• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Wajib Pajak

Menurut pasal 1 Undang-Undang No. 16 tahun 2000, pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak. Kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan maupun perseorangan sesuai dengan Undang- undang KUP antara lain adalah:

a. Wajib mendaftarkan diri kepada KPP terdekat untuk mendapatkan NPWP.

b. Wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap dan jelas.

c. Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang melalui kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk.

Penjelasan dari kewajiban perpajakan di atas diuraikan sebagai berikut:

2.1.1. Wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

Berdasarkan sistem self assessment yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan, maka setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (Pasal 2, ayat 1 Undang-Undang No. 16 tahun 2000). Kewajiban ini juga berlaku bagi wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Saat ini ketentuan mengenai pendaftaran dan penghapusan NPWP diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-161/PJ./2001 tanggal 21 Pebruari 2001.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mempunyai fungsi sebagai berikut : - sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda

(2)

pengenal diri atau identitas wajib pajak, oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.

- dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

- untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan.

- untuk memenuhi kewajiban perpajakan.

- untuk mendapatkan pelayanan di instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang diwajibkan.

- untuk keperluan pelaporan SPT Masa dan Tahunan.

Yang wajib mendaftarkan dan mendapatkan NPWP adalah setiap wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan neto dalam satu tahun di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan harta yang didasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis dan wajib pajak pemotong atau pemungut pajak. Sedangkan yang tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mendapatkan NPWP adalah setiap Wajib Pajak pribadi yang mempunyai penghasilan netto dalam satu tahun di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Tempat pendaftaran NPWP bagi wajib pajak orang pribadi adalah di Kantor Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. Sebelum Dirjen Pajak mengenakan sanksi lebih lanjut, maka kepada wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan, akan diterbitkan NPWP secara jabatan berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak.

Sanksi bagi wajib pajak yang tidak mendaftar, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP yang dapat merugikan negara dipidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar (Pasal 39 ayat 1 UU KUP).

2.1.2. Wajib mengisi dan menyampaikan SPT

SPT (Surat Pemberitahuan) menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 10 adalah surat yang oleh wajib pajak dipergunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut

(3)

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Batas waktu penyampaian SPT adalah untuk SPT Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak dan SPT Tahunan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.

Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak berkenaan dengan pengisian SPT harus dapat menguasai materi perpajakan. Materi perpajakan merupakan masalah prinsipil, karena tanpa penguasaan materi perpajakan yang cukup, niscaya daya analitis dan konsistensi pengisian SPT tidak akan dapat dilakukan secara optimal. Agar SPT dapat optimal dimanfaatkan baik oleh Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak maka SPT harus diisi dengan benar, jelas dan lengkap. Penjelasan dari SPT harus diisi dengan benar, jelas dan lengkap adalah:

(i) data dan informasi yang diisi sesuai dengan keadaan atau kondisi usaha yang sebenarnya,

(ii) data dan infomasi yang disajikan harus dapat dipahami dan dimengerti serta tidak menyesatkan bagi Direktorat Jenderal Pajak dan

(iii) SPT yang disampaikan disertai dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dan lampiran lainnya sebagai tambahan untuk menjelaskan data dan informasi yang dilaporkan dalam SPT.

2.1.3. Wajib membayar atau menyetor pajak terutang.

Wajib Pajak menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara melalui Kantor Penerima Pembayaran (Kantor pos atau Bank BUMN/D atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk/Bank Persepsi). Hal tersebut diatur dalam Kep-194/PJ./2003.

Pembayaran dan penyetoran pajak mempunyai batas jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak berdasarkan Kep.Men.Keu. 326/KMK.03/2003.

Terhadap penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomi yang diterima oleh wajib pajak dapat dikenakan pajak, yang pelunasannya dalam tahun berjalan dilakukan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh wajib pajak itu sendiri. Pemungutan pajak seolah-olah mencerminkan bahwa rekanan tersebut tidak diberi kepercayaan untuk melakukan kewajiban perpajakannya, pemungutan pajak atas penyerahan barang yang dilakukan kepada pemerintah, instansi dan lembaga lainnya dilakukan untuk

(4)

mengurangi potensi hilangnya pendapatan pajak sebagai sumber dana pembangunan karena masih diragukannya kesadaran dari wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Wajib Pajak meliputi orang pribadi atau badan yang memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan orang pribadi atau badan yang belum memiliki NPWP. Yang wajib memiliki NPWP adalah setiap wajib pajak yang mempunyai penghasilan neto dalam satu tahun di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan harta yang didasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis dan wajib pajak pemotong atau pemungut pajak. Namun yang dimaksud dengan Wajib Pajak terdaftar dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang telah memiliki NPWP.

2.2. Ekstensifikasi Wajib Pajak

Ekstensifikasi wajib pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan obyek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Fokus dari kegiatan ekstensifikasi wajib pajak ini adalah meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan memfokuskan pada penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan obyek pajak dalam administrasi dirjen pajak.

Kemudian dari hasil pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi ini digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan intensifikasi pajak. Oleh karena itu, kegiatan ekstensifikasi wajib pajak yang dilakukan pemerintah merupakan upaya dan langkah awal dalam rangka meningkatkan pendapatan negara yang berasal dari pajak. Dasar hukum dalam pelaksanaan kegiatan Ekstensifikasi wajib pajak adalah mengacu pada Surat Edaran, SE – 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak

Tujuan Ekstensifikasi Pajak adalah:

- Meningkatkan jumlah wajib pajak perorangan dan menyempurnakan data subyek serta obyek pajak.

- Meningkatkan penerimaan pajak dan menyempurnakan administrasi pajak.

- Meningkatkan law enforcement serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

(5)

- Sebagai upaya menerapkan equal treatment (perlakuan yang sama dalam perpajakan) bagi masyarakat karena prinsip dasar perpajakan tidak boleh ada diskriminasi.

Unit-unit yang melakukan kegiatan ekstensifikasi wajib pajak adalah seksi pengolahan data dan informasi (PDI) pada kantor pelayanan pajak serta kantor penyuluhan pajak yang berada di luar kota kedudukan KPP dan seksi PDI dan kantor penyuluhan pajak beserta seksi-seksi lainnya yang ditunjuk oleh KPP.

Petugas pelaksana ekstensifikasi wajib pajak adalah petugas yang memenuhi kualifikasi sebagai pelaksana kegiatan ekstensifikasi wajib pajak, meliputi petugas yang ditunjuk oleh KPP, petugas Kantor Penyuluhan Pajak yang ditunjuk oleh kepala KPP dan petugas lain yang ditunjuk oleh Kakanwil Dirjen Pajak.

Adapun ruang lingkup dari kegiatan ekstensifikasi wajib pajak adalah : a. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan PKP, termasuk pemberian NPWP

secara jabatan terhadap WP PPh orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan perusahaan, orang pribadi yang bertempat tinggal di wilayah atau lokasi pemukiman atau perumahan dan orang pribadi lainnya (termasuk orang asing yang tinggal di Indonesia melebihi dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan) yang menerima penghasilan melebihi PTKP.

b. Pemberian NPWP dilokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP, terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya.

c. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP terhadap wajib pajak badan yang berdasarkan data yang dimiliki atau diperoleh ternyata belum terdaftar sebagai wajib pajak dan atau PKP baik di domisili atau lokasi.

Dalam melakukan kegiatan ekstensifikasi wajib pajak, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) memiliki prosedur yang harus dilakukan terkait dengan upaya ekstensifikasi tersebut dimana prosedur ini didasarkan pada Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE.06/Pj.9/2001 tertanggal 7 November 2001 mengenai Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak. Adapun prosedur tersebut adalah :

a. Mengumpulkan data dari berbagai sumber baik data yang berasal dari internal

(6)

(melalui pendataan atau penyisiran) maupun dari eksternal (melalui kerjasama dengan instansi terkait).

b. Kemudian data tersebut diolah dan diproses serta di cross cek dengan data master file yang dimiliki oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

c. Kemudian dari data yang telah diolah dan diproses tersebut, apabila terdapat wajib pajak yang belum terdaftar atau belum memiliki NPWP maka wajib pajak tersebut diberi surat himbauan resmi untuk memiliki NPWP.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan NPWP melalui ekstensifikasi wajib pajak, adapun yang melakukan atau berwenang melakukan upaya ekstensifikasi wajib pajak di lapangan adalah seksi atau bagian Pengolahan Data dan Informasi (PDI) dan tetap bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Upaya ekstensifikasi yang dilakukan meliputi upaya ekstensifikasi melalui penyuluhan perpajakan, penyisiran dan melalui kerjasama dengan instansi-instansi.

2.2.1. Penyuluhan Perpajakan

Penyuluhan perpajakan sebagai suatu sistem penyampaian informasi bimbingan perpajakan merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan Self Assessment System agar masyarakat tergugah dan sadar untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Proses penyuluhan dan sosialisasi pajak dalam jangka waktu panjang diharapkan dapat membuat masyarakat wajib pajak sadar membayar pajak/memiliki kepatuhan yang memadai dan komitmen moral terhadap perpajakannya. Proses sosialisasi dan penyuluhan perpajakan juga diharapkan berdampak pada peningkatan pengetahuan perpajakan masyarakat secara positif sehingga dapat juga meningkatkan jumlah wajib pajak, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, yang pada akhirnya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Tugas pokok Direktorat Jenderal Pajak untuk melaksanakan sebagian tugas utama Departemen Keuangan di bidang penerimaan negara yang berasal dari pajak, ditunjang dengan dibentuknya organisasi yang mapan dan handal, dalam hal pembagian wewenang dan tugas untuk mencapai tujuannya.

(7)

Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang semakin pesat maka dalam organisasi Direktorat Pajak dibentuk KPP yang dibawahi oleh masing- masing Kantor Wilayah, sebagai sarana untuk berhubungan secara langsung dengan masyarakat Wajib Pajak. KPP sebagai unsur pelaksana dalam Direktorat Jenderal Pajak mempuyai tugas melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan dalam daerah wewenangnya masing-masing.

Guna mendukung suksesnya tugas KPP, dan melihat bahwa penyuluhan merupakan salah satu fungsi Direktorat Jenderal Pajak sebagai fiskus untuk memberikan bimbingan, pembinaan, pelayanan dan pengawasan kepada masyarakat Wajib Pajak, maka dibentuk KP4 (Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan) yang bertugas sebagai pelaksana penyuluhan perpajakan, yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala KPP. KP4 mempunyai tugas antara lain melakukan urusan penyuluhan, pelayanan konsultasi perpajakan kepada masyarakat, pengamatan potensi perpajakan wilayah, pembuatan monografi pajak, dan membantu KPP serta KPPBB dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Tujuan penyuluhan perpajakan secara langsung khusus adalah mendorong kesediaan dan kepatuhan Wajib Pajak untuk membayar pajak. Melalui penyuluhan perpajakan diharapkan pula pengetahuan kewajiban perpajakannya semakin meningkat. Dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya, diharapkan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di suatu KPP juga semakin meningkat.

Masyarakat yang dulunya enggan untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak menjadi sadar dan mau mendaftarkan dirinya. Demikian halnya dengan wajib pajak yang telah tercatat sebesar Wajib Pajak semakin sadar untuk meningkatkan kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Materi dalam penyuluhan perpajakan adalah berupa ketentuan perundang- undangan perpajakan termasuk pengertian dan pemahaman dasar perpajakan.

Misalnya pengertian tentang pajak, mengapa harus membayar pajak, serta pemanfaatan pajak dalam pembiayaan negara. Penyampaian materi-materi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, serta melaksanakan kewajiban perpajakannya. Jika akan diberikan secara

(8)

langsung, maka materi penyuluhan perpajakan disusun dalam bentuk tulisan atau makalah yang nantinya akan disampaikan kepada peserta penyuluhan dan dipersiapkan pula dalam bentuk transparansi. Dan apabila materi penyuluhan perpajakan akan diberikan secara tidak langsung, maka materi yang akan disampaikan disesuaikan dengan media yang dipilih.

Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilaksanakan berdasarkan standar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Standarisasi penyuluhan perpajakan ini membagi tahapan penyuluhan perpajakan menjadi :

a. Tahap pertama adalah tahap analisa rencana penyuluhan yang disajikan berupa panduan data awal keadaan Wajib Pajak, kepatuhan serta penerimaan pajak sebelum dilakukannya penyuluhan perpajakan oleh KP4.

b. Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan penyuluhan. Pelaksanaan penyuluhan harus dilaksanakan berdasarkan analisa rencana penyuluhan yang telah disusun oleh masing-masing KPP. Metode penyuluhan secara langsung ataupun penyuluhan secara tidak langsung.

c. Tahap yang terakhir adalah tahap evaluasi. Evaluasi yang dilakukan terhadap penyuluhan perpajakan pada umumnya dilakukan terhadap pelaksanaan penyuluhan seperti evaluasi terhadap materi yang disampaikan atau performance petugas yang memberikan penyuluhan. Evaluasi yang dilakukan hanya berdasarkan pada data kuantitatif saja, yaitu berupa rasio perbandingan antara rencana volume penyuluhan dengan realisasi volume.

Berdasarkan cara penyampaiannya, metode penyuluhan perpajakan dibagi menjadi dua yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung, berarti penyuluhan perpajakan dilakukan dengan berhadapan atau bertatap muka, maupun tanpa tatap muka dimana antara penyuluh dan yang disuluh terjadi suatu komunikasi interaktif pada waktu yang bersamaan. Bentuk penyuluhan perpajakan secara langsung ini misalnya penyuluhan dalam bentuk ceramah, diskusi, seminar, wawancara, tanya jawab, ataupun siaran interaktif di media elektronik. Metode penyuluhan perpajakan secara langsung dilaksanakan apabila berdasarkan analisis rencana penyuluhan, sektor yang harus disuluh termasuk pada skala prioritas pertama atau minimal prioritas kedua pada analisa rencana penyuluhan masing-masing KPP. Adapun metode penyuluhan perpajakan tidak

(9)

langsung dilaksanakan dengan menggunakan media, dimana antara penyuluh dan yang disuluh tidak terjadi komunikasi interaktif.

Aktivitas penyuluhan perpajakan dapat mempengaruhi penambahan wajib pajak terdaftar bila pihak KP4 melakukan penyuluhan perpajakan pada masyarakat secara rutin. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan membuktikan pengaruh frekuensi penyuluhan perpajakan terhadap fluktuasi jumlah Wajib Pajak terdaftar.

2.2.2. Penyisiran

Pendataan atau penyisiran ini merupakan salah satu dari upaya ekstensifikasi wajib pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan cara melakukan pencarian data baik melalui data internal maupun langsung penyisiran di lapangan.

Penyisiran yang dilakukan oleh petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah dengan cara langsung ke lapangan untuk mencari wajib pajak potensial atau yang belum memiliki NPWP. Kegiatan penyisiran yang dilakukan dapat berupa mendatangi secara langsung wajib pajak melalui door to door sehingga diharapkan wajib pajak yang ditangani oleh petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tidak dapat menghindar apabila wajib pajak tersebut belum memiliki NPWP. Untuk penyisiran dapat masuk pada ruang lingkup ke-2 dari kegiatan ekstensifikasi wajib pajak yaitu pemberian NPWP di lokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP, terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atu perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau sentra ekonomi lainnya. Untuk pendataan dapat masuk pada ruang lingkup ke-3 dari kegiatan ekstensifikasi wajib pajak yaitu pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP terhadap wajib pajak badan yang berdasarkan data yang dimiliki atau diperoleh ternyata belum terdaftar sebagai wajib pajak dan atau PKP baik di domisili atau lokasi.

Petugas KP4 selalu melakukan penyisiran terhadap tempat atau jalan utama yang diduga menjadi pusat bisnis serta mendata masyarakat yang diduga memiliki tambahan kemampuan ekonomis berdasarkan harta kekayaan yang

(10)

dimiliki. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan membuktikan pengaruh frekuensi penyisiran terhadap fluktuasi jumlah Wajib Pajak terdaftar.

2.2.3. MoU / Nota Kesepakatan atau Kerjasama Dengan Instansi-Instansi Upaya yang juga dapat dilakukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk melakukan ekstensifikasi wajib pajak dalam rangka menjaring wajib pajak baru adalah melalui nota kesepakatan atau kerjasama dengan instansi-instansi lainnya khususnya instansi pemerintah. Sebagian besar nota kesepakatan atau kerjasama dilakukan dengan instansi pemerintahan seperti Pemda, Telkom, PLN, Bank, kantor PBB, dan lain-lain. Kerjasama itu dilakukan agar instansi-instansi tersebut memberikan data-data wajib pajak yang potensial.

Data-data yang digunakan dalam melakukan kegiatan ekstensifikasi wajib pajak antara lain kepada pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya 6.600 Watt keatas, pelanggan telkom dengan pembayaran pulsa rata-rata perbulan Rp.300.000 keatas, pemilik mobil dengan nilai Rp.200.000.000 keatas, atau pemilik motor dengan nlai Rp. 100.000.000 atau lebih, tenaga kerja asing yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, pemilik tanah dan atau bangunan dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Rp.1.000.000.000 atau lebih berdasarkan data kartu jalan atau peta blok atau DHR atau data SPOP, pemegang polis atau kartu asuransi, pemilik atau penyewa ruang apartemen atau kondominium, pemilik rumah sewa dan kost, dan seterusnya. Selain data-data diatas, dikenal adanya kotak pos 5000 yaitu kotak pengaduan kepada Wakil Presiden yang menyatakan laporan ketidakpuasan terhadap pajak akan ditampung oleh kantor pajak, yang tersebar antara lain melalui PO Box 111 JKTM 12700 Jakarta, PO Box 2002 Itjen Depkeu JKP 10900 Jakarta dan Komisi Ombudsman Nasional. Semua data pengaduan yang masuk ke dalam PO Box atau instansi di atas baik itu berupa ‘surat kaleng’, data yang berasal dari ‘musuh’ perusahaan, atau data dari pegawai yang berkonflik nantinya akan ditindaklanjuti oleh kantor pajak untuk mengetahui kebenaran yang sebenarnya. Dengan meminta konfirmasi dari pihak ke tiga tersebut akan diperoleh data yang lebih detil, sehingga data-data yang masuk ke kantor pajak menjadi relatif bervariasi dan cenderung lebih lengkap. Maksud dan tujuan

(11)

kerjasama adalah untuk melakukan perluasan wajib pajak dan peningkatan mutu penetapan Pajak Penghasilan Orang Pribadi guna mengoptimalkan Penerimaan Pajak Penghasilan orang Pribadi. Dalam melakukan kerjasama, pihak DJP dapat menghubungi instansi-instansi agar mengirimkan data Wajib Pajak yang potensial atau dapat juga dari pihak instansi yang secara aktif menginformasikan tentang data Wajib Pajak yang potensial. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan membuktikan pengaruh frekuensi kerjasama dengan instansi-instansi terhadap fluktuasi jumlah Wajib Pajak terdaftar.

2.3. Perumusan Hipotesis

2.3.1. Hubungan antara frekuensi penyuluhan perpajakan dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar

Dengan pemberlakuan sistem self assessment diharapkan peran aktif wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, yaitu dengan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, melaporkan pembayaran pajaknya tepat waktu dan menetapkan sendiri besarnya pajak terutang, sehingga jika hal itu dapat berjalan dengan baik maka akan dapat meningkatkan penerimaan pajak. Penerapan sistem self assessment kemudian menghadapi masalah yang khususnya dirasakan oleh masyarakat Wajib Pajak. Belum siapnya masyarakat untuk penerapan sistem self assessment secara murni membawa dampak pada ketidakefektifan pelaksanaan sistem self assessment sehingga sebagian besar Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara maksimal. Di sini terlihat pentingnya aktivitas penyuluhan mengenai perpajakan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pajak dari pihak Direktorat Jenderal Pajak. Penyuluhan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan melakukan kegiatan pengenalan, konsultasi, dan pemberian informasi atau keterangan mengenai perpajakan khususnya yang berkaitan dengan kegiatan ekstensifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar atau jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).(Basar, 2000,p.31).

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Vivien pada tahun 2005 dalam penelitiannya di Universitas Kristen Petra yang berjudul “Analisa Pengaruh Penyuluhan Perpajakan terhadap Jumlah Wajib Pajak, Kepatuhan Wajib Pajak

(12)

dan Penerimaan Pajak”. Penelitian ini menganalisa ada tidaknya dampak dari penyuluhan perpajakan dengan sasaran Wajib Pajak yang tercatat di KP4 Surabaya Sawahan, tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan jumlah penerimaan pajak di KP4 Surabaya Sawahan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2004. Jenis penelitian adalah penelitian inferential dan menggunakan uji-T atau paired sample t-test untuk menguji parameter populasi; yang juga berarti menguji kemampuan generalisasi (signifikansi hasil penelitian) yang berupa perbandingan keadaan variabel dari sampel yang ada.

Hasil dari penelitian ini adalah penyuluhan perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dan penerimaan pajak. Hal ini disebabkan karena wilayah KPP Surabaya Sawahan adalah wilayah dimana tingkat pendidikan masyarakatnya masih belum memadai untuk memahami masalah perpajakan.

Namun dalam penelitian ini menggunakan variabel penyuluhan dalam upaya meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar karena penelitian ini dilakukan di daerah yang lain yang memiliki latar belakang sosial ekonomi yang berbeda.

Berdasarkan penjelasan diatas dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditarik suatu pemikiran bahwa ada pengaruh antara frekuensi penyuluhan perpajakan terhadap fluktuasi jumlah Wajib Pajak terdaftar.

Hipotesis yang dapat diajukan adalah :

H1 = Frekuensi penyuluhan perpajakan berpengaruh terhadap fluktuasi

jumlah Wajib Pajak terdaftar.

2.3.2. Hubungan antara frekuensi penyisiran dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar

Upaya peningkatan penerimaan pajak ditempuh dengan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak. Tujuan kegiatan ekstensifikasi wajib pajak ditujukan untuk penambahan Jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak. (Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-06/PJ.9/2001, Tanggal 11-07-2001). Ruang lingkup dari kegiatan ektensifikasi wajib pajak ini adalah menitikberatkan pada kesadaran dan peningkatan jumlah wajib pajak yang dapat diwujudkan dalam bentuk peningkatan jumlah NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan perluasan obyek

(13)

pajak serta masyarakat (wajib pajak) yang berpenghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan NPWP melalui ekstensifikasi wajib pajak, adapun yang melakukan atau berwenang melakukan upaya ekstensifikasi wajib pajak di lapangan adalah seksi atau bagian Pengolahan Data dan Informasi (PDI) dan tetap bertanggungjawab kepada kepala kantor pelayanan pajak. Upaya ekstensifikasi yang dilakukan meliputi upaya ekstensifikasi melalui penyuluhan, sosialisasi, pendataan / penyisiran dan melalui MoU (Nota Kesepakatan / Kerjasama Dengan Instansi). Pendataan atau penyisiran merupakan salah satu dari upaya ekstensifikasi wajib pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan cara melakukan pencarian data baik melalui data internal maupun eksternal atau langsung penyisiran di lapangan.

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Adityo Megantoro pada tahun 2005 dalam penelitiannya di Universitas Kristen Petra yang berjudul “Evaluasi Upaya Ekstensifikasi WP dalam Rangka Meningkatkan WP Terdaftar (NPWP) di KPP kota Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan hasil evaluasi dari upaya KPP Surabaya dalam pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak terhadap tanggapan dan konfirmasi dari responden mengenai darimana memperoleh NPWP serta jumlah NPWP dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 di 10 (sepuluh) kecamatan di kota Surabaya. Penelitian ini menemukan bahwa upaya ekstensifikasi wajib pajak dilakukan melalui sosialisasi atau penyuluhan, pendataan atau penyisiran, dan kerjasama dengan instansi-instansi baik pemerintah maupun swasta dalam pembentukan nota kesepakatan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa upaya ekstensifikasi yang berpengaruh terhadap jumlah wajib pajak terdaftar (NPWP) adalah melalui penyisiran dan kerjasama dengan instansi atau pembentukan nota kesepakatan (MoU). Secara keseluruhan, hasil evaluasi dari upaya ekstensifikasi wajib pajak di KPP kota Surabaya dalam rangka meningkatkan wajib pajak terdaftar (NPWP) adalah 71,7%. Penelitian tersebut memiliki kaitan dengan penelitian ini yaitu persamaan tujuan untuk mengetahui pengaruh penyisiran terhadap jumlah Wajib Pajak terdaftar.

Berdasarkan penjelasan diatas dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

(14)

maka dapat ditarik suatu pemikiran bahwa ada pengaruh antara frekuensi penyisiran terhadap fluktuasi jumlah Wajib Pajak terdaftar.

Hipotesis yang dapat diajukan adalah :

H2 = Frekuensi penyisiran berpengaruh terhadap fluktuasi jumlah Wajib

Pajak terdaftar.

2.3.3. Hubungan antara frekuensi kerjasama dengan instansi dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar

Upaya yang juga dapat dilakukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk melakukan ekstensifikasi wajib pajak dalam rangka menjaring wajib pajak baru adalah melalui nota kesepakatan atau kerjasama dengan instansi-instansi lainnya khususnya instansi pemerintah. Sebagian besar nota kesepakatan atau kerjasama dilakukan dengan instansi pemerintahan seperti Pemda, Telkom, PLN, Bank, kantor PBB, dan lain-lain. Kerjasama itu dilakukan agar instansi-instansi tersebut memberikan data-data wajib pajak yang potensial dan untuk memberikan stimuli- stimuli agar masyarakat semakin giat memenuhi kewajiban perpajakannya.

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Adityo Megantoro pada tahun 2005 dalam penelitiannya di Universitas Kristen Petra yang berjudul “Evaluasi Upaya Ekstensifikasi WP dalam Rangka Meningkatkan WP Terdaftar (NPWP) di KPP kota Surabaya” menemukan bahwa upaya ekstensifikasi wajib pajak dilakukan melalui sosialisasi atau penyuluhan, pendataan atau penyisiran, dan kerjasama dengan instansi-instansi baik pemerintah maupun swasta dalam pembentukan nota kesepakatan. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan menyebarkan kuesioner kepada Wajib Pajak / calon Wajib Pajak di 10 (sepuluh) kecamatan di kota Surabaya dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 untuk mengetahui darimana Wajib Pajak memperoleh NPWP. Teknik untuk penyebaran kuesioner menggunakan teknik non random sampling dengan accidental sampling yaitu penyebaran kuesioner dilakukan pada Wajib Pajak / orang yang ditemui di tempat survei. Teknik untuk pemilihan kecmatan yang akan disurvei mnggunakan teknik random sampling, sedangkan untuk memilih responden yang akan disurvei menggunakan teknik purposive sampling dengan teknik judgment sampling dengan kriteria yaitu responden yang memiliki

(15)

penghasilan neto diatas PTKP atau diatas Rp. 240.000 per bulan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa upaya ekstensifikasi yang berpengaruh terhadap jumlah wajib pajak terdaftar (NPWP) adalah melalui penyisiran dan kerjasama dengan instansi atau pembentukan nota kesepakatan (MoU). Penelitian tersebut memiliki kaitan dengan penelitian ini yaitu persamaan tujuan untuk mengetahui pengaruh kerjasama dengan instansi terhadap jumlah Wajib Pajak terdaftar.

Berdasarkan penjelasan diatas dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditarik suatu pemikiran bahwa ada pengaruh antara frekuensi kerjasama dengan instansi terhadap fluktuasi jumlah Wajib Pajak terdaftar.

Hipotesis yang dapat diajukan adalah :

H3 = Frekuensi kerjasama dengan instansi berpengaruh terhadap fluktuasi

jumlah Wajib Pajak terdaftar.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis sistem informasi akuntansi sumber daya manusia pada PDAM Tirta Dharma Kabupaten Pasuruan sudah sesuai

[1] Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa dari 25 responden sebagian besar responden yang pernah senam hamil pada kehamilan sebelumnya sejumlah 18 responden

Kota kuala tungkal memiliki aliran permukaan yaitu Sungai Pengabuan, dimana sungai ini merupakan aliran sungai primer.SungaiPangabuan tersebut merupakan pintu proses

3.447.500,- Kemudian berturut-turut diikuti oleh keuntungan varian dodol rasa sirsak, ketan hitam, pisang dan keuntungan yang paling kecil diperoleh adalah usaha dodol

Peranan Prepopulated data pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar Utara dapat memudahkan Wajib Pajak ketika melakukan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

e. penerapan protokol kesehatan dilakukan dengan mempertimbangkan jarak interaksi, durasi, dan faktor ventilasi udara untuk meminimalisir risiko

Melalui literatur tersebut maka tipe antena yang dipilih adalah Super J- Pole .Antena Super J- Pole merupakan modifikasi dari antena J-Pole.Desain antena J- Pole

Bagi Perusahaan, hasil penelitian dapat membantu perusahaan untuk mengetahui peramalan penjualan dan dapat menjadi masukan yang dapat diterapkan diperusahaan untuk