RESUME JURNAL
MODEL TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERBASIS FILSAFAT TRI HITA KARANA
Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah:
TRI HITA KARANA
Oleh:
BELINDA SYLVIA JAYA 2429131086
MAGISTER ILMU MANAJEMEN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2024
Judul Jurnal : Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan berbasis Filsafat Tri Hita Karana
Volume : Volume 10 Nomor 1
Penulis : Cok Istri Ratna Sari Dewi, Iwan Triyuwono, Bambang Hariadi, dan Roekhudin
Tanggal : 2 Januari 2024
Latar Belakang
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan tanggung jawab sosial perusahaan yang
terus dikembangkan salah satunya yaitu Piramida Carroll. Model ini menjelaskan bahwa CSR meliputi empat jenis tanggung jawab diantaranya tanggung jawab ekonomi, hukum, etika, dan filantropi yang diurutkan berdasarkan tingkat kepentingannya. Secara lebih dalam model ini membahas peran CSR untuk menghasilkan laba, memaksimalkan pendapatan perusahaan, memberikan dividen kepada investor serta pemangku kebijakan lainnya. Namun model ini banyak mendapat kritikan. Visser (2006) mempertanyakan apakah Piramida Carroll dapat digunakan di negara-negara berkembang serta Jose dan Venkitachalam (2019) menyatakan bahwa Piramida Carroll terlalu kaku. Hal tersebut menyangkut kelembagaan dari Piramida Carroll yaitu tidak mempertimbangkan karakteristik bidan dan industri serta konsekuensi etikanya. Literatur CSR didominasi oleh studi empiri dari negara-negara barat yang berbasis pada dimensi sosial dan lingkungan, sementara di negara berkembang bergantung kepada tradisi budaya, filantropi, etika bisnis, dan keterlibatan masyarakat. Pelaksanaan CSR di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 207 Pasal 74 Ayat (1) tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan peraturan ini, CSR bukan hanya sekedar kewajiban sosial, tetapi juga harus mengandung asas keadilan sosial dan berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Indonesia merupakan negara beragam budaya dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang menjadi modal dasar kearifan lokal untuk menjawab tantangan masyarakat. Keberagaman ini melahirkan nilai-nilai kearifan lokal yang khas di setiap daerah, salah satunya di Provinsi Bali. Masyarakat Bali memiliki nilai-nilai dan praktisi budaya yang berorientasi pada keselarasan diantaranya hubungan harmonis manusia dengan Tuhan (parhyagan), hubungan sesama manusia (pawongan), serta hubungan antara manusia dengan alamat atau lingkungan (palemahan), fondasi ini dikenal dengan Tri Hita Karana (Tiga Penyebab Kemakmuran).
Keselarasan ini pada akhirnya akan mampu meningkatkan kinerja keuangan dan nonkeuangan perusahaan agung merupakan tujuan utama dari pelaksanaan CSR itu sendiri.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui urgensi dan relevansi penelitian ini dengan piramida CSR Carroll yang pada akhirnya dapat menjadi pedoman bagi perusahaan dalam menjalankan tanggung jawa sosialnya melalui model CSR berbasis budaya.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka dengan pendekatan CSR integratif untuk mengungkap nilai-nilai filosofis Tri Hita Karana dalam budaya bali sebagai model CSR berbasis budaya yang secara holistrik memadukan tanggung jawab ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Penelitian ini juga menggunakan metode sintesis buntu menganalisis model CSR Carroll dan filsafat Tri Hita Karana dengan perangkat logika Rwa Bhineda yaitu konsep mensintesiskan dua hal yang berbeda. Dalam penelitian ini, di satu sisi, konsep model piramida CSR Carrol dipandang sebagai model yang kaku dan tidak mempertimbangkan perbedaan budaya serta konsekuensi etisnya karena mengutamakan kepentingan ekonomi, di sisi lain, Tri Hita Karana menjunjung tinggi Nia-nilai harmoni dalam kehidupan.
Hasil
Berbeda dengan model Piramida Carroll yang menempatkan tanggung jawab ekonomi sebagai tanggung jawab utama untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan, model CSR yang dibangun berdasarkan Tri Hita Karana sangat menjunjung tinggi budaya kolektivisme timur yang mengutamakan nilai-nilai kerukunan dan kepentingan bersama. Pelaksanaan CSR yang berlandaskan ajaran agama dan budaya lokal tidak menempatkan keuntungan sebagai tujuan utama, tetapi secara sadar ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperhatikan lingkungan sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Lapisan kedua adalah tanggung jawab etis karena pelaksanaan CSR perlu memperhatikan normal moral dan etika atau keyakinan agama untuk dapat menjalankan praktisi bisnis yang baik, benar, dan adil. Lapisan terakhir yaitu tanggung jawab ekonomi, artinya peningkatan kinerja keuangan perusahaan dalam model CSR berbasis budaya hanya dapat tercapai apabila hubungan antar seluruh elemen budaya masyarakat telah terjalin dengan baik. Model piramida CSR Carroll dipadukan dengan tiga untur Tri Hita Karana, yang saling terkait dan
bekerja sama untuk mencapai kinerja perusahaan berkelanjutan. Parhyangan, tingkat tertinggi dari kegiatan CSR, berpusat pada gagasan bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan.
Palemahan mencerminkan CSR berasal dari pemikiran manusia yang muncul dari Tuhan dan
menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan alam. Pawongan atau manusia saling mencintai untuk menciptakan kehidupan yang harmonis, aman, dan damai. Dengan demikian, adaptasi dan pengembangan CSR yang relevan dengan budaya lokal dapat menggantikan pananganan dunia modern seperti individualisme dan matrelialisme.
Kesimpulan
Penelitian ini menyoroti bagaimana Tri Hita Karana dapat membentuk, memandu, dan memperkaya penerapan model CSR Barat. Hasil analisis memberikan dasar yang kuat untuk mengembangkan teori CSR berbasis budaya yang lebih komprehensif dan kontekstual.
Dengan memahami konsep dan praktisi CSR yang selasa dengan nilai-nilai lokal, perusahaan dapat merancang program yang lebih relevan dan berdampak positif pada masyarakat lokal dan lingkungan. Mengintegrasikan nilai-nilai budaya dalam praktisi CSR dapat membangun hubungan yang lebih kuat dengan masyarakat lokal, meningkatkan Citra perusahaan, dan mengurangi potensi konflik.