• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis unjuk kerja protokol routing RAPID di jaringan oportunistik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis unjuk kerja protokol routing RAPID di jaringan oportunistik."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Delay Tolerant Network (DTN) adalah jaringan dengan skema routing yang

menantang dengan kepadatan node yang jarang dan konektivitas intermiten. Dalam tugas akhir ini dilakukan perbandingan dua protokol routing DTN, yaitu protokol routing RAPID dan Epidemic. Hal ini dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja protokol routing RAPID dengan menggunakan The ONE simulator. Unjuk kerja jaringan yang diukur adalah delivery probability, average delay,

overhead ratio, message drop, average buffer occupancy. Parameter dan skenario

berdasarkan luas area tetap dengan jumlah TTL, node dan buffer yang bertambah. Hasil penelitian menunjukan protokol routing RAPID lebih unggul jika dibandingkan dengan protokol Epidemic ketika pada model pergerakan shortest

path map based. Hal ini karena pergerakan tersebut menggunakan jalur berbasis

map yang menguntungkan protokol routing RAPID untuk menjalankan algoritma

contol channel untuk mengetahui gambaran jaringan global, yang kemudian

pengetahuan dari contol channel digunakan oleh algoritma inference dalam mendefinisikan utilitas dalam melakukan replikasi. Sehingga meningkatkan perfoma dengan delivery probability dan average delay yang baik dibandingkan dengan Epidemic. Begitu juga dari sisi overhead ratio dan message drop yang kecil.

Kata Kunci: Delay Tolerant Network, RAPID, Epidemic, simulator, delivery

probability, average latency, overhead ratio, message drop dan average buffer

(2)

Abstract

Delay Tolerant Network (DTN) is a network with a challenging routing scheme with a rare density of nodes and intermittent connectivity. This final project compares two DTN routing protocols; RAPID routing protocol and epidemic routing protocol. This was done to know how the performance of RAPID routing protocol using The ONE simulator. The measurement of the network perfomance are delivery probability, average delay, overhead ratio, message drop, and average a buffer occupancy. Parameter and scenario are based on fixed capacious of area with the increase of nodes, TTL and buffer.

The result shows that RAPID routing protocol is more superior than the Epidemic protocol especially on the movement model of the shortest path map based. This because of that movement using map-based path which are profitable to RAPID routing protocol to execute the contol channel algorithm that describe the global network, then knowledge of the contol channel used by the inference algorithms in defining utility to do replication. So it increased the perfomance with delivery probabality and good average delay compared with the Epidemic routing protocol. Also in terms of overhead ratio and a small message drop.

(3)

ANALISIS UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING RAPID DI

JARINGAN OPORTUNISTIK

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT

MEMPEROLEH GELAR SARJANA KOMPUTER

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

OLEH:

ALEXANDER DWI RYO SUBROTO WIDHIYANTO

125314114

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

PERFOMANCE ANALIYSIS OF RAPID ROUTING PROTOCOL IN

OPPORTUNISTIC NETWORK

A THESIS

PRESENTED AS PARTIAL OF REQUIREMENTS

TO OBTAIN SARJANA KOMPUTER DEGREE

IN INFORMATICS ENGINEERING DEPARTMENT

BY:

ALEXANDER DWI RYO SUBROTO WIDHIYANTO

125314114

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF INFORMATICS ENGINEERING

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVEERSITY

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)
(8)

MOTTO

(9)
(10)

ABSTRAK

Delay Tolerant Network (DTN) adalah jaringan dengan skema routing yang

menantang dengan kepadatan node yang jarang dan konektivitas intermiten. Dalam tugas akhir ini dilakukan perbandingan dua protokol routing DTN, yaitu protokol routing RAPID dan Epidemic. Hal ini dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja protokol routing RAPID dengan menggunakan The ONE simulator. Unjuk kerja jaringan yang diukur adalah delivery probability, average delay,

overhead ratio, message drop, average buffer occupancy. Parameter dan skenario

berdasarkan luas area tetap dengan jumlah TTL, node dan buffer yang bertambah. Hasil penelitian menunjukan protokol routing RAPID lebih unggul jika dibandingkan dengan protokol routing Epidemic ketika pada model pergerakan

shortest path map based. Hal ini karena pergerakan tersebut menggunakan jalur

berbasis map yang menguntungkan protokol routing RAPID untuk menjalankan algoritma contol channel untuk mengetahui gambaran jaringan global, yang kemudian pengetahuan dari contol channel digunakan oleh algoritma inference dalam mendefinisikan utilitas dalam melakukan replikasi. Sehingga meningkatkan perfoma dengan delivery probability dan average delay yang baik dibandingkan dengan Epidemic. Begitu juga dari sisi overhead ratio dan message drop yang kecil.

Kata Kunci: Delay Tolerant Networ, RAPID, Epidemic, simulator, delivery

probability, average latency, overhead ratio, message drop dan average buffer

(11)

ABSTRACT

Delay Tolerant Network (DTN) is a network with a challenging routing scheme with a rare density of nodes and intermittent connectivity. This final project compares two DTN routing protocols; RAPID routing protocol and Epidemic routing protocol. This was done to know how the performance of RAPID routing protocol using The ONE simulator. The measurement of the network perfomance are delivery probability, average delay, overhead ratio, message drop, and average a buffer occupancy. Parameter and scenario are based on fixed capacious of area with the increase of nodes, TTL and buffer.

The result shows that RAPID routing protocol is more superior than the Epidemic protocol especially on the movement model of the shortest path map based. This because of that movement using map-based path which are profitable to RAPID routing protocol to execute the contol channel algorithm that describe the global network, then knowledge of the contol channel used by the inference algorithms in defining utility to do replication. So it increased the perfomance with delivery probabality and good average delay compared with the Epidemic routing protocol. Also in terms of overhead ratio and a small message drop.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

ANALISIS UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING RAPID DI JARINGAN

OPORTUNISTIK ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...2

1.3 Tujuan Penelitian ...2

1.4 Batasan Masalah ...2

1.5 Metodelogi Penelitian ...3

1.6 Sistematika Penulisan ...4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

2.1 Jaringan Nirkabel (Wireless) ...5

2.1.1 Mobile Ad Hoc Network (MANET) ...5

2.1.2. Karakteristik Ad Hoc ...6

2.1.3 Aplikasi Jaringan Ad Hoc ...6

2.2 Opportunistic Networks ...6

2.2.1 Karakteristik Jaringan Oportunistik ...9

2.3 Protokol Routing...10

2.4 Protokol Routing RAPID ...11

2.4.1 Model Sistem ...11

(14)

2.4.3 The selection algorithm ...13

2.4.4 Inference Algorithm ...13

2.4.5 Control Channel ...15

2.5 Protokol Routing Epidemic ...19

2.6 The Opportunistic Network Environment Simulator ...21

2.6.1 Fungsi The ONE simulator ...21

BAB III PERANCANGAN SIMULASI JARINGAN ... 22

3.1 Parameter Simulasi ...22

3.2 Skenario Simulasi ...23

3.2.1 Tabel Skenario ...23

3.3 Parameter Kinerja ...23

3.3.1 Delivery Probability ...23

3.3.2 Average Delay ...24

3.3.3 Overhead Ratio ...24

3.3.4 Message Drop ...24

3.3.5 Average Buffer Occupancy...24

3.4 Model Pergerakan ...25

3.4.1 Random Waypoint ...25

3.4.2 ShortestPath Map Based Movement ...25

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA ... 29

4.1 ShortestPathMapBasedMovement ...29

4.1.1 Penambahan TTL ...29

4.1.2 Penambahan Node ...32

4.1.4 Penambahan Buffer ...35

4.2 Random Waypoint ...38

4.2.1 Penambahan TTL ...38

4.2.2 Penambahan Node ...41

4.2.3 Penambahan Buffer ...44

4.3. Perbandingan Protokol Routing RAPID terhadap Protokol Routing Epidemic ...47

4.3.1 Penambahan TTL ...47

4.3.2 Penambahan Node ...53

4.3.3 Penambahan Buffer ...58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

(15)

5.2 Saran ...64

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar variabel yang umum digunakan ... 13

Tabel 3.1 Parameter tetap dalam skenario ... 22

Tabel 3.2 Skenario A dengan Penambahan TTL ... 23

Tabel 3.3 Skenario B dengan Penambahan Node ... 23

Tabel 3.4 Skenario C dengan Penambahan Buffer ... 23

Tabel 4.1 ShortestPath Map Based Movement: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah TTL ... 29

Tabel 4.2 ShortestPath Map Based Movement: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah Node ... 32

Tabel 4.3 ShortestPath Map Based Movement: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah Buffer ... 35

Tabel 4.4 Random Waypoint: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah TTL ... 38

Tabel 4.5 Random Waypoint: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah Node ... 41

Tabel 4.6 Random Waypoint: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah Buffer ... 44

Tabel 4.7 Hasil perbandingan penambahan TTL terhadap delivery probability. ... 47

Tabel 4.8 Hasil perbandingan penambahan TTL terhadap average delay. ... 48

(17)

Tabel 4.10 Hasil perbandingan penambahan TTL terhadap

message drop. ... 51

Tabel 4.11 Hasil perbandingan penambahan node terhadap

Delivery Probability. ... 53

Tabel 4.12 Hasil perbandingan penambahan node terhadap

average delay. ... 54

Tabel 4.13 Hasil perbandingan penambahan node terhadap

overhead ratio. ... 55 Tabel 4.14 Hasil perbandingan penambahan node terhadap

message drop. ... 57

Tabel 4.15 Hasil perbandingan penambahan buffer terhadap

Delivery Probability. ... 58

Tabel 4.16 Hasil perbandingan penambahan buffer terhadap

average delay. ... 59

Tabel 4.17 Hasil perbandingan penambahan buffer terhadap

overhead ratio. ... 61

Tabel 4.18 Hasil perbandingan penambahan buffer terhadap

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Metode Store and Forward ... 8

Gambar 2.2 Letak Bundle Layer ... 9

Gambar 2.3 Paket yang ditujukan ke buffer Z untuk node yang berbeda ... 18

Gambar 2.4 Dependensi delay antar paket yang ditujukan ke node Z ... 18

Gambar 2.5 Posisi paket i dalam antrian paket diperuntukkan untuk Z... 19

Gambar 2.6 Skema cara kerja Epidemic ... 20

Gambar 2.7 Tampilan awal The ONE Simuator ... 14

Gambar 3.1 Model Pergerakan Random Waypoint ... 25

Gambar 3.2 Model Pergerakan ShortestPath Map Based ... 26

Gambar 3.3 Model pergerakan ... 27

Gambar 3.4 Snapshoot jaringan node 126 dengan model pergerakan ShortestPathMapBased ... 27

Gambar 3.5 Snapshoot jaringan node 126 dengan model pergerakan Random Waypoint ... 28

Grafik 4.1 ShortestPathMapBased: Grafik Penambahan TTL Terhadap Unjuk Kerja Jaringan. ... 30

Grafik 4.2 ShortestPathMapBased: Grafik Pengaruh Penambahan TTL (60 Menit) Terhadap Average Buffer Occupancy ... 31

Grafik 4.3 ShortestPathMapBased: Grafik Pengaruh Penambahan TTL (480 Menit) Terhadap Average Buffer Occupancy ... 31

Grafik 4.4 ShortestPathMapBased: Grafik Penambahan Node Terhadap Unjuk Kerja Jaringan ... 33

(19)

Grafik 4.6 ShortestPathMapBased: Grafik Pengaruh Penambahan

Node (150) Terhadap Average Buffer Occupancy. ... 34 Grafik 4.7 Shortest Path Map Based: Grafik Pengaruh Penambahan

Buffer Terhadap Average Buffer Occupancy ... 36

Grafik 4.8 ShortestPathMapBased: Grafik Pengaruh Penambahan

Buffer (10 MB) Terhadap Average Buffer Occupancy. ... 37 Grafik 4.9 ShortestPathMapBased: Grafik Pengaruh Penambahan

Buffer ( 70MB) Terhadap Average Buffer Occupancy. ... 37 Grafik 4.10 Random Waypoint: Grafik Penambahan buffer

Terhadap Unjuk Kerja Jaringan. ... 39 Grafik 4.11 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan TTL

Terhadap Average Buffer Occupancy ... 40 Grafik 4.12 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan TTL

Terhadap Average Buffer Occupancy. ... 40 Grafik 4.13 Random Waypoint: Grafik penambahan Node Terhadap

Unjuk Kerja Jaringan ... 42 Grafik 4.14 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan Node

Terhadap Average Buffer Occupancy. ... 43 Grafik 4.15 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan Node

Terhadap Average Buffer Occupancy. ... 43 Grafik 4.16 Random Waypoint: Grafik Penambahan Buffer Terhadap

Unjuk Kerja Jaringan ... 45 Grafik 4.17 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan Buffer

(20)

Terhadap Average Buffer Occupancy ... 46 Gambar 4.19 Grafik perbandingan pada penambahan TTL terhadap

Delivery Probability. ... 47

Gambar 4.20 Grafik perbandingan pada penambahan TTL terhadap

average delay. ... 49

Gambar 4.21 Grafik perbandingan pada penambahan TTL terhadap

overhead ratio. ... 50

Gambar 4.22 Grafik perbandingan pada penambahan TTL terhadap

message drop. ... 52

Gambar 4.23 Grafik perbandingan pada penambahan node terhadap

delivery probability. ... 53

Gambar 4.24 Grafik perbandingan pada penambahan node terhadap

average delay. ... 54

Gambar 4.25 Grafik perbandingan pada penambahan node terhadap

overhead ratio. ... 56

Gambar 4.26 Grafik perbandingan pada penambahan node terhadap

message drop. ... 57

Gambar 4.27 Grafik perbandingan pada penambahan buffer terhadap

delivery probability. ... 58

Gambar 4.28 Grafik perbandingan pada penambahan buffer terhadap average

delay. ... 60

Gambar 4.29 Grafik perbandingan pada penambahan buffer terhadap

overhead ratio. ... 61

Gambar 4.30 Grafik perbandingan pada penambahan buffer terhadap

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Jaringan komputer saat ini berkembang sangat pesat dari jaringan kabel ke jaringan nirkabel. Jaringan nirkabel merupakan salah satu teknologi jaringan yang menggunakan udara sebagai perantara untuk berkomunikasi. Jaringan nirkabel ini dibagi menjadi dua yaitu jaringan nirkabel berbasis infrastruktur dan jaringan nirkabel tanpa memerlukan infrastruktur yang disebut Mobile Ad Hoc Network (MANET). Dalam MANET ini setiap node dalam jaringan dapat bertindak sebagai penyedia router (relay) untuk penghubung dengan node yang lain, sehingga semua node pada jaringan bertanggungjawab dalam proses komunikasi dan transportasi data.

Beberapa skema jaringan routing MANET telah dikembangkan untuk jaringan dengan skema routing yang menantang dengan kepadatan node yang jarang dan konektivitas intermiten. Jaringan tersebut disebut sebagai Delay

Tolerant Network (DTN). Contoh jaringan ini mencakup jaringan di daerah

yang belum dikembangkan adanya koneksi Internet, jaringan sensor pemantauan alam dan bidang militer.

DTN menerapkan metode store-carry-forward, yang berarti sebuah paket data saat melewati node-node perantara (ex. router) akan disimpan terlebih dahulu sebelum diteruskan. Hal ini untuk mengantisipasi seandainya node berikutnya tidak dapat dijangkau (mati) atau ada kendala yang lain. Selama proses pengiriman informasi node akan melakukan proses

store-carry-forward sampai pada tujuan pengiriman informasi. Dalam mekanisme

pengiriman informasi DTN memiliki beberapa protokol routing. Diantaranya adalah protokol routing Resource Allocation Protocol for Intentional DTN (RAPID) dan protokol routing Epidemic.

(22)

lainya maka pertama kali yang dilakukan adalah bertukar summary vector, untuk mengidentifikasi pesan apakah node yang baru ditemui sudah mempunyai pesan yang dibawa node pengirim atau tidak, jika tidak maka node pengirim akan meneruskan salinan pesan yang dibawa. Paket akan terus disalin dari satu node ke node lain sampai TTL pesannya berakhir. Pesan dan

unique identifier akan disimpan dalam buffer node. Dengan demikian, pesan

tersebut menyebar ke seluruh jaringan hingga sampai ke node tujuan.

Kedua protokol routing tersebut memiliki mekanisme yang berbeda dalam proses routing. Sehingga dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis unjuk kerja protokol routing DTN yakni protokol routing RAPID dengan protokol routing Epidemic sebagai pembandingnya di jaringan oportunistik. Pengujian dilakukan dengan memvariasikan penambahan TTL pesan, penambahan node dan penambahan buffer.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang didapat adalah analisis unjuk kerja protocol routing RAPID terhadap protokol

routing Epidemic di jaringan oportunistik.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah mengetahui kelebihan dan kekurangan protokol routing RAPID terhadap protokol routing Epidemic di jaringan oportunistik yang diukur dengan metrik unjuk kerja, yaitu delivery

probability, average latency, overhead ratio, message drop dan average buffer

occupancy.

1.4Batasan Masalah

Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, masalah dibatasi sebagai berikut: 1. Menggunakan protokol routing RAPID dan protokol routing Epidemic. 2. Parameter yang digunakan adalah delivery probability, average latency,

overhead ratio, message drop dan average buffer occupancy.

3. Simulator yang digunakan adalah The Opportunistic Network Environment

(23)

1.5Metodelogi Penelitian

Adapun metologi penelitian dan langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur a. Teori MANET

b. Teori Opportunistic Network

c. Teori protokol routing RAPID dan protokol routing Epidemic

d. Teori tentang delivery probability, average latency, overhead ratio,

message drop dan average buffer occupancy.

e. Teori ONE simulator

f. Tahap-tahap dalam membangun simulasi. 2. Perancaangan

Dalam tahap ini penulis merancang skenario sebagai berikut: a. Penambahan dalam jumlah TTL pesan.

b. Penambahan dalam jumlah buffer. c. Penambahan dalam jumlah node.

3. Pembangunan Simulasi dan Pengumpulan Data.

Simulasi jaringan oportunistik pada tugas akhir ini menggunakan The ONE Simulator.

4. Analisis Data.

Dalam tahap ini penulis menganalisis hasil pengukuran yang diperoleh pada proses simulasi. Analisis dihasilkan dengan melakukan pengamatan dari beberapa kali pengukuran yang menggunakan parameter simulasi yang berbeda.

5. Penarikan Kesimpulan

(24)

1.6Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis membagi sistematika penyusunan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bagian ini berisi mengenai dasar teori yang digunakan penulis dalam menyusun tugas akhir ini.

BAB III PERANCANGAN SIMULASI JARINGAN

Bab ini berisi mengenai perancangan kerja dalam melakukan analis serta parameter-parameter yang digunakan.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

Bab ini berisi mengenai tahap-tahap pengujian simulasi dan analisis data simulasi jaringan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Jaringan Nirkabel (Wireless)

Jaringan nirkabel merupakan salah satu teknologi jaringan yang menggunakan udara sebagai perantara untuk berkomunikasi. Jaringan nirkabel menggunakan standart Institute of Electrical and Electronics Engineers 802.11 atau IEEE 802.11. IEEE merupakan organisasi yang mengatur standar mengenai teknologi nirkabel. Frekuensi kerja jaringan nirkabel adalah 2,4 GHz, 3,7 GHz dan 5GHz.

Topologi pada jarigan nirkabel ini dibagi menjadi dua yaknik topologi nirkabel dengan berbasis infrastruktur (access point) dan topologi nirkabel tanpa memanfaatkan infrastruktur.[1] Jaringan wireless infrastruktur kebanyakan digunakan untuk memperluas jaringan LAN atau untuk berbagai jaringan agar dapat terkoneksi ke Internet. Untuk membangun jaringan infrastruktur diperlukan sebuah perangkat yaitu wireless access point untuk menghubungkan client yang terhubung dan manajemen jaringan nirkabel. Jaringan nirkabel dengan mode Ad-hoc tidak membutuhkan perangkat tambahan seperti access point, yang dibutuhkan hanyalah wireless adapter pada setiap komputer yang ingin terhubung. Ad-hoc pada dasarnya adalah jaringan yang diperuntukkan untuk keperluan sementara.

2.1.1 Mobile Ad Hoc Network (MANET)

Mobile Ad hoc Network (MANET) merupakan sebuah jaringan nirkabel

yang terdiri dari beberapa node yang tidak memerlukan infrastruktur. Setiap node pada jaringan ini bersifat mobile. Setiap node dalam jaringan dapat berperan sebagai host dan router yang berfungsi sebagai penghubung antara node yang satu dengan node yang lainnya.

MANET melakukan kominukasi secara peer to peer menggunakan

routing dengan cara multihop. Informasi yang akan dikirimkan disimpan

(26)

2.1.2. Karakteristik Ad Hoc

Beberapa karakteristik dari jaringan ini adalah:

a. Otonomi dan tanpa infrastruktur, MANET tidak bergantung kepada infrastruktur atau bersifat terpusat. Setiap node berkomunikasi secara distribusi peer-to-peer.

b. Topologi jaringan bersifat dinamis, artinya setiap node dapat bergerak bebas, (random mobility) dan tidak dapat diprediksi.

c. Scalability, artinya MANET bersifat tidak tetap atau jumlah node

berbeda di tiap daerah.

d. Sumberdaya yang terbatas, baterai yang dibawa oleh setiap mobile node mempunyai daya terbatas, kemampuan untuk memproses terbatas, yang pada akhirnya akan membatasi layanan dan aplikasi yang didukung oleh setiap node.

2.1.3 Aplikasi Jaringan Ad Hoc

Karakteristik jaringan ad hoc yang dinamis membuat jaringan ini dapat diaplikasikan di berbagai tempat. Selain itu tidak diperlukan adanya infratstruktur, membuat jaringan ini daat dibentuk dalam situasi apapun. Beberapa contoh aplikassi jaringan ad hoc adalah untuk operasi militer, keperluan komersial dan untuk membuat personal area network.[3].

Pada operasi militer, jaringan ad hoc digunakan untuk mempermudah akses informasi antar personil militer. Jaringan ini juga dapat digunakan pada situasi yang sifatnya darurat misalnya banjir atau gempa bumi, atau dapat juga digunkan untuk sebuah acara seperti konser musik. Untuk jarak yang pendek atau kurang dari 10 meter komunikasi secara ad hoc dapat terjalin pada berbagai macam perangkat seperti telepon seluler dan laptop.

2.2 Opportunistic Networks

Delay Tolerant Network, artinya jaringan komputer yang toleran atau

tidak mempermasalahkan waktu tunda. Pada jaringan dengan DTN, meskipun waktu tunda dalam jaringan cukup tinggi, jaringan DTN tetap dapat bekerja [4]. Konsep DTN pertama kali diperkenalkan oleh Kevin Fall dalam makalah

ilmiahnya yang berjudul “A Delay-Tolerant Network Architecture for

(27)

DTN merupakan arsitektur yang cocok pada jaringan yang “menantang” (challenged). Maksud dari “menantang” disini adalah jaringan yang penuh dengan masalah, seperti delay yang lama, koneksi yang sering terputus dan tingkat error yang tinggi. Contoh jaringan yang menantang antara lain:

- Jaringan luar angkasa (Interplanetary Network), konsep jaringan yang memungkinkan akses Internet di luar angkasa.

- Military AdHoc Network. Pasukan militer sering kali ditempatkan di

daerah-daerah terpencil yang tidak berpenghuni dan tidak ada koneksi memadai. Misalkan di perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini, atau di pulau-pulau terluar Indonesia. Konsep DTN dapat digunakan untuk membangun jaringan komputer dalam keadaan seperti ini.

- Jaringan Sensor/Aktuator, contohnya pada penerapan Wireless Sensor

Network (WSN).

Dari beberapa contoh jaringan yang disebutkan di atas, alasan utama terciptanya konsep DTN adalah untuk komunikasi luar angkasa (Interplanetary Network). Oleh karena itu, pada perkembangan DTN saat ini, NASA (lembaga peneliti luar angkasa AS) selalu ikut berperan besar. Pada komunikasi luar angkasa, jelas tidak akan dapat dilakukan dengan protokol TCP/IP. Komunikasi luar angkasa memiliki karakter delay pengiriman yang lama (akibat jarak yang jauh) dan koneksi end-to-end yang tidak selalu ada (bahkan tidak pernah).

(28)

Bagaimana DTN dapat bekerja pada jaringan yang penuh dengan hambatan seperti koneksi sering terputus dan tingkat delay yang tinggi? Jawabannya adalah pada penggunaan metode store and forward. Metode store

and forward berarti sebuah paket data saat melewati node-node perantara (ex.

router) akan disimpan terlebih dahulu sebelum diteruskan. Hal ini untuk mengantisipasi seandainya node berikutnya tidak dapat dijangkau (mati) atau ada kendala yang lain. Ilustrasi konsep store and forward ditunjukkan dalam Gambar 2.2

Gambar 2. 1 Metode Store and Forward

Pada Gambar 2.2 menunjukan proses pengiriman data dari node A dengan tujuan akhir node D. Saat melewati node B dan node C sebagai perantara, data disimpan terlebih dahulu sebelum dikirimkan apabila koneksi dengan node berikutnya telah siap. Metode store and forward memiliki konsekuensi yaitu setiap node harus memiliki media penyimpanan (storage).

Storage digunakan untuk menyimpan data apabila koneksi dengan node

berikutnya belum tersedia.

Dalam DTN, proses store and forward dilakukan pada sebuah layer tambahan yang disebut bundle layer, dan data yang tersimpan sementara disebut dengan bundle. Bundle layer adalah sebuah layer tambahan untuk memodifikasi paket data dengan fasilitas-fasilitas yang disediakan DTN.

Bundle layer terletak langsung di bawah layer aplikasi. Dalam bundle layer,

(29)

Gambar 2.2 Letak Bundle Layer

Gambar 2.3 menunjukan penerapan DTN pada jaringan. Perlu diketahui bahwa DTN tidak hanya beroperasi di jaringan TCP/IP. Protokol-protokol pada layer di bawah bundle layer bisa protokol apa saja, tergantung kondisi jaringan. Oleh karena itu, salah satu fungsi DTN adalah dapat menjadi perantara jaringan yang berbeda protokol.

2.2.1 Karakteristik Jaringan Oportunistik

Beberapa karakteristik dari jaringan ini adalah: a. Pemutusan

Tidak ada koneksi antara jumlah node. b. Intermittent Connectivity

Jika tidak ada jalur end-to-end antara source dan destination maka komunikasi dengan menggunakan protokol TCP/IP tidak bisa dilakukan. c. Waktu Tunda Tinggi

Tunda (delay) didefinisikan sebagai end-to-end delay antara node. Delay tinggi terjadi karena jumlah pemutusan antara node.

d. Low Data Rate

Data Rate adalah tingkat yang menggambarkan jumlah pesan yang

(30)

e. High Error Rate

Jika kesalahan bit terjadi pada link, maka data membutuhkan koreksi kesalahan untuk kemudian dikirim ulang keseluruhan paket yang dapat menyebabkan lalulintas jaringan semakin tinggi. Untuk mentransmisikan semua paket, dibutuhkan lalulintas jaringan yang lebih.

f. Sumber Daya yang Terbatas

Delay Tolerant Network (DTN) memiliki kendala pada sumber daya. Hal

ini membutuhkan desain protokol untuk mengefesienkan sumber daya. Dengan kata lain, penggunaan node harus mengkonsumsi sumber daya perangkat keras secara terbatas seperti CPU, memori (RAM) dan baterai. Misalnya, di WSNs, node dapat ditempatkan di lingkungan terbuka selama bertahun-tahun sebelum data dikumpulkan, dan karenanya membutuhkan node untuk mengelola penggunaan energi tiap node. Selain itu, protokol

routing yang baik akan mempengaruhi sumber dari beberapa node. Sebagai

contoh, node dapat memilih untuk mengalihkan beberapa bundel mereka untuk disimpan ke node lain untuk membebaskan memori atau untuk mengurangi biaya transmisi.

g. Long or Variable Delay

Setiap node memiliki buffer sendiri untuk pesan store, hal ini dapat menyebabkan pemutusan panjang antrian delay. Waktu delay yang panjang merupakan efek dari intermittent connectivity dan dapat menyebabkan waktu delay yang cukup panjang antara source dan destinantion.

2.3 Protokol Routing

(31)

sebagai penghubung digunakan untuk meneruskan paket dari source ke

destination.

Sebuah jaringan wireless akan mengorganisir dirinya sendiri dan beradaptasi dengan sekitarnya. Ini berarti jaringan tersebut dapat terbentuk tanpa sistem infrastruktur. Perangkat pada jaringan ini harus mampu mendeteksi keberadaan perangkat lain untuk melakukan komunikasi dan berbagi informasi.

Routing merupakan perpindahan informasi diseluruh jaringan dari node

source ke node destination dengan minimal satu node berperan sebagai

perantara. Routing bekerja pada layer 3 (lapisan jaringan). Routing dibagi menjadi 2 bagian. Yang pertama adalah protokol routing yang berfungsi untuk menentukan bagaimana node berkomunikasi dan membagikan informasi dengan node lainnya yang memungkinkan node source untuk memilih rute yang optimal ke node destination dalam sebuah jaringan komputer (fungsi utama dari routing pada DTN adalah mencari jalur dari node source ke node

destination). Protokol routing menyebarkan informasi pertama kali ke node

tetangganya, kemudian ke seluruh jaringan. Setelah mendapatkan routing informasi maka setiap node menyusun routing algoritma. Sedangkan algoritma routing berfungsi untuk menghitung secara matematis jalur yang optimal berdasarkan informasi routing yang dimiliki oleh semua node.

2.4 Protokol Routing RAPID

2.4.1 Model sistem

Model DTN sebagai satu set mobile node. Dua node mentransfer paket data satu sama lain ketika dalam satu radio. Selama transfer, pengirim membuat replikasi paket sementara dengan tetap mempertahankan salinan. Sebuah node dapat memberikan paket ke node tujuan secara langsung atau melalui node perantara, tetapi paket tidak terfragmentasi. Terdapat batasan penyimpanan dan transfer bandwidth yang tersedia untuk node. Node tujuan diasumsikan memiliki kapasitas yang cukup untuk menyimpan paket yang akan disampaikan. Pertemuan node diasumsikan berumur pendek

(32)

2.4.2 Desain RAPID

RAPID merupakan sebuah protokol routing DTN yang dimaksudkan dapat mengoptimalkan routing metrik tertentu seperti minimizing average

delay atau minimizing missed deadlines. Sehingga menjadi pembaharuan

untuk DTN routing yang menangani masalah alokasi sumber daya dengan menerjemahkan metrik routing menjadi per-paket utilitas yang menentukan bagaimana paket harus direplikasi didalam sistem. Sebuah paket yang diarahkan dengan melakukan replikasi sampai salinan mencapai tujuan. Pertanyaan kuncinya adalah diberikan bandwidth yang terbatas, bagaimana seharusnya paket direplikasi dalam jaringan sehingga dapat mengoptimalkan

routing metric tertentu. Pada kesempatan mentransfer, ia bereplikasi terhadap

paket yang secara lokal menghasilkan peningkatan di utilitas tertinggi.

Sebagai contoh routing metrik seperti meminimalkan average delay paket. Kesesuaian utilitas Ui dari paket i adalah negatif dari rata-rata delay paket i, yaitu waktu i telah dihabiskan, di dalam sistem dan tambahan delay yang diharapkan sebelum i sampai tujuan. Ui menunjukan peningkatan Ui dengan melakukan replikasi i dan si menurunkan ukuran dari i. Kemudian RAPID mereplikasi paket dengan nilai terbesar dari

terhadap paket yang

ada di dalam buffer, dengan kata lain paket ber-marjinal terbesar. [5]

Secara umum, Ui didefinisikan sebagai kontribusi yang diharapkan dari i untuk perutean metric yang diberikan. Sebagai contoh, metrik untuk meminimalkan average delay diukur dengan menjumlahkan paket delay. Dengan demikian, pengertian dari utilitas paket adalah delay yang diharapkan itu sendiri. Jadi, RAPID adalah lokal heuristik berdasarkan optimasi utilitas marjinal, yaitu, peningkatan yang diharapkan dalam utilitas per unit sumber daya yang digunakan secara lokal. [6]

(33)

dengan paket j yang hanya 2 replika. Di sisi lain, jika node tidak dapat memenuhi tujuan j dalam waktu yang lama, maka i dapat mengambil prioritas di atas j.

RAPID memiliki tiga komponen inti: algoritma selection, algoritma

inference, dan control channel. Algoritma selection digunakan untuk

menentukan paket-paket yang akan mereplikasi pada kesempatan transfer yang diberikan utilitas mereka. Algoritma inference digunakan untuk memperkirakan utilitas dari paket tertentu routing metric. control channel menyebarkan metadata yang diperlukan oleh algoritma inference.[6]

2.4.3 The selection algorithm

Protokol RAPID mengeksekusi ketika dua node berada dalam jangkauan radio dan saling menemukan. Protokol merupakan simetrik, tanpa hilangnya generality, dan mendeskripsikan bagaimana node X menentukan paket yang akan ditranfer pada node Y.(merujuk pada kotak algoritma RAPID)

RAPID juga mengadaptasi batasan storage untuk yang sedang transit data. Jika node kekurangan semua storage yang tersedia, paket dengan utilitas yang terendah akan dihapus terlebih dahulu sebagai kontribusi pada perfoma. Namun source tidak akan menghapus paketnya sebelum ia menerima ack untuk paket.[6]

2.4.4 Inference algorithm

Selanjutnya, menjelaskan mengenai bagaimana protocol routing RAPID dapat mendukung metrik tertentu menggunakan algoritma untuk menyimpulkan utilitas. Tabel 2 mendefinisikan variabel yang relevan.

Tabel 2.1 Daftar variabel yang umum digunakan

D (i) Rata-rata delay dari paket i = T(i) + A(i) T (i) Waktu sejak pesan i dibuat

a (i) Variabel acak menentukan sisa waktu untuk memberikan i

A (i) Rata-rata sisa waktu = E[a(i)]

(34)

2.4.4.1 Metrik 1: Meminimalkan Average Delay

Untuk meminimalkan average delay paket dalam jaringan, definisi dari utilitas paket dirumuskan sebagai berikut:

Ui = -D(i) (1)

Selama rata-rata delay paket merupakan kontribusi dari perfomance matrik. Dengan demikian, protokol berupaya untuk mereplikasi paket yang replikasinya mengurangi delay dengan semua paket yang ada di dalam buffer.

2.4.4.2 Metrik 2: Meminimalkan Missed Deadlines (batas waktu yang hilang) Untuk meminimalkan jumlah paket yang kehilangan deadline, utilitas didefinisikan sebagai probabilitas paket yang akan disampaikan dalam:

(2)

Dimana L(i) merupakan masa hidup paket. Paket yang kehilangan deadline -nya tidak dapat meningkatkan performa dan diberikan nilai 0. Marginal utiliti adalah peningkatan probabilitas dari paket yang akan disampaikan adalah dalam jangka waktu, jadi protokol akan mereplikasi paket yang menghasilkan peningkatan tertinggi dari semua paket yang ada di dalam buffer.

2.4.4.3 Metrik 3: Minimalkan atau Menurunkan Maximum Delay

Untuk memperkecil maksimum delay dari paket dalam jaringan, didefinisikan Ui sebagai berikut;

(3)

(35)

2.4.5 Control Channel

RAPID menggunakan control channel untuk bertukar acknowledgments atas paket yang disampaikan serta metadata tentang setiap paket dari pertukaran sebelumnya. Untuk setiap paket yang dihadapi i, RAPID menyimpan daftar node yang membawa replika dari i, dan untuk setiap replika diperkirakan waktu untuk pengiriman langsung. Metadata untuk paket yang tersampaikan akan dihapus ketika ack diterima.

Untuk efisiensi, node RAPID merawat waktu pertukaran metadata terakhir dengan node yang sedang berpasangan. Node hanya mengirim informasi tentang paket yang informasinya berubah sejak pertukaran terakhir, yang mengurangi ukuran dari pertukaran. Sebuah node RAPID mengirimkan informasi berikut saat terhubung dengan node lain:

 Rata-rata ukuran dari transfer

 Rata-rata waktu bertemu dengan beberapa node

 Daftar paket yang terkirim sejak pertukarn terakhir

Untuk semua paket dengan delivery delay yang sudah di update berdasar pada penggunaan buffer.

 Informasi tentang paket lain jika diubah sejak pertukaran terakhir dengan node lain.

Ketika menggunakan control channel, node hanya memiliki pandangan sistem yang tak sempurna. Informasi yang diperbanyak mungkin sudah usang karena disebabkan jumlah replika, perubahan dalam delivery delay atau jika paket yang dikirimkan tetapi tidak dinyatakan untuk disebarkan. Walaupun informasi yang diterima delay dan tidak akurat, mekasnisme pada RAPID

control channel dikombinasikan dengan algoritma replikasi berbasis utilitas,

(36)

Secara ringkas, protokol routing dapat dijelaskan seperti dibawah ini. Protokol RAPID (X, Y):

1. Initialization: Mendapatkan metadata dari Y tentang paket dalam buffer

dan metadata yang dikumpulkan Y setelah beberapa pertemuan sebelumnya.

2. Direct delivery: Memberikan paket yang ditentukan untuk Y diurutan

penurunan utilitas mereka.

3. Replication: Untuk setiap paket i dalam buffer simpul X

a. Jika i sudah dalam buffer Y (seperti yang ditentukan dari metadata), maka i diabaikan.

b. Memperkirakan utilitas marjinal, δUi, mereplikasi i ke Y. c. Mereplikasi paket dalam urutan penurunan

4. Termination: Transfer berakhir ketika keluar dari jangkauan radio.

2.4.6 Estimating Delivery Delay

Bagaimana RAPID mengestimasi average delay dengan rumus 1 dan 3, atau probabilitas delivery paket dalam batas waktu rumus 2? Rata-ra delivery

delay adalah waktu rata-rata minimal sampai beberapa node dengan replika

paket menyampaikan paket tersebut; jadi node butuh pengetahuan node yang mana telah memiliki replika paket dan rata-rata kapan mereka bertemu dengan tujuan.

Untuk mengestimasi average delay dengan diasumsikan bahwa paket disampaikan secara langsung ke tujuan dengan mengabaikan replikasi. Estimasi tersebut tidak sepele bahkan dengan akurat gambaran bagian sistem global yang akurat. Untuk meringankan eksposisi, kita mengenalkan algoritma estimasi dari RAPID dengan seseolah tahudari bagian keseluruhan sistem, dan kemudian mengenalkan implementasi praktis terdistribusi.

2.4.6.1 Algorithm Estimate Delay

(37)

RAPID). Langkah kedua dalam estimasi delay menghitung distribusi keterlambatan untuk pengiriman paket oleh X, seakan X adalah satu-satunya node yang membawa replika i. Langkah 3 menghitung minimum di semua replika sesuai distribusi delay, sebagai sisa waktu (i) adalah waktu sampai beberap node menemui Z.

Estimasi delay membuat asumsi idependen lebih sederhana yang pada umumnya tidak dimiliki. berdasar gambar 2.3, contoh menunjukkan posisi replika paket dalam antrian node yang berbeda; paket dengan letter yang sama dan indeks berbeda adalah replika. Semua paket yang memiliki tujuan ke Z dan setiap antrian diurutkan secara T(i). Menganggap bahwa ukuran dari setiap kesempatan transfer adalah satu paket.

Paket b dapat dikirimkan dalam dua cara: (i) jika W bertemu Z, atau (ii) salah satu X dan Y bertemu Z dan kemudian salah satu X dan Y bertemu Z lagi. Dependensi delay ini dapat diilustrasikan menggunakan grafik dependensi seperti yang dilustrasikan pada gambar 2.4. vertex menyesesuaikan ke replika paket. Tepian dari saah satu node menunjukkan suatu dependensi antara delay dari paket yang bersangkutan atau sesuai. Ingat bahwa MXY adalah variabel

(38)

Estimasi delay mengabaikan semua dependensi non vertikal sebagai contoh, mengestimasikan distribusikan waktu pengiriman dari b sebagai berikut:

min(MWZ,MXZ +MXZ, MYZ +MYZ)

Sedangkan distribusi sebenarnya

min(MWZ, min(MXZ,MYZ) + min(MXZ,MYZ))

Meskipun, secara umum, asumsi independen mengembangkan estimasi delay, ia membuat implementasi bahwa: (i) simple –mengkomputasi estimasi yang akurat terutama ketika transfer tidak berukuran unit; dan (ii) didistribusikan- dalam praktik, RAPID tidak memiliki pandangan global, tetapi rata-rata delay dapat diimplementasikan dengan menggunakan control channel yang kecil.

Gambar 2.3 Paket yang ditujukan ke buffer Z untuk node yang berbeda

(39)

Algoritma Estimate Delay(X, Q,Z):

Node X dengan satu set paket Q ke tujuan Z memperkirakan waktu, A (i), sampai paket i Q dikirim ke Z sebagai berikut:

1. Pengurutan paket di Q dalam urutan penurunan T (i). Dimana b (i) menjadi jumlah ukuran paket yang mendahului, dan B rata-rata peluang transfer dalam byte antara X dan Z (lihat Gambar 1).

Gambar 2.5 Posisi paket i dalam antrian paket diperuntukkan untuk Z. 2. X dengan sendirinya membutuhkan d(i)/B Jadilah pertemuan dengan Z

untuk memberikan i. Menghitung variabel acak MX (i) untuk yang sesuai

delay sebagai berikut:

MX(i) = MXZ +MXZ + . . . d(i)/B waktu (4)

3. X1,. . . , Xk X adalah himpunan node memiliki replika i. Estimasi sisa

waktu (i) sebagai berikut:

a(i) = min(MX1 (i), . . . ,MXk (i)) (5)

4. Rata-rata delay D(i) = T(i) + E[a(i)]

2.5 Protokol Routing Epidemic

Epidemic routing algorithm diterbitkan oleh Vahdat dan Becker et al. (2000), yang di rancang sebagai algoritma flooding-based forwarding [7]. Tujuan utama protokol routing Epidemic adalah untuk:

- memaksimalkan tingkat pengiriman pesan.

- meminimalkan pesan delay.

(40)

tidak, jika tidak maka node pengirim akan meneruskan salinan pesan yang dibawa. Paket akan terus disalin dari satu node ke node lain sampai TTL nya berakhir. Pesan dan unique identifier akan di simpan dalam buffer node. Dengan demikian, pesan tersebut menyebar ke seluruh jaringan hingga sampai ke node tujuan.

Meskipun tidak ada jaminan pesan tersampaikan, protokol routing Epidemic adalah algoritma yang mampu membuat pendekatan terbaik untuk penyampaian pesan ke node tujuan. Akan tetapi protokol routing Epidemic masih memiliki kekurangan yaitu akan mengakibatkan tidak efisiennya penggunaan sumber daya jaringan seperti konsumsi energi, memori dan

bandwith, karena penyampaian salinan pesan yang sama akan menyebar

semakin banyak ke dalam jaringan.

Epidemic memberikan penyebaran salinan cepat ke dalam jaringan yang tentu saja mengahasilkan waktu pengiriman yang optimal namun jaringan akan kebanjiran data yang menyebabkan kemacetan jaringan.

(41)

2.6 The Opportunistic Network Environment Simulator (The ONE

Simulator).

2.6.1 Fungsi The ONE simulator

The ONE simulator adalah singkatan dari The Opportunistic Network

Environment simulator. The ONE Simulator dibuat menggunakan program

java[6]. Fungsi utama the ONE simulator adalah memodelkan pergerakan node, hubungan antar node, routing dan penanganan pesan. Hasil dan analisis didapatkan melalui visualisasi, laporan dan post-processing tools.[8]

The ONE Simulator dapat memvisualisasikan hasil simulasi dengan dua cara; melalui tampilan interaktif Graphical User Interface (GUI) dan

meng-generate gambar dari informasi yang dikumpulkan pada saat simulasi.

Gambar 2.5, menampilkan lokasi node, jalur, hubungan antara node, jumlah pesan yang diterima oleh node, dll. Semua divisualisasikan pada jendela utama. Jika pergerakan map-based yang digunakan, maka semua jalur map akan ditampilkan. Gambar background tambahan (seperti raster, map atau gambar satelit dari area simulasi) di tampilkan dibawah jalur map jika ada.[9]

(42)

BAB III

PERANCANGAN SIMULASI JARINGAN

3.1 Parameter Simulasi

Pada penelitian ini menggunakan beberapa parameter yang bersifat konstan, yang akan digunakan untuk setiap simulasi baik untuk protokol

routing RAPID dan protokol routing Epidemic, tabelnya sebagai berikut:

Tabel 3.1 Parameter Tetap dalam Skenario

Parameter Nilai

Luas Area Jaringan 4500 x 3400 m Total waktu Simulasi 12 Jam

Model Pergerakan

RandomWaypoint

ShortestPathMapBasedMovement (Peta

Helsinki)

Protokol Routing RAPID; Epidemic

Interface Transmit Range 10 m

Interface Trabsmit Speed 2 Mbps

Node Movement Speed Min= 1.9 m/s Max= 3.9 m/s

Message Creations Rate 25-35 detik

(43)

3.2 Skenario Simulasi

Skenario simulasi antara kedua protokol routing RAPID dan protokol

routing Epidemic menggunakan parameter yang sama akan tetapi nilai TTL,

Node dan Buffer yang bervariasi. Kemudian hasil dari pengujian ditampilkan menjadi sebuah tabel grafik.

3.2.1 Tabel Skenario

Tabel 3.2 Skenario A dengan Penambahan TTL

Skenario Jumlah TTL (menit) Model Pergerakan

1A 60; 120; 180; 240; 300; 360; 420; 480 ShortestPathMapBased

2A 60; 120; 180; 240; 300; 360; 420; 480

Random Waypoint

Tabel 3.3 Skenario B dengan Penambahan Node

Skenario Jumlah Node Model Pergerakan

1B 50; 75; 100; 125; 150 ShortestPathMapBased

2B 50; 75; 100; 125; 150 Random Waypoint

Tabel 3.4 Skenario C dengan Penambahan Buffer

Skenario Jumlah Buffer (MB) Model Pergerakan

1C 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70 ShortestPathMapBased

2C 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70 Random Waypoint

3.3 Parameter Kinerja

Ada lima parameter kinerja dalam penelitian akhir ini: 3.3.1 Delivery Probability

Delivery Probability adalah jumlah paket data yang sampai ke node

tujuan dari jumlah paket yang dihasilkan oleh node asal. Rumus untuk menghitung Delivery Probability:

(44)

3.3.2 Average Delay

Delay yang dimaksud adalah end to end delay. End to end delay adalah

waktu yang dibutuhkan paket dalam jaringan dari saat paket dikirim sampai diterima oleh node tujuan. Delay merupakan suatu indikator yang cukup penting untuk perbandingan protokol routing, karena besarnya sebuah delay dapat memperlambat kinerja bagi protokol routing tersebut.

Rumus untuk menghitung delay :

3.3.3 Overhead Ratio

Overhead ratio adalah ratio antara banyaknya jumlah copy message

yang terkirim dibagi dengan copy message yang dibuat. Jika overhead ratio bernilai rendah, makan protokol routing tersebut dapat dikatakan memiliki kinerja yang cukup baik dalam pengiriman paket.

Rumus untuk menghitung overhead ratio :

3.3.4 Message Drop

Pesan yang di drop dari sebuah node dari 2 kondisi, TTL atau buffer penuh. TTL kondisi dimana masa hidup sebuah pesan sudah habis, buffer penuh kondisi dimana pesan yang ditampung sudah melebihi dari buffer. 3.3.5 Average Buffer Occupancy

Average Buffer Occupancy adalah rata-rata jumlah ruang buffer yang

(45)

3.4 Model Pergerakan

3.4.1 Random Waypoint

Pada manajemen pergerakan, random waypoint, adalah model acak atau

random untuk pergerakan perangkat mobile, dan bagaimana lokasi mereka,

kecepatan dan akselerasi berubah setiap saat. Model pergerakan ini untuk kepentingan simulasi ketika protokol jaringan baru akan dievaluasi. Model

random waypoint pertama kali diperkenalkan oleh Johnson and Maltz. Pergerakan ini adalah salah satu model pergerakan yang paling populer untuk mengevaluasi protokol routing MANET, karena kesederhanaan dan ketersediaan yang luas.Pada simulasi dengan pergerakan random, mobile node bergerak secara random dan bebas tanpa batasan. Secara lebih spesifik, mengenai tujuan, kecepatan dan arah dipilih secara bebas oleh node.

Dalam manajemen mobilitas, petunjuk jalan acak adalah model model acak untuk pergerakan pengguna yang mobile, dan bagaimana lokasi mereka, namun bersuhu akselerasi dan berubah-ubah dari waktu ke waktu.[1] model mobilitas ini digunakan untuk tujuan-tujuan simulasi ketika protokol jaringan baru dievaluasi. Petunjuk Jalan acak pertama kali model yang diajukan oleh Johnson dan Maltz.[2] Ia adalah salah satu model mobilitas yang paling populer[3] untuk mengevaluasi mobile jaringan ad hoc (MANET protokol routing), karena kemudahannya dan ketersediaan luas.

Gambar 3.1 Model Pergerakan Random Waypoint. 3.4.2 ShortestPath Map Based Movement

Shortest Path Map-Based Movement (SPMBM), pada awalnya menempatkan node secara random tetapi memilih destinasi tertentu pada peta atau map dengan menggunakan algoritma Djikstra[6] sampai dengan tujuan akhir

shortestpath map based movement. Ketika destinasi dapat dicapai node menunggu

(46)

POI dan setiap grup node dapat diatur probabilitas untuk memilih POI pada grup tertentu sebagai destinasi selanjutnya. POI sangat berguna untuk pemodelan seperti restorant, tempat wisata dan tempat lain yang orang-orang cenderung berkumpul.

Sebagai contoh, objek random waypoint memberikan jalur zig-zag sederhana sedangkan Map Based Movement (MBM) membatasi komponen jalur pada segmen jalur yang didefinisikan pada data map. Bagian paket dari map memiliki kelas utilitas yang berdasar pada model pergerakan berbasis map. Kelas SimMap menyediakan mengenai data map dan kelas DijkstraPathFinder dapat digunakan untuk menemukan jalur terpendek diantara dua map node. Kelas PointsOfInterest pada bagiannya untuk membaca data POI dan memilih POI yang sesuai berdasar konfigurasi. (lihat gambat)

Kelas Map Based Movement, menurunkan kelas pergerakan default dengan menambahkan fitur peta yang terkait seperti reading dan caching map data. Model pergerakan SPMBM juga menggunakan map data dan DijkstraPathFinder untuk bergerak menggunakan jalur terpendek diatara pemberhentian dan destinasi map lainnya.

(47)

Gambar 3.3 Model pergerakan

3.5 Topologi Jaringan

Topologi jaringan di dalam Opportunistic Network tidak bisa diprediksi karena topologinya selalu berubah. Perkiraan topologi jaringan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(48)

Gambar 3.5 Snapshoot jaringan node 126 dengan model pergerakan Random

(49)

BAB IV

PENGUJIAN DAN ANALISA

Untuk membandingkan untuk kerja pada kedua protokol routing RAPID terhadapat protokol routing Epidemic ini akan dilakukan seperti pada tahap pengujian sesuai skenario perencanaan simulasi jaringan pada bab 3 sesuai parameter yang sudah ditentukan.

4.1 ShortestPathMapBasedMovement

4.1.1 Penambahan TTL

Tabel 4.1 ShortestPath Map Based Movement: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah TTL

TTL Pengujian dengan Pergerakan Shortest Path Map Based

Delivery

Probability

Average Delay

Overhead ratio

Message Drop RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic

60 0,5812 0,5796 2173,993 2267,8914 36,1973 38,3502 20108 35989

120 0,7724 0,7239 3706,0003 3728,0017 27,5204 32,5146 6786 34532

180 0,8496 0,769 4389,5105 4849,4396 23,8391 31,3787 3040 33991

240 0,8763 0,7621 4687,0957 5554,8095 22,6466 31,0682 455 33301

300 0,8776 0,7744 4736,9742 6259,9808 22,2407 32,2754 0 32284

360 0,8831 0,7649 4691,6243 6648,9839 22,5271 32,7721 0 31198

420 0,8742 0,7478 4605,9542 6719,5273 22,1235 33,6015 0 30893

(50)

Grafik 4.1 ShortestPathMapBased: Grafik Penambahan TTL Terhadap Unjuk Kerja Jaringan.

Grafik 4.1 menunjukan bahwa dengan penambahan TTL, maka delivery

probability mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan penambahan TTL

memeberikan masa hidup pesan yang lebih panjang, sehingga message drop akan mengalami penurunan ditambah lagi penggunaan buffer yang cukup (lihat grafik 4.2 dan grafik 4.3). Demikian juga dengan overhead ratio akan mengalami

(3) Overhead Ratio (4) Average Delay

0

(51)

dengan menggunakan model pergerakan shortest path map based pencarian jalur dengan algoritma djikstra. Setelah pesan mencapai destination, node akan diam sebentar pada titik point interest tertentu untuk memulai pada tujuan berikutnya.

Grafik 4.2 Shortest Path Map Based: Grafik Pengaruh Penambahan TTL (60 Menit) Terhadap Average Buffer Occupancy

Grafik 4.3 Shortest Path Map Based: Grafik Pengaruh Penambahan TTL (480 Menit) Terhadap Average Buffer Occupancy

0

Average Buffer Occupancy

Epidemic

Average Buffer Occupancy

(52)

4.1.2 Penambahan Node

Tabel 4.2 Shortest Path Map Based Movement: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah Node

#Node Pengujian dengan Pergerakan Shortest Path Map Based

Delivery

Probability

Average

Delay

Overhead

ratio

Message

Drop

RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic

50 0,6516 0,5912 6968,9871 7379,7687 5,0905 5,8689 755 5031

75 0,7558 0,6667 6652,4502 6942,5599 9,6797 12,9712 792 11539

100 0,8388 0,7257 5630,4013 6487,5168 15,6051 21,9915 494 20946

125 0,8519 0,7428 5232,8336 6552,098 22,2238 32,8763 44 32387

(53)

Grafik 4.4 ShortestPathMapBased: Grafik Penambahan Node Terhadap Unjuk Kerja Jaringan.

Grafik 4.4 menunjukkan bahwa dengan penambahan node, maka akan meningkatkan delivery probability secara signifikan untuk kedua protokol. Hal ini disebabkan karena kerapatan node membuat kedua protokol mudah mencari jalur ke node tujuan. Untuk RAPID dengan cara membandingkan utilitas setiap

(1) Delivery Probability (2) Message Drop

0

(54)

salinan pesan terus menerus. Sehingga overhead akan mengalami peningkatan. Kemudian, message drop pada RAPID cenderung kecil dan semakin menurun dibandingkan dengan Epidemic yang mengalami peningkatan, hal ini terjadi dari salinan keseluruh jaringan sedangkan TTL (300 menit) dibatasi. Lalu pengaruh lain pada penambahan jumlah node akan menurunkan average delay kedua protokol.

Grafik 4.5 Shortest Path Map Based: Grafik Pengaruh Penambahan Node (50) Terhadap Average Buffer Occupancy.

Grafik 4.6 Shortest Path Map Based: Grafik Pengaruh Penambahan Node (150) Terhadap Average Buffer Occupancy.

0

Average Buffer Occupancy

Epidemic Rapid

0

103 109 115 121 127 133 139 145

#

Average Buffer Occupancy

(55)

4.1.4 Penambahan Buffer

Tabel 4.3 Shortest Path Map Based Movement: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah Buffer

Buffer Pengujian dengan Pergerakan Shortest Path Map Based

Delivery

Probability

Average

Delay

Overhead

Ratio

Message

Drop

RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic

10 MB 0,7387 0,3676 2665,587 3266,618 26,223 69,9739 4807 37279

20 MB 0,8656 0,546 4386,787 4813,203 22,588 46,7663 391 35483

30 MB 0,8752 0,6584 5022,080 5630,840 22,163 38,226 1 33858

40 MB 0,8635 0,7133 5144,041 6319,829 22,606 35,0423 80 32980

50 MB 0,8656 0,7325 5207,505 6352,577 22,352 33,5927 6 32683

60 MB 0,8635 0,7435 5510,156 6584,384 22,751 33,1633 119 32213

(56)

Grafik 4.7 Shortest Path Map Based: Grafik Pengaruh Penambahan Buffer Terhadap Average Buffer Occupancy

Grafik 4.7 menunjukkan bahwa dengan penambahan kapasitas buffer, maka

delivery probability kedua protokol mengalami peningkatan, meskipun cenderung

stabil. Hal ini dibabkan karena penambahan kapasitas buffer akan memberikan (1) Delivery Probability (2) Message Drop

(3) Overhead Ratio (4) Average Delay

(57)

ruang yang lebih untuk menampung pesan. Sehingga pengaruh lain terjadi pada

message drop yang akan semakin menurun. Kemudian pada overhead ratio juga

akan mengalami penurunan dan pada average delay kedua protokol routing mengalami peningkatan meskipun tidak secara signifikan. Dengan peningkatan

buffer tersebut dan penggunaan TTL (300 menit) yang cukup maka average delay

akan semakin tinggi karena aktifitas pengiriman akan terus berlangsung.

Grafik 4.8 ShortestPathMapBased: Grafik Pengaruh Penambahan Buffer (10 MB) Terhadap Average Buffer Occupancy.

Grafik 4.9 ShortestPathMapBased: Grafik Pengaruh Penambahan Buffer ( 70MB) Terhadap Average Buffer Occupancy.

0

101 106 111 116 121

#

Average Buffer Occupancy

Epidemic

Average Buffer Occupancy

(58)

4.2 Random Waypoint

4.2.1 Penambahan TTL

Tabel 4.4 Random Waypoint: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah TTL TTL Pengujian dengan Pergerakan Random Waypoint

Delivery

Probability

Message Drop

Overhead ratio Average Delay

RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic

60 0,0519 0,0718 5659 11150 74,3684 96,2571 2229,5395 2411,56

120 0,1196 0,1579 11002 16528 61,3429 69,5541 4503,8766 4689,41

180 0,1962 0,2317 12722 17322 48 51,8702 6888,108 7039,27

240 0,2625 0,2912 12466 16990 39,7109 42,4225 9382,7505 8995,39

300 0,3178 0,3213 10829 16621 34,1419 38,883 11102,4284 10603,7

360 0,3472 0,3192 8574 15740 32,0217 39,3084 12532,2419 11371,1

420 0,3848 0,3336 6825 15487 29,0213 37,6455 13941,3078 12811,6

(59)

Grafik 4.10 Random Waypoint: Grafik Penambahan buffer Terhadap Unjuk Kerja Jaringan.

Grafik 4.10 menunjukan bahwa dengan penambahan TTL, maka delivery

probability kedua protokol mengalami peningkatan meskipun cenderung stabil.

Hal ini dikarenakan penambahan TTL memeberikan masa hidup pesan yang lebih panjang, sehingga message drop akan mengalami penurunan ditambah lagi penggunaan buffer yang cukup (lihat grafik 4.7). Demikian juga dengan overhead

ratio akan mengalami penurunan. Kemudian average delay mengalami

peningkatan secara signifikan. Hal ini dikarena dengan menggunakan model pergerakan random waypoint untuk RAPID kesulitan dalam mencari jalur untuk

0

(1) Delivery Probability (2) Message Drop

0

(3) Overhead Ratio (4) Average Delay

(60)

pengiriman pesan. Sedangkan untuk Epidemic dikarenakan jumlah hop count yang untuk mencapai tujuan.

Grafik 4.11 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan TTL Terhadap

Average Buffer Occupancy

Grafik 4.12 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan TTL Terhadap

Average Buffer Occupancy. 0

Average Buffer Occupancy

Epidemic

101 106 111 116 121

#

Average Buffer Occupancy

(61)

4.2.2 Penambahan Node

Tabel 4.5 Random Waypoint: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah Node Node Pengujian dengan Pergerakan Random Waypoint

Delivery

Probability

Average Delay

Overhead Ratio

Message Drop

RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic

50 0,1514 0,1911 10261,2846 10027,6837 16,7692 20,8387 3399 5661

75 0,2445 0,2986 10812,8874 10559,0849 24,2857 29,0459 6966 11492

100 0,3295 0,3486 11242,2023 10500,6556 32,8607 45,499 11761 21273

125 0,4199 0,3959 11033,2677 10170,1214 42,5171 62,0606 16126 32789

(62)

Grafik 4.13 Random Waypoint: Grafik penambahan Node Terhadap Unjuk Kerja Jaringan.

Grafik 4.13 menunjukkan bahwa dengan penambahan node, maka akan meningkatkan delivery probability secara signifikan untuk kedua protokol. Hal ini disebabkan karena kerapatan node mempengaruhi RAPID dalam memberikan salinan dengan cara membandingkan utilitas dan Epidemic dengan melakukan salinan ke tetangganya terus menerus. Sehingga overhead akan mengalami peningkatan. Kemudian, message drop pada RAPID lebih baik dibandingkan

0

(1) Delivery Probability (2) Massage Drop

9400

(3) Overhead Ratio (4) Average Delay

(63)

dengan Epidemic, meskipun keduanya cenderung mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini dikarenakan TTL (300 menit) dibatasi sedangkan jumlah hop

count untuk sampai tujuan akan semakin bertambah. Lalu pengaruh lain pada

penambahan jumlah node akan menurunkan average delay kedua protokol.

Grafik 4.14 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan Node Terhadap

Average Buffer Occupancy.

Grafik 4.15 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan Node Terhadap

Average Buffer Occupancy. 0

Average Buffer Occupancy

Epidemic

Average Buffer Occupancy

(64)

4.2.3 Penambahan Buffer

Tabel 4.6 Random Waypoint: Hasil Pengujian Penambahan Jumlah Buffer

Buffer

Pengujian dengan Pergerakan Random Waypoint

Delivery

Probability

Average Delay

Overhead Ratio

Message Drop RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic RAPID Epidemic

10 MB 0,1616 0,1623 9335,9737 8374,5245 79,0297 95,4684 17642 22588

20 MB 0,2945 0,2493 10332,4398 9323,6574 58,1488 88,6209 20554 31183

30 MB 0,3603 0,2973 10608,8243 9893,3859 50,4335 82,0576 19584 33568

40 MB 0,4048 0,3363 10961,3369 10087,9387 45,0169 74,4644 17917 33865

50 MB 0,4288 0,3493 11146,8725 10043,5059 42,6134 73 17215 34319

60 MB 0,4253 0,376 10986,4375 10298,4519 42,8325 68,2987 16930 33927

(65)

Grafik 4.16 Random Waypoint: Grafik Penambahan Buffer Terhadap Unjuk Kerja Jaringan

Grafik 4.16 menunjukkan bahwa dengan penambahan kapasitas buffer, maka Delivery Probability kedua protokol mengalami peningkatan. Namun juga terjadi peningkatan secara signifikan pada message drop, hal ini dikarena TTL(300 menit) yang terbatas, pesan akan mengalami drop sebelum mencapai tujuan. Kemudian pada overhead ratio akan mengalami penurunan dan pada

(3) Overhead Ratio (4) Average Delay

0

(66)

average delay kedua protokol routing mengalami peningkatan. Dengan peningkatan buffer tersebut dan penggunaan TTL (300 menit) yang cukup maka average delay akan semakin tinggi karena aktifitas pengiriman akan terus berlangsung.

Grafik 4.17 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan Buffer Terhadap Average Buffer Occupancy

Grafik 4.18 Random Waypoint: Grafik Pengaruh Penambahan Buffer Terhadap

Average Buffer Occupancy 0 Average Buffer Occupancy

Epidemic

Average Buffer Occupancy

(67)

4.3. Perbandingan Protokol Routing RAPID terhadap Protokol Routing

Epidemic

4.3.1 Penambahan TTL a. Delivery Probability

Tabel 4.7 Hasil perbandingan penambahan TTL terhadap delivery probability. TTL

(menit)

Delivery Probability

Random Waypoint ShortestPath Map Based Movement

RAPID Epidemic RAPID Epidemic

60 0,0519 0,0718 0,5812 0,5796

Gambar 4.19 Grafik perbandingan pada penambahan TTL terhadap Delivery

Probability.

Gambar

Tabel 2.1 Daftar variabel yang umum digunakan
Gambar 2.3 Paket yang ditujukan ke  buffer Z untuk node yang berbeda
Gambar 2.5 Posisi paket i dalam antrian paket diperuntukkan untuk Z.
Gambar 2.6 Skema Cara Kerja Epidemic.
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) VoIP layak dilewatkan dan berhasil dilewatkan pada MANET. Dapat dilihat dari rata- rata nilai delay, jitter, dan packet loss yang berada pada rentang nilai yang

ICD-10 dan DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaan sementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi seseorang akibat tekanan pada

Gejala yang paling khas dai PTSD adalah gejala re-experiencing (mengalami kembali). Penderita secara involunter mengalami kembali aspek dari kejadian trauma secara jelas

DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja

Hasil Hasil penelitian ini diperoleh harga koefisien hubungan Chi Square antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap pernikahan dini pada remaja di SMAN 1

Dari hasil analisa SWOT dihasilkan formulasi strategi pemasaran yang dapat dikembangkan meliputi 4 bentuk dasar : (1) strategi pemasaran berbasis Kekuatan-