• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Ekaristi terhadap keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat di Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Ekaristi terhadap keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat di Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur."

Copied!
238
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberkati dan Bunda Maria yang selalu

mendampingi.

Orangtua saya,

(Lusiana Higang, Alm. Bonifasius Jalung Hurang, Susana Djiu Hong dan Valentina

Djiu Hong)

Kekasih saya,

(Fransiskus Arenyansyah)

Seluruh keluarga besar, para sahabat serta semua orang yang telah mendukung proses

(5)

v MOTTO

“Suatu upaya bunuh diri secara perlahan-lahan ketika kita melarikan diri, bersembunyi, menolak berbagi, berhenti memberi dan mengurung diri dalam

kenyamanan diri”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul, “PERANAN EKARISTI TERHADAP

KETERLIBATAN ORANG MUDA KATOLIK DALAM MENANGGAPI PERMASALAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI STASI SANTO STEFANUS DATAH BILANG ILIR KALIMANTAN TIMUR”. Judul skripsi ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis tentang peranan perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat. Perayaan Ekaristi merupakan perjamuan kehidupan, sebagaimana Yesus Kristus merupakan sumber dan muara kehidupan sejati. Umat yang merayakan Ekaristi harus terlibat dalam realitas kehidupan di tengah masyarakat. Tubuh Kristus yang diterima dalam perayaan Ekaristi semakin mendorong dan meneguhkan umat untuk berjuang menyembuhkan dunia dan memulihkan relasi yang terputus antara manusia dengan Allah. Hal itu juga menumbuhkan semangat berbagi dengan sesama yang membutuhkan.

Berdasarkan latar belakang di atas, skripsi ini ditulis untuk memperoleh informasi lebih mendalam terkait pemahaman orang muda Katolik Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur tentang pengertian dan makna Ekaristi, keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat dan peranan perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial di tengah masyarakat.

Jenis penelitian menggunakan metode deskriptif berupa data berbentuk tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati dari individu, kelompok, masyarakat dan organisasi dalam situasi tertentu yang dikaji melalui sudut pandang utuh, komprehensif dan holistik, dengan metode deskriptif analitis yaitu menjelaskan pengertian dan makna Ekaristi, pemahaman terkait keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat. Instrumen yang digunakan kuesioner, responden muda Katolik Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Kalimantan Ilir Timur dan teknik pengumpulan data dengan observasi dan penyebaran kuesioner. Penelitian dilaksanakan di Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur.

(9)

ix

ABSTRACT

This undergraduate thesis entitles, “The Role of the Eucharist towards Catholic Youth Involvement in Responding Issues of Social Community in Saint Stephen District Datah Bilang Ilir East Kalimantan.” This title was selected based on the author's curiosity about the role of the Eucharist towards catholic youth involvement in addressing social issues. The Eucharist is a communion of life, as Jesus Christ is the source and the goal of true life. A people who celebrate the Eucharist should be involved in the reality of life. The Body of Christ who is received in the Eucharist increasingly encourages and edifies the people to strive to heal the world and to restore a broken relationship between human living and God. That also makes growing the spirit of sharing with others in need. Based on this background, the purpose of this undergraduate thesis is to obtain more in-depth information related to the understanding of young Catholicism in Saint Stephen District Datah Bilang Ilir East Kalimantan on the definition and meaning of the Eucharist. Especially, the role of the Eucharist to Catholic youth involvement in addressing social issues in the community.

The type of the research used here is qualitative method in the form of a written descriptive data and the behavior of those who were observed from individuals, groups, communities and organizations in certain situations that were examined through the eyes of a whole, comprehensive and holistic. The method used was descriptive analysis to explain the meaning and significance of the Eucharist, the understanding related to the involvement of young Catholics in response to the social problems of society. The instrument used was the questionnaire, respondents Catholic youth of Saint Stephen District Datah Bilang Ilir East Kalimantan and data collection techniques by observation and questionnaires. Research was conducted at the Saint Stephen District Datah Bilang Ilir East Kalimantan.

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

(15)

xv

6. Permasalahan Sosial Masyarakat ... 48

a. Masalah Kriminal ... 50

b. Masalah Kemiskinan ... 51

c. Masalah Lingkungan Hidup ... 52

BAB III. PENELITIAN TENTANG PERANAN EKARISTI TERHADAP KETERLIBATAN ORANG MUDA KATOLIK DALAM MENANGGAPI PERMASALAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI STASI SANTO STEFANUS DATAH BILANG ILIR KALIMANTAN TIMUR ... 59

A. Gambaran Umum Situasi Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Kalimantan Timur ... 59

1. Sejarah ... 59

2. Letak Geografis ... 62

3. Jumlah dan Perkembangan Umat ... 62

4. Situasi Ekonomi dan Sosial Masyarakat ... 64

(16)

xvi

C.Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian “Peranan Ekaristi

terhadap Keterlibatan Orang Muda Katolik

dalam Menanggapi Permasalahan Sosial Masyarakat

di Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur” ... 79

1. Identitas dan Latar Belakang Responden ... 79

2. Pemahaman Orang Muda Katolik Stasi Santo Stefanus

Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur Mengenai Ekaristi ... 81

a. Laporan Hasil Penelitian ... 84

b. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86

3. Pemahaman Orang Muda Katolik Stasi Santo Stefanus

Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur ... 91

a. Laporan Hasil Penelitian ... 92

b. Pembahasan Hasil Penelitian ... 94

4. Keterlibatan Orang Muda Katolik Stasi Santo Stefanus

Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur ... 96

a. Laporan Hasil Penelitian ... 99

b. Pembahasan Hasil Penelitian ... 102

5. Pemahaman Orang Muda Katolik Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur

Mengenai Permasalahan Sosial ... 106

a. Laporan Hasil Penelitian ... 107

b. Pembahasan Hasil Penelitian ... 108

6. Sejauh Mana Perayaan Ekaristi Mendorong Orang Muda Katolik

Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur ... 110

a. Laporan Hasil Penelitian ... 112

b. Pembahasan Hasil Penelitian ... 114

7. Usulan Aksi Sosial yang Dapat Dilakukan

untuk Meningkatkan Keterlibatan Orang Muda Katolik

dalam Menanggapi Permasalahan Sosial ... 118

a. Laporan Hasil Penelitian ... 120

b. Pembahasan Hasil Penelitian ... 121

D. Kesimpulan Hasil Penelitian

tentang Peranan Ekaristi terhadap Keterlibatan Orang Muda Katolik dalam Menanggapi Permasalahan Sosial Masyarakat

(17)

xvii

BAB IV. USULAN KEGIATAN PEMBAGIAN POHON KEPADA MASYARAKAT DATAH BILANG

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN ORANG MUDA KATOLIK STASI SANTO STEFANUS DATAH BILANG ILIR KALIMANTAN TIMUR

DALAM MENANGGAPI PERMASALAHAN

G. Matriks Program Kegiatan Pembagian Pohon ... 137

(18)

xviii

LAMPIRAN ... 173

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Surat Selesai Penelitian ... (2)

Lampiran 3 : Instrumen Penelitian ... (3)

Lampiran 4 : Jawaban Instrumen Penelitian ... (11)

Lampiran 5 : Instrumen Wawancara ... (39)

Lampiran 6 : Transkrip Wawancara ... (40)

Lampiran 7 : Data Jumlah Umat ... (42)

Lampiran 8 : Data Jumlah Baptisan ... (43)

Lampiran 9 : Surat Keterangan Gambaran Umum Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timu ... (52)

Lampiran 10: Surat Keterangan Kepemilikan Tanah Gereja Katolik Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur ... (58)

(19)

xix

No. Tabel Nama Tabel Halaman

Tabel 1 : Variabel Penelitian ………... 76

Tabel 2 : Identitas dan Latar Belakang Respon (N=40) ……….. 80

Tabel 3 : Pemahaman orang muda Katolik Stasi Santo Stefanus

Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur mengenai perayaan

Ekaristi (N=40) ………

82

Tabel 4 : Pemahaman orang muda Katolik Stasi Santo Stefanus

Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur tentang permasalahan

sosial (N=40) ………

91

Tabel 5 : Pengalaman terkait keterlibatan orang muda Katolik dalam

menanggapi permasalahan sosial (N=40) ……… 96

Tabel 6 : Permasalahan sosial yang terjadi di Datah Bilang

Kalimantan Timur (N=40) ………... 106

Tabel 7 : Sejauh mana perayaan Ekaristi mendorong orang muda

Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial

masyarakat (N=40) ………..

111

Tabel 8 : Usulan aksi sosial yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan keterlibatan orang muda Katolik dalam

menanggapi permasalahan sosial (N=40) ………

(20)

xx

DAFTAR SINGKATAN

A.Singkatan Teks Kitab Suci

Ef : Surat Rasul Paulus kepda Jemaat di Efesus

Im : Imamat

Kol : Surat Rasul Paulus kepda Jemaat di Kolose

Kel : Kitab Keluaran

Kej : Kitab Kejadian

Kis : Kisah Para Rasul

Luk : Injil Lukas

Luk : Injil Lukas

Mrk : Injil Markus

Mat : Injil Matius

Rom : Surat Rasul Paulus kepda Jemaat di Roma

Ul : Kitab Ulangan

Yoh : Injil Yohanes

Yer : Kitab Nabi Yeremia

Yes : Kitab Nabi Yesaya

1Kor : Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus

1 Sam : 1 Samuel

2 Raj : 2 Raja-Raja

(21)

xxi B.Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit tentang Kerasulan Awam, 18

November 1965.

EG : Evangelii Gaudium, Seruan Apostolik Paus Fransiskus, tentang Ajaran

Gereja tentang Masalah-Masalah Sosial, 24 November 2013.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Cononici), diundangkan oleh Paus

Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.

KKGK : Kompendium Katekismus Gereja Katolik tentang Sakramen Ekaristi,

21 Mei 2009.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang

Gereja, 21 November 1964.

PO : Presbyterorum Ordinis, Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para

Imam, 07 Desember 1965.

SC : Sacrosantum Concilium, Konstitusi tentang Liturgi Suci, 04 Desember

1963.

C.Singkatan Lain

Alm : Almarhum

AM : Ante meridiem (before noon), meunjukkan waktu belum lewat dari

tengah hari

art : Artikel

bdk : bandingkan

BPK : Buku Pegangan Kuliah

(22)

xxii KOMKA : Komunitas Orang Muda Katolik

KLMTD : Kecil Lemah Miskin Tersingkir dan Difabel

KWI : Konfrensi Waligereja Indonesia

kan : kanon

OMK : Orang Muda Katolik

Pr : Praja, ordo bagi Imam diosesan atau keuskupan.

RI : Republik Indonesia

St : Santo

SJ : Serikat Jesus

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

Merayakan Ekaristi merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan rohani

umat beriman Kristiani, khususnya orang muda Katolik Stasi Santo Stefanus

Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur. Ekaristi seharusnya dapat menginspirasi dan

memotivasi untuk semakin terlibat dalam menanggapi permasalahan sosial yang

terjadi di tengah masyarakat. oleh sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti

peranan Ekaristi terhadap keterlibatan orang muda Katolik Stasi Santo Stefanus

Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur dalam menanggapi permasalahan sosial

masyarakt. Pada Bab ini penulis akan membahas mengenai latar belakang

pemilihan judul skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,

metode penulisan dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang

Merayakan Ekaristi pada hari Minggu merupakan salah satu kewajiban

umat Katolik. Bahkan tidak hanya pada hari Minggu, saat ini Gereja telah

mengupayakan agar umat Katolik merayakan Ekaristi lebih banyak dengan

mengadakan Ekaristi harian. Perayaan Ekaristi tidak hanya salah satu kebiasaan,

tetapi merupakan inti penghayatan iman dalam tradisi Katolik. Banyak umat

Katolik yang aktif dalam mengikuti perayaan Ekaristi, tidak terkecuali orang

muda. Namun banyak diantara orang muda Katolik belum memahami makna dan

konsekuensinya bagi hidup sebagai pribadi dan masyarakat. Tidak sedikit dari

(24)

dilaksanakan oleh umat Katolik. Ritus-ritus dalam Ekaristi yang tidak mereka

mengerti membuat Ekaristi yang mereka rayakan tidak menyentuh hati orang

muda. Orang muda belum mendapatkan pemahaman mengenai Ekaristi sebagai

tempat atau kesempatan mendapatkan pengalaman rohani dan menghidupi

persekutuan umat Allah.

Pemahaman yang sempit mengenai makna dan konsekuensi merayakan

Ekaristi bagi pribadi dan masyarakat berdampak pula pada eksistensi orang muda

dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat. Seolah terdapat jurang yang

memisahkan antara Ekaristi dan kehidupan sosial masyarakat. Perayaan Ekaristi

terkesan berhenti hanya pada ritual atau tindakan kesalehan yang tidak

berhubungan dengan realitas hidup sosial masyarakat. Pemahaman ini akan

menjebak orang dan membuat relasi yang dibangun dengan Allah akan mudah

memudar dan kering, sebab tidak ada tindakan kasih sebagai wujud nyata dari

penghayatan iman akan Allah.

Iman yang mudah layu dan kering membuat orang muda mudah merasa

tidak mampu, merasa sendiri, mudah putus asa ketika menghadapi permasalahan

hidup, bahkan dengan mudah memalingkan diri dari pada-Nya. Selain itu sikap

apatis terhadap permasalahan sosial di tengah masyarakat juga mengindikasikan

bahwa Ekaristi yang dirayakan hanya sebatas kewajiban dan tindakan kesalehan

religius belaka. Pola pikir orang muda yang masih cenderung individualisme.

Segala sesuatu yang diperjuangkan demi kebahagiaan, kepuasan, kesenangan dan

kebutuhan diri sendiri. Merasa diri masih muda dan memang saatnya untuk

(25)

mengusahakan dengan cara mengorbankan orang lain yang seharusnya lebih

membutuhkan bantuan. Mendahulukan kepentingan pribadi dengan tidak

memperdulikan sesama di sekitar yang saat itu membutuhkan bantuan adalah

salah satu tindakan mengorbankan orang lain demi kepuasan pribadi. Memilih

untuk berada di zona nyaman dengan berdiam diri di rumah atau kumpul bersama

teman-teman dibandingkan ikut kegiatan gotong royong bersama warga

masyarakat, membantu orang yang sedang mengalami kemalangan dalam bentuk

apapun. Sikap seperti ini menegaskan bahwa makna perayaan Ekaristi tidak

mengaliri lini kehidupan yang merayakannya.

Perayaan Ekaristi dan realitas kehidupan sosial memiliki keterkaitan satu

sama lain untuk saling melengkapi. Terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa

Ekaristi merupakan perjamuan kehidupan, dengan pemahaman Ekaristi

merupakan janji yang hidup akan kepenuhan Kerajaan Allah. Umat yang

merayakan Ekaristi harus terlibat dalam realitas kehidupan sebagai seorang yang

telah ditebus dengan perhatian dan kasih sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh

Yesus Kristus. Mereka yang menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi semakin

dikuatkan, diteguhkan dan didorong untuk berjuang menyembuhkan dunia, dan

memulihkan relasi yang terputus antar manusia dengan Allah serta menumbuhkan

semangat untuk berbagi terutama bagi sesama yang membutuhkan (Krispurwana

Cahyadi, 2012: 117).

Perjumpaan dengan Tuhan dalam perayaan Ekaristi semakin mendorong

dan membawa umat untuk terlibat ke dalam pelayanan kepada sesama di sekitar.

(26)

Allah kepada sesama yang telah dialami lebih dulu. Dalam ungkapan lain kasih

Allah yang dibagikan kepada sesama didasari oleh kasih Allah yang telah dialami

sebelumnya. Kasih Allah akan mungkin dibagikan, apabila seseorang telah

mengalaminya.

Ekaristi dikatakan sebagai sumber dan puncak hidup umat beriman (LG

11). Dalam Sakramen Tuhan hadir dan berkarya secara nyata, maka dikatakan

Ekaristi sebagai puncak misteri keselamatan. Pengalaman Ekaristi sebagai sumber

dan puncak hidup akan dialami secara nyata dalam hidup sehari- hari melalui

kasih yang diterima dari Allah dan dibagikan kepada sesama di sekitar terkhusus

mereka yang sangat membutuhkan. Pandangan Ekaristi yang hanya terbatas pada

ritual kesalehan akan cenderung mengarah pada sikap kaku, tertutup, beku,

sehingga perayaan Ekaristi menjadi kering dan mati. Hal ini bertentangan dengan

kenyataan bahwa Ekaristi merupakan perayaan yang hidup dan ungkapan kasih

yang tergambar nyata dalam pengorbanan diri Yesus (Yoh 15:13). Melalui

peristiwa tersebut tersirat perintah untuk saling mengasihi dan tindakan inilah

yang menjadi identitas kuat sebagai pengikut atau murid-murid Kristus (Yoh 13:

34-35). Bertentangan dengan pernyataan ini, merayakan Ekaristi dengan hanya

terjebak pada tindakan kesalehan yang kaku, kering dan hanya terpusat pada

aturan, maka kasih akan sulit untuk dirasakan.

Gereja dalam perkembangan dan proses memperbaharui diri telah

mengupayakan agar umat semakin terlibat aktif dalam perayaan Ekaristi.

Keterlibatan secara aktif yang dimaksud tidak hanya sebatas pada saat perayaan

(27)

permasalahan sosial yang sedang terjadi. Melalui perayaan Ekaristi mereka

membiarkan diri untuk diajar oleh Sabda Allah, disegarkan oleh Tubuh Kristus

dan bersyukur kepada Allah. Selain itu berdasarkan persembahan Hosti melalui

tangan imam, umat diminta untuk terus berusaha mempersembahkan diri dari

waktu ke waktu. Berkat dari Allah yang diterima melalui Ekaristi semakin

menyatukan umat dengan-Nya dan dengan sesama, sehingga pada akhirnya Allah

merajai seluruh kehidupan.

Paus Fransiskus dalam Seruan Apostolik tentang Sukacita Injili (EG art.

183), menegaskan bahwa, “iman sejati tidak pernah nyaman atau tidak

sepenuhnya individual- selalu melibatkan hasrat mendalam untuk mengubah

dunia, meneruskan nilai-nilai, meninggalkan dunia ini agar lebih baik dari pada

ketika kita temukan”. Pernyataan ini mempunyai makna yang sangat mendalam

dan tidak mudah untuk dilakukan. Seseorang yang memiliki iman tidak akan

bersikap apatis dan lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan kepentingan

orang lain, terlebih bagi mereka yang membutuhkan. Iman mendalam membuat

seseorang tidak akan pernah tidur dengan lelap, tertawa lepas dan merasa nyaman

ketika mengetahui sesama mengalami kesulitan dan kemalangan. Umat Kristiani

yang tidak perduli terhadap permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat akan

menuai pertanyaan mendalam terkait perayaan Ekaristi yang selalu dirayakannya.

Sebagaimana telah dinyatakan bahwa seluruh umat Kristiani dipanggil untuk

menjadi alat dan sarana bagi Allah untuk membantu orang miskin keluar dari

penderitaan dan kesulitan yang mereka alami, sehingga mereka dapat menjadi

(28)

memperlihatkan bahwa Bapa memberikan perhatiannya secara khusus terhadap

bangsa Israel yang saat itu berada dibawah jajahan Mesir. Bapa setia mendengar

dan melepaskan mereka dari penderitaan dengan mengutus nabi Musa untuk

membawa orang Israel keluar dari Mesir (Keluaran 3:7-8, 10). Dalam Kitab

Ulangan 15:9, dikatakan bahwa umat Kristiani merupakan sarana bagi Allah

untuk membantu sesama di sekitar untuk bangkit dari penderitaan yang mereka

alami. Namun jika justru sikap apatis yang ditunjukkan, hal ini berarti

penentangan akan kehendak dan rencana Allah, sehingga doa dari mereka yang

menderita akan menjadi dosa bagi siapapun yang bersikap demikian (EG art.

187). Bertolak dari pemahaman inilah Gereja hadir untuk dapat mendengar dan

membebaskan sesama di sekitar yang mengalami kesusahan dengan mengerahkan

seluruh tenaga dan apapun yang dapat dilakukan untuk membantu mereka.

Pernyataan ini berasal dari perintah Yesus bagi para murid-Nya, (Markus 6:37).

Dimana para murid diperintahkan oleh Yesus untuk bekerjasama dalam

menumpas kemiskinan yang disebabkan oleh pribadi maupun kelompok atau

golongan tertentu (EG art 188).

Di zaman ini kata solidaritas seolah semakin memudar dan sangat

jarang terdengar, terkhusus di kalangan orang muda. Sebagian besar dari

mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan membantu

sesama di sekitar yang membutuhkan. Sebagaimana diketahui bahwa umat

Kristiani merupakan sarana bagi Allah untuk membantu sesama di sekitar

bangkit dari keterpurukan dan penderitaan yang dialaminya. Bertolak dari

(29)

belum memahami keterkaitan antara Ekaristi dan realitas kehidupan sosial di

tengah masyarakat serta belum memahami cara untuk mewujudkan secara

nyata makna rohani yang mereka temukan setelah merayakan Ekaristi dalam

hidup sehari-hari. Dimana jika seseorang merayakan Ekaristi akan

mewujudnyatakan buah-buah rohani yang didapat melalui perayaan Ekaristi

dalam kehidupan nyata. Dalam hal ini Gereja perlu menyadari pentingnya

pendampingan untuk orang muda, demi meningkatkan pemahaman terkait

makna perayaan Ekaristi serta ruang yang dapat mereka gunakan untuk

mengaktualisasikan kehadiran mereka sebagai orang muda Katolik di tengah

masyarakat. Orang muda Katolik bukan hanya generasi penerus tetapi juga

merupakan gambaran eksistensi Gereja di masa mendatang. Wajah Gereja di

masa mendatang akan terlihat dari kualitas hidup iman orang muda saat ini.

Identitas Gereja di masa mendatang akan banyak dipengaruhi oleh eksistensi

orang muda di tengah masyarakat. Jika eksistensi orang muda dalam hal

positif, maka Gereja yang dikenal pun demikian.

Begitu pula sebaliknya, eksistensi negatif yang ditampakkan orang muda akan

menodai wajah Gereja yang sejatinya adalah Kudus.

Berdasarkan kenyataan ini, penulis akan mengamati, menganalisis dan

mengkaji sejauh mana orang muda di Stasi St. Stefanus Datah Bilang Ilir,

Kalimantan Timur memahami pengertian makna dan konsekuensi merayakan

Ekaristi dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat.

Judul tulisan yang akan diangkat oleh penulis yaitu : PERANAN EKARISTI

(30)

MENANGGAPI PERMASALAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI

STASI SANTO STEVANUS DATAH BILANG ILIR KALIMANTAN

TIMUR.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

masalah-masalah yang akan diamati, dianalisis dan dikaji dirumuskan dalam

bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa pengertian dan makna Ekaristi bagi orang muda Katolik Stasi Santo

Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur?

2. Apa bentuk keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi

permasalahan sosial masyarakat?

3. Sejauh mana pengaruh perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan orang muda

Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat di Stasi Santo

Stefanus Datah Bilang, Kalimantan timur?

C. Tujuan Penulisan

Skripsi ini ditulis dengan tujuan untuk memberi pemahaman lebih

mendalam kepada orang muda Katolik di Stasi Santo Stefanus Datah Bilang,

Kalimantan timur, terkait pengertian dan makna. Dengan demikian tujuan

penulisan skripsi ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Mengetahui pengertian dan makna Ekaristi bagi orang muda Katolik Stasi

(31)

2. Memahami bentuk keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi

permasalahan sosial masyarakat.

3. Mengetahui peranan perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan orang muda

Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat di Stasi Santo

Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan timur.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

1) Semakin memahami pengertian dan makna Ekaristi.

2) Memahami sejauh mana keterlibatan orang muda Katolik dalam

menanggapi permasalahan sosial masyarakat di Stasi Santo Stefanus

Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur.

3)Mengetahui peranan perayaan Ekaristi terhadap sikap orang muda

Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat di Stasi

Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur.

2. Bagi Orang Muda Katolik

1)Memberi pemahaman lebih mendalam terkait pengertian dan makna

Ekaristi.

2)Memotivasi untuk menanggapi permasalahan sosial yang terjadi di

masyarakat.

3. Pastor Paroki

1)Membantu dalam memberikan pemahaman bagi orang muda Katolik

(32)

2)Membantu untuk mengaktifkan orang muda Katolik dalam kegiatan

menggereja dan menanggapi permasalahan sosial yang terjadi di tengah

masyarakat.

4. Bagi Orangtua

1) Membantu orang muda Katolik dalam memperkembangkan iman dan

melatih kepekaan untuk membantu sesama yang membutuhkan di

tengah masyarakat.

E. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu

dengan menjelaskan pengertian dan makna Ekaristi, pemahaman terkait

keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial

masyarakat. Selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan menggunakan

metode kualitatif yang berupa data deskriptif berbentuk tulisan dan perilaku

orang-orang yang diamati dari individu, kelompok, masyarakat dan organisasi

dalam situasi tertentu yang dikaji melalui sudut pandang utuh, komprehensif

dan holistik. Penelitian tersebut akan dilaksanakan di Stasi Santo Stefanus

Datah Bilang Kalimantan Timur. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner

dan sampel yang digunakan sebagai sumber data yaitu orang muda Katolik

Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Ilir Timur. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan penyebaran kuesioner.

Tujuan dari penelitian ini untuk memberi pemahaman lebih mendalam kepada

(33)

timur, terkait pengertian dan makna Ekaristi, pemahaman keterlibatan orang

muda Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat dan

mengetahui sejauh mana pengaruh Ekaristi terhadap keterlibatan orang muda

Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat. Kemudian hasil

penelitian dianalisis dan dijelaskan, sehingga pada akhirnya penulis

memberikan sumbangan pemikiran berdasarkan hasil pustaka dan penelitian

dengan harapan agar memberi manfaat untuk membantu orang muda Katolik

agar semakin terlibat aktif dalam perayaan Ekaristi dan khususnya dalam

menanggapi permasalahan sosial masyarakat.

F. Sistematika Penulisan

Pada Bab I, penulis menguraikan mengenai latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan

sistematika penulisan sebagai pertimbangan pentingnya melakukan penelitian

ini.

Bab II, penulis memberikan gambaran ideal dengan menjelaskan teori

dan hal ihwal mengenai pengertian dan makna Ekaristi serta memberi

pemahaman terkait keterlibatan orang muda Katolik dalam menanggapi

permasalahan sosial masyarakat.

Bab III, penulis menggambarkan keadaan faktual dengan

memperkenalkan keadaan Stasi Santo Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan

Timur, meneliti sejauh mana orang muda Katolik terlibat dalam perayaan

(34)

Katolik dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat, selanjutnya akan

penulis paparkan hasil analisis dan penjelasannya.

Bab IV, penulis memberikan sumbangan pemikiran sebagai usaha

untuk semakin meningkatkan keterlibatan orang muda Katolik dalam perayaan

Ekaristi dan dalam menanggapi permasalahan sosial masyarakat. Adapun

sumbangan pemikiran yang penulis berikan berupa:

1. Perayaan Ekaristi yang dikemas oleh orang muda Katolik di Stasi Santo

Stefanus Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur.

2. Bakti sosial dalam rangka menanggapi permasalahan sosial masyarakat

Datah Bilang Ilir Kalimantan Timur.

Bab V, merupakan bagian akhir penulisan skripsi yang berisikan saran

dan kesimpulan. Kesimpulan ditulis dengan tujuan menjawab rumusan

masalah dan tujuan penulisan skripsi yang dikuatkan oleh hasil penelitian.

Penulisan memberikan saran bagi orang muda Katolik, Pastor Paroki dan

(35)

BAB II

KAJIAN TEORI TENTANG EKARISTI, KETERLIBATAN

ORANG MUDA KATOLIK DAN BENTUK-BENTUK

PERMASALAHAN SOAIAL

Umat diharapkan memiliki pemahaman mendalam mengenai keterkaitan

antara merayakan Ekaristi dan permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat.

Namun pada kenyataannya hal tersebut masih sangat minim dipahami atau bahkan

belum diketahui oleh umat, terkhusus bagi orang muda Katolik. Pernyataan ini

didukung dengan masih banyaknya orang muda Katolik yang apatis terhadap

permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Padahal setiap Minggu mereka

terlibat aktif dalam merayakan Ekaristi. Seringkali sebagai umat Katolik terjebak

pada kewajiban untuk merayakan Ekaristi dan mengedepankan kesalehan semata

yang tanpa disadari telah menjauhkannya dari kenyataan hidup yang saat ini

sedang terjadi di sekitarnya. Maka pada bab ini penulis akan memaparkan tentang

pengertian dan makna Sakramen, pengertian dan makna Ekaristi, keterlibatan

orang muda Katolik, orang muda, orang muda Katolik dan permasalahan sosial

(36)

A. Sakramen Ekaristi

1. Pengertian dan Makna Sakramen

a. Pengertian Sakramen

Dalam bukunya tentang Sakramen-Sakramen Gereja, Martasudjita (2003:

61) menerangkan tentang pengertian sakramen sebagai berikut. Sakramen yang

dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin,

yaitu sacramentum. Kata dasar dari sacramentum ialah sacr, sacer yang berarti

kudus, suci, lingkungan orang kudus atau berkaitan dengan sesuatu yang bersifat

suci. Kata sacrare yang berasal dari bahasa Latin memiliki arti menyucikan,

menguduskan dan mengkhususkan seseorang atau sesuatu untuk melakukan

hal-hal yang suci atau kudus. Kata sacramentum memperlihatkan tindakan penyucian

atau pengudusan. Pada zaman Romawi kuno terdapat dua pengertian terkait

sacramentum. Pertama, sacramentum digunakan dalam sumpah prajurit untuk

menyatakan kesediaan mengabdikan diri atau menguduskan diri bagi dewata dan

Negara. Kedua, sacramentum terarah pada uang jaminan atau denda yang ditaruh

dalam kuil dewa oleh orang atau pihak-pihak yang memiliki perkara dalam

pengadilan. Kata sacramentum dari bahasa Latin ini digunakan oleh orang Kristen

pada abad II untuk menerjemahkan kata mysterion dari bahasa Yunani yang

terdapat dalam Kitab Suci.

Pemahaman mengenai definisi Sakramen dijelaskan dengan lebih

sederhana dalam diktat “Pegangan Kuliah Sakramentologi” yang dibuat oleh M.

Purwatma Pr dan Ignasius Madya Utama, SJ bagi Mahasiswa IPPAK (2015: 1).

(37)

mendatangkan rahmat.” Bertolak dari definisi ini dapat dipahami bahwa

Sakramen bukan hanya sekedar tanda, tetapi menyangkut hubungan manusia

dengan Allah. Dengan demikian Sakramen merupakan tanda-tanda yang

mengungkapkan dan menghadirkan karya Allah bagi manusia. Misalnya melalui

Sakramen Baptis, rahmat Allah ditandakan dan dihadirkan. Maka dengan dibaptis

seseorang diterima menjadi anak Allah. Dengan demikian Baptisan dipahami

sebagai sebagai sarana untuk menerima rahmat Allah. Selain itu Sakramen

diartikan sebagai tanda keselamatan. Tanda atau simbol dibedakan dalam dua

jenis yaitu, simbol ekspresif dan simbol representatif. Simbol ekspresif artinya

mengungkapkan pengalaman pribadi seseorang dengan yang transenden.

Sedangkan simbol representatif maksudnya menunjuk dan menghadirkan realitas

yang melampaui hal biasa dan hanya tergambar melalui simbol tersebut.

Berkaitan dengan Sakramen simbol ekspresif dan sekaligus representatif, karena

melalui Sakramen Gereja merasakan Karya Allah dan juga mengungkapkan

pengalaman iman akan Karya Keselamatan Allah yang tergambar nyata dalam diri

Yesus Kristus. Maka Yesus disebut sebagai Sakramen pokok dan sebagai simbol

representatif karya Keselamatan Allah. Seluruh hidup Yesus menggambarkan

Karya Keselamatan Allah misalnya, Yesus menyembuhkan orang sakit, firman,

sengsara dan wafat-Nya. Selain itu Yesus juga merupakan simbol ekspresif

manusia kepada Allah yang juga adalah jalan bagi manusia menuju Allah.

Ketaatan dan penyerahan diri-Nya di kayu salib menjadi pembuka jalan bagi

(38)

Sakramen menurut Kitab Hukum Kanonik (1983: kan.840), merupakan

tanda dan sarana yang mengungkapkan dan menguatkan iman. Sakramen yang

diterima dalam perayaan Ekaristi memberikan kekuatan, menciptakan dan

memperkokoh persatuan umat. Umat Kristiani yang telah menerima Sakramen

berarti telah dipersatukan dalam Gereja, dalam persekutuan Roh Kudus serta umat

dipersatukan dengan Allah dalam kemuliaan-Nya.

Definisi selanjutnya dikemukakan dalam Iman Katolik (1996: 400) yang

menyatakan sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai,

menampakkan, melaksanakan atau menyampaikan keselamatan dari Allah atau

Allah yang menyelamatkan. Dengan Sakramen cinta Allah diperlihatkan secara

nyata melalui tanda-tanda badaniah. Maksudnya ritus-ritus yang dilaksanakan

sungguh dan penuh, sehingga dapat dirasakan. Misalnya dalam Sakramen

pembaptisan air benar-benar dirasakan, Sakramen pengurapan orang sakit harus

menggunakan minyak yang secara langsung dirasakan dan dalam Ekaristi hosti

yang dibagikan dan diterima harus tebal agar dapat dirasakan dengan jelas. Selain

itu penting disadari bahwa tindakan nyata manusia tersebut akan menjadi

Sakramen Kristiani yang sesungguhnya apabila disertai dengan perkataan.

Misalnya dalam Sakramen pembaptisan, tindakan manusia menuangkan air

dengan mengucapkan “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putra dan Roh

Kudus”. Dengan demikian tindakan dan perkataan secara bersamaan membentuk

tanda atau lambang penyelamatan Allah yang nyata dirasakan oleh jasmani.

Direktorium Kateketik Umum (1991: art. 56) memberi penjelasan

(39)

dasarnya merupakan pengungkapan kehendak Kristus yang berdaya guna.

Meskipun demikian dari pihak manusia harus memiliki keterbukaan hati untuk

menerima dan menjawab kasih Allah. Umat beriman yang layak menerima

Sakramen, apabila telah mempersiapkan hati dengan sungguh-sungguh. Sakramen

hendaknya ditampakkan selaras dengan hakikat dan tujuannya. Bukan hanya

sebagai sarana penyembuhan dari dosa dan akibatnya, tetapi juga sebagai sumber

rahmat untuk masing-masing individu maupun kelompok.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik dengan pengertian Sakramen

sebagai tanda dan sarana untuk memperoleh keselamatan dari Allah. Sebagai

Sakramen Bapa, Yesus Kristus melalui Sabda dan Karya-Nya menghadirkan

Allah yang menyelamatkan bagi manusia. Bagi manusia Yesus merupakan

jembatan yang dapat menghubungkan kembali relasi dengan Allah. Saat ini Karya

Keselamatan Allah yang diwujudkan oleh Kristus diteruskan oleh Gereja dengan

menawarkan keselamatan kepada semua orang. Dengan demikian Gereja juga

merupakan tanda dan sarana yang menghasilkan rahmat. Senada dengan

pernyataan Konsili Vatikan II yang menyebutkan Gereja dalam Kristus bagaikan

Sakramen, yaitu tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah serta kesatuan

dengan seluruh umat (LG 1).

b. Makna Sakramen

Kata Sacramentum oleh orang Kristiani pada abad II digunakan untuk

menterjemahkan kata Yunani mysterion yang terdapat dalam Kitab Suci. Kata

(40)

Yang Ilahi. Kitab Suci Perjanjian Lama memaknai kata mysterion sebagai suatu

dinamik Allah yang menyatakan atau merencanakan karya penyelamatan bagi

manusia. Sedangkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru Mysterion dipahami

sebagai Allah menyatakan diri dan rencana penyelamatan-Nya yang terlaksana

secara nyata dalam diri Yesus Kristus. Maka Sacramentum yang berakar dari kata

Mysterion berarti rencana keselamatan Allah yang terwujud dan terlaksana dalam

sejarah dan memuncak dalam diri Yesus Kristus (bdk. Ef 1:9-10; 3:9; Kol 1:26;

Rom 16:25-26). Dengan demikian kata Sakramen digunakan untuk

menterjemahkan kata myterion yang memiliki dua ciri pokok. Pertama, mysterion

yang dimaksud menunjuk pada kekuatan dinamik dengan yang Ilahi (tidak

kelihatan) dan pelaksanaan dalam sejarah yang manusiawi (kelihatan). Kedua,

mysterion merupakan sejarah penyelamatan Allah yang terlaksana dan terwujud

dalam diri Yesus Kristus (Martasudjita, 2003: 61-64).

Sakramen dalam Perjanjian Baru yang diadakan oleh Kristus sendiri,

selanjutnya dipercayakan kepada Gereja untuk menampakkan perbuatan Kristus

dan Gereja, yang juga merupakan tanda dan sarana untuk mengungkapkan serta

menguatkan iman, mempersembahkan penghormatan kepada Allah dan membawa

berkat kekudusan bagi manusia. Selain itu membantu untuk menciptakan,

memperkembangkan dan mempersatukan Gereja dengan Kristus. Maka umat

beriman Kristiani wajib merayakan-Nya dengan kesungguhan hati dan khidmat.

Sebagai Gereja umat beriman selayaknya menunjukkan sikap yang mencerminkan

(41)

sehingga siapapun yang berinteraksi dengannya dapat melihat sifat Allah yang

memberi kesejukan, kedamaian dan keselamatan (KHK, 1995: 840).

2. Pengertian dan Makna Ekaristi

a. Pengertian Ekaristi

Ekaristi berakar dari bahasa Yunani eucharistia yang mengandung arti

puji syukur. Sedangkan dalam bahasa Yahudi disebut berkat yang artinya doa puji

syukur dan permohonan atas karya penyelamatan Allah. Istilah perayaan Ekaristi

dipandang sebagai kata yang sangat tepat untuk digunakan, mengingat makna

dasar dari kata tersebut yaitu puji dan syukur atas karya penyelamatan Allah

melalui Yesus Kristus. Dengan demikian sebelum merayakan Ekaristi, seharusnya

memahami esensi dari perayaan tersebut agar dapat memberi perubahan dalam

hidup (Martasudjita, 2003: 269).

Penulis berpandangan bahwa suatu keharusan bagi umat beriman

Kristiani untuk mensyukuri segala kelimpahan dan pengalaman yang dirasakan

dalam hidup meskipun sederhana. Selanjutnya memohon dalam penyerahan diri

yang total agar Karya Penyelamatan Allah dirasakan secara nyata dalam setiap

dinamika kehidupan. Syukur juga dapat diartikan sebagai pengenangan akan

peristiwa yang disyukuri tersebut. Mengenang tidak hanya terbatas batas

mengingat kembali tetapi juga menghidupkan dan melanjutkan karya

penyelamatan Allah dengan tidak acuh terhadap sesama yang sedang dalam

kesulitan. Singkatnya perayaan Ekaristi yang dirayakan tidak hanya dinilai dari

(42)

Dalam buku Martasudjita yang berjudul “Sakramen-Sakramen Gereja”

(2003: 269-272) dijelaskan bahwa pada zaman Gereja perdana, perayaan Ekaristi

ditempatkan sebagai pusat dan puncak hidup umat beriman (Kis 2:42.44-47).

Ketekunan jemaat pada masa itu mendengarkan pengajaran para rasul dan hidup

dalam persekutuan untuk berdoa di Bait Allah, selanjutnya berdoa di rumah

masing-masing secara bergiliran untuk makan roti bersama. Pada awalnya jemaat

memahami bahwa mereka sama dengan jemaat Yahudi, sehingga mereka pun

masih berdoa di Bait Allah. Namun kemudian menyadari dan memahami bahwa

ternyata mereka berbeda karena dasar iman akan Yesus Kristus. Menyusul

selanjutnya penganiayaan yang dilakukan oleh orang Yahudi kepada jemaat

Kristen, yang semakin memperkeruh keadaan dan mendorong mereka untuk

memisahkan diri dari tradisi Yahudi. Sejak saat itu perayaan Ekaristi dirayakan

dengan tradisi Kristiani dan bukan tradisi Yahudi. Dengan demikian semakin jelas

bahwa Ekaristi menjadi pusat dan pemersatu umat beriman. Gereja meyakini

bahwa perayaan Ekaristi bukan dilaksanakan berdasarkan inisiatif dan kemauan

sendiri, tetapi merupakan perintah Yesus Kristus yang tergambar nyata dalam

Perjamuan Malam Terakhir (Luk 22:19; 1Kor 11:24). Meskipun Ekaristi

merupakan tradisi khas Kristiani, namun dasarnya adalah dari tradisi keagamaan

Yahudi. Perbedaan yang mendasar yaitu kaitannya iman akan Yesus Kristus.

Namun demikian pemahaman Ekaristi perlu dibingkai dalam keseluruhan konteks

hidup dan pewartaan Yesus selama hidup-Nya yang dibahas dalam tiga dasar,

(43)

1) Perjamuan makan Yesus dengan orang-orang berdosa

Perjamuan makan Yesus dengan orang-orang berdosa memiliki kaitan erat

dengan Kerajaan Allah yang diwartakan-Nya. Allah yang berbelas kasih

ditampakkan dalam perjamuan makan ini, dengan mengundang orang-orang

berdosa untuk masuk dalam persaudaraan dan persekutuan bersama-Nya (Mrk

2:16-17; Mat 9:10-13; Luk 5:29-32). Melalui Yesus Allah menampakkan pribadi

yang penuh kasih kepada semua orang terutama kepada mereka yang dipandang

hina atau tidak layak.

2) Perjamuan Malam Terakhir Yesus dengan para murid (Mrk 14:22-25;Mat

26:26-29; Luk 22:15-20; dan 1Kor 11:23-26)

Perjamuan Malam Terakhir merupakan momen pokok atau penting yang

diadakan oleh Yesus sebagai perjamuan perpisahan dengan para murid sebelum

sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Melalui perjamuan malam terakhir Yesus

menjelaskan sengsara dan wafat di kayu salib sebagai penyerahan diri-Nya secara

total demi Karya Penyelamatan manusia. Perjamuan malam terakhir bukan

Ekaristi pertama yang dirayakan tetapi menjadi saat penetapan bagi perayaan

Ekaristi. Pada Malam Terakhir Yesus memerintah agar momen ini dirayakan

kembali sebagai bentuk pengenangan akan Dia (Luk 22:19; 1Kor 11:24).

3) Perjamuan makan dengan Yesus yang bangkit (Luk 24:13-35)

Setelah sengsara dan wafat-Nya di kayu salib Yesus mengadakan kembali

perjamuan makan dengan para murid. Gambaran kedua murid Yesus yang pergi

ke Emaus (Luk 24), menjadi peristiwa nyata sebagai perayaan Ekaristi yang

(44)

kebersamaan dengan Yesus memberi kekuatan dan semangat baru bagi para murid

untuk melanjutkan Karya Keselamatan yang telah dimulai oleh Yesus Kristus.

Pemahaman terkait Ekaristi diuraikan dengan sederhana dalam

Prasetyantha (2008: 82-83) bertolak dari kanon 897-898 tentang perayaan

Ekaristi. Uraian tentang Ekaristi dibahas dalam tiga aspek yaitu, aspek Teologis,

Yuridis dan Pastoral.

1) Aspek Teologis

Pada aspek teologis Ekaristi dipandang sebagai puncak dan pusat hidup

umat Kristiani Gereja universal maupun lokal. Dengan demikian

sakramen-sakramen lain, tugas-tugas pelayanan gerejani dan karya kerasulan Gereja

mencapai puncaknya dalam Ekaristi. Melalui perayaan Ekaristi Kristus memberi

daya kehidupan dan memperbaharui serta menguduskan iman umat kristiani (PO

5). Maka Ekaristi merupakan tindakan Gereja dan juga tindakan Kristus. Kurban,

pengenangan dan perjamuan merupakan gambaran tindakan Kristus dalam

Ekaristi. Perayaan Ekaristi secara nyata menampilkan pengenangan akan Karya

Keselamatan Kristus bagi manusia. Selain itu melalui perayaan Ekaristi umat

Kristiani dipersatukan sebagai umat Allah, untuk bersama-sama melaksanakan

perintah Yesus dengan melaksanakan Perjamuan Kudus sebagai bentuk

pengenangan akan Karya Keselamatan-Nya. Singkatnya Ekaristi memiliki

peranan penting dalam perkembangan Gereja (bdk. LG 26). Dengan merayakan

Ekaristi umat Kristiani memperbaharui iman kepada Allah dan memperoleh

inspirasi rohani yang digunakan sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi

(45)

2) Aspek Yuridis

Di dalam Gereja, Ekaristi merupakan susunan yang harus ada dan sangat

penting, karena Yesus Kristus sendiri telah lebih awal mengadakan kurban

Ekaristis yang merupakan Tubuh dan Darah-Nya.

Lalu mempercayakannya kepada Gereja untuk menghadirkan dan mengenangkan

kembali peristiwa penyelamatan-Nya di kayu salib. Gereja dan Ekaristi tidak

dapat dipisahkan karena, melalui Ekaristi Gereja mengungkapkan iman-Nya

secara total. Selain itu melalui Ekaristi ini juga kesatuan Gereja dibangun dan

diperlihatkan. Maka dengan keterlibatan dalam perayaan Ekaristi berarti telah

terlibat dalam komunitas Gereja seluruhnya. Dikatakan sebagai tindakan Yuridis

karena selain memperlihatkan kesatuan dengan Kristus, Ekaristi juga

mengungkapkan kesatuan dengan seluruh umat beriman. Karya Keselamatan

Kristus menjadi kerangka dasar agar hukum kanonik dapat dipergunakan

(Prasetyantha, 2008: 82-83)

3) Aspek Pastoral (kan 898)

Umat beriman dan para gembala wajib untuk menjalankan kewajibannya

untuk menunjukkan rasa hormat terhadap Ekaristi Mahakudus dan terhadap

perayaan Ekaristi yang Kudus ini. Rasa hormat dapat ditunjukkan dengan cara

berpartisipasi secara aktif dalam perayaan Ekaristi, menyambut Tubuh dan Darah

Kristus secara terus-menerus dengan bersembah sujud menghormati-Nya.

Kewajiban ini merupakan konsekuensi dari Ekaristi yang dipahami sebagai

puncak dan pusat hidup seluruh umat beriman Kristiani. Dengan demikian

(46)

gembala umat terkait pengertian dan makna Ekaristi, serta penerapannya dalam

hidup sehari-hari (Prasetyantha, 2008: 83).

Definisi Ekaristi dalam Kompendium Ketekismus Gereja Katolik

merupakan perayaan kurban Tubuh dan Darah Yesus Kristus yang ditetapkan

oleh-Nya, dengan tujuan agar peristiwa pengorbanan-Nya di kayu salib tetap

abadi dan selalu dikenang sampai pada saat waktu kedatangan-Nya untuk kedua

kalinya dalam Kemuliaan. Pesan ini diserahkan dan dipercayakan pada Gereja

untuk kembali menghadirkan dan mengenangkan kembali peristiwa wafat dan

kebangkitan-Nya. Mengenang tidak terbatas hanya ketika merayakan Ekaristi atau

hanya sebatas mengingat peristiwa tersebut, tetapi disatukan dengan pergulatan

hidup sehari-hari serta menerapkannya dalam tindakan. Sakramen Ekaristi adalah

lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah, penerimaan Kristus

hingga dipenuhi rahmat dan jaminan kehidupan kekal bersama-Nya. Melalui

Ekaristi umat beriman disatukan dengan bersama-sama menyantap Tubuh dan

Darah-Nya, ikatan cinta kasih antar umat beriman Kristiani yang telah disatukan,

bersama merayakan perjamuan Paskah yang menjadi tradisi khas Kristiani dan

jaminan kebangkitan setelah kematian dari Yesus Kristus yang telah lebih dulu

bangkit (KKGK, 2009, kan. 271).

Pemahaman mengenai Ekaristi selanjutnya dalam diktat “Pegangan Kuliah

Sakramentologi” dijelaskan bahwa Ekaristi merupakan perayaan Iman, dengan

maksud dalam perayaan Ekaristi umat beriman mengungkapkan imannya akan

Karya Penyelamatan Allah yang terlaksana secara nyata oleh Yesus Kristus.

(47)

Ekaristi. Liturgi Ekaristi terdapat dua unsur yaitu, perayaan syukur dan

perjamuan. Rasa syukur karena kebaikan Allah diungkapkan dalam bentuk

perjamuan. Rasa syukur juga dapat diartikan sebagai pengenangan kembali akan

peristiwa yang disyukuri.

Ungkapan syukur dalam bentuk perjamuan merupakan tradisi yang tidak asing

lagi dalam masyarakat. Melalui perjamuan rasa syukur dapat dibagikan dengan

sesama sehingga persekutuan dan persaudaraan semakin terjalin dengan erat

(BPK. Sakramentologi, 2015: 20).

Menurut Soetomo (2002: 9) dalam tulisannya yang berjudul “Ekaristi dan

Pembebasan”, memaparkan Ekaristi sebagai Ibadat dan sekaligus aksi. Ekaristi

tidak hanya terbatas dan berhenti pada perayaan, tetapi juga sebagai tindakan

nyata umat beriman yang diungkapkan dalam peribadatan. Aksi nyata dalam

perayaan Ekaristi terbagi dalam dua arah, yaitu kepada Allah dan kepada sesama.

Aksi kepada Allah dalam perayaan Ekaristi terungkap dalam pujian, doa Tobat

dan doa ucapan syukur. Sedangkan aksi terhadap sesama tampak dalam tindakan

pemberian ucapan selamat, pembacaan Sabda, khotbah dan berkat. Seluruh

tindakan yang dilakukan dalam perayaan Liturgi tidak terlepas dari tindakan Allah

sendiri yang hadir melalaui seluruh umat beriman yang terlibat dalamnya.

Perkembangan Gereja perdana, memberi sumbangan baru terkait pemahaman

Ekaristi sebagai Ibadat sekaligus pewartaan.

Senada dengan pernyataan di atas T. Krispurwana Cahyadi

(2012:118-119) dalam buku “Roti Hidup”, menguraikan bahwa Ekaristi adalah perayaan

(48)

tatapan perkembangan peradaban serta sumber kehidupan sejati. Merayakan

Ekaristi tidak semata-mata mengembangkan iman secara pribadi tetapi juga

membangun kepedulian terhadap kehidupan bersama Oleh sebab itu Ekaristi

berkaitan erat dengan semangat berbagi agar makna dan buah-buah rohani dapat

terwujud secara nyata. Iman yang dirayakan dalam Ekaristi diharapkan dapat

berbuah semangat berbagi, maka dengan demikian sebagai pribadi maupun

kelompok umat beriman telah melayani Allah. Jika Ekaristi hanya dipandang

sebagai peristiwa penebusan bagi masing-masing pribadi, maka akan sulit untuk

menghidupi sikap peduli dan saling berbagi dengan sesama. Pernyataan ini sangat

relevan di zaman sekarang, banyak orang ingin sesuatu yang serba cepat dan

praktis. Keberadaan mereka pada suatu tempat hanya terpusat pada “makanan”

dan tidak pada kebersamaan. Situasi kegembiraan dan percakapan tidak terlihat

diantara mereka, justru sebaliknya setelah menerima pesanan berniat untuk segera

menghabiskannya dan selanjutnya beranjak pergi untuk aktivitas lain. Segala

sesuatu dipusatkan pada diri sendiri, kebutuhan diri dan ingin serba cepat serta

praktis tanpa meluangkan waktu untuk aspek kebersamaan. Hal ini tentu jauh

berbeda dari zaman dahulu, dimana budaya makan bersama merupakan kegiatan

penting, tempat orang-orang saling bercakap, berbagi dan bergembira bersama.

Oleh sebab itu kata Komunitas (compania) berkaitan erat dengan makan bersama

(cum+panis). Mengaitkannya dengan Perjamuan Ekaristi, dapat pula dipandang

sebagai tempat “pemberhentian” dari berbagai kesibukan pekerjaan. Pemahaman

(49)

kebersamaan. Jika demikian tentu tidak mungkin rahmat dan buah Ekaristi dapat

dirasakan, terlebih lagi semangat untuk saling berbagi.

Dalam Direktorium Kateketik Umum Ekaristi dipandang sebagai pusat dari

seluruh kehidupan Sakramental. Sakramen Ekaristi memegang peranan penting

dalam perkembangan Gereja (LG 11).

Kata yang diucapkan imam dalam konsekrasi akan mengubah roti dan anggur

menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Perubahan ini disebut oleh Gereja sebagai

transubstansi. Demikian pula dengan kemanusiaan Yesus yang tidak hanya

karena kuasa-Nya, tetapi karena diri sendiri yang telah dipersatukan dengan

Pribadi Ilahi secara tersembunyi dan rahasia. Perayaan Ekaristi tidak hanya

upacara pengenangan akan Karya Keselamatan Kristus, tetapi melalui imam

Ekaristi dipertahankan sebagai kurban salib dengan tidak berdarah sepanjang

masa (SC 47). Perayaan Ekaristi sebagai peristiwa pemberian diri Yesus secara

utuh kepada manusia. Maka Yesus Kristus disebut sebagai roti hidup yang dijiwai

oleh cinta terhadap Allah dan sesama, sehingga umat beriman semakin menjadi

umat yang berkenan dihadapan Allah. pada dasarnya Ekaristi bertujuan membantu

umat untuk mempersatukan mereka dengan Allah melalui doa yang

sungguh-sungguh. Dengan demikian umat beriman saling mengenal dan mencintai sesama

sebagai saudara dalam Kristus. Mengenal tidak hanya mengetahui nama, tempat

tinggal dan profesi, tetapi lebih mendalam yaitu mengenal seluruh pergulatan

hidup dan mengetahui permasalahan yang sedang dialami sesama terutama

masalah yang berpotensi menghambat perkembangan iman. Saudara berarti rela

(50)

permasalahan yang sedang dialami, serta memberikan seluruh kemampuan yang

dimiliki demi membantu sesama yang sedang mengalami kesusahan (Direktorium

Kateketik Umum, 1990: 58).

Kitab Hukum Kanonik mengemukakan bahwa Ekaristi merupakan

Sakramen yang paling luhur, karena dalam perayaan ini Kristus dihadirkan,

dikurbankan dan disantap. Ekaristi merupakan pengenangan akan wafat dan

kebangkitan Yesus Kristus. Melalui Ekaristi peristiwa penyelamatan Kristus

diabadikan, dengan demikian Ekaristi menjadi puncak seluruh peribadatan dan

kehidupan Kristiani. Selain itu, Ekaristi juga sebagai sumber yang menandakan

dan menghasilkan kesatuan umat Allah serta menyempurnakan pembangunan

Tubuh Kristus. Sakramen-Sakramen lain dan karya kerasulan gerejawi memiliki

kaitan yang dekat dengan Ekaristi serta semuanya diarahkan kepadanya. Secara

manusiawi menyantap Tubuh dan Darah Kristus terdengar tidak masuk akal.

Bagaimana mungkin manusia memakan manusia lainnya. Namun demikian bukan

itu yang dimaksud, tetapi lebih pada peristiwa pengorbanan Kristus dalam

sengsara dan wafat-Nya di salib demi menebus dosa manusia. Peristiwa ini yang

melambangkan penyerahan dan pemberian diri Yesus Kristus secara total demi

keselamatan manusia (KHK, 1995: 897, bdk Dok. Konsili Vatikan II, 2004: 47).

Penjelasan mengenai pengertian Ekaristi telah diuraikan dengan sangat

jelas di atas, dalam hal ini penulis menangkap pengertian Ekaristi sebagai

perayaan kehidupan sebab dalam Ekaristi, dirayakan dan dikenangkan kembali

Karya Penyelamatan Kristus sebagai pusat dan puncak kehidupan umat beriman

(51)

lebih pada menghidupkan kembali peristiwa tersebut dalam tindakan nyata hidup

sehari-hari. Merayakan Ekaristi memberi dampak kesatuan antar umat dalam

Kristus dengan sama-sama menyantap Tubuh dan Darah-Nya. Makna kesatuan

berarti terdapat kepedulian, solidaritas dan rela berkorban sebagai bentuk nyata

dari rasa tersebut. Sebagaimana teladan Yesus Kristus yang rela menyerahkan dan

mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan manusia.

b. Makna Sakramen Ekaristi

Martasudjita (2003: 276-280) dalam tulisannya menguraikan mengenai

makna teologis Ekaristi. Perjanjian Baru membahas refleksi teologi Ekaristi

dengan sangat lengkap. Penjelasan diawali dengan membahas teks-teks Ekaristi

dalam Perjanjian Baru, lalu kemudian menemukan poin-poin teologis yang akan

dibahas. Makna Ekaristi ditinjau dari aspek teologis Perjanjian Baru dibagi dalam

beberapa bagian, yaitu:

1) Ekaristi sebagai Persatuan dan Kebersamaan dengan Yesus Kristus

Yesus Kristus dalam perayaan Ekaristi merupakan Tuan rumah yang

mengadakan hajatan dan sekaligus menjadi hidangan yang disantap oleh para

tamu. 1Kor 11:20 menyebutkan mereka berkumpul untuk makan perjamuan

Tuhan yang artinya, perjamuan yang diselenggarakan oleh Tuhan. Maka dengan

merayakan Ekaristi umat beriman Kristiani dipersatukan dengan Kristus.

Gambaran kesatuan dan kebersamaan yang sama juga diungkapkan dalam Injil

Yohanes 6:56, siapa yang memakan daging dan meminum darah Kristus akan

tinggal di dalam-Nya dan Kristus di dalam dia (Martasudjita, 2003: 277).

(52)

Perayaan Ekaristi merupakan perjamuan surgawi dan perjamuan

eskatologis. Jenis koinonia kedua yang dihidupi dalam Ekaristi adalah

kebersamaan antar sesama anggota Gereja. Paulus berpandangan seluruh anggota

Gereja berpartisipasi (koinonia) aktif sebagai satu tubuh (ekaristik) yang juga

disebut sebagai Gereja (1Kor 10:16-17). Roti yang dibagikan merupakan

partisipasi atau persekutuan umat beriman Kristiani dengan Kristus. Roti yang

dibagikan dengan jumlah yang banyak, maka meskipun umat beriman Kristiani

banyak tetapi tetap satu tubuh (Gereja), karena masing-masing orang mendapat

bagian dalam roti yang satu (Martasudjita, 2003: 277).

3) Ekaristi sebagai Kehadiran Yesus dalam Rupa Roti dan Anggur (realis

praesentia)

Teks-teks dalam Perjanjian Baru terkait Perjamuan Malam Terakhir,

sebagai dasar ajaran realis praesentia yang diungkapkan oleh Yesus dengan

berkata, “Inilah Tubuh-Ku”(Mat 26:26; Mrk 14:22; Luk 22:19; 1Kor 11:24) dan

“Inilah Darah-Ku” (Mat 26:28; Mrk 14:24). Kata tubuh berasal dari bahasa

Yunani yang berarti soma. Tubuh yang dimaksud tidak hanya mengarah pada

fisik, tetapi lebih mengarah pada seluruh pribadi manusia, misalnya seluruh diri,

nasib dan seluruh hidupnya. Maka kata institusi yang diungkapkan Yesus dalam

Perjamuan Malam Terakhir ingin mengidentikkan roti dengan diri-Nya dan Darah

yang dimaksud Yesus dan Darah dalam Perjanjian Lama berarti sumber dan

hakikat kehidupan (Im 17:11.14; Ul 12:23; Ul 19:10; Kej 9:6). Dengan demikian

kata, “Inilah Darah-Ku dan Inilah Tubuh-Ku” menunjukkan kehadiran Yesus

(53)

merasakan kebersamaan serta solidaritas terhadap hidup, sengsara, wafat dan

kebangkitan-Nya. Kehadiran Yesus secara nyata dalam rupa roti dan anggur telah

diajarkan dalam teks Yohanes 6:51-59 dengan menyebut, “makan daging-Ku dan

minum Darah-Ku”, (Martasudjita, 2003: 278).

4) Ekaristi sebagai Darah Perjanjian Baru

Ketika merayakan Ekaristi sering terdengar imam menyebutkan, “darah

Perjanjian Baru dan kekal…” terkait dengan pernyataan ini, terdapat dua

pemahaman berbeda tentang “darah perjanjian” dan “darah Perjanjian Baru”.

Darah perjanjian hanya ditemukan dalam teks Markus dan Matius (Kel 24),

mengenai darah perdamaian yang mengikat perjanjian antara Allah dan umat-Nya.

Maka darah Yesus dalam Perjanjian Baru sebagai pendamaian yang mendamaikan

dan manusia dalam suatu ikatan baru. Kata Perjanjian Baru terdapat dalam teks

Lukas dan Paulus yang terarah pada Yer 31 dengan konteks eskatologis, artinya

zaman pemulihan (Perjanjian Baru) pada akhir zaman. Masa pemulihan ini telah

diwujudkan oleh Kristus yang telah menghadirkan Perjanjian Baru dari zaman

(Martasudjita, 2003: 278-279).

5) Ekaristi sebagai Penebusan dan Pengampunan Dosa

Ekaristi sebagai pengenangan akan wafat Yesus Kristus demi keselamatan

manusia yang merupakan ciri soteriologis Ekaristi, artinya Yesus menyerahkan

diri demi pengampunan dosa manusia (Luk 22:19; 1Kor 11:24; Mrk 14:24; Mat

26-28). Teks-teks tersebut merupakan pengertian dan penafsiran Gereja perdana

atas wafat Yesus menurut teks Hamba Yesus (Yes 53). Sengsara dan wafat

(54)

atas karunia penebusan dan pengampunan dosa dari Allah melalui Yesus Kristus

(Martasudjita, 2003: 279).

6) Ekaristi sebagai Partisipasi dalam Perjamuan Eskatologis

Perayaan Ekaristi juga dipahami sebagai perjamuan eskatologis atau

perjamuan surgawi (Mrk 14:25; Mat 26:29; Luk 22:18). Selama hidup dalam

pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah, sering kali Yesus mengungkapkan

perjamuan eskatologis (Mat 8:11; 22:1-14). Melalui Ekaristi umat beriman

Kristiani telah mencicipi perjamuan eskatologis berupa kebersamaan kekal

dengan Allah (1Kor 11:26). Berdasarkan kata-kata Yesus dalam Yohanes 6:53-54

mengungkapkan bahwa Ekaristi sebagai karunia hidup kekal (Martasudjita, 2003:

279-280).

7) Ekaristi sebagai Penetapan Tuhan

Ekaristi dirayakan bukan atas dasar inisiatif manusia, tetapi merupakan

penetapan dan perintah Yesus Kristus sendiri, “perbuatlah ini untuk memperingati

Aku” (Luk 22:19; 1Kor 24.25). Kata “anamnese” bukan hanya merujuk pada

mengingat secara intelektual subjektif, tetapi lebih pada menghadirkan kembali

peristiwa penyelamatan Kristus secara nyata dan berdaya atau bertindak. Ekaristi

tidak hanya perayaan pengenangan akan Karya Keselamatan Kristus, tetapi juga

menghadirkan kembali Karya Keselamatan-Nya secara nyata (Martasudjita, 2003:

280).

8) Ekaristi sebagai Pewartaan dan Tanda Iman

Umat beriman Kristiani yang merayakan Ekaristi berarti telah mewartakan

(55)

juga telah menghadirkan kembali Karya Penyelamatan Allah yang terlaksana

melalui Yesus. Pewartaan Karya Penyelamatan Kristus akan diterima dengan

iman. Yesus menuntut agar umat beriman Kristiani mengimani pewartaan yang

mereka dengar (Yoh 6:29). Dengan demikian Ekaristi harus dirayakan dengan

iman dan kepercayaan penuh oleh umat Kristiani (Martasudjita, 2003: 280).

Menurut Joseph A. Grassi (1989: 75-108), kehadiran konkret Allah yang

menjelma menjadi manusia melalui Yesus Kristus, bertujuan untuk mewartakan

Kabar Gembira bagi manusia terutama mereka yang kecil, lemah, miskin dan

tersingkir. Hadir untuk membawa harapan bagi mereka yang merasa hidup namun

secara rohani mati, memperbaiki dan mengubah sistem sosial serta persoalan

ekonomi melalui tindakan efektif. Usaha untuk mewujudkan hal ini tidak

dilakukannya seorang diri, tetapi dibantu oleh mereka yang mendedikasikan diri

untuk mengikuti Yesus. Setelah kematian Yesus tradisi perjamuan makan

dilanjutkan sebagai sarana untuk berkumpul bagi orang Kristen, yang saat ini

disebut sebagai Ekaristi. Dalam hal ini Yesus ingin menekankan hakikat perayaan

Ekaristi secara lebih luas dan konkret. Merayakan Ekaristi tidak hanya terjebak

pada tata perayaan liturgi semata, tetapi lebih pada semangat berbagi kepada

mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir. Semangat berbagi sejalan

dengan makna utama Ekaristi sebagai Sakramen dan perayaan wafat serta

kebangkitan Yesus. Terkait dengan Ekaristi yang memberi Roh untuk berbagi

kepada sesama yang membutuhkan, berikut akan dipaparkan “Ekaristi sebagai

(56)

Ekaristi sebagai pembebasan manusia merupakan hakikat Ekaristi sebagai

tanda yang memberikan rahmat. Tanda yang menghasilkan rahmat karena Ekaristi

merupakan tindakan nyata yang menggambarkan tindakan Yesus sendiri.

Dengan demikian Paulus menyatakan bahwa roti dan anggur tidak hanya

mengibaratkan tetapi juga mengakibatkan kesatuan. Roti dan anggur tidak hanya

menggambarkan Karya Penyelamatan Yesus secara nyata dalam Ekaristi, tetapi

juga sebagai dasar tindakan umat beriman Kristiani untuk membangun dan

memelihara kesatuan antar sesama (1Kor 10:16-17). Selanjutnya lebih mendalam

Paulus menyatakan bahwa kesatuan umat beriman Kristiani dengan Kristus sangat

radikal menyangkut perbedaan jenis yang hingga saat ini masih sangat relevan.

Perbedaan diawali dengan jenis kelamin, suku dan status sosial seseorang di

tengah masyarakat. Paulus berusaha untuk memberi pemahaman lebih mendalam

terkait makna Ekaristi yang secara luas menembus keterbatasan-keterbatasan

tersebut karena umat beriman Kristiani telah disatukan oleh Tubuh dan

Darah-Nya. Kesatuan dan kesederajatan tersebut tergambar nyata ketika umat beriman

menerima Tubuh dan Darah Kristus dalam perayaan Ekaristi. Karya penyelamatan

Yesus Kristus berpuncak pada wafat-Nya di kayu salib untuk menyelamatkan

mereka yang lemah, tertindas dan terpuruk. Kesatuan dengan Kristus juga

menuntut umat beriman Kristiani, agar dapat bersatu pula dengan sesama dalam

kehidupan sehari-hari, terutama dengan mereka yang kecil, lemah, miskin dan

tersingkir.

Kerajaan Allah yang diwartakan dan digambarkan oleh Kristus merupakan

(57)

pewartaan-Nya menentang keras mentalitas penguasa melainkan memupuk sikap

pengabdian diri dengan melayani orang-orang yang membutuhkan. Usaha Yesus

Kristus untuk menerapkan mentalitas melayani diawali kepada para murid yang

tergambar dalam peristiwa Perjamuan Malam Terakhir, dimana mereka

memperdebatkan siapa yang terbesar diantara mereka (Luk 22:24). Yesus Kristus

menyatakan bahwa mereka yang dapat memposisikan diri menjadi yang terkecil

dan dengan rendah hati melayani sesama yang sedang mengalami kesulitan, maka

dialah orang yang mendapat posisi terbesar dalam Kerajaan Allah. Jawaban Yesus

merupakan usaha-Nya untuk memberi pemahaman kepada para murid tentang

perbedaan antara Kerajaan Allah yang melayani dan kerajaan duniawi yang

berkuasa.

Paham dasar Ekaristi dan rezeki bagi dunia yang lapar, berakar pada masa

Gereja perdana terdapat tradisi makan bersama yang dilakukan sebelum

merayakan Ekaristi. Tradisi ini mendapat dukungan dari Paulus, namun yang

dipermasalahkan olehnya dalam perjamuan makan tersebut terdapat sekat-sekat

diantara mereka. Kelompok dengan status sosial tinggi duduk dan makan di

tempat berbeda dengan mereka yang memiliki status sosial di bawah (1Kor

11:20-22). Situasi tersebut bertentangan dengan semangat cinta kasih dan berbagi yang

dicontohkan oleh Yesus pada Perjamuan Malam Terakhir dengan para murid

tanpa sekat dan jarak (1Kor 11:23-24). Menyantap Tubuh dan Darah Kristus

menjadikan umat Kristiani sebagai satu saudara dalam Kristus, dengan

Gambar

Tabel 1        :    Variabel Penelitian ………………………………………...
Tabel 1: Variabel Penelitian
Tabel 2:  Identitas dan Latar Belakang Responden
Tabel 3:
+6

Referensi

Dokumen terkait

Total Eksposur, termasuk dampak dari penyesuaian terhadap pengecualian sementara atas penempatan giro pada Bank Indonesia dalam rangka memenuhi ketentuan giro wajib minimum

Istilah ini digunakan untuk menunjukkan pendapat yang paling unggul dalam masalah hikayat periwayatan pendapat mazhab, maksudnya jika para ulama Ashab mengatakan keterangan

(2007) melaporkan penelitian terhadap lima jenis rumput pakan, yaitu rumput raja ( Pennisetum hybrida ), rumput gajah ( Pennisetum purpureum ), rumput benggala ( Panicum

“Pengembangan Aplikasi Sistem Admin dan Absensi Perkuliahan Menggunakan Finger Print “ adalah penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang pendidikan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh sisa anggaran, pendapatan asli daerah, dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Bidang Pendidikan,

Dari hasil analisis tersebut, didapatkan lahan budidaya tambak di Kabupaten Indramayuseluas 22.006ha.Lahan yang sangat sesuai 199 ha tersebar di Kecamatan Losarang

Seiring perubahan kurikulum di Telkom University (Kurikulum 2016) serta hasil pencapaian tingkat kelulusan dalam Tugas Akhir yang masih belum memenuhi

Tema arsitektur futuristik, diterapkan pada bentuk : tampilan yang dinamis garis lengkung dan sudut tumpul pada kepala, badan, kaki dengan material beton, kaca dan alumunium,