• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 2.1 Gross Domestic Product (GDP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 2.1 Gross Domestic Product (GDP)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1 Gross Domestic Product (GDP)

GDP merupakan sebuah indikator makro ekonomi yang memperlihatkan seberapa baik perjalanan dan aktivitas sebuah negara (Haggart, 2000). Menurut Mohtadi dan Agarwal (2004), economic growth dapat diukur melalui instrumen investasi dan GDP.

“Growth lessens the burden of scarcity”

-Economics, McGrawHill, 2008-

Konsumsi bisa saja meningkat saat ini, sedangkan peningkatan kapasitas produksi baru bisa terwujud dimasa mendatang. Oleh karena itu, untuk meringankan beban kelangkaan (the burden of scarcity), maka dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang memungkinkan suatu negara untuk mencapai tujuan ekonominya. Dengan begitu, maka dapat tercipta bentuk usaha baru yang mampu memberikan peningkatan jumlah barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen dan mengeliminasi kelangkaan.

Salah satu indikator dalam mengukur economic growth adalah dengan menghitung gross domestic product (GDP). Menurut Mc Connel and Brue (2008) GDP dapat dilihat dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran (the expenditure approach) dan pendekatan pemasukan (the income approach).

Pendekatan pengeluaran menggunakan perhitungan pengeluaran atas barang dan jasa selama periode waktu tertentu, misalnya pengeluaran konsumsi dan investasi oleh rumah tangga konsumen, pembelian pemerintah atas barang dan jasa, dan pengeluaran dari pihak asing (Andolfatto, 2005). Pendekatan ini meliputi semua yang berhubungan dengan pengeluaran tumah tangga atau pengeluaran personal, perusahaan, pemerintah, dan ekspor. Personal consumption expenditures

(2)

(dilambangkan dengan C) dibagi menjadi durable consumer goods (pembelian kendaraan atau video rekaman), nondurable consumer goods (susu, roti, dan vitamin), dan consumer expenditures for services (pengacara, akuntan, dan dokter).

Pengeluaran usaha (gross private domestic investment, Ig) meliputi segala pembelian akhir dari mesin-mesin sebagai modal usaha, konstruksi, dan perubahan pada persediaan. Pembelian pemerintahan (dilambangkan dengan G) meliputi pengeluaran barang dan jasa yang dikonsumsi pemerintah dalam membangun sarana publik dan pengeluaran modal sosial seperti sekolahan dan jalan raya. Sedangkan faktor ekspor tentunya memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional, sehingga The Expenditure Approach memiliki fungsi sebagai berikut : GDP = C + Ig + G + Xn

(McConnel dan Brue, 2008 ; Andolfatto, 2005).

Pendekatan pendapatan meliputi kompensasi karyawan, sewa, bunga, pendapatan dari seorang pemilik usaha (wirausahawan, partnership), profit perusahaan (pajak pendapatan perusahaan, dividend, profit perusahaan yang tidak didistribusikan dengan tujuan akan diinvestasikan kembali), dan pajak atas produksi dan import (McConnel dan Brue, 2008).

Penggunaan GDP sebagai alat ukur economic growth tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah GDP mampu merangkum seluruh informasi ekonomi dan memperlihatkan hasilnya dalam angka, sehingga dapat lebih terlihat nyata dan terukur. GDP juga memiliki kapasitas untuk memperlihatkan tingkat kesejahteraan masyarakat sebuah negara (Haggart, 2000). GDP yang hanya berfokus pada kapasitas produksi dan konsumsi kemudian menjadi bumerang dalam akurasi GDP untuk merefleksikan kondisi ekonomi. GDP mengabaikan aspek-aspek tertentu yang dianggap penting dalam melihat kesejateraan negara yang bersangkutan. Aspek – aspek yang diabaikan antara lain adalah aspek sosial dan aspek lainnya diluar pasar ekonomi, seperti pekerja sosial atau sukarelawan, aktifitas dalam black-market, dan transaksi tukar menukar barang atau barter (Haggart, 2000).

(3)

Economic growth di Indonesia dapat dikatakan cukup baik. Pasca krisis global tahun 2008 lalu, terbukti Indonesia tetap bertahan. Perkembangan ini dipicu oleh dua hal, yang pertama adalah terms of trade yang membaik dan didorong dengan adanya kenaikan harga ekspor komoditas primer yang kemudian menyebabkan perekonomian domestik dapat tumbuh tinggi. Kenaikan harga komoditas ini didorong oleh tingginya permintaan dari negara emerging market seperti China dan India, sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dunia dalam beberapa tahun terakhir. Kedua, kebijakan stimulus moneter di negara maju pasca krisis global menyebabkan melimpahnya likuiditas global yang kemudian mengalir ke perekonomian negara lainnya yang menjanjikan imbal hasil yang menarik, termasuk Indonesia. Arus modal masuk ini menambah likuiditas pada perekonomian Indonesia sehingga suku bunga dapat dijaga pada tingkat yang cukup rendah dalam waktu yang lama, yang pada gilirannya mendorong permintaan domestik dan kenaikan harga-harga aset, termasuk properti (Bank Indonesia, 2013).

2.2 Exchange rates

Nilai tukar (exchange rate) diawali dengan munculnya sistem barter, dimana ada nilai yang melekat pada setiap barang yang pertukarkan. Adanya sistem barter kemudian membuat barang-barang berpindah secara langsung dari produsen kepada konsumen (Lowry, 2013).

“Retail trade is not a natural part of the art of getting wealth”

“Arises at first from what is natural, from the circumstances that some have too little, others too much”

-Aristotle-

Salah satu ilmuan terkenal, Aristoteles menggunakan teorinya untuk menjelaskan bagaimana kehidupan ekonomi telah berjalan pada jamannya, tetapi kemudian pertukaran barang tidak lagi dianggap efisien karena tidak tercapainya kesetaraan nilai. Antara produsen dan konsumen akan mengalami surplus atau shortage, sehingga munculnya mata uang sebagai alat tukar. “Getting wealth” diatas

(4)

memiliki makna menukarkan barang untuk memperoleh uang. Dimana uang tersebut sebagai fasilitator atas fleksibilitas jual-beli barang komoditi (Finley, 1970).

Exchange rate sendiri dapat diartikan sebagai nilai yang melekat pada sebuah mata uang dibandingkan dengan mata uang lainnya (Krugman, 2011). Dilihat dari sudut pandang moneter, exchange rate dipengaruhi oleh fundamental ekonomi.

Dimana fundamental ekonomi tersebut antara lain meliputi jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga (Mac Donald and Taylor, 1992).

Tiwari (2003) menyebutkan bahwa exchange rate dibagi menjadi dua jenis, yaitu fixed exchange rate dan flexible exchange rate. Dalam fixed exchange rate, nilai tukar ditetapkan oleh pemerintah. Arah pergerakan nilainya telah ditentukan, sehingga seringkali digunakan oleh para spekulan dalam meraup profit selisih nilai kurs.

Sedangkan dalam flexible exchange rate, nilai tukarnya ditetapkan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui kebijakan moneter (Kuncoro, 2001).

Indonesia sendiri telah mengukir sejarah dalam penetapan sistem nilai tukar yang diberlakukannya. Pada awalnya, Indonesia menerapkan sistem fixed exchange rate dan managed floating dengan patokan nilai dolar (Goeltom, 2007). Pada system fixed exchange rate, Bank sentral tidak memiliki kewenangan internvensi terhadap exchange rate apabila nilai rupiah masih berada pada kisaran jarak yang ditetapkan sesuai dengan intervention band. Tujan yang hendak dicapai adalah terciptanya kestabilan finansial bagi investasi dalam negeri. Tetapi sejak Agustus 1997, Indonesia mengubah sistem moneternya menjadi free floating exchange rate (Hasyyati, 2013).

Perubahan sistem moneter Indonesia tersebut kemudian memberikan dampak terhadap GDP Indonesia, dimana nilai tukar rupiah terdepresiasi karena bertepatan dengan terjadinya krisis moneter di Indonesia. Depresiasi nilai rupiah tidak selamanya merugikan negara. Beberapa sektor usaha menjadi diuntungkan karena harga produksi akan semakin kompetitif, sehingga turut menstimulus ekspor yang lebih besar. Tetapi disisi lainnya, Indonesia akan kesulitan menerima pinjaman asing karena berkurangnya kepercayaan asing terhadap nilai rupiah (Goeltom, 2007).

(5)

2.3 Interest Rate

Interest rate dapat diartikan sebagai tanda yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan permintaan atau peminjaman sejumlah dana, baik secara langsung atau melalui perantara keuangan (Federal Reserve Bank of New York).

“He sits by a lake, and catches a fish a day with his bare hands. Suddenly he has the idea of making a net. But to do that he would need to stop fishing for a month, and might starve to death by the time the net was finished.

Fortunately, he has a more highly-skilled friend who can catch two fish a day.

Would the friend lend him thirty fish over the next few weeks? Yes, replies the friend;

but what do I get out of it? At the end, says the fisherman, you of course get back your thirty fish, as soon as I.ve caught them; and then I’ll add another thirty as well.

Done! says the friend.”

-European Parliament- Ilustrasi diatas dapat menggambarkan sebuah konsep ekonomi, dimana cerita diatas memberikan makna bahwa konsumsi dan investasi dapat menentukan masa depan keuangan seseorang sekaligus menggambarkan bagaimana interest rates dikenakan pada seseorang. Dalam cerita diatas, rates yang terbentuk adalah 100%.

Dalam teori ekonomi, interest rate merupakan sejumlah nilai yang akan diterima oleh seseorang sebagai imbalan atas dana yang ditabungkan atau diinvestasikan. Dengan begini maka, masyarakat akan termotivasi untuk terus meningkatkan tabungan dan investasi, sehingga dapat menurunkan jumlah uang yang beredar dipasaran. Rates yang dimaksud akan merefleksikan interaksi antara penawaran tabungan atau investasi dan permintaan atas modal. Disisi lainnya, rates juga merefleksikan interaksi antara permintaan dan penawaran atas uang (Patterson dan Lygnerud, 1999). Fisher (1930) mengatakan bahwa interest rate merupakan jembatan atas pendapatan dan modal, dimana uang diposisikan sebagai objek jual dan beli dimasa sekarang maupun dimasa mendatang. Besarnya interest rate berdasarkan persentase keuntungan yang diharapkan dimasa mendatang dengan melihat dari modal yang dikeluarkan saat ini (Fisher, 1930).

(6)

Ada dua jenis rates nenurut Patterson dan Lygnerud (1999), yaitu short term rates dan long term rates. Short term rates dipengarui oleh Central Bank, sehingga peredaran jumlah uang dimonopoli dengan baik. Sedangkan dalam long term rates bergerak sesuai dengan pergerakan kondisi ekonomi yang merefleksikan perkiraan inflasi. Kedua jenis rates diatas saling berkaitan dan berjalan bersamaan.

Certified Public Accountant (CPA) Australia menyebutkan ada dua metode mengukur resiko atas interest rate, yaitu sensitivity analysis dan repricing profiles.

Sensitivity analysis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

 Simple analysis, mengukur dampak dari perubahan kecil atas interest rate berdasarkan nilai akuntansi atau nilai ekonomi, misalnya apabila interest rate meningkat satu persen maka dampak rugi atau labanya dapat dihitung berdasarkan nilai akuntansi (CPA Australia, 2008).

 Advanced, merupakan metode yang memperhitungkan beberapa perubahan dalam interest rate dan beberapa variabel lainnya yang terkait dengan kesehatan keuangan dari entitas. Misalnya, kepemilikan modal sebasar lima puluh persen mengalami peningkatan interest rate sebesar satu persen, dan laba sebelum bunga, pajak, amortisasi, dan depresiasi (EBITDA) turun sebesar sepuluh persen maka resiko dapat segera diperhitungkan (CPA Australia, 2008).

 Stress test, merupakan model yang dibentuk berdasarkan perubahan besar atas interest rate dari pinjaman. Metode ini adalah yang paling sering digunakan oleh lembaga-lembaga keuangan (CPA Australia, 2008).

Repricing profiles adalah representasi grafis dari perubahan interest rate atas aset dan hutang dari waktu ke waktu.

(7)

2.4 Inflation

Inflasi adalah peningkatan tingkat harga secara umum, dimana inflasi akan berakibat pada penurunan purchasing power dari uang (McConnel and Brue, 2008).

Inflasi tidak selalu mengakibatkan peningkatan terhadap harga. Meskipun periode inflasi besar sedang terjadi, beberapa harga relatif konstan sedangkan harga lainnya mengalami fluktuasi. Seperti yang terjadi pada kasus inflasi di Amerika Serikat pada tahun 1970-1980, dimana harga personal komputer, jam tangan digital, dan perekam video mengalami penurunan (McConnel and Brue, 2008). Haberler, 1960 menyatakan bahwa ada beberapa penyebab inflasi, yaitu peningkatan permintaan agregat (demand aggregate) yang lebih cepat daripada penawaran agregat (supply aggregate) sehingga menarik peningkatan terhadap harga dan upah pekerja (demand pull inflation). Ketimpangan demand dan supply aggregate disebabkan oleh defisit pemerintahan, ekspansi kredit bank, dan peningkatan permintaan luar negri (Haberler, 1960). Sukirno (2000) mengungkapkan dampak inflasi terhadap sebuah negara, yaitu melemahnya produksi barang ekspor. Tingkat inflasi yang tinggi menurunkan produksi karena harga menjadi tinggi dan permintaan akan barang menurun sehingga produksi menurun. Inflasi juga menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang dan kenaikan harga upah buruh, sehingga harga pokok dan harga jual meningkat (Sukirno, 2000). Inflasi memiliki beberapa indikator, yaitu Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), dan Indeks Harga Implisit (Deflator GDP) (Majalah Tempo, 2002). Inflasi dibagi menjadi dua tipe berdasarkan penyebabnya (McConnel dan Brue, 2008), yaitu :

 Demand-Pull Inflation

Demand-Pull Inflation disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan agregat permintaan masyarakat terhadap komoditi-komodit di pasar barang. Sehingga menarik (pull) kurva demand aggregate ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand, yang merupakan inflationary gap (Atmaja, 1999). Dalam golongan Keynesian, kenaikkan aggregate demand disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran

(8)

konsumsi, investasi, government expenditures atau net export, walaupun tidak terjadi ekspansi jumlah uang beredar.

 Cost-Push Inflation

Dalam cost-push inflation terjadi peningkatan harga faktor – faktor produksi baik dari dalam negri maupun luar negri di pasar faktor produksi, sehingga berdampak pada kenaikan harga barang komoditi. Cost-push inflation biasanya diikuti dengan menurunnya usaha. (Atmaja, 1999).

Adwin Surya Atmaja (1999) mengungkapkan bahwa inflasi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu jumlah uang beredar, defisit anggaran belanja pemerintah, dan faktor – faktor dalam supply aggregate dan luar negri. Apabila melihat kondisi inflasi yang ada di Indonesia, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak inflasi, yaitu :

 Meningkatkan supply bahan pangan

Peningkatan supply bahan pangan dapat dilakukan dengan melakukan pembangunan disektor pertanian, memperluas lahan pertanian, dan memodernisasi teknologi serta metode pengolahan lahan (Atmaja, 1999).

 Mengurangi defisit APBN

Pengurangan defisit APBN dapat dilakukan dengan meningkatkan pemasukan pemerintah, terutama di sektor pajak, sehingga pemerintah dapat mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negri (Atmaja, 1999).

 Meningkatkan cadangan devisa

Cadangan devisa dapat ditingkatkan dengan cara memperbaiki posisi neraca perdagangan luar negri, mengurangi ketergantungan industri domestic terhadap barang – barang luar negri, mengubah sifat industri dari substitusi impor kepada substitusi ekspor, dan mambangun industri yang mampu mengolah sumber daya yang ada sehingga memiliki nilai tambah (Atmaja, 1999).

(9)

2.5 Model penelitian dan hubungan antar konsep

2.5.1 Berikut ini adalah model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini :

2.5.2 Hubungan antara inflation dengan GDP

Suva and Fiji (2004) menyatakan bahwa antara inflation dengan GDP memiliki hubungan yang negatif. Stabilitas makroekonomi yang baik akan terlihat dari rendahnya inflasi, sehingga mampu mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi (Suva and Fiji, 2004). Inflasi tidak selalu berdampak negatif, dalam tingkat tertentu inflasi dapat memberikan hubungan yang positif terhadap GDP. Tingkat inflasi yang rendah tidak akan berpengaruh signifikan terhadap GDP atau bahkan dapat berpengaruh positif, sedangkan apabila tingkat inflasi yang terlalu tinggi maka akan berpegnaruh negatif terhadap GDP (Li, 2003). Barro (1995) mengatakan bahwa meningkatnya inflasi akan berdampak pada penurunan GDP per kapita beserta investasi.

H1 : Inflation mempunyai pengaruh terhadap GDP.

2.5.3 Hubungan antara interest rates dengan GDP

Giovanni et al. (2009) menemukan bahwa peningkatan interest rates akan berakibat pada turunnya real growth rates di sebagian besar negara Benua Eropa.

Udoka and Roland (2012) setuju bahwa interest rates merupakan salah satu faktor penentu pergerakan economic growth sebuah negara apabila dilihat dari sisi GDP, dimana peningkatan interest rates dapat berdampak pada penurunan GDP. Tetapi

(10)

kemudian penelitian mereka menunjukan bahwa interest rate tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap economic growth. Interest rate merupakan

“invisible hand” untuk mempromosikan level investasi dalam berbagai sektor ekonomi (Ukoda, 2000). Pernyataan Udoka juga didukung oleh penelitian Lucian dan Liviu (2010) yang mengatakan bahwa variabel dalam interest rates akan mempengaruhi economic growth rates. Peneliti lainnya, Alam and Uddin (2009) mengemukakan bahwa interest rate merupakan faktor krusial bagi economic growth sebuah negara.

H2 : Interest rates mempunyai pengaruh terhadap economic growth.

2.5.4 Hubungan antara exchange rates dengan GDP

Exchange rates tidak dapat dipisahkan dengan economic growth, dimana Rodrik (2008) menemukan bahwa terdapat relasi antara exchange rates dengan economic growth dengan bentuk hubungan positif. Ito, Isard and Symasnsky (1999) berpendapat bahwa economic growth rates yang tinggi didukung oleh pertumbuhan ekspor yang memadai, sehingga dapat meningkatkan nilai exchange rates karena meningkatnya permintaan akan mata uang nasional. Jadi, dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara exchange rates dan economic growth. Exchange rates dapat mempengaruhi economic growth melalui berbagai sektor keuangan, misalnya melalui pasar modal. Kesepakatan exchange rate yang baik akan membantu likuiditas pasar modal sehingga dunia investasi ikut bergerak maju yang kemudian berdampak pada tercapai economic growth yang diinginkan (Wong et.al, 2005).

H3 : Exchange rates mempunyai pengaruh terhadap economic growth.

2.5.5 Hubungan antara interest rates dengan inflation

Interest rates merupakan bagian dari kebijakan moneter, merefleksikan persediaan uang di pasar, dan sebagai alat penetralisir inflasi (Asghapur et al., 2014).

Asghapur, Kohnehshahri and Karami. (2014) setuju bahwa interest rates memiliki hubungan negatif terhadap inflasi. Hal ini juga didukung oleh Kandel, Ofer, and

(11)

Sarig (1996) yang menyatakan bahwa interest rates berkorelasi negatif terhadap inflation. Hipotesis Fisher (1930) mengatakan bahwa interest rates merefleksikan fluktuasi inflasi. Dilain sisi interest rates juga dapat memiliki hubungan positif seperti yang diungkapkan oleh Mishkin (1988) and Gibson (1982). Ghazali (2003) menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara interest rates dengan inflation.

H4 : Interest rates mempunyai pengaruh terhadap inflation.

2.5.6 Hubungan antara interest rates dengan exchange rates

European Central Bank, dalam salah satu jurnalnya mengatakan bahwa interest rates tidak akan terbentuk apabila tidak ada peredaran uang dalam perekonomian. Peningkatan interest rates akan mengakibatkan besarnya nilai yang harus dikorbankan demi memperoleh mata uang tertentu, dimana tingkat fluktuasinya memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap investasi atau permintaan barang dan jasa.

Dengan meningkatnya interest rates, maka masyarakat akan berlomba-lomba meningkatkan jumlah tabungan, sehingga jumlah uang beredar menurun.

Menurunnya jumlah uang yang beredar kemudian berdampak pada meningkatnya nilai mata uang, tetapi menurunkan tingkat investasi dan konsumsi, sehingga dapat dikatakan bahwa interest rates memiliki hubungan yang negatif terhadap exchange rates (Jordaan, 2013). Disisi lain, Hakkio (1986), Berument and Gumay (2003) menyatakan bahwa peningkatan interest rates juga dapat berdampak pada peningkatan exchange rates. Pergerakan interest rates akan menstimulasi daya tarik terhadap aset, sehingga permintaan terhadap aset akan meningkat dan permintaan akan uang juga akan meningkat (Hakkio, 1986).

Salah satu indikator penentu tinggi atau rendahnya interest rates adalah jumlah uang yang beredar (McConnel and Brue, 2008). Pertumbuhan dan tersedianya uang di pasar, interest rates, dan stock market price merupakan sebuah rantai, dimana jumlah uang beredar akan memberikan dampak terhadap interest rates yang kemudian akan berdampak pula terhadap stock market price (Wong et al., 2005).

(12)

H5 : Interest rates mempunyai pengaruh terhadap exchange rates.

2.5.7 Hubungan antara inflation dengan exchange rates.

Perubahan inflation rate dapat mempengaruhi permintaan mata uang disuatu negara, sehingga dapat mempengaruhi pola perdagangan internasional dan hubungan yang terbentuk adalah signifikan positif (Puspitaningrum, Zadak, and Zahroh 2014).

Sek et al. (2012) mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara inflation dan exchange rates. McCarthy (2000) berpendapat bahwa di negara maju seperti Amerika Serikat dan Swedia, inflation dan exchange rates memiliki hubungan negatif yang tidak signifikan. Sedangkan di negara – negara lainnya seperti Jepang dan Perancis, inflation dan exchange rates memiliki hubungan positif yang signifikan. Grigorian, Khachatryan and Sargsyan (2004) mengidentifikasi korelasi negatif antara inflation dengan exchange rates (dalam Barbakadze, 2008).

H6 : Exchange rate mempunyai pengaruh terhadap inflation.

Referensi

Dokumen terkait

Jika odha berpikir bahwa keadaan yang baik akan terjadi pada segala hal yang dia lakukan (PvG-Universal)dan keadaan yang buruk hanya terjadi pada situasi tertentu saja

Topik Kista Ovarium menjadi sangat menarik untuk dibahas karena sebagian besar pasien dengan kista ovarium berada dalam kondisi asimptomatik dan baru dapat didiagnosis

hal ini pihak bank memberikan Safe Deposit Box untuk digunakan nasabah dengan menyerahkan kunci kotak atas penguasaan nasabah lagipula pihak bank tidak mengetahui wujud

Biji saga (Adenanrhera pavonina Linn), tergolong I,egunzinosae, dilaporkan dimakan oleh sego- longan penduduk antara lain d i daerah Pat1 (Jawa Tengah), sebagai

32 Tahun 2004 adalah dengan memecah undang-undang tersebut ke dalam tiga undang-undang berbeda, yakni undang-Undang tentang pemerintahan daerah, undang- undang tenrang pemilihan

Internal rate of return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.. Gambar

bisa lebih mudah dalam menerima apa yang telah disampaikan oleh pendidik. Inovasi pembelajaran dengan menggunakan metode hypnoteaching merupakan. pendekatan