• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Micro Power Generator dan Pembakar Skala Meso

Micro Power Generator (MPG) merupakan salah satu perangkat penghasil energi berukuran mikro dengan menggunakan sumber panas pembakaran sebagai sumber energi yang akan dikonversi menjadi energi listrik siap pakai dengan menggunakan thermophotovoltaic/thermoelectric. Pembangkit tenaga micro-TPV adalah jenis alat pengubah energi langsung, yang dimana menggunakan PV-cells untuk mengubah radiasi panas dari pembakaran bahan bakar fosil, menjadi energi listrik. Pembakar skala meso berfungsi sebagai penghasil panas. [18], [22] Pada penelitian ini dibahas hanya pada pembakar skala meso sebagai penghasil panasnya. Adapun sketsa dan prototype yang pernah dibuat dapat dilihat pada gambar dibawah ini .

A B

Gambar 1. A. Prototipe pembangkit listrik TPV silinder mikro tanpa sirip pendingin, B.

Sketch of a micro cylindrical TPV power generator

Sumber : [22]

(2)

Micro-combustor adalah pembakaran bahan bakar pada skala mikro, tetapi dalam masalah ukuran dibagi menjadi 2 yaitu meso-scale dengan besar skala lebih dari 1 mm, micro-scale dengan besar skala kurang dari 1 mm. Syarat micro-scale combustion yang digunakan untuk pembakaran ukurannya lebih kecil dari 1 x10

-3

m. pembakar skala meso adalah yang memiliki dimensi pembakar di besaran milimeter. Daya input untuk ruang bakar skala meso bisa setinggi seribu watt, seperti 600 W dalam pekerjaan Shimokuri[26], [27]. Adapun definisi dari micro- scale dan meso-scale combustion dapat dijelaskan secara pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Definsi micro-scale dan meso-scale combustion menggunakan perbedaaan skala panjang

Definition based on

Combustio

regime Length scale Examples Applications Physical length Mesoscale 1-10 mm Rotary Engine

(CB)

MEMS power

Microscale 1-1000μm UCMicro- reactor (UIUC)

Thruster

Flame quenching diameter

Mesoscale ~Quenching diameter (equilibrium)

Swiss-roll combustor (USC)

Power generation

Microscale Quenching diameter

~Mean-free path (non equilibrium

Fue Cells Nano- particle raector

Energi conversion

Devise scale Microscale Smaller than convetional engine size

Micro-thruster (PSU) Micro- gas turbine (MIT)

Micro-satellites Micro-air planes

Sumber : [3]

Pembakar skala meso yang akan digunakan pada penelitian kali ini

menggunakan jenis pembakar skala meso dengan bodi duraluminium-quart glass

tube diameter luar 5 mm dan diameter dalam 3,5 mm. Pada ruang bakar akan

disisipkan flame holder duraluminium dengan tebal 1 mm jenis perforated plate

lines yang berguna sebagai tempat menempelnya api dan adanya jejaring penahan

nyala yang digunakan adalah stainless steel dengan penempatannya berjarak 5 mm

(3)

dari flame holder sebagai penahan resirkulasi panas pada pembakar, sehingga kalor tidak langsung merambat keluar dan nyala bisa stabil. Karena kestabilan nyala sangat sulit, kecilnya ruang bakar, besarnya heat loss singkatnya waktu tinggal reaktan dan tingginya kehilangan panas mengarah pada pendinginan, menyebabkan ketidakstabilan api dan menyebabkan pemadaman api [1], [28]. Penelitian ini fokus pada menghasilkan nyala stabil pada pembakar skala meso karena berbagai dinamika masalah perilaku api di dalamnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembangkan pembakar skala meso [29].

2.2 Pembakaran

Pembakaran adalah suatu runutan reaksi kimia antara suatu bahan bakar dan suatu oksidan, disertai dengan produksi panas yang kadang disertai cahaya dalam bentuk api yang menghasilkan karbondioksida, termal, air. Secara umum bahan bakar melepaskan panas ketika oksidasi dan mengandung unsur-unsur karbon (C), Oksigen (O), Hidrogen (H), Nitrogen (N), dan sulfur (S). Reaksi pembakaran sempurna terjadi ketika bahan bakar bereaksi secara cepat karena oksigen dan molekul bahan bakar bercampur ketika pembakaran terjadi [30].

Gambar 2. Segitiga Api

Seperti pada gambar 2 menunjukkan tiga elemen penting untuk membuat api.

Api adalah oksidasi cepat terhadap suatu material dalam proses pembakaran

(4)

kimiawi, yang menghasilkan panas, cahaya, dan berbagai hasil reaksi kimia lainnya. Segitiga api adalah elemen-elemen pendukung terjadinya kebakaran dimana elemen tersebut adalah panas, bahan bakar dan oksigen. Proses pembakaran terjadi jika ketersediaan tiga komponen masih terpenuhi. Ketiga komponen tersebut merupakan bahan bakar dan udara, sedangkan disisi atas merupakan panas. Panas adalah energi aktivasi, yang berfungsi sebagai pendukung untuk terjadinya sebuah pembakaran. Kalor nyala akan memanaskan reaktan baru sehingga terjadi pembakaran [31].

2.2.1 Pembakaran pada pembakar skala meso

Pada pembakar skala meso membutuhkan peralatan lain untuk memanfaatkan dari hasil energi pembakaran. Hal tersebut dikarenakan perbandingan luas permukaan terhadap rasio volume yang cukup tinggi, akibatnya heat loss dari nyala api ke dinding. Memanfaatkan panas yang dihasilkan dari pembakar untuk memanaskan reaktan merupakan salah satu metode untuk menstabilkan nyala api. Secara umum terdapat dua cara untuk metode pemanasan awal, metode langsung dan metode tidak langsung[10].

Metode pemanasan awal langsung dimana panas dialirkan dari reaktan yang terbakar ke daerah reaktan yang belum terbakar melalui konduksi dan konveksi.

Metode ini diterapkan pada single channel combustor dimana panas dari daerah

reaktan yang terbakar digerakkan secara aksial ke daerah reaktan yang tidak

terbakar melalui dinding pembakar. Metode pemanasan awal tidak langsung

adalah suatu pendekatan dimana aliran gas yang terbakar dikembalikan untuk

memanaskan reaktan yang belum terbakar [32].

(5)

Beberapa penelitian pada karakteristik pembakaran dalam ruang bakar skala meso, diantaranya terbatas dari dua diameter 4 mm dan 6 mm antara kondisi pembakaran konvensional dan oxy-combustion menggunakan transmisi resolusi tinggi mikroskop elektron, analisis termogravimetri dan analisis gas buang. Hasil menunjukkan bahwa fenomena serupa juga dapat diamati pada nyala api dengan 𝐶𝑂

2

. Karena kapasitas panas 𝐶𝑂

2

yang lebih besar daripada 𝑁

2

, itu menjadi lebih sulit untuk mempertahankan api 𝐶𝑂

2

dalam ruang kecil yang terbatas dimana pembuangan panasnya sangat kuat. Seperti gambar berikut:

Gambar 3. Representatif api pada berbagai kondisi sumber : (M. Chen, 2020)

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3, nyala api pada atmosfer 21%

𝑂

2

/𝐶𝑂

2

di ruang bakar d = 6 mm adalah jauh lebih lemah dari itu dengan pengenceran 𝑁, dan reaksi pembakaran tidak dapat terjadi pada 21%

𝑂

2

/𝐶𝑂

2

dengan pengurangan diameter ruang bakar menjadi 4 mm. Masalah

pemadaman api ini juga bisa diatasi dengan baik dengan meningkatkan

konsentrasi 𝑂

2

Di atmosfer 30% 𝑂

2

/𝐶𝑂

2

untuk Pembakar 4 mm, Sebagai

konsentrasi 𝑂

2

meningkat menjadi 40%, lebih bercahaya dan zona terang

(6)

diamati dalam nyala. Secara keseluruhan, kinerja pembakaran nyala api 𝐶𝑂

2

di ruang kecil yang terbatas juga diperbaiki baik dengan meningkatkan konsentrasi 𝑂

2

[33].

Di bidang pembakaran skala mikro dan meso, fitur termal dinding api sangat penting karena sifatnya yang berskala kecil. Dengan demikian, penelitian berikut ini memberikan analisis perpindahan panas yang komprehensif dalam ruang bakar silinder dari perspektif simulasi numerik.

Ruang bakar memiliki rasio aspek panjang terhadap diameter tetap 10, dan diameter saluran ditingkatkan dari 1 mm menjadi 11 mm untuk mengeksplorasi pengaruh dimensi ruang pada perpindahan panas dan struktur api. Distribusi fluks panas konvektif dan radiasi pada permukaan bagian dalam, kontribusi radiasi termal diberikan. Selain itu, peran radiasi dalam struktur nyala dianalisis, dan kehilangan panas konvektif dan radiasi dianalisis secara kuantitatif.

Gambar 4. Heat transfer analysis sumber : (H. Yang, 2021)

Pada Gambar 4, menemukan bahwa fluks panas radiasi lebih kecil

dibandingkan dengan fluks panas konvektif, dan proporsi fluks panas radiasi

(7)

menjadi lebih besar dengan diameter yang meningkat. Radiasi termal tidak mengubah struktur nyala api ketika diameternya kurang dari 3 mm. Ketika diameter lebih besar dari 5 mm, radiasi termal mengubah lokasi depan api.

Kehilangan panas menjadi lebih besar pada diameter yang lebih kecil, dan rasio kehilangan panas dapat mencapai sekitar 73,6% di ruang bakar dengan diameter 1 mm [34].

Penelitian ini menggunakan pembakar skala meso dengan bodi duraluminium-tabung gelas kuarsa diameter dalam 3,5 mm dengan menambahkan jejaring penahan nyala stainless steel. Campuran bahan bakar dan udara sebagai reaktan akan bersirkulasi didalam pembakar . Dibutuhkan pemanasan awal pada ruang bakar agar temperatur reaktan meningkat hingga mencapai titik nyala. Panas hasil pembakaran dapat memanaskan reaktan yang belum terbakar melalui dinding dan pemegang api secara konduksi dan koveksi.

2.2.2 Reaksi Kimia Pada Proses Pembakaran

Reaksi pembakaran terjadi jika bahan bakar senyawa yang terdiri dari karbon (C) dan hidrogen (H) bereaksi dengan oksigen, dan menghasilkan produk karbon dioksida (𝐶𝑂

2

), karbon monoksida (CO) dan uap air (𝐻O).

Disisi lain senyawa tidak dapat bereaksi tanpa adanya energi aktivasi, yaitu

energi panas. Pada reaksi pembakaran selalu menghasilkan panas, dan

reaksi ini disebut dengan proses oksidasi eksotermis [35], [36]. Berikut

merupakan persamaan dari reaksi pembakaran :

(8)

𝐶

𝑥

𝐻

𝑦

+ 𝑎 𝑂

2

+ 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎𝑠𝑖 → 𝑏 𝐶𝑂

2

+ 𝑐 𝐻

2

𝑂 + 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 (2.1)

Persamaan 2.1. dalam kenyataannya sulit untuk terjadi, karena oksigen yang diambil pada setiap proses pembakaran kebanyakan dari udara bebas yang dimana bukan hanya oksigen saja yang terkandung didalamnya, adapun komposisi udara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Unsur kandungan Udara Kering

Dari table diatas dalam pembakaran oksigen merupakan komponen reaktif udara. Biasanya cukup akurat jika diasumsikan kandungan nitrogen di udara terdiri dari 21% oksigen dan 79% kelembaman gas sebagai nitrogen, maka setiap penggunaan 1 mol oksigen maka penggunaan nitrogen adalah

79

21

= 3,761 𝑚𝑜𝑙 𝑁

2

.

2.2.2 Rasio Udara Bahan Bakar atau Air-Fuel Ratio (AFR)

Rasio udara-bahan bakar atau Air-Fuel Ratio (AFR) adalah rasio massa

udara untuk bahan yang digunakan dalam sebuah mesin pembakaran

internal. Jika cukup udara disediakan untuk benar-benar membakar semua

bahan bakar, rasio ini dikenal sebagai campuran stoikiometri, sering

disingkat menjadi stoich. Rasio udara bahan bakar menyediakan jumlah

udara dibagi dengan jumlah bahan bakar yang ada dalam campuran reaktan.

(9)

Dalam pembakaran tertentu, terdapat dua rasio udara bahan bakar, satu berdasarkan massa masing-masing zat dalam reaktan dan satu berdasarkan jumlah mol masing-masing zat. Meskipun salah satu dapat digunakan untuk setiap situasi pembakaran, kita akan cenderung untuk menemukan nilai molar digunakan untuk bahan bakar cair atau padat. Ini karena kita jauh lebih mungkin mengetahui volumenya, yang berkaitan erat dengan mol bahan bakar gas daripada volume bahan bakar cair atau padat, dan kita lebih cenderung mengetahui massa cairan atau padatan daripada gas. Rasio udara-bahan bakar berbasis massa adalah

𝐴𝐹𝑅 = 𝑚 𝑚

𝑎𝑖𝑟

𝑓𝑢𝑒𝑙

(2.2)

Dan rasio bahan bakar udara berbasis mol adalah

𝐴𝐹𝑅 =

𝑛𝑎𝑖𝑟

𝑛𝑓𝑢𝑒𝑙

(2.3)

Keterangan :

AFR= Rasio udara bahan bakar`

m

air

= Massa udara

m

fuel

= Massa bahan bakar n

air

= Jumlah mol udara

n

fuel

=Jumlah mol bahan bakar

Saat menghitung nilai ini, ingat bahwa udara terdiri dari O

2

dan N

2

.

Meskipun mudah untuk berpikir hanya dengan mengambil koefisien di depan

udara sebagai jumlah mol udara, ingat bahwa koefisien dikalikan dengan (1 +

(10)

3.76) di dalam istilah yang mewakili udara. Untuk metode yang digunakan dalam penulisan persamaan kimia sampai saat ini, jumlah mol udara adalah koefisien di depan udara dikalikan 4,76 [37].

Kandungan pada udara bebas tidak hanya oksigen saja, namun banyak gas lain yang terkandung didalamnya. Unsur dalam udara terdiri adalah Oksigen 20,94%, Nitrogen 78,08% dan unsur lainnya kurang dari 1%. Maka jika kandungan unsur lain diabaikan dapat diasumsikan udara hanya terdiri dari 79%

Nitrogen (N

2

) dan 21% Oksigen (O

2

) saja. Dengan demikian untuk setiap penggunaan 1 mol O

2

yang terkandung pada udara untuk reaksi pembakaran akan mencakup pengggunaan (

79

21

) = 3,76 mol N

2

. Kondisi stoikiometri merupakan keadaan dimana campuran bahan bakar dan udara memiliki jumlah yang tepat dalam bereaksi secara menyeluruh.

Dari persamaan (2.1) dapat diperoleh kesetimbangan reaksi oksidasi pada pembakaran sempurna (stoikiometrik) sebagai berikut:

𝐶

7

𝐻

16

+ 11 (𝑂

2

+ 3,761 𝑁

2

) → 7𝐶𝑂

2

+ 8 𝐻

2

𝑂 + 41,36 𝑁

2

(2.4)

Dimana massa atom relatif (ARr)C = 12, H = 1, O = 16, N =14, maka perbandingan udara terhadap bahan bakar pada pembakaran stoikiometrik heptana (𝐶

7

𝐻

16

) dapat dihitung dengan rumus:

𝐴𝐹𝑅

𝑠𝑡𝑜𝑖𝑐

=

𝑀𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

𝑀𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟

(2.5) [38]

Keterangan :

(11)

𝐴𝐹𝑅

𝑠𝑡𝑜𝑖𝑐

= Perbandingan udara-bahan bakar keadaan stoikiometri . 𝑁

𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

= Banyaknya mol udara

𝑁

𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟

= Banyaknya mol bahan bakar Jadi,

𝐴𝐹𝑅

𝑠𝑡𝑜𝑖𝑐

=

(

11((16𝑥2

)

+(3,76𝑥14𝑥2)))

(

12𝑥7

)

+(16𝑥1) = 15,1008

Dari perhitungan AFR diatas diketahui bahwa perbandingan antara heptana dan udara: 1 gr heptana = 15,1008 gr Udara.

2.2.3 Rasio Ekuivalen (ɸ)

Rasio ekuivalen (ɸ) adalah perbandingan dari nilai AFR stoikiometri dengan AFR aktualnya, persamaanya sebagai berikut :

ɸ = 𝐴𝐹𝑅

𝑠𝑡𝑜𝑖𝑐

𝐴𝐹𝑅

𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

(2.6)

[39]

Rasio ekuivalen menentukan kaya atau tidaknya suatu campuran bahan bakar dan udara. Ketika ɸ < 1 maka campuran kekurangan bahan bakar dan melimpahnya kandungan udara yang menyebabkan campuran menjadi miskin. Ketika ɸ > 1 maka campuran kelebihan bahan bakar dan kandungan udara menjadi sedikit yang menyebabkan campuran menjadi kaya, dan menyebabkan timbulnya CO dan 𝐻

2

. Adapun kondisi sempurna jika AFRstoic sama dengan AFRactual yang artinya ɸ=1, pada kondisi ini akan terjadi nilai maksimum adiabatic flame temperature karena jumlah oxidan sangat cukup untuk membakar sejumlah bahan bakar.

Pada penelitian ini digunakan persamaan rasio ekuivalen (ɸ) untuk

menentukan batas stabilitas nyala. Selain itu juga digunakan untuk

(12)

pengambilan gambar visualisasi bentuk nyala api dengan menentukan titik tengah dari batas stabilitas nyala.

2.2.4 Laju Aliran Reaktan

Laju atau kecepatan aliran reaktan didalam pembakar skala meso mempengaruhi stabilitas nyala api. Laju aliran tersebut merupakan campuran bahan bakar dan udara yang di suntikan melalui saluran inlet ruang pembakar, dengan persamaan sebagai berikut :

𝑈 =

𝑄

𝐴

=

𝑄𝑓 (𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟)+𝑄𝑎

𝜋 × 𝑟2

=

𝑄𝑓 (𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟)+𝑄𝑎 60 𝜋 × 𝑟2

100

(2.7)

Keterangan :

U = Kecepatan

Q

(vapor

) = Debit Uap Bahan bakar A = Luas Penampang ( 𝜋 𝑟

2

)

Q = Debit bahan bakar + udara

60 = Merubah satuan dari menit ke detik 100 = Merubah satuan dari mm² ke cm

2.3 Reaktan

Reaktan adalah senyawa awal yang terlibat dalam reaksi atau campuran bahan bakar dan gas oksidator. Ketika tidak ada salah satu dari campuran bahan bakar dan gas oksidator pembakaran tidak dapat dilakukan dengan sempurna bahkan tidak akan ada pembakaran.

2.3.1 Heptana

Heptana (C

7

H

16)

adalah senyawa yang termasuk dalam gugus rantai

alkana, dimana memiliki jumlah atom karbon (C) sebanyak tujuh buah dan

16 atom hidrogen (H) dengan struktur H

3

C(CH

2

)

5

CH

3.

Ketika digunakan

sebagai campuran bahan bakar pada mesin tes anti ketukan, bahan bakar yang

mengandung 100% heptana memiliki angka oktan sebesar nol (angka oktan

(13)

100 adalah bensin yang mengandung 100% iso-oktana). Angka oktan ini menunjukkan bagaimana kualitas bensin yang digunakan dengan melihat bagaimana perbandingan heptana dan iso oktana. Adapun database dari heptana dapat dijelaskan sebagai berikut :

Rumus kimia : C

7

H

16

Massa molar : 100,21 g/mol

Wujud : cairan, tidak berwarna

Densitas : 0,648 g/ml, cairan

Titik lebur : -90,61

o

C (182,55 K) Titik didih : 94,42

o

C (371,58 k) Kelarutan dalam air : bercampur

Titik nyala :-4

o

C

[36]

2.3.2 Oksidator

Dalam proses pembakaran, oksidator sangat sering menggunakan udara bebas, selain itu juga dapat juga menggunakan oksigen murni, atau campuran gas oksigen dengan gas lain [40]. Apabila oksidator menggunakan udara bebas, maka tidak sepenuhnya terdiri dari oksigen, melainkan gas nitrogen yang lebih mendominasi, sekitar 79 %, dan 21 % terdiri dari oksigen, serta terdapat beberapa persentase gas lain yang kecil. Hal tersebut masih menjadi hambatan pada proses pembakaran untuk pembakar skala meso.

2.4 Fenomena Nyala Api

Komposisi campuran udara/bahan bakar mempengaruhi kestabilan nyala

api dari reaksi pembakaran. Pada reaksi pembakaran dapat terbentuk api dengan

(14)

sifat nyala ataunfenomena yang bermacam-macam. Fenomena nyala api adalah sebagai berikut:

a. Blow-off

Blow-off adalah keadaan dimana nyala api padam akibat kecepatan reaktan lebih besar dari pada panas reaktan yang terbakar tersebut. Hal ini sangat dianjurkan agar pembakaran tetap dapat berlangsung.

b. Lift-off

Lift-off merupakan fenomena api mencapai kestabilan dengan jarak tertentu dari ruang pembakaran, nyala pembakaran tidak menemui permukaan ujung burner. Meningkatnya kecepatan aliran hingga tercapai kecepatan kritis, ujung nyala akan menjauh dari burner pembakaran dan nyala api terdorong ke atas. Kondisi nyala terangkat inilah yang disebut sebagai lift-off, dan jika kecepatan aliran terus dinaikkan, maka api akan padam.

c. Flashback

Flashback dimana kondisi kecepatan pembakaran lebih besar dari kecepatan campuran reaktan sehingga nyala merambat kembali ke dalam ruang pemanasan/percampuran reaktan. Kata lain dari fenomena ini biasa disebut dengan back fire.

2.5 Batas Nyala (Flammability Limit)

Tidak semua campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar dan meledak.

Nyala dapat merambat melalui campuran udara dan bahan bakar hanya pada

komposisi batas tertentu. Kisaran batas atas stabilitas nyala api dikenal dengan

istilah upper flammability limit, sedangkan batas bawah stabilitas nyala api lebih

dikenal dengan lower flammability limit. Melalui kedua parameter ini kita dapat

(15)

mengetahui sifat dari suatu reaksi pembakaran, apakah suatu reaksi pembakaran itu memiliki stabilitas nyala api tingggi atau sebaliknya. Selain itu dengan mengetahui nilai dari stabilitas nyala api dapat dipakai untuk mengatur komposisi campuran udara dan bahan bakar sehingga reaksi pembakaran dapat terjaga kestabilannya.

2.6 Duraluminium

Duraluminum (yang disebut juga dengan duralumin, dural-ium atau dural) merupakan nama dagang untuk salah satu jenis paling awal dari paduan aluminium yang dikeraskan usia. Istilah ini mengacu pada paduan tembaga- aluminium yang ditetapkan sebagai seri 2000 oleh International Alloy Designation System (IADS).

Paduan tembaga-aluminium adalah suatu jenis paduan aluminium dengan paduan utamanya adalah tembaga (2,5 – 5,0% Cu). Nama lain dari paduan aluminium ini adalah duralumin seri 2017 dengan berat jenis 2,8 kg/dm³.

Sedangkan untuk variasi paduan, biasanya di tambahkan Magnesium (Mg) dan Mangan (Mn) dengan komposisi 0,5% Mn, 1,5% Mg dan 4,5% Cu, sehingga didapatkan paduan dengan kekerasan yang tinggi dan sifat mampu bentuk yang relatif rendah. Paduan tersebut biasanya disebut dengan duralumin super atau seri 2024[41].

Pada penelitian ini, bagian flame holder dan recirculator kalor

menggunakan material duraluminium. Dural memiliki konduktivitas lebih tinggi

dari pada Stainless pada penelitian sebelumnya. Akibat konduktivitas yang

tinggi, sirkulasi kalor dari nyala ke reaktan lebih mudah terjadi/lebih cepat,

sehingga lebih cepat saat proses pemanasan awal terjadi.

(16)

2.7 Jejaring Penahan nyala atau Wire Mesh 60

Gambar 5. Wire mesh 60 (skala 5x) (Sumber: Hery Soegiharto et al. (2017)

Jejaring penahan nyala atau wire mesh 60 berbahan stainless steel yang dimana dengan menggunakan mesh 60, mampu menghalang reaktan dengan rasio (blockage ratio) 51,87%. Luasan yang dihasilkan oleh flame holder wire mesh sebesar 18,85 mm

2

yang akan berperan sebagai luasan kontak dengan reaktan.

Spesifikasi dari mesh 60 adalah menggunakan wire dengan diameter 0,16 mm dan jarak antar wire 0,25 mm. Stainless steel merupakan logam paduan besi, mengandung minimum 10,5% chromium, dan merupakan baja tahan terhadap pengaruh oksidasi. Stainless steel dapat melengkung /bengkok oleh paparan panas dan ekspansi thermal yang tinggi.

Pada penelitian ini memakai jejaring penahan nyala stainless steel ini harapannya agar kestabilan nyala api dapat terwujud menjaga suhu di ruang bakar agar temperature tetap tinggi, sehingga tertahan di area ruang bakar dan panas dapat simpan lebih lama di ruang bakar sehingga tidak langsung terbuang keluar.

2.8 Penelitian Sebelumnya

Pembakar skala meso dengan penggunaan bahan bakar cair telah berhasil distabilkan, akan tetapi gas pembakaran dalam combustor langsung terbuang.

Untuk mengurangi gas pembakaran langsung terbuang maka diperlukan sirkulasi

kalor yang lebih baik pada ruang bakar. Sirkulasi kalor ruang bakar dari bagian hulu

ke hilir dalam memanaskan bahan bakar diperlukan untuk meningkatkan waktu

(17)

tinggal bahan bakar. Semakin banyak kalor yang tertinggal diruang bakar dan dapat ditahan agar tidak langsung terbuang maka kesetabilan nyala akan menjadi lebih baik. Berikut beberapa penelitian sebelumnya:

Tabel 3. Penelitian pembakar skala meso terdahulu

Researches Tipe combustor Flame Holder Diameter Bahan bakar FA Munir,

dkk[6]

Stainless steel-quart glass tube

Wire mesh

3,5 mm Heptana

(cair)

M. Rasyid [15]

Stainless steel-quart

glass tube Perforated plate line

8 3,5 mm Heksana

(cair) B.A.B Li,

dkk[42]

Cylindrical quartz

tube- stainless steel Wire mesh 2,5, 3,5, 4,4

mm Propane

Lilik Yuliati[12] Quartz glass tube Double wire mesh 3,5 mm Propane Lilik Yuliati

[43]

Quartz glass tube Wire mesh, flat plate dengan lubang bundar,

3,5 mm Butane Priutama, AA.

Et.al,[44]

Duralumin-quartz

glass tube Duralumin 3.5 mm Heptana

(Cair) Wardhani,

T.N.D.O, et.al [21]

Duralumin-quartz glass tube

Duralumin, penahan nyala dengan wire mesh 10 mm

3,5 mm

Heptana (cair)

Tabel diatas merupakan rangkuman penelitian pembakar skala meso telah menunjukan kelayakan dan keuntungan dengan memanfaatkan jejaring stainless steel .

Mengacu kepada penelitian sebelumnya seperti yang telah dilakukan oleh

Soegiharto AFH (2017 dan 2019). Penggunaaan pembakar skala meso 3,5 mm

tembaga-quart glass tube dan Stainless Steel-quart glass dengan bahan bakar

cair berhasil distabilkan.

(18)

Gambar 6. pembakar skala meso tembaga-quart glass

Bahan bakar cair diuapkan dan tercampur dengan oksidan didalam saluran anulus tembaga, panas reaktan kemudian mengalir melalui lubang sempit pada resirkulator. Panas reaktan terbakar dekat dengan pemegang api wire mesh dengan stabil. Nyala berhasil stabil pada rasio ekuivalen (ɸ) antara 0,73 – 1,48 dengan kecepatan sekitar 19,8-33,5 cm/s [1].

Gambar 7. pembakar skala meso stainless steeel-quart glass

Pada gambar 2.6, nyala api berhasil distabilkan pada rasio ekuivalen ɸ = 0,9-1,25 dengan kecepatan sekitar 15,8-30,1 cm/s. Perbedaan luas flammability limit dari kedua pembakar diatas diakibatkan, salah satunya karena pengaruh jenis material yang digunakan. Konduktivitas termal stainless steel lebih rendah daripada tembaga[9].

Penelitian tentang pembakaran bahan bakar gas dan cair (propana) pada

pembakar skala meso dengan kawat mesh. Pada penelitian ini tabung pembakaran

diberi flame holding berupa kawat mesh, adapun diameter tabung pembakar skala

meso menggunakan tiga jenis ukuran yang berbeda, yaitu 2,5 mm, 3,5 mm, dan 5,4

mm. Kawat mesh disisipkan pada dua buah potongan tabung pembakar skala meso

kemudian direkatkan menggunakan lem keramik tahan panas, seperti yang dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

(19)

Gambar 8. mesoscale combustor dengan single meso

Gambar 9. Penampakan nyala api pada pembakar skala meso

[45]

Penelitian tentang stabilitas nyala api dan perilaku api di dalam ruang pembakaran skala meso dengan variasi flame holder berbahan bakar gas butana.

Tiga jenis flame holder yakni wire mesh, pelat datar dengan lubang bundar, dan

pelat datar dengan celah sempit, yang mana digunakan untuk meningkatkan

stabilitas api di dalam pembakar skala meso [20].

(20)

Gambar 10. Visualisasi nyala api pada pembakar skala meso dengan variasi tipe flame holder

Sumber : [20]

Mengacu dari beberapa penelelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukan kelayakan dan keuntungan dengan pengaruh seperti jenis bahan pembaharnnya(

tembaga, stainless steel, duralumin), jenis bahan bakarnya (cair, Gas), desain

pusaran swirl sirkulatornya, factor penambahan jejaring penahan dan lain-lain. Oleh

karena itu, untuk mengembangkan penelitian digunakan pengaruh jejaring penahan

nyala terhadap karakteristik pembakaran heptana di dalam pembakar skala meso

bahan bakar cair heptana dengan penempatannya berjarak 5 mm dari flame holder

dural menuju outlet quart glass tube. Prinsip kerja dari penelitian ini yaitu

mempertahankan stabilitas nyala api yang dihasilkan pada dinding pembakar untuk

membantu mempertahankan panas pada bahan bakar sebelum memasuki tahap

pembakaran. Dengan tujuan untuk meminimalisir kalor yang terbuang pada gas

buang. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap batas stabilitas nyala

api visualisasi nyala api, dan temperatur nyala api.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR, size, dan pro fi tabilitas terhadap informativeness of earnings yang dalam hal ini

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

Sejak RAN PK diselesaikan pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi serta organisasi profesi terkait, dan disampaikan dalam sidang kabinet pada Februari

Keyakinan mempengaruhi individu dalam menghadapi suatu masalah dan mencapai tujuan hidup. Individu yang memiliki keyakinan positif dalam dirinya, dapat menyelesaikan masalah

Dari hasil penelitian ini akan terlihat bagaimana mahasiswa menerapkan peraturan tata guna lahan pada hasil tugas SPA 3 sesuai ketentuan yang telah diatur dalam RTRW

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut