ABSTRAK
Pengelolaan wilayah sungai sangat penting sebagai usaha perlindungan secara terpadu mulai dari bagian hulu hingga hilir. Salah satu tolok ukur kerusakan Daerah Aliran Sungai adalah besarnya angkutan sedimen di sungai, yang diakibatkan oleh degradasi dan agradasi. Pengelolaan terhadap angkutan sedimen diperlukan mengingat dampak yang ditimbulkan sangat besar terhadap infrastruktur, perubahan penampang sungai di bagian hilir, yang akhirnya dapat berakibat banjir dan terganggunya transportasi air.
Dalam pengelolaan DAS Deli, disamping pendekatan non struktural, pendekatan teknis perlu untuk dilaksanakan. Studi ini dilakukan dengan cara pendekatan teknis, untuk mengetahui pola angkutan sedimen akibat adanya degradasi dan agradasi serta usaha pengendalian dari dampak tersebut. Analisis perubahan dasar sungai dan besarnya angkutan sedimen pada Sungai Deli ruas Jembatan Avros sampai dengan Jembatan Raden Saleh menggunakan program aplikasi HEC-RAS 4 dengan input data adalah debit aliran, geometri sungai dan gradasi butiran sedimen. Analisis tersebut dilakukan dalam kurun waktu jangka pendek (5 tahun) dan jangka panjang (10 tahun).
Hasil analisis menunjukkan rerata erosi untuk lokasi studi 0,07 meter (simulasi jangka pendek) dan 0,089 meter (simulasi jangka panjang). Sedangkan besaran angkutan sedimen pada titik akhir penelitian adalah terjadinya erosi sebesar 625.483,5 ton (jangka pendek) dan 787.553,7 ton (jangka panjang).
Secara teknis, usaha untuk mengendalikan besarnya laju angkutan sedimen pada Sungai Deli dapat dilakukan dengan membuat bangunan pengendali sedimen (ambang atau groundsill). Dari hasil simulasi penempatan ambang dan tinggi ambang, besaran rerata erosi dapat diminimalkan menjadi 0,043 meter (jangka pendek) dan 0,054 meter (jangka panjang), sehingga pada titik akhir studi terjadi penurunan angkutan sedimen menjadi 370.255,1 ton (jangka pendek) dan 449.941,1 ton (jangka panjang).
Kata kunci : Angkutan sedimen, degradasi, agradasi, bangunan pengendali sedimen
ABSTRACT
River management is very important as protection effort cohesively from upper to downstream. One of criteria catchments area damage is sediment transport which caused by degradation and aggradations. Management of sediment transport is needed because of the effect resulted to infrastructure, downstream of river section changes, which cause flood and water transportation disturbance.
In managing catchments Deli River, beside of non structural and technical approaches are needed. This study is carried out to find out the pattern of sediment transport caused by degradation and aggradations as well as the effort to control the effect. Analysis of river base changing and the large of sediment transport in Deli River section of Avros Bridge to Raden Saleh Bridge used HEC-RAS 4 application program with data input are : flow quantity, river geometry and granule sediment gradation. The analysis was done in short term (5 years) and long term (10 years).
The analysis result for this study showed the erosion average were 0,07 meter (short term simulation) and 0,089 meter (long term simulation). The large of sediment transport for final research was the erosion of 625.483,5 ton (short term) and 787.553,7 ton (long term).
Technically, the effort to control the rate of sediment transport on Deli River could be done by making sediment controller building (groundsill). From the simulation result of groundsill location and height, the average of the erosion could be minimize up to 0,043 meter (short term) and 0,054 meter (long term), so that at the and of the research these was reduction of sediment transport to 370.255,1 ton (shot term) and 499.941,1 ton (long term)
Key words : Sediment transport, degradation, aggradations, groundsill
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT. Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas Rahmat dan KaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis dengan judul ”Analisis Pengendalian Sedimen di Sungai Deli dengan Model HEC-RAS”.
Penyusunan Tesis ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir.
T. Chairun Nisa B, M.Sc.
2. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc., sebagai Ketua Komisi Pembimbing.
4. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Sc., selaku Anggota Komisi Pembimbing.
5. Ibu Dr. Ir. Chairani Hanum, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing.
6. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D, selaku Dosen Penguji 7. Bapak Ir. Teruna Jaya Abdullah, M.Sc., selaku Dosen Penguji.
8. Bapak/Ibu Dosen beserta staff pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membekali penulis selama menjalani masa perkuliahan.
9. Orang tua, Istri dan Keluarga yang telah memberikan dorongan moril
10. Kawan-kawan seperjuangan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu atas bantuan dan motivasinya.
Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, serta referensi yang penulis miliki.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan pada masa mendatang. Akhir kata penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2009
Mochammad Fadlun 047004008
RIWAYAT HIDUP
Mochammad Fadlun lahir di Gresik pada tanggal 16 Mei 1969 dari pasangan Sjafi’ie dan Na’mah, anak ke tiga dari lima bersaudara.
Pendidikan akademis untuk pertama kali di peroleh pada Sekolah Dasar III YWSG Gresik dan diselesaikan pada tahun 1982, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Gresik dan tamat pada tahun 1985 dan pada tahun 1988 penulis menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Gresik. Pada tahun 1989 penulis menempuh Pendidikan Sarjana (S1) di Universitas Brawijaya Malang pada Fakultas Teknik Jurusan Pengairan dan diselesaikan pada tahun 1994. Pendidikan Pascasarjana (S2), penulis tempuh melalui Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU), program studi Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan (PSL) pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2009.
Sejak tahun 1994 penulis bekerja di bidang jasa konsultansi teknik khususnya pada pengembangan Sumber Daya Air (Water Resources Engineering).
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah... 2
1.3. Rumusan Masalah ... 4
1.4. Batasan Masalah ... 4
1.5. Tujuan Dan Manfaat ... 6
1.5.1. Tujuan ... 6
1.5.2. Manfaat ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Erosi Dan Sedimentasi ... 7
2.2. Daerah Aliran Sungai... 7
2.2.1. Pengertian Daerah Aliran Sungai... 7
2.2.2. Bentuk Daerh Aliran Sungai ... 8
2.2.3. Alur Sungai ... 10
2.3. Profil Aliran Sungai ... 11
2.3.1. Persamaan Energi... 11
2.3.2. Debit Aliran... 14
2.3.3. Koefisien Kekasaran ... 15
2.3.4. Persamaan Kontinuitas... 15
2.3.5. Persamaan Momentum... 16
2.4. Angkutan Sedimen... 17
2.4.1. Karakteristik Sedimen dan Alur Sungai... 17
2.4.2. Potensi Angkutan Sedimen ... 21
2.4.3. Keseimbangan Alur Sungai ... 22
2.5. Pemodelan Angkutan Sedimen ... 25
2.5.1. Umum... 25
2.5.2. Kapasitas Angkutan Sedimen ... 25
2.5.3. Gradasi Butiran Material Sedimen... 27
2.5.4. Penerapan Model Angkutan Sedimen... 30
2.6. Bangunan Ambang... 33
2.6.1. Umum... 33
2.6.2. Tipe dan Bentuk Bangunan Ambang ... 33
2.6.3. Disain Bangunan Ambang ... 34
BAB III METODOLOGI ... 35
3.1. Tempat Dan Waktu ... 35
3.1.1. Tempat ... 35
3.1.2. Waktu ... 35
3.2. Metode Penelitian dan Bahan ... 35
3.2.1. Metode Penelitian ... 35
3.2.2. Bahan ... 37
3.3. Langkah-Langkah Pengkajian... 38
3.3.1. Data Geometri ... 38
3.3.2. Quasi-Unsteady Flow ... 38
3.3.3. Data Sedimen ... 40
3.4. Tahapan Analisis... 40
3.4.1. Umum... 40
3.4.2. Pemilihan Model Angkutan Sedimen ... 40
3.4.3. Simulasi Perubahan Dasar Sungai 5 Dan 10 Tahun ... 41
3.4.4. Simulasi Pengaruh Ambang terhadap Degradasi Sungai ... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1. Umum... 46
4.2. Uji Validasi Penelitian dan Penentuan Model Angkutan Sedimen... 47
4.3. Hasil Simulasi Prediksi Angkutan Sedimen 5 Tahun dan 10 Tahun ... 48
4.4. Pembahasan Hasil Simulasi Angkutan Sedimen ... 55
4.5. Rencana Pengendalian Angkutan Sedimen dengan Bangunan Ambang... 57
4.5.1. Perhitungan Debit Dominan... 58
4.5.2. Perhitungan Kemiringan Seimbang Dinamis... 59
4.5.3. Penerapan Kemiringan Seimbang Dinamis ... 60
4.6. Simulasi Angkutan Sedimen dengan Penempatan Bangunan Ambang... 66
4.7. Hasil Simulasi Angkutan Sedimen setelah Ditempatkan Bangunan Ambang... 67
4.8. Pembahasan Hasil Simulasi setelah Ditempatkan Bangunan Ambang... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
5.1. Kesimpulan ... 86
5.2. Saran... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 88
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Persentase Korelasi Bed load... 26
2.2 Ukuran Butiran dari Klasifikasi Material Sedimen American Geophysical Union ... 27
2.3 Jangkauan Nilai Input untuk Fungsi Pengangkutan Sedimen... 28
4.1 Penerapan Ambang Untuk Simulasi Angkutan Sedimen ... 46
4.2. Hasil Simulasi Model dan Data Pengukuran th. 2009 ... 48
4.3 Uji Validasi dan Metode Angkutan Sedimen ... 48
4.4 Kedalaman Degradasi dan Agradasi Hasil Simulasi 5 dan 10 tahun... 49
4.5 Volume Sedimen Hasil Simulasi 5 dan 10 tahun... 52
4.6 Hasil Perhitungan Debit Dominan Stasiun Lau Simeme ... 58
4.7 Hasil Perhitungan Jarak Antar Bangunan Ambang ... 60
4.8 Kedalaman Degradasi Pada Lokasi Rencana Ambang ... 62
4.9 Perhitungan Tinggi Ambang dan Lokasi Ambang... 63
4.10 Analisis Perubahan Kondisi Dasar Sungai dengan Ambang 1,0 m (Simulasi 5 Tahun)... 68
4.11 Analisis Perubahan Kondisi Dasar dengan Ambang 1,0 m Simulasi 10 Tahun ... 69
4.12 Volume Sedimen Hasil Simulasi 5 dan 10 tahun dengan Ambang 1 meter ... 70
4.13 Selisih Elevasi Dasar Sungai Hasil Simulasi ... 77
4.14 Total Volume Angkutan Sedimen tiap Section... 78
4.15 Kumulatif Perubahan Volume Angkutan Sedimen Section 63 – 04... 79
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Daerah Aliran Sungai... 9
2.2 Sketsa Profil Memanjang Alur Sungai... 11
2.3 Energi dalam Saluran Terbuka... 12
2.4 Kontinuitas Aliran Tidak Tetap ... 16
2.5 Prinsip Momentum pada Saluran Terbuka... 17
2.6 Bagan Hubungan antara Mekanisme Pengangkutan dengan Asal Bahan dalam Angkutan Sedimen... 19
2.7 Ilustrasi Transpor Sedimen Melalui 2 (dua) Penampang Melintang ... 20
2.8 Ilustrasi Hitungan Sedimen dalam Satu Tahun... 21
2.9 Kurva Distribusi Chi-Square... 32
2.10 Contoh Bangunan Ambang dan Arah Limpasan Air ... 33
3.1 Peta Lokasi Studi ... 36
3.2. Peta Situasi Sc.4 – Sc.63... 39
3.3 Bagan Alir Rencana Studi... 43
3.4 Bagan Alir Simulasi Angkutan Sedimen Periode 5 dan 10 tahun ... 44
3.5 Bagan Alir Simulasi Angkutan Sedimen dengan Bangunan Ambang... 45
4.1 Hasil Simulasi Perubahan Dasar Sungai 5 tahun dan 10 tahun dengan Model 1-D... 50 4.2 Hasil Simulasi Perubahan Kedalaman Dasar Sungai 5 tahun
dan 10 tahun dengan Model 1-D... 51 4.3 Total Angkutan Sedimen Selama Periode Simulasi
5 tahun dan 10 tahun ... 53 4.4 Rerata Angkutan Sedimen per Hari (5 tahun dan 10 tahun) ... 54 4.5 Kemiringan Rencana berdasarkan Kemiringan Seimbang Dinamis... 65 4.6 Hasil Simulasi Perubahan Kedalaman Dasar Sungai
5 tahun dan 10 tahun dengan Ambang 1 m... 71 4.7 Total Angkutan Sedimen Selama Periode Simulasi
5 tahun dan 10 tahun dengan Ambang 1 m... 72 4.8 Rerata Angkutan Sedimen per Hari (5 tahun dan 10 tahun)
dengan Ambang 1 m ... 73 4.9 Profil Memanjang, Perubahan Muka Air dan Dasar Sungai
(simulasi 10 tahun) dengan Ambang 1 m ... 74 4.10 Perbedaan Selisih Elevasi Dasar Sungai (m)
untuk Simulasi 5 Tahun ... 80 4.11 Perbedaan Selisih Elevasi Dasar Sungai (m)
untuk Simulasi 10 Tahun ... 81 4.12 Total Angkutan Sedimen untuk Periode Simulasi 5 Tahun... 82 4.13 Total Angkutan Sedimen untuk Periode Simulasi 10 Tahun... 83 4.14 Kumulatif Volume Sedimen Section 63-04
untuk Periode Simulasi 5 Tahun ... 84 4.15 Kumulatif Volume Sedimen Section 63-04
untuk Periode Simulasi 10 Tahun ... 85
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Peta Situasi Tahun 2001... 89
2 Gambar Penampang Sungai Tahun 2001... 100
3 Data Debit Harian Tahun 1990 s/d 2004... 120
4 Gambar Penampang Sungai Tahun 2009... 135
5 Data Investigasi Sedimen Bed load... 137
6 Tahapan Simulasi Pemilihan Model Angkutan Sedimen dengan Model HEC-RAS... 173
7. Perhitungan Uji Kesesuaian Model Angkutan Sedimen... 182
8 Tabel Distribusi Chi-Square... 190
9 Hasil Simulasi Angkutan Sedimen Periode 5 Thn dan 10 Thn... 191
10 Penerapan Slope Seimbang Dinamis dengan Tinggi Ambang 1,5 m ... 192
11 Hasil Simulasi Angkutan Sedimen Periode 5 Thn dan 10 Thn dengan Tinggi Bangunan Ambang 1,0 m ... 195
12 Hasil Simulasi Angkutan Sedimen Periode 5 Thn dan 10 Thn dengan Tinggi Bangunan Ambang 1,5 m ... 196
13 Hasil Simulasi Angkutan Sedimen Periode 5 Thn dan 10 Thn dengan Tinggi Bangunan Variasi... 197
ABSTRAK
Pengelolaan wilayah sungai sangat penting sebagai usaha perlindungan secara terpadu mulai dari bagian hulu hingga hilir. Salah satu tolok ukur kerusakan Daerah Aliran Sungai adalah besarnya angkutan sedimen di sungai, yang diakibatkan oleh degradasi dan agradasi. Pengelolaan terhadap angkutan sedimen diperlukan mengingat dampak yang ditimbulkan sangat besar terhadap infrastruktur, perubahan penampang sungai di bagian hilir, yang akhirnya dapat berakibat banjir dan terganggunya transportasi air.
Dalam pengelolaan DAS Deli, disamping pendekatan non struktural, pendekatan teknis perlu untuk dilaksanakan. Studi ini dilakukan dengan cara pendekatan teknis, untuk mengetahui pola angkutan sedimen akibat adanya degradasi dan agradasi serta usaha pengendalian dari dampak tersebut. Analisis perubahan dasar sungai dan besarnya angkutan sedimen pada Sungai Deli ruas Jembatan Avros sampai dengan Jembatan Raden Saleh menggunakan program aplikasi HEC-RAS 4 dengan input data adalah debit aliran, geometri sungai dan gradasi butiran sedimen. Analisis tersebut dilakukan dalam kurun waktu jangka pendek (5 tahun) dan jangka panjang (10 tahun).
Hasil analisis menunjukkan rerata erosi untuk lokasi studi 0,07 meter (simulasi jangka pendek) dan 0,089 meter (simulasi jangka panjang). Sedangkan besaran angkutan sedimen pada titik akhir penelitian adalah terjadinya erosi sebesar 625.483,5 ton (jangka pendek) dan 787.553,7 ton (jangka panjang).
Secara teknis, usaha untuk mengendalikan besarnya laju angkutan sedimen pada Sungai Deli dapat dilakukan dengan membuat bangunan pengendali sedimen (ambang atau groundsill). Dari hasil simulasi penempatan ambang dan tinggi ambang, besaran rerata erosi dapat diminimalkan menjadi 0,043 meter (jangka pendek) dan 0,054 meter (jangka panjang), sehingga pada titik akhir studi terjadi penurunan angkutan sedimen menjadi 370.255,1 ton (jangka pendek) dan 449.941,1 ton (jangka panjang).
Kata kunci : Angkutan sedimen, degradasi, agradasi, bangunan pengendali sedimen
ABSTRACT
River management is very important as protection effort cohesively from upper to downstream. One of criteria catchments area damage is sediment transport which caused by degradation and aggradations. Management of sediment transport is needed because of the effect resulted to infrastructure, downstream of river section changes, which cause flood and water transportation disturbance.
In managing catchments Deli River, beside of non structural and technical approaches are needed. This study is carried out to find out the pattern of sediment transport caused by degradation and aggradations as well as the effort to control the effect. Analysis of river base changing and the large of sediment transport in Deli River section of Avros Bridge to Raden Saleh Bridge used HEC-RAS 4 application program with data input are : flow quantity, river geometry and granule sediment gradation. The analysis was done in short term (5 years) and long term (10 years).
The analysis result for this study showed the erosion average were 0,07 meter (short term simulation) and 0,089 meter (long term simulation). The large of sediment transport for final research was the erosion of 625.483,5 ton (short term) and 787.553,7 ton (long term).
Technically, the effort to control the rate of sediment transport on Deli River could be done by making sediment controller building (groundsill). From the simulation result of groundsill location and height, the average of the erosion could be minimize up to 0,043 meter (short term) and 0,054 meter (long term), so that at the and of the research these was reduction of sediment transport to 370.255,1 ton (shot term) and 499.941,1 ton (long term)
Key words : Sediment transport, degradation, aggradations, groundsill
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses sedimentasi terdiri dari sifat partikelnya dan sifat sedimen secara menyeluruh.
Namun demikian sifat yang paling penting itu adalah mengenai besarnya atau ukurannya.
Bencana alam tanah longsor, runtuhnya tanggul sungai, banjir dan kerusakan infrastruktur pada alur sungai seringkali terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Sumatera setiap tahun semakin meningkat. Penyebab utama bencana tersebut adalah akibat dari intervensi manusia seperti berkurangnya lahan sebagai daerah resapan air dan menurunnya daya dukung lingkungan terhadap kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya air yang diakibatkan oleh salah satunya oleh proses degradasi dan agradasi di alur-alur sungai, sehingga terjadi perubahan pada penampang sungai.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu kajian (studi) sebagai usaha untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh adanya proses degradasi dan agradasi. Kajian tentang pengaruh tersebut adalah salah satu cara untuk mengetahui
penyebab terjadinya bencana sehingga dapat dibuat rencana penanganan yang dapat mengurangi dan mereduksi akibat-akbat yang ditimbulkannya.
1.2. Identifikasi Masalah
Salah satu permasalahan yang terjadi di Sungai Deli adalah banyaknya endapan sedimen terutama di bagian hilir sungai. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada bagian hulu dan tengah menunjukkan besarnya proses degradasi. Beberapa tahun terakhir ini terutama pada musim penghujan, debit banjir di Sungai Deli mengalami peningkatan dan kapasitas tampungan sungai khususnya di bagian hilir sudah tidak mencukupi untuk menampung debit tersebut sehingga mengakibatkan runtuhnya tanggul dan mengakibatkan banjir dengan genangan yang cukup lama di daerah pemukiman penduduk, dan dibagian tengah sangat rawan terhadap erosi tebing dan banjir pada beberapa lokasi pemukiman.
Pada saat ini pemerintah telah melakukan tindakan awal yaitu dengan pembangunan kanal banjir (floodway) yang bertujuan mengalirkan sebagian debit banjir sungai Deli menuju sungai Percut. Namun demikian, tindakan ini harus diikuti dengan program penanganan sungai lainnya yaitu pengendalian transport sedimen.
Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli sendiri dari tahun ke tahun mengalami degradasi pada bagian hulu dan tengah. Salah satunya diakibatkan oleh tata guna dataran banjir yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan dimana pemukiman penduduk sangat dekat dengan sungai yaitu di daerah sekitar aliran sungai dan anak
sungai, sehingga membuat kondisi tanah di daerah sekitar menjadi rawan erosi.
Disamping itu kondisi morfologi Sungai Deli yang berkelok-kelok membuat pengaliran debit banjir terhambat dan jika air meluap akan menimbulkan genangan.
Beberapa dugaan penyebab terjadinya ketidakseimbangan proses degradasi dan agradasi di daerah Sungai Deli adalah sebagai berikut :
1. Perubahan fungsi sempadan sungai yang semestinya sebagai daerah bantaran banjir (flood plain) menjadi daerah pemukiman serta perubahan tataguna lahan di DAS bagian hulu dan tengah menyebabkan semakin meningkatnya debit limpasan permukaan dan besarnya erosi lahan maupun erosi pada alur-alur sungai di daerah hulu dan tengah sungai. Sedangkan pada bagian hilir sungai terjadi proses agradasi atau penimbunan sedimen yang berakibat berkurangnya kapasitas sungai.
2. Akibat lainnya dari erosi pada alur sungai adalah kerusakan fasilitas infrastruktur yang ada, misalnya jembatan.
3. Kondisi morfologi Sungai Deli yang cenderung berkelok (meander) di hilir sungai yang menyebabkan aliran menjadi lambat mengakibatkan agradasi dan saat banjir mengakibatkan luapan di sekitar alur sungai.
4. Pembangunan check dam dan banjir kanal akan berpengaruh berhadap perilaku transport sedimen di bagian hilir.
1.3. Rumusan Masalah
Studi ini diidentifikasi pada permasalahan sedimen dan perubahan elevasi dasar sungai. Berkaitan berbagai permasalahan yang terjadi di sungai Deli, maka dalam kajian ini dapat dirumuskan untuk kondisi eksisting dan kondisi rencana pengendalian degradasi dan agradasi di Sungai Deli pada Balai Wilayah Sungai Sumatera II yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan prediksi kondisi degradasi dan agradasi di Sungai Deli pada ruas jembatan Avros (section 63) sampai dengan jembatan Raden Saleh (section 04) dalam kurun waktu 7 tahun berdasarkan data pengukuran tahun 2001 dan tahun 2009.
2. Melakukan analisis angkutan sedimen dasar dalam kurun waktu 5 dan 10 tahun mendatang.
3. Menghitung besarnya volume sedimen dasar yang terangkut dan yang terendap di sungai Deli pada ruas studi.
4. Melakukan analisis pengaruh bangunan ambang (groundsill) terhadap perilaku degradasi dan agradasi di Sungai Deli pada ruas yang diteliti dalam kurun waktu 5 dan 10 tahun.
1.4. Batasan Masalah
Melihat permasalahan yang terjadi pada Sungai Deli sangat kompleks, maka kajian ini dibatasi untuk memfokuskan kajian pada laju sedimentasi (degradasi dan agradasi). Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka
batasan masalah pada kajian ini adalah :
1. Lokasi yang diteliti adalah ruas sungai Deli darijembatan Avros (section 63) sampai dengan jembatan Raden Saleh (section 04).
2. Kajian perubahan morfologi sungai akan didekati dengan persamaan aliran satu dimensi, serta persamaan empiris yang digunakan dalam perhitungan angkutan sedimen di sungai
3. Kajian adalah penyederhanaan aspek hidrolika dan transportasi sedimen yang terkait dengan fenomena agradasi dan degradasi sungai dalam suatu model.
4. Data input debit akan menggunakan hasil pengamatan lapangan yang didapatkan dari instansi berwenang.
5. Pada saat dilakukan simulasi, diasumsikan bahwa kondisi profil sungai semula adalah tetap dan tata guna lahan di hulu adalah tetap.
6. Pada saat simulasi masa jenis sedimen yang masuk tidak mengalami perubahan atau penambahan.
7. Tidak membahas secara detail struktur bangunan groundsill.
8. Tidak membahas analisa biaya dan manfaat ekonomi.
6
1.5. Tujuan dan Manfaat 1.5.1. Tujuan
Tujuan dari studi ini adalah :
1. Mempelajari perilaku transport sedimen, besarnya angkutan sedimen dan terjadinya perubahan dasar sungai di ruas jembatan Avros (section – 63) sampai dengan jembatan Raden Saleh (section – 04).
2. Mengetahui simulasi angkutan sedimen dasar sungai dalam kurun waktu 5 dan 10 tahun.
3. Mengetahui simulasi pengaruh ambang terhadap perilaku angkutan sedimen dasar dalam kurun waktu 5 dan 10 tahun
1.5.2. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah :
1. Untuk dapat mengetahui besarnya angkutan sedimen (agradasi dan degradasi) di Sungai Deli.
2. Mengetahui pengaruh bangunan ambang (groundsill) terhadap besarnya angkutan sedimen di Sungai Deli.
3. Bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan dan evaluasi suatu sistem pengendalian erosi dan banjir di Sungai Deli.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Erosi dan Sedimentasi
Erosi dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air ataupun angin. Di daerah tropis basah seperti Indonesia erosi terutama disebabkan oleh air. Dalam memperkirakan laju erosi pada suatu daerah hal penting yang perlu diperhatikan adalah intensitas hujan, koefisien limpasan, tataguna lahan, kondisi topografi (kemiringan dan panjang lereng) serta kondisi geologi dan batuan (Priyantoro, 1987).
2.2. Daerah Aliran Sungai
2.2.1. Pengertian Daerah Aliran Sungai
Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sungai (Sosrodarsono, 1984:1).
Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkapan air hujan yang biasanya disebut daerah aliran sungai. Dengan demikian, DAS dapat dipandang sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan mengumpul ke sungai menjadi
aliran sungai. Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagi air hujan menjadi aliran permukaan di masing-masing DAS. Menurut Asdak (2002:4) daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam.
2.2.2. Bentuk Daerah Aliran Sungai
Sifat-sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas dan bentuk daerah alirannya.
Bentuk suatu daerah aliran sungai sangat berpengaruh terhadap kecepatan terpusatnya air. Secara umum bentuk daerah aliran sungai dibedakan menjadi 4 macam (Sosrodarsono, 1976:169) :
a. Daerah aliran bulu burung (memanjang)
Jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama dengan jarak tertentu disebut daerah aliran bulu burung. Daerah aliran yang demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjir berlangsung agak lama.
b. Daerah aliran radial
Daerah aliran radial adalah daerah aliran sungai yang berbentuk seperti kipas atau lingkaran dimana anak-anak sungainya mengkonsentrasi di suatu titik secara radial. Daerah aliran sungai yang demikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pada pertemuan anak-anak sungai.
c. Daerah aliran sejajar
Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah aliran bersatu di bagian hilir Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai-sungai
d. Daerah aliran kompleks
Dalam keadaan yang sesungguhnya kebanyakan sungai-sungai tidaklah sesederhana sebagaimana uraian diatas, akan tetapi merupakan perpaduan dari ketiga tipe tersebut. Daerah aliran yang demikian dinamakan daerah aliran kompeks.
Sumber : Sosrodarsono, 1985 : 3 Gambar 2.1 Daerah Aliran Sungai
2.2.3. Alur Sungai
Suatu alur sungai dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : a. Bagian Hulu
Bagian hulu sungai merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur sungai melalui daerah pegunungan, bukit, atau lereng gunung yang kadang- kadang mempunyai ketinggian yang cukup besar dari muka air laut. Alur sungai dibagian hulu ini biasanya mempunyai kecepatan yang lebih besar dari pada bagian hilir.
b. Bagian Tengah
Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif lebih kecil dari pada bagian hulu. Bagian ini merupakan daerah keseimbangan antara proses erosi dan sedimentasi yang sangat bervariasi dari musim ke musim.
c. Bagian Hilir
Alur sungai dibagian hilir biasanya melalui dataran yang mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan alirannya lambat. Keadaan ini sangat memudahkan terbentuknya pengendapan atau sedimen. Endapan yang terbentuk biasanya berupa endapan pasir halus, lumpur, endapan organik, dan jenis endapan lain yang sangat labil.
11
Gambar 2.2 Sketsa Profil Memanjang Alur Sungai
2.3. Profil Aliran Sungai
Dalam suatu aliran sungai, profil aliran merupakan parameter pokok dalam perhitungan angkutan sedimen. Profil aliran sungai ditentukan berdasarkan suatu persamaan energi.
2.3.1. Persamaan Energi
Dalam saluran terbuka, perhitungan untuk aliran steady berdasarkan persamaan energi berikut ini (Chow, 1997 : 239) :
erosi endapan
H U L U T E N G A H H IL IR L A U T
e
f h
h g z
Y V g z
Y1+ 1 V1 + 1 = 2 + 2 22 + 2 + + 2
2 α
α (2.1)
Dimana :
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
hf = kehilangan tinggi akibat gesekan (m)
he = kehilangan tinggi akibat perubahan penampang (m)
V = kecepatan rerata (m/dt) α = koefisien distribusi kecepatan z = ketinggian air dari datum (m) h = kedalaman air (m)
Gambar 2.3 Energi dalam Saluran Terbuka
Gesekan dan perubahan penampang sungai dapat mengakibatkan kehilangan tinggi energi. Kehilangan akibat gesekan merupakan hasil dari kemiringan garis energi (Sf) dan panjang (L), seperti pada persamaan berikut :
f
f LS
h = . (2.2)
2
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
=⎛ K
Sf Q (2.3)
2
2
1 f
f f
S
S S +
= (2.4)
Dimana :
hf = kehilangan energi akibat gesekan (m) L = jarak antar sub bagian (m)
Sf = kemiringan garis energi (friction slope) K = pengangkutan aliran tiap sub bagian Q = debit air (m3/dt)
Sedangkan kehilangan tinggi energi akibat perubahan penampang diakibatkan oleh dua kejadian, yaitu kontraksi dan ekspansi. Kontraksi dan ekspansi terjadi akibat back water yang disebabkan perubahan penampang atau perubahan/perbedaan kemiringan dasar saluran yang sangat curam sekali. Kehilangan tinggi energi akibat kontraksi dan ekspansi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
g v g
C v hc
2 . 2
. 22 1 12
2 α
α −
= (2.5)
Dimana :
C = koefisien akibat kehilangan tinggi kontraksi dan ekspansi
Dalam program Hec-Ras, mengasumsikan bahwa kontraksi terjadi jika kecepatan di hilir lebih tinggi jika dibandingkan dengan kecepatan di hulu, sedangkan
ekspansi terjadi jika kecepatan di hilir lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi di hulu.
2.3.2. Debit Aliran
Penentuan debit aliran total dan koefisien kecepatan untuk suatu penampang melintang mengharuskan aliran dibagi menjadi bagian-bagian dimana kecepatan tersebut akan didistribusikan secara merata. Pendekatan yang digunakan dalam program Hec-Ras adalah membagi aliran di daerah pinggir sungai dengan menggunakan nilai kekasaran n sebagai dasar pembagian penampang melintang.
Pengangkutan aliran Kj dihitung berdasarkan persamaan :
3 /
. 2
49. , 1
j j j
j A R
K = n (dalam satuan Inggris) (2.6)
3 /
. 2
1 .
j j j
j A R
K = n (dalam satuan Metrik) (2.7)
Dalam program, penambahan pengangkutan di daerah pinggir sungai akan dijumlahkan untuk mendapatkan pengangkutan di bagian samping kanan dan kiri sungai. Pengangkutan di bagian utama saluran dihitung sebagai elemen pengangkutan tunggal, sedangkan pengangkutan total pada penampang melintang didapatkan dengan menjumlahkan pengangkutan di tiga bagian (kiri, tengah, dan kanan).
(2.8)
∑
== n
i j
j
t K
K
Dimana :
n = jumlah sub bagian pada suatu penampang melintang sungai
2.3.3. Koefisien Kekasaran
Untuk perhitungan nilai kekasaran komposit (nc) pada saluran utama dibagi menjadi beberapa bagian nilai kekasaran (ni), dimana pada setiap sub bagian diketahui parameter basah Pi..
3 / 2 1
5 , 1
P n P n
n
i i i c
∑
== (2.9)
Dimana :
nc = koefisien kekasaran komposit
P = parameter basah untuk saluran utama Pi = parameter basah untuk sub bagian ke-i ni = koefisien kekasaran untuk sub bagian ke-i
2.3.4. Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas unsteady flow pada saluran terbuka seperti pada persamaan berikut (Raju, 1986 : 9) :
=0 + dt
dA dx
dQ (2.10)
16
Dimana :
Q = debit (m3/dt) x = panjang pias (m) A = luas penampang (m2) t = waktu (detik)
Gambar 2.4 Kontinuitas Aliran Tidak Tetap
2.3.5. Persamaan Momentum
Persamaan momentum pada saluran terbuka menyatakan bahwa pengaruh dari semua gaya luar terhadap volume kontrol dari cairan dalam setiap arah sama dengan besarnya perubahan momentum dalam arah tersebut (Raju, 1986 : 11) :
(2.11)
∑
Fx = ρ.Q.ΔU) (
.
sin P1 P2 F Fa QU2 U1
W θ + − − f − =ρ − (2.12)
Dimana :
P1 dan P2 = muatan hidrostatis pada potongan 1 dan 2 W = berat volume kontrol
θ = kemiringan dasar terhadap garis mendatar Ff = gesekan batas terhadap panjang Δx
Fa = tahanan udara pada permukaan bebas
Gambar 2.5 Prinsip Momentum pada Saluran Terbuka
2.4. Angkutan Sedimen
2.4.1. Karakteristik Sedimen dan Alur Sungai
Karakteristik sedimen dan alur sungai adalah sifat alam bahwa air pada dataran terbuka tidak mengalir di atas tanah sebagai lapisan, melainkan akan mengumpul sebagai suatu sistem saluran alam, sehingga dapat didefinisikan bahwa sungai adalah
suatu sistem saluran yang dibentuk oleh alam yang disamping mengalirkan air juga mengangkut sedimen yang terkandung di dalam air sungai tersebut (Sumber : Pustaka 1).
Aliran air akan membawa hanyut bahan-bahan sedimen, yang menurut mekanisme pengangkutannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
a. Muatan dasar (bed load)
Pergerakan partikel di dalam aliran air sungai dengan cara menggelinding, meluncur dan meloncat-loncat di atas permukaan dasar sungai.
b. Muatan melayang (suspended load):
Terdiri dari butiran halus yang senantiasa melayang di dalam aliran sungai.
Kecenderungan partikel untuk mengendap selalu terkompensasi oleh aksi difusif dari aliran turbulen air sungai.
Pembedaan yang tajam antara keduanya cukup sulit. Kriteria umum untuk menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan gesek (U*) dan kecepatan jatuh (W), yaitu apabila U*/W > 1,5 maka termasuk sebagai muatan melayang. Sedangkan untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi partikel pada saat pergerakannya di dalam air maksimum 2 sampai 3 kali dari ukuran diameter butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk muatan melayang.
Menurut asalnya, bahan-bahan dalam angkutan sedimen dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
a. Bed material transport, merupakan bahan angkutan yang berasal dari dalam tubuh sungai itu sendiri dan ini dapat diangkut dalam bentuk muatan dasar ataupun muatan melayang.
b. Wash load, merupakan bahan angkutan yang berasal dari sumber-sumber diluar tubuh sungai yang tidak ada hubungannya dengan kondisi lokal. Bahan angkutan ini berasal dari hasil erosi di daerah aliran sungainya (DAS). Bahan ini hanya bisa diangkut sebagai muatan melayang dan umumnya terdiri dari bahan-bahan yang sangat halus < 50 μm. Wash load ini akan berpengaruh pada pengendapan muara sungai atau pada bangunan banjir kanal pada Sungai Deli.
Gambar 2.6 Bagan Hubungan antara Mekanisme Pengangkutan dengan Asal Bahan dalam Angkutan Sedimen
Besarnya angkutan sedimen (T) yang dinyatakan dengan berat massa atau volume per satuan waktu dapat ditentukan dari perpindahan tempat netto bahan yang melalui suatu penampang melintang selama periode waktu yang cukup. T dinyatakan
SUSPENDED LOAD
MEKANISME PENGANGKUTAN
WASH LOAD
ASAL BAHAN
BED MATERIAL
TRANSPORT
BED LOAD
dalam (berat, massa, volume) tiap satuan waktu atau dinyatakan dalam satuan m.k.s (Georgi) yaitu Newton/detik atau dalam satuan S.I.U (Standard International Unit) yaitu Kg/detik (massa) dan m3/detik (volume).
Prinsip dasar angkutan sedimen adalah untuk mengetahui apakah terjadi keadaan seimbang (equilibrium), erosi (degradasi), atau pengendapan (agradasi) dan juga untuk meramalkan kuantitas yang terangkut dalam proses tersebut.
Gambar 2.7 Ilustrasi Transpor Sedimen Melalui 2 (dua) Penampang Melintang
Proses perubahan dasar sungai diantara 2 (dua) penampang melintang akibat adanya angkutan sedimen adalah sebagai berikut :
Perbandingan T Kondisi perubahan dasar sungai I
I
II
II
T1 T2
T1 < T2 T1 = T2 T1 > T2
Erosi atau Degradasi Equilibrium atau Stabil Sedimentasi atau Agradasi
21
m3/det m3/det T/det Q
4 3
2 1
31 Des
1 Jan 365 h Tb (T/det)
2.4.2. Potensi Angkutan Sedimen
Dalam pengelolaan sungai akan terkait dengan aspek angkutan sedimen, yang akan mempertimbangkan besarnya debit dominan. Definisi debit dominan adalah debit yang mengalirkan sebagian besar sedimen suspensi dalam suatu penampang sungai untuk menuju kondisi keseimbangannya. Debit sedimen akan terkait dengan debit sungai dalam bentuk kurva durasi debit (discharge – duration curve), yaitu antara debit air dan debit sedimen suspensi, sementara sedimen yang mengendap berbanding lurus dengan debit suspensi tersebut.
Dalam praktek debit air yang mengalir di sungai tidak tetap, melainkan selalu berubah sesuai fungsi waktu. Jadi aliran sungai adalah tidak permanen (non steady
1. Garis debit tahunan 3. Sediment rating curve
2. Grs massa debit air tahunan 4. Garis massa debit sedimen tahunan Gambar 2.8 Ilustrasi Hitungan Sedimen dalam Satu Tahun
flow), intensitas sedimen juga akan berubah-ubah sesuai berubahnya debit, sehingga besarnya angkutan sedimen total adalah integrasi dari angkutan sedimen sepanjang waktu tertentu. Pendekatan yang terbaik guna meramalkan intensitas angkutan adalah dengan menggunakan analisa statistik dari data aliran.
Untuk itu dipakai garis massa debit (flow duration curve) yang jika dikombinasikan dengan sediment rating curve akan diperoleh jumlah sedimen yang diangkut seluruhnya dalam periode tertentu misalnya selama satu tahun.
Jumlah sedimen tahunan pada tiap-tiap penampang melintang dihitung dengan cara mensubstitusikan nilai debit wakil bulanan selama 1 (satu) tahun ke dalam persamaan sediment rating curve. Jumlah sedimen satu tahun pada setiap penampang melintang ini dipakai untuk menentukan lokasi yang mengalami sedimentasi atau erosi.
2.4.3. Keseimbangan Alur Sungai
Untuk mengetahui keseimbangan alur sungai adalah berdasarkan hasil perhitungan potensi angkutan sedimen pada tiap-tiap penampang melintang yang ditinjau. Besaran kapasitas angkutan sedimen merupakan besaran sesaat. Antara kapasitas angkutan sedimen dan geometri sungai saling mempengaruhi. Kapasitas angkutan sedimen memungkinkan terjadinya degradasi atau agradasi dan akan merubah morfologi sungai. Perubahan morfologi mengakibatkan perubahan hidrolika aliran yang menimbulkan perubahan kapasitas angkutan sedimen.
Dengan demikian proses sedimentasi dan erosi yang terjadi secara lokal, akan berubah untuk mencari keseimbangan dinamis, dimana degradasi dan agradasi tetap berjalan secara seimbang sehingga penampang sungai cenderung stabil.
Selain keseimbangan angkutan sedimen, pada dasar alur sungai terdapat
fenomena sortasi sedimen yang terangkut yang berakibat terjadinya proses armoring pada pada permukaan dasar sungai, yaitu tertutupnya dasar sungai oleh sedimen yang berukuran besar (batu) yang mendukung stabilitas dasar sungai terhadap erosi.
Fenomena ini sangat besar pengaruhnya pada sungai dengan sedimen yang bervariasi.
Akibat armoring pada alur sungai, pada keadaan suplai pasir dari hulu dan anak sungai kecil tidak terjadi erosi dasar sungai meskipun mengalami defisit transpor pasir.
Keseimbangan dasar sungai ini dapat terganggu apabila terjadi pengambilan batu-batu pada dasar sungai tersebut, sehingga sedimen halus yang terlindung di bawahnya akan terbuka dan mudah tererosi apabila mengalami terjadi defisit angkutan sedimen.
Keseimbangan kritis merupakan kondisi kemiringan dasar sungai dengan syarat bahan dasar sungai tidak bergerak. Pada saat aliran sungai mulai mencapai suatu kecepatan yang mulai menggerakan butiran dasar sungai, maka gaya tarik yang timbul pada aliran tersebut adalah gaya tarik kritis dan dinyatakan U*c. (Suyono, Masateru: 330). Pada kondisi seragam dapat dinyatakan dengan :
U*c2 = 80,9 d (2.13)
Dimana :
d >= 0,303 cm
d = ukuran butiran pasir – kerikil bahan dasar sungai untuk τ/ρ = 2,65 , ν = 0,01 cm3/dt dan g = 980 cm/dt2
τ/ρ = berat jenis pasir – kerikil ν = viskositas kenitis
Menurut Suyono dan Masateru (1985), pasir dan kerikil di atas permukaan dasar sungai akan bergerak dihanyutkan aliran dan berarti dasar sungai mulai
bergerak turun, apabila dicapai kondisi 2 1
*
* ≥
c U
U2
. Sedangkan jika memenuhi kondisi
berikut : 2 1
*
c <
U
2
U*
, maka butiran dengan ukuran yang lebih halus akan hanyut dan
permukaan dasar sungai akan tertutup oleh kerikil dengan ukuran yang lebih besar.
Keseimbangan sungai bergerak diantara keseimbangan dinamis dan statis.
Menurut Suyono dan Masateru 1985, kemiringan stabil dinamis ini dapat diperoleh dari persamaan angkutan sedimen yang dikembangkan oleh Brown, diterapkan pada saluran lebar R = H, dan λ = 0.4
)
( ) (
⎭⎬⎫
⎩⎨
⎧
−
= −
λ ρ
σ/ 1 1
10 2 2
5
*
d g
qB U (2.14)
( ) ( )
( )
47 32
12
1 1 / 1
, 0
⎪⎭
⎪⎬
⎫
⎪⎩
⎪⎨
⎧ × − −
=
nq g
d
I qB σ ρ λ
(2.15)
2.5. Pemodelan Angkutan Sedimen
2.5.1. Umum
Pemodelan angkutan sedimen dalam studi ini dihitung dengan menggunakan persamaan empiris yang dipilih dari beberapa persamaan empiris dan profil aliran/hidrolika menggunakan persamaan dasar aliran satu dimensi, dimana salah satu datanya adalah data geometri. Angkutan sedimen ditentukan dari ukuran butiran material bed load. Model juga dipersiapkan untuk melakukan simulasi kecenderungan perilaku erosi dan pengendapan dalam jangka panjang, dengan melakukan perubahan frekuensi dan durasi data debit atau perubahan geometri saluran yang diteliti.
2.5.2. Kapasitas Angkutan Sedimen
Secara umum persamaan angkutan sedimen untuk ukuran butiran yang bervariasi adalah sebagai fungsi berikut ini.
(
DV S B d sf d p T)
f
gsi = , , , , ,ρ,ρs, , i, i, (2.16)
Dimana :
= Laju angkutan sedimen pada kelompok butiran i D = Kedalaman aliran
V = Kecepatan aliran rata-rata S = Kemiringan energi B = Lebar efektif sungai
g si
d = Ukuran diameter butiran yang mewakili ρ = Kerapatan air
ρs = Kerapatan partikel sedimen sf = Faktor bentuk partikel sedimen
di = Diameter rerata geometri partikel dalam ukuran kelas ke-i pi = Fraksi ukuran partikel kelas ke–i di dasar sungai
T = Suhu air
Disamping itu juga terdapat faktor-faktor yang tidak tertera pada fungsi persamaan di atas yang digunakan sebagai persamaan dasar besaran angkutan sedimen. Debit sedimen dasar (bed load) dapat ditentukan berdasarkan pengukuran sedimen suspensi (suspended load) sebagai berikut (Design of Small Dam 1974, 777):
Tabel 2.1 Persentase Korelasi Bed load Konsentrasi
sedimen suspense (ppm)
Jenis material dasar sungai
Texture sedimen suspensi
Persentasi bed load terhadap sedimen suspensi
< 1000 ppm Sand Sama dengan
material dasar 25 – 150
< 1000 ppm Gravel, rock atau consolidated clay
Terdapat sedikit
sand 5 – 12
1000 – 7500 Sand Sama dengan
material dasar 10 – 22 1000 – 7500 Gravel, rock atau
consolidated clay
25% sand atau
kurang 5 – 12
> 7500 Sand Sama dengan
material dasar 5 – 15
> 7500 Gravel, rock atau
consolidated clay 25% sand atau
kurang 2 – 8
Sumber : Design of Small Dam, 1974: 777
27
2.5.3. Gradasi Butiran Material Sedimen
Perhitungan besarnya angkutan sedimen rata-rata dilakukan untuk setiap kondisi hidrolik dan parameter sedimen dengan gradasi butiran tertentu. Kapasitas pengangkutan ditentukan untuk setiap ukuran butir mewakili ukuran butiran tertentu yang membentuk 100% dari material dasar. Kapasitas pengangkutan untuk kelompok ukuran tertentu tersebut kemudian dikalikan dengan pecahan dari total sedimen yang mewakili ukuran tertentu tersebut. Kapasitas pengangkutan untuk ukuran butir tertentu tersebut kemudian dijumlahkan dengan ukuran butiran lain untuk menjadi kapasitas pengangkutan sedimen total. Ukuran kelas angka standar berdasarkan pada skala klasifikasi American Geophysical Union (AGU) yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Ukuran Butiran dari Klasifikasi Material Sedimen American Geophysical Union
No. Sedimen material Grain Diameter Range (mm)
Geometric Median Diameter (mm)
1 Clay 0.002 – 0.004 0.003
2 Very Fine Silt 0.004 – 0.008 0.006
3 Fine Silt 0.008 – 0.016 0.011
4 Medium Silt 0.016 – 0.032 0.023
5 Coarse Silt 0.032 – 0.0625 0.045
6 Very Fine Sand 0.0625 – 0.125 0.088
7 Fine Sand 0.125 – 0.250 0.177
8 Medium Sand 0.250 – 0.5 0.354
9 Coarse Sand 0.5 – 1.0 0.707
10 Very Coarse Sand 1 – 2 1.41
11 Very Fine Gravel 2 – 4 2.83
Tabel 2.2 Lanjutan
No. Sedimen material Grain Diameter Range (mm)
Geometric Median Diameter (mm)
12 Fine Gravel 4 – 8 5.66
13 Medium Gravel 8 – 16 11.3
14 Coarse Gravel 16 – 32 22.6
15 Very Coarse Gravel 32 – 64 45.3
16 Small Cobbles 64 – 128 90.5
17 Large Cobbles 128 – 256 181
18 Small Boulders 256 – 512 362
19 Medium Boulders 512 – 1024 724
20 Large Boulders 1024 – 2048 1448
Sumber : HECRAS 4.0 Manual, 2008
Hasil perhitungan pengangkutan sedimen rerata sangat sensitif terhadap distribusi ukuran butir, terutama untuk butiran halus.
Tabel 2.3 Jangkauan Nilai Input untuk Fungsi Pengangkutan Sedimen
FUNCTION d dm s V D S W T
Ackers-White (flume)
0.04 – 7.0
NA 1.0 – 2.7 0.07 – 7.1
0.01 – 1.4
0.00006 – 0.037
0.23 – 4.0 46 – 89
Engelund-Hansen (flume)
NA 0.19 –
0.93
NA 0.65 –
6.34
0.19 – 133
0.000055 – 0.019
NA 45 – 93
Laursen (field) NA 0.08 – 0.7
NA 0.068 – 6.34
0.019 – 1.33
0.0000021 – 0.0018
63 – 3640 32 – 93
Laursen (flume) NA 0.011 – 29
NA 0.7 – 9.4 0.03 – 3.6
O,00025 – 0.025
0.25 – 6.6 46 – 83
Meyer-Peter- Muller (flume)
0.4 – 29 NA 1.25 – 4.0
1.2 – 9.4 0.03 – 3.9
0.0004 – 0.02 0.5 – 6.6 NA
Toffaleti (field) 0.062 – 4.0
0.095 – 0.76
NA 0.7 – 7.8 0.07 – 1.1 (R)
0.000002 – 0.0011
63 – 3640 32 – 93
Toffaleti (flume) 0.062 – 4.0
0.45 – 0.91
NA 0.7 – 6.3 0.07 – 1.1 (R)
0.00014 – 0.019
0.8 – 8 40 – 93
Tabel 2.3 Lanjutan
FUNCTION d dm s V D S W T
Yang (field – sand)
0.15 – 1.7
NA NA 0.8 – 6.4 0.04 –
50
0.000043 – 0.028
0.44 - 1750
32 – 94
Yang (field – gravel)
2.5 – 7.0 NA NA 1.4 – 5.1 0.08 – 0.72
0.0012 – 0.29 0.44 – 1750
32 – 94
Sumber : Sam User’s Manual, 1998 Dimana :
d = diameter partikel keseluruhan, mm dm = diameter partikel rata-rata, mm s = berat jenis sedimen
V = kecepatan aliran rata-rata, fps D = kedalaman aliran, ft
S = kemiringan garis energi W = lebar Saluran, ft
T = suhu air, oF
(R) = jari-jari hidrolik, ft NA = data tidak tersedia
Terdapat 7 (tujuh) formula dalam model Hec-Ras yaitu, 1) Ackers-White, 2) Englund-Hansen, 3) Laursen (Copeland), 4) Meyer-Peter-Muller, 5) Tofaletti, 6) Yang dan 7) Wilcock.
2.5.4. Penerapan Model Angkutan Sedimen
Terdapat berbagai metoda perhitungan angkutan sedimen yang dikembangkan berdasarkan kondisi yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan mendapatkan hasil berbeda antara satu dengan lainnya. Untuk memperoleh ketelitian dari prediksi sedimen, maka diperlukan adanya uji terhadap hasil dari model yang digunakan.
Fungsi pengangkutan sedimen berikut akan digunakan dalam analisis ini dan dipilih salah satu dan diuji dengan koefisien chi-square, yaitu:
1. Ackers-White 2. Meyer-Peter Müller 3. Toffaleti
4. Yang
Rumusan angkutan sedimen yang sesuai dipilih melalui perhitungan, dengan mengambil data penampang melintang sungai tahun 2001 sebagai kondisi awal, dan elevasi dasar hasil pengukuran 2009 sebagai pembanding. Berikut ini adalah data kondisi awal untuk penentuan metoda angkutan sedimen :
1. Kondisi geometri adalah penampang melintang sungai yang diambil tahun 2001 2. Material dasar sungai, hasil sampling tahun 2009
3. Data debit harian, data pengamatan selama periode simulasi (7 tahun)
4. Daerah pemodelan, Jembatan Avros (Section–63) – Jembatan Raden Saleh (Section–04)
5. Rumusan yang diuji cobakan:
a. Ackers-White, b. Mayer-Peter-Muller, c. Tofaletti,
d. Yang
Elevasi dasar sungai pada akhir simulasi (31 Mei 2009) dibandingkan dengan keadaan sesungguhnya yang telah disurvey pada tahun 2009. Untuk memilih metoda yang tepat dilakukan analisa untuk membandingkan hasil perhitungan terhadap data pengukuran dengan pendekatan statistik, yang selanjutnya akan menjadi indikator kesesuaian persamaan angkutan sedimen.
Salah satu analisis statistik yang digunakan adalah metoda selisih kuadrat (chi- square test). Uji kesesuaian ini dapat diaplikasikan pada data dengan variabel single nominal untuk mengetahui apakah frekuensi data yang diuji sesuai dengan data yang dibandingkan.
Metoda ini dinyatakan dalam persamaan berikut.
∑
= −= k
i E
E O
1 2
2 ( )
X (2.17)
Dimana,
χ2 = Selisih error kuadrat antara elevasi dasar sungai pengamatan (O) dan simulasi (E).
O = Titik elevasi palung sungai sesungguhnya (hasil survey) tahun 2008 (m.SHVP)
E = Titik elevasi palung sungai hasil simulasi (m.SHVP) k = Jumlah penampang melintang
Cara penerapan distribusi X2 dalam pengujian data atau hipotesis analog dengan penggunaan uji distribusi t dan uji F. Nilai χ2 hasil perhitungan dari hasil simulasi dibandingkan dengan nilai kritisnya. Nilai kritis untuk uji distribusi chi square dapat dilihat pada tabel dengan taraf kesalahan (α) dan df (derajad kebebasan). Nilai taraf kesalahan adalah: α = 0,10, α = 0,05, dan α = 0,01. dalam uji ini df sama dengan jumlah data (k) dikurangi 1 (df=k-1).
Gambar 2.9 Kurva Distribusi Chi-Square Keterangan : Daerah yang diarsir = α untuk x2 sampai xα2
Jika nilai χ2 hasil perhitungan kurang dari nilai kritisnya, maka data hasil perhitungan sesuai dengan data hasil pengukuran. Tabel kritis dapat dilihat pada Lampiran 8
33
2.6. Bangunan Ambang 2.6.1. Umum
Bangunan ambang merupakan bangunan menyilang pada sungai yang bertujuan untuk mengurangi kecepatan aliran, terutama aliran yang menimbulkan gerusan terhadap formasi material dasar sungai. Penempatan bangunan ambang tersebut adalah untuk menjaga agar besarnya daya angkut aliran air sungai, serta kemiringan dasar sungai akan menjadi stabil. Fungsi lain dari bangunan tersebut adalah untuk mengurangi besarnya angkutan sedimen dan untuk menangkap sebagian sedimen yang terangkut oleh aliran sungai.
Denah ambang dan arah limpasan air.
Gambar 2.10 Contoh Bangunan Ambang dan Arah Limpasan Air
2.6.2. Tipe dan Bentuk Bangunan Ambang
Tipe umum bangunan ambang adalah berbentuk ambang datar (bed gindle work), yang hampir tidak mempunyai terjunan dan elevasi puncak bangunan hampir sama dengan permukaan dasar sungai dan berfungsi untuk menjaga agar permukaan
34
dasar sungai tidak turun lagi. Ambang pelimpah direncanakan sedemikian rupa dengan garis arah arus banjir (Sosrodarsono, 1985 : 187).
2.6.3. Disain Bangunan Ambang
Ambang yang semakin tinggi gaya tarik aliran air sungainya akan semakin menurun. Akan tetapi ambang dengan elevasi mercu yang terlalu tinggi akan menimbulkan dasar sungai di sebelah hulu ambang akan naik dan air sungai dengan terjunannya yang tinggi akan mengganggu stabilitas dasar sungai di sebelah hilir ambang tersebut.
Dalam studi ini akan dilakukan pemilihan dengan merencanakan alternatif tinggi ambang. Berdasarkan hasil studi dan penelitian yang seksama terhadap rezim sungai pada rencana lokasi ambang, maka diharapkan didapatkan ambang yang dapat berfungsi secara optimal.
BAB 3 METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu
3.1.1. Tempat
Lokasi daerah kajian adalah Sungai Deli, yang berada di wilayah Kota Medan, dimulai dari Jembatan Avros sampai dengan Jembatan Raden Saleh dengan panjang sungai yang dikaji ± 6,00 km. Peta Lokasi terlampir pada Gambar 3-1.
3.1.2. Waktu
Penelitian yang dilakukan meliputi pengambilan sampel sedimen, analisa sedimentasi dan pengukuran kecepatan aliran. Waktu penelitian dimulai pada Bulan April 2008 sampai dengan Juli 2009.
3.2. Metode Penelitian dan Bahan 3.2.1. Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel sedimen dan pengukuran kecepatan aliran dilakukan secara langsung di lokasi kajian.
36
Gambar 3.1 Peta Lokasi Studi
Kec. Medan Deli 3.65°N
3.6°N
3.55°N
3.5°N 3.7°N 3.75°N
65°E 75°E
Kec. Medan Kota Belawan
Kec. Medan Marelan
Kec. Medan Labuhan
Kec. Medan Tembung
Kec. Medan Perjuangan Kec. Medan Helvetian
Kec. Medan Sunggal Kec. Medan Area
Kec. Medan Maimoon Kec. Medan Polonia
Kec. Medan Selayang
Kec. Medan Johor
Kec. Medan Amplas Kec. Medan Denai
Kec. Medan Tuntungan
Kec. Medan Kota
98.7°E
98.
98.6°E 98.
3.2.2. Bahan
Data-data dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Peta situasi lokasi kajian.
Peta yang digunakan dalam kajian ini diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II, seperti disajikan dalam Gambar 3.2. Data lain dari hasil pengukuran topografi sungai meliputi pengukuran penampang melintang sungai, penampang memanjang sungai (disajikan dalam Lampiran). Data ini diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II, Kegiatan Pengendalian Banjir dan Perbaikan Sungai II Propinsi Sumatera Utara. Gambar penampang sungai disajikan dalam lampiran.
2. Data debit harian terukur selama kurun waktu 15 tahun (1990-2004) diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II, Kegiatan Pengendalian Banjir dan Perbaikan Sungai II Propinsi Sumatera Utara. Data ini disajikan dalam lampiran.
3. Data pengukuran profil melintang sungai tahun 2009
Data profil melintang sungai tahun 2009 merupakan data yang diukur pada bulan Juli tahun 2009. Lokasi pengukuran adalah sebagai berikut :
a. Jembatan Avros b. Jembatan Juanda c. Jembatan Sudirman d. Jembatan Palang Merah e. Jembatan Raden Saleh
38
Data ini digunakan dalam pemilihan model angkutan sedimen. Data hasil pengukuran tersebut disajikan dalam lampiran.
4. Data Pengukuran Sedimen
Data sedimen merupakan sedimen dasar (bed load) diperoleh dengan melakukan pengambilan sampel sedimen pada 3 titik tinjau di Sungai Deli yaitu di Jembatan Avros, Jembatan Waspada (Sudirman) dan Jembatan Raden Saleh. Selanjutnya, hasil pengambilan sampel sedimen di analisa di laboratorium mekanika tanah untuk memperoleh besaran gradasi butiran.
3.3. Langkah-Langkah Pengkajian 3.3.1. Data Geometri
Data penampang melintang (Cross Section) sungai hasil pengukuran digunakan untuk simulasi fluktuasi dasar sungai, dengan asumsi bahwa debit aliran akan berpengaruh terhadap perubahan.
3.3.2. Quasi-Unsteady Flow
Data debit pengamatan harian hasil pengamatan tahun 1990-2004 diambil dari Stasiun Lau Simeme dipilih untuk proses simulasi dasar sungai untuk jangka pendek (5 tahun) dan jangka panjang (10 tahun).
AWAL PENELITIAN
AKHIR PENELITIAN
ANALISIS POLA PENGENDALIAN
SCALE 1 : 11.500 0 10 20 m
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA L E G E N D :
Garis ketinggian
39
SEDIMEN DI SUNGAI DELI
Arah aliran JALAN ARTERI SUNGAI
LADANG JEMBATAN
KELAPA TEBU
SAWAH
JALAN KERETA API
KELAPA SAWIT
RAWA - RAWA JALAN SEKUNDER
TITIK TETAP TITIK TETAP
MESJID GEREJA RUMAH SEKOLAH
KANTOR PEMERINTAH TITIK POLIGON
KUBURAN PINTU DRAINAGE
3.3.3. Data Sedimen
Data sedimen diperoleh dari pengambilan sampel di lapangan. Lokasi pengambilan data sedimen terletak di Jembatan Avros, Jembatan Sudirman (waspada) dan Jembatan Raden Saleh.
3.4. Tahapan Analisis
3.4.1. Umum
Metoda dalam analisis ini adalah dengan melakukan pemodelan kondisi angkutan sedimen dengan tahapan umum adalah sebagai berikut :
1. Penyiapan data-data model (data debit bulanan, potongan melintang, dan karakteristik sedimen).
2. Penerapan model angkutan sedimen yang sesuai
3. Simulasi perhitungan angkutan sedimen periode 5 dan 10 tahun 4. Analisis hasil simulasi dan pembahasan
5. Kesimpulan dan rekomendasi
Bagan alir yang menjelaskan secara umum langkah analisis dapat dilihat pada Gambar 3.3 sampai dengan 3.4.
3.4.2. Pemilihan Model Angkutan Sedimen
Berdasarkan karakteristik model yang digunakan dalam analisis ini, maka perlu dilakukan tahapan pemilihan metoda pendekatan yang sesuai dengan kondisi