• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dan performansi kerja agen asuransi jiwa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dan performansi kerja agen asuransi jiwa."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI ANTARA SENSITIVITAS TERHADAP PENOLAKAN DAN PERFORMANSI KERJA AGEN ASURANSI JIWA

Priscilla Fanifati Zebua ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan yang negatif antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Subjek dalam penelitian ini adalah agen asuransi jiwa yang memiliki pengalaman kerja di bawah atau sama dengan satu tahun berjumlah 30 agen. Data penelitian mengenai sensitivitas terhadap penolakan diungkap dengan menggunakan adaptasi skala Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM). Skala

Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) versi adaptasi memiliki estimasi reliabilitas 0,825 dengan

alpha berstrata. Performansi kerja menggunakan data perusahaan mengenai jumlah closing agen asuransi jiwa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Spearman’s rho. Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara sentivitas terhadap penolakan sebesar -0,311 dengan nilai p = 0,047 (p < 0,05), yang berarti ada hubungan negatif yang lemah antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa pada taraf signifikansi 5%.

(2)

CORRELATION BETWEEN REJECTION SENSITIVITY AND WORK PERFORMANCE IN LIFE INSURANCE’S AGENT

Priscilla Fanifati Zebua ABSTRACT

This research aimed to know the correlation between rejection sensitivity and work performance in life insurance’s agents. The hypothesis was there was a negative correlation between rejection sensitivity and work performance in life insurance’s agents. The subject were 30 agents who had work experience in assurance under one year. The data about rejection sensitivity was revealed by the adaptation scale of Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) with the reliability 0.825. Work performance used the company’s data about the total of closing by life insurance’s agents. The data was analyzed with Spearman’s rho Correlation. The results were shown that correlation coefficient of rejection sensitivity and work performance was -0.311, p = 0,047 (p < 0,05), that means there was negative and weak correlation between rejection sensitivity and work performance in life insurance’s agents at 5% significant level.

(3)

KORELASI ANTARA SENSITIVITAS TERHADAP PENOLAKANDAN

PERFORMANSI KERJA AGEN ASURANSI JIWA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Priscilla Fanifati Zebua

129114035

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

HALAMAN PERSETUJUAI\I IX)SEN PEMBIMBING

SKRIPSI

Telah Disetujui Oleh:

Dosen Perrbimbing,

frulwl^

l1

TERIIADAP PENOLAKAI\i DAht

Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si.

(5)

IIALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

KORELASI ANTARA SENSITIVITAS TERIIADAP PENOLAKAN DAN

PERFORMAI\ISI KERJA AGEN ASURANSI JIWA

Dipersiapkan dan Ditulis Oleh: Priscilla Fanifati Zebua

129114035

Telah dipertatrankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal

i

JUL

2016

dan dinyatakan memenuhi syarat

Penguji 1

Penguji 2 Penguji 3

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap

: Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. : P. Henrietta PDADS., M. A. : P. Eddy Suhartanto, M. Si.

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

111

Yogyakarta

'!

i,U:

20;6

ry*

ff*t{

i6s-qffi

\"i;;d;as7

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Bersukacitalah dalam pengharapan,

sabarlah dalam kesesakan,

dan bertekunlah dalam doa!

-Roma 12:12

Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang,

Karena kita menaruh pengharapan kita

kepada Allah yang hidup,

juruselamat semua manusia,

terutama mereka yang percaya.

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Proudly dedicated for,

Jesus Christ

(8)
(9)

vii

KORELASI ANTARA SENSITIVITAS TERHADAP PENOLAKAN DAN PERFORMANSI KERJA AGEN ASURANSI JIWA

Priscilla Fanifati Zebua

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan yang negatif antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Subjek dalam penelitian ini adalah agen asuransi jiwa yang memiliki pengalaman kerja di bawah atau sama dengan satu tahun berjumlah 30 agen. Data penelitian mengenai sensitivitas terhadap penolakan diungkap dengan menggunakan adaptasi skala Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM). Skala Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) versi adaptasi memiliki estimasi reliabilitas 0,825 dengan alpha berstrata. Performansi kerja menggunakan data perusahaan mengenai jumlah closing agen asuransi jiwa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Spearman’s rho. Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara sentivitas terhadap penolakan sebesar -0,311 dengan nilai p = 0,047 (p < 0,05), yang berarti ada hubungan negatif yang lemah antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa pada taraf signifikansi 5%.

(10)

viii

CORRELATION BETWEEN REJECTION SENSITIVITY AND WORK PERFORMANCE IN LIFE INSURANCE’S AGENT

Priscilla Fanifati Zebua

ABSTRACT

This research aimed to know the correlation between rejection sensitivity and work performance in life insurance’s agents. The hypothesis was there was a negative correlation between rejection sensitivity and work performance in life insurance’s agents. The subject were 30 agents who had work experience in assurance under one year. The data about rejection sensitivity was revealed by the adaptation scale of Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) with the reliability 0.825. Work performance used the company’s data about the total of closing by life insurance’s agents. The data was analyzed with Spearman’s rho Correlation. The results were shown that correlation coefficient of rejection sensitivity and work performance was -0.311, p = 0,047 (p < 0,05), that means there was negative and weak correlation between rejection sensitivity and work performance in life insurance’s agents at 5% significant level.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala

berkat, pernyertaan, dan tuntunanNya selama proses penulisan skripsi ini sehingga

dapat selesai dengan baik. Terima kasih Tuhan Yesus selalu memberikan jalan

keluar bagi setiap permasalahan atau kendala yang saya hadapi selama proses

penulisan skripsi ini dan membuat saya belajar untuk lebih dewasa.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak T. Priyo Widiyanto, M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Kepala Program Studi

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Ratri Sunar A., M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis

menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Terima kasih atas dukungan dan bimbingan Ibu selama perkuliahan saya dan

penulisan skripsi ini.

4. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M. Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

selalu mau meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran,

(13)

xi

penyusunan skripsi ini. Terima kasih karena Bapak selalu bersedia memberikan

waktu ketika saya membutuhkan meskipun di luar jadwal yang seharusnya,

bahkan ketika Bapak belum resmi menjadi Dosen Pembimbing saya. Terima

kasih Bapak telah bersedia membantu saya untuk menyelesaikan skripsi ini

tepat waktu.

5. Ibu Debri Pristinella, M. Si., yang sudah bersedia mendengarkan saya dari awal

kebingungan saya terhadap skripsi dan memberikan berbagai solusi yang sangat

membantu kelancaran skripsi saya. Terima kasih untuk perhatian dan semangat

yang Ibu berikan ketika saya sudah hampir putus asa.

6. Bapak Prof. A. Supratiknya yang telah bersedia meluangkan sedikit waktunya

ketika saya putus asa dan bersedia memberikan solusi yang sangat membantu.

7. Segenap Dosen Psikologi yang telah mendidik, memberikan banyak ilmu

pengetahuan dan pengalamannya selama penulis menempuh pendidikan di

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(Mas Gandung, Mas Muji, dan Bu Nanik) yang selalu ramah dan sabar dalam

membantu serta terbuka untuk memberikan berbagai informasi yang

dibutuhkan sehingga dapat melancarkan proses penulisan skripsi ini sampai

selesai.

9. Dr. Philip Boyce selaku pembuat skala Interpersonal Sensitivity Measure

(IPSM) versi asli yang telah terbuka dan bersedia memberikan ijin untuk

adaptasi skala ke dalam Bahasa Indonesia agar dapat digunakan penulis dalam

(14)

xii

10.Tante Ria, selaku native speaker yang telah bersedia direpotkan

ditengah-tengah kesibukannya untuk mereview, membandingkan kedua versi skala dan

memperbaiki skala yang telah diterjemahkan. Terima kasih Tante sudah

melancarkan proses adaptasi skala yang penulis lakukan.

11.Kak Lia, Mas Victor, dan Kak Anita, selaku pihak PT. Prudential Life

Assurance yang telah sabar dan sangat terbuka memberikan informasi dan

solusi kepada penulis mengenai industri asuransi jiwa. Terima kasih telah

memberikan ijin dan membantu melancarkan proses pengambilan data dalam

rangka penyusunan skripsi ini.

12.Papa, mama, abang Novan, dan abang Andra, terima kasih atas cinta, dukungan,

bantuan dan semangat yang selalu kalian berikan kepada penulis dalam keadaan

apapun. Terima kasih untuk doa yang tidak pernah berhenti dan dukungan

materi yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.

13.Seluruh keluarga besar yang telah mendukung dalam doa untuk kesuksesan

penulis.

14.Michel Richard Christovel Sinaga, atas segala dukungan dan motivasi yang

selalu diberikan. Terima kasih sudah selalu mendengarkan segala keluh kesah

dan ketakutanku. Terima kasih sudah selalu ada dan mau direpotkan untuk

membantuku saat menghadapi berbagai kesulitan dan mau menemani segala

proses penyusunan skripsi ini dari awal, proses adaptasi, pengambilan data, dan

hingga skripsi ini selesai. Terima kasih telah membangkitkan semangatku

(15)

xiii

15.Erlin, Zelda, Aprek, dan Asoy sebagai keluarga “Helikopter” yang selalu

memberikan dukungan selama perkuliahan maupun selama proses penyusunan

skripsi ini. Terima kasih kalian mau mendengarkan segala keluh kesah dan

ketakutanku. Terima kasih untuk persahabatan dan kekeluargaan yang telah

kalian berikan. Sungguh sangat bersyukur bisa bertemu dan berdinamika

bersama kalian keluarga keduaku. See you on top, gengssss!!!

16.Chopi, Dian, Monic, Suci, Pras, dan Kak Saktya yang telah banyak membantu

dan bertukar pikiran sehingga aku dapat menemukan jalan keluar dari berbagai

masalah yang aku hadapi.

17.Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi 2012 yang saling mendukung dan

berproses bersama. Semoga kesuksesan selalu beserta kita!

18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah menjadi

kepanjangan tangan Tuhan untuk menolong dan mendukung penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih

terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki karya

penulis ini. Terima kasih.

Yogyakarta, 23 Juni 2016

Penulis,

(16)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR SKEMA ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

(17)

xv

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Sensitivitas terhadap Penolakan ... 8

1. Pengertian Sensitivitas terhadap Penolakan ... 8

2. Pengukuran Sensitivitas terhadap Penolakan ... 9

3. Dampak Sensitivitas terhadap Penolakan ... 11

B. Performansi Kerja ... 12

1. Pengertian Performansi Kerja ... 12

2. Faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja ... 14

3. Pengukuran terhadap Performansi Kerja ... 16

C. Dinamika Hubungan antara Sensitivitas terhadap Penolakan dengan Performansi Kerja ... 17

D. Skema Penelitian ... 19

E. Hipotesis ... 20

BAB III METODE PENELITIAN... 21

A. Jenis Penelitian ... 21

B. Identifikasi Variabel ... 21

1. Variabel Tergantung ... 21

2. Variabel Bebas ... 21

C. Definisi Operasional ... 21

1. Performansi Kerja ... 21

2. Sensitivitas terhadap Penolakan ... 22

D. Subjek Penelitian ... 23

(18)

xvi

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 26

1. Validitas ... 26

2. Reliabilitas ... 29

G. Analisis Data ... 32

1. Uji Asumsi ... 32

a. Uji Normalitas ... 32

b. Uji Linieritas ... 33

2. Uji Hipotesis ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Persiapan Penelitian ... 35

B. Pelaksanaan Penelitian ... 35

C. Deskripsi Subjek Penelitian ... 37

D. Deskripsi Data Penelitian ... 38

E. Hasil Penelitian ... 39

1. Uji Normalitas ... 39

2. Uji Linieritas ... 40

3. Uji Hipotesis ... 41

F. Pembahasan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Keterbatasan Penelitian ... 46

C. Saran ... 47

(19)

xvii

2. Bagi Perusahaan ... 47

3. Bagi Subjek ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala The Interpersonal Sensitivity Measure(IPSM)………..25

Tabel 2. Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians Tiap Dimensi IPSM…………..31

Tabel 3. Deskripsi Usia dan Jenis Kelamin Subjek………37

Tabel 4. Deskripsi Lama Bekerja Subjek………...37

Tabel 5. Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Sensitivitas terhadap Penolakan..38

Tabel 6. Analisis One-Sample T-test Pada Mean Empirik dan Mean Hipotetik…39

Tabel 7. Test of Normality………...…….. 40

Tabel 8. Hasil Uji Linieritas Pada IPSM dan Rerata Closing………... 41

Tabel 9. Ringkasan Korelasi Spearman’s rho, Mean, dan Standart Deviasi untuk

(21)

xix

DAFTAR SKEMA

Skema 1.Hubungan antar dimensi performansi kerja………... 16

Skema 2.Hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dan

(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Perhitungan Alpha Cronbach, Varians, dan rit Tiap Dimensi

IPSM………..…… 53

LAMPIRAN 2. Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM)………... 58

LAMPIRAN 3. Hasil Direct-Translation Interpersonal Sensitivity Measure…….61

LAMPIRAN 4. Hasil Back-Translation Interpersonal Sensitivity Measure……...65

LAMPIRAN 5. Hasil Pemeriksaan Interpersonal Sensitivity Measure……….….69

LAMPIRAN 6. Skala AdaptasiInterpersonal Sensitivity Measure…………...….76

LAMPIRAN 7. Hasil Perhitungan SPSS Uji Asumsi dan Uji Hipotesis…………86

(23)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran semakin

berkembang dengan pesat, sehingga membuat peluang dan kesempatan yang

ditawarkan untuk posisi tenaga penjual dan pemasaran semakin tinggi

(Mariyanti & Meinawati, 2007). Salah satu industri pemasaran di bidang jasa

yang saat ini sedang berkembang dan sangat banyak membutuhkan tenaga

penjual adalah industri jasa asuransi (Fitriandini, 2013). Tenaga penjual dalam

industri jasa asuransi sering dikenal dengan sebutan agen (Crosby, Evans, &

Cowles, 1990; Crosby & Stephens, 1987).

Industri asuransi memiliki peluang sangat besar di Indonesia. Indonesia

memiliki jumlah penduduk sekitar 247 juta jiwa (Bayundara, 2014), namun

penduduk yang telah menggunakan asuransi dari sektor swasta masih kurang

dari 10% penduduk. Hal ini menunjukkan masih banyaknya peluang bagi

perusahaan asuransi, khususnya bagi para agen asuransi untuk mencari klien

atau nasabah baru.

Meski peluang yang ada cukup besar, akan tetapi persaingan antar industri

asuransi swasta juga cukup ketat. Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa Sinarmas

MSIG, Johnson Chai (dalam Setiawan, 2014) juga mengakui persaingan di

industri asuransi semakin ketat, khususnya asuransi jiwa karena perusahaan

(24)

ini ada 44 perusahaan asuransi yang bergerak di bidang asuransi jiwa di

Indonesia.

Di samping itu, persaingan antar industri asuransi swasta yang cukup ketat

tersebut semakin diperketat dengan adanya Peraturan Presiden Republik

Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 109 tahun 2013

menyatakan bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya ke Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai tanggal 1 Juli 2015. Hal

ini membuat sebagian pekerja tidak membutuhkan jaminan tambahan karena

BPJS Kesehatan menjamin perawatan sampai kelas 1 (Zuhra, 2014).

Persaingan yang ketat tersebut membuat setiap industri asuransi saling

berlomba-lomba untuk meningkatkan pemasukan perusahaan. Hal ini dilakukan

agar perusahaan tidak kalah saing dengan perusahaan asuransi lain. Peningkatan

pemasukan perusahaan ini membutuhkan kinerja agen asuransi yang baik

karena agen memiliki tugas untuk menarik klien atau nasabah

sebanyak-banyaknya. Semakin banyak klien yang bergabung menggunakan produk

asuransi jiwa yang ditawarkan perusahaan, maka semakin besar pemasukan

perusahaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kinerja atau performansi

kerja agen asuransi jiwa merupakan hal yang sangat penting.

Performansi kerja sering dikenal dengan istilah job performance (Hsu,

2014; Mulki, Caemmerer, & Heggde, 2015) atau work performance (Blumberg

& Pringle, 1982). Beberapa ahli mendefinisikan performansi kerja sebagai suatu

perilaku yang konsisten dan penting untuk mencapai tujuan perusahaan atau

(25)

Oppler, dan Sager, dalam Randhawa, 2007; Mulki, dkk., 2015). Sedangkan Chu

dan Lai (2011) mendefinisikan performansi kerja sebagai perilaku dan hasil

pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Sonnentag dan Frese (2002)

menyatakan bahwa meskipun performansi kerja sering kali dapat dilihat sebagai

perilaku atau tindakan dan hasil, namun akan lebih mudah untuk melihat

sebagai hasil. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya masih susah untuk

mendefinisikan performansi kerja sebagai tindakan tanpa merujuk pada hasil

(Sonnentag & Frese, 2002).

Mengingat pentingnya performansi kerja tersebut, sangat disayangkan

ketika ada performansi kerja agen asuransi jiwa yang kurang maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada salah satu manager di perusahaan

asuransi swasta pada tanggal 12 April 2016, sering kali hanya sekitar 80 sampai

90 agen yang berproduksi dari sekitar 400 sampai 450 agen yang direkrut.

Berproduksi yang dimaksud adalah ketika agen menghasilkan atau

mendapatkan klien-klien baru atau sering disebut dengan istilah closing.

Agen-agen yang telah berproduksi tersebut tidak semua dapat berproduksi secara rutin

setiap minggunya. Di samping itu, staff yang diwawancara oleh peneliti juga

mengatakan bahwa banyak agen yang sering mendapatkan penolakan dari orang

yang ditawarkan produk asuransi jiwa. Rata-rata agen dapat melakukan 2

sampai 3 klien yang diclosing setelah menawarkan produk asuransi jiwa kepada

kurang lebih 30 orang. Akan tetapi, tidak jarang juga agen asuransi jiwa dengan

pengalaman kerja di bawah 1 tahun masih belum dapat melakukan closing sama

(26)

Salah satu keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perfomansi

kerja tenaga penjual adalah keterampilan interpersonal (Plank & Greene, 1996).

Agen yang memiliki keterampilan interpersonal yang baik dapat membangun

hubungan yang baik dan berkualitas dengan kliennya. Pada layanan asuransi

jiwa, hubungan antara agen dengan klien merupakan hal penting yang

berlangsung terus menerus (Crosby, dkk., 1990). Crosby, dkk. (1990)

menyatakan bahwa dalam pemasaran asuransi seumur hidup, kemampuan agen

untuk mempengaruhi komitmen dan ketergantungan klien terhadap provider

sebagian besar ditentukan oleh hubungan interpersonal yang dibangun agen

dengan klien tersebut. Agen merepresentasikan layanan yang kompleks harus

mengenali perannya sebagai pengendali relasi antara agen dengan klien.

Kualitas hubungan dapat meningkatkan probabilitas kesempatan penjualan di

mana hubungan interpersonal mempengaruhi variasi hasil penjualan individu.

Kesempatan penjualan yang lebih banyak dapat menghasilkan performansi

penjualan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan

interpersonal yang dibangun oleh agen dengan kliennya dapat meningkatkan

performansi penjualannya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

berinteraksi dengan orang lain adalah sensitivitas terhadap penolakan (Butler,

Doherty, & Potter, 2007; Downey & Feldman, 1996; Downey, Feldman, Khuri,

& Friedman, 1994; Feldman & Downey, 1994). Butler, dkk. (2007) menyatakan

bahwa ketika sensitivitas terhadap penolakan seseorang meningkat, maka

(27)

khususnya pada kesempatan bertemu dengan orang baru di mana kemungkinan

akan penolakan terjadi paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan individu yang

memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi akan cemas mengharapkan penolakan

dari orang lain (Butler, dkk., 2007).

Sensitivitas terhadap penolakan sering dikenal dengan rejection sensitivity

atau interpersonal rejection sensitivity (Butler, dkk., 2007; Downey & Feldman,

1996; Harb, Heimberg, Fresco, Schneier, Liebowitz, 2002). Sensitivitas

terhadap penolakan merupakan suatu konsep psikologis yang berbicara

mengenai kecenderungan seseorang dalam bereaksi terhadap ekspektasi dan

kekhawatiran akan kehidupan yang mungkin terjadi penolakan dalam berbagai

situasi sosial (Feldman & Downey, 1994). Reaksi yang muncul tersebut dapat

melibatkan proses kognitif dan afektif seseorang, seperti sadar, peka, dan cemas

(Boyce & Parker, 1989; Downey & Feldman, 1996; Bowker, dkk., 2011).

Individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan menunjukkan

perilaku maladaptif dan keterampilan interpersonal yang rendah, sehingga

membuat individu tersebut mengalami kesulitan interpersonal di kemudian hari

(Bernstein & Benfield, 2013; Boyce & Parker, 1989; Downey & Feldman,

1996).

Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai sensitivitas terhadap

penolakan lebih banyak dihubungkan dengan hubungan interpersonal dalam

kehidupan sosial, seperti hubungan interpersonal dengan teman sebaya atau

sahabat (London, Downey, Bonica, & Paltin, 2007; Bowker, Thomas, Norman,

(28)

Allen, 2014; Harper, Dickson, Welsh, 2006). Penelitian mengenai sensitivitas

terhadap penolakan yang dihubungkan dengan performansi kerja individu

masih jarang ditemukan. Padahal sifat atau karakteristik individu dapat

memberikan pengaruh pada performansi kerja individu (Lamont & Lundstrom,

1977).

Agen sangat membutuhkan kemampuan untuk membangun hubungan

interpersonal dengan kliennya agar dapat meningkatkan kesempatan penjualan

yang dapat meningkatkan performansi kerjanya. Kemampuan agen dalam

membangun hubungan interpersonal tersebut berkaitan erat dengan tingkat

sensitivitas terhadap penolakan yang dimilikinya (Butler, dkk., 2007). Oleh

karena itu, peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara sensitivitas

terhadap penolakan dengan performansi agen asuransi jiwa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka rumusan masalah yang didapatkan adalah apakah terdapat korelasi antara

sensitivitas terhadap penolakandengan performansi kerja pada agen asuransi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara

(29)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dalam

bidang ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi,

mengenai ada tidaknya hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan

dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Selain itu, hasil penelitian

juga dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan dalam

menjadi sumber acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perusahaan

Pengetahuan mengenai ada tidaknya hubungan antara sensitivitas

terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa dapat

menjadi dasar ketika perusahaan akan melakukan rekrutmen atau

mengadakan pelatihan bagi para agen asuransi jiwa.

b. Bagi Subjek Penelitian

Penelitian ini dapat menjadi sarana refleksi bagi subjek penelitian

untuk dapat mengenali dirinya, sehingga dapat mengantisipasi

masalah-masalah yang mungkin muncul dan meningkatkan performansi

(30)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sensitivitas terhadap Penolakan

1. Pengertian Sensitivitas terhadap Penolakan

Sensitivitas terhadap penolakan merupakan suatu konsep psikologis

yang berbicara mengenai kecenderungan seseorang dalam bereaksi

terhadap ekspektasi dan kekhawatiran akan kehidupan yang mungkin terjadi

penolakan dalam berbagai situasi sosial (Feldman & Downey, 1994). Reaksi

yang muncul tersebut dapat melibatkan proses kognitif dan afektif

seseorang, seperti sadar, peka, dan cemas (Boyce & Parker, 1989; Downey

& Feldman, 1996; Bowker, dkk., 2011). Boyce dan Parker (1989)

menambahkan bahwa individu yang memiliki sensitivitas terhadap

penolakan yang tinggi akan cenderung mempersepsikan perilaku dan

perasaan orang lain yang ambigu sebagai kritikan atau penolakan.

Bowker, dkk. (2011) menyatakan bahwa sensitivitas terhadap

penolakan yang tinggi dapat berdampak pada maladaptasi psikologis. Hal

ini didukung oleh Bernstein & Benfield (2013) yang menyatakan bahwa

sensitivitas terhadap penolakanmerupakan suatu kecenderungan atau sifat

yang dimiliki seseorang yang dapat mempengaruhi kualitas dari relasi

sosial. Individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi

menunjukkan perilaku maladaptif dan keterampilan interpersonal yang

(31)

penolakan yang tinggi akan cenderung menginterpretasikan isyarat

interpersonal yang ambigu sebagai sebuah penolakan dan menyebabkan

pengalaman ketidaknyamanan yang lebih besar dibandingkan dengan

individu yang memiliki sensitivitas terhadap penolakanyang rendah (Ng &

Johnson, 2013).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka peneliti menyimpulkan

bahwa sensitivitas terhadap penolakan merupakan kecenderungan

seseorang untuk menyadari, cemas, merasa peka, dan bereaksi berlebihan

secara tidak wajar terhadap kemungkinan penolakan dari lingkungan dalam

berbagai situasi sosial.

2. Pengukuran Sensitivitas terhadap Penolakan

Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas

terhadap penolakan seseorang adalah Rejection Sensitivity Questionnaire

(RSQ) (Downey & Feldman, 1996; Feldman & Downey 1994). RSQ telah

terbukti memiliki konsistensi internal yang tinggi dengan α sebesar 0,83 dan

konsistensi test-retest yang tinggi pula (Downey & Feldman, 1996). Hal ini

mengindikasikan bahwa RSQ merupakan alat ukur yang terpercaya untuk

mengukur komponen ekspektasi kecemasan terhadap penolakan dari

sensitivitas terhadap penolakan (Downey & Feldman, 1996). RSQ terdiri

dari dua dimensi, yaitu harapan akan penerimaan atau penolakan dan derajat

kekhawatiran terhadap akibat yang muncul (Feldman & Downey, 1994).

(32)

tingkat ekspektasi kecemasan seseorang terhadap penolakan pada situasi

yang ambigu (Downey & Feldman,1996).

Alat ukur lain yang dapat mengukur sensitivitas terhadap penolakan

adalah The Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) yang dikembangkan

oleh Boyce dan Parker (1989). Skala ini menggambarkan ketakutan dan

ketidaknyamanan seseorang yang berhubungan dengan perasaan akan

penolakan dari lingkungan sosial (Butler, dkk., 2007; Harb, dkk., 2002).

Boyce dan Parker (1989) merumuskan 5 dimensi yang dapat

menggambarkan tingkat sensitivitas individu terdahap penolakan, yaitu

Interpersonal Awareness, Need for Approval, Separation Anxiety, Timidity,

dan Fragile Inner-Self. Interpersonal Awareness merupakan kewaspadaan

terhadap perilaku orang lain dalam usaha untuk mengukur respon mereka,

serta kekhawatiran dalam interaksi interpersonal (Boyce & Parker, 1989).

Need for Approval merupakan kebutuhan untuk memastikan bahwa orang

lain akan menyukai mereka dan tidak menolak mereka (Boyce & Parker,

1989). Separation Anxiety merupakan kecemasan inidividu akan

keberlansungan kelekatan di masa dewasa karena individu tersebut

kesusahan dalam membentuk kelekatan di masa dewasa (Boyce & Parker,

1989). Timidity merupakan suatu ketidakmampuan individu untuk bersikap

secara asertif dalam interaksi interpersonal (Boyce & Parker, 1989).

Sedangkan, Fragile Inner-Self berbicara mengenai harga diri, khusus

(33)

tidak dapat disukai dan butuh untuk disembunyikan dari orang lain (Boyce

& Parker, 1989).

IPSM berisi dari 36 item yang terdiri atas 7 item Interpersonal

Awareness, 8 item Need for Approval, 8 item Separation Anxiety, 8 item

Timidity, dan 5 item Fragile Inner-Self.IPSM memiliki internal konsistensi

yang tinggi, yaitu sebesar 0,85 (Boyce & Parker, 1989; Butler, dkk., 2007;

Harb, dkk., 2002). Hal tersebut menunjukkan bahwa IPSM merupakan alat

ukur yang reliabel.

Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan skala IPSM

dalam mengukur sensitivitas terhadap penolakan subjek. Peneliti memilih

menggunakan skala IPSM karena skala tersebut telah terbukti memiliki

validitas yang baik dan telah dihasilkan sebagai literatur penelitian terapan

yang luas (Butler, dkk., 2007).

3. Dampak Sensitivitas terhadap Penolakan

Sensitivitas terhadap penolakan memiliki dampak serius yang dapat

merusak hubungan interpersonal seseorang (Bernstein & Benfield, 2013;

Downey & Feldman, 1996; Feldman & Downey, 1994). Butler, dkk. (2007)

menyatakan bahwa ketika sensitivitas terhadap penolakan meningkat, maka

kepercayaan diri dan kemampuan dalam interaksi sosial akan menurun,

khususnya pada kesempatan bertemu dengan orang baru di mana

kemungkinan akan penolakan terjadi lebih tinggi. Hal ini didukung dengan

(34)

sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan menunjukkan perilaku

maladaptif dan lemahnya keterampilan sosial (Bernstein & Benfield, 2013).

Feldman & Downey (1994) juga menjelaskan bahwa pengalaman

penolakan pada masa kanak-kanak akan membentuk strategi pengkodean,

harapan, nilai, dan rencana pengelolaan diri yang dibawa seseorang

bertahan dalam situasi yang baru. Di samping itu, McCabe, Blankstein, dan

Mills (dalam Butler, dkk., 2007) menyatakan bahwa sensitivitas terhadap

penolakan memiliki dampak pada rendahnya performansi akademis

seseorang.

B. Performansi Kerja

1. Pengertian Performansi Kerja

Performansi kerja sering dikenal dengan istilah job performance (Hsu,

2014; Mulki, Caemmerer, & Heggde, 2015) atau work performance

(Blumberg & Pringle, 1982). Randhawa (2007) menyatakan bahwa tujuan

dari sebuah perusahaan diukur melalui performansi. Campbell, McCloy,

Oppler, dan Sager (dalam Randhawa, 2007) menyatakan bahwa

performansi mencangkup segala tindakan yang relevan dengan tujuan dan

dapat diukur dari segi kemampuan masing-masing individu. Dengan kata

lain, dapat dikatakan bahwa performansi kerja merupakan suatu perilaku

yang konsisten dengan tujuan perusahaan dan secara umum dinilai

berdasarkan sejauh mana karyawan mampu melakukan tugasnya untuk

(35)

diperkuat oleh Campbell (dalam Dalal, Bhave, & Fiset, 2014) yang

menyatakan bahwa performansi kerja merupakan perilaku karyawan yang

penting untuk mencapai tujuan organisasi.

Selain didefinisikan sebagai perilaku seseorang, performansi juga

dapat didefinisikan sebagai hasil pekerjaan seorang karyawan. Hal ini

didukung dengan pernyataan Chu dan Lai (2011) yang mendefinisikan

performansi kerja sebagai perilaku dan hasil perkerjaan yang dilakukan oleh

karyawan. Selain itu Sonnentag dan Frese (2002) juga menjelaskan bahwa

performansi memiliki dua aspek yang berbeda, yaitu aspek tindakan dan

aspek hasil (Sonnentag & Frese, 2002). Aspek hasil dari performansi yang

dimaksud adalah konsekuensi atau hasil dari perilaku individu (Sonnentag

& Frese, 2002). Namun, aspek hasil tersebut juga bergantung pada

faktor-faktor lain di luar perilaku individu (Sonnentag & Frese, 2002). Sebagai

contoh, seorang penjual hanya menunjukkan performansi yang biasa saja

dalam berinteraksi langsung dengan klien yang potensial (aspek tindakan),

namun dapat mencapai hasil penjualan yang tinggi (aspek hasil) karena

secara umum permintaan terhadap barang yang dijual sangat tinggi

(Sonnentag & Frese, 2002).

Berbeda dengan aspek hasil yang dapat dijelaskan dengan mudah,

aspek tindakan dari performansi terkadang masih susah untuk didefinisikan

dalam prakteknya tanpa merujuk pada aspek hasil (Sonnentag & Frese,

2002). Seseorang membutuhkan kriteria untuk mengevaluasi seberapa jauh

(36)

tindakan yang dilakukan individu merupakan performansi, namun hanya

tindakan yang relevan dengan tujuan organisasi saja yang merupakan

performansi (Sonnentag & Frese, 2002). Oleh karena itu, penekanan

performansi pada aspek tindakan tidak terlalu memecahkan semua masalah

(Sonnentag & Frese, 2002).

Berdasarkan pengertian-pengertian performansi kerja tersebut, dapat

disimpulkan bahwa performansi kerja merupakan hasil pekerjaan yang

dilakukan oleh karyawan dalam rangka mencapai tujuan organisasi atau

perusahaan. Pada penelitian ini, subjek yang akan digunakan adalah agen

asuransi jiwa, dimana performansi agen secara langsung dipengaruhi oleh

komisi yang diterima (pemasukan) dari menjual produk asuransi (Hsu,

2014).

2. Faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja

Blumberg dan Pringle (1982) mengelompokkan 3 faktor yang dapat

mempengaruhi performansi kerja seseorang, yaitu kemampuan (capacity to

perform), motivasi (willingness to perform), dan lingkungan luar

(opportunity to perform) (Blumberg & Pringle, 1982).

a. Capacity to Perform

Kemampuan merujuk pada kecakapan psikologis dan kognitif yang

memampukan individu untuk melakukan sebuah tugas secara efektif

(Blumberg & Pringle, 1982). Capacity to perform terdiri dari beberapa

(37)

kecerdasan, tingkat pendidikan, ketahanan, keuletan, tingkat energi, dan

keterampilan motorik (Blumberg & Pringle, 1982). Salah satu

keterampilan yang dapat mempengaruhi performansi kerja seseorang

adalah keterampilan interpersonal (Tsai, Chen, & Chin, 2010) Plank dan

Greene (1996) juga menyatakan bahwa keterampilan interpersonal

merupakan salah satu keterampilan yang dibutuhkan oleh tenaga penjual

untuk meningkatkan performansi penjualannya. Hal ini dikarenakan

keterampilan interpersonal dapat memberikan dampak pada perilaku

penjualan yang menghasilkan efektivitas penjualan (Plank & Greene,

1996).

b. Willingness to Perform

Sedangkan faktor willingness to perform meliputi karakteristik

psikologis dan emosional yang mempengaruhi ke arah mana

kecenderungan individu untuk melakukan suatu tugas (Blumberg &

Pringle, 1982). Faktor ini terdiri atas motivasi, kepuasan kerja, status

pekerjaan, kecemasan, kekuasaan partisipasi, sikap, persepsi mengenai

karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, gambaran diri,

kepribadian, norma, nilai, persepsi mengenai ekspektasi peran, dan

perasaan akan keadilan (Blumberg & Pringle, 1982). Salah satu

karakteristik psikologis penting dalam suatu pekerjaan yang memiliki

(38)

penolakan tinggi adalah sensitivitas terhadap penolakan (Butler, dkk.,

2007).

c. Opportunity to Perform

Berbeda dengan dua faktor sebelumnya yang berasal dari dalam diri

individu, faktor opportunity to perform berasal dari luar diri individu

yang mencangkup lingkungan luar yang dapat mempengaruhi

performansi kerja individu (Blumberg & Pringle, 1982). Variabel yang

dimaksud dalam faktor opportunity to perform antara lain, kondisi kerja,

tindakan rekan kerja, perilaku pimpinan, pelatihan atau pengajaran, dan

yang lainnya (Blumberg & Pringle, 1982). Berikut merupakan bagan

hubungan antar faktor yang mempengaruhi performansi kerja.

Skema 1. Hubungan antar faktor yang mempengaruhi performansi

kerja

3. Pengukuran terhadap Performansi Kerja

Performansi kerja dapat dilihat dari perilaku dan hasil pekerjaan

karyawan (Chu & Lai, 2011; Sonnentag & Frese, 2002). Pengukuran

Capacity

Opportunity Willingness

(39)

terhadap perilaku biasa dilakukan dengan menggunakan skala performansi

kerja (Mulki, dkk., 2015; Randhawa, 2007). Sedangkan pengukuran

performansi kerja dilihat dari hasil pekerjaan seorang karyawan biasa

dilakukan dengan melihat data perusahaan mengenai hasil pekerjaan selama

jangka waktu tertentu (Hsu, 2014).

Penjual dalam industri asuransi atau yang sering disebut agen,

memiliki sumber pendapatan utama dari komisi atas penjualan produk

asuransi dan performansi agen secara langsung dapat dilihat dari

penjualannya (Hsu, 2014). Penjualan yang buruk menyebabkan pemasukan

yang rendah, dan kemudian agen akan keluar (Hsu, 2014). Hasil penjualan

dalam bidang asuransi dapat dilihat dari jumlah individu yang berhasil

ditarik menjadi nasabah atau sering disebut dengan istilah jumlah closing.

Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan jumlah closing untuk

mengukur performansi kerja.

C. Dinamika Hubungan antara Sensitivitas terhadap Penolakan dengan

Performansi Kerja

Sensitivitas terhadap penolakan merupakan suatu kecenderungan

seseorang untuk menyadari, cemas, peka, dan bereaksi berlebihan yang tidak

wajar terhadap penolakan dari lingkungan hubungan interpersonalnya.

Sensitivitas terhadap penolakandapat mempengaruhi kualitas dari relasi sosial

(Bernstein & Benfield, 2013). Individu dengan sensitivitas terhadap penolakan

(40)

ambigu sebagai sebuah penolakan dan menyebabkan pengalaman

ketidaknyamanan yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang

memiliki sensitivitas terhadap penolakan yang rendah (Ng & Johnson, 2013).

Selain itu, individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi

menunjukkan perilaku maladaptif dan keterampilan interpersonal yang rendah

(Bernstein & Benfield, 2013).

Keterampilan interpersonal dapat didefinisikan sebagai kemampuan

individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara tepat dan efektif (Butler,

dkk., 2007; Slaughter, dkk., 2014) serta mengembangkan jejaring sosialnya

(Tsai, dkk., 2010). Keterampilan interpersonal termasuk dalam salah satu

dimensi performansi kerja, yaitu capacity to perform (Blumberg & Pringle,

1982). Plank dan Greene (1996) juga menyatakan bahwa keterampilan

interpersonal merupakan salah satu keterampilan yang dibutuhkan oleh tenaga

penjual untuk meningkatkan performansi penjualannya. Berdasarkan penelitian

empiris yang ada, keterampilan interpersonal dapat memberikan dampak pada

perilaku penjualan yang menghasilkan efektivitas penjualan (Plank & Greene,

1996). Efektivitas penjualan yang baik dapat meningkatkan hasil penjualan.

Pada agen asuransi, performansi kerja secara langsung dapat dilihat dari hasil

penjualannya (Hsu, 2014). Penjualan yang buruk menyebabkan pemasukan

yang rendah, dan kemudian agen akan keluar (Hsu, 2014). Penjualan yang baik

dapat menjaga performansi agen tetap bagus dan meningkatkan posisinya (Hsu,

(41)

nasabah yang berhasil diperoleh agen asuransi jiwa atau sering disebut sebagai

jumlah closing.

D. Skema Penelitian

Skema 2. Hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dan

performansi kerja

Sensitivitas terhadap Penolakan

Sensitivitas terhadap Penolakan Tinggi;

- Cemas akan penolakan - Peka akan penolakan

- Bereaksi berlebihan terhadap penolakan

Performansi Kerja (Jumlah Closing) Agen Asuransi Rendah

Sensitivitas terhadap Penolakan Rendah;

- Tenang

- Tidak peka akan penolakan - Tidak bereaksi berlebihan

terhadap penolakan

Performansi Kerja (Jumlah Closing) Agen Asuransi Tinggi - Kepercayaan diri dan

kemampuan berinteraksi menurun

- Perilaku maladaptif

- Percaya diri dan mampu berinteraksi

(42)

E. Hipotesis

Berdasarkan penjabaran tersebut, hipotesis dalam penelitian ini adalah

adanya korelasi negatif antara sensitivitas terhadap penolakan dengan

(43)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yang termasuk

dalam jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional meneliti sejauh

mana satu karakteristik atau variabel terkait dengan satu atau lebih karakteristik

atau variabel lain (Leedy & Ormrod, 2005). Pada penelitian ini, peneliti ingin

melihat apakah terdapat korelasi antara sensitivitas terhadap penolakandengan

performansi kerja agen asuransi jiwa.

B. Identifikasi Variabel

1. Variabel Tergantung : Performansi Kerja

2. Variabel Bebas : Sensitivitas terhadap Penolakan

C. Definisi Operasional

1. Performansi Kerja

Performansi kerja merupakan hasil penjualan yang dilakukan oleh

agen asuransi jiwa dalam melakukan penjualan produk asuransi jiwa untuk

mencapai target penjualan produk asuransi jiwa. Pada agen asuransi jiwa,

aspek dari performansi kerja yang akan dilihat hanya aspek hasil. Oleh

karena itu, performansi kerja pada agen asuransi jiwa diukur dengan melihat

(44)

asuransi jiwa selama satu tahun. Semakin tinggi jumlah closing agen

asuransi jiwa menunjukkan bahwa semakin tinggi performansi kerja agen

asuransi jiwa. Sebaliknya, semakin rendah jumlah closing agen asuransi

jiwa menunjukkan bahwa semakin rendah performansi kerja agen asuransi

jiwa. Data jumlah closing agen dengan pengalaman kerja menjadi agen

asuransi jiwa di bawah atau sama dengan 1 tahun akan didapatkan dari tiap

supervisor agen asuransi jiwa.

2. Sensitivitas terhadap Penolakan

Sensitivitas terhadap penolakan adalah kecenderungan agen asuransi

jiwa untuk menyadari, cemas, sensitif dan bereaksi berlebihan yang tidak

sewajarnya pada perasaan dan perilaku orang lain yang ambigu sebagai

penolakan dari lingkungannya. Pada penelitian ini isyarat interpersonal

yang ambigu yang diinterpretasikan sebagai sebuah penolakan dapat berasal

dari klien asuransi jiwa (lingkungan hubungan interpersonal). Sensitivitas

terhadap penolakan tersebut dapat mempengaruhi kualitas relasi sosial

antara agen asuransi jiwa dengan klien asuransi jiwa.

Sensitivitas terhadap penolakan pada agen asuransi jiwa akan diukur

menggunakan adaptasi skala Interpersonal Sensitivity Measure atau IPSM

yang dikembangkan oleh Boyce dan Parker (1989). Peneliti mengadaptasi

skala IPSM karena sudah terbukti validitas dan reliabilitasnya dalam

mengukur sensitivitas terhadap penolakan. IPSM memiliki lima dimensi,

(45)

Anxiety, (d) Timidity, (e) Fragile Inner-Self. Semakin tinggi skor total IPSM

yang diperoleh agen asuransi jiwa, maka semakin tinggi tingkat sensitivitas

agen asuransi jiwa terhadap penolakan. Sebaliknya, semakin rendah skor

total IPSM yang diperoleh agen asuransi jiwa, maka semakin rendah tingkat

sensitivitas agen asuransi jiwa terhadap penolakan.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang-orang yang menjadi sumber data dari

penelitian, memiliki karakteristik yang sesuai variabel penelitian dan pada

dasarnya yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2015).

Penentuan subjek penelitian menggunakan teknik sampel nonprobability atau

convenience sample (Creswell, 2010). Convenience sample adalah teknik untuk

memilih subjek berdasarkan kemudahan (convenience) dan ketersediaannya

(Creswell, 2010). Pada penelitian ini kemudahan dan ketersediaan subjek yang

dapat dijangkau peneliti adalah agen asuransi jiwa di PT. Prudential Life

Assurance.

Agen asuransi jiwa yang dipilih adalah agen yang memiliki pengalaman

kerja di bidang agen asuransi jiwa di bawah atau sama dengan 1 tahun. Peneliti

memilih subjek dengan pengalaman kerja di bawah atau sama dengan 1 tahun

untuk mengesampingkan pengaruh pengalaman kerja pada performansi kerja

(46)

E. Alat Pengambilan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan skala psikologis dan data perusahaan dari supervisor agen

asuransi jiwa. Skala psikologis mengacu kepada alat ukur non-kognitif yang

berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap variabel

yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari variabel

yang hendak diukur (Azwar, 2015). Skala psikologis yang digunakan dalam

penelitian ini termasuk dalam skala Likert. Pada skala Likert, subjek diminta

untuk menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuan dalam sebuah kontinum

terhadap pernyataan-pernyataan dan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan

untuk mengukur atribut psikologis (Supratiknya, 2014). Pada penelitian ini,

skala psikologis digunakan untuk mengukur sensitivitas terhadap penolakan,

sedangkan performansi kerja diukur dengan menggunakan data perusahaan dari

supervisor agen asuransi jiwa. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut

mengenai skala psikologis yang akan digunakan.

The Interpersonal Sensitivity Measure atau IPSM yang dikembangkan

oleh Boyce & Parker (1989) digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas

agen asuransi jiwa terhadap penolakan. Skala IPSM terdiri atas

pernyataan-pernyataan yang menggambarkan diri subjek yang mencangkup lima dimensi,

yaitu Interpersonal Awareness, Need for Approval, Separation Anxiety,

Timidity, dan Fragile Inner-Self. Pada skala ini subjek diminta untuk menilai

seberapa tepat pernyataan tersebut menggambarkan diri subjek. Pilihan

(47)

“Agak Setuju”, “Agak Tidak Setuju”, dan “Sangat Tidak Setuju”. Pada skala

IPSM tidak disediakan pilihan jawaban netral untuk menghindari rendahnya

tingkat validitas karena munculnya kecenderungan subjek untuk memberikan

penilaian pada pusat gelaja (Central Tendency Effect). Skala IPSM terdiri atas

36 item favorable dengan cara pemberian nilai 1 untuk jawaban “Sangat Tidak

Setuju”, 2 untuk jawaban “Agak Tidak Setuju, 3 untuk jawaban “Agak Setuju”,

dan 4 untuk jawaban “Sangat Setuju”. Berikut ini merupakan blue print dari

[image:47.595.84.516.246.604.2]

Skala The Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM).

Tabel 1.

Blue Print Skala The Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM)

Dimensi Item Proporsi Jumlah

Interpersonal Awareness 2, 4, 10, 23, 28, 30, dan

36 19,4% 7

Need for Approval 6, 8, 11, 13, 16, 18, 20,

dan 34 22,2% 8

Separation Anxiety 1, 12, 15, 17, 19, 25, 26,

dan 29 22,2% 8

Timidity 3, 7, 9, 14, 21, 22, 32,

dan 33 22,2% 8

Fragile Inner-Self 5, 24, 27, 31, dan 35 14% 5

Total 100% 36

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data uji coba (try out) terpakai.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan IBM SPSS 23 pada Lampiran 1, dapat

dilihat daya diskriminasi item (rit) terhadap total item pada tiap dimensi.

Pertama, daya diskriminasi item (rit) terhadap total item pada dimensi

Interpersonal Awareness bergerak dari -0,22 sampai dengan 0,622. Kemudian,

(48)

memiliki nilai minimum 0,099 dan nilai maksimum 0,686. Pada dimensi

Separation Anxiety, daya diskriminasi item (rit) bergerak dari 0,235 sampai

dengan 0,655. Selanjutnya, daya diskriminasi item (rit) terhadap item total item

pada dimensi Timidity memiliki nilai minimum 0,021 dan nilai maksimum

0,536. Pada dimensi yang terakhir, daya diskriminasi item (rit) terhadap total

item pada dimensi Fragile Inner-Self memiliki nilai minimum 0,227 dan nilai

maksimum 0,57.

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

1. Validitas

Validitas merupakan sejauh mana tingkat akurasi suatu alat tes atau

skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya (Azwar, 2014). Suatu alat

pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila menghasilkan

data yang secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang

diukur seperti yang dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut. Ketika

suatu alat tes menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan

pengukuran, maka alat tes tersebut dikatakan sebagai pengukuran yang

memiliki validitas yang rendah (Azwar, 2014). Uji validitas dilakukan pada

skala Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) yang diadaptasi oleh

peneliti dalam penelitian ini dengan tujuan untuk melihat sejauh mana skala

tersebut mampu benar-benar mengungkapkan tingkat sensitivitas terhadap

penolakan seorang agen asuransi jiwa dan keterampilan interpersonal yang

(49)

Metode penerjemahan skala yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah back-translation. Back-translation melibatkan pengambilan

protokol dari suatu penelitian dalam bahasa tertentu, kemudian

menerjemahkan ke dalam bahasa lain, dan meminta orang lain untuk

menerjemahkan kembali ke bahasa yang asli (Matsumoto & Juang, 2008).

Metode ini dipilih untuk menekan kemunculan bias (Matsumoto & Juang,

2008). Langkah pertama yang dilakukan adalah menerjemahkan skala

IPSM dalam Bahasa Inggris menjadi skala IPSM dalam versi Bahasa

Indonesia (direct-translation). Proses penerjemahan dilakukan dengan

menggunakan jasa dari penerjemah di Lembaga Bahasa Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Hasil terjemahan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Setelah didapatkan hasil terjemahan skala IPSM dalam versi Bahasa

Indonesia, peneliti melanjutkan proses adaptasi ke tahap berikutnya, yaitu

back-translation. Pada tahap ini, peneliti akan menerjemahkan kembali

skala IPSM versi Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris. Proses

penerjemahan kali ini juga dilakukan dengan menggunakan jasa Lembaga

Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan penerjemah yang

berbeda dari penerjemah pada tahap pertama. Peneliti memilih satu lembaga

yang sama namun berbeda penerjemah untuk melakukan proses adaptasi

tahap pertama dan kedua karena peneliti ingin menjaga kualitas hasil

terjemahan yang ada. Hasil terjemahan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti setelah mendapatkan hasil

(50)

yang berbeda atau bisa disebut decentering (Hambleton, Merenda, &

Spielberger, 2005; Matsumoto & Juang, 2008). Pada tahap ini, peneliti

meminta bantuan seorang native speaker untuk membandingkan skala

IPSM versi asli (Bahasa Inggris) dengan skala IPSM hasil back-translation

(Bahasa Inggris). Hal ini perlu dilakukan untuk melihat adanya kesetaraan

antara skala IPSM yang telah diterjemahkan dengan skala IPSM versi

aslinya. Ketika ditemukan ada kata-kata yang tidak setara atau memiliki

makna dan nuansa yang sangat berbeda, maka peneliti memeriksa kembali

hasil terjemahan skala IPSM pada tahap pertama dan memperbaikinya.

Hasil pemeriksaan native speaker dapat dilihat pada Lampiran 5.

Setelah peneliti mendapatkan hasil terjemahan skala IPSM dalam

Bahasa Indonesia yang telah diperbaiki (lihat Lampiran 6), peneliti

melakukan validitas isi terhadap skala tersebut. Validitas isi merupakan

sejauh mana elemen-elemen dalam suatu instrument ukur benar-benar

relevan dan merupakan representasi dari konstrak yang sesuai dengan tujuan

pengukuran (Azwar, 2014). Validitas isi diestimasi dengan analisis dari

professional judgement, dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Hal ini

bertujuan untuk melihat skala yang diterjemahkan sesuai dengan raa. nah

dan batasan pengukuran.

Selanjutnya peneliti melakukan uji coba skala IPSM yang telah

divalidasi oleh dosen pembimbing kepada subjek yang tergolong usia

dewasa dan pernah atau sedang bekerja di bidang penjualan. Kriteria

(51)

yaitu agen asuransi jiwa. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat

kalimat pada item skala IPSM yang tidak dapat dipahami dan berapa waktu

yang diperlukan untuk mengerjakan skala. Berdasarkan hasil uji coba skala,

semua item yang ada dapat dipahami dengan baik oleh subjek. Pada

akhirnya diperoleh skala IPSM versi Bahasa Indonesia yang siap untuk

digunakan mengambil data penelitian.

2. Reliabilitas

Reliabilitas berbicara mengenai sejauh mana hasil suatu proses

pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2014). Hasil suatu pengukuran dapa

dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap

kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek

yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2014).

Meskipun ada toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil

beberapa kali pengukuran, namun ketika perbedaan itu sangat besar maka

hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan tidak reliabel (Azwar,

2014). Peneliti menggunakan koefisien alpha (α) dari Cronbach dan alpha

berstrata untuk menentukan reliabilitas alat ukur yang digunakan. Berikut

merupakan reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini.

a. Reliabilitas Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) versi asli

Skala asli Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) telah diukur

internal konsistensinya pada dua kelompok non klinis yang terpisah.

(52)

lengkap pada kelompok umum adalah 0,85 dan pada kelompok

mahasiswa adalah 0,86 (Boyce & Parker, 1989; Harb, dkk., 2002;

Butler, dkk., 2007). IPSM juga telah diuji reliabilitasnya secara

eksternal, yaitu dengan reliabilitas tes-retes. Skala IPSM diujikan ulang

setelah enam minggu pada sampel mahasiswa dan menghasilkan skor

korelasi sebesar 0,70 (Boyce & Parker, 1989; Harb, dkk., 2002; Butler,

dkk., 2007). Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan IPSM memiliki

reliabilitas yang baik.

b. Reliabilitas Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) versi adaptasi

Meskipun telah diketahui bahwa skala asli IPSM memiliki

reliabilitas yang baik, koefisien reliabilitas hasil ukur bagi subjek

penelitian masih tetap diperlukan. Pada subjek penelitian, hasil alpha (α)

Cronbach yang diperoleh skala IPSM secara keseluruhan adalah 0,805.

Di samping itu, perlu juga diketahui alpha berstrata dari skala IPSM.

Alpha berstrata digunakan untuk mengestimasi reliabilitas sebuah alat

tes yang terdiri dari beberapa subtes atau merupakan pengukuran

multidimensi (Widhiarso, 2009). Perhitungan alpha berstrata (αs)

dilakukan dengan menggunakan rumus (Widhiarso, 2009):

= −

∑ �

2

− �

�2

Keterangan:

��2 = varians subtotal butir komponen ke – i

��2 = varians skor total

(53)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS, didapatkan

varians skor total skaal IPSM adalah 155,206. Sedangkan hasil

perhitungan koefisien alpha dan varians setiap dimensi dalam skala

[image:53.595.86.512.197.624.2]

IPSM dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.

Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians Tiap Dimensi IPSM

Dimensi Varians Koefisien Alpha

Interpersonal Awareness 13,007 0,531

Need for Approval 15,476 0,643

Separation Anxiety 21,775 0,717

Timidity 13,541 0,550

Fragile Inner-Self 10,878 0,700

Berikut merupakan perhitungan alpha berstrata skala IPSM:

��= −

, − , − , − , − , − , − . − , − , − ,

,

�� = − ,,

�� = − ,

�� = ,

Berdasarkan hasil perhitungan, alpha berstrata yang diperoleh

skala IPSM adalah 0,825. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skala yang

(54)

G. Analisis Data

1. Uji Asumsi

Uji asumsi perlu dilakukan peneliti sebelum melakukan uji hipotesis.

Hal ini dikarenakan beberapa metode analisis data untuk pengujian hipotesis

memiliki prasyarat yang harus terpenuhi untuk dapat dilakukan.

a. Uji Normalitas

Uji asumsi pertama yang perlu dilakukan peneliti adalah uji

normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk melihat sebaran data yang

ada apakah terdistribusi normal atau tidak. Analisis statistik parametrik

mensyaratkan data yang akan diolah mengikuti distribusi normal

(Santoso, 2012). Sebaran data dikatakan terdistribusi normal ketika nilai

signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2012). Ketika nilai

signifikansi kurang dari 0,05 (p < 0,05) maka sebaran data yang ada

dapat dikatakan tidak terdistribusi normal (Santoso, 2012). Pada

penelitian ini, uji normalitas akan dilakukan dengan menggunakan

Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai residu atau eror. Uji normalitas

dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dilakukan ketika subjek

penelitian lebih dari 30 subjek (Santoso, 2012). Ketika subjek penelitian

tidak lebih dari 30 subjek, maka uji normalitas harus dilakukan dengan

(55)

b. Uji Linieritas

Apabila data terdistribusi normal, maka uji asumsi berikutnya yang

perlu dilakukan adalah uji linieritas. Uji linieritas bertujuan untuk

melihat apakah korelasi antar variabel bersifat linier atau tidak. Hal ini

diperlukan karena teknik korelasi produk momen dan turunannya

cenderung melakukan underestimasi kekuatan hubungan antara dua

varibel apabila hubungannya tidak linier (Santoso, 2012). Uji linieritas

ini dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS 23. Jika nilai signifikansi

kurang dari 0,05 (p < 0,05), maka hubungan antara variabel tergantung

dengan variabel bebas bersifat linier. Oleh karena itu, hubungan antara

variabel tergantung dengan variabel bebas tidak linier ketika nilai

signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2012).

2. Uji Hipotesis

Setelah uji asumsi semuanya terpenuhi, peneliti melanjutkan uji

hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis

korelasi Pearson melalui IBM SPSS 23. Pada penelitian ini, peneliti ingin

melihat korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi

kerja agen asuransi jiwa. Taraf signifikansi yang digunakan adalah p < 0,05.

Apabila korelasi yang didapatkan memiliki nilai p < 0,05, maka dapat

dikatakan bahwa korelasi antar variabel signifikan. Sedangkan jika nilai p >

0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antar

(56)

Apabila data yang ada tidak dapat memenuhi syarat dilakukannya

statistik parametrik, maka peneliti perlu melakukan uji hipotesis dengan

statistik non parametrik (Santoso, 2012). Pada uji hipotesis dengan statistik

non parametrik, peneliti melakukan uji hipotesis dengan analisis korelasi

Spearman’s rho. Pada penelitian ini, peneliti akan menguji korelasi antara

sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi

jiwa. Korelasi antar variabel dikatakan signifikan ketika p < 0,05 (Santoso,

(57)

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian yang pertama kali dilakukan peneliti adalah meminta

izin kepada pembuat skala IPSM untuk mengadaptasi dan menggunakan skala

tersebut dalam penelitian ini. Peneliti meminta izin dengan menghubungi

pembuat skala IPSM melalui email. Setelah mendapatkan izin, peneliti

melakukan penerjemahan skala dengan metode back-translation.

Selama proses penerjemahan berlangsung, peneliti juga melakukan proses

izin kepada pihak Prudential untuk melaksanakan pengambilan data di kantor

tersebut. Oleh karena itu, ketika skala telah siap untuk dibagikan, peneliti

menunjukkan skala tersebut kepada salah satu atasan di PT. Prudential Life

Insurance. Setelah mendapatkan persetujuan dengan pihak Prudential, peneliti

segera menyebarkan skala untuk mengambil data.

B. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan dari tanggal 27 Mei 2016

sampai dengan 7 Juni 2016. Proses pengambilan data pertama dilaksanakan

pada tanggal 27 Mei 2016. Peneliti menyebarkan skala kepada 14 subjek yang

hadir dalam sebuah pertemuan kecil di PT. Prudential Life Insurance. Peneliti

benar-benar menjaga identitas pada subjek penelitian. Adapun prosedur

(58)

untuk membaca informed consent dan memberikan tanda tangan persetujuan

untuk menjadi subjek penelitian pada lembar angket. Lalu peneliti menjelaskan

instruksi pengerjaan angket secara klasikal di sebuah ruangan. Peneliti tidak

dapat langsung mengumpulkan kembali skala yang telah disebar saat itu karena

subjek meminta untuk membawa pulang skala. Kemudian pada tanggal 30 Mei

2016, peneliti kembali menyebar skala dalam sebuah pertemuan rutin yang

bersifat wajib bagi pada agen asuransi di PT. Prudential Life Insurance. Pada

pertemuan saat itu peneliti juga melakukan prosedur pengambilan data seperti

sebelumnya namun peneliti dapat mengumpulkan skala yang telah diisi

langsung pada saat itu.

Selanjutnya peneliti memutuskan untuk meninggalkan skala kosong dan

menghubungi salah satu staff di PT. Prudential Life Insurance untuk meminta

tolong menyebarkan skala apabila ada agen asuransi yang datang ke kantor. Hal

ini dilakukan peneliti karena jumlah subjek yang dapat terpakai dari hasil

pengumpulan data selama dua hari masih sedikit karena subjek yang memiliki

pengalaman kerja di bawah atau sama dengan 1 tahun hanya setengah dari

jumlah subjek yang datang. Pada tanggal 7 Juni 2016, peneliti mengambil skala

yang telah diisi oleh agen asuransi di PT. Prudential Life Insurance melalui

bantuan salah satu staff yang ada. Total skala yang kembali ada 72 skala dari

121 skala yang disebar. Akan tetapi, skala yang dapat digunakan hanya 30 skala

dikarenakan banyak skala yang tidak diisi dengan lengkap. Hal ini dapat terjadi

karena pada saat skala dibagikan dalam pertemuan, peneliti melihat banyak

(59)

C. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini merupakan agen asuransi jiwa yang bekerja di

PT. Prudential Life Insurance dengan pengalaman bekerja di bawah atau sama

dengan 1 tahun. Setelah melalui proses penyaringan data, dari jumlah 72 subjek

yang mengisi skala, hanya 30 subjek yang datanya dapat digunakan dalam

[image:59.595.84.514.241.628.2]

penelitian ini. Berikut merupakan gambaran subjek secara umum.

Tabel 3.

Deskripsi Usia dan Jenis Kelamin Subjek

Usia Jumlah Subjek

Dewasa Awal (20 – 40 tahun)

Laki-laki 6

Gambar

Tabel 2. Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians Tiap Dimensi IPSM…………..31
Tabel 1. Blue Print Skala The Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM)
Tabel 2. Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians Tiap Dimensi IPSM
Tabel 3. Deskripsi Usia dan Jenis Kelamin Subjek
+6

Referensi

Dokumen terkait

Awal tahun ($) Kurs = Rp.. Hedging yang bisa dilakukan adalah dengan menjual rupiah iorward. Apabila perusahaan bisa mendapatkan partner yang bersedia menjual dolar iorward 1

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Universitas Muhammadiyah Purwokerto Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil.. Dalam hal

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rakhmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir yang berjudul “ ASUHAN

It is related to the characterization of Shimamura as the main character in Kawabata’s Snow Country and also his motivation to have a love relationship with a hot-spring geisha

dengan 3 anak atau lebih, umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau. lebih, dan umur istri 35 – 40 dengan 1 anak atau lebih sedangkan

Ada pula yang sebelumnya adalah orang yang dapat tidur dengan normal, tetapi sewaktu mengalami suatu stress melakukan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik untuk tidur.

Sejalan dengan hal tersebut, uji-t menunjukkan hasil uji beda sebesar 14,20 lebih besar dari ttabel 2,092, sehingga dapat disimpulkan penerapan media video berpengaruh

Banyak pemimpin besar meraih keberhasilan dalam pekerjaan dan kehidupannya melalui seperangkat hukum kepemimpinan yang mendetail. Sedangkan manajer &#34;biasa&#34;,