• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT YANG DIDASARKAN KUASA MUTLAK (STUDI PUTUSAN NO.402/K/TUN/2017)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKIBAT HUKUM AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT YANG DIDASARKAN KUASA MUTLAK (STUDI PUTUSAN NO.402/K/TUN/2017)"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

1

AKIBAT HUKUM AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT YANG DIDASARKAN KUASA

MUTLAK

(STUDI PUTUSAN NO.402/K/TUN/2017)

TESIS

Oleh

Abdul Hadi Putra 157011172/M.Kn

MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

AKIBAT HUKUM AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT YANG DIDASARKAN KUASA

MUTLAK

(STUDI PUTUSAN NO.402/K/TUN/2017)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Abdul Hadi Putra 157011172/M.Kn

MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)

:

(4)
(5)
(6)

AKIBAT HUKUM AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT YANG DIDASARKAN KUASA MUTLAK

(STUDI PUTUSAN NO.402/K/TUN/2017)

ABSTRAK

Kuasa Mutlak merupakan kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa. Keberadaan kuasa mutlak sudah dilarang didalam PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Instruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak, Namun didalam prakteknya penggunaan surat kuasa mutlak masih ada yang menggunakan. Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara 402 K/TUN/2017, gugatan yang diajukan oleh penggugat adalah penggunaan surat kuasa mutlak sebagai dasar Pemindahan Hak atas Tanah dimana surat kuasa mutlak digunakan tergugat untuk menjual tanah dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 1/Setaman Jernih dan jual beli ini tidak melibatkan penggugat sebagai pemilik tanah lalu Kepala Kantor Pertanahan Serdang Bedagai menerbitkan sertifikat hak milik atas nama tergugat. Berdasarkan hal ini penggugat sebagai ahli waris merasa telah dirugikan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang menggambar secara rinci dan sistematis tentang permasalahan diteliti dan jenis penilitian yuridis normatif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Bahan hukum primer dan hukum sekunder melalui studi kepustakaan.

Dari hasil penelitian dikethaui kedudukan kuasa mutlak dalam perlaihan hak atas tanah dapat dilaksanakan asal meruakan satu kesatuan dengan perikatan jual beli.

Kuasa mutlak timbul karena perkembangan kebutuhan berdasarkan asas kebebasan berkontrak, yang berfungsi untuk menghindari terjadinya masalah dikemudian hari.

Namun jika kuasa mutlak itu berdiri sendiri maka hal tersebut termasuk yang dilarang oleh Instruksi Mendagri No.14 Tahun 1982 tentang pelarangan kuasa mutlak dan PP 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Yang berakibat dapat dibatalkannya sertifikat.

Dalam putusan Nomor Perkara Nomor 402/K/TUN/2017, Putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan tergugat karena terbukti mengandung cacat yuridis karena bertentangan dengan Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 tentang Pelarangan Kuasa Mutlak dan PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

KataKunci: Surat Kuasa Mutlak,Akta, PPAT

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan ridhoNya untuk mrnyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Yuridis Penggunaan Surat Kuasa Mutlak Dalam Akta PPAT (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara 402K/TUN/2017” ini. Penulisan tesis dengan judul ini tidak hanya dilakukan Penulis sebagai pemenuhan syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tetapi juga karena Penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian ini.

Tesis ini Penulis selesaikan dengan baik dengan adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr .Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memotivasi penulisan tesis ini.

3. Ibu Dr.T.Keizerina Devi, A, S.H, CN, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing, yang telah membimbing dan memotivasi penulisan dalam tesis ini.

(9)

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H, M.A, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Notaris Suprayitno, S.H, M.Kn selaku Dosen Pembimbing, yang telah membimbing dan memotivasi penulisan dalam tesis ini.

6. Bapak Dr.Henry Sinaga, S.H, M.Mkn, selaku Dosen Pembeimbing yang telamg membiing dan memotivasi penulisan dalam tesis ini

7. Orang Tua saya yang saya sayangi

8. Rekan-rekan dari Program Studi Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat dan dorongan serta bantuan kepada penulis untuk kelancaran menyelesaikan studi pada Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Para Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah bersedia memberikan informasi maupun bantuan yang diperlukan demi kelancaran pelaksanaan penulisan tesis ini.

(10)

Besar harapan Penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan masyarakat yang membutuhkan serta memberikan masukan bagi penyempurnaan penulisan tesis ini.Akhirnya terhadap semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan dalam penulisan tesis ini, sekali lagi diucapkan terima kasih.

Medan, 15 Januari 2020

Penulis,

ABDUL HADI PUTRA

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI Nama : Abdul Hadi Putra

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/06 Mei 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jalan Cemara Gg.Seri No.19 Medan Kewarganegaraan : Indonesia

Email : abdulhadiputra@yahoo.com II. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Pertiwi Medan (1997-2003)

Sekolah Menengah Pertama : SMP Harapan 1 Medan (2003-2006) Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 1 Medan (2006-2009)

Universitas : S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2009-2013) Universitas : S2 Fakultas Hukum Magister Kenotariatan

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN ………...……… i

TANGGAL UJIAN ………. ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ……… iii

PERSETUJUAN PUBLIKASI ……….. iv

ABSTRAK ……….. v

ABSTRACT ……… vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. vii

KATA PENGANTAR ……….... viii

DAFTAR ISI ………..………. x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penulisan ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14

G. Metode Penelitian... 18

BAB II KEDUDUKAN KUASA MUTLAK SEBAGAI DASAR PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT ... 22

A. Pemberian Kuasa ... 22

B. Jual Beli Hak Atas Tanah Bersertifikat... 44

C. Kedudukan kuasa mutlak sebagai dasar akta jual beli hak atas tanah yang bersertifikat ... 67

BAB III AKIBAT HUKUM AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT YANG DIBUAT BERDASARKAN KUASA MUTLAK ... 78

A. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah... 78

B. Peralihan Hak Atas Tanah ... 83

C. Akibat hukum akta jual beli hak atas tanah bersertifikat yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak... 90

(13)

BAB IV

PERTIMBANGAN DAN ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERKAIT AKTA JUAL HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT

No.402/K/TUN.MDN

... 96

A. Duduk Perkara ... 96

B. Analisis Putusan No.402/K/TUN.Mdn ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

A. Kesimpulan ... 117

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(14)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beralihnya suatu hak atas tanah menurut ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah itu dapat dilakukan dengan akta jual beli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang bertujuan untuk memperoleh kekuatan pembuktian yang sah dan dibuatkan dengan akta otentik.

Dalam hal melakukan perbuatan hukum untuk mengalihkan suatu hak atas tanah haruslah dilakukan dihadapan seorang Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bertujuan untuk memperoleh kekuatan pembuktian yang sah dan dibuatkan dengan akta otentik. Khusus untuk tanah-tanah yang bersertifikat jual beli atau pengalihan hak ini dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan dihadapan notaris, yang dinamakan dengan Perjanjian Jual Beli/Perikatan Jual Beli. 1

Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) istilah jual beli hanya disebutkan dalam pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal lainya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar, hibah wasiat. Jadi

1 Nelly Sri Wahyuni Siregar, Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / Ppat (Pejabat Pembuat Akta Tanah), Tesis : Program Magister Kenotariatan, USU, Tahun 2008, h. 3.

(15)

meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli.2

Pada saat calon penjual dan calon pembeli mencapai kata sepakat untuk mengadakan jual beli atas tanah dapat langsung melangsungkan proses jual beli dengan Akta Jual Beli (AJB) sebagai Akta Tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah. Dalam pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,3 Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah sebagai dasar Alat Bukti Peralihan Hak Atas Tanah.

Untuk melakukan peralihan para pihak harus hadir menghadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Biasanya diadakan suatu perjanjian yang dapat mengikat kedua belah pihak dimana penjual dan pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk melakukan jual beli sampai terpenuhinya segala sesuatu yang menyagkut jual beli tersebut, Baik dari segi kelengkapan surat-surat tanahnya maupun pembayaranya. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dihadapan notaris merupakan perjanjian yang diangkat dan dibuat dari Konsepsi KUHPerdata yang merupakan kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya.

2 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftaranya, Jakarta, Sinar Grafika, 2007 h. 76

3 Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah

(16)

Dengan dilangsungkannya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) oleh para pihak maka calon Penjual dan calon Pembeli menyatakan kehendak untuk melangsungkan jual beli yang sesungguhnya yaitu jual beli dilangsungkan menurut ketentuan pasal 26 UU nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) bahwa jual beli merupakan salah satu cara untuk pemindahan hak kepemilikan tanah.

Biasanya dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) selalu diikuti dengan pemberian kuasa, untuk menjaga jangan sampai cidera janji/wanprestasi atau dengan kata lain jangan sampai penjual mengalihkan kepada pihak lain dan juga bila syarat-syarat formal belum terpenuhi seperti belum dilakukan pengecekan sertifikat ke Kantor Pertanahan setempat, belum dilunasinya pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BBHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Pemberian kuasa sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 1792 KUHPerdata berbunyi “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberi kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Dari pengertian tersebut sifat pemberian kuasa tiada lain dari pada mewakili atau perwakilan.4 Kuasa itu menerbitkan perwakilan, yaitu adanya seseorang yang mewakili orang lain untuk melakukan suatu perbuatan hukum, perwakilan seperti iniada yang dilahirkan oleh Undang-undang dan ada yang oleh suatu perjanjian.5

Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu

4 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet.2 (Bandung: Alumni, 1986), h.306.

5 R. Subekti (c), Hukum Perjanjian, Cet.12, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), h.141

(17)

kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa oleh sikuasa.6

Ada beberapa macam pemberian kuasa yang umum dikenal oleh masyarakat karena seringkali dijumpai dalam kehidupan masyarakat. Macam pemberian kuasa itu dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa. Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan.7

Dalam perkembanganya, maksud dan tujuan dari pemberian kuasa yang dimaksud dalam pasal 1792 KUHPerdata mengalami pergeseran dan mengabaikan batasan-batasan seperti pasal 1795 KUHPerdata mengenai pemberian kuasa khusus dan umum. Pasal 1796 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa pemberian kuasa hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan. Pasal 1797 KUHPerdata yang juga menyebutkan bahwa isi kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apapun yang melampaui kuasanya. Pasal 1813 KUPerdata mengenai waktu berakhirnya pemberian kuasa.

Dengan mengabaikan batasan-batasan inilah selanjutnya timbul isitilah kuasa mutlak. Didalam perikatan jual beli biasanya tercantum suatu klausul kuasa mutlak, yang tujuanya melindungi kepentingan para pihak dalam perjanjian perikatan jual beli tersebut. Munculnya kuasa mutlak yang dimaksud pada dasarnya digunakan untuk

6 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibjo, Cet.

Ke-28 (Jakarta, Pranadya Paranuta, 1996), Pasal 1793

7 R. Subekti (c), op.cit., h.143

(18)

menghadapi tindakan hukum lanjutan yang dibutuhkan pasca pendanda tanganan akta perjanjian perikatan jual beli sesuai kebutuhan hukum yang hendak dicapai.8

Namun istilah Kuasa mutlak tercantum didalam Instruksi Mendagri No.14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah yang isinya :

1. Kuasa mutlak adalah kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa .

2. Kuasa mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah kuasa mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya .

Pelarangan terhadap semua Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan para Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II yakni :

1. Camat dan Kepala Desa atau pejabat yang setingkat dengan itu untuk membuat/menguatkan pembuatan surat kuasa mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah

2. Pejabat-pejabat agraria untuk melayani penyelesaian status hak atas tanah yang merupakan surat kuasa mutlak sebagai bahan pembuktian pemindahan hak atas tanah. 9

Kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

8 Syahril sofyan, beberapa dasar teknik pembuatan akta (khusus warisan), medan, pustaka Bangsa Press, 2010, h.132

9 Republik Indonesia, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentangLarangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak atas Tanah tertanggal 6 Maret 1982,Diktum Kedua.

(19)

1997 tentang Pendaftaran Tanah. Menurut Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu :

1) PPAT menolak untuk membuat akta, jika:

a. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar- daftar yang ada di Kantor Pertanahan;atau

b. Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:

1. Surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2);dan

2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau

c. Salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk

(20)

bertindak demikian;atau

d. Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak;atau

e. Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atau

f. Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya;atau

g. Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Didasarkan pada uraian diatas tentang pengertian “Kuasa Mutlak”, maka dapat dikatakan bahwa kuasa mutlak memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk mengusai dan menggunakan haknya melakukan segala tindakan dan perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya, sehingga karenanya penerima kuasa dalam hal ini seakan-akan bertindak selaku pemilik sah tanah.

Kuasa mutlak timbul dari kebutuhan dari praktek hukum yang dimaksudkan untuk keperluan mengatasi suatu kepentingan. Landasan Hukum dari pembuatan dan pemberian kuasa ini adalah kebebasan berkontrak yang dianut dalam Hukum Perdata yang pembatasanya diatur didalam Pasa 1320 jo 1338 KUHPerdata.

Buku III KUHPerdata, menganut asas kebebasan dalam hal membuat

(21)

perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUHPerdata, yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut, tidak lain dari pernyataan bahwa tiap perjanjian ‘mengikat’ kedua pihak.

Tetapi dari peraturan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan.

Tidak saja orang leluasa untuk membuat perjanjian saja, asal tidak melanggar ketertiban umum yang diatur dalam bagian khusus Buku III itu. Dengan kata lain peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam buku III KUHPerdata itu hanya disediakan dalam hal para pihak yang berkontrak itu tidak membuat peraturan sendiri. Dengan kata lain peraturan-peraturan dalam Buku III, pada umumnya hanya merupakan hukum pelengkap, bukan hukum keras atau hukum yang memaksa.10

Menurut R. Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.11 Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan : “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.12 Lebih lanjut dalam Pasal 1320 KUHPerdata dijelaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:13

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Mengenai suatu hal tertentu;

10 Subekti (b), Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 1996), h.127-128

11 R.Subeki (c). Op.cit h.19

12 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1313

13 Ibid, Pasal 1320

(22)

4. Tentang suatu sebab yang halal.

Dengan adanya suatu perjanjian maka timbul hubungan antar dua orang yang disebut perikatan, serta menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

Sehingga perjanjian merupakan suatu kerangka perikatan yang berisi janji-janji yang disepakati oleh kedua belah pihak. Maka dari perjanjian dan perikatan dapatlah dikatakan bahwa perjanjian adalah sumber dari perikatan.

Notaris dan PPAT merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh undang- undang dalam membuat akta otentik dan sekaligus merupakan perpanjangan tangan pemerintah. Sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya, yakni tanggung jawab hukum dan tanggung jawab moral.

Dengan tugas dan kewajiban sebagai seorang pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik, sehingga seharusnya berperan untuk mengatisipasi secara hukum atas timbulnya hal-hal yang dapat merugikan para pihak yang mebuatnya serta akibat hukum dari perjanjian tersebut.Hal-hal yang berkaitan dengan penguasaan dan pemilikan tanah tidak terlepas dari peran notaris dan PPAT.

Akta otentik memiliki peranan penting apabila dalam pergaulan hukum di dalam masyarakat terdapat pelanggaran terhadap norma hukum. Pelanggaran terhadap hukum perdata akan menimbulkan perkara perdata dan untuk menyelesaikannya harus sesuai dengan yang diatur dalam hukum acara perdata .14 Keberadaan akta otentik disebabkan karena adanya alat bukti untuk perbuatan hukum tertentu. Dapat pula karena para pihak menghendaki agar perbuatan hukum yang mereka lakukan diwujudkan dalam bentuk

14 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum, Jakarta, Pustaka Kartini, 1997, h.6.

(23)

akta otentik. Apabila terdapat penyimpangan yang menyangkut hal-hal yang bersifat formil maka hilanglah otensitas dari suatu akta.

Salah satu fungsi akta sebagai pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna. Akta otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus dikaui hakim. Jika terjadi sengketa maka akta yang dibuatnya tersebut harus merupakan alat pembuktian formal yang mengandung kebenaran absolut dan akta otentik yang merupakan alat bukti terkuat dapat memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara. Didalam pasal 1870 KUHPerdata menyebutkan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik sempruna dan mengikat.

Berdasarkan fakta-fakta yang ada di masyarakat, Sertifikat Hak Atas Tanah belum sepenuhnya memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang Hak Atas Tanah. Sertifikat Hak Atas Tanah masih menghadapi kemungkinan adanya gugatan dari pihak lain yang merasa memiliki Hak Atas Tanah tersebut, Sehingga apabila dapat dibuktikan secara hukum bahwa ia adalah pemilik sebenarnya maka Sertifikat Hak Atas Tanah dapat dibatalkan.15

Kasus yang diangkat dalam penulisan ini adalah membahas Pendaftaran Peralihan Hak atau Balik nama sertifikat tanggal 21 juni 2016 yang telah dibuat berdasarkan akta kuasa mutlak tanggal 21 juni 1982 yang melibatkan para pihak yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai yang telah menerbitkan Keputusan berupa Pencatatan Pendaftaran Peralihan Hak Atau Balik Nama Sertifikat

15 Wahyu Utama Putra, Analisis Yuridis Sengketa Administratif Atas Tanah Berupa Pembatalan Sertifikat Hak Milik Desa Selayang (Studi Putusan Nomor 327 K/2016/Ptun.Medan), Jurnal : Program Magister Kenotariatan USU, Volume 11 Tahun 2019, h.5

(24)

Hak Milik. Dengan Swinder Singh sebagai pemohon penerbitan Sertifikat Hak Milik.

Kronologis kasus tersebut yaitu bermula dari pemberian kuasa Almarhum Sulkhan Lal Singh ( selaku pemilik objek sengketa ) ke Swinder Singh. Surat kuasa tersebut dibuat pada tanggal 21 Juni 1983 dalam rangka untuk menjual tanah. Setelah almarhum meninggal dunia pada tanggal 24 april 1984, Swinder Singh dengan surat kuasa tanggal 21 Juni 1983 tersebut membuat penigkatan diri sesuai dengan Akta Pengikatan Diri untuk melakukan Jual Beli dengan nomor : 26 Tanggal 26 mei 2016.

Selanjutnya Dedy Maharja untuk dan atas nama Swinder Singh melakukan jual beli untuk dan atas nama Swinder Singh sesuai dengan Akta Jual Beli nomor : 03/2016 tanggal 8 Juni 2016 dan setelah itu untuk dan atas nama Swinder Singh Pula Dedy Maharja mengajukan pengalihan hak atau balik nama terhadap Sertifikat objek sengketa kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai dan olehnya dikabulkan dengan pencatatan tanggal 21 juni 2016.

Berdasarkan hal diatas penggugat selaku ahli waris dari almarhum Sulalkhan Singh menggugat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai dan Swinder Singh karena didalam hal terbitnya keputusan berupa pencatatan pendaftaran tanah peralihan hak atau balik nama sertifikat hak milik ini ahli waris merasa telah dirugikan.

Didalam permohonan agar Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan batal atau tidak sah keputusan perihal peralihan hak atau balik nama sertifikat hak milik..

Grunam Kaur selaku ahli waris menggugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Serdang Bedagai dan Swinder Singh yang sudah bertentangan dengan Isntruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 dan Pasal 39 ayat 1 huruf d Peraturan Pemerintah

(25)

Nomor 24 Tahun 1997 tentang larangan penggunaan Kuasa Mutlak dalam pengurusan status kepemilikan atas tanah.

Berdasarkan ulasan permasalahan diatas, maka penulisan tesis ini mengambil judul tentang “ Akibat Hukum Akta Jual Beli Hak Atas Tanah Bersertifikat Yang Didasarkan Kuasa Mutlak (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara 402/K/TUN/2017) “

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian saya diatas maka saya sampai pada kesimpulan untuk mengangkat beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam tesis yaitu :

1. Bagaimana kedudukan kuasa mutlak sebagai dasar pembuatan akta jual beli hak atas tanah bersertifikat ?

2. Bagaimana akibat hukum atas akta jual beli hak atas tanah bersertifikat yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak ?

3. Bagaimana pertimbangan dan analisis atas putusan No.402/K/TUN/2017 terkait akta jual beli hak atas tanah bersertifikat yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kedudukan kuasa mutlak sebagai dasar pembuatan akta jual beli hak atas tanah bersertifikat

2. Untuk mengetahuiakibat hukum atas akta jual beli hak atas tanah bersertifikat yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak

(26)

3. Untuk mengetahui pertimbangan dan analisis atas putusan No.402/K/TUN/2017 terkait akta jual beli hak atas tanah bersertifikat yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya mengenai akta jual beli yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT.

2. Secara Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan status hukum surat kuasa mutlak dalam hubungan dengan pembuatan akta Notaris/PPAT.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul

“Akibat Hukum Suatu Peralihan Hak Atas Tanah Yang Didasarkan Kepada Kuasa Mutlak ( Studi Putusan No.402/K/TUN/2017”), Belum pernah dilakukan peniliti lain sebelumnya. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan Kuasa Mutlak yang pernah ditulis sebelumnya, antara lain :

1. Herry Santoso (NIM. 017011025), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Efektivitas dan Penerapan Kuasa dalam Akta Pengikatan/Perjanjian Jual Beli Atas Objek Tanah serta Keterkaitannya dengan Akta Kuasa Jual”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:

(27)

a. Sejauh mana efektivitas pemberian kuasa yang terdapat dalam akta Perikatan/Perjanjian Jual Beli ?

b. Bagaimanakah keterkaitan antara pemberian kuasa yang terdapat dalam akta Perikatan/Perjanjian Jual Beli dengan akta Kuasa Jual ?

c. Apakah kuasa yang diberikan/dibuat untuk melakukan perbuatan hukum kepada penerima kuasa selalu demi kepentingan pemberi kuasa ?

2. Kartika Sari (010711034), Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, denga judul penelitian “Pemberian Kuasa Menjual Tanah Dalam Praktek Notaris” dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Alasan-alasan apakah yang menyebabkan timbulnya pemberian kuasa

b. Bagaimana bentuk-bentuk pemberian kuasa menjual tanah dalam praktek notaris c. Apakah kelemahan yang terjadi dalam pelaksaan pemberian kuasa menjual tanah F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis.16 Dalam melakukan suatu penelitian hukum, teori hukum diperlukan karena memegang peranan penting yaitu berfungsi memberikan arahan atau petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.17 Adapun tujuan adanya teori hukum adalah untuk menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang

16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), h.80.

17 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), h.35.

(28)

relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.18 Teori hukum yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah teori kepastian hukum.

Kepastian hukum merupakan hal yang paling utama dan mendasar dalam melakukan perbuatan hukum untuk itu langkah-langkah dalam melakukan perbuatan hukum harus memperhatikan kepastian hukumnya sehingga tidak membuka celah untuk pihak-pihak yang ingin menggugat, kepastian hukum mengandung dua pengertian.

Pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.19 Hukum dalah Norma, norma merupakan produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.20 Hukum juga merupakan tata aturan sebagai suatu sistem aturan-aturan tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menunjuk pada satu aturan tunggal tetapi seperangkat aturan yang dipahami sebagai suatu sistem.21

Kepastian hukum dalam negara yang berdasarkan hukum merupakan hal yang sangat penting. Akan tetapi, kepastian hukum tidak harus diwujudkan dengan harus adanya undang-undang. Hukum tidak identik dengan undang-undang. Lagi pula,

18 Salim H.S., Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, 2010), h.54.

19 Riduan Syahrani, Op,Cit, h. 23.

20 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, h.158.

21 Jimly Assiddiqie, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mhkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, h.13.

(29)

betapapun lengkapnya suatu undang-undang dibuat, akan selalu terdapat kekurangan- kekurangannya.22

dalam hal memberikan kepastian hukum dibidang pertanahan tentu aturan hukum yang harus diperhatikan adalah aturan hukum yang mengatur tentang pertanahan dan juga aturan yang terkait dengan itu. Tujuan pokok pendaftaran tanah yang diatur Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria adalah untuk mewujudkan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai dan mewujudkan kepastian hukum tersebut terdapat dua upaya yang dapat ditempuh, yaitu Pertama, menyediakan perangkat hukum yang lengkap dan jelas dan Kedua, menyelenggarakan pendaftaran tanah yang memungkinkan pemegang hak atas tanah membuktikan hak atas tanah yang dikuasainya dan bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan pertanahan.23

Teori lain yang juga digunakan dalam penulisan tesis ini adalah teori keadilan.

Menurut Aristoteles, “keadilan adalah tindakan yang terletak di antara memberikan terlalu banyak dan sedikit yang dapat diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya”, sedangkan menurut Jhon Rawls dalam bukunya A Theory of Justice,“keadilan adalah kebajikan utama umat manusia dalam institusi sosial.24 Oleh karena itu, Rawls mengatakan bahwa perlu adanya keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat sehingga

22 Ibid.,h.60.

23 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2010, h.2.

24 John Rawls, A Theory of Justice, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2006), h.3.

(30)

tercapai keadilan yang membawa jaminan bagi kestabilan dan ketentraman dalam hidup manusia.25

Terkait penulisan tesis ini, teori keadilan berperan penting sebagai pendukung teori kepastian hukum. Artinya, jangan sampai setelah suatu putusan tentang peralihan hak atas tanah yang didasari kuasa mutlak dikategorikan memenuhi kepastian hukum atau sesuai dengan aturan-aauran hukum yang ada, tetapi malah mendatangkan ketidakadilan bagi para pihak terkait secara khusus dan masyarakat pada umumnya.

Dengan adanya teori keadilan, putusan tentang peralihan hak atas tanah yang didasari kuasa mutlak diharapkan selain sesuai dengan aturan hukum juga memenuhi rasa adil sehingga mewujudkan kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat.

2. Kerangka Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus, yang disebut dengan defenisi operasional.26 Kegunaan dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan - batasan atau pengertian - pengertian yang dikemukakan.27

Soejono Soekanto berpendapat bahwa : “Kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan satu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi - definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”

25 Dominikus Rato, Filsafat Hukum : Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum,Surabaya, Laksbang Justitia, 2010, h.78.

26 Sumadi Suryabarata, Metodologi Pnelitian, Jakarta, Raja Grafindo, 1998), h.3

27 H. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, ( Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999 ) h.5

(31)

Oleh karenanya agar terdapat persamaan persepsi dalam memahami penulisan didalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa konseptual sebagaimana akan dituangkan dibawah ini :

a. Akibat hukum adalah sebagai akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku yang diatur oleh hukum.

b. Hak Atas Tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang hak untuk mempergunakan dan/atau memperoleh manfaat dari tanah yang dihakinya.

Tanah yang dimaksud dalam tesis ini adalah tanah yang telah terdaftar/yang sudah ada haknya.

c. Kuasa Mutlak adalah kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa yang tujuannya adalah untuk memindahkan hak atas tanah secara terselubung.28

d. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun.

G. Metode Penelitian

Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja untuk memehami suatu objek atau objek penelitian sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahanya.29

Penelitian adalah sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten, karena melalui proses penelitian tersebut diadakan

28 Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, Diktum kedua.

29 Rosady Ruslan, Metode Peneltian relation dan komunikasi, (Jakarta, rajawali pers, 2003) h.24

(32)

metode penelitian yang menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, yang mana dilakukan dengan usaha menggunakan metode ilmiah sebagai berikut :

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptifanalisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rincian sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.30 Mengenai Akibat Hukum Suatu Peralihan Hak Atas Tanah Yang didasarkan Kuasa Mutlak.

Dalam penelitian ini menggunakan Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam tesis ini adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.31 2. Sumber Data

Pada penelitian hukum normatif ini, bahan pustaka merupakan dasar yang digolongkan sebagai data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

30 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung, Alumni, 1994), h.101.

31 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, h.13.

(33)

a. Bahan Hukum Primer

bahan hukum yang mengikat dimana dalam peneltian ini data dari bahan hukum primer akan diperoleh melalui pembahasan tentang peraturan perundang- undangan dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, makalah, majalah dan lain sebagainya, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan kuasa mutlak.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang berupa kamus baik itu kamus Bahasa Indonesia maupun Kamus Hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan Studi Kepustakaan (Library Research). Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

4. Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan, maka alat pengumpulan data dilakukan dengan Studi Dokumen, mempelajari dan menganalisis literatur/buku- buku, peraturan Perundang-undangan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan

(34)

penulisan tesis yang selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada peneltian lapangan.

5. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab dari permasalahan dan tujuan penelitian yang ditetapkan.32

32 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h.10.

(35)

BAB II

KEDUDUKAN KUASA MUTLAK SEBAGAI DASAR PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT

A. Pemberian Kuasa

Penggunaan surat kuasa saat ini sudah umum dipergunakan ditengah masyarakat. Pemberian Kuasa adalah suatu perbuatan hukum yang bersumber pada perjanjian yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena bermacam- macam alasan, disamping kesibukan sehari-hari sebagai anggota masyarakat yang demikian kompleks.33 Dijaman sekarang ini yang penuh kesibukan, maka banyak orang yang tidak dapat menyelesaikan sendiri urusan-urusannya, karena itu mereka menyelesaikannya dengan melakukan pemberian kuasa. Pemberian kuasa adalah suatu perrjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan (wewenang) kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.34

Orang yang diberikan kuasa melakukan perbuatan hukum atas nama orang yang memberikan kuasa, artinya adalah bahwa apa yang dilakukan itu adalah “atas tanggungan ” sipemberi kuasa dan segala hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang dilakukannya itu menjadi hak dan kewajiban orang yang memberi kuasa.35 Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akte umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan secara lisan. Menurut Pasal 1793 KUHPerdata, penerimaan suatu kuasa dapat juga terjadi secara diam - diam dan

33 Meliala Djaja s, Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata, (Bandung, Nuansa Aulia, 2008), h.1

34 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1792

35 R. Subekti , Aneka Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), h.141

(36)

disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa.36

Menurut Pasal 1792 KUHPerdata, pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Oleh karena pemberian kuasa adalah merupakan suatu perjanjian, maka pemberi kuasa dan penerima kuasa dapat membuat surat kuasa dengan kesepakatan selain yang telah ditentukan oleh undang- undang.

Dari pengertian pemberian kuasa dalam Pasal 1892 KUHPerdata tersebut maka dapat diambil kesimpulan yaitu :

1. Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian 2. Untuk melakukan suatu perbuatan hukum

3. Adanya perwakilan, yaitu seseorang atas nama orang lain melakukan suatu urusan

Dengan demikian, maka suatu perjanjian pemberian kuasa haruslah memenuhi ketiga unsur pokok tersebut. Jika salah satu saja dari ketiga unsur pokok tersebut tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai perjanjian pemberian kuasa sebagaimana diatur dalam Pasal 1792 KUHPerdata.

1. Pemberian Kuasa adalah suatu perjanjian

Perjanjian pemberian kuasa yang diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan pasal 1819 KUHPerdata terdapat dalam bab 16 buku ke III, sehingga merupakan bagian khusus. Hal ini berarti bahwa semua asas hukum perjanjian dari bagian umum yang terdapat dalam bab 1 sampai dengan bab 4 buku ke III KUHPerdata berlaku dan harus

36 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1793

(37)

diberlakukan pada perjanjian pemberian kuasa.37

Dalam perjanjian pemberian kuasa, pihak pemberi kuasa wajib memberikan wewenang dan kekuasaannya kepada pihak penerima kuasa agar untuk dan atas namanya, si penerima kuasa bertindak menyelenggarakan suatu urusan. Sedangkan penerima kuasa wajib melaksanakan urusan tersebut demi kepentingan pemberi kuasa.38

2. Pemberian Kuasa Untuk Melakukan Suatu Perbuatan Hukum

“Menyelenggarakan suatu urusan” sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1792 KUHPerdata adalah untuk melakukan suatu perbuatan hukum adapun perbuatan hukum yang dimaksudkan dalam Pasal ini adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh penerima kuasa, yaitu menyelenggarakan suatu urusan, yang diharapkan akan menghasilkan suatu akibat hukum demi kepentingan pemberi kuasa.39

Agar penerima kuasa dapat melakukan perbuatan hukum yang dimaksud, maka ia diberi kekuasaan atau wewenang oleh pemberi kuasa. Dengan kekuasaan atau wewenang yang ada pada penerima kuasa inilah yang membuat ia berwenang melakukan perbuatan hukum untuk kepentingan dan atas nama pemberi kuasa.40 Sehingga apa yang dilakukan oleh penerima kuasa adalah merupakan tanggung jawab dari pemberi kuasa, sepanjang perbuatan yang dilakukan oleh penerima kuasa tersebut sesuai dengan kuasa yang diberikan. Oleh karena itu, segala hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang dilakukan si penerima kuasa akan menjadi hak dan kewajiban dari si pemberi kuasa.

37 Vici Lesatari, Analisis Hukum Terhadap Penerapan Surat Kuasa dalam Praktek Jual Beli Tanah dan Pendaftaran Data. (Depok : Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, 2008, bab 2, h.6

38 QiromSyamsudin Meliala, Pokok Pokok Hukum Perjanjian BesertaPerkembangannya, (Jogjakarta, Liberty, 1985), h 85

39 R. Subekti, Op,Cit, h.158

40 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung, Sumur Bandung, 1982), h.307.

(38)

Dengan demikian penerima kuasa dapat bebas menjalankan peranannya dalam batas-batas wewenang dan kekuasaannya, sebagaimana yang telah digariskan oleh pemberi kuasa dan sudah tentu penerima kuasa tidak boleh lupa bahwa ia bertindakatas nama dan mewakili pemberi kuasa. Perbuatan hukum ini akan terus berlangsungselama pemberi kuasa belum mencabut kuasanya atau sampai saat selesainya perbuatan hukum yang dimaksud atau dapat juga dengan meninggalnya salah satupihak.

Adanya perwakilan, yaitu seseorang atas nama orang lain melakukan suatu urusan. Pada bagian akhir dari Pasal 1792 KUHPerdata dinyatakan bahwa untuk “atas namanya” menyelenggarakan suatu urusan. Maksud dari kata-kata atas nama pada Pasal ini adalah mewakili yang berarti bahwa pemberi kuasa mewakilkan kepada penerima kuasa untuk mengurus dan melaksanakan kepentingan pemberi kuasa dan selanjutnya penerima kuasa bertindak/berbuat sebagai wakil atau mewakili pemberi kuasa untuk dan atas nama pemberi kuasa.41

Karena itulah pengertian pemberian kuasa pada pasal ini adalah penerima kuasa bertindak mewakili pemberi kuasa, yaitu penerima kuasa langsung bertindak untuk melakukan perbuatan hukum mewakili pemberi kuasa terhadap pihak ketiga. Orang yang diberi kuasa dalam melakukan perbuatan hukum itu adalah “atas nama” orang yang memberi kuasa, maka dikatakan ia mewakili pemberi kuasa.

Dengan demikian apa yang dilakukan penerima kuasa adalah atas tanggungan pemberi kuasa. Segala hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang dilakukan penerima kuasa akan menjadi hak dan kewajiban orang yang memberi kuasa. Sehingga,

41 Ibid., h.306.

(39)

jika perbuatan yang dilakukan penerima kuasa itu adalah membuat perjanjian, maka pemberi kuasa lah yang menjadi pihak dalam perjanjian tersebut.

1. Jenis Pemberian Surat Kuasa

Menurut jenisnya, pemberian kuasa dibedakan menjadi dua, yaitu kuasa dibawah tangan dan kuasa notariil. Ciri yang membedakan surat kuasa di bawah tangan dengan akta kuasa yang dibuat oleh Notaris dapat dilihat dari susunan dan redaksi surat kuasa tersebut.

a. Kuasa di bawah tangan

Pemberian kuasa di bawah tangan adalah suatu pemberian kuasa dalam bentuk tertulis yang suratnya dibuat sendiri oleh para pihak atau dengan kata lain tidak dibuat dihadapan pejabat Notaris.42 Pembuatan surat kuasa secara bawah tangan memiliki beberapa kelebihan, seperti lebih cepat dalam pembuatannya, lebih praktis bahasanya, serta rendah biaya karena hanya cukup menyediakan kertas, alat tulis, dan meterai tempel atau kertas segel sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai jo. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai.

Masyarakat terbiasa membuat surat kuasa di bawah tangan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka sehari-hari. Misalnya, surat kuasa untuk kepentingan pengurusan proses balik nama sertifikat jual beli rumah dan tanah, pembuatan surat kuasa untuk mengambil uang di bank, atau pembuatan surat kuasa untuk mengambil paket.

42 Frans Satriyo Wicaksono dan Agung Sugiarto, Op.Cit., h.19.

(40)

b. Kuasa Notariil (Akta Kuasa)

Pemberian kuasa notariil merupakan pemberian kuasa dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh pejabat Notaris. Kuasa notariil atau yang lazim disebut dengan akta kuasa adalah draft kuasa yang dibuat oleh dan atas buah pikiran dari pejabat Notaris itu sendiri atau dapat juga draft tersebut merupakan draft standar yang telah ada dan lazim digunakan oleh pejabat Notaris. Sebelum membuat akta kuasa, Notaris menanyakan untuk kepentingan apa akta kuasa tersebut dibuat dan meminta data identitas masing-masing pihak, yaitu kartu tanda penduduk (KTP) pemberi dan penerima kuasa, kartu tanda penduduk (KTP) suami atau isteripemberi kuasa, kartu susunan keluarga (KSK) pemberi kuasa, atau surat nikah.43

Permintaan dokumen-dokumen tersebut terkait dengan kepentingan legalitas dan persyaratan yang dituntut oleh ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ( Undang - undang Perkawinan ) yang mengatur bahwa

“Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. ” Dengan demikian, untuk melepaskan suatu hak kebendaan apabila hak kebendaan tersebut merupakan bagian dari harta bersama, suami atau istri hanya dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut dengan persetujuan dari pasangannya. Selain itu, Notaris akan menanyakan syarat-syarat khusus apa yang dibuat oleh para pihak, agar dapat dicantumkan didalam akta.44

Pemberian kuasa apabila dilihat dari sifat perjanjiannya dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

43 Ibid.,h.21

44 Ibid.,h.19

(41)

a. Pemberian kuasa umum, adalah pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata- kata umum dan meliputi semua kepentingan pemberi kuasa.

b. Pemberian kuasa khusus, adalah pemberian kuasa hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Dalam hal ini pemberi kuasa menyebutkan apa yang harus dilakukan.

c. Kuasa istimewa

Diatur dalam Pasal 1796 KUHPerdata, yaitu kuasa untuk memindah tangankan benda, membebankan hak tanggungan, membuat perdamaian, atau perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik.

d. Kuasa Perantara

Di dalam dunia perdagangan sering disebut dengan makelar dimana pemberi kuasa memberi perintah kepada agen untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak ketiga yang pada pokoknya langsung mengikat pihak ketiga sepanjang tidak bertentangan dengan batas kewenangan yang diberikan.45 Kuasa pada dasarnya merupakan pengalihan wewenang dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Pengalihan wewenang tersebut dapat terjadi dikarenakan :

a. Karena tidak cakap hukum;

Pada dasarnya setiap orang cakap untuk melakukan suatu tindakan hukum,kecuali bagi mereka yang oleh Undang - undang dinyatakan tidak cakap.

Mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap hukum tidak dapat melakukan tindakan hukum tanpa bantuan orang lain.

45 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.46-47.

(42)

Contohnya : Orang yang belum dewasa dapat dibantu oleh orang tua atau walidan mereka yang berada di bawah pengampuan dapat dibantu oleh pengampu (kurator). Batasan usia dewasa yang digunakan oleh para Notaris dalam membuat suatu akta otentik adalah usia 21 (dua puluh satu) tahun.46

b. Bertindak dalam kapasitasnya sebagai kuasa;

Dalam beberapa hal sering dijumpai seseorang yang bertindak bukan untuk diri sendiri ataupun bertindak untuk orang lain secara perorangan melainkan bertindak untuk badan hukum karena kapasitas dan kedudukannya dalam badan hukum tersebut.

Orang - orang yang dalam kapasitas dan kedudukannya sebagai wakil atau kuasa badan hukum yang bersangkutan tidak memerlukan surat kuasa dari manapun karena sudah dicantumkan dalam anggaran dasar badan hukum tersebut maupun dalam undang-undang mengenai perwakilannya.

c. Tidak memiliki kewenangan bertindak.

Kewenangan bertindak seseorang dapat dilihat dari kecakapan hukumnya Namun tidak selalu orang yang cakap hukum mempunyai kewenangan bertindak. Orang dewasa yang menurut Undang-undang mempunyai kecakapan hukum belum tentu memiliki wewenang untuk bertindak mengenai suatu hal, karena kewenangan bertindak dapat berarti hak yang dimiliki seseorang untuk

46 Batasan usia dewasa 18 tahun bagi penghadap berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) UUJN hanya diterapkan dan dipakai apabila membuat akta-akta Notaris saja, yang bersifat umum misalnya akta Pendirian CV, Akta Pendirian PT, Akta Perjanjian Kerjasama dan akta-akta umum lainnya. Sedangkan terhadap akta-akta yang berkaitan dengan tanah, ketentuan batasan usia dewasa adalah harus sudah mencapai usia 21 tahun atau belum 21 tahun tetapi telah menikah terlebih dahulu. Sehingga setiap perbuatan hukum yang pada akhirnya bermuara pada masalah pertanahan, maka ketentuan dewasa yang harus dipakai dalam pembuatan akta tersebut, harus sudah berumur 21 tahun sebagaimana yang disyaratkan ketentuan Pasal 330 KUHPerdata.

(43)

melakukan suatu tindakan. Dalam hal lain dapat diartikan juga sebagai kekuasaan untuk bertindak.

Pasal 1793 ayat (1) KUHPerdata mengatur mengenai cara pemberian kuasa yaitu dengan :

a. Akta otentik

pemberian kuasa diberikan dalam bentuk akta. Untuk tindakan hukum tertentu seperti hibah dan pemberian hipotik harus dilakukan dengan akta otentik.47Adapun yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh dan dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat mana akta dibuat.

Yang dimaksud dengan pegawai umum diatas adalah pejabat umum, yaitu selain notaris, adalah juga juru sita pegawai catatan sipil, panitera Pengadilan negeri.

“dibuat oleh” berarti akta tersebut dibuat oleh pejabat umum itu sendiri, yang mengetahui sendiri adanya suatu peristiwa, sehingga kebenaran formil dan materiil dari akta itu selalu ada.

b. Surat dibawah tangan.

Caranya dengan membuat persetujuan dalam suatu kertas meterai atau menggunakan meterai tempel yang ditandatangani para pihak. Jadi surat kuasa yang dibuat dibawah tangan ini adalah suatu persetujuan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Pasal 1867 KUHPerdata menyatakan, “pembuktian dengan tulisan dilakukandengan tulisan otentik maupun tulisan dibawah tangan”. Tulisan dibawah tangan ini dibuat

47Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1171

(44)

dengan tujuan untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa. Dalam Pasal 1874 KUHPerdata diberikan pengertian tentang surat dibawah tangan yaitu surat-surat atau tulisan-tulisan yang ditandatangani dan dibuat dengan sengaja untuk menjadi bukti dari suatu peristiwa tanpa melalui seorang pejabat umum.48

Karena surat dibawah tangan ini dibuat tanpa melalui seorang pejabat umum, maka ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1875 KUHPerdata berlaku yaitu, suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari pada mereka, bukti yang sempurna seperti akta otentik, dan demikian pula berlakulah ketentuan Pasal 1871 KUHPerdata untuk tulisan itu.

Kekuatan surat dibawah tangan terletak pada pengakuan pihak yang membuatnya.Surat dibawah tangan baru mempunyai kekuatan pembuktian formal, jika tandatangan dibawah surat itu diakui/tidak disangkal kebenarannya.

Dengan diakuinya keaslian tanda tangan pada surat dibawah tangan tersebut, maka kekuatan pembuktian formal dari surat di bawah tangan itu sama dengan kekuatan pembuktian formal dari akta otentik.

c. Secara lisan

Pemberian kuasa dengan lisan ini dilakukan tanpa bukti apapun. Namun dalam hal ini biasanya dilakukan antara orang yang saling mengenal dan percaya.

Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian konsensual dalam arti sudah mengikat

48 Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1972), h.88.

(45)

(sah) pada detik tercapainya kata sepakat antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Oleh karena itu sesuai dengan Pasal 1793 ayat (1) tersebut diatas, maka pemberian kuasa dapat dilakukan secara lisan, yaitu pemberian kuasa yang dilakukan dengan diucapkan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa dan selanjutnya pemberian kuasa ini diterima baik oleh penerima kuasa. Pemberian kuasa lisan ini tidak dapat dipergunakan untuk perbuatan-perbuatan hukum untuk mengalihkan hak, namun dapat dilakukan misalnya untuk membeli kendaraan bermotor, membeli rumah, dan kuasa lisan yang dilakukan dalam perkara perdatadi Pengadilan. Kuasa lisan dalam beracara di Pengadilan ini terjadi karena atau diangkat oleh salah satu pihak yang berperkara di Pengadilan.

Berarti pemberian kuasa lisan terlaksana di depan hakim. Jika penggugat tidak pandai membaca dan menulis sehingga tidak dapat membuat surat gugat, maka ketika penggugat memohon gugatan lisan kepada Ketua Pengadilan, maka seraya itu dia menunjuk kuasanya. Dapat pula kuasa tersebut disampaikan secara lisan di depan persidangan.

d. Secara diam-diam.

Artinya apabila seseorang melakukan suatu tindakan atas nama orang lain dan yang bersangkutan menerimanya walaupun tidak disampaikan secara formal.

2. Sifat Pemberian Kuasa

Berdasarkan KUHPerdata di dalam Bab XVI tentang pemberian kuasa (Pasal1792 - Pasal 1819 KUHPerdata) ada dua jenis sifat dari pemberian kuasa, yaitu :

(46)

a. Kuasa Umum

Kuasa umum adalah kuasa untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa yang dirumuskan secara umum dan hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan. Dari segi hukum, kuasa umum tidak dapat digunakan di depan Pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa, karena sesuai dengan ketentuan Pasal 123 HIR/Pasal147 ayat (1) RBg, untuk dapat tampil didepan Pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, penerima kuasa harus mendapat kuasa khusus.

b. Kuasa khusus

Kuasa Khusus merupakan suatu pemberian kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang disebutkan secara tegas, seperti untuk memindah tangankan/mengalihkan barang, meletakkan hak tanggungan atas barang, untuk membuat suatu perdamaian, atau melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik.

Pengaturan mengenai surat kuasa khusus diatur dalam Pasal 1975 KUHPerdata, yaitu mengenai pemberian kuasa mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih.

Agar kuasa tersebut sah sebagai kuasa khusus di depan Pengadilan, kuasa tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 123 HIR/Pasal 147 ayat (1) RBg, yaitu penunjukan secara lisan tersebut dilakukan dengan kata-kata tegas, majelis hakim memerintahkan panitera untuk mencatatnya dalam berita acara sidang, kuasa yang ditunjuk dalam Surat Gugatan.49

49 Ibid., h.21.

(47)

Dalam praktek pemberian kuasa, dikenal adanya kuasa yang terbatas dan kuasa mutlak. Kuasa terbatas ini biasa disebut dengan nama kuasa khusus, yaitu kuasa yang diberikan hanya untuk kepentingan tindakan tertentu. Dalam kuasa khusus ini harus dengan jelas dan tegas disebutkan tindakan tertentu yang dikuasakan tersebut.50 Contohnya kuasa untuk mengalihkan suatu barang bergerak dan kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan, kuasa untuk mewakili klien berpekara di Pengadilan bagi seorang Pengacara.

Sedangkan kuasa mutlak, merupakan surat kuasa yang antara lain isinya mengatur mengenai kuasa yang diberikan tidak akan berakhir dengan meninggalnya pemberi kuasa, kuasa yang diberikan mengenyampingkan Pasal 1813 KUHPerdata, kuasa dimana isinya adalah pengalihan seluruh hak pemberi kuasa kepada penerima kuasa sehingga pemberi kuasa sudah tidak memiliki hak apapun terhadap objek yang dikuasakan.

3. Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi kuasa

Dalam bukunya yang berjudul Aneka Perjanjian, Prof Subekti menjelaskan mengenai Hak dan Kewajiban pemberi dan penerima kuasa. Hak dan kewajiban tersebut antara lain : 51

a. Pemberi kuasa wajib memenuhi setiap perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa, sesuai dengan hal-hal yang dikuasakan, tetapi pemberi kuasa tidak terikat atas apa yang dilakukan penerima kuasa diluar hal-hal yang dikuasakan kepadanya, kecuali jika pemberi kuasa telah menyetujui adanya perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa.

50 Ibid., h.89.

51 Subekti , Op,cit, h. 146

(48)

b. Pemberi kuasa wajib mengembalikan uang muka dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penerima kuasa untuk melaksanakan hal-hal yang dikuasakan kepadanya, serta wajib untuk membayar upah bagi penerima kuasa jika diperjanjikan sebelumnya.

c. Pemberi kuasa juga wajib memberikan ganti rugi kepada penerima kuasa atas kerugian-kerugian yang dideritanya saat menjalankan hal-hal yang dikuasakan kepadanya, dengan syarat penerima kuasa telah bertindak dengan hati-hati dalam menjalankan pekerjaannya.

d. Penerima kuasa tidak boleh melakukan hal-hal yang melampaui hal-hal yang dikuasakan kepadanya. Misalnya jika pemberi kuasa memberikan kuasanya kepada penerima kuasa untuk melakukan suatu pembayaran sejumlah lima juta rupiah, penerima kuasa tidak boleh dengan inisiatif sendiri melakukan transaksi tersebut dengan cara lain seperti barter dan lainnya.

e. Penerima kuasa yang telah memberitahukan mengenai kuasanya tersebut kepada orang/pihak yang dengannya ia mengadakan suatu persetujuan dalam kedudukannya sebagai penerima kuasa, tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi diluar batas kuasa yang diberikan kepadanya, kecuali jika penerima kuasa tersebut secara pribadi mengikatkan diri untuk bertanggung jawab atas apa yang belum dikuasakan kepadanya dari pemberi kuasa.52

f. Selama kuasanya belum dicabut, penerima kuasa wajib melaksanakan kuasanya dan bertanggung jawab atas segala biaya, kerugian, dan bunga yang timbul jika kuasa tersebut dilaksanakan, penerima kuasa tidak hanya bertanggung jawab

52 Kitab undang undang hukum perdata. Pasal 1806

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk pihak pimpinan dengan strategi untuk meningkatkan Pengaruh Customer Service Quality, Customer

advantage ). Dashboard yang akan dirancang mengambil data cube yang dihasilkan oleh OLAP, bersumberkan data mart Penerimaan Mahasiswa Baru, kemudian memprosesnya

Penghijauan untuk kepentingan konservasi dipertahankan, kemudian dalam BWK X ini juga menyatakan bahwa di wilayah BWK X tidak lagi diperpanjang areal galian C nya

(2010) melaporkan terdapat hubungan linier antara konsumsi BK dan emisi gas metana pada sapi, karena semakin meningkat konsumsi BK akan meningkatkan fermentasi BO

Kedua, pembaharuan pembuktian dalam alat bukti dalam penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dimasa yang akan datang dapat dilakukan, seperti LHA

Pada tahun 1969, status organisasi karantina tumbuhan diubah kembali dengan ditetapkannya Direktorat Karntina Tumbuh-tumbuhan yang secara operasional berada dibawah Menteri

Filtrona Indonesia mengenai perencanaan kebutuhan kapasitas waktu produksi, sehingga perusahaan dapat melakukan perencanaan dan pelaksanan untuk menyesuaikan

mengembangkan kompetensi siswa dalam keempat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis yang diorganisasikan ke dalam dua siklus pembelajaran, yaitu