1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan merupakan proses perubahan untuk mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Pembangunan di berbagai negara berkembang dan di Indonesia seringkali diartikan lebih sempit sebagai membangun infrastruktur fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010) mengatakan bahwa pada generasi kedua, teori pembangunan banyak menekankan pada akumulasi modal sumber daya manusia dengan menciptakan agen-agen pembangunan yang lebih produktif melalui pengetahuan, kesehatan, nutrisi yang lebih baik dan peningkatan keterampilan. Todaro (2011) juga berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akeselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan, sehingga pembangunan itu mencerminkan perubahan total masyarakat secara keseluruhan.
Salah satu tujuan pembangunan di Indonesia adalah meningkatkan kualitas
sumber daya manusia atau pembangunan manusia. Pembangunan manusia
merupakan kunci dari pembangunan (Sarma, 2014). Modal manusia adalah istilah
yang sering di gunakan para ekonom untuk mengacu pada pendidikan, kesehatan
dan kapasitas manusia lainnya yang jika ditingkatkan dapat meningkatkan
2 produktivitas. Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peran pemerintah dalam meningkatkan modal manusia dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Salah satu alat untuk mengukur kualitas hidup dan sumber daya manusia adalah Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM dikenalkan pada tahun 1990 oleh United Nation Development Program (UNDP). IPM menggambarkan hasil pembangunan manusia dari tiga
dimensi yaitu umur panjang dan hidup sehat (indeks kesehatan), pengetahuan (indeks pendidikan) dan standar hidup layak (indeks pengeluaran). Pada tahun 2010 IPM mengalami perubahan indikator pada dimensi pengetahuan dan standard hidup layak serta perubahan model penghitungan.
Menurut Todaro (2011) pendidikan memerankan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar terciptanya pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Melalui pendidikan manusia akan mengalami proses untuk meningkatkan kreativitas ataupun inovasi yang dapat meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai individu. Pendidikan dapat menjadi investasi sumber daya untuk mendapatkan return dimasa depan.
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, tanpa kesehatan
masyarakat tidak dapat menghasilkan suatu produktivitas bagi negara (Suparno,
2014). Atamwikarta (2009) menyatakan bahwa jika dari segi mikro, tingkat
individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi produktivitas kerja dan
kapasitas untuk belajar disekolah. Dalam keluarga yang sehat, pendidikan anak
cenderung untuk tidak terputus jika dibandingkan dengan keluarga yang tidak
3 sehat. Aspek kesehatan dan pendidikan memiliki peran penting untuk menciptakan sumber daya dan kemajuan (Wijayanto, 2015).
Standar hidup yang layak dapat dilihat dari rendahnya kemsikinan.
Sudarwati (2009) menyatakan bahwa masalah kemiskinan adalah masalah sumber daya manusia (SDM). Setidaknya ada dua masalah utama dalam pengembangan SDM, yaitu masih belum berkembangnya SDM yang dilihat dari rendahnya tingkat pendidikan, konsumsi gizi yang rendah dan fasilitas kehidupan layak yang belum memadai. Kedua adalah masih belum dimanfaatkannya seluruh keterampilan dan kemampuan SDM secara optimal. Lanjouw dalam Mirza (2012) menyatakan bahwa pengurangan kemiskinan identik dengan pembangunan manusia. Karena di pandang sebagai suatu masalah pembangunan maka pemerintah memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Pemerintah pusat tidak bisa menjangkau semua daerah di Indonesia, maka
desentralisasi menjadi solusi yang tepat. UU nomor 23 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah menjadi dasar bahwa pemerintah daerah menjadi pelaksana
otonomi daerah di Indonesia. Pemerintah pusat memberikan kewenangan yang
lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola pemerintah dan keuangan
daerah. Otonomi daerah mempunyai tujuan untuk mencapai kemandirian dalam
melaksanakan pemerintahan. Dampak dari otonomi daerah adalah daerah dituntut
untuk melaksanakan pembangunan disegala bidang, terutama untuk sarana dan
prasarana publik. Pemerintah daerah diharapkan dapat lebih mengetahui kondisi
daerah masing-masing sehingga pembangunan dapat lebih fokus pada prioritas
4 kebutuhan dan potensi yang dimiliki daerah masing-masing Dengan kata lain, maju tidaknya suatu daerah tergantung dari komponen masyarakat yang bersangkutan, salah satunya adalah alokasi belanja pemerintah dari APBD.
Belanja pemerintah menjadi salah satu kebijakan untuk mendukung pembangunan. Salah satu belanja pemerintah untuk pembangunan sektor publik dalam menunjang SDM/pembangunan manusia adalah belanja pemerintah bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan tertuang dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan di alokasikan minimal 20 persen dari APBD.
Peraturan mengenai anggaran kesehatan tertuang pada UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyebutkan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah pusat di alokasikan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di alokasikan minimal 10 persen dari APBD diluar gaji. Belanja ekonomi ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk melaksanakan amanat UU anggaran pemerintah daerah, mekanisme pembangunan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan didasarkan pada UU No 23 tentang Pemerintah Daerah.
Tercapainya tujuan pembangunan manusia yang tercermin pada IPM sangat
tergantung komitmen pemerintah sebagai penyedia sarana penunjang (Badrudin,
2011). Anggaran yang dialokasikan untuk suatu bidang menunjukkan komitmen
pemerintah terhadap permasalahan pada bidang tersebut. Belanja APBD fungsi
5 pendidikan, kesehatan dan ekonomi merupakan salah satu dari peran pemerintah daerah dalam mencapai indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia.
IPM di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Nilai IPM Indonesia pada tahun 2010 adalah 66,53, naik menjadi 68,90 pada tahun 2014.
Pada laporan pembangunan manusia 2014 yang berjudul “Mempertahankan Kerentanan dan Membagunan Ketahanan” oleh Badan PBB urusan Program Pembangunan (UNDP) tahun 2014, Indonesia menempati peringkat ke 108 dari 187 negara. Peringkat ini tidak berubah dari tahun sebelumnya. IPM di Indonsia berada pada peringkat ke 5 di ASEAN dan masuk dalam kategori menengah.
Grafik 1.1. Perkembangan IPM Indonesia, 2010-2014
Sumber : BPS, 2016
Jawa Bali merupakan daerah di Indonesia yang memiliki rata-rata nilai IPM yang tergolong tinggi dibandingkan daerah lain dengan rata-rata 71,41 pada tahun 2013 dan naik menjadi 71,90 ditahun 2014. Nilai tersebut berada di atas rata-rata nasional yaitu 68,31 di tahun 2013 dan 68,90 ditahun 2014. Selain Jawa
66.53
67.09
67.70
68.31
68.90
65.00 65.50 66.00 66.50 67.00 67.50 68.00 68.50 69.00 69.50
2010 2011 2012 2013 2014
6 Bali, daerah lain di Indonesia masih berada di bawah rata-rata nasional seperti Sumatra dengan nilai IPM tahun 2013 sebesar 68,36. Nusa Tenggara dengan IPM 62,72. Kalimantan dan Sulawesi dengan indeks IPM masing-masing 68,02 dan 65,98. Nilai IPM terendah berada di Papua dengan nilai 58,58.
Grafik 1.2. IPM Tiap Daerah di Indonesia, 2010-2014
Sumber : BPS 2016, data diolah
Dari kondisi IPM di berbagai daerah di Indonesia, Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi dengan nilai IPM terendah di daerah Jawa Bali yang merupakan daerah dengan IPM tertinggi di Indonesia. Provinsi Jawa Timur juga menjadi provinsi dengan IPM dibawah rata-rata nasional dari tahun 2010 – 2014.
50.00 55.00 60.00 65.00 70.00 75.00
2010 2011 2012 2013 2014
Sumatra Jawa-Bali Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Papua
7 Grafik 1.3. IPM Setiap Provinsi di Jawa Bali, 2010-2014
Sumber : BPS, 2016 (data diolah)
Dengan kondisi IPM terendah di Jawa Bali, rata-rata rata-rata rasio belanja pendidikan telah berada di atas ketentuan minimal, akan tetapi rasio untuk belanja pendidikan mengalami penurunan dari tahun 2011. Rata-rata rasio belanja kesehatan juga berada di atas syarat minimal 10 persen disetiap kabupaten/kota dan mengalami kenaikan setiap tahun. Rasio belanja ekonomi mempunyai porsi yang tergolong besar diantara belanja lain walaupun menjadi paling kecil diantara pendidikan dan kesehatan. Namun belanja ekonomi konstan setiap tahun dan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur cukup tinggi. Hal itu menunjukkan apabila pemerintah telah serius untuk membangun Jawa Timur dari kualitas sumber daya manusia yang berkualitas.
2010 2011 2012 2013 2014
Dki Jakarta 76.31 76.98 77.53 78.08 78.39
Jawa Barat 66.15 66.67 67.32 68.25 68.80
Jawa Tengah 66.08 66.64 67.21 68.02 68.78
DIY 75.37 75.93 76.15 76.44 76.81
Jawa Timur 65.36 66.06 66.74 67.55 68.14
Banten 67.54 68.22 68.92 69.47 69.89
Bali 70.10 70.87 71.62 72.09 72.48
62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 76.00 78.00 80.00
8 Grafik 1.4. Rata-rata Rasio Belanja Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi
Kabupaten Kota Jawa Timur
Sumber : djpk, data diolah(2016)
Dari latar belakang diatas, penelitian ini menulis tentang pengaruh tingkat kemiskinan, belanja bidang pendidikan, belanja bidang kesehatan dan belanja bidang ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010-2014.
1.2.Rumusan Masalah
Tingkat kemiskinan telah mengalami penurunan, rasio belanja pemerintah bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2010 sampai tahun 2013 menjadi prioritas dengan alokasi yang tergolong besar, akan tetapi Provinsi Jawa Timur menjadi Provinsi dengan nilai IPM terendah di Jawa Bali dan masih di bawah rata-rata nasional.
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk :
2010 2011 2012 2013 2014
Pendidikan 37% 45% 43% 42% 40%
Kesehatan 11% 11% 11% 12% 13%
Ekonomi 7% 6% 7% 7% 7%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
9 1. Mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat kemiskinan terhadap IPM yang
terjadi di Jawa Timur tahun 2010-2014
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh belanja pemerintah bidang pendidikan terhadap IPM yang terjadi di Jawa Timur tahun 2010-2014
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh belanja pemerintah bidang kesehatan terhadap IPM yang terjadi di Jawa Timur tahun 2010-2014
4. Mengetahui seberapa besar pengaruh belanja pemerintah bidang ekonomi terhadap IPM yang terjadi di Jawa Timur tahun 2010-2014
1.4. Manfaat Penulisan a. Bagi mahasiswa
1. Untuk mengetahui adanya keterkaitan antara pengeluaran pemerintah pada bidang sektor publik dalam APBD dengan tingkat pembangunan manusia di Provinsi Jawa Timur
2. Untuk mengetahui komitmen pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur dalam pembangunan manusia yang tercermin melalui alokasi pengeluaran APBD bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi di Provinsi Jawa Timur
b. Bagi umum
1. Memberikan wawasan baru bagi pembaca, khususnya di bidang perencanaan pembangunan
2. Dapat di jadikan referensi untuk penelitian dengan menggunakan
analisis dan alat analisis yang sama
10 1.5. Kerangka Pemikiran
Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan di Indonesia adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia atau pembangunan manusia. Salah satu alat untuk mengukur kualitas hidup dan sumber daya manusia adalah HDI atauIPM. Permasalahan kualitas SDM yang rendah juga terjadi di Jawa Timur dengan IPM terendah se Jawa Bali. Kemiskinan juga mengalamengalami penurunan namun jumlahnya masih cukup banyak. Belanja pemerintah bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi menjadi salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan IPM
Rumusan Masalah
Tingkat kemiskinan selalu mengalami penurunan, belanja pemerintah bidang pendidikan, kesehatan di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2010 sampai tahun 2014 telah memenuhi syarat minimal sebesar 20 persen dan 10 persen, pertumbuhan ekonomi juga tinggi, akan tetapi Provinsi Jawa Timur menjadi Provinsi dengan nilai IPM terendah di Jawa Bali dan masih di bawah rata-rata nasional.
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran
Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh tingkat kemiskinan, belanja pemerintah bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi terhadap IPM yang terjadi di Jawa Timur tahun 2010-2014 dan seberapa besar pengaruhnya
Alat analisis
Menggunakan alat analisis regresi linier berganda dengan model Fixed Effect.
Kesimpulan
Semakin rendah tingkat kemiskinan maka IPM akan semakin naik. Semakin besar alokasi belanja kesehatan dan ekonomi maka akan meningatan IPM di Jawa Timur. Perlu dimaksimalkannya belanja pendidikan agar berdampak maksimal pada peningkatan IPM.
Hasil
Tingkat kemiskinan mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap IPM. Belanja kesehatan dan ekonomi mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap IPM, sedangkan belanja pendidikan berpengaruh positif namun belum signifikan terhadap IPM