode Februari-April 2007, 2007. Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, RSU Prof Drr Kandou, Manado, hlm 1-12

(8)

Stephen Palmer, 2011. Konseling dan Psikoterapi. Pustaka Pelajar. Ed 1;534-537.

Talbott. 2011. Board Review Series Obstetric and Gynecology. 2 nd ed. Baltimore : Lippincot William & Wilkins, 26-27. Trill Die, 2012. Psychological Aspect of

Depresion in Cancer Patients: An Update. Psycho Oncology Unit Hospital Madrit Spain,10.1093. Diunduh 20 Juli 2014.

Valcarolis Elizabeth dan Halter. 2010. Foundation of Psychiatric Mental Health Nursing : A Clinical Approach. 6th edition. Elsevier in New York

Zwerens, 2012. Eficacy of Psychodinamic Short Term Psychotherapy For Depresed Breast Cancer Patients : Study Protocol For A Randomised Controlled Trial.

www.biomedcentral.com. 12: 578

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan biokimia yang tak khas terhadap kadar BUN dan kreatinin darah tikus akibat pemberian infusa biji

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serempak Komunikasi dan Kerjasama Kelompok berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan PTPN III Pabrik

[r]

Sedangkan pada perhitungan nilai LFG dengan formula Counahan-Barratt pada tabel III didapatkan dua puluh enam kasus penurunan fungsi ginjal yang perlu peninjauan ulang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Berdasarkan permasalahan yang ada yaitu beban kerja petugas assembling dan koding rawat inap di RSUD Ungaran cukup tinggi dan petugas assembling dan koding yang

Analisis terhadap motivasi belajar, model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT serta sejumlah temuan penelitian yang relevan

Sebagai mukmin, kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, masa kini, maupun masa yang akan datang, semuanya telah dicatat dalam Lauh Mahfuzh dan