i
KARYA TULIS ILMIAH
STUDI KASUS PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA BINAAN DI DESA PLOSO SIDOARJO
Oleh :
Oleh :
VENNY EKA FATMAWATY 1901039
PROGRAM DIII KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO
2022
KARYA TULIS ILMIAH
STUDI KASUS PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA BINAAN DI DESA PLOSO SIDOARJO
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep) Di Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia Sidoarjo
Oleh :
Oleh :
VENNY EKA FATMAWATY 1901039
PROGRAM DIII KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO
2022
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Venny Eka Fatmawaty
NIM : 1901039
Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 20 Maret 2001
Institusi : Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah berjudul : “STUDI KASUS PENERAPAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PENDERITA
OSTEOARTHRITIS DENGAN PENDEKATAN KELUARGA BINAAN DI DESA PLOSO SIDOARJO” adalah bukan Karya Tulis Ilmiah orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi.
Sidoarjo, 17 Desember 2021 Yang Menyatakan,
Venny Eka Fatmawaty NIM. 1901039
Mengetahui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Agus Sulistiyowati, S.Kep., M.Kes Dini Prastyo Wijayanti, Ns.,M.Kep NIDN. 0703087801 NIDN. 0704068901
Dini Prastyo Wijayanti, S.Kep., Ns., M.Kep NIDN. 0704068901
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : Venny Eka Fatmawaty
Judul : Studi Kasus Penerapan Asuhan Keperawatan Gerontik pada Penderita Osteoarthritis dengan Pendekatan Keluarga Binaan di Desa Ploso Sidoarjo.
Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah pada tanggal:
06 Juli 2022
Oleh :
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Agus Sulistiyowati, S.Kep., M.Kes Dini Prastyo Wijayanti, Ns.,M.Kep NIDN. 0703087801 NIDN. 0704068901
Mengetahui, Direktur
Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia Sidoarjo
Agus Sulistyowati, S.Kep., M.Kes NIDN. 0703087801
iv
Dini Prastyo Wijayanti, S.Kep., Ns., M.Kep NIDN. 0704068901
v
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diuji dan disetujui oleh Tim Penguji pada ujian Karya Tulis Ilmiah di Program D3 Keperawatan di Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia Sidoarjo.
TIM PENGUJI
Tanda Tangan
Ketua : Kusuma Wijaya Ridi Putra, S.Kep., Ns., MNS ...
Anggota : 1. Agus Sulistyowati, S.Kep., M.Kes …...
2. Dini Prastyo Wijayanti, S.Kep., Ns., M.Kep ...
Mengetahui, Direktur
Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia Sidoarjo
Agus Sulistyowati, S.Kep., M.Kes NIDN. 0703087801
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Studi Kasus Penerapan Asuhan Keperawatan Gerontik pada Penderita Osteoarthritis dengan Pendekatan Keluarga Binaan di Desa Ploso Sidoarjo” ini dengan tepat waktu sebagai persyaratan akademik.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ayah, Ibu, dan Keluarga yang senantiasa mendukung saya selama ini.
3. Ibu Agus Sulistyowati, S.Kep., M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia sekaligus pembimbing 1 dalam pembuatan Karya Tulis Ilimah ini
4. Ibu Dini Prastyo Wijayanti, S.Kep., Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing 2 dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Seluruh teman-teman yang telah mensupport saya selama ini.
6. Pihak-pihak yang turut berjasa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis sadar bahwa asuhan keperawatan ini belum mencapai kesempurnaan, sebagai bekal perbaikan, penulis akan berterima kasih apabila para pembaca berkenan memberikan masukan, baik dalam bentuk kritikan maupun saran demi kesempurnaan asuhan keperawatan ini.
Penulis berharap asuhan keperawatan ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.
Sidoarjo,17 Desember 2021
Penulis
vi
vii MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Q.S Al-Baqarah:
153)”
"Jangan kamu merasa lemah dan jangan bersedih, sebab kamu paling tinggi derajatnya jika kamu beriman." (Q.S Ali Imran: 139)
vii
DAFTAR ISI
Sampul Depan ... i
Lembar Pernyataan ... ii
Lembar Persetujuan ... iii
Lembar Pengesahan ... iv
Kata Pengantar ... v
Motto ... vi
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4 Manfaat Studi Kasus ... 5
1.5 Metode Penelitian ... 5
1.5.1 Metode ... 5
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 6
1.5.3 Sumber Data ... 6
1.5.4 Studi Kepustakaan ... 6
1.6 Sistematika Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Konsep Osteoarthritis ... ...8
2.1.1 Definisi ... 8
2.1.2 Etiologi ... 9
2.1.3 Klasifikasi Osteoarthritis ... 11
2.1.4 Gejala Osteoartthritis ... 11
2.1.5 Diagnosis Osteoarthritis ... 12
2.1.6 Penatalaksanaan Osteoarthritis ... 12
2.1.7 Patofisiologi ... 13
2.2 Konsep Lansia ... 14
2.2.1 Pengertian Lansia ... 14
2.2.2 Klasifikasi Lansia ... 14
2.2.3 Ciri-ciri Lansia ... 15
2.2.4 Permasalahan Pada Lansia ... 17
2.2.5 Tipe - tipe Lansia ... 18
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ... 19
2.3.1 Pengkajian ... 19
2.3.2 Pemeriksaan Fisik ... 20
viii
ix
2.3.3 Riwayat Psikososial ... 22
2.3.4 Pengkajian Khusus ... 23
2.3.5 Diagnosa Keperawatan ... 24
2.3.6 Intervensi ... 25
2.3.7 Implementasi ... 30
2.3.8 Evaluasi ... 31
2.5 Pathway ... 32
BAB III TINJAUAN KASUS ... 33
3.1 Pengkajian ... 33
3.1.1 Identitas ... 33
3.1.2 Riwayat Kesehatan ... 33
3.1.3 Genogram ... 35
3.1.4 Riwayat Psikososial ... 36
3.1.5 Riwayat Nutrisi dan Cairan ... 37
3.1.6 Pemeriksaan Fisik ... 38
3.1.7 Pengkajian Fungsional Klien ... 42
3.1.8 Identifikasi Status Mental dengan SPMSQ ... 45
3.2 Analisa Data ... 46
3.3 Diagnosa Keperawatan... 48
3.4 Intervensi Keperawatan ... 49
3.5 Implementasi Keperawatan ... 50
3.6 Catatan Perkembangan ... 55
3.7 Evaluasi Keperawatan ... 58
BAB IV PEMBAHASAN ... 60
4.1 Pengkajian ... 60
4.2 Diagnosa Keperawatan... 61
4.3 Intervensi Keperawatan ... 62
4.4 Implementasi Keperawatan ... 63
4.5 Evaluasi Keperawatan ... 64
BAB V PENUTUP ... 65
5.1 Simpulan ... 65
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN ... 70
ix
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Hal
2.1 Intervensi ... 25
3.1 Identitas Klien 1 dan 2 ... 33
3.2 Keluhan Utama Klien 1 dan 2 ... 33
3.3 Riwayat Kesehatan Saat Ini Klien 1 dan 2 ... 33
3.4 Riwayat Penyakit Sebelumnya Klien 1 dan 2 ... 34
3.5 Riwayat Alergi Sebelumnya Klien 1 dan 2 ... 34
3.6 Riwayat Operasi Klien 1 dan 2 ... 34
3.7 Riwayat Jatuh Klien 1 dan 2 ... 34
3.8 Riwayat Kesehatan Keluarga Klien 1 dan 2 ... 35
3.9 Riwayat yang Mempengaruhi Kesehatan Klien 1 dan 2 ... 35
3.10 Pengetahuan Klien Tentang Penyakitnya Klien 1 dan 2 ... 35
3.11 Genogram ... 35
3.12 Kondisi Tempat Tinggal Klien 1 dan 2 ... 36
3.13 Hubungan/Dukungan Keluarga Klien 1 dan 2 ... 36
3.14 Kemampuan Klien dalam Melaksanakan Perannya Klien 1 dan 2 ... 36
3.15 Harapan Klien Terhadap Penyakitnya Klien 1 dan 2 ... 36
3.16 Hubungan Klien dengan Masyarakat di Sekitarnya Klien 1 dan 2 ... 37
3.17 Nafsu Makan Klien 1 dan 2 ... 37
3.18 Frekuensi Makan Klien 1 dan 2 ... 37
3.19 Menu Makan Klien 1 dan 2 ... 37
3.20 Pantangan Makan Klien 1 dan 2 ... 38
3.21 Jenis Konsumsi dan Cairan Klien 1 dan 2 ... 38
3.22 Jenis Minuman Klien 1 dan 2... 38
3.23 Keadaan Umum Klien 1 dan 2 ... 38
3.24 Tanda Vital Klien 1 dan 2 ... 38
3.25 Sistem Pernapasan Klien 1 dan 2 ... 39
3.26 Sistem Kardiovaskuler Klien 1 dan 2... 39
3.27 Sistem Persyarafan Klien 1 dan 2 ... 39
3.28 Sistem Genetourinaria Klien 1 dan 2 ... 40
3.29 Sistem Pencernaan Klien 1 dan 2 ... 40
3.30 Sistem Muskuloskeletal dan Integumen Klien 1 dan 2 ... 40
3.31 Mata Klien 1 dan 2 ... 41
3.32 Hidung Klien 1 dan 2 ... 41
3.33 Telinga Klien 1 dan 2 ... 41
3.34 Perasa Klien 1 dan 2 ... 41
3.35 Peraba Klien 1 dan 2 ... 42
3.36 Sistem Endokrin Klien 1 dan 2 ... 42
3.37 INDEKS KATZ (Klien 1) ... 42
3.38 INDEKS KATZ (Klien 2) ... 43
3.39 Keterangan INDEKS KATZ Klien 1 dan 2 ... 43
3.40 Bathel Indeks (Klien 1) ... 43
3.41 Bathel Indeks (Klien 2) ... 44
3.42 Keterangan Bathel Indeks Klien 1 dan 2... 44
x
xi
3.43 SPMSQ (Klien 1) ... 45
3.44 SPMSQ (Klien 2) ... 45
3.45 Penilaian SPMSQ Klien 1 dan 2 ... 46
3.46 Analisa Data Klien 1 dan 2 ... 46
3.47 Diagnosa Keperawatan Klien 1 dan 2 ... 48
3.48 Intervensi Keperawatan Klien 1 dan 2 ... 49
3.49 Implementasi Klien 1 dan 2 ... 50
3.50 Catatan Perkembangan Klien 1 dan 2 ... 55
3.51 Evaluasi Keperawatan Klien 1 dan 2 ... 58
xi
DAFTAR GAMBAR
No Judul Gambar Hal
2.1 Kerangka Masalah ... 32
xii
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses degeneratif dan biasa disebut dengan menipisnya tulang rawan sendi. Osteoarthritis sendiri merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dihadapi masyarakat akhir-akhir ini (Centers for Disease Control and Prevention, 2020). Hal ini karena gaya hidup masyarakat, pola hidup masyarakat modern yang harus hidup serba cepat, memicu terjadinya osteoarthritis. Kurangnya aktivitas fisik dan kebiasaan makan yang tidak sehat menyebabkan kelebihan berat badan, dan sendi-sendi tubuh, terutama sendi lutut, yang menopang tubuh, terbebani. Di Desa Ploso Kecamatan Wonoayu terlihat beberapa lansia mengeluh lututnya. Rasa sakit bertambah ketika mereka melakukan aktivitas ini. Mereka pikir itu wajar dan hanya minum obat dari toko, membeli jamu dan hanya pergi ke terapis pijat biasa untuk pijat.
Data Survei Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi penyakit umum di provinsi Jawa Timur adalah 6,72 dan N tertimbang adalah 75.490. Lamongan merupakan kabupaten dengan prevalensi tertinggi sebesar 11,32% diikuti oleh Ngawi sebesar 11,14% bersama 75 tahun ke atas adalah usia yang 16,27 persen rentan terhadap osteoartritis. (Riskesdas Jawa Timur, 2018). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kader desa Ploso Kecamatan Wonoayu diketahui bahwa kurang lebih 5 lansia dari 50 lansia menderita osteoarthritis.
Osteoarthritis pada usia lanjut merupakan tipikal kerusakan tulang rawan sendi yang menyebabkan tulang saling bergesekan sehingga menimbulkan rasa nyeri (Nurfiyanto, 2019). Cara mengobati nyeri sendi adalah dengan obat-obatan.
Pengobatan dilakukan dengan merekomendasikan penggunaan obat pereda nyeri seperti acetaminophen (pereda nyeri oral) dan capsaicin (pereda nyeri topikal).
Penanganan non medis meliputi edukasi pasien osteoarthritis melalui relaksasi, kompres panas atau dingin, terapi fisik, pemberian alat bantu atau brace dan istirahat (Aisyah, 2017). Jika dampak osteoartritis tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan sejumlah masalah. Kerusakan pada area sendi mengganggu fungsi dan pergerakan menjadi tidak menentu, menyebabkan sendi kaku, nyeri dan bengkak jika dibiarkan. Hal ini menyebabkan penderita osteoartritis takut beraktivitas akibat nyeri akibat gesekan terus-menerus antar tulang, yang menyebabkan tulang rawan menipis dan membengkak seiring dengan bertambahnya cairan synovial pengobatan dan pembedahan diperlukan jika osteoarthritis sudah terlalu parah (Nugroho dan Sari, 2019).
Osteoarthritis merupakan penyakit yang sudah lama erat kaitannya dengan masyarakat dan sampai saat ini penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara tuntas, bahkan dapat bertambah parah seiring berjalannya waktu. Perawatan yang tersedia saat ini hanya dirancang untuk mencegah osteoarthritis semakin parah dan mengurangi rasa sakit yang ada. Rencana gaya hidup yang baik dapat membantu Anda tetap aktif, melindungi persendian Anda dari kerusakan, membatasi cedera, dan menghilangkan rasa sakit. Untuk mencegah hal tersebut, perawat harus mengedukasi masyarakat tentang osteoarthritis dan pencegahannya. Edukasi ini sangat penting agar masyarakat lebih sadar akan bahayanya dan melakukan
tindakan pencegahan sejak dini dengan mengubah gaya hidup. Hal ini dapat dilakukan melalui gaya hidup sehat secara sosial, menjelaskan bahaya osteoartritis yang tidak dapat disembuhkan dan mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas fisik yang sehat seperti olahraga teratur. American Academy of Family Physicians menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk mengobati osteoarthritis, yaitu pembedahan, terapi obat, dan terapi non-obat. Operasi dilakukan ketika arthrosis berada dalam kondisi yang sangat parah dan diperlukan untuk meringankan gejalanya. Dalam pengobatan kecanduan narkoba, pemberian obat dan dosis obat dilakukan sesuai pengobatan non-narkoba, sehingga efektif. Ada berbagai obat yang direkomendasikan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid, yang mengurangi peradangan dan menghilangkan rasa sakit. Obat-obatan ini termasuk aspirin, acetaminophen, ibuprofen, dan naproxen. Penanganan non medis adalah melalui edukasi, program diet, terapi/aktivitas fisik, penggunaan alat bantu gerak untuk melindungi sendi. Penatalaksanaan nonfarmakologi sangat dianjurkan pada lansia dengan gangguan gerak fisik agar lansia dapat bergerak/bergerak secara mandiri dan menjaga kekuatan fisik (Beth Oller, 2021).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah studi kasus penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan diagnosa medis osteoarthritis di Desa Ploso Sidoarjo?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi asuhan keperawatan dengan diagnosis medis osteoarthritis di Desa Ploso, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo.
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk mengidentifikasi kasus atau masalah kesehatan secara rinci dan menyeluruh dalam setiap proses keperawatan.
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengkajian Lansia dengan diagnosis Osteoartritis di Desa Ploso Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.
1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnosa keperawatan lansia dengan diagnosa medis Osteoarthritis di Desa Ploso, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo.
1.3.2.3 Mengidentifikasi perencanaan keperawatan lansia dengan diagnosis medis osteoartritis di Desa Ploso, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo.
1.3.2.4 Mengidentifikasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada lansia dengan diagnosa medis osteoartritis di Desa Ploso Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.
1.3.2.5 Mengidentifikasi evaluasi Keperawatan Pada Lansia dengan Diagnosa Medis Osteoarthritis di Desa Ploso Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
1.4 Manfaat Studi Kasus
Sehubungan dengan tujuan, tesis ini diharapkan dapat mengambil manfaat dari:
1.4.1 Akademisi, hasil studi kasus ini secara akademis diinvestasikan dalam ilmu pengetahuan, terutama asuhan keperawatan pada klien dengan osteoarthritis.
1.4.2 Secara praktis, tugas Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat :
1.4.2.1 Bagi pelayanan keperawatan komunitas, hasil studi kasus ini dapat digunakan dalam pelayanan masyarakat untuk memberikan asuhan keperawatan yang baik pada klien dengan osteoarthritis.
1.4.2.2 Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya, yang akan melakukan studi kasus tentang asuhan keperawatan pada pasien osteoarthritis.
1.4.2.3 Bagi profesi kesehatan, untuk mempelajari lebih lanjut tentang profesi keperawatan dan lebih memahami asuhan keperawatan klien dengan diagnosa medis osteoartritis.
1.5 Metode penelitian 1.5.1 Metode
Metode deskriptif adalah metode yang mengungkapkan kejadian atau gejala terkini, yang meliputi studi kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan dan membahas materi serta studi pendekatan proses keperawatan, termasuk tahapan proses keperawatan pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi.
1.5.2 Teknik pengumpulan data 1.5.2.1 Wawancara
Data dikumpulkan/diterima melalui percakapan yang baik dengan klien serta keluarga.
1.5.2.2 Observasi
Data yang dikumpulkan kepada klien melalui pengamatan.
1.5.2.3 Pemeriksaan
Meliputi pemeriksaan fisik yang dapat menunjang diagnosis serta penunjang selanjutnya.
1.5.3 Sumber Data 1.5.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diterima dari klien.
1.5.3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diterima dari keluarga klien atau orang terdekat, catatan medis perawat, hasil pemeriksaan dan tim kesehatan lainnya.
1.5.4 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan ilmu yang meneliti buku-buku sumber yang berkaitan dengan judul studi kasus dan masalah yang dibahas.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk lebih jelas dan memudahkan dalam mempelajari dan memahami studi kasus ini secara keseluruhan, maka dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1.6.1 Bagian awal, meliputi halaman judul, persetujuan pembimbing, kata pengantar, daftar isi.
1.6.2 Bagian inti terdiri dari dua bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab sebagai berikut :
1.6.2.1 Bab 1: Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan, manfaat penulisan, sistematika penulisan.
1.6.2.2 Bab 2: Tinjauan pustaka mencakup konsep penyakit dari sudut medis dan asuhan keperawatan dan kerangka masalah untuk klien yang didiagnosis dengan osteoartritis.
1.6.2.3 Bab 3: Tinjauan kasus, meliputi pengkajian pasien, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
1.6.2.4 Bab 4: Pembahasan, meliputi pembahasan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
1.6.2.5 Bab 5: Penutup, berisi kesimpulan dan saran penulis.
1.6.3 Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Osteoarthritis
2.1.1 Pengertian
Osteoarthritis (OA) adalah bentuk umum dari arthritis. Beberapa orang menyebut penyakit sendi degeneratif ini atau “pengapuran sendi” (Centers for Disease Control and Prevention, 2020). Osteoarthritis sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “osteo” yang berarti tulang, “arthro” yang berarti sendi dan “itis” yang berarti peradangan. Penyakit sendi ini sering menyerang lansia dan paling sering terjadi pada tangan, pinggul, dan lutut (Christopher Mecoli, 2019). Osteoarthritis dapat disebabkan oleh kelainan pada tulang rawan artikular (tulang rawan) dan tulang di dekatnya. Tulang rawan (cartilage) adalah bagian dari sendi yang menutupi ujung tulang untuk memudahkan pergerakan sendi. Kelainan tulang rawan menyebabkan tulang saling bergesekan sehingga menimbulkan kekakuan sendi, nyeri, bengkak dan penyempitan sendi (Ismaningsih dan Selviani, 2018).
Dalam beberapa kasus juga menyebabkan gangguan fungsional dan kecacatan, sehingga sebagian orang tidak dapat lagi melakukan aktivitas atau pekerjaan sehari- hari.
2.1.2 Etiologi
Etiologi osteoartritis bersifat multifaktorial/banyak faktor penyebab dan kompleks. Faktor risiko osteoartritis yang paling umum di masyarakat adalah : 2.1.2.1 Usia
Osteoarthritis sering terjadi pada usia lanjut dan jarang terjadi pada usia di bawah
16
40 tahun (Fernanda, 2018). Berdasarkan penelitian (Paerunan et al., 2019), pasien osteoartritis termuda berusia 50 tahun dan tertua 75 tahun. Sebagian besar penyakit terkait usia, termasuk OA, disebabkan oleh kemampuan jaringan dan sel tubuh untuk mempertahankan homeostasis seiring bertambahnya usia, terutama di bawah tekanan (Anderson AS, 2010).
2.1.2.2 Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko yang dapat dicegah. Kelebihan berat badan membuat persendian tulang lebih sulit karena menopang beban yang besar.
Oleh karena itu, menurunkan berat badan dapat menurunkan faktor risiko seseorang terkena osteoarthritis.
2.1.2.3 Jenis Kelamin
Prevalensi osteoartritis meningkat seiring bertambahnya usia dan, secara umum, wanita lebih sering terkena daripada pria. Wanita lebih sering menderita OA daripada pria karena hormon estrogen pascamenopause menurun secara signifikan pada wanita antara usia 50 dan 80 tahun (Yovita dan Anesthesia, 2015).
2.1.2.4 Pekerjaan
Pekerjaan mempengaruhi risiko berkembangnya osteoartritis. Terutama untuk aktivitas yang melibatkan tekanan mekanis yang berlebihan, seperti berdiri lama, berlutut, jongkok, mengangkat atau memindahkan benda berat. Pekerjaan tersebut meliputi konstruksi, pertambangan, perawatan kesehatan, pekerja pabrik, pertukangan dan pertanian/perkebunan.
2.1.2.5 Partisipasi dalam olahraga tertentu
Peningkatan risiko OA telah dikaitkan dengan partisipasi dalam aktivitas seperti gulat, tinju, lemparan bisbol, bersepeda dan sepak bola, meskipun tidak ada peningkatan risiko yang diamati pada atlet profesional.
2.1.2.6 Riwayat cedera sendi
Cedera sendi muda juga merupakan faktor risiko penting untuk perkembangan osteoartritis di usia tua.
2.1.3 Klasifikasi osteoarthritis
Osteoarthritis diklasifikasikan menurut penyebabnya :
2.1.3.1 Osteoartritis primer adalah sendi degeneratif yang terjadi pada sendi tanpa kelainan tubuh lainnya. Penyakit ini sering menyerang sendi yang menahan beban atau tekanan sendi normal dan kerusakan akibat proses penuaan.
Sebagian besar terjadi pada sendi lutut dan pinggul, namun dapat juga ditemukan pada sendi tulang belakang lumbar, sendi jari tangan dan jari kaki (Ismaningsih dan Selviani, 2018).
2.1.3.2 Osteoartritis sekunder, paling sering terjadi akibat trauma atau pekerjaan, atau dapat juga terjadi dengan penyakit sistemik kongenital atau sistemik.
Osteoartritis sekunder biasanya terjadi pada usia yang lebih dini dibandingkan dengan osteoartritis primer (Ismaningsih dan Selviani, 2018).
2.1.4 Gejala Osteoarthritis
Gejala OA biasanya dimulai pada usia dewasa, ketika manifestasi klinis adalah kekakuan sendi di pagi hari atau kekakuan sendi setelah istirahat. Mungkin ada pembengkakan tulang di persendian, gerakan sendi mungkin terbatas saat menggerakkan sendi bengkak. Peradangan biasanya tidak ada atau sangat ringan.
Osteoarthritis dapat mempengaruhi banyak sendi, terutama lutut, jari kaki, jari tangan, tulang belakang dan pinggul. (Persatuan Reumatologi Indonesia, 2018).
2.1.5 Diagnosis osteoarthritis
Pemeriksaan-pemeriksaan berikut direkomendasikan untuk seseorang yang diduga menderita osteoarthritis :
2.1.5.1 Anamnesis.
2.1.5.2 Pemeriksaan fisik.
2.1.5.3 Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain.
2.1.5.4 Pemeriksaan penunjang. Perhatian khusus diberikan pada gejala klinis dan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan pengobatan/pengelolaan osteoartritis (Ikatan Reumatologi Indonesia, 2014).
2.1.6 Penatalaksanaan osteoarthritis
Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh lokasi sendi yang terkena osteoarthritis, sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing osteoarthritis. Oleh karena itu, sendi yang terkena osteoarthritis dan pasien secara keseluruhan harus dievaluasi secara hati-hati untuk memastikan bahwa pengobatannya aman, sederhana, dengan mempertimbangkan pendidikan pasien dan pendekatan multidisiplin.
Tujuan :
2.1.6.1 Pengurangan/pengendalian nyeri.
2.1.6.2 Optimalisasi gerakan sendi.
2.1.6.3 Mengurangi keterbatasan gerak sehari-hari (ketergantungan pada orang lain) dan meningkatkan kualitas hidup.
2.1.6.4 Mencegah perkembangan penyakit.
2.1.6.5 Pencegahan komplikasi.
Penilaian komprehensif kualitas hidup pasien osteoartritis sebelum memulai pengobatan. Sebelum memulai pengobatan, sangat penting untuk mengetahui kualitas hidup pasien osteoarthritis.
2.1.7 Patofisiologi
Osteoarthritis disebabkan oleh interaksi beberapa faktor dan merupakan hasil interaksi faktor sistemik dan lokal. Penyakit ini merupakan hasil kombinasi dari beberapa faktor risiko, termasuk usia lanjut, ketidakseimbangan lutut, obesitas, trauma, genetika, ketidakseimbangan dalam proses fisiologis dan peningkatan kepadatan tulang. Bukti bahwa obesitas adalah sindrom kompleks adalah aktivasi abnormal dari jalur endokrin dan inflamasi yang menyebabkan perubahan dalam kontrol makanan, akumulasi lemak dan perubahan metabolisme (Heiardi, 2011).
Osteoarthritis juga disebabkan oleh kelainan struktur sendi. Kerusakan tulang rawan disebabkan oleh cacat pada kolagen tipe 2 dan beberapa kondropati lainnya, di mana mutasi mempengaruhi protein tulang rawan yang terkait dan menyebabkan perkembangan osteoartritis yang lebih cepat. Ada kerusakan pada struktur ligamen ACL atau kerusakan sendi pada ligamen kolateral, yang meningkatkan risiko kehilangan tulang rawan. Kemudian ada hernia meniscal pada struktur meniscal, suatu kondisi hilangnya tulang rawan akibat pembukaan sendi yang lama dan terabaikan, yang juga merupakan penyebab utama OA. Kemudian ada trauma tulang atau kecenderungan struktur tulang yang membuat tekanan menjadi tidak normal (Mcgonagle et al., 2010).
2.2 Konsep Lanjut Usia 2.2.1 Definisi Lanjut Usia
Usia lanjut merupakan suatu kondisi yang harus terjadi dalam kehidupan seseorang. Penuaan adalah proses alami, yang berarti bahwa seseorang telah melewati tiga tahap kehidupan. Tahapan tersebut adalah anak, dewasa dan tua.
Penuaan merupakan tahap akhir dari siklus hidup, yang merupakan tahap perkembangan normal yang dialami oleh setiap orang yang mencapai usia dan tidak dapat dihindari. Pada manusia, penuaan dikaitkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf, dan jaringan tubuh lainnya. Karena keterbatasan kemampuan mereka untuk pulih, mereka lebih rentan dibandingkan orang dewasa lainnya terhadap berbagai penyakit, sindrom dan penyakit.
2.2.2 Klasifikasi Lansia
2.2.2.1 WHO (World Health Organization) menjelaskan batasan lansia sebagai berikut:
1) Lansia 60-74 tahun, 2) Lansia 75-90 tahun dan
3) Sangat usia tua adalah > 90 tahun.
2.2.2.2 Kementerian Kesehatan RI tahun 2005 (Kholifah, 2016) menjelaskan bahwa lanjut usia dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Pra lansia, yaitu usia lanjut. 45-59 tahun, 2) Lanjut usia, yaitu di atas 60 tahun, dan
3) Lansia yang berisiko, yaitu lansia lebih dari 70 atau lebih dari 60 tahun dengan masalah kesehatan.
2.2.3 Ciri-ciri Lansia
Ciri-ciri Lansia (Kholifah, 2016) adalah sebagai berikut : 2.2.3.1 Lansia merupakan masa kemunduran.
Kemunduran lanjut usia antara lain disebabkan oleh faktor fisik dan psikis.
Motivasi memegang peranan penting dalam kemunduran lanjut usia. Misalnya pada lansia dengan motivasi rendah mempercepat kemunduran fisik, tetapi ada juga lansia dengan motivasi tinggi, kemunduran fisik lansia berlangsung lebih lama.
2.2.3.2 Lansia mempunyai status kelompok minoritas.
Kondisi ini disebabkan oleh sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat dengan opini yang kurang baik, misalnya lansia yang ingin mempertahankan pendapatnya, sikap sosial dalam masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang menoleransi orang lain bahwa sikap sosial masyarakat adalah positif.
2.2.3.3 Penuaan membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran ini dilakukan karena para sesepuh mulai mengalami kegagalan dalam segala aspek. Perubahan peran lansia harus dilakukan berdasarkan keinginan sendiri, bukan tekanan lingkungan. Misalnya lansia berada pada posisi sosial di masyarakat sebagai ketua RW, masyarakat tidak boleh meninggalkan lansia sebagai ketua RW karena faktor usia.
2.2.3.4 Adaptasi yang buruk pada lansia.
Perilaku yang buruk pada orang tua menyebabkan mereka memiliki harga diri yang rendah, yang dapat menyebabkan perilaku buruk. Akibat perlakuan buruk ini, adaptasi lansia juga buruk. Sebagai contoh: lansia yang tinggal bersama keluarganya seringkali tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan karena
memiliki cara berpikir yang kolot, kondisi ini membuat lansia menarik diri dari lingkungan, cepat marah bahkan merasa rendah diri menghormati
2.2.4 Masalah lanjut usia 2.2.4.1 Masalah fisik
Masalah fisik merupakan masalah umum bagi lansia. Struktur tubuh yang melemah sering menyebabkan radang sendi ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, penglihatan menjadi kabur, pendengaran dan sistem kekebalan tubuh melemah, membuat lansia lebih rentan terhadap penyakit.
2.2.4.2 Masalah kognitif/intelektual
Masalah yang dihadapi lansia berkaitan dengan perkembangan kognitif yaitu hilangnya daya ingat terhadap sesuatu/pikun, sehingga sulit berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
2.2.4.3 Masalah emosional
Masalah yang berkaitan dengan perkembangan emosi, perasaan bertemu dengan keluarga sangat kuat, oleh karena itu tingkat perhatian lansia terhadap keluarga tumbuh sangat tinggi. Selain itu, manula sering marah ketika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan pribadi mereka, dan sering tertekan oleh masalah keuangan yang tidak disadari.
2.2.4.4 Masalah spiritual
Masalah yang muncul berkaitan dengan perkembangan spiritual, yaitu kesulitan dalam mengingat kitab suci, ketika daya ingat mulai menurun, kegelisahan ketika mengetahui anggota keluarganya belum melaksanakan ibadah, dan kecemasan ketika ada masalah yang serius dalam hidup
2.2.5 Tipe-tipe
2.2.5.1 Tipe Arif Bijaksana
Tipe ini didasarkan pada orang tua yang memiliki banyak pengalaman, banyak kebijaksanaan, yang dapat beradaptasi dengan perubahan zaman, sibuk, rendah hati, sederhana, dermawan dan mampu menjadi panutan
2.2.5.2 Tipe Mandiri
Tipe mandiri menggantikan fungsi yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
2.2.5.3 Tipe Pasrah
Tipe pasrah adalah menerima dan menunggu kebahagiaan, berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dan melakukan segala macam pekerjaan.
2.2.5.4 Tipe Tidak Puas
Tipe Tidak Puas diakibatkan oleh konflik internal dan eksternal terhadap proses penuaan, sehingga mereka menjadi marah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, kritis dan menuntut.
2.2.5.5 Tipe Bingung
Terkejut karena kehilangan kepribadian, terisolasi, rendah diri, menyesal, pasif, acuh tak acuh
2.3 Konsep Keperawatan 2.3.1 Pengkajian
Sumber data untuk pengkajian pasien osteoartritis adalah sebagai berikut:
2.3.1.1 Identitas pasien.
Mengetahui identitas pasien (misalnya, usia) dapat memberikan petunjuk tentang faktor predisposisi. Osteoarthritis sering terjadi pada orang tua dan hampir
tidak pernah terjadi pada anak-anak. Selain itu, alamat dan pekerjaan pasien dapat ditemukan melalui penilaian pribadi. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi apakah pasien telah mengembangkan osteoartritis karena pekerjaan berat atau penggunaan berlebihan yang berulang.
2.3.1.2 Aktivitas atau istirahat.
Saat menilai pola aktivitas sehari-hari pasien osteoartritis, pasien mengalami keterbatasan rentang gerak, gangguan komunikasi dalam keluarga, gangguan tidur karena nyeri, sering kesemutan pada tangan dan kaki serta kepekaan jari tangan dan kaki. Pada fase kronis, mungkin ada kekakuan, terutama di pagi hari, dan kesulitan ketika menangani tugas atau perawatan.
2.3.1.3 Riwayat kesehatan.
Saat mengkaji riwayat kesehatan, perawat harus mengetahui :
1) Nyeri sendi biasanya merupakan keluhan utama pasien osteoartritis.
2) Pada riwayat penyakit sekarang, pasien biasanya mengeluh nyeri saat bergerak dan sendi kaku.
3) Riwayat penyakit dahulu, data yang diperoleh biasanya pasien yang menderita akromegali dan inflamasi.
4) Riwayat kesehatan keluarga diambil, biasanya informasi kesehatan keluarga dan riwayat penyakit arthritis keluarga. Osteoarthritis dapat disebabkan oleh faktor genetik. Jika ada anggota keluarga yang mengidap penyakit tersebut, kemungkinan penyakit tersebut akan diturunkan ke anggota keluarga berikutnya.
2.3.2 Pemeriksaan fisik.
2.3.2.1 Sistem Pernapasan (B1)
Dalam sistem ini, pernapasan normal, tidak ada retraksi otot bantu napas, tidak sesak napas, tidak ada batuk. Secara khusus, perubahan akibat proses penuaan terjadi pada dinding dada selama penuaan sistem pernapasan.
2.3.2.2 Sistem Kardiovaskular (B2)
Pemeriksaan kardiovaskular biasanya mengungkapkan fenomena Raynaud atau kekakuan tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali).
2.3.2.3 Sistem Persyarafan (B3)
Kesadaran pada pasien osteoarthritis biasanya composmentis terdiri dengan GCS: 4, 5, 6.
2.3.2.4 Sistem Genetourinaria (B4)
Inspeksi : buang air kecil teratur, buang air kecil atau tidak, warna urin normal kuning muda.
2.3.2.5 Sistem Pencernaan (B5)
Mual dan anoreksia biasanya disertai dengan ketidakmampuan untuk mengkonsumsi makanan atau cairan yang cukup. Kesulitan mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada selaput lendir.
2.3.2.6 Sistem Muskuloskeletal (B6)
Pada pemeriksaan sistem muskuloskeletal, anggota badan diperiksa dengan inspeksi dan palpasi. Periksa kondisi sendi, tanda-tanda peradangan dan deformasi, periksa atrofi otot, hipertrofi atau hipertrofi. Kaji adanya nyeri sendi, minta pasien menunjukkan lokasi nyeri sendi, catat onset nyeri terutama jika trauma. Durasi,
kualitas dan intensitas nyeri. Rentang gerak juga harus dinilai, karena ini merupakan dasar penting untuk membandingkan hasil pengukuran ini untuk menilai apakah mobilisasi sendi terjadi. Rentang gerak diukur dengan goniometer dan dilakukan pada area seperti bahu, siku, lengan, pinggul, dan kaki.
2.3.2.7 Sistem Penginderaan (B7)
1) Mata: pupillary isochore, refleks cahaya kanan dan kiri normal, konjungtiva anemis, sklera putih, tidak ada strabismus, tidak ada pembengkakan di sekitar mata.
2) Hidung: bentuk hidung simetris, tidak ada sekret, bau normal.
3) Telinga: bentuk telinga kanan dan kiri simetris, pendengaran normal, tidak ada alat bantu dengar.
4) Rasa: mampu membedakan manis, pahit dan asam.
5) Sentuhan: indera peraba normal
2.3.2.8 Sistem Endokrin dan Kelenjar Limfe (B8)
Gangguan pada sistem endokrin juga dapat mempengaruhi munculnya osteoartritis pada orang tua.
2.3.3 Riwayat psikososial.
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Secara umum, kecemasan, ketakutan akan tindakan dan perubahan citra diri adalah hal biasa. Perawat harus mengidentifikasi masalah psikologis yang muncul sebagai akibat dari proses penuaan dan konsekuensi dari penyakit terkait.
2.3.4 Penilaian khusus.
2.3.4.1 Fungsi Kognitif SPMSQ (Kuesioner Status Mental Portabel singkat).
Penilaian ini merupakan penilaian fungsi intelektual pada lansia. Instrumen ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkat gangguan jiwa pasien (Kholifah, 2016).
2.3.4.2 Status Fungsional (Indeks Katz).
Indeks Katz adalah alat penilaian yang menggunakan sistem penilaian berdasarkan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Dengan mendefinisikan kemandirian fungsional, kemampuan dan keterbatasan pasien dapat diidentifikasi, yang memfasilitasi pemilihan intervensi yang tepat (Pratama, 2017).
2.3.4.3 MMSE (Mini Mental State Exam).
Menguji aspek kognitif fungsi mental, orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, daya ingat dan bahasa (Kholifah, 2016).
2.3.4.4 APGAR Keluarga
Smilkstein menciptakan APGAR keluarga untuk mempelajari cara kerja sebuah keluarga dengan cepat. APGAR Keluarga adalah alat skrining untuk disfungsi keluarga dan memiliki validasi ulang dan validitas yang memadai untuk mengukur kepuasan dengan hubungan keluarga individu dan tingkat keparahan disfungsi keluarga (Istiati, 2010).
2.3.4.5 Geriatric Depression Scale (GDS)
GDS adalah instrumen yang membantu mengukur tingkat depresi.
Instrumen ini terdiri dari beberapa pertanyaan dan penilaian diberikan berdasarkan skor yang diperoleh (Ningrum, 2017).
2.3.4.6 Skala Norton.
Skala Norton adalah instrumen yang dirancang untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami luka tekan. Skala Norton dikembangkan pada 1960-an di Inggris. Instrumen ini terdiri dari lima bagian yang terdiri dari keadaan fisik dan mental, tingkat aktivitas dan mobilitas, dan terjadinya inkontinensia urin.
2.3.5 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis dari reaksi klien terhadap masalah kesehatan aktual dan potensial atau proses kehidupan yang dialami. Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengetahui reaksi individu klien, keluarga dan masyarakat terhadap situasi yang berhubungan dengan kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Menurut (Tim Pokja SDKI PPNI DPP PPNI, 2017) diagnose keperawatan yang mungkin muncul adalah :
2.3.5.1 Gangguan mobilitas fisik akibat kekakuan sendi.
2.3.5.2 Nyeri kronis yang berhubungan dengan penyakit muskuloskeletal kronis 2.3.5.3 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi 2.3.5.4 Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi.
2.3.6 Intervensi
Tabel 2.1 Intervensi Diagnosa
Keperawatan
SLKI SIKI
Diagnosis Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
Sesudah dilaksanakan
tindakan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan mobilitas fisik px meningkat.
Dengan kriteria hasil:
Luaran Utama Mobilitas fisik
Pergerakan ekstrimitas meningkat.
Kekuatan otot meningkat, dari
yang lemah
menjadi lebih kuat.
Rentang gerak (ROM) meningkat.
Luaran Tambahan
Fungsi Sensori.
Toleransi aktivitas.
Intervensi Utama Dukungan ambulasi.
Observasi
• Identifikasi rasa nyeri atau keluhan yang lain.
• Identifikasi toleransi fisik melakukan aktivitas.
• Periksa frekuensi jantung dan tekanan darah Anda sebelum
Anda mulai
ambulasi.
• Pantau kondisi
umum selama
melakukan ambulasi.
Terapeutik
• Fasilitasi kegiatan ambulasi dengan alat bantu (misalnya tongkat, kruk)
• Fasilitasi
melakukan mobilitas fisik, jika perlu.
• Libatkan keluarga dalam membantu pasien
meningkatkan ambulasi Edukasi
• Menjelaskan tujuan dan cara ambulasi.
• Anjurkan
melakukan mobilisasi dini.
• Ajarkan ambulasi sederhana (misalnya, naik dari tempat tidur ke kursi roda, dari tempat tidur ke
kamar mandi,
diperbolehkan berjalan).
Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis.
Sesudah dilaksanakan
tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tingkat nyeri px menurun.
Dengan kriteria hasil:
Luaran Utama Tingkat Nyeri
• Peningkatan kemampuan untuk melakukan aktivitas • Keluhan nyeri berkurang
• Ekspresi meringis atau meringis berubah menjadi tidak meringis.
• Skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 3.
Luaran Tambahan
• Mengendalikan gejala.
• Manajemen Nyeri.
Intervensi Utama Manajemen Nyeri Observasi
• Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
• Identifikasi skala nyeri.
• Identifikasi respons nyeri non-verbal.
• Identifikasi nyeri yang memberatkan dan memperingan nyeri.
• Identifikasi pemahaman serta keyakinan tentang nyeri.
Terapeutik
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (misalnya TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
imajinasi terbimbing, kompresi,
panas/dingin, terapi bermain
• Kendalikan
lingkungan nyeri yang memberatkan (misalnya suhu
kamar, pencahayaan, kebisingan)
• Sediakan istirahat dan tidur.
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri saat memilih strategi manajemen nyeri.
Edukasi
• Jabarkan penyebab, periode serta pemicu nyeri.
• Jelaskan strategi manajemen nyeri.
• Sarankan monitor nyeri dengan cara sendiri.
• Sarankan
penggunaan
analgesik yang tepat.
• Sarankan teknik nonfarmakologis
guna nyeri
berkurang.
Kolaborasi
• Kolaborasi
pemberian analgetik, jika perlu
Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Sesudah dilaksanakan
tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat pengetahuan px meningkat. Dengan kriteria hasil :
Luaran Utama
• Tingkat
pengetahuan
• Perilaku yang diajarkan sesuai dengan saran
• Meningkatkan kemampuan untuk
Intervensi Utama Edukasi Kesehatan Observasi
• Identifikasi kesediaan dan kemampuan
menerima informasi
• Identifikasi faktor- faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan
motivasi hidup bersih dan sehat.
Terapeutik
menjelaskan
informasi tentang osteoartritis.
• Perilaku sesuai dengan pengetahuan yang diajarkan.
Luaran Tambahan
• Memori.
• Motivasi.
• Sediakan materi
dan media
pendidikan kesehatan.
• Susun jadwal pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan.
• Berilah kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.
Edukasi
• Jabarkan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan.
• Ajari gaya hidup bersih dan sehat.
• Ajari cara yang bisa digunakan guna meningkatkan hidup bersih dan sehat.
Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar
informasi.
Sesudah dilaksanakam
tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat ansietas px menurun.
Dengan kriteria hasil :
Luaran Utama Tingkat ansietas
• Verbalisasi tentang kebingungan
menurun.
• Perilaku panik mulai turun.
• Perilaku gelisah mulai berkurang.
Luaran Tambahan
• Dukungan social
• Tingkat
pengetahuan
Intervensi Utama Reduksi Ansietas Observasi
• Identifikasi ketika tingkat kecemasan berubah (misalnya, kondisi, waktu, stres).
• Identifikasi keahlian
pengambilan keputusan.
• Pantau tanda-tanda kecemasan (verbal dan non-verbal).
Terapeutik
• Ciptakan suasana terapeutik untuk membangun
kepercayaan.
• Dampingi pasien guna kecemasan
berkurang, jika memungkinkan
• Pahami situasi yang menimbulkan
ansietas, dengarkan baik-baik.
• Gunakan
pendekatan yang
santai serta
meyakinkan.
• Motivasi mengenali situasi yang memicu kecemasan.
Edukasi
• Jelaskan
prosedurnya,
termasuk sensasi yang dialami.
• Beritahu secara faktual tentang diagnosis,
pengobatan dan prognosis.
• Anjurkan keluarga untuk masih bersama pasien, jika perlu.
• Sarankan kegiatan non-kompetitif berdasarkan kepentingan.
• Sarankan
mengutarakan
perasaan dan
pemahaman.
• Latih relaksasi.
Kolaborasi
• Kolaborasi
pemberian obat antlansietas, bila dibutuhkan
2.3.7 Implementasi
Implementasi merupakan fase dimana perawat mengimplementasikan rencana keperawatan berupa intervensi keperawatan untuk membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keterampilan yang harus dimiliki perawat dalam tahap implementasi adalah keterampilan komunikasi efektif, saling percaya dan tolong-menolong, kemampuan melakukan teknik psikomotorik atau observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, keterampilan mempengaruhi dan keterampilan penilaian (Arina, 2020).
2.3.8 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir yang bertujuan untuk mengevaluasi apakah tindakan keperawatan sudah mencapai atau masalah tidak dapat diatasi.
Pada fase evaluasi, perawat mempelajari sejauh mana diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan implementasi telah tercapai (Arina, 2020).
2.1 Kerangka Masalah
Gambar 2.1 Kerangka Masalah Osteoarthritis Sumber : WOC OA (Dyasmita, 2016)
Usia, jenis kelamin, genetik, suku bangsa, obesitas, cedera sendi, pekerjaan dan olahraga, kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang
Kerusakan fokal tulang rawan, pembentukan tulang baru pada sendi yang progresif
Integritas matriks, [erubahan komponen sendi, kolagen, proteoglikan kartilago
osteoarthritis
Membran sinovial Kerusakan tulang rawan Tulang rawan
Ireguralitas dan pelunakan pada tulang
rawan dan sendi
Penebalan pada sinovial berupa kista
Kontraktur kapsul, instabilitas sendi
Pergeseran sendi / adanya cairan yang
viskosa
Pembengkakan sendi Deformitas sendi
Kekakuan pada sendi besar atau pada jari
tangan
Gangguan mobilitas fisik
Fibrosis kapsul, osteosit, ireguralitas
permukaan sendi
Nyeri akut / kronis
Perubahan bentuk tubuh pada tulang dan
sendi
Perubahan status kesehatan
Kurangnya informasi kesehatan Ansietas
Defisit pengetahuan
BAB III TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang di mulai dari tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pada klien dengan diagnosa medis osteoarthritis di Desa Ploso Sidoarjo.
3.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas
Tabel 3.1 Identitas klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Ny. M (62 Tahun), sudah menikah, beragama islam, pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), tidak bekerja, alamat Desa Ploso, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo.
Tn. N (69 Tahun), sudah menikah, beragama islam, pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), tidak bekerja, alamat Desa Ploso, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo.
3.1.2 Riwayat Kesehatan 3.1.2.1 Keluhan Utama
Tabel 3.2 Keluhan Utama klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan terasa kaku, nyeri pinggang dan kedua lututnya saat beraktivitas
Klien mengatakan terasa kaku, nyeri pada lutut kanannya saat beraktivitas ringan (jalan)
3.1.2.2 Riwayat Kesehatan Saat Ini
Tabel 3.3 Riwayat Kesehatan Saat Ini klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan sudah 2 tahun yang lalu mengeluh kaku dan nyeri di pinggang dan kedua lututnya sehingga sulit untuk menggerakkan kedua kakinya dan beraktivitas . Lalu klien berobat ke RS dan kedua lututnya sudah di operasi , klien rutin kontrol di
Klien mengatakan kaku dan nyeri lutut kanannya sudah 1 tahun yang lalu, sejak kecelakaan 5 bulan yang lalu nyeri bertambah sehingga sulit untuk menggerakkan kaki kanannya dan beraktivitas. lalu klien berobat ke RS dan mendapatkan obat. Dan nyeri
37
RS dan nyeri mulai berkurang. Saat pengkajian klien mengatakan nyeri dilutut dan pinggang saat beraktivitas dengan PQRST, P : kekakuan sendi, Q : kualitas nyeri seperti ditusuk - tusuk, R : nyeri di daerah pinggang dan lutut, S : skala nyeri 5, T : nyerinya hilang timbul.
berkurang. Pada saat pengkajian klien mengatakan nyeri ketika beraktivitas dan jalan. Dengan PQRST, P : kekakuan sendi, Q : kualitas nyeri seperti ditusuk – tusuk, R : nyeri lutut dan kaki, S : skala nyeri 6, T : nyeri hilang timbul.
3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Sebelumnya 1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Tabel 3.4 Riwayat Penyakit Sebelumnya klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan tidak pernah mempunyai riwayat penyakit apapun sebelumnya.
Klien mengatakan tidak pernah mempunyai riwayat penyakit apapun sebelumnya.
2) Riwayat Alergi
Tabel 3.5 Riwayat Alergi Sebelumnya klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi dari obat ataupun makanan dan minuman
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi dari obat ataupun makanan dan minuman
3) Riwayat Operasi
Tabel 3.6 Riwayat Operasi klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan mempunyai riwayat operasi 2 kali
Klien mengatakan mempunyai riwayat operasi 1 kali.
4) Riwayat Jatuh
Tabel 3.7 Riwayat Jatuh klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan pernah jatuh saat dirinya masih usia muda
Klien mengatakan pernah jatuh kecelakaan.
3.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga
Tabel 3.8 Riwayat Kesehatan Keluarga klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit OA
Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit OA
3.1.2.5 Perilaku Yang Mempengaruhi Kesehatan
Tabel 3.9 Perilaku Yang Mempengaruhi Kesehatan klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Aktivitas sehari – hari (petani), sering berposisi jongkok atau setengah jongkok.
Kebiasaan merokok dan kerjanya sering naik turun tangga dan angkat- angkat barang berat, jarang control dan sering konsumsi obat warung bila nyerinya timbul.
3.1.2.6 Pengetahuan Klien Tentang Penyakitnya
Tabel 3.10 Pengetahuan Klien Tentang Penyakitnya klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan mengetahui sedikit tentang penyakitnya
Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya
3.1.3 Genogram
Tabel 3.11 Genogram klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien menikah dengan suaminya, suaminya sudah meninggal. Mereka melahirkan 1 orang anak laki – laki, anak laki – laki tersebut menikah dan mempunyai 2 orang anak, anak pertama berjenis kelamin laki – laki dan yang kedua berjenis kelamin perempuan. Kedua anak tersebut sudah menikah.
Klien menikah dengan istrinya dan melahirkan 2 orang anak. Anak yang pertama berjenis kelamin laki – laki dan yang kedua adalah perempuan, keduanya sudah menikah, anak pertama memiliki 1 orang anak perempuan. Anak kedua memiliki 1 orang anak laki – laki.
3.1.4 Riwayat Psikososial
3.1.4.1 Kondisi Tempat Tinggal Klien
Tabel 3.12 Kondisi Tempat Tinggal Klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan bahwa kondisi rumahnya bersih, terdapat ventilasi, terdapat tempat sampah
Klien mengatakan bahwa kondisi rumahnya bersih, terdapat ventilasi, terdapat tempat sampah
3.1.4.2 Hubungan/Dukungan Keluarga
Tabel 3.13 Hubungan/Dukungan Keluarga klen 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan hubungan dirinya dengan keluarganya sangat baik apabila dirinya sakit keluarganya sangat mendukung yang dibuktikan dengan dirinya di bawa ke pelayanan kesehatan terdekat dan senantiasa memantau kesehatan dirinya.
Klien mengatakan hubungan dirinya dengan keluarganya sangat baik apabila dirinya sakit keluarganya sangat mendukung yang dibuktikan dengan dirinya di bawa ke pelayanan kesehatan terdekat dan senantiasa memantau kesehatan dirinya.
3.1.4.3 Kemampuan Klien dalam Melaksanakan Perannya
Tabel 3.14 Kemampuan Klien dalam Melaksanakan Perannya klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan dirinya mampu melaksanakan perannya sebagai ibu rumah tangga
Klien mengatakan dirinya mampu melaksanakan perannya sebagai suami, kepala rumah tangga dan kakek.
3.1.4.4 Harapan Klien Terhadap Penyakitnya
Tabel 3.15 Harapan Klien Terhadap Penyakitnya klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan semoga penyakitnya tidak kambuh lagi
Klien mengatakan semoga penyakitnya segera cepat sembuh dan tidak kambuh lagi.
3.1.4.5 Hubungan Klien dengan Masyarakat di Sekitarnya
Tabel 3.16 Hubungan Klien dengan Masyarakat di Sekitarnya klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan hubungan dirinya dengan masyarakat di sekitar sangat baik
Klien mengatakan hubungan dirinya dengan masyarakat di sekitar sangat baik
3.1.5 Riwayat Nutrisi dan Cairan 3.1.5.1 Nafsu Makan
Tabel 3.17 Nafsu Makan klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan ketika sebelum sakit nafsu baik, ketika sakit dirinya nafsu makannya cukup
Klien mengatakan ketika sebelum sakit nafsu baik, tapi ketika sakit dirinya nafsu makannya cukup
3.1.5.2 Frekuensi Makan
Tabel 3.18 Frekuensi Makan klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan sebelum sakit dan sesudah sakit makan 3 X 1 dalam sehari
Klien mengatakan sebelum sakit dan sesudah sakit makan 3 X 1 dalam sehari
3.1.5.3 Menu Makan
Tabel 3.19 Menu Makan klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan menu makannya ketika sakit. Yaitu nasi, dan lauk pauk.
Dan saat sakit yaitu, nasi lauk pauk dan sayuran hijau
Klien mengatakan menu makannya ketika sakit. Yaitu nasi, dan lauk pauk.
Dan saat sakit yaitu, nasi lauk pauk dan sayuran hijau
3.1.5.4 Pantangan Makan
Tabel 3.20 Pantangan Makan klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan tidak memiliki pantangan makanan.
Klien mengatakan tidak memiliki pantangan makanan.
3.1.5.5 Jenis Konsumsi dan Cairan
Tabel 3.21 Jenis Konsumsi dan Cairan klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan dirinya ketika sehat minum air putih dan ketika sakit dirinya minum susu dan air putih sebanyak 1500 ml per hari
Klien mengatakan dirinya ketika sehat minum air putih dan ketika sakit dirinya minum susu dan air putih sebanyak 1500 ml per hari
3.1.5.6 Jenis Minuman
Tabel 3.22 Jenis Minuman klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien mengatakan jenis minuman hanya minum air putih dan susu
Klien mengatakan jenis minuman hanya minum air putih dan susu
3.1.6 Pemeiksaan Fisik 3.1.6.1 Keadaan Umum
Tabel 3.23 Keadaan Umum klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien tampak meringis, tampak bersikap protektif, dan tampak gelisah
Klien tampak meringis, tampak bersikap protektifdan tampak gelisah
3.1.6.2 Tanda Vital
Tabel 3.24 Tanda Vital klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Tensi : 110/80 mmHg, Suhu : 36.5 °C (Lokasi Pengukuran : Aksila), Nadi :
Tensi : 120/95 mmHg, Suhu : 36.5 °C (Lokasi Pengukuran : Aksila), Nadi :
102×/menit (Lokasi Perhitungan : Nadi Bradialis), Respirasi : 19×/menit
95×/menit (Lokasi Perhitungan : Nadi Bradialis), Respirasi : 20×/menit
3.1.6.3 Sistem Pernafasan (B1)
Tabel 3.25 Sistem Pernafasan klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, irama nafas teratur, tidak terdapat retraksi otot bantu nafas, tidak terdapat alat bantu nafas, tidak terdapat batuk, tidak ada sputum.
- Palpasi : Susunan ruas tulang belakang sama, vocal fremitus fremitus sama, tidak ada nyeri dada.
- Perkusi : Perkusi thorax sonor.
Auskultasi : Suara napas vesikuler (tidak ada suara nafas tambahan).
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, irama nafas teratur, tidak terdapat retraksi otot bantu nafas, tidak terdapat alat bantu nafas, tidak terdapat batuk, tidak ada sputum.
- Palpasi : Susunan ruas tulang belakang sama, vocal fremitus fremitus sama, tidak ada nyeri dada.
- Perkusi : Perkusi thorax sonor.
Auskultasi : Suara napas vesikuler (tidak ada suara nafas tambahan).
3.1.6.4 Sistem Kardiovaskuler (B2)
Tabel 3.26 Sistem Kardiovaskuler klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
- Inspeksi : Tidak terdapat cianosis, tidak terdapat clubbing finger.
- Palpasi : Ictus Cordis teraba kuat, tidak ada pembesaran JVP.
- Perkusi : Pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 tunggal, irama jantung teratur.
- Inspeksi : Tidak terdapat cianosis, tidak terdapat clubbing finger.
- Palpasi : Ictus Cordis teraba kuat, tidak ada pembesaran JVP.
- Perkusi : Pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 tunggal, irama jantung teratur.
3.1.6.5 Sistem Persyarafan (B3)
Tabel 3.27 Sistem Persyarafan klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
- Inspeksi : kesadaran compos mentis dengan GCS : E : 4, V : 5, M : 6, orientasi baik, tidak ada kejang, istirahat tidur siang 1 jam malam 7 jam, tidak ada kelainan nervous cranialis, pupil isokor, refleks cahaya normal, tidak ada pusing.
- Inspeksi : kesadaran compos mentis dengan GCS : E : 4, V : 5, M : 6, orientasi baik, tidak ada kejang, istirahat tidur siang 1 jam malam 7 jam, tidak ada kelainan nervous cranialis, pupil isokor, refleks cahaya normal, tidak ada pusing.
- Palpasi : Tidak terdapat kaku kuduk, tidak mengalami brudzinsky, dan tidak terdapat nyeri kepala.
- Palpasi : Tidak terdapat kaku kuduk, tidak mengalami brudzinsky, dan tidak terdapat nyeri kepala.
3.1.6.6 Sistem Genetourinaria (B4)
Tabel 3.28 Sistem Genetourinaria klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Bentuk alat kelamin tidak terkaji, alat kelaminnya bersih, berkemih dalam sehari 4×/hari, secara teratur, dengan jumlah urine 1500ml/24jam, bau khas, serta warna urine agak kekuningan
Bentuk alat kelamin tidak terkaji, alat kelaminnya bersih, berkemih dalam sehari 4×/hari, secara teratur, dengan jumlah urine 1500ml/24jam, bau khas, serta warna urine agak kekuningan
3.1.6.7 Sistem Pencernaan (B5)
Tabel 3.29 Sistem Pencernaan klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
- Inspeksi : Mulut simetris, mukosa bibir lembap, bentuk bibir normal, gigi bersih, kebiasaan gosok gigi 2×1 dalam sehari, tenggorokan normal, kebiasaan BAB 1x dalam sehari dengan konsistensi lembek, warna feses agak kecoklatan, bau khas, tempat yang digunakan WC/toilet.
- Palpasi : Tidak terdapat pembearan tonsil, tidak terdapat tegang abdomen, tidak terdapat kembung, tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen
- Perkusi : Suara timpani
- Auskultasi : Suara bising usus 25×/menit
- Inspeksi : Mulut simetris, mukosa bibir lembap, bentuk bibir normal, gigi bersih, kebiasaan gosok gigi 2×1 dalam sehari, tenggorokan normal, kebiasaan BAB 1x dalam sehari dengan konsistensi lembek, warna feses agak kecoklatan, bau khas, tempat yang digunakan WC/toilet.
- Palpasi : Tidak terdapat pembesaran tonsil, tidak terdapat tegang abdomen, tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen
- Perkusi : Suara timpani
- Auskultasi : Suara bising usus 25×/menit
3.1.6.8 Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Tabel 3.30 Sistem Muskuloskeletal dan Integumen klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai (ROM) klien terbatas, kekuatan otot menurun pada kedua kakinya yaitu 4-4, tidak terdapat
Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai (ROM) klien terbatas, kekuatan otot menurun pada kaki kanan yaitu 5-4, tidak terdapat fraktur,
fraktur, tidak terdapat dislokasi, terdapat luka jahitan dikedua lutut, akral hangat, kulit bersih, turgor elastis, CRT < 3 detik, tidak terdapat oedema,
tidak terdapat dislokasi, terdapat luka jahitan dilutut kanan, akral hangat, kulit bersih, turgor elastis, CRT < 3 detik, tidak terdapat oedema,
3.1.6.9 Sistem Penginderaan (B7) 1) Mata
Tabel 3.31 Mata klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Bentuk mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera putih, tidak terdapat oedema pada palpebra, ketajaman penglihatan normal, tidak terdapat alat bantu penglihatan
Bentuk mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera putih, tidak terdapat oedema pada palpebra, ketajaman penglihatan normal, tidak terdapat alat bantu penglihatan
2) Hidung
Tabel 3.32 Hidung klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Bentuk hidung normal, mukosa hidung lembap, tidak terdapat sekret, ketajaman penciuman normal
Bentuk hidung normal, mukosa hidung lembap, tidak terdapat sekret, ketajaman penciuman normal
3) Telinga
Tabel 3.33 Telinga klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Bentuk simetris, tidak terdapat keluhan, ketajaman pendengaran normal, tidak terdapat alat bantu
Bentuk simetris, tidak terdapat keluhan, ketajaman pendengaran normal, tidak terdapat alat bantu
4) Perasa
Tabel 3.34 Perasa klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Klien dapat merasakan rasa manis, pahit, asam, asin
Klien dapat merasakan rasa manis, pahit, asam, asin
5) Peraba
Tabel 3.35 Peraba klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Peraba klien masih normal Peraba klien masih normal
3.1.6.10 Sistem Endokrin (B8)
Tabel 3.36 Sistem Endokrin klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
- Inspeksi : Tidak terdapat banyak keringat, polidipsi, polifagi, poliuri, tidak terdapat luka gangrene, tidak terdapat karakteristik luka gangrene, tidak terdapat lokasi gangrene
- Palpasi : Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak terdapat pembesaran limfe, tidak terdapat kelenjar parotis
- Inspeksi : Tidak terdapat banyak keringat, polidipsi, polifagi, poliuri, tidak terdapat luka gangrene, tidak terdapat karakteristik luka gangrene, tidak terdapat lokasi gangrene
- Palpasi : Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak terdapat pembesaran limfe, tidak terdapat kelenjar parotis
3.1.7 Pengkajian Fungsional Klien 3.1.7.1 INDEKS KATZ
Tabel 3.37 INDEKS KATZ (Klien 1)
Skore Kriteria
A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK/BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B Mandiri, semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi di atas C Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain
D Mandiri, kecuali mandi berpakaian dan satu fungsi yang lain E Mandiri, kecuali mandi berpakaian, ke toilet dan satu fungsi yang
lain
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain
G Ketergantungan untuk semua fungsi
H Lain-lain : tergantung pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak diklarifikasikan sebagai C, D, A atau F
Tabel 3.38 INDEKS KATZ (Klien 2)
Skore Kriteria
A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK/BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B Mandiri, semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi di atas C Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain
D Mandiri, kecuali mandi berpakaian dan satu fungsi yang lain E Mandiri, kecuali mandi berpakaian, ke toilet dan satu fungsi yang
lain
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain
G Ketergantungan untuk semua fungsi
H Lain-lain : tergantung pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak diklarifikasikan sebagai C, D, A atau F
Tabel 3.39 Keterangan Indeks KATZ klien 1 dan 2
Klien 1 Klien 2
Nilai B: Mandiri tetapi dalam batas pengawasan dan bantuan ketika berpindah dan mandi, seseorang yang butuh bantuan dalam berpindah tempat dan pergi ke kamar mandi
Nilia E : Mandiri tetapi dalam batas pengawasan dan bantuan ketika mandi, berpakaian, ke toilet dan berpindah tempat
3.1.7.2 Pengkajian Bathel Indeks
Tabel 3.40 Bathel Indeks (Klien 1)
NO KRITERIA DENGAN
BANTUAN MANDIRI SKORE
1 Makan 5 10 10
2 Minum 5 10 10
3
Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur,
sebaliknya
5 15 5
4
Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok gigi)
0 5 5
5
Keluar masuk toilet (mencuci pakaian.
Menyeka tubuh, menyiram)
5 10 5
6 Mandi 5 15 5
7 Jalan di permukaan datar 0 5 5
8 Naiki turun tangga 5 10 5
9 Mengenakan pakaian 5 10 10
10 Kontrol Bowel (BAB) 5 10 10