• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MORFOLOGI VLADIMIR PROPP. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS MORFOLOGI VLADIMIR PROPP. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

CERITA RAKYAT I CEKER CIPAK “MASYARAKAT BALI” : ANALISIS MORFOLOGI VLADIMIR PROPP

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Radixa Meta Utami 164114009

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

JUNI 2020

(2)

CERITA RAKYAT I CEKER CIPAK “MASYARAKAT BALI” : ANALISIS MORFOLOGI VLADIMIR PROPP

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Radixa Meta Utami 164114009

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

JUNI 2020

(3)

MOTTO

Teruslah melompat setinggi mungkin dan jangan pernah lelah.

(Irwan Krisdiyanto, Penyanyi Dangdur)

Jika kamu ingin dikatakan hebat, maka jangan takut melakukan hal baru dan dikatakan aneh.

(Tirto Utomo, Pendiri AQUA)

Mungkin saya bukan orang kaya raya, tetapi saya pernah merasakan di posisi yang sama dan teruslah berbuat baik dan karma baik maka kebaikan akan datang

padamu.

(Roy Kiyoshi, Paranormal)

(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa

Karena melalui tangan-Nya, aku telah berhasil meraih impianku. Aku percaya bahwa Dia memberikan keajaiban yang abadi melalui doa dan usahaku yang tiada putus.

2. Mami Anggraeni Retno Kuntari

Saat ini mami tengah berjuang melawan penyakit kanker payudara stadium awal. Semoga Tuhan memberikan karma baik untuk mami berupa kesembuhan yang luar biasa.

3. Drs. Antonius Hery Antono, M. Hum. (Alm.) dan Dr. Paulus Ari Subagyo, M.

Hum. (Alm.)

Saya mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah membimbingku selama tiga semester. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa di dalam hidupku. Sekarang mereka sudah tidak sakit lagi. Semoga mereka tersenyum di sana melalui keberhasilanku.

4. Adhitya Farhan

Mawar putih yang pernah kucintai di masa SMA dan kini telah menjelma sebagai sahabat sejati. Terima kasih sudah hadir di dalam hidupku dengan memberikan pelajaran yang berharga untukku. Ingatlah bahwa tak selamanya orang yang kau cintai tulus mencintaimu. Ingatlah pula bahwa namamu akan selalu berada di hatiku meskipun kau tak hadir di sisiku.

(5)

5. Jonathan Darmawan Hartanto

Pendamping kelompok 8 INSADHA 2015 gelombang 2. Pria yang hadir di dalam hidupku hingga kini dan selama-lamanya. Meskipun aku tidak bisa mencintainya, aku akan tetap setia kepadanya sebagai teman. Dia yang pernah marah kepadaku hanya karena sikapku yang berprasangka kepadanya, termasuk memanggil namanya dengan sebutan “kipas angin”.

Semoga di esok hari kami dapat berteman kembali seperti dahulu.

6. Keluarga Besar IRWANQU

Suatu perkumpulan yang tidak hanya peduli kepada tokoh idolanya saja, tetapi juga kepedulian mereka terhadap sesama. Masa keanggotaanku memang baru berjalan selama 3-4 bulan. Namun, hal itu tidak mempengaruhi semangatku dalam bercita-cita. Aku justru mengutarakan sesuatu yang penting kepada mereka meskipun itu tentang masalah pribadiku.

Semoga di esok hari, yang akan datang, dan selama-lamanya hubungan kami akan selalu terjalin tanpa terputus-putus.

7. Irwan Krisdiyanto

Salah satu tokoh idola yang hadir di dalam hidupku. Sebentar lagi menuju satu tahun. Terima kasih sudah menginspirasi seluruh penggemar, termasuk saya tentang cara bertahan hidup dengan bijak. Dia yang selalu menjadi contoh teladan untuk kami yang tengah berjuang untuk menghadapi kerasnya hidup.

(6)

ABSTRAK

Utami, Radixa Meta. 2020. “Cerita Rakyat I Ceker Cipak “Masyarakat Bali” : Analisis Morfologi Vladimir Propp”. Skripsi Strata Satu (S-1).

Yogyakarta : Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini berjudul Cerita Rakyat I Ceker Cipak “Masyarakat Bali” : Analisis Morfologi Vladimir Propp. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Cerita rakyat ini menarik dikaji karena cerita rakyat ini merupakan salah satu cerita rakyat yang berasal dari Bali.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai analisis morfologi terhadap cerita rakyat I Ceker Cipak. Langkah-langkah yang ditempuh yaitu menganalisis lingkaran penceritaan, identitas pelaku, dan tema sehingga menjadi lebih mudah dipahami.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori morfologi Vladimir Propp yang terdiri dari tiga tahap yaitu lingkaran penceriteraan, identitas pelaku, dan tema. Dalam studi ini tiga tahap pada teori tersebut disignifikasi menurut kadar kesulitan dan kemudahan dalam memahaminya. Dari ketiga tahap tersebut, analisis tema merupakan salah satu tahap analisis dengan kadar kesulitan dan kemudahan sedang.

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Penggolongan analisis lingkaran penceriteraan terhadap cerita rakyat I Ceker Cipak yang terdiri dari lingkaran penceriteraan berupa pengenalan, lingkaran penceriteraan berupa isi cerita. Lingkaran penceriteraan berupa rangkaian donor, serta lingkaran penceriteraan berupa kembalinya sang pahlawan telah menghasilkan sepuluh fungsi yaitu meninggalkan, mediasi, aksi balasan dimulai, kepergian, fungsi pertama bantuan, pengenalan, kemenangan, kegagalan pertama, perubahan penampilan, dan pernikahan. (2) Penggolongan analisis identitas pelaku terhadap cerita rakyat I Ceker Cipak telah menghasilkan lima jenis pelaku beserta pelakunya yaitu si tukang emas merupakan pelaku the villain, Naga Gombang merupakan pelaku the donor, empat sekawan binatang yang terdiri dari si Anjing, si Kucing, si Tikus, dan si Ular merupakan pelaku the magical helper, Sang Raja dan Ni Seroja merupakan pelaku the princess and her father, I Ceker Cipak merupakan pelaku the hero or victim/seeker hero. (3) Penggolongan analisis tema terhadap cerita rakyat I Ceker Cipak yang dibagi menjadi tiga motif yaitu I Ceker Cipak sebagai motif pelaku, keberhasilan I Ceker Cipak untuk mendapatkan cincin emas permata ajaib karena telah menjalankan dharma dengan baik merupakan motif perbuatan, dan Naga Gombang merupakan motif penderita.

Dengan demikian tema dari I Ceker Cipak adalah keberhasilan I Ceker Cipak mendapatkan cincin emas permata ajaib dari Naga Gombang karena telah menjalankan dharma dengan baik.

(7)

ABSTRACT

Utami, Radixa Meta. 2020. “I Ceker Cipak’s Folklor “Balinese Community” : Vladimir Propp Morphological Analysis”. A thesis Tier One (S-1).

Yogyakarta : Indonesian Literature Studies Program, Faculty of Letters, Sanata Dharma University.

This study titled I Ceker Cipak’s Folklor “Balinese Community” : Vladimir Propp Morphological Analysis. This method used in this research is descriptive-qualitative method. This folklore draw studied because this folklor is which folklor from Bali. This study aims to provide an understanding of morphological analysis from I Ceker Cipak’s folklor, including storytelling circle, the identity of the perpetrator, and motive. The steps to be taken is to analyze including storytelling circle, the identity of the perpetrator, and motive so that is becomes easier to understand,

The teory used in this research is the teory of Vladimir Propp’s morphological which consists of three stages, namely the narrative circle, the identity of the perpetrator, and the theme. In this study the three stages of the theory are identified according to the degree of difficulty and ease of understanding. Of the three stages, theme analysis is one of the stages of analysis with moderate levels of difficulty and ease.

The results of this study have groups as following that explained, (1) the classification analysis of storytelling circle from I Ceker Cipak’s folklor are storytelling circle in the form of introduction, storytelling circle in the form of content of the story. Storytelling circle in the form of donor reaction, storytelling circle in the form of the return of the hero has produced ten functions are absentation, mediation, beginning counter-action, departurefirst function of the donor, branding, victory, liquidation, transfiguration, and wedding. (2) the classification analysis of the identity of the perpetrator from I Ceker Cipak’s folklor has produced five type of perpetrator and the culprit are si tukang emas as the villain, Naga Gombang as the donor, four animals are the dog, the cat, the mouse, and the snake as the magical helper, the king and Ni Seroja as the princess and her father, and I Ceker Cipak as the hero or victim/seeker hero. (3) the classification analysis of motive from I Ceker Cipak’s folklor which is divided into three motives are I Ceker Cipak as the perpetrators motive, the success of I Ceker Cipak to get a gold ring of magic gems because it has performed dharma well as deed motive, and Naga Gombang as sufferer motive. Thus the theme of I Ceker Cipak is the success of I Ceker Cipak to get a magic gold ring from Naga Gombang because it has performed the dharma well.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….ii

HALAMAN PENGESAHAN………...iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………v

MOTTO………vi

HALAMAN PERSEMBAHAN………..vii

KATA PENGANTAR………..ix

ABSTRAK………..xiii

ABSTRACT………xiv

DAFTAR ISI………xv

DAFTAR TABEL………..xvii

BAB I PENDAHULUAN………..1

1.1. Latar Belakang Masalah………..1

1.2. Perumusan Masalah……….6

1.3. Tujuan Penelitian……….6

1.4. Manfaat Penelitian………...7

1.5. Tinjauan Pustaka……….7

1.6. Landasan Teori………9

1.6.1. Lingkaran Penceriteraan………9

1.6.2. Identitas Pelaku………16

1.6.3. Tema………17

1.6.4. Kerangka Karangan……….17

1.7. Metode Penelitian………..18

1.8. Sumber Data………..22

1.9. Sistematika Penyajian………...22

(9)

BAB II ANALISIS LINGKARAN PENCERITAAN PADA CERITERA

RAKYAT BALI I CEKER CIPAK………...24

2.1. Pengantar………24

2.2. Lingkaran Penceriteraan Berupa Pengenalan……….24

2.3. Lingkaran Penceriteraan Berupa Isi Cerita………25

2.4. Lingkaran Penceriteraan Berupa Rangkaian Donor………..29

2.5. Lingkaran Penceriteraan Berupa Kembalinya Sang Pahlawan………..32

2.6. Rangkuman……….35

BAB III IDENTIFIKASI PELAKU DAN ANALISIS TEMA PADA CERITERA RAKYAT BALI I CEKER CIPAK………...37

3.1. Pengantar………37

3.2. Identitas Pelaku………..38

3.3. Tema………..44

3.4. Rangkuman………47

BAB IV PENUTUP……….50

4.1. Kesimpulan………50

4.2. Saran……….53

DAFTAR PUSTAKA……….54

LAMPIRAN………57

RIWAYAT HIDUP PENULIS………..61

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Lingkaran Penceriteraan Ceritera Rakyat Bali I Ceker Cipak…………36 Tabel 2. Identitas Pelaku Ceritera Rakyat Bali I Ceker Cipak……….48 Tabel 3. Tema Ceritera Rakyat Bali I Ceker Cipak………..49

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sastra lisan adalah sekelompok teks yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, yang secara intrinsik mengandung sarana-sarana kesusastraan dan memiliki efek estetik dalam kaitannya dengan konteks moral maupun kultur dari sekelompok masyarakat tertentu (Taum, 2011 : 21-22). Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusatraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan yaitu dari mulut ke mulut (Astika dan Yasa, 2014 : 2). Menurut Rusyana (1981 : 17), sastra lisan memiliki ciri-ciri dasar. Pertama, sastra lisan tergantung kepada penutur, pendengar, ruang, dan waktu. Kedua, antara penutur dan pendengar terjadi kontak fisik, sarana komunikasi dilengkapi paralinguistik. Ketiga, sastra lisan bersifat anonim yaitu pengarangnya tidak diketahui (Taum, 2011 : 23).

Propp adalah tokoh strukturalis pertama yang melakukan kajian secara serius terhadap struktur naratif, sekaligus memberikan makna baru terhadap dikotomi fabula dan sjuzhet. Fabula dan sjuzhet adalah istilah-istilah di bidang naratologi yang dikemukakan oleh kaum Formalis Rusia yang menggambarkan konstruksi naratif. Konstruksi naratif, sejak zaman Aristoteles (350-145 SM), digambarkan memiliki alur : awal, tengah, dan akhir, seperti terlihat dalam novel dan film. Pada tahun 1928, Propp (1987 : 93-98) menyimpulkan bahwa semua

(12)

para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama, tidak berubah. Menurutnya, dalam struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh yang selanjutnya disebut fungsi. Unsur yang dianalisis adalah motif (elemen), yang merupakan satuan unit terkecil yang membentuk tema.

Propp memandang sjuzhet sebagai tema bukan alur seperti yang dipahami oleh kaum formalis. Menururtnya, motif merupakan unsur yang penting sebab motiflah yang membentuk tema. Sjuzhet atau cerita dengan demikian hanyalah produk dari serangkaian motif. Motif dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pelaku, perbuatan, dan penderita. Ketiga motif ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu perbuatan sebagai unsur yang stabil, yang tidak tergantung dari siapa yang melakukan dan unsur yang tidak stabil dan bisa berubah-ubah, yaitu pelaku dan penderita. Menurut Propp, yang terpenting adalah unsur yang tetap (perbuatan) yaitu fungsi itu sendiri (Taum, 2011: 122-123).

Orang Bali adalah orang yang sangat agamis. Agama sangat penting untuk identitas mereka dan mengatur seluruh pola kehidupan mereka. Mereka tidak mungkin memisahkan dirinya dari agama karena di sini merupakan sumber tarian, upacara dan festival, kemampuannya dalam seni dan kerajinan, serta seluruh cara hidupnya. Sementara orang Bali hidup di bumi untuk mencoba melakukan semua yang diajarkan oleh ajaran agamanya serta membimbing hidupnya di bumi ini yang akan mengatur reinkarnasinya di surga yang lebih tinggi. Upacara dan festival keagamaan mengarahkan jalan hidup orang Bali dari lahir sampai mati dan ke dalam kehidupan sesudahnya. Mereka adalah tulang

(13)

punggung keluarga karena agamalah yang menyebabkan kehidupan masyarakat desa berputar.

Bali banyak menawarkan rohaniawan karena agama Hindu-Bali belum banyak dipelajari secara mendalam. Banyak ritus dalam upacara milik peradaban yang sudah lama punah namun masih sangat hidup di Bali saat ini. Meskipun disebut sebagai agama Hindu, agama Hindu-Bali telah berkembang dari pengaruh Hindu dan Buddha selama berabad-abad pada kepercayaan animisme penduduk pulau, pemujaan alam dan leluhur, kepercayaan dan praktik magis. Tidak ada agama lain di seluruh dunia yang begitu khusyuk dan taat mengikuti agama Hindu-Bali.

Orang Bali percaya ada satu kesatuan yang merupakan sumber dari semua ciptaan dan ada satu Tuhan, Sang Hyang Widi yang mahakuasa dan universal di mana semua dewa dan roh leluhur mencapai kesatuan yang lebih tinggi. Namun, Tuhan yang tertinggi ini tidak disembah secara individual, kuil, altar dan tempat pemujaan tidak didedikasikan kepadanya tetapi lebih kepada Tuhan seperti yang terlihat dalam banyak manifestasinya (Hogan, 1974: 21).

Dalam literatur sebelumnya tentang Bali teorinya agak sering dikemukakan bahwa orang Bali asli hanya mengenal roh dan hantu, dan pertama kali mempelajari dewa-dewi dari umat Hindu. Teori semacam itu didasarkan pada pengetahuan yang tidak memadai baik dari sifat para dewa Bali dan Hindu, karena orang Bali tidak hanya memiliki roh jahat dan kekuatan iblis tetapi banyak setan di samping dewa langit mereka (Hoeve, 1960: 97).

(14)

Dharma, gagasan fundamental Hindu dan terkait erat dengan karma, sama pentingnya dengan itu. Nama agama Hindu - Sanatana Dharma - berarti dharma yang abadi atau universal. Dharma dapat dianggap sebagai "andalan"

makhluk dan hal-hal, hukum keteraturan dalam arti luasnya yaitu tata tertib kosmik. Namun, pada saat yang sama dharma merupakan hukum tatanan moral dan jasa keagamaan - pada kenyataannya, gagasan murni tentang kewajiban pribadi.

Untuk mendapatkan pengalaman yang tidak ada, jiwa manusia, ketika dipanggil untuk menjalani jalan keluar baru di bumi, ditempatkan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Jika memenuhi peran yang ditetapkan oleh karma, ia mematuhi hukum keharmonisan universal. Jika ia menolak dan hanya mengikuti perintah egoismenya sendiri, ia menyia-nyiakan usahanya dan harus menanggung akibatnya.

Dengan memenuhi dharma, jiwa bekerja dari sisa karma dan lolos dari putaran kelahiran kembali yang tak berkesudahan dan dengan demikian hukum kausalitas. Setiap jiwa memiliki dharma individualnya sendiri, ditentukan oleh ras, kasta, keluarga, dan aspirasi pribadi. Dari berbagai jenis perilaku, setiap orang harus menemukan miliknya sendiri dan mengikutinya sebagai hukum batiniah yang tak terhindarkan. Kasta Brahmana tidak memiliki dharma yang sama dengan kasta Ksatriya. Alam semesta bersandar pada dharma kosmis dan manusia di atas dharma pribadinya. Yang terakhir inilah yang membawanya ke kehidupan yang lebih tinggi (Lemaitre, 1959: 76).

(15)

Cerita rakyat I Ceker Cipak merupakan salah satu cerita rakyat yang cukup terkenal di seluruh lapisan masyarakat Bali. Cerita rakyat ini menceritakan tentang I Ceker Cipak yang merupakan seorang pemuda miskin dan hidup bersama ibunya. Pada kala itu, ia meminta uang 200 kepeng kepada ibunya untuk modal berdagang jagung. Namun, uangnya justru habis untuk menebus empat binatang yang diselamatkannya yaitu anjing, kucing, tikus, dan ular serta untuk membeli makan kepada keempat binatang tersebut. Ia beserta binatang peliharaannya pun menginap di istana raja selama semalam. Keesokan harinya, ia bertemu dengan Naga Gombang, ibu dari ular yang ia selamatkan, lalu ia meminta cincin emas bertuah sebagai penebusnya. Sesampainya di rumah, ia terkejut bahwa ikat pinggangnya berubah menjadi emas. Karena cincin itu, ia dan ibunya hidup makmur.

Ketika sang ibu tengah menumbuk padi, alu dan lesung yang dipakainya telah berubah menjadi emas. Sayangnya, cincin emas yang terpasang di jarinya telah patah. Kemudian, I Ceker Cipak meminta tolong kepada tukang emas untuk memperbaiki cincinnya. Namun, karena tukang emas telah mengetahui tentang tuah cincin itu, ia justru menukarkannya dengan cincin emas palsu. Maka, cincin emas yang diterima oleh I Ceker Cipak usai diperbaiki bukanlah cincin emas yang asli, melainkan cincin emas yang palsu. Anjing, kucing, dan tikus yang merasa kasihan dengan tuannya bertekad menolongnya dengan berangkat ke rumah tukang emas itu pada malam hari untuk mengambil cincin emas yang asli. Setelah menyelesaikan tugasnya, cincin emas tersebut berhasil kembali di tangan I Ceker Cipak.

(16)

Beberapa waktu kemudian, I Ceker Cipak datang kembali ke istana untuk menemui Sang Raja dengan pakaian yang rapi dan bersih. Sang Raja langsung menyambutnya dengan gembira. Ia juga dihadiahi oleh Sang Raja. Ia dinikahkan dengan Ni Seroja, putri Sang Raja dan hidup bahagia.

Ada beberapa alasan penulis melakukan penelitian terhadap cerita rakyat I Ceker Cipak. Pertama, penulis ingin mengkaji cerita rakyat I Ceker Cipak dengan pendekatan morfologi Vladimir Propp. Kedua, adanya keinginan penulis untuk ikut serta melestarikan karya sastra lisan Bali, terutama cerita rakyat I Ceker Cipak. Ketiga, penelitian tentang cerita rakyat I Ceker Cipak baru sekali dikaji.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengemukakan permasalahan sebagai berikut :

1.2.1. Bagaimana lingkaran penceritaan dalam cerita rakyat I Ceker Cipak?

1.2.2. Bagaimana identitas pelaku dalam cerita rakyat I Ceker Cipak?

1.2.3. Bagaimana tema dalam cerita rakyat I Ceker Cipak?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 1.3.1. Mengkaji dan mendeskripsikan lingkaran penceriteraan dalam cerita rakyat

I Ceker Cipak. Hal ini akan dibahas dalam Bab II.

(17)

1.3.2. Mengkaji dan mendeskripsikan identitas pelaku dalam cerita rakyat I Ceker Cipak. Hal ini akan dibahas dalam Bab III.

1.3.3. Mengkaji dan mendeskripsikan tema dalam cerita rakyat I Ceker Cipak.

Hal ini akan dibahas dalam Bab III.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat teoretis dari penelitian ini yaitu memperluas aplikasi teori Morfologi Vladimir Propp. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengembangkan apresiasi sastra lisan Bali pada cerita rakyat I Ceker Cipak. Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan menambah wawasan mengenai studi tentang sastra lisan.

Penelitian ini juga diharapkan memperkaya studi budaya khususnya budaya Bali.

1.5. Tinjauan Pustaka

Mengenai tinjauan pustaka, penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang membahas tentang penerapan teori morfologi Vladimir Propp dalam suatu sastra lisan.

Karya ilmiah yang berjudul “Struktur Naratif Cerita Anggun Nan Tongga : Pendekatan Vladimir Propp” oleh Satya Gayatri (2009) dari jurnal ilmiah Linguistika Kultura, Vol. 3, No. 1, Juli 2009, hlm. 45-55. Karya ilmiah ini membahas tentang struktur cerita rakyat Minangkabau.

Karya ilmiah yang berjudul “Perbandingan Struktur Naratif Cerita Rakyat Momotarou dengan Timun Mas (Melalui Pendekatan Strukturalisme

(18)

Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Karya ilmiah ini membahas tentang struktur naratif dan perbandingan pada kedua cerita rakyat tersebut.

Karya ilmiah yang berjudul “Andei-Andei Radinso Aso dan Nadindo Aso : Pendekatan Morfologis Vladimir Propp” oleh Sarman (2015) dari jurnal ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan Sirok Bastra, Vol. 3, No. 2, Desember 2015, hlm. 157-163. Karya ilmiah ini membahas tentang deskripsi fungsi dan peranan tokoh dalam Andei-Andei Radindo Aso dan Bagindo Aso.

Karya ilmiah yang berjudul “Morfologi Cerita Rakyat Kutai Kartanegara Putri Silu : Analisis Naratologi Vladimir Propp” oleh Alfian Rokhmansyah (2016) dari jurnal ilmiah Seminar Antarbangsa, 2016, hlm.

263-273. Karya ilmiah ini membahas tentang struktur cerita rakyat dan nilai moral berdasarkan sifat tokoh.

Penulis juga menemukan karya ilmiah yang membahas tentang dongeng I Ceker Cipak yaitu “Laporan Penelitian Kajian Bentuk Sastra Paletan Tembang Geguritan I Ceker Cipak” oleh Tjokorda Istri Agung Mulyawati R.

(2017) dari laporan penelitian pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.

Karya ilmiah ini lebih mengungkapkan bentuk sastra paletan tembang dari dongeng I Ceker Cipak dalam bentuk geguritan. Bedanya, karya ilmiah ini lebih menekankan dua hal. Pertama, penekanan tehadap bentuk sastra paletan tembang.

Kedua, penekanan terhadap kesesuaian konvensi pupuh.

Dari kajian pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa penulis telah menemukan empat karya ilmiah yang relevan dengan objek formal yang akan digunakan yaitu teori morfologi Vladimir Propp. Namun, dari seluruh karya

(19)

ilmiah tersebut, belum ada satu pun karya ilmiah yang membahas tentang analisis tema pada suatu karya sastra lisan berdasarkan teori morfologi Vladimir Propp.

Bahkan, penulis juga menemukan satu karya ilmiah yang relevan dengan objek kajian yang akan dikaji yaitu ceritera rakyat Bali I Ceker Cipak. Jadi dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan penelitian lanjutan atau perkembangan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Kebaharuan penulis ingin melakukan penelitian secara serius tentang ceritera rakyat Bali I Ceker Cipak dengan pendekatan teori analisis morfologi Vladimir Propp.

1.6. Landasan Teori

Untuk menjawab pertanyaan tentang dongeng I Ceker Cipak, penulis akan menggunakan teori morfologi Vladimir Propp. Teori ini terdiri dari tiga tahap yaitu (i) lingkaran penceriteraan, (ii) identitas pelaku, dan (iii) tema.

1.6.1. Lingkaran Penceriteraan

Pada tahap ini, lingkaran penceriteraan dibagi menjadi empat bagian.

Pertama, lingkaran penceriteraan berupa pengenalan. Kedua, lingkaran penceriteraan berupa isi cerita. Ketiga, lingkaran penceriteraan berupa rangkaian donor. Terakhir, lingkaran penceriteraan berupa kembalinya sang pahlawan.

Keempat bagian ini berjumlah 31 fungsi (Propp melalui Taum, 2011 : 125-132).

1.6.1.1. Lingkaran Penceriteraan berupa Pengenalan

Langkah 1 sampai 7 memperkenalkan situasi dan para pelakunya, mempersiapkan adegan-adegan untuk petualangan selanjutnya.

(20)

1. Meninggalkan rumah (absentation). Seorang anggota meninggalkan rumah dengan berbagai alasan. Anggota keluarga dapat siapa saja : entah orangtua, raja, adik, dan lain-lain. Tokoh yang pada mulanya digambarkan sebagai

‘orang biasa’ inilah yang kemudian perlu dicari dan diselamatkan. Para pembaca biasanya mengidentifikasikan tokoh ini sebagai ‘diriku’.

2. Larangan (interdiction). Tokoh utama atau pahlawan dikenai larangan.

Misalnya : tidak boleh berbicara, tidak boleh meninggalkan rumah, tidak boleh memetik bunga atau buah tertentu, tidak boleh meninggalkan adik sendirian, tidak boleh melewati jalan ini. Peringatan terhadap ‘the dangers of life’ ini pun seolah-olah ditujukan kepada pembaca. Pembaca membangun harapan tertentu terhadap tokoh ini untuk mengikuti atau melanggar larangan. Larangan itu misalnya : “jangan pergi ke tempat itu, pergilah ke sini!”

3. Pelanggaran terhadap larangan (violation of interdiction). Pelarangan itu dilanggar. Karena itu, penjahat mulai memasuki cerita, meskipun tidak secara frontal melawan sang pahlawan. Pahlawan tetap saja mengabaikan larangan.

Pembaca mungkin ingin mengingatkan pahlawannya untuk mengikuti larangan, tetapi jelas pahlawan tidak bisa mendengarnya.

4. Memata-matai (reconnaissance). Penjahat mencoba memata-matai, misalnya dengan cara menemukan permata, anak hilang, dan lain-lain. Penjahat secara aktif mencari informasi, misalnya menelusuri informasi-informasi yang berharga atau secara aktif berusaha menangkap seseorang, binatang buruan atau yang lainnya. Penjahat bahkan dapat saja berbicara dengan anggota keluarga yang polos, yang memberikan informasi berharga itu. Hal ini

(21)

membuat cerita semakin menegangkan. Pembaca barangkali ingin mengingatkan pahlawan mengenai bahaya sang penjahat.

5. Penyampaian (delivery). Penjahat memperoleh informasi mengenai korbannya.

Upaya penjahat berhasil mendapatkan informasi biasanya mengenai pahlawan atau korban. Berbagai informasi diperoleh, misalnya tentang peta atau lokasi harta karun atau tujuan pahlawan. Inilah fase di dalam cerita yang memihak pada penjahat, menciptakan ketakutan seakan-akan penjahat memenangkan pertarungan dan cerita akan berakhir dengan tragis.

6. Penipuan (trickery). Penjahat mencoba menipu dan meyakinkan korbannya untuk mengambil-alih kedudukan atau barang-barang miliknya. Dengan memanfaatkan informasi yang sudah diperolehnya, penjahat menipu korban atau pahlawan dengan berbagai cara. Penjahat mungkin menangkap korban, mempengaruhi pahlawan untuk mendapatkan keinginannya. Penipuan dan pengkhianatan adalah salah satu tindakan kriminal sosial terburuk dan sejenis pelecehan fisik. Tindakan ini memperkuat posisi penjahat sebagai orang yang benar-benar jahat. Hal ini memperdalam ketegangan pembaca mengenai keselamatan korban atau pahlawan yang telah ditipu.

7. Komplesitas (complicity). Korban benar-benar tertipu dan tanpa disadarinya dia menolong musuhnya. Korban atau pahlawan memberikan sesuatu kepada penjahat, misalnya peta atau senjata magis yang digunakan secara aktif untuk melawan orang-orang baik. Pembaca kecewa dan putus asa terhadap korban atau pahlawan yang kini dianggap sebagai penjahat juga. Pembaca menjadi bingung dengan posisi pahlawan yang sudah keluar jauh dari harapan.

(22)

1.6.1.2. Lingkaran Penceriteraan berupa Isi Cerita

Pokok cerita dimulai pada fase cerita ini dan diteruskan dengan keberangkatan sang pahlawan.

8.1. Kejahatan (villainy). Penjahat merugikan atau melukai salah seorang anggota keluarga, misalnya dengan menculik, mencuri kekuatan magis, merusak hasil panen, menghilangkan atau membuang seseorang, menukar seorang anak, membunuh orang, melakukan kawin paksa.

8.2. Kekurangan (lack). Salah seorang anggota keluarga kehilangan sesuatu atau mengharapkan untuk memiliki sesuatu. Jadi, fungsi ini memiliki dua alternatif yang dapat terjadi bersamaan di dalam cerita atau salah satunya terjadi dan yang lainnya tidak. ‘Kekurangan’ adalah sebuah prinsip psikoanalisis yang mendalam yang pertama kali kita alami ketika menyadari individualitas kita terpisah dari dunia. Kekurangan itulah yang membuat kita berharap dan mencari pahlawan untuk mengisi kekurangan tersebut.

9. Mediasi (mediation). Kegagalan atau kehilangan itu justru menjadi pengenal;

pahlawan datang dengan sebuah permintaan atau suruhan; dia dibiarkan pergi atau ditahan. Pahlawan menyadari adanya tindakan keji atau mengetahui kekurangan yang dimiliki anggota keluarga. Pahlawan mungkin menemukan keluarga atau komunitasnya yang sedang menderita. Hal ini membuat pembaca menyadari apa yang terjadi sekarang. Pembaca mungkin tidak menyadari bahwa pahlawan benar-benar seorang pahlawan karena dia belum

(23)

menunjukkan kualitasnya sebagai pahlawan. Pembaca pun tidak menaruh simpati pada tindakan penjahat, tetapi pahlawan pun belum juga muncul.

10. Aksi balasan dimulai (beginning counter-action). Pencari menyetujui atau memutuskan melakukan aksi balasan. Pahlawan sekarang memutuskan mengambil tindakan untuk mengatasi kekurangan, misalnya dengan menemukan barang magis, menyelamatkan orang-orang yang ditahan atau mengalahkan penjahat. Inilah saat bagi pahlawan untuk memutuskan sesuatu tindakan yang akan membuatnya menjadi seorang pahlawan. Setelah keputusan dibuat, dia akan melaksanakannnya dengan penuh konsekuen.

Keputusan tidak dapat dibatalkan karena jika hal itu terjadi dia akan sangat malu dan tidak dapat dianggap sebagai pahlawan.

11. Kepergian (departure). Pahlawan pergi meninggalkan rumah.

1.6.1.3. Lingkaran Penceriteraan berupa Rangkaian Donor

Dalam lingkaran penceriteraan berupa rangkaian donor, pahlawan mencari cara untuk memecahkan masalah atau mendapatkan bantuan berupa hal-hal magis dari Donor. Perhatikan bahwa sesungguhnya melalui rangkaian, ini kisah dari sebuah cerita sudah utuh dan dapat diselesaikan, tamat.

12. Fungsi pertama bantuan (first function of the donor). Pahlawan diuji, diinterogasi, diserang, dan sebagainya, yang merupakan persiapan baginya menerima pelaku atau penolong magis (donor).

13. Reaksi pahlawan (hero’s reaction). Pahlawan bereaksi terhadap tindakan menolong masa depan berhasil atau gagal tes, membebaskan tahanan,

(24)

menyatukan yang bertikai, melayani, menggunakan kekuatan musuh untuk mengalahkannya.

14. Resep benda magis (receipt of a magical agent). Pahlawan meneliti cara penggunaan benda magis.

15. Bimbingan (guidance). Pahlawan dibawa, dipesan, atau dibimbing ke sebuah tempat dari suatu objek pencaharian. Perubahan spasial antara dua kerajaan.

16. Pertempuran (struggle). Pahlawan dan penjahat terlibat dalam pertempuran langsung.

17. Pengenalan (branding). Pahlawan dikenali, misalnya terluka, menerima cincin atau selendang.

18. Kemenangan (victory). Penjahat dikalahkan, misalnya terbunuh dalam pertempuran, dikalahkan dalam sebuah sayembara, dibunuh ketika sedang tidur, atau dibuang.

19. Kegagalan pertama (liquidation). (Kemalangan dihadapi, tawanan lepas, orang yang sudah dibunuh hidup kembali).

1.6.1.4. Lingkaran Penceriteraan berupa Kembalinya Sang Pahlawan

Pada tahap final (dan kadang-kadang bersifat optional, tidak wajib ada) dari rangkaian penceriteraan, pahlawan pulang ke rumah, berharap tidak ada insiden lagi dan pahlawan disambut baik. Meskipun demikian, hal semacam ini tidak harus terjadi demikian.

20. Kepulangan (return). Pahlawan kembali ke rumah.

(25)

21. Pencaharian (pursuit). Pahlawan dicari (orang yang mencarinya ingin membunuh, memakannya atau memperlemah posisi pahlawan).

22. Penyelamatan (rescue). Pahlawan diselamatkan dari pencaharian (mujizat menghalangi orang yang mencari, pahlawan bersembunyi atau disembunyikan, pahlawan menyamar, pahlawan diselamatkan).

23. Kedatangan orang tak dikenal (unrecognized arrival). Pahlawan yang belum dikenali, tiba di rumah atau sampai di negeri lain.

24. Klaim palsu (unfounded claims). Pahlawan palsu memberikan pernyataan yang tak berdasar atau palsu.

25. Tugas yang sukar (difficult task). Tugas yang sulit diberikan kepada pahlawan (cobaan berat, teka-teki, uji kemampuan, sayembara, dan lain-lain).

26. Penyelesaian (solution). Tugas itu dapat diselesaikan dengan baik.

27. Pengenalan (recognition). Pahlawan dikenali (dengan tanda pengenal yang diberikan kepadanya).

28. Pembuangan (exposure). Pahlawan palsu atau penjahat dibuang.

29. Perubahan penampilan (transfiguration). Pahlawan mendapatkan penampilan baru menjadi semakin ganteng, diberi pakaian baru, dan lain-lain.

30. Penghukuman (punishment). Penjahat dihukum.

31. Pernikahan (wedding). Pahlawan menikah dan menerima mahkota sebagai imbalan yang pantas diterimanya.

(26)

1.6.2. Identitas Pelaku

Menurut Propp, pelaku atau dramatis personae dalam seratus cerita rakyat yang dianalisisnya pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam tujuh jenis antara lain (i) the villain, (ii) the donor, (iii) the magical helper, (iv) the princess and her father, (v) the dispatcher, (vi) the hero or victim/ seeker hero, dan (vii) the false hero (melalui Taum, 2011: 132-133).

1. The villain, penjahat yang bertarung melawan pahlawan.

2. The donor, donor atau pemberi mempersiapkan pahlawan atau memberi pahlawan barang-barang magis tertentu.

3. The magical helper, pembantu magis yang berusaha menolong pahlawan ketika dia menghadapi kesulitan.

4. The princess and her father, puteri raja dan ayahnya yang memberikan tugas kepada pahlawan, mengenali pahlawan palsu, menikah dengan pahlawan.

Menurut Propp, sufungsional, peran putri raja dan ayahnya tidak dibedakan dengan jelas.

5. The dispatcher, pengutus yaitu tokoh yang mengetahui adanya kekurangan dan menghalangi pahlawan sejati.

6. The hero or victim/seeker hero, pahlawan sejati yang memberikan reaksi terhadap donor dan menikahi putri raja.

7. The false hero, pahlawan palsu yang mengambil keuntungan dari tindakan-tindakan pahlawan sejati dan mencoba menikahi putri raja.

(27)

1.6.3. Tema

Menurut Propp, tema dipandang sebagai sjuzhet yang merupakan produk dari serangkaian motif sebagai unsur penting dalam pembentukan tema.

Berbeda dengan pandangan kaum formalis, tema bukanlah alur dalam suatu cerita.

Motif suatu tema dibagi menjadi tiga macam yaitu pelaku, perbuatan, dan penderita. Perbuatan merupakan unsur yang stabil dan tidak tergantung dari siapa yang melakukan. Sedangkan pelaku dan penderita merupakan unsur yang tidak stabil dan bisa berubah-ubah (melalui Taum, 2011: 123).

1.6.4. Kerangka Berpikir

Berdasarkan teori di atas, kerangka berpikir akan dijabarkan dalam diagram berikut ini.

Kesimpulan Menyimpulkan hasil ketiga kajian pada dongeng I Ceker Cipak Kajian Lingkaran Penceritan

Mengkaji lingkaran penceritaan pada dongeng I Ceker Cipak

Kajian Identitas Pelaku Mengkaji identitas pelaku pada dongeng I Ceker Cipak

Kajian Tema

Mengkaji tema pada dongeng I Ceker Cipak

(28)

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori, yang dikonstruksi sebagai pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang pokok persoalan yang semestinya dipelajari (Maman, 2011 : 8).

Paradigma berkaitan dengan cara kita atau peneliti memandang sesuatu.

Paradigma merupakan dasar-dasar pemahaman yang menggarisbawahi entititas peneliti dalam memandang objek penelitian tertentu. Paradigma meliputi standar, perspektif, atau serangkaian gagasan, pola yang dianggap benar dan baku dapat dijadikan asumsi atau proposisi sehingga dapat dijadikan pijakan kegiatan ilmiah (Peni, 2009). Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan paradigma Abrams dengan pendekatan objektif.

Dalam paradigma Abrams (Teeuw, 1984 : 50), pendekatan objektif merupakan pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri. Hikmat (2011 : 30) mengutip bahwa penelitian objektif diterapkan dalam penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis atas hipotesis mengenai hubungan yang diasumsikan di antara fenomena alam (Deddy Mulyana, 2001 : 223). Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang memfokuskan perhatian pada teks (ergosentrik) dapat mendeskripsikan skema-skema dalam alur, teknik merangkai cerita, dan formula-formula. Dalam analisis objektif, pendekatan strukturali tak bisa ditinggalkan (Taum, 2011 : 282). Berdasarkan uraian di atas, penulis akan menggunakan kerangka model Abrams sebagai berikut.

(29)

Semesta

↓ Karya

Pencipta Pembaca

1.7.2. Jenis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian deskriptif-kualitatif.

Penelitian Deskripstif. Menurut Sanie dan Diao Ai Lien (2005), penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan fenomena tertentu.

Pertanyaan yang digunakan dalam penelitian kualitatif meliputi siapa, apa, di mana, dan bilamana (Wijayanti dkk, 2013 : 223). Hal ini senada dengan pernyataan Noor (2011 : 34-35), bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang dengan memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung.

Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia dengan menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti (Noor, 2011 : 33-34).

Menurut Creswell (1998), penelitian kualitatif adalah suatu gambaran kompleks,

(30)

meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Noor, 2011 : 34).

Penelitian kualitatif digunakan untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai suatu gejala atau perilaku tertentu dalam masyarakat atau kelompok masyarakat dan hasilnya berupa data deskriptif berbentuk penjelasan atau interpretasi mendalam dan menyeluruh mengenai aspek tertentu (Wijayanti dkk, 2013 : 222). Menurut Denzin dan Lincoln (1998), penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk mencapai pemahaman mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus, ketimbang mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyediakan penjelasan tersurat mengenai struktur, tatanan dan pola yang luas yang terdapat dalam suatu kelompok partisipan. Penelitian kulaitatif juga disebut sebagai penelitian lapangan. Penelitian ini juga menghasilkan data mengenai kelompok manusia dalam latar sosial. Penelitian ini menggunakan berbagai jenis studi kualitatif dalam mengunpulkan data (seperti observasi, wawancara, dokumentasi, narasi, publikasi teks, dan lain-lain (Mulyadi dkk, 2019 : 48-50).

1.7.3. Metode Pengumpulan Data

Untuk metode pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis melakukan metode pengumpulan data berupa dokumentasi yang berupa bahan dokumenter. Terkait bahan dokumenter dalam penelitian, Noor (2011 : 141) berpendapat sebagai berikut. “Sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk surat, catatan harian, cendera mata, laporan, artefak, dan foto.”

(31)

Menurut Herdiansyah (2009), dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan (Herdiansyah, 2010 : 143).

Untuk penelitian ini, dokumen yang akan dikaji oleh penulis berupa dokumen resmi eksternal. Menurut Moleong (2008), dokumen resmi eksternal berupa bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, seperti majalah, koran, buletin, surat pernyataan, dan lain sebagainya (Herdiansyah, 2010 : 146).

1.7.4. Metode Analisis Data

Untuk metode analisis data dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode analisis data penelitian kualitatif. Menurut Creswell (1994), ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan metode analisis data kualitatif. Pertama, metode analisis data kualitatif dapat dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data, interpretasi data, dan penulisan naratif lainnya. Kedua, memastikan proses analisis data kualitatif yang telah dilakukan berdasarkan pada proses reduksi data dan interpretasi. Ketiga, mengubah data hasil reduksi ke dalam bentuk matriks. Keempat, mengidentifikasi prosedur pengodean yang digunakan dalam mereduksi

(32)

informasi ke dalam tema-tema atau kategori-kategori yang ada. Terakhir, hasil analisis data yang telah melewati prosedur reduksi yang telah diubah menjadi bentuk matriks yang telah diberi kode, selanjutnya disesuaikan dengan model kualitatif yang dipilih (Herdiansyah, 2010 : 161-163).

1.8. Sumber Data

Judul dongeng : I Ceker Cipak dari Kumpulan Dongeng 366 Cerita Rakyat Nusantara

Pengarang : Daryatun

Penerbit : Adicita Karya Nusa Tahun terbit : 2015

Tempat terbit : Yogyakarta

Halaman : 476-478 dari 991 halaman + xv ISBN : 978-602-97529-2-2

1.9. Sistematika Penyajian

Teknik penyajian data dalam penelitian ini merupakan penerapan dari teori morfologi Vladimir Propp. Bab satu berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, kerangka berpikir, paradigma, metode penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab dua berisi penerapan teori morfologi Vladimir Propp tahap satu yang berupa analisis lingkaran penceritaan pada cerita rakyat I Ceker Cipak. Bab tiga berisi penerapan teori morfologi Vladimir Propp

(33)

tahap dua dan tiga yang berupa analisis identitas pelaku dan tema pada cerita rakyat I Ceker Cipak. Bab empat berisi kesimpulan dan saran.

(34)

BAB II

ANALISIS LINGKARAN PENCERITAAN PADA CERITERA RAKYAT BALI

I CEKER CIPAK

2.1. Pengantar

Dalam bab ini akan dideskripsikan lingkaran penceriteraan yang dijumpai dalam cerita rakyat I Ceker Cipak dengan menggunakan teori Vladimir Propp (Taum, 2011 : 125-132). Lingkaran penceriteraan pada cerita rakyat I Ceker Cipak dibagi menjadi empat bagian yaitu lingkaran penceriteraan berupa pengenalan, lingkaran penceriteraan berupa isi cerita, lingkaran penceriteraan berupa rangkaian donor, dan lingkaran penceriteraan berupa kembalinya sang pahlawan. Analisis lingkaran penceriteraan bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami narasi ceritera rakyat Bali yang berjudul I Ceker Cipak.

2.2. Lingkaran Penceriteraan Berupa Pengenalan

Lingkaran penceriteraan ini memperkenalkan situasi kehidupan awal I Ceker Cipak dan para pelakunya yang terlibat dalam kehidupan I Ceker Cipak, mempersiapkan adegan-adegan cerita untuk petualangan I Ceker Cipak selanjutnya. Dalam lingkaran penceriteraan yang berupa pengenalan ini,

(35)

ditemukan satu fungsi yaitu meninggalkan rumah (absentation). Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikannya sebagai berikut.

Meninggalkan Rumah (Absentation)

Seorang anggota keluarga meninggalkan rumah dengan berbagai alasan. Anggota keluarga dapat siapa saja : entah orangtua, raja, adik, dan lain-lain. Tokoh yang pada mulanya digambarkan sebagai ‘orang biasa’ inilah yang menjadi tokoh utama dalam suatu ceritera. Ia merupakan tokoh yang paling menonjol yang kemudian perlu dicari dan diselamatkan. Para pembaca yang mengikuti jalan ceritera ini biasanya mengidentifikasikan tokoh ini sebagai

‘diriku’ (Taum, 2011 : 126).

Dalam penelitian ini, tokoh I Ceker Cipak terlihat meninggalkan rumah untuk berangkat ke kota dalam rangka membantu ibunya bekerja. Dalam ceritera ini, dia tengah membawa uang sebesar 200 kepeng beserta sebuah keranjang untuk membeli jagung yang akan dijual kembali. Bukti pada fungsi meninggalkan rumah terdapat pada kutipan (1) berikut ini.

(1) Suatu hari, pagi-pagi benar Ceker Cipak berangkat ke kota.

Dibawanya uang 200 kepeng1beserta sebuah keranjang. Ia akan membeli jagung untuk dijualnya kembali. … (Daryatun, 2015 : 476)

2.3. Lingkaran Penceriteraan Berupa Isi Cerita

Lingkaran penceriteraan berupa isi cerita merupakan kelanjutan dari lingkaran penceriteraan sebelumnya yaitu lingkaran penceriteraan berupa pengenalan. Lingkaran penceriteraan ini memperkenalkan isi cerita yang tertuang dalam ceritera rakyat Bali I Ceker Cipak. Pokok ceritera dalam lingkaran

(36)

penceriteraan ini dimulai dari fase cerita yang tertuang dalam ceritera ini dan diteruskan dengan keberangkatan I Ceker Cipak sebagai sang pahlawan dalam rangka membantu ibunya bekerja sebagai tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam lingkaran penceriteraan yang berupa isi cerita ini, penulis menemukan tiga fungsi dalam langkah ini yaitu mediasi (mediation), aksi balasan dimulai (beginning counter-action), dan kepergian (departure). Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikannya sebagai berikut.

2.3.1. Mediasi (Mediation)

Kegagalan atau kehilangan yang dialami oleh pahlawan justru menjadi tanda pengenal yang melekat pada pahlawan dan mudah ditebak oleh penjahat, anggota keluarga pahlawan, maupun komunitasnya. Lalu, pahlawan datang dengan sebuah permintaan atau suruhan dengan tujuan tertentu. Kemudian, dia langsung dibiarkan pergi begitu saja atau ditahan hingga waktu yang tidak dapat ditentukan. Pahlawan menyadari adanya tindakan keji atau mengetahui kekurangan yang dimiliki oleh anggota keluarganya. Pahlawan mungkin saja sedang menemukan anggota keluarga atau komunitasnya yang sedang menderita.

Hal ini membuat pembaca menyadari dengan apa yang terjadi pada jalan ceritera tersebut. Pembaca mungkin tidak menyadari bahwa pahlawan benar-benar seorang pahlawan karena dia sama sekali belum menunjukkan kualitas dirinya sebagai pahlawan. Pembaca pun justru tidak menaruh simpati pada tindakan yang dilakukan oleh penjahat terhadap pahlawan, melainkan kepada pahlawan meskipun pahlawan belum juga muncul (Taum, 2011 : 129).

(37)

Dalam penelitian ini, tokoh si Ular memerintahkan I Ceker Cipak untuk meminta cincin emas permata ajaib kepada ular besar yang bernama Naga Gombang sebagai penebus. Si Ular meyakinkan I Ceker Cipak bahwa Naga Gombang tidak bisa melawan orang yang taat pada ajaran dharma. Ketika I Ceker Cipak meninggalkan istana, tiba-tiba seekor ular besar yang bernama Naga Gombang datang menghadang lantaran I Ceker Cipak berjalan bersama keempat binatang tersebut, termasuk si Ular. Naga Gombang merupakan ibu dari si Ular.

Sesuai perintah oleh si Ular, I Ceker Cipak mengancam Naga Gombang bila Naga Gombang tidak memberikan penebusnya, maka si Ular tidak akan dikembalikan. Beberapa bukti pada fungsi mediasi terdapat pada kutipan (2) dan (3) berikut ini.

(2) …Tiba-tiba, si Ular mendekati Ceker Cipak. “Tuanku yang berbudi luhur, besok saat pulang melewati jalan tadi, akan datang seekor ular besar. Ia adalah ibuku. Naga Gombang namanya. Ia akan memintaku. Tuan jangan takut, meski Naga Gombang sangat ganas, namun ia tidak dapat mengalahkan orang yang menjalankan dharma. Maka mintalah penebusku,” kata ular tadi (Daryatun, 2015 :).

(3) …Ular itu menerobos hendak membelinya. Cepat-cepat Ceker Cipak menghindar. “Hai, Ular Besar. Aku tidak menyakiti anakmu, bahkan telah menyelamatkannya. Jika tidak kamu tebus, maka aku tidak akan menyerahkannya,” kata Ceker Cipak (Daryatun, 2015 : 477-478).

2.3.2. Aksi Balasan Dimulai (Beginning Counter-Action)

Pencari menyetujui atau memutuskan sesuatu dalam melakukan aksi balasan terhadap pahlawan. Pahlawan sedang memutuskan untuk mengambil tindakan dalam rangka mengatasi kekurangan yang dimiliki oleh pahlawan dan anggota keluarganya maupun komunitasnya seperti menemukan barang magis

(38)

ditahan, maupun mengalahkan penjahat. Inilah saat-saat yang ditunggu bagi pahlawan untuk memutuskan sesuatu terhadap tindakan yang akan membuatnya menjadi seorang pahlawan sejati. Setelah keputusan itu dibuat, maka dia akan melaksanakannnya dengan penuh konsekuen. Keputusan tersebut tidak dapat dibatalkan karena jika hal itu terjadi, maka dia akan sangat malu dan tidak dapat lagi dianggap sebagai pahlawan sejati (Taum, 2011 : 129).

Dalam penelitian ini, tokoh Naga Gombang memberikan cincin emas permata ajaib sebagai penebus kepada I Ceker Cipak. Naga Gombang tahu bahwa I Ceker Cipak taat dalam menjalankan ajaran dharma. Naga Gombang mengizinkan I Ceker Cipak untuk mengambil cincin itu dari ekornya. Menurut Naga Gombang, jika setiap benda tersentuh oleh cincin itu, maka benda itu akan berubah menjadi emas. Bukti pada fungsi aksi balasan dimulai terdapat pada kutipan (4) dan (5) berikut ini.

(4) “Wahai, Tuan Penolong. Ambillah cincin permata di ekorku sebagai penebusnya. Semua barang yang digosok cincin itu akan menjadi emas,” kata Naga Gombang (Daryatun, 2015 : 478).

(5) Ceker Cipak mengambil cincin di ekor Naga Gombang, kemudian menaruhnya di ikat pinggang. Setiba di rumah, alangkah terkejutnya Ceker Cipak melihat ikat pinggangnya berubah menjadi emas. …(Daryatun, 2015 : 478)

2.3.3. Kepergian (Departure)

Pahlawan pergi meninggalkan rumah dalam rangka mencapai tujuan tertentu hingga waktu yang tidak ditentukan (Taum, 2011 : 130). Pahlawan pergi bukanlah tanpa alasan. Ada kemungkinan bahwa pahlawan pergi karena diutus oleh seseorang, adanya bencana alam, peperangan, maupun atas kehendaknya

(39)

sendiri. Pembaca perlu memahami mengenai alasan pahlawan meninggalkan rumahnya melalui jalan cerita ini.

Dalam penelitian ini, tokoh I Ceker Cipak memohon pamit kepada sang Raja. Lalu, sang Raja memberi uang kepada I Ceker Cipak sebagai bekal perjalanan pulang. Lalu, I Ceker Cipak bersama keempat hewan peliharaannya berjalan menuju jalan semula. Bukti pada fungsi kepergian terdapat pada kutipan (6) berikut ini.

(6) Keesokan harinya, Ceker Cipak berpamitan pada raja. Ia dibekali uang. Berjalanlah Ceker Cipak menempuh jalan semula. …(Daryatun, 2015 : 478)

2.4. Lingkaran Penceriteraan Berupa Rangkaian Donor

Dalam lingkaran penceriteraan berupa rangkaian donor, pahlawan mulai mencari cara untuk memecahkan masalah yang dihadapainya yaitu dengan mendapatkan bantuan yang diterimanya berupa hal-hal magis dari Donor.

Perhatikan bahwa sesungguhnya melalui rangkaian ini kisah dari sebuah ceritera rakyat Bali I Ceker Cipak sudah utuh dan dapat diselesaikan secara berurutan, tamat. Dalam penelitian ini, penulis menemukan empat fungsi dalam langkah ini yaitu fungsi pertama bantuan (first function of the donor), pengenalan (branding), kemenangan (victory), dan kegagalan pertama (liquidation). Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikannya sebagai berikut.

2.4.1. Fungsi Pertama Bantuan (First Function of The Donor)

Pahlawan diuji, diinterogasi, diserang, dan sebagainya. Hal inilah yang menjadi awal persiapan baginya sebagai pahlawan untuk menerima fungsi

(40)

Dalam penelitian ini, tokoh ibu I Ceker Cipak terkejut saat melihat alu dan lesung yang dipakai untuk menumbuk padi telah berubah menjadi emas.

Namun, cincin yang dipakai di jarinya telah patah sehingga ia tampak begitu sedih karena cincinnya yang patah. Oleh karena itu, ibu I Ceker Cipak meminta tolong kepada tukang emas untuk memperbaiki cincinnya. Bukti pada fungsi pertama bantuan terdapat pada kutipan (7) berikut ini.

(7) Suatu hari, ibu Ceker Cipak memakai cincin itu saat menumbuk padi. Tiba-tiba cincin patah dan jatuh ke atas lesung. Jadilah lesung dan alu itu emas seluruhnya. Cincin yang patah itu pun dibawa ke tukang emas untuk diperbaiki. …(Daryatun, 2015 : 478)

2.4.2. Pengenalan (Branding)

Pahlawan sudah mulai dikenali oleh seluruh kalangan. Misalnya pahlawan tampak terluka parah, menerima cincin atau selendang dari seseorang (Taum, 2011 : 131). Sebagai contoh, pahlawan beserta para sekutu terlibat dalam suatu peperangan. Di dalam peperangan itu, pahlawan menyerang salah satu pelaku yang dianggap sebagai musuh terbesar bagi pahlawan. Namun, ketika pahlawan berhasil membunuh pelaku tersebut, ia tiba-tiba diserang oleh pelaku lain dari belakang hingga pahlawan terluka parah. Hal itulah dengan mudahnya mereka mulai mengenali pahlawan akibat peperangan itu melalui luka di tubuh pahlawan sekaligus tindakan pahlawan terhadap pelaku yang dibunuhnya.

Dalam penelitian ini, tokoh tukang emas sudah mengetahui tentang tuah cincin emas permata ajaib yang dikenakan oleh I Ceker Cipak dari mulut ke mulut. Saat itu, ia mulai memperbaiki cincinnya. Ia juga membuat cincin emas permata ajaib yang palsu dengan bentuk yang sangat mirip untuk mengelabui I

(41)

Ceker Cipak dan keluarganya. Ia memang sengaja melakukan itu agar ia bisa memperoleh kekayaan melalui cincin emas itu sehingga pada saat ia mengembalikan cincin itu kepada pemiliknya, justru bukanlah cincin emas asli yang diberikan kepada I Ceker Cipak, melainkan cincin emas palsu. Bukti pada fungsi pengenalan terdapat pada kutipan (8) berikut ini.

(8) …Rupanya tukang emas yang sudah mendengar tuah cincin itu ingin memilikinya. Ia segera membuat cincin yang sangat mirip.

Saat Ceker Cipak mengambilnya, cincin palsulah yang diberikannya (Daryatun, 2015 : 478).

2.4.3. Kemenangan (Victory)

Penjahat dikalahkan, misalnya terbunuh dalam pertempuran, dikalahkan dalam sebuah sayembara, dibunuh ketika sedang tidur, atau dibuang (Taum, 2011 : 131). Sebagai contoh, pada suatu hari, ada suatu kerajaan yang tengah mengadakan sayembara dalam rangka mencari calon suami untuk sang putri. Sebagian besar yang mengikuti sayembara ini adalah para pemuda dari kalangan bangsawan. Sebagian dari mereka, ada yang berperilaku sebagai pahlawan dan ada pula yang berperilaku sebagai penjahat. Di dalam sayembara itu, salah satu peserta yang diduga sebagai penjahat sengaja berbuat curang hanya demi mendapatkan sang pujaan hati. Sedangkan peserta lain yang diduga sebagai pahlawan telah mengetahui kelicikan dari si lawan main sehingga ia harus menggunakan taktik khusus dengan mengetahui kelemahan dari si lawan hingga ia berhasil mengalahkan si lawan tersebut.

Dalam penelitian ini, tokoh ketiga binatang peliharaan I Ceker Cipak yaitu anjing, kucing, dan tikus melakukan aksinya untuk mengambil cincin emas

(42)

permata ajaib yang asli dan mengembalikan cincin emas permata ajaib yang palsu di rumah tukang emas tadi. Pada saat itu, malam sudah larut. Ketika hari mulai pagi, mereka berhasil mendapatkan cincin emas asli tersebut. Bukti pada fungsi kemenangan terdapat pada kutipan (9) berikut ini.

(9) Malam telah larut, ketiga binatang peliharaan Ceker Cipak itu keluar menuju rumah tukang emas. Sesampai di sana, kucing berjaga-jaga di pintu, dan anjing di tangga. Tikus segera masuk mencari cincin tuannya. Dengan ganasnya tikus melubangi peti tempat penyimpanannya. Menjelang pagi, cincin itu sudah berada di mulut tikus. … (Daryatun, 2015 : 478)

2.4.4. Kegagalan Pertama (Liquidation)

Kemalangan mulai dihadapi, ada tawanan yang lepas, orang yang sudah mati dibunuh kemudian hidup kembali (Taum, 2011 : 131). Sebagai contoh, ada suatu kisah antara pahlawan dan musuh. Di dalam kisah itu, pahlawan menyerang musuh hanya dengan tenaga dalam dan tangan kosong. Sedangkan musuh menyerang pahlawan dengan senjata tajam seperti tombak dan keris.

Mereka saling melawan dengan sengit. Untungnya, pahlawan selalu pandai menghindar dari halauan tombak yang digunakan oleh musuh tersebut. Dengan kecerdikannya, pahlawan langsung menendang tombak itu dan patah menjadi dua.

Tiba-tiba, musuh tersebut mengeluarkan keris dan segera membunuh pahlawan itu. Naas, pahlawan tersebut justru tidak mati, melainkan bangkit kembali dan langsung membalas kejahatan si musuh. Pahlawan langsung mengambil keris dari tangan musuh saat musuh tengah lengah. Lalu pahlawan langsung membunuh musuh hingga tewas.

(43)

Dalam penelitian ini, tokoh si Tikus terlihat tengah mengembalikan cincin emas permata ajaib yang asli kepada I Ceker Cipak. Jadi, sudah jelas bahwa si tukang emas gagal untuk mewujudkan impiannya menjadi orang kaya melalui cincin emas itu. Bukti pada fungsi kegagalan pertama terdapat pada kutipan (10) berikut ini.

(10) …Saat itulah tikus, kucing, dan anjing datang. Ceker Cipak segera menyambutnya dengan gembira. Apalagi tikus memberikan cincinnya yang asli (Daryatun, 2015 : 478).

2.5. Lingkaran Penceriteraan Berupa Kembalinya Sang Pahlawan

Pada tahap final (dan kadang-kadang bersifat optional, tidak wajib ada) dari rangkaian penceriteraan, pahlawan pulang ke rumah, berharap tidak ada insiden lagi dan pahlawan disambut baik. Meskipun demikian, hal semacam ini tidak harus terjadi demikian (Taum, 2011 : 131-132). Melalui kutipan ini, maka pembaca akan segera mengetahui bagian akhir dari ceritera tersebut sehingga pembaca akan mulai menyimpulkan seluruh jalan ceritera tersebut melalui amanat yang akan disampaikan pada akhir ceritera.

Dalam penelitian ini, penulis menemukan dua fungsi dalam langkah ini yaitu perubahan penampilan (transfiguration) dan pernikahan (wedding). Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikannya sebagai berikut.

2.5.1. Perubahan Penampilan (Transfiguration)

Pahlawan mendapatkan penampilan baru menjadi semakin ganteng, diberi pakaian baru, dan lain-lain (Taum, 2011 : 132). Sebagai contoh, ada seorang pemuda dari kalangan biasa tengah dijodohkan dengan sang putri oleh

(44)

berwajah jelek. Ia hanya mau menerima pemuda yang tidak hanya sekadar tampan, tetapi juga dihormati sebagai pahlawan. Ia menduga bahwa pemuda itu terkena penyakit kulit sehingga ia sangat jijik kepadanya. Karena alasan itu, sang raja memerintahkan pemuda itu pergi ke suatu tempat yang terdapat air suci yang dipercaya untuk menyembuhkan penyakit. Tempat itu dijaga oleh raksasa yang sangat ganas. Sang pemuda langsung mengiyakan perintah sang raja dan pergi ke tempat itu. Dengan kecerdikannya, ia berhasil menaklukan raksasa itu dan langsung mandi di tempat itu. Alangkah terkejutnya ia yang dahulunya adalah pemuda yang buruk rupa, kini ia berubah menjadi pemuda yang tampan. Ketika ia kembali ke istana, sang putri langsung terkejut bukan main bahwa pemuda yang pernah ditolaknya kini terlihat tampan dan bersih.

Dalam penelitian ini, I Ceker Cipak datang ke istana untuk menghadap sang Raja dengan penampilan yang bersih rapi. Sang Raja menyambut kedatangannya dengan gembira. Bukti pada fungsi perubahan penampilan terdapat pada kutipan (11) berikut ini.

(11) …Sesampai di istana Raja, Ceker Cipak yang terlihat bersih dan tampan itu diterima dengan senang hati oleh sang Raja. …(Daryatun, 2015 : 478)

2.5.2. Pernikahan (Wedding)

Pahlawan menikah dan menerima mahkota sebagai imbalan yang pantas diterimanya (Taum, 2011 : 132). Fungsi ini merupakan puncak dari lingkaran penceriteraan berupa kembalinya sang pahlawan dalam ceritera rakyat Bali I Ceker Cipak. Melalui fungsi ini, maka ceritera ini telah dinyatakan selesai.

(45)

Dalam penelitian ini, sang Raja menjodohkan I Ceker Cipak dengan putrinya, Ni Seroja untuk dinikahkan. Alangkah bahagianya I Ceker Cipak setelah menjadi menantu sang Raja sekaligus suami dari Ni Seroja. Bukti pada fungsi pernikahan terdapat pada kutipan (12) berikut ini.

(12) …Bahkan, beberapa waktu kemudian ia dinikahkan dengan Ni Seroja, putri sang Raja. Ceker Cipak pun hidup berbahagia. Itulah hadiah bagi orang-orang yang taat menjalankan dharma (Daryatun, 2015 : 478).

2.6. Rangkuman

Berdasarkan pembahasan dalam penelitian bab ini, penulis akan memaparkan hasil analisis pada lingkaran penceriteraan yang terdapat pada cerita rakyat I Ceker Cipak sebagai berikut. Dalam lingkaran penceriteraan berupa pengenalan terdapat satu fungsi yaitu meninggalkan rumah (absentation). Dalam lingkaran penceriteraan berupa isi cerita terdapat tiga fungsi yaitu mediasi (mediation), aksi balasan dimulai (beginning counter-action), dan kepergian (departure). Dalam lingkaran penceriteraan berupa rangkaian donor terdapat empat fungsi yaitu fungsi pertama bantuan (first function of the donor), pengenalan (branding), kemenangan (victory), dan kegagalan pertama (liquidation). Dalam lingkaran penceriteraan berupa kembalinya sang pahlawan terdapat dua fungsi yaitu perubahan penampilan (transfiguration) dan pernikahan (wedding).

Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat bagian lingkaran dan sepuluh fungsi cerita. Lingkaran penceriteraan pada

(46)

cerita rakyat Bali I Ceker Cipak akan dijabarkan sebagai berikut dalam bentuk tabel di bawah ini.

Tabel 1

Lingkaran Penceriteraan Ceritera Rakyat Bali I Ceker Cipak No Bagian Lingkaran No Isi/Penjelasan

1. Lingkaran Pertama : Pengenalan 1. Meninggalkan rumah

2. Lingkaran Kedua : Isi Cerita 2. Mediasi

3. Aksi balasan dimulai 4. Kepergian

3. Lingkaran Ketiga : Rangkaian Donor

5. Fungsi pertama bantuan 6. Pengenalan

7. Kemenangan 8. Kegagalan pertama

4. Lingkaran Keempat :

Kembalinya Sang Pahlawan

9. Perubahan penampilan 10. Pernikahan

(47)

BAB III

IDENTIFIKASI PELAKU DAN ANALISIS TEMA PADA CERITERA RAKYAT BALI

I CEKER CIPAK

3.1. Pengantar

Dalam bab ini akan dideskripsikan hasil identifikasi pelaku dan kajian atas tema cerita rakyat I Ceker Cipak. Identifikasi pelaku di dalam cerita rakyat I Ceker Cipak dilakukan menurut teori Vladimir Propp (Taum, 2011: 132-133), sedangkan kajian mengenai tema dilakukan dengan memperhatikan aspek sjuzhet (alur) pokok di dalam narasi itu, yakni: pelaku, perbuatan, dan penderita (Taum, 2011: 122-123). Sjuzhet atau alur pokok itulah yang membentuk fungsi pelaku.

Karena itu, hal yang dianalisis adalah motif (elemen) yang membentuk tema atau fungsi pelaku tersebut. Motif dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pelaku, perbuatan, dan penderita. Ketiga motif ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur yang tetap dan unsur yang tidak tetap. Unsur yang tetap adalah “perbuatan”

yang tidak tergantung kepada siapa yang melakukan dan kepada siapa. Unsur yang tidak tetap adalah “pelaku” dan “penderita” (yang bisa mengacu ke siapa saja).

(48)

3.2. Identitas Pelaku

Menurut Propp (1975 : 79-80) pelaku atau dramatis personae dalam seratus cerita rakyat yang dianalisisnya pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam tujuh jenis antara lain (i) the villain, (ii) the donor, (iii) the magical helper, (iv) the princess and her father, (v) the dispatcher, (vi) the hero or victim/seeker hero, dan (vii) the false hero (melalui Taum, 2011: 132-133). Dalam penelitian ini, penulis menemukan lima jenis identitas pelaku pada cerita rakyat I Ceker Cipak yaitu the villain, the donor, the magical helper, the princess and her father, dan the hero or victim/seeker hero. Penjelasannya sebagai berikut.

3.2.1. The Villain

The villain adalah penjahat yang bertarung melawan pahlawan. Dalam penelitian ini, tokoh si tukang emas merupakan penjahat dalam cerita rakyat I Ceker Cipak. Dalam ceritera ini, ia memiliki sifat licik yang menginginkan cincin emas permata asli dari I Ceker Cipak setelah ia mengetahui tuah dari cincin emas tersebut sehingga ia membuat cincin emas yang palsu dengan bentuk serupa.

Pada saat dikembalikan, justru cincin emas palsu yang diterima oleh I Ceker Cipak. Sedangkan cincin emas yang asli justru berada di tangan si tukang emas tersebut. Bukti pada tokoh si tukang emas sebagai pelaku the villain terdapat pada kutipan (1) berikut ini.

(1) …Rupanya tukang emas yang sudah mendengar tuah cincin itu ingin memilikinya. Ia segera membuat cincin yang sangat mirip.

Saat Ceker Cipak mengambilnya, cincin palsulah yang diberikannya (Daryatun, 2015 : 478).

(49)

3.2.2. The Donor

Donor atau pemberi mempersiapkan pahlawan atau memberi pahlawan barang-barang magis tertentu. Dalam penelitian ini, tokoh Naga Gombang merupakan donor dalam cerita rakyat I Ceker Cipak. Naga Gombang merupakan ibu dari si Ular yang diselamatkan oleh I Ceker Cipak. Dalam ceritera ini, ia diancam oleh I Ceker Cipak jika ia tidak memberikan sebuah tebusan, maka si ular tidak akan dikembalikan. Ia memberikan tebusan kepada I Ceker Cipak berupa cincin emas permata ajaib dari ekornya. Ia mengatakan bahwa semua barang yang tersentuh oleh cincin emas tersebut, maka barang-barang tersebut akan berubah menjadi emas. Bukti pada tokoh Naga Gombang sebagai pelaku the donor terdapat pada kutipan (2), (3), (4), dan (5) berikut ini.

(2) …“Tuanku yang berbudi luhur, besok saat pulang melewati jalan tadi, akan datang seekor ular besar. Ia adalah ibuku. Naga Gombang namanya. Ia akan memintaku. Tuan jangan takut, meski Naga Gombang sangat ganas, namun ia tidak dapat mengalahkan orang yang menjalankan dharma. Maka mintalah penebusku,” kata ular tadi (Daryatun, 2015 : 477-478).

(3) …Sesampai di hutan belantara, tiba-tiba ia dihadang seekor ular yang sangat besar. Ular itu menerobos hendak membelinya.

Cepat-cepat Ceker Cipak menghindar. “Hai, Ular Besar. Aku tidak menyakiti anakmu, bahkan telah menyelamatkannya. Jika tidak kamu tebus, maka aku tidak akan menyerahkannya,” kata Ceker Cipak (Daryatun, 2015 : 478).

(4) “Wahai, Tuan Penolong. Ambillah cincin permata di ekorku sebagai penebusnya. Semua barang yang digosok cincin itu akan menjadi emas,” kata Naga Gombang (Daryatun, 2015 : 478).

(5) Ceker Cipak mengambil cincin di ekor Naga Gombang, kemudian menaruhnya di ikat pinggang. Setiba di rumah, alangkah terkejutnya Ceker Cipak melihat ikat pinggangnya berubah menjadi emas. …(Daryatun, 2015 : 478)

(50)

3.2.3. The Magical Helper

The magical helper adalah pembantu magis yang berusaha menolong pahlawan ketika dia menghadapi kesulitan. Dalam penelitian ini, penulis menemukan empat tokoh pembantu magis dalam wujud binatang yaitu si anjing, si kucing, si tikus, dan si ular.

3.2.3.1. Si Anjing

Si Anjing merupakan tokoh pembantu magis pertama dalam cerita rakyat I Ceker Cipak. Dalam ceritera ini, si Anjing dipukul orang karena telah mencuri telur. Namun, si Anjing beruntung karena ia telah diselamatkan oleh I Ceker Cipak dengan membayar uang sebesar 50 kepeng. Bukti pada tokoh si Anjing sebagai pelaku the magical helper terdapat pada kutipan (6) berikut ini.

(6) …Belum lama ia berjalan, ia melihat orang memukuli anjing karena telah mencuri telur. Ditebusnya anjing itu dengan 50 kepeng (Daryatun, 2015 : 477).

3.2.3.2. Si Kucing

Si Kucing merupakan tokoh pembantu magis kedua dalam cerita rakyat I Ceker Cipak. Dalam ceritera ini, si Kucing terlihat tengah disiksa oleh seseorang. Namun, si Kucing juga beruntung karena ia telah diselamatkan oleh I Ceker Cipak dengan membayar uang sebesar 50 kepeng. Bukti pada tokoh si Kucing sebagai pelaku the magical helper terdapat pada kutipan (7) berikut ini.

(7) …Pada tengah hari, Ceker Cipak sampai di sebuah kampung.

Dilihatnya seseorang sedang menyiksa kucing. “Jangan dibunuh, Tuan. Jika rela, akan saya tebus dengan 50 kepeng,” kata Ceker Cipak. Setelah menyerahkan uang 50 kepeng. Ceker Cipak membawa kucing itu dan melanjutkan perjalanannya. …(Daryatun, 2015 : 476-477)

(51)

3.2.3.3. Si Tikus

Si Tikus merupakan tokoh pembantu magis ketiga dalam cerita rakyat I Ceker Cipak. Dalam ceritera ini, si Tikus terlihat tengah dikejar-kejar oleh banyak orang. Kemudian, ia ditangkap dan dipukul beramai-ramai. Namun, si Tikus beruntung karena ia telah diselamatkan oleh I Ceker Cipak dengan membayar uang sebesar 25 kepeng. Sebagai balas budi, ia membantu I Ceker Cipak bersama si Anjing dan si Kucing untuk menemukan cincin emas permata asli yang tersimpan dalam kotak peti milik si tukang emas yang licik itu. Bukti pada tokoh si Tikus sebagai pelaku the magical helper terdapat pada kutipan (8), (9), dan (10) berikut ini.

(8) …Tak berapa lama kemudian, sampailah ia di persawahan.

Dijumpainya, orang-orang simpang siur mengejar tikus. Saat tikus tertangkap, dipukulinya beramai-ramai. Ceker Cipak menyeruak kerumunan dan menebus tikus itu 25 kepeng. …(Daryatun, 2015 : (9) …Tikus segera masuk mencari cincin tuannya. Dengan ganasnya477) tikus melubangi peti tempat penyimpanannya. Menjelang pagi, cincin itu sudah berada di mulut tikus. Ketiganya berjalan berjajar (Daryatun, 2015 : 478).

(10) …Apalagi tikus memberikan cincinnya yang asli (Daryatun, 2015 : 478).

3.2.3.4. Si Ular

Si Ular merupakan tokoh pembantu magis terakhir dalam cerita rakyat I Ceker Cipak. Dalam ceritera ini, si Ular terlihat tengah dipukuli oleh beberapa orang karena ia telah membelit seekor bebek. I Ceker Cipak yang terlihat amat kasihan langsung menolong si Ular itu dengan membayar uang sebesar 50 kepeng.

Sebagai balas budi, ia memerintahkan I Ceker Cipak untuk meminta penebus

Gambar

Tabel 1. Lingkaran Penceriteraan Ceritera Rakyat Bali I Ceker Cipak…………36 Tabel 2. Identitas Pelaku Ceritera Rakyat Bali I Ceker Cipak………………….48 Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

Diabetes melitus merupakan sebuah penyakit yang dipelajari pada materi sistem peredaran manusia yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi batas normal..

Title Bar : batang jendela dari program Visual Basic 6.0 yang terletak pada bagian paling atas dari jendela program yang berfungsi untuk menampilkan judul atau

Hubungan yang baik antara penyanyi dalam sebuah paduan suara akan menciptakan suasana yang menyenangkan ketika menyanyikan sebuah lagu, karena komunikasi

PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PENANGANAN KONFLIK KEAGAMAAN (Studi Penelitian Tentang Konflik Keagamaan Antara Nahdhlatul Ulama Dengan Majelis Tafsir Al- qur’an Di Desa

Fresmon Pacifik Prima periode 31 Desember 2009 sampai dengan 31 Desember 2012 Dengan data perbandingan berdasarkan hasil pengamatan sementara menggunakan konsep

6. Kolom 6 diisi dengan jumlah pendapatan yang disetorkan.. penyetoran dilakukan pada saat bendahara penerimaan pembantu menyetorkan pendapatan yang diterimanya ke rekening

(5) Setiap badan usaha yang memasukkan alat dan mesin dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia yang tidak melakukan alih teknologi dan memberikan pelatihan

Dilatasi (perkalian) adalah suatu transformasi yang memperbesar atau memperkecil bangun tetapi tidak mengubah bentuk.. 5) Guru memberikan kesempatan pada siswa