1
USULAN PENELITIAN UNGGULAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA
PENGAWASAN INTERNAL BERBASIS PARAREM
(STUDI EKSPERIMEN LAPANGAN PADA
LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI PROVINSI
BALI)
Tim Peneliti:
1. Prof. Dr. I Wayan Suartana, SE, Ak., M.Si
2. I Ketut Jati, SE,Ak.,M.Si
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
2
Halaman Pengesahan
1. Judul Penelitian : Pengawasan Internal Berbasis Pararem (Studi Eksperimen Lapangan Pada Lembaga Perkreditan Desa Di Provinsi Bali)
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Prof. Dr I Wayan Suartana, SE.,Ak.,M.Si b. Jenis Kelamin : Laki-Laki
c. NIP dan NIDN : 19670729 199402 1 001 dan 0029076701 d. Jabatan Struktural : Penata /IIID
e. Jabatan fungsional : Guru Besar
f. Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Akuntansi g. Pusat Penelitian : Universitas Udayana-Bali h. Alamat : Kampus Bukit Jimbaran i. Telpon/Faks : 0361-701954,704845/0361-701907
j. Alamat Rumah : Perum Alam Sari Permai K15, Jln Tunjung Sari Denpasar
k. Telpon/Faks/E-mail : 0361-
421362,082144212121/suark15@yahoo.com
3. Jumlah anggota peneliti: 1 orang, jumlah mahasiswa 2 orang 4. Jumlah biaya yang diajukan
a. Jumlah yang diajukan tahun ke-1: Rp 27.445.250
Denpasar, 11-01-2016
Ketua Jurusan Akuntansi Ketua Peneliti,
Dr. A.A.G.P Widanaputra, SE.M.Si,Ak. Prof Dr. I Wayan Suartana, SE,Ak.,M.Si. NIP.19650323 199103 1 004 NIP. 19670729 199402 1 001
Mengetahui, Dekan FEB Unud
3 I, Identitas Penelitian
1.1. Judul Penelitian PENGAWASAN INTERNAL BERBASIS PARAREM
Perum Alam Sari Permai K15 0361-421362, 081 578819782, suark15@yahoo.com
1.3. Anggota Peneliti : (1) I Ketut Jati, SE.,M.Si,Ak
1.4. Obyek Penelitian : Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Provinsi Bali
1.5 Subyek Penelitian Para Pengawas LPD 1.6 Periode Pelaksanaan
1.8. Lokasi Penelitian Provinsi Bali 1.9. Hasil yang ditargetkan
(LUARAN)
Luaran akan menghasilkan sebuah model pengawasan internal terhadap risiko berbasis budaya berupa Pararem Desa Adat yang generalisasinya bisa diadopsi/diadaptasi untuk seluruh lembaga keuangan mikro maupun industri perbankan secara umum. Hasil final berupa buku monograf/referensi mengenai Manajemen Risiko Berbasis Budaya
2.0. Instansi lain yang Terlibat
4 ABSTRAK
Di Bali ada sebuah lembaga keuangan berbasis adat yang saat ini mengalami perkembangan yang pesat. Lembaga tersebut bernama Lembaga Perkreditan Desa yang disingkat dengan LPD. LPD telah berkembang maju sebagai wujud nyata ekonomi kerakyatan, namun demikian ada banyak juga LPD yang mengalami kesulitan dalam usahanya. Indikasi penyebab utamanya adalah belum tertatanya tata kelola LPD yang mampu mengkombinasikan kearifan lokal yang dimiliki dengan teknik-teknik pengawasan internal yang ada. Mitigasi risiko berkelanjutan berbasis budaya menjadi kebutuhan bagi LPD.karena usaha yang dikembangkan pada dasarnya berproses secara budaya dan hasilnya pun digunakan untuk pengembangan budaya. LPD sendiri secara fisik adalah bangunan budaya dan proses bisnis yang ada di dalamnya adalah budaya dilihat dari sistem dan nilai-nilai yang dianut.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang penerapan pengelolaan risiko berkelanjutan berbasis budaya yang dilakukan LPD di Provinsi Bali sebagai komponen utama dalam penerapan good corporate governance dengan mengefektifkan Pararem LPD suatu aturan khas Desa Adat yang secara operasional mengarur LPD. Pararem merupakan sebuah cerminan dimana hukum adat itu bersifat dinamis. Pararem merupakan bukti hukum adat tumbuh mengikuti perubahan masyarakat melalui putusan-putusan dalam sebuah paruman/rapat adat. Hasil keputusan inilah kemudian yang dikenal dengan istilah pararem.
Pararem adalah hasil keputusan paruman desa atau banjar yang berisi ketentuan pelaksanaan awig-awig desa pakraman dan atau yang menyangkut hal prinsip diluar pelaksanaan awig-awig desa pakraman yang berlaku.
5 BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pengawasan terhadap risiko misalnya risiko kredit adalah salah satu dimensi penting dalam menilai kesehatan suatu lembaga keuangan mikro (Astawa et.al, 2012). Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai bentuk lembaga keuangan mikro khas Bali juga membutuhkan pengelolaan risiko yang cocok. LPD merupakan lembaga keuangan milik desa pakraman/desa adat yang telah berkembang, memberikan manfaat sosial, ekonomi dan budaya kepada anggotanya, sehingga perlu dibina, ditingkatkan kinerjanya, dan diperkuat serta dilestarikan keberadaannya.
Kontribusi nyata lain yang berhasil disumbangkan LPD adalah dalam
hal budaya adalah meringankan biaya upacara. Ada beberapa LPD yang
menyelenggarakan program Iuran Dana Ngaben yang dananya baru bisa dicairkan pada pelaksanaan upacara ngaben. Masyarakat sangat antusias
menyambut program ini karena dirasakan bermanfaat sekali. Masyarakat
menjadi ringan bebannya sehingga bisa menciptakan keheningan dan kesucian
dalam melaksanakan upacara tanpa harus memikirkan beban pendanaan yang
berlebihan. Di sinilah relasi keberlanjutan bisa berkontribusi yang kongruen
dengan pengembangan budaya. Karena LPD merupakan lembaga perkreditan berbasis komunitas yang dimiliki, dikelola, dan dimanfaatkan oleh masyarakat desa pakraman/desa adat maka rasa kepemilikan yang tinggi akan membentuk budaya organisasi yang kuat.
Kesuksesan LPD dapat dijelaskan oleh beberapa faktor penting. Pertama, PDRB (ProductDomestic Regional Bruto) dan pertumbuhan ekonomi
6
berbasis komunitas yang dimiliki, dikelola, dan dimanfaatkan oleh masyarakat desa pakraman/desa adat maka rasa kepemilikan yang tinggi dari para anggotanya mendukung perkembangan dan kemajuan LPD. Ketiga, penggunaan sanksi sosial (adat) yang terintegrasi dalam awig-awig dan perarem memaksa para nasabah untuk menaati kontrak kredit mereka dengan cara yang khas dan unik tetapi tidak wanprestasi. Selain itu, pelayanan jemput bola untuk mengumpukan tabungan dan pelunasan kredit secara langsung juga membuat nasabah membayar kredit mereka secara teratur dan tepat waktu. Keempat, penggunaan pegawai LPD dari masyarakat lokal yang perekrutannya
didasarkan pada kinerja. Perekrutan pegawai lokal wajib hukumnya bagi LPD. Efisiensi yang tinggi telah mendorong terciptanya tingkat keuntungan yang tinggi dan kemandirian usaha LPD. Ini terbukti rasio BOPO yaitu perbandingan antara pendapatan operasional dengan biaya operasional LPD sangat baik dan efisien.
Sebaliknya, LPD yang belum maju dan sehat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, tidak siapnya sumber daya manusia (SDM) dalam mengelola usaha ini. Kedua, tidak adanya komitmen pemangku kepentingan di desa pakraman untuk memajukan LPD. Ketiga, krama (masyarakat) desa pakraman tidak kompak mendukung keberadaannya, ada kesan pada saat belum maju tidak mau bersusah-susah. Namun pada saat sudah maju semuanya saling berebut untuk mengklaim haknya. Keempat, belum difahaminya secara benar bahwa LPD itu adalah suatu kesatuan usaha yang memliki otonomi dan diskresi dalam mengelola usahanya. Otonomi ini terkadang diintervensi secara berlebihan dengan mengatasnamakan kata “pemilik”.
Persoalan yang muncul dapat dibagi dalam tiga kelompok besar:
1. Belum baiknya tata kelola usaha LPD terutama dalam pengelolaan risiko, karena usaha ini sangat sensitif terhadap risiko.
2. Belum optimalnya pengawas LPD dalam mendesain dan melaksanakan sistem pengendalian intern yang berbasis budaya. 3. Belum dipahaminya pengelolaan risiko berkelanjutan oleh
7 1.2.Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk membuat model
pengawasan internal terhadap risiko berbasis Pararem dengan melakukan
teknik metodologis manipulasi (treatment) dengan eksperimen lapangan. Berbagai bentuk risiko dihadapi oleh LPD diantaranya adalah risiko likuiditas,
kredit dan operasional dan bentuk risiko lainnya menarik untuk dicermati
sehingga dapat memberikan gambaran awal tentang praktik pengelolaan risiko
yang diperkuat oleh budaya organisasi dan budaya lokal menuju LPD yang
berkelanjutan.
1.3.Keutamaan dan Urgensi Penelitian
Dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, aset dan simpanan total LPD tumbuh lebih dari 6 kali lipat dan jumlah rekening simpanan bertambah hampir dua kali lipat menjadi 1,1 juta. Sejak tahun 1995, kas dan penempatan antarbank LPD telah tumbuh dari 20% menjadi 27% dari aset totalnya. LPD-LPD besar sangat kelebihan likuiditas, sedangkan LPD-LPD-LPD-LPD kecil kurang memiliki akses dana yang dapat dipinjam. Selain itu, portofolio pinjaman dan indikator-indikator kesehatan menunjukkan adanya jurang antara pertumbuhan yang pesat tersebut dengan kemampuan LPD mengelola dananya.
Tabel 1 Perkembangan LPD 1999 - Juni 2013
Indikator 1999 2005 2011 Juni 2013
Jumlah LPD (dalam unit) 912 1,.304 1,416 1,468
Aset total (triliun Rp.) 0,337 1,743 6,584 9,477 Portofolio pinjaman total (triliun Rp.) 0,216 1,262 4,791 7,034 Simpanan total (triliun Rp.) 0,256 1,346 5,500 7,972 Jumlah Karyawan - - 7.367 7.511
Sumber: PT BPD Bali (2013)
8
daya tahan dan stamina untuk bertahan hidup sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Bali.
Tabel 1.2 menyajikan data jumlah LPD per kabupaten/kota dan asetnya (31 Juni 2013).
Kabupaten/Kota Jumlah LPD
Jumlah Desa Pakraman/Desa Adat
Jumlah Aset (dalam ribuan rupiah)
1. Jembrana 64 64 242.882.039
2. Tabanan 345 307 737.954.335
3. Badung 122 122 3.762.010.229
4. Gianyar 269 278 1.745.333.434
5. Klungkung 107 108 317.969.269
6. Bangli 158 160 415.360.062
7. Karangasem 190 190 458.147.992
8. Buleleng 166 166 888.047.381
9. Denpasar 35 35 909.412.400
Total 1.418 1.468 9.477.117.141
Tabel 1.2 Jumlah LPD per Kabupaten/Kota dan asetnya
Dari tabel di atas dua kabupaten (Badung dan Jembrana) dan satu kota (Denpasar) semua desa pakraman/desa adatnya memiliki LPD. Total aset seluruh LPD se provinsi Bali per 31 Juni 2013 adalah 9.477 triliun rupiah.
9
lugas dengan memperhatikan efisiensi, produktifitas dan analisis - analisis manajemen. Dengan pengelolaan LPD sebagaimana layaknya suatu perusahaan, maka LPD akan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada di desa yang bersangkutan secara profesional yang diharapkan dapat menghindari berbagai kesalahan dan ketidakteraturan.
Arsitektur LPD pada masa depan (Suartana,2009) adalah:
LPD yang tetap mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dan budaya Bali dengan konsisten pada jati diri, visi dan misi LPD sebagai kekuatan budaya, sosial dan ekonomi.
LPD yang maju dan sehat dalam artian semakin hari semakin bermanfaat bagi masyarakat dan sehat berdasarkan kaidah-kaidah lembaga keuangan mikro dalam tataran peraturan dan perundang-undangan yang ada.
LPD yang memiliki tata kelola yang baik dalam artian memiliki awig-awig dan perarem yang senafas dengan perkembangan
paradigma pengelolaan risiko berkelanjutan terutama dalam akuntabilitas, partisipasi dan responsibility.
LPD memiliki budaya penanggulangan risiko yaitu memiliki kesadaran dan budaya untuk mengelola risiko dengan sistem pengendalian yang dirancang oleh pengelola. Pengelolaan risiko LPD merupakan hasil pengurangan antara risiko inheren/bawaan (risiko yang dibawa LPD secara alamiah) dengan sistem pengendalian risiko yang dikembangkan oleh LPD lewat nilai-nilai positif yang dianut. Hasil pengurangan ini disebut juga risiko residual (sisa). Budaya penanggulangan risiko bisa dioperasionalisasikan dengan memasukkannya ke dalam pararem.
________________
10 1.4.Pokok Permasalahan
Dari latar belakang permasalahan di atas maka pokok permasalahannya adalah sebagai berikut:
1) Apakah pengawas Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang mengimplementasikan Pararem yang mengandung Catur Purusa Artha dapat mengelola risiko LPD lebih baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak mempunyai Pararem?
2) Apakah pengawas Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang mengimplementasikan Pararem yang mengandung Tri Hita Karana dapat mengelola risiko LPD dengan lebih baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak mempunyai pararem?
11 BAB II STUDI PUSTAKA
2.1. Pengawasan Internal Berbasis Risiko dengan Pararem
Dalam lingkungan yang bercirikan perubahan yang cepat dan dinamis, kompetisi usaha, bentuk organisasi baru (virtual organization) dan semakin canggihnya teknologi informasi, organisasi harus mempunyai kemampuan untuk melindungi dirinya. Tanggung jawab tersebut tidak hanya dipangku oleh pemimpin organisasi yang bersangkutan, tetapi juga oleh para pemangku kepentingan lainnya. Risiko dalam berbagai bentuk dan sumbernya merupakan komponen yang tak terpisahkan dari setiap aktivitas usaha. Hal ini penting karena masa depan sangat sulit diprediksi. Tidak ada seorang pun yang tahu dengan pasti apa yang akan terjadi di masa depan. Selalu ada ketidakpastian yang menimbulkan risiko. Organisasi dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian (Doherty, 2000). Risiko adalah kesempatan atau kemungkinan timbulnya kerugian. Bisa juga risiko merupakan penyimpangan dari sesuatu yang diharapkan.
12
diakibatkan oleh pengendalian intern, kesalahan manusia, kesalahan sistem ataupun kesalahan pengelolaan.
Pengelolaan risiko diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari praktik organisasi modern dan diterima oleh semua organisasi. Pengelolaan risiko merupakan proses yang berkesinambungan yang terdiri dari langkah-langkah secara berurutan, proaktif, terkoordinasi dan sistematis serta memberikan informasi mengenai bahaya risiko bagi para pengambil keputusan. Pemahaman dan pengelolaan risiko merupakan hal yang mutlak demi keberhasilan organisasi termasuk LPD. Meskipun LPD adalah lembaga keuangan mikro yang rata-rata masih kecil jangkauan usahanya, pemahaman sekaligus tindakan dalam pengelolaan risiko sangat penting dan mutlak dilakukan.
Pengelolaan dana yang dilakukan oleh perusahaan tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya suatu kerugian karena risiko yang harus dihadapi. Namun demikian, risiko bisa dikelola supaya tidak menjerumuskan usaha ke ambang kebangkrutan. Perusahaan yang bergerak di sektor keuangan sangat dekat dengan risiko, apalagi usaha ini mempunyai pola likuiditas yang bercirikan uang kas sebagai motornya. Dalam kaitan dengan pengelolaan risiko perusahaan, lembaga keuangan mempunyai dua peran utama, yaitu sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dan sebagai agen pembangunan masyarakat. Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, lembaga keuangan menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Sebagai agen pembangunan, lembaga keuangan merupakan perantara antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.
13
Pararem merupakan bukti hukum adat tumbuh mengikuti perubahan masyarakat melalui putusan-putusan dalam sebuah paruman/rapat adat. Pararem adalah hasil keputusan paruman desa atau banjar yang berisi ketentuan pelaksanaan awig-awig desa pakraman dan atau yang menyangkut hal prinsip diluar pelaksanaan awig-awig desa pakraman yang berlaku. Pararem seharusnya mengandung budaya pengendalian risiko yang melindungi eksistensi LPD.
Esensi Tri Hita Karana (THK) dalam kaitan dengan pengelolan risiko usaha LPD bermuara pada nilai-nilai harmoni yang tercermin dalam parahyangan (hubungan antara manusia dengan Tuhan), pawongan (hubungan
14
sangat dekat dengan pengelolan risiko berkelanjutan yang tidak hanya memeperhatikan aspek keuangan saja tetapi juga sosial dan lingkungannya.
Kaitannya dengan budaya THK ini mensyaratkan tindakan dan perilaku pengelola yang positif. Tindakan itu berupa menetapkan contoh-contoh perilaku etis yang diikuti dengan kode etik pribadi para pengelola dan BPI LPD, menetapkan aturan berperilaku secara formal, menekankan pentingnya pengendalian intern dan memperlakukan karyawan secara adil dan penuh dengan rasa hormat. Organisasi LPD sarat dengan nilai-nilai budaya yang mendukung terciptanya gaya operasi yang etis. Budaya itu ada karena sistem nilai yang dianut masih kuat. Filosofi pengelolaan adalah “LPD padruwen desa” atau “LPD adalah milik desa”, maka maju mundurnya LPD adalah
tanggung jawab bersama di desa pakraman. Di lain pihak LPD adalah usaha ekonomis produktif, yang hasilnya sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa pakraman/desa adat. Gaya operasi LPD sedikit berbeda dengan usaha-usaha lainnya. Produk regulasi di level desa pakraman masih kuat dan efektif. Karena sudah terbukti kuat, maka aturan-aturan seperti ini dipertahankan. Produk regulasi yang dimaksud adalah Awig-Awig dan Perarem Desa Pakraman/Desa Adat. Sejauh mana produk regulasi ini dapat
15
malu “mengemplang” utang atau dalam istilah lokalnya juga disebut dengan mirat dana.
2.2. Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya
Menurut Johnstone dan Bedard (2003) evaluasi risiko sangat penting dilakukan oleh organisasi atau perusahaan karena menyangkut mekanisme tata kelola yang dikembangkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Pengawsan internal akan efektif manakala evaluasi risiko dilakukan dengan baik, sistematis dan terukur. Johstone (2000) dan Kotchetova et.al (2010) juga mengemukan hal yang kurang lebih sama yaitu evaluasi risiko akan menentukan strategi monitoring yang akan dilakukan yang berarti risiko perusahaan semakin tinggi maka ruang lingkup pengawasannya juga akan semakin tinggi. Akan tetapi tidak semua strategi pengelolaan risiko akan berjalan efektif bila tidak diperkuat oleh budaya perusahaan dan budaya atau kearifan lokal yang masih diterima dan diyakini kebenarannya. Kluwer (2013) menyebut bahwa semenjak terjadinya kasus kecurangan besar-besaran yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat (AS) yang menyebabkan Kongres menandatangani Sarbanes-Okley Act kebutuhan kultur atau budaya ketaatan terhadap pengelolaan risiko semakin meningkat.
Menurut Ramos (2009) evaluasi yang dilakukan untuk menilai perusahaan harus diikuti dengan pemahaman yang memadai terhadap sistem pengendalian intern dan proses bisnis yang diterapkan perusahaan. Proses bisnis juga meliputi budaya yang diterapkan perusahaan yang menjadi sistem nilai yang dianut. Dengan pemahaman ini evaluasi akan menghasilkan luaran berupa pengelolaan risiko yang lebih efektif.
16
ajarannya. Artha, dalam hal ini setelah landasan yang utama dilaksanakan oleh Lembaga LPD berupa menjalankan ajaran Dharma atau kebaikan barulah LPD menekankan kegiatan usahanya pada aspek keuntungan dari berupa pendapatan bunga dari usaha simpan-pinjam yang dilakukan. Setelah aspek artha yang menjadi tujuan yang kedua terpenuhi maka selanjutnya adalah Kama yaitu nafsu atau keinginan atau pemenuhan keinginan atas dasar kebutuhan. Dengan artha tersebut maka kama atau keinginan akan bisa terpenuhi dengan keuntungan yang diperoleh LPD dalam kegiatan usahanya. Setelah ketiga tahap diatas tercapai maka yang terakhir adalah Moksa. Moksa yang dimaksud disini adalah kebahagiaan lahir dan bathin. Kegiatan usaha yang dilakukan dapat membantu perekonomian masyarakat desa adat sehingga dapat meringankan beban kehidupan maka masyarakat (misalnya dalam hal upacara) akan merasa lebih bahagia karena kebutuhan dasarnya terpenuhi. Keempat aspek Catur Purusha Artha tersebut memiliki konten pengelolaan risiko dalam ranah nilai-nilai yang dianut pengelola atau pengurus sehingga menjadikan LPD bias hidup secara berkelanjutan.
Pada sisi lain, menurut Saputra (www.undiksha.ac.id, 2013) dimensi keperilakuan yaitu locus of control dengan didukung oleh budaya Tri Hita Karana sebagai budaya suatau organisasi mampu lebih meningkatkan kinerja suatu perusahaan. Hasil ini bisa diinterpretasikan bahwa penerapan Tri Hita Karana akan mendukung bisnis berkelanjutan suatu entitas usaha. Dikaitkan dengan LPD yang merupakan entitas usaha yang rentan dengan risiko maka penerapan budaya Tri Hita Karana memperkuat pengelolaan risiko berkelanjutan.
Penelitian yang yang dilakukan oleh Astawa et.al (2012) menunjukkan bahwa praktik-praktik nilai-nilai harmoni yang direpresentasikan dalam budaya Tri Hita Karana mempunyai pengaruh terhadap risiko kredit LPD. Esensi Tri Hita Karana akan menyebabkan turunnya NPL (Non Performing Loan) yang menjadi salah satu indikator terpenting dalam menilai kesehatan LPD.
17
dan komprehensif dari tindakan sederhana berupa mengurangi risiko sampai dengan pengelolaan risiko berkelanjutan berupa optimalisasi risiko tanpa harus merugikan perusahaan.
Pengelolaan risiko perusahaan juga merupakan potensi fluktuasi yang dapat merugikan laba atau arus kas atau modal yang diakibatkan oleh sistem pengendalian intern yang tidak memadai. Gambar 2.2 berikut disajikan gambar Flatform Bisnis Berkelanjutan (aon,2013) sebagai rerangka model pengelolaan risiko usaha berkelanjutan.
Gambar 2.2 Flatform Bisnis Berkelanjutan
Sumber: www.aon.fr (2013)
Dari gambar hasil kajian aon (2013) tersebut memberikan arah bahwa implementasi keberlanjutan usaha dimulai dari pemahaman prinsip-prinsip dan nilai-nilai perusahaan yang merupakan esensi penting dari budaya. Prinsip dan nilai menghasilkan optimalisasi pengelolaan risiko yang memandang risiko bukan sesuatu yang patut dihindari tetapi sesuatu yang patut dikelola dengan baik melalui pendekatan sosial, lingkungan dan kondusivitas prinsip/nilai-nilai yang dianut.
2.3. Pengembangan Hipotesis
18
H2: Pengawas Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang mengimplementasikan Pararem yang mengandung Tri Hita Karana dapat mengelola risiko LPD dengan lebih baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak mempunyai pararem LPD (C > A)
H3: pengawas Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang mengimplementasikan Pararem yang mengandung Catur Purusa Artha dan Tri Hita Karana dapat mengelola risiko LPD dengan lebih baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak mempunyai pararem LPD ( D > A)
Keterangan:
A = Kondisi Base Line atau Kondisi Tanpa Manipulasi B= Kondisi dengan Pararem Catur Purusha Artha C= Kondisi dengan Pararem Tri Hita Karana
19 BAB III
METODA PENELITIAN
1.1. Road Map Penelitian
1.2. Desain Penelitian
Penelitian merupakan studi eksperimen yang dilakukan untuk mendapatkan pemahaman mengenai sifat hubungan tertentu atau menentukan perbedaan antar kelompok atau kebebasan (independensi) dari dua atau lebih faktor. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang diatur dengan menggunakan desain eksperimen.
1.3. Desain Eksperimen
Penelitian menggunakan tiga macam eksperimen untuk mendukung pengujian terhadap ketiga hipotesis yang diajukan. Eksperimen pertama digunakan untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis 1. Eksperimen kedua Identifikasi
Risiko yang dimiliki LPD
Tahap Pra Riset
Identifikasi Kearifan lokal yang dimiliki LPD dalam Pengelolaan Risiko
RISET
Analisis Deskriptif
Manipulasi Penetapan Model menggunakan Eksperimen Lapangan
Model Pengawasan Internal Berbasis Pararem pada
20
digunakan untuk mendukung pengujian terhadap hipotesis 2, dan eksperimen ketga digunakan untuk mendukung hipotesis 3. Manipulasi terhadap variabel independen secara sederhana dilakukan dengan memberikan muatan budaya yang berbeda pada variabel independen untuk melihat dampak dari ketiadaan maupun keberadaan muatan budaya baik Catur Purusa Artha dan/atau Tri Hita Karana terhadap variabel dependen yaitu penilaian risiko LPD. Manipulasi ini diharapkan dapat membuktikan tingkat pengaruh kausal.
Eksperimen memiliki desain factorial between subject 2x2, dengan variabel independen: pengawasan LPD dengan Pararem tanpa implementasi Catur Purusa Artha dan Tri Hita Karana dan pengawasan LPD dengan Pararem yang mengimplementasi Catur Purusa Artha dan Tri Hita Karana, dengan variabel dependen berupa penilaian risiko LPD. Kombinasi dari between subjects experimental treatments (perlakuan eksperimental antar subyek) akan
menghasilkan 4 kelompok subyek seperti pada Tabel 3. Tabel 3
21
1.5. Variabel Penelitian dan Kondisi Eksperimen
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian adalah bersifat katagorikal yaitu (1) Kondisi tanpa pararem, (2) implementasi Pararem dengan Tri Hita Karana, (3) implementasi Pararem Catur Purusa Artha dan (4) kombinasi keduanya. . Variabel dependennya adalah variabel kontinous yaitu penilaian risiko LPD.
1.6. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pengawas LPD di Provinsi Bali. Sampel dipilih dengan metode penarikan sampel kuota (dipilih 40 orang Ketua LPD dari seluruh kabupaten) dan dipilih secara random untuk penugasan setiap sel. Jumlah LPD yang ada di Provinsi Bali tahun 2011 adalah 1.418 buah tersebar di 9 Kabupaten/kota. Dalam desain eksperimen lebih mementingkan validitas internal dibandingkan dengan validitas eksternal
1.7. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang tidak berbentuk angka antara lain penjelasan tentang gambaran umum LPD dari sampel terpilih dan penerapan pengelolaan risiko berkelanjutan pada sampel terpilih sedangkan data kuantitatif adalah data angka-angka seperti misalnya laporan keuangan LPD berupa laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas ataupun data-data kuantitatif eksternal yang berasal dari Pembina LPD (BPD Bali) dan Pemerintah Daerah. Data kuantitatif akan mendukung justifikasi data kualitatif.
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini ini adalah :
1. Data Primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dalam hal ini data diperoleh secara langsung dari pengawas LPD yang dilakukan melalui metoda eksperimen lapngan atau eksperimen tempat LPD itu berlokasi. .
22 1.8. Metoda pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam Penulisan laporan ini adalah :
a. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diteliti. Observasi dilakukan dengan mengamati penerapan dari manajemen risiko dan strategi Pengelolaan Risiko Berkelanjutan Berbasis Budaya.Teknik observasi ini dilakukan terhadap aktivitas operasional LPD yang berkaitan dengan permasalahan pengelolaan risiko.
b. Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab dengan pihak/bagian yang bersangkutan. Wawancara disini dilakukan secara tidak terstruktur, yaitu tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Wawancara dilakukan berkenaan dengan penjelasan dari penerapan manajemen risiko LPD dan Strategi Pengawasan LPD Berbasis Risiko (mengenai seluruh komponen-komponen yang berkenaan dengan Pengawasan LPD.Data diperoleh dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan beberapa Pengawasan LPD, pengurus dan prajuru Desa Pakraman. Teknik wawancara ini dilakukan untuk memeperoelh pemahaman yang lebih mendalam mengenai objek penelitian selain dari data-data fisik yang telah dikumpulkan
c. Eksperimen dengan paper and pencil test. Dilakukan dengan menyebarkan kasus yang berisikan penilaian risiko usaha LPD.
1.9. Teknik analisis data
23 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1.Data Penelitian
Sampel yang telah diperoleh oleh peneliti adalah sebanyak 41 subyek, yaitu 10 subyek pada kelompok perlakuan A, 10 subyek pada kelompok B, 11 subyek pada kelompok C, dan 10 subyek dalam kelompok D. Subyek berasal dari beragam Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yaitu tepatnya sebanyak 11 LPD. Tabel 4.1. menampilkan ringkasan demografi subyek yang diteliti.
Tabel 4.1.
Ringkasan Demografi Subyek
URAIAN/KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 41 100.00
Perempuan 0 0.00
Jumlah 41 100.00
Tingkat Pendidikan
SMA/sederajat 13 31.71
D1 - D4 0 0.00
Sumber: Data diolah peneliti, 2015
24
SMA/sederajat, tidak ada responden yang termasuk dalam range pendidikan D1 – D4, 20 orang (48.78%) memiliki tingkat pendidikan Strata 1, dan sebanyak 8 orang (19.51%) berlatarbelakang pendidikan Strata 2. Pada Tabel 4.1 juga disebutkan jumlah responden berdasarkan lamanya bekerja di LPD dan jumlah pelatihan yang telah diikuti oleh responden. Berdasarkan rekapitulasi hasil kuesioner, subyek yang telah diperoleh untuk setiap kelompok treatments adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2.
Jumlah Responden Pada Setiap Kelompok
Kelompok Treatment Jumlah Responden
A 10
B 10
C 11
D 10
Jumlah 41
Sumber: Data diolah peneliti, 2015
Jumlah responden atau subyek yang diperoleh oleh peneliti telah melebihi jumlah responden yang ditargetkan, sehingga untuk selanjutnya dapat dilakukan uji statistik pada hasil kuesioner yang digunakan sebagai instrumen penelitian eksperimen ini. Profil subyek dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui LPD dan jumlah responden yang berkontribusi dalam penelitian eksperimen ini.
Tabel 4.3.
Profil Subyek Berdasarkan Wilayah
Nama LPD Jumlah Subyek
LPD Tegal 4
25 2.2. Hasil Penelitian
2.2.1. Hasil Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif menyajikan informasi mengenai karakteristik variabel-variabel penelitian yaitu jumlah amatan, nilai minimum, nilai maksimum, nilai mean, dan standar deviasi. Untuk mengukur nilai sentral dari distribusi data dapat dilakukan dengan pengukuran rata-rata (mean) sedangkan standar deviasi merupakan perbedaan nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya. Hasil statistik deskriptif dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil Statistik Deskriptif
Variabel (Treatment) N Min. Max. Mean Std. Deviasi
A 8 20 60 18,85 20,09
B 7 30 80 61,42 15,73
C 6 40 80 61,67 13,29
D 6 50 80 65,00 12,25
Sumber: Data diolah peneliti, 2015
2.2.2. Hasil Uji Homogenitas Varian
Uji homogenitas varian digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi adalah sama atau tidak. Pengujian ini dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis independent sample t test dan ANOVA. Asumsi yang mendasari dalam analisis varian (ANOVA) adalah bahwa varian dari populasi adalah sama. Hasil uji homogenitas pada setiap kelompok uji hipótesis adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Hasil Uji Homogenitas Varian
Keterangan Levene Statistic Sig.
Hipotesis 1 1,567 0,233
Hipotesis 2 2,843 0,118
Hipotesis 3 3,061 0,106
Sumber: Data diolah peneliti, 2015
26
signifikansi tersebut semuanya lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok data penelitian ini mempunyai varian yang sama. Angka Levene Statistic menunjukkan semakin kecil nilainya maka semakin besar
homogenitasnya.
2.2.3. Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis diuji dengan menggunakan metode ANOVA (analysis of variance) untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata (μ) antara kelompok sampel yang satu dengan yang lain. Tabel 4.6 memberikan rangkuman hasil uji masing-masing hipotesis.
Tabel 4.6. Hasil Uji Hipotesis Keterangan Variance df Mean
Square
Sumber: Data diolah peneliti, 2015
1) Uji Hipotesis 1
Hipotesis 1 diuji untuk mengetahui adanya perbedaan rata-rata signifikan antar kondisi tanpa manipulasi (A) dengan kondisi dengan nilai budaya lokal Catur Purusha Artha (B). Hasil pengujian hipotesis 1 menunjukkan p-value sebesar 0,044 (<0,05) sehingga H1 diterima. Nilai
ini mengindikasikan bahwa pengawas LPD yang mengimplementasikan
Pararem yang mengandung Catur Purusa Artha dapat mengelola risiko
LPD dengan lebih baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak
memiliki Pararem yang mengandung nilaiCatur Purusa Artha.
27
Hipotesis 2 diuji untuk mengetahui adanya perbedaan rata-rata signifikan antar kondisi tanpa manipulasi (A) dengan kondisi dengan nilai budaya lokal Tri Hita Karana (C). Hasil uji hipotesis kedua mendapatkan p-value sebesar 0,044 (<0,05) sehingga H2 diterima. Hal
ini mengindikasikan bahwa pengawas LPD yang mengimplementasikan
Pararem yang mengandung Tri Hita Karana dapat mengelola risiko
LPD dengan lebih baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak
memiliki Pararem yang mengandung nilaiTri Hita Karana.
3) Uji Hipotesis 3
Hipotesis 3 diuji untuk mengetahui adanya perbedaan rata-rata signifikan antar kondisi tanpa manipulasi (A) dengan kondisi dengan nilai budaya lokal Catur Purusha Artha dan Tri Hita Karana (D). Hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan p-value sebesar 0,020 (<0,05) sehingga H3 diterima. Hal ini memberikan arti bahwa pengawas LPD
yang mengimplementasikan Pararem yang mengandung Catur Purusa
Artha dan Tri Hita Karana dapat mengelola risiko LPD dengan lebih
baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak memiliki Pararem
yang mengandung nilai Catur Purusa Artha dan Tri Hita Karana.
2.2.4. Pembahasan Hasil Penelitian
28 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua hipotesis terkonfirmasi. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan p-value sebesar 0,044 (<0,05) sehingga H1 diterima. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawas LPD yang mengimplementasikan Pararem yang mengandung Catur Purusa Artha dapat mengelola risiko LPD dengan lebih baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak memiliki Pararem yang mengandung nilai Catur Purusa Artha. Hasil uji hipotesis kedua mendapatkan p-value sebesar 0,044 (<0,05) sehingga H2 diterima. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawas LPD yang mengimplementasikan Pararem yang mengandung Tri Hita Karana dapat mengelola risiko LPD dengan lebih baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak memiliki Pararem yang mengandung nilai Tri Hita Karana. Kemudian hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan p-value sebesar 0,020 (<0,05) sehingga H3 diterima. Hal ini memberikan makna bahwa pengawas LPD yang mengimplementasikan Pararem yang mengandung Catur Purusa Artha dan Tri Hita Karana dapat mengelola risiko LPD dengan lebih baik dibandingkan dengan pengawas LPD yang tidak memiliki Pararem yang mengandung nilai Catur Purusa Artha dan Tri Hita Karana.
Hasil pengujian eksperimen menunjukkan bahwa Pararem dengan kedua budaya lokal yang dikombinasikan dapat memperkuat manajemen risiko yang dijalankan oleh suatu LPD. udaya Tri Hita Karana dan Catur Purusha Artha secara individual memperkuat pengelolaan risiko LPD.
5.2. Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Astawa, I Putu; Made Sudarma, Siti Aisjah dan Djumahir. 2012. Journal of Business and Management. Vol. 6, issue 4 (nop-des), pp 16-20
Doherty, Neil. 2000. Integrated Risk Management. McGraw Hill, New York Johnstone, Karla M. 2000. Clint-Acceptance Decisions: Simultaneous Effects
of Clients Business Risk, Audit Risk, Audit Business Risk, and Risk Adaptation. Auditing A Journal of Practice & Theory, Vol. 19, No. 1, Spring
Johnstone, Karla M. dan Jean C. Bedard. 2003. Risk Management in Client Acceptance Decisions. Jurnal The Accounting Review, Volume 78, No.4 pp 1003-1025
Koroy, Tri Ramaraya. 2008. Management Audit: Enterprise Risk Management. Working Paper
Kotchetova, Natalia; Thomas M. Kozloski dan William F. Messier, Jr. 2010. Linkages between Auditors Risk Assemnets in A Risk-Based Audit. Working Paper, diunduh pada tanggal 2 Mei 2010.
Pancadana, Dewa Made dan AA Gde Oka Parwata. 2013. Catur Purusha Artha sebagai Dasar Kegiatan Usaha LPD di Desa Pakraman Kikian. Jurnal Kertha Semaya, vol. 01, no.02 Pebruari.
PT BPD Bali. 2012. Data dan Perkembangan LPD
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa
Peraturan Gubernur Bali No. 16 tahun 2008 tentang Pengurus dan Pengawas Internal Lembaga Perkreditan Desa
Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2008 tentang Pengurus dan Pengawas Internal Lembaga Perkreditan Desa
Saputra, Komang Adi Kurniawan. 2013. Analisis Pengaruh Locus of Control terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja Internal Auditor dengan Kultur Lokal Tri Hita Karana sebagai Variabel Moderasi (Penelitian terhadap Internal Auditor Hotel Berbintang di Bali). www.undiksha.ac.id
30
Suartana, I Wayan (2009). Arsitektur Pengelolaan Risiko pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Udayana University Press
www.aon.fr . Sustainability-Beyond Enterprise Risk Management. Diunduh pada tanggal 16 Mei 2013
31
Berikut disajikan sebuah kasus tentang manajemen risiko LPD.
LPD “Desa AdatUtsaha” membuat paparan tentang pengelolaan risikonya sebagai berikut:
Jenis Risiko
Penjelasan
1. Risiko Pasar LPD mengikuti suku bunga pasar tetapi selalu dimusyawarahkan dalam paruman adat
Persaingan dengan lembaga sejenis semakin ketat
2. Risiko Likuiditas
Tingkat Likuiditas mencapai 20%
Perbandingan antara jumlah pinjaman dengan simpanan yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR) mencapai 120%
Proyeksi arus kas masuk yang akan datang tidak stabil dan tidak bias diprediksi
Kemampuan LPD untuk memperoleh akses pendanaan kepada pihak lain lemah terlepas dari aturan di atasnya
Stabilitas Dana Pihak Ketiga diragukan 3. Risiko
Kredit
Perbandingan antara kredit bermasalah dengan total kredit (Non Performing Loan) mencapai angka 10%
Kolektibilitas Kredit (Kurang Lancar, Diragukan, Macet) belum berjalan optimal
Kebijakan prosedur dan administrasi dianggap cukup untuk saat ini
Rasio BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) tergolong baik
Penyehatan kredit dilakukan tetapi terkendala kurangnya pengetahuan pegawai mengenai proyeksi kas nasabah pada masa yang akan datang
4. Risiko Strategik
32 5. Risiko
Operasional
Tingkat kecurangan tidak dapat dideteksi Sudah ada kebijakan dan prosedur operasional Tingkat kegagalan sistem terkendala oleh
kemampuan pegawai 6. Risiko
Hukum
Tidak ada kasus hukum (hukum Negara maupun hukum adat) yang membelit LPD
7. Risiko Reputasi
Tingkat publikasi LPD tidak mengkhawatirkan Kehidupan pribadi pengurus dan karyawan terkait
LPD tidak dapat dikendalikan
LPD memiliki PARAREM dengan isi sebagai berikut:
1. Mengaktifkan Baga Parahyangan, Pawongan dan Palemahan secara intensif untuk melindungi LPD di masa yang akan datang.
2. LPD menjaga keseimbangan dalam operasional sehari-hari dengan melakukan persembahyangan bersama (setiap hari, Purnam-Tilem, Rambut Sedana dan Hari Raya Besar lainnya), doa sebelum mulai berkantor, tirtayatra, kegiatan sosial dan medukung pelestarian lingkungan melalui pendanaan dan aksi yang cukup. Segala pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah mufakat.
3. LPD “Desa Adat Utsaha” menjalankan kegiatan usahanya diperkuat oleh prinsip Catur Purusha Artha. Kegiatan usaha LPD harus selalu dilandasi oleh Dharma, yaitu kebaikan. Setelah mengamalkan Dharma, Ida Sanghayang Widhi akan melimpahkan berkatnya berupa Artha kepada umatnya yang telah mengamalkan ajarannya. Artha terwujud dalam keuntungan yang diperoleh dari kegiatan LPD seperti bunga yang berasal dari pemberian kredit. Kama, akan terpenuhi dengan keuntungan yang diperoleh LPD yang akan dapat memenuhi kebutuhan karma (masysarakat) desa adat, seperti membantu pendanaan pemberian pinjaman kepada warga, yaitu seperti untuk melakukan kegiatan usaha, menyekolahkan anak, melaksanakan upacara agama, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Akhirnya, setelah kama atau keinginan terpenuhi, maka kebahagiaan lahir batin atau Moksa akan dapat terwujud
Berdasarkan penjelasan di atas, sebagai pengawas LPD seberapa besar (dari Risiko Sangat Rendah sampai Risiko Sangat Tinggi) bapak/ibu memberikan penilaian terhadap risiko LPD “Desa Adat Utsaha” satu tahun
yang akan datang dengan cara mencentang salah satu poin dari 10 sampai 100.
Risiko Sangat Rendah Risiko Sangat Tinggi
33