4 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suroto (2014) mengenai sistem refrigerasi untuk pengawetan buah pisang dengan temperatur mencapai 11°C dapat tercapai selama 10 menit dengan kapasitas kompresor 1Pk. Untuk penyimpanan daging ayam, penelitian yang dilakukan oleh Aziz Wandira (2018) mengenai “Redesign Freezer dan Pemanfaatan Panas Kondensor Pada Sistem Vacuum Drying Untuk Produk Kentang” dengan temperatur -18°C pada menit ke-100 dan efisiensi 65,56%. Sedangkan untuk penyimpanan buah apel Loepi Jaya (1997) melakukan sebuah perancangan lemari pendingin untuk penyimpanan buah apel pada temperatur 3°C karena buah apel yang tersimpan di dalamnya tidak cepat masak serta tidak cepat rusak.
Maka dari itu untuk menjaga kualitas buah apel, buah pisan dan daging ayam maka dibutuhkan suatu alat yang mampu untuk mempertahankan kualitas produk tersebut dengan kondisi yang semestinya dibutuhkan. Alat tersebut harus mampu menyimpan produk dengan temperatur yang telah ditentukan sesuai dengan temperatur yang direkomendasikan untuk buah apel, buah pisang dan daging ayam. Sehingga produk tersebut mampu bertahan lama, kondisi gizi tidak cepat rusak, serta tekstur dagingnya bagus.
Sebenarnya bisa saja produk tersebut di simpan pada cool box lalu diberikan es batu. Namun hal seperti ini sifatnya tidak bertahan lama, tidak efektif dan hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan artinya tidak bisa bertahan lama. Menggunakan metode seperti itu kondisi temperatur tidak bisa dijaga karena tergantung dari es batu, semakin lama, es batu akan mencair dan tidak bisa mempertahankan suhu kabin (cool box) tersebut akibatnya produk akan cepat rusak, kandungan gizi akan berkurang, tidak eknomis dan tidak efektif karena menambah kerja dari manusia. Sehingga dibutuhkan alat yang dapat mempertahankan suhu maka dari itu dibuatlah
5 alat untuk penyimpanan produk (buah apel, buah pisang dan daging ayam) dengan metode sistem refrigerasi kompresi uap agar penyimpanan produk bisa bertahan lama serta kandungan gizi tidak mudah rusak.
Pada saat penyimpanan produk dibutuhkan temperatur kabin yang berbeda-beda sesuai dengan standar temperatur yang direkomendasikan.
Untuk buah apel standar temperatur yang direkomendasikan antara 1,75°C – 4,5°C (Dossat – 1981), buah pisang antara 16,75°C - 21°C (Dossat – 1981), dan daging ayam -18°C (Dossat – 1981)
2.2 Deskripsi Alat
Sama seperti kebanyakan alat penyimpanan seperti kulkas, cool room ataupun cold storage, alat inu pun memiliki komponen dan fungsi yang sama dengan metode menggunakan sistem refrigerasi kompresi uap.
Hanya saja alat ini dibuat khusus untuk mencapai dan menjaga temperatur yang telah ditentukan untuk produk tersebut. Alat ini terdapat 3 kabin dengan temperatur yang berbeda tiap kabinnya disesuaikan dengan temperatur produk yang dibutuhkan. Alat ini dilengkapi sistem kontrol dan keamanan sistem sehingga mesin akan bekerja dan mati sesuai dengan settingan temperatur yang sudah ditentukan dan keamanan dari tekanan dan temperatur sistem yang berlebihan.
2.3 Sistem Regrigerasi Kompresi Uap
Sistem refrigerasi kompresi uap adalah sistem yang sering digunakan dalam mendesign suatu alat pendingin, baik untuk penyimpanan atau kenyamanan thermal. Siklus ini terdiri dari 5 komponen utama yaitu kompresor, kondensor, alat ekspansi, evaporator dan refrigeran. Prinsip kerja dari sistem refrigerasi kompresi uap adalah dengan cara menguapkan dan mengkondensasikan refrigeran. Penguapan (evaporasi) refrigeran terjadi di evaporator dengan cara menyerap kalor atau panas dari kabin, produk atau ruangan yang ingin didinginkan. Sedangkan proses pengkondensasian terjadi di kondensor dengan cara membuang kalor atau panas ke lingkungan.
6 Gambar 2.1 Siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap
Sumber : http://catatan-teknik.blogspot.com/2010/10/cara-kerja-air- conditioner.html
Siklus refrigerasi kompresi uap pada gambar 1 menggunakan kompresor sebagai jantungnya sistem yang berfungsi untuk mensirkulasi dan memompa refrigeran yang bertekanan rendah dan berfasa uap dingin masuk pada sisi hisap (suction). Pada kompresor, refrigeran ditekan dan disirkulasikan ke sistem sehingga tekanan refrigeran yang rendah setelah ditekan menjadi tinggi, suhu refrigeran menjadi tinggi (panas) dan berfasa uap panas (superheat) pada discharge line dan masuk ke kondensor. Di kondensor refrigeran mengalami proses kondensasi, refrigeran yang masuk kondensor berfasa uap panas berubah menjadi refrigeran berfasa cair sepenuhnya. Proses kondensasi diakibatkan karena di kondensor membuang panas atau kalor ke lingkungan sehingga terjadi penurunan suhu tetapi refrigeran tetap bertekanan tinggi. Refrigeran berfasa cair masuk ke alat ekspansi untuk diturunkan tekanannya, sehingga tekanan turun, suhu turun (rendah) lebih rendah dari suhu kabin atau ruangan yang ingin didinginkan dan fasa refrigerant campuran (cair dan uap, dominan cair). Refrigeran campuran masuk ke evaporator, disana evaporator menyerap kalor dari kabin, produk atau ruangan yang ingin didinginkan sehingga kabin menjadi dingin. Tekanan refrigeran di evaporator rendah, suhu rendah dan refrigeran campuran berubah menjadi refrigeran berfasa uap sepenuhnya (evaporasi). Refrigeran yang sepenuhnya uap kembali masuk ke kompresor untuk ditekan dan disirkulasikan kembali.
Sistem ini memiliki 4 siklus dasar :
7 a. Kompresi (penekanan)
b. Kendensasi (pengmbunan) c. Ekspansi (penurunan tekanan) d. Evaporasi (penguapan)
Gambar 2.2 Digaram P-h Siklus Refrigerasi Kompresi Uap Sumber : https://gregoriusagung.wordpress.com/2010/12/11/mesin-
pendingin-siklus-kompresi-uap/
Pada gambar 2.4 ditunjukan proses lengkap dari sistem refrigerasi kompresi uap yaitu :
a. Proses 1 – 2 adalah proses kompresi
Proses kompresi terjadi di kompresor dimana refrigeran berfasa uap bertekanan rendah masuk ke kompresor dan dikompresi sehingga tekanan refrigeran menjadi naik (tinggi), suhu refrigeran panas (superheat) dan berfasa uap panas. Proses tersebut berlangsung secara isentropic. Refrigeran berfasa uap panas tersebut masuk ke kondensor.
Kerja yang dilakukan kompresor (kompresi) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
qw = h2 – h1
Qw = ṁ (h2 – h1) ……….(1) Dengan :
Qw = Kapasitas kompresi (kW) qw = Kerja kompresi (Kj/Kg)
8 ṁ = Laju aliran massa refrigeran (Kg/s)
h1 = Entalphy refrigeran masuk kompresor (Kj/Kg) h2 = Entalphy refrigeran keluar kompresor (Kj/Kg) Untuk rasio kompresi sendiri dapat dihitung dengan cara : Rc = 𝑃𝑑𝑃𝑠
Dimana :
RC = Rasio kompresi
Pd = Tekanan discharge (Bar) Ps = Tekanan suction (Bar)
b. Proses 2 – 3 yaitu proses kondensasi
Proses 2 – 3 adalah proses kondensasi yang berlangsung di kondensor. Uap refrigerant yang bertekanan dan bertemperatur tinggi akan membuang kalor (panas) atau terjadi pertukanan kalor (panas).
Proses pelepasan dan perpindahan kalor dapat berlangsung secara konveksi alami maupun paksa (fan atau air) sehingga refrigerant uap mengembun dan menjadi cair pada tekanan konstan (isobar). Besarnya kalor yang dibuang refrigeran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
qc = h2 – h3
Qc = ṁ (h2 – h3) ……….(2) Dimana :
Qc = Kapasitas Kondensasi (kW)
qc = Besar kalor yang dilepas oleh kondensor (Kj/Kg) ṁ = Laju aliran massa refrigeran (Kg/s)
h2 = Entalphy refrigerant masuk kondensor (Kj/Kg) h3 = Entalphy refrigerant keluar kondensor (Kj/Kg)
c. Proses 3 – 4 yaitu proses ekspansi
Proses 3 – 4 adalah proses ekspansi yang berlangsung di alat ekspansi. Refrigerant cair dari kondensor masuk ke alat ekspansi untuk diturunkan tekanannya sehingga temperature refrigeran ikut turun fasa
9 refrigeran mengalami perubahan yaitu campuran antara cair dan uap namun dominan cair. Pada proses ini mengalami entalphy konstan artinya tidak ada perubahan nilai entalphy. Entalphy masuk dan keluar ekspansi bernilai sama h3=h4. Proses ini disebut proses isoentalphy
d. Proses 4 – 1 yaitu evaporasi
Proses 4 – 1 adalah proses evaporasi yang berlangsung di evaporator. Refrigeran di evaporator ini memiliki suhu yang lebih rendah dari suhu kabin. Untuk proses penguapan dibutuhkan kalor yang sangat besar yang diambil dari produk atau kabin. Refrigerant berfasa dominan cair menyerap kalor dari kabin atau produk sehingga fasa refrigeran berubah jadi uap bertemperatur rendah. Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator dapat dihitung melalui persamaan :
qe = h1 – h4
Qe = ṁ (h1 – h4) ……….(3) Dimana :
Qe = Kapasitas evaporasi (kW)
qe = Besar kalor yang diserap oleh evaporator (Kj/Kg) ṁ = Laju aliran massa refrigerant (Kg/s)
h4 = Entalphy refrigeran masuk evaporator (Kj/Kg) h1 = Entalphy refrigeran keluar evaporator (Kj/Kg)
Setelah diketahui kerja kompresi dan evaporasi, dapat dihitung COP dari system pendingin tersebut. COP ( coefficient of performance ) yaitu performasi dari mesin atau system refrigerasi. Nilai COP dipengaruhi dari nilai tekanan dan temperature. Setelah nilai COP diketahu, dapat ditentukan efisiensi dari mesin tersebut. Mencari nilai dari efisiensi mesin ialah perbandingan antara COPaktual dan COPcarnot dengan menggunakan persamaan :
COP actual :ℎ1−ℎ4ℎ2−ℎ1 ………..(4)
COP carnot :𝑇𝑘−𝑇𝑒𝑇𝑒 ………..(5)
10 Efisiensi sistem :𝐶𝑂𝑃 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙𝐶𝑂𝑃 𝑐𝑎𝑟𝑛𝑜𝑡 x 100% ……….(6)
Dimana :
h1 : Entalphy saat refrigeran masuk kompresor (Kj/Kg) h4 : Entalphy saat refrigeran keluar evaporator (Kj/Kg) h2 : Entalphy saat refrigerant keluar kompresor (Kj/Kg) Te : Temperatur evaporasi (K)
Tk : Temperatur Kondensasi (K)
2.4 Komponen Sistem 2.4.1 Komponen Utama A. Kompresor
Kompresor adalah jantungnya dari sistem ini. Tanpa adanya kompresor, sistem ini tidak bisa bekerja. Pada sistem ini, kompresor berfungsi untuk menekan dan mensirkulasi refrigeran di sistem sehingga refrigeran yang keluar dari kompresor bertekanan tinggi, bertemperatur tinggi bahkan lebih tinggi dari temperatur lingkungan dan berfase uap panas.
Gambar 2.3 Kompresor
Sumber : https://www.amazon.in/Kulthorn-AE-9437Y-1- Refrigeration-Compressor/dp/B00RE4NS9U
Kompresor sendiri dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu : a. Berdasarkan kontruksinya yaitu :
1. Kompresor Torak
11 2. Kompresor Putar
3. Kompresor Sekrup 4. Kompresor Gulung 5. Kompresor Sentrifugal
b. Berdasarkan letak motornya yaitu : 1. Hermetic
2. Semi Hermetic 3. Open Type
Sedangkan kompresor yang digunakan pada sistem ini berjenis kompresor torak, hermetic. Jadi piston dan motor dalam satu tempat tidak terpisah dengan cooling capacity yaitu 986 watts dengan daya masukan 663 watts type AE 9437Y Kulthorn.
B. Kondensor
Kondensor adalah alat penukar kalor yang berfungsi untuk membuang atau melepas kalor (panas) dari refrigeran bertekanan dan bertemperatur tinggi ke lingkungan sehingga temperatur refrigeran tidak panas lagi. Pada kondensor juga fasa refrigeran berubah dari uap bertekanan tinggi menjadi cair bertekanan tinggi.
Kondensor dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Kondensor berpendingin udara (Air Cooled Condenser) b. Kondensor berpendingin air (Water Cooled Condenser) c. Kondensor Evaporatip (Evaporative Condenser)
12 Gambar 2.4 Kondensor
Sumber : https://indonesian.alibaba.com/product- detail/refrigerator-parts-wire-tube-condenser-for-air-
conditioner-or-refrigerator-60734185328.html
Pada sistem ini kondensor yang digunakan adalah Air Cooled Condenser yaitu kondensor didinginkan dengan menggunakan bantuan udara (fan).
C. Alat Ekspansi
Katup ekspansi adalah salah satu komponen yang terdapat pada sistem refrigerasi kompresi uap yang berfungsi untuk menurunkan tekanan refrigeran yang berasal dari kondensor sehingga temperatur refrigeran menurun atau rendah lebih rendah dibandingkan temperatur kabin atau ruangan yang ingin didinginkan.
Ada 8 jenis katup ekspansi yaitu : 1. Katup ekspansi manual 2. Katup ekspansi otomatis 3. Katup ekspansi thermostatic 4. Pipa kapiler
5. Katup apung sisi tekanan rendah 6. Katup apung sisi tekanan tinggi 7. Katup ekspansi thermal elektrik 8. Katup ekspansi elektronik
13 Gambar 2.5 Pipa Kapiler
Sumber : https://tiriztea.wordpress.com/2011/05/12/pipa- kapiler/
Pada sistem ini alat ekspansi yang digunakan berjenis pipa kapiler dengan diameter 0,54 untuk low temperature (produk ayam) dan 0,64 medium (produk buah ape) dan high temperature (produk buah pisang).
D. Evaporator
Evaporator adalah alat perpindahan panas yang berfungsi untuk menyerap kalor dari produk atau kabin atau ruangan yang ingin didinginkan ke refrigeran yang bertekanan dan beretemperatur rendah.
Gambar 2.6 Evaporator
Sumber : https://www.4statetrucks.com/engine-parts/semi-truck-ac- evaporator-fits-kenworth-w900-t600-t800_48407.asp
Evaporator terbagi menjadi beberapa macam yaitu : a. Berdasarkan kontruksinya yaitu :
14 1. Bare tube evaporator
2. Plate surface evaporator 3. Finned evaporator
b. Berdasarkan metode pemasukan refrigerant yaitu : 1. Dry-expansion evaporator
2. Flooded evaporator
c. Berdasarkan sirkulasi fluida yang akan didinginkan yaitu : 1. Natural convection evaporator
2. Forced convection evaporator
d. Berdasarkan fluida yang akan didinginkan yaitu : 1. Air cooling evaporator
2. Liquid chilling evaporator :
Double-pipe cooler (tube in tube cooler)
Baudelot cooler
Tank-type cooler
Shell and coil evaporator
Shell and tube evaporator
e. Berdasarkan sistem kontak refrigerannya : 1. Sistem langsung (Direct System)
2. Sistem tak langsung (Indirect System) biasanya menggunakan fluida tambah atau brine.
Namun pada sistem ini evaporator yang digunakan berjenis Bare Tube Evaporator.
E. Refrigeran
Refrigeran adalah zat yang bertindak sebagai media kerja atau media pendingin yang menyerap panas dari air, udara, benda atau ruangan yang ingin didinginkan sehingga refrigeran dapat berubah wujud (fasa) dari cair menjadi gas (proses penguapan membutuhkan kalor yang diserap dari benda atau ruangan yang ingin didinginkan) proses tersebut dinamakan evaporasi.
Dan membuang panas ke udara atau air sehingga refrigeran berubah wujud (fasa) dari gas menjadi cair (kondensasi).
15 Gambar 2.7 Refrigeran R 134a
Sumber : https://www.alibaba.com/product-detail/Factory-supply-air- condition-99-
9_1193354716.html?spm=a2700.7724857.normalList.29.5ad25592jAn2Sc
Dalam memilih refrigeran ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
a. Termodinamika b. Titik didih normal c. COP
d. Titik beku
e. Temperatur dan tekanan kritis f. Tidak beracun
g. Tidak mudah terbakar h. Persyaratan kimia i. Persyaratan fisik
2.4.2 Komponen Pendukung
Komponen pendukung ini bertujuan untuk membantu kinerja dari sistem.
Selain untuk meningkatkan kerja sistem, komponen pendukung ini juga diberikan untuk memberikan keamanan pada sistem. Komponen pendukung tersebut yaitu :
a. Sight Glass
Sight glass adalah untuk melihat cairan atau isi refrigeran dalam sistem, apakah refrigeran di sistem sudah cukup atau kurang. Selain itu sight glass juga dapat digunakan untuk melihat apakah di dalam refrigeran ini mengandung uap air atau tidak karena uap air berbahaya
16 pada sistem terutama kompresor. Uap air dapat terdeteksi menggunakan sight glass dengan melihat warna indikator pada sight glass.
Gambar 2.8 Sight Glass
Sumber : https://www.indotrading.com/product/sight-glass-ac- p597569.aspx
b. High and Low Pressure Gauge
High and low pressure gauge (HLP) adalah sebuah alat yang berfungsi untuk mengetahui atau mengukur tekanan pada refrigeran baik tekanan rendah (Suction line) ataupun pada tekanan tinggi (Discharge line). Biasanya high and low pressure gauge ini difungsikan juga sebagai indikator pada saat mengisi refrigeran, pada sisi tekanan tinggi maupun rendah.
Gambar 2. 9 High and Low Pressure Gauge
Sumber : http://www.produzon.com/images/assets/p/high-and-low- pressure-gauge-mr-mb-leitenberger.gif
17 c. High and Low Pressurestat (Pressure Switch)
High and low pressurestat (Pressure switch) adalah sebuah alat pada sistem refrigerasi yang berfungso untuk melindungi sistem dari tekanan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dengan cara memutus aliran listrik yang dipasang seri pada kompresor. Setelah tekanan sistem tidak terlalu tinggu dan terlalu rendah atau tidak membahayakan bagi sistem kontak terminal yang tadinya terputus atau membuka akan kembali menutup sehingga aliran listrik dapat mengalir ke kompresor dan kompresor kembali menyala.
Gambar 2.10 High and Low Pressure Switch
Sumber : http://www.fujikoki.co.jp/en/product/co/pr_co_switch.html
d. Strainer
Strainer tidak jauh be
da dengan filter dryer yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang terbawa refrigeran pada sistem. Kotoran tersebut bisa saja dari kerak atau sisa las-lasan pada pipa yang akan disambung.
Gambar 2.11 Strainer
18 Sumber : http://pusatteknik-
duniateknik.blogspot.com/2015/02/cooper-strainer.html
e. Check valve
Check valve berfungsi untuk menahan atau mencegah aliran refrigeran yang balik pada sistem. Jika terjadi aliran balik makan katup akan menutup. Check valve pada sistem diletakan setelah evaporator guna mencegah refrigeran masuk ke dalam evaporator ketika evaporator pada posisi tidak digunakan.
Gambar 2.12 Check Valve
Sumber : https://www.fridgecare.co.uk/check-valves/danfoss-nrvh16s- solder-check-valve-58
f. Handvalve
Handvalve digunakan untuk membuka dan menutup aliran refrigeran pada sistem.
Gambar 2.13 Handvalve
Sumber : https://jasateknikpendingin.com/product/castel-hand-valve/
19 g. Solenoid valve
Solenoid valve adalah sebuah alat yang terdiri dari sebuah komponen yang dibagian tengahnya terdapat sebuah inti besi yang dapat menjadi magnet (armatur). Solenoid valve hanya memiliki 2 kedudukan yaitu membuka penuh atau menutup penuh. Pada sistem ini solenoid valve dipasang pada liquid line yang dimaksudkan untuk mencegah dan menutup aliran refrigeran yang akan masuk ke pipa kapiler dan evaporator yang tidak digunakan.
Gambar 2.14 Solenoid Valve
Sumber : https://www.grainger.com/product/PARKER-Refrigeration- Solenoid-Valve-11X601
h. Akumulator
Akumulator adalah sebuah alat yang dipasang setelah evaporator.
Akumulator berfungsi untuk menyimpan atau menampung sementara refrigeran yang masih berfasa cair pada saat keluar evaportor sehingga pada saat masuk ke kompresor fasa refrigeran benar-benar sepenuhnya dalam keadaan uap.
Gambar 2.15 Akumulator
20 Sumber : http://andriemultiteknik.com/2018/03/11/komponen-ac-
split-pendukung/
i. Fan
Fan pada sistem berfungsi untuk mendistribusikan udara dan media untuk proses perpindahan panas. Pemasangan fan pada kondensor bertujuan untuk mempercepat proses pembuangan kalor kelingkungan dengan kata lain membantu proses pendinginan pada kondensor.
Sedangkan fan pada evaporator bertujuan untuk mempercepat proses pendinginan dan mendistribusikan udara dingin ke seluruh kabin sehingga pada kabin dapat dingin dengan merata.
Gambar 2.16 Fan Motor
Sumber : https://indonesian.alibaba.com/product-detail/condenser- fan-motor-ecq-shaded-pole-fan-motor-60759996421.html
2.4.3 Komponen Kelistrikan
a. MCB (Mini Circuit Breaker)
MCB adalah sebuah komponen pada sistem kelistrikan baik untuk instalasi rumah atau pada mesin-mesin yang digunakan untuk pengamanan sistem pada beban lebih atau arus hubung singkat. Jika terjadi arus hubung singkat dan beban lebih maka MCB akan bekerja dengan cara memutus rangkaian kelistrikan dari sumber tegangan sehingga sistem akan menjadi aman dan terhindar dari kerusakan akibat beban lebih atau hubungan arus pendek (Short Circuit).
21 Gambar 2.17 MCB (Mini Circuit Bracker)
Sumber : https://www.tokopedia.com/binabadi/schneider-domae- mcb-listrik-1-phase-10-ampere-merlin-gerin-asli
b. Push Button
Push Button adalah sebuah saklar tekan yang berfungsi untuk menghubungkan dan memutus aliran listrik dari sumber arus ke beban (Kompresor). Push button memiliki 2 kontak yaitu NC (Normally Close) dan NO (Normaly Open).
Gambar 2.18 Push Button
Sumber : https://nz.rs-online.com/web/p/push-button-complete- units/8152027/
c. Relay
Relay adalah sebuah piranti yang bekerja berdasarkan elektromagnetik untuk menggerakan sejumlah kontaktor yang tersusun atau sebuah saklar elektronis yang dapat dikendalikan dari rangkaian elektroniklainnya dengan memanfaatkan tenaga listrik sebagai sumber energi. Relay akan menutup (menyala) dan akan membuka (mati)
22 karena efek induksi magnet yang dihasilkan kumparan (induktor) ketika dialiri arus listrik.
Gambar 2.19 Relay
Sumber : https://www.ato.com/electromagnetic-relay-11-pin-3pdt- 12v-24v-110v-220v-coil
d. Pilot Lamp
Pilot Lamp adalah digunakan sebagai indikator dari komponen seperti kompresor dan solenoid valve apakah bekerja atau tidak. Pilot lamp dirangkai secara pararel dengan kompresor atau solenoid valve sehingga jika kompresor atau solenoid valve bekerja maka pilot lamp akan ikut bekerja sebaliknya jika tidak bekerja pilot lamp akan ikut tidak bekerja.
Gambar 2.20 Pilot Lamp
Sumber : https://www.tokopedia.com/wobble/pilot-lamp-merah- kuning-hijau-fort-22mm-merah
e. Voltmeter
Voltmeter adalah sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengukur sebuah tegangan pada sistem.
23 Gambar 2.21 Voltmeter
Sumber : https://www.indiamart.com/proddetail/500v-analog- voltmeter-16385066855.html
f. Amperemeter
Amperemeter adalah sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengukur sebuah arus listrik yang mengalir pada sistem. Semakin terjadi perbedaan tekanan pada suction line dan discharge line maka arus yang terjadi dan terukur akan semakin besar. Selain untuk mengukur arus, amperemeter juga digunakan sebagai acuan atau indikator dalam proses pengisian refrigeran pada sistem. Pada saat pengisian refrigeran lihat nilai pada amperemeter apakah sudah sesuai atau tidak dengan di name plate kompresor. Jika sudah sesuai proses pengisian refrigeran dianggap telah selesai.
Gambar 2.22 Amperemeter
Sumber : https://www.tokopedia.com/samudra-elektrik/ampere- meter-amperemeter-analog-jarum-merk-fort-via-ct
24 g. Junctiorn Terminal
Junction terminal adalah sebagai penghantar arus listrik dari dan menujut alat-alat kontrol atau beban. Menggunakan junction terminal juga menghemat kabel dan memudahkan pada proses instalasi kelistrikan.
Gambar 2.23 Terminal Junction
Sumber : https://www.newark.com/cinch/4-141/terminal-block-barrier-4- position/dp/28F713
2.5 Perhitungan Beban Pendingin
Beban pendingin adalah beban yang ditangani oleh evaporator untuk dapat menentukan kapasitas pendingin yang dibutuhkan serta komponen yang dibutuhkan terutama menentukan daya kompresor, kondensor dan evaporator.
a. Beban Dinding
Beban dinding adalah banyaknya beban yang masuk ke dalam kabin melalui dinding karena adanya perbedaan temperatur antara temperatur ruangan yang didinginkan (kabin) dan temperatur lingkungan. Menurut Dossat dalam bukunya The Principle of Refrigeration bahwa beban kalor yang melalui dinding adalah banyaknya kalor yang masuk ke ruang refrigerasi melalui dinding karena terjadinya perbedaan temperatur antara temperatur lingkungan dengan ruang refrigerasi tersebut.
Beban kalor yang melalui dinding dapat dihitung menggunakan perasamaan sebagai berikut :
Qd = U x A x ∆T ...(7) Dimana :
Q = Kalor yang masuk ke ruangan melalui dinding [Watt]
25 U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh [W/m2K]
A = Luas penampang [m2]
∆T = Perbedaan temperatur kabin dengan lingkungan [°C]
Untuk mencari nilai U dapat dicari menggunakan persamaan :
1
𝑈 =𝑓𝑖1 +𝑘1𝑋 +𝑥2𝑘2+𝑥3𝑘3+ ⋯ +𝑋𝑛𝐾𝑛+𝑓𝑜1 ...(8) Dimana :
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh dalam (W/m2K) k = Konduktivitas bahan (W/mK)
x = Tebal lapisan bahan (m)
fi = Koefisien konveksi dinding dalam [W/m2K]
Dossat (1981) mengasumsikan 9,37 W/m2K.
fo = Koefisien konveksi dinding luar [W/m2K]
b. Beban Produk
Beban produk dibagi menjadi 2 bagian yaitu produk pada temperature awal menuju temperatur pembekuan dan temperature pembekuan produk menuju temperatur produk yang ingin dicapai.
1. Beban Produk Entering to Freezing
Untuk menghitung besarnya kalor penurutan temperatur maka diperlukan persamaan sebagai berikut :
QBF = 𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 ∆𝑇
𝑛 𝑥 3600 𝑥 𝑅𝐹 ...(9)
Dimana :
QBF = Beban kalor penurunan temperatur pada produk [kW]
m = Massa produk [kg]
Cp = Kalor spesifik dari produk [kJ/kgK]
∆T = Perbedaan temperatur antara temperatur awal produk dengan temperatur freezing point product [°C]
n = “Chilling time” adalah waktu yang diperlukan untuk menurunkan temperatur dari temperatur awal produk ke temperatur akhir produk yang diinginkan
RF = Faktor pendingin (Chilling rate factor)
26 2. Beban Produk Freezing to Final Storage
Untuk menghitung besarnya kalor penurutan temperatur maka diperlukan persamaan sebagai berikut :
QAF = 𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 ∆𝑇
𝑛 𝑥 3600 𝑥 𝑅𝐹 ...(10)
Dimana :
QAF = Beban kalor penurunan temperatur pada produk [kW]
m = Massa produk [kg]
Cp = Kalor spesifik dari produk [kJ/kgK]
∆T = Perbedaan temperatur antara temperature freezing point ke temperature final product [°C]
n = “Chilling time” adalah waktu yang diperlukan untuk menurunkan temperatur dari temperatur awal produk ke temperatur akhir produk yang diinginkan
RF = Faktor pendingin (Chilling rate factor)
c. Beban Laten
Beban laten berhubungan dengan perubahan fasa pada produk dapat dihitung menggunakan persamaan :
QLaten = 𝑛 𝑥 3600 𝑥 𝑅𝐹𝑚 𝑥 𝐿 ………..(11)
Dimana :
QLaten = Beban kalor laten dari produk [kW]
m = Massa produk [kg]
L = Kalor laten produk [kJ/kg]
n = “Chilling time” adalah waktu yang diperlukan untuk menurunkan temperatur dari temperatur awal produk ke temperatur akhir produk yang diinginkan
RF = Faktor pendingin (Chilling rate factor)
27 d. Beban Motor
Untuk menghitung beban motor (fan) dapat menggunakan persamaan :
𝑄𝑓𝑎𝑛 = 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑥 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 ℎ𝑜𝑢𝑟𝑠 𝑖𝑛 𝑢𝑠𝑒
24 ℎ𝑜𝑢𝑟𝑠 ...(12)
e. Beban Total
Beban total adalah beban dari keseluruhan yaitu beban dinding, beban produk dan beban laten. Beban total dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan yaitu :
Qtotal = QDinding + QProduk + QLaten ………(13)
f. Safety Factor
Dossat (1981) untuk pemilihan komponen atau peralatan beban tersebut ditambah dengan faktor keamanan 5% atau 10% tergantung dari ketelitian data yang digunakan.
QSF = Qtotal x (5% atau 10%) ……….(14)
g. Grand Total
QT = Qtotal + QSF ………(15)
Dimana :
QT = Jumlah beban total setelah ditambahkan safety factor (kW)
2.6 Perhitungan Panjang Evaporator
Adapun cara menghitung panjang evaporator dengan mencari beberapa variable antara lain :
1. Penentuan Efek Refrigerasi
Untuk menentukan efek refrigerasi terlebih dahulu harus memasukan temperatur evaporasi dan kondensasi pada aplikasi coolpack atau plot manual pada diagram P-h R134a. Setelah mendapatkan nilai qe (efek refrigerasi ) kemudian mencari laju aliran massa refrigeran.
28 2. Laju Aliran Massa
Untuk menentukan laju aliran massa refrigeran dapat menggunakan persamaan :
ṁ =
𝑞𝑒𝑄...(
16)
Dimana :
ṁ : Laju alirann massa refrigeran (Kg/s) Q : Beban total pendinginan (kW) qe : Efek refrigerasi (kJ/Kg)
3. Perhitungan Kecepatan Refrigerasi
Untuk perhitungan kecepatan refrigerasi dapat menggunakan 2 cara yaitu :
𝑣 =
ṁ𝜌𝑥𝜋4𝑥𝑑2
...(17)
Dimana :
V : Kecepatan refrigerasi ṁ : Laju aliran massa
𝜌
:
Massa jenis refrigeran pada temperatur atau density (Kg/m3) d : diameter pipa bagian dalam (m)atau,
A : 3,14 x r2 ...(18) Dimana :
A : Luas lingkaran (m2) r2 : Jari-jari lingkaran (m) Lalu,
𝑣 =
ṁ𝜌𝑥𝐴
...(19) Dimana :
V : Kecepatan refrigerasi ṁ : Laju aliran massa
29 𝜌
:
Massa jenis refrigeran pada temperatur atau density (Kg/m3) A : Luas lingkaran pipa (m2)4. Perhitungan Bilangan Reynolds
𝑅𝑒 =
𝜌𝑣𝑑𝜇 .........(20) Dimana :
Re : Bilangan reynolds
V : Kecepatan refrigerasi (m/s)
𝜌
:
Massa jenis refrigeran pada temperatur atau density (Kg/m3)𝜇 :
Viscosity refrigerant (Pa.s) d : Diameter dalam pipa (m2)5. Perhitungan Bilangan Prandals
𝑃𝑟 = 𝜇𝐶𝑝
𝑘 ...(21) Dimana :
Pr : Bilangan prandals
𝜇 :
Viscosity refrigerant (Pa.s) Cp : Kalor spesifik (kJ/Kg.K)k : Konduktivitas thermal (W/m.k)
6. Perhitungan Bilangan Nusselt
Setelah bilangan reynold dan prandals diketahui, maka selanjutnya mencari nilai C dan n. Dengan parameter atau yang menjadi titik acuan adalah nilai dari bilangan Reynolds.
Tabel 2.1 Bilangan Konstanta C dan n
Re C N
0,4 – 4 0,989
4 – 40 0,911 0,385
30
4 – 4000 0,683 0,466
4000 – 40000 0,193 0,618
40000 –
400000 0,0266 0,805
Dengan melihat tabel 2.1, maka didapatlah nilai C dan n. Kemudian dapat diketahui dan melakukan perhitungan bilangan nusselt dengan menggunakan persamaan :
Nu = C (Re)
n(Pr)
0,3……….………..(22)Dimana :
Nu : Bilangan nusselt
C : Nilai konstanta C pada tabel 2.1 N : Nilai konstanta n pada tabel 2.1 0,3 : Nilai eksponen untuk pendinginan Re : Bilangan reynolds
Pr : Bilangan prandals
7. Perhitungan Koefisien Konveksi
Setelah bilangan nusselt diperoleh maka dapat dicari nilai koefisien perpindahan kalor. Koefisien perpindahan kalor dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
ℎ =
𝑁𝑢𝐾𝑑 ………..(23) Dimana :h : Koefisien konveksi atau koefisien perpindahan panas (W/m2.K) Nu : Bilangan nusselt
K : Konduktifitas thermal (W/m.K) d : Diameter pipa bagian dalam (m)
31 8. Panjang Pipa Evaporator
𝐿 =
ℎ 𝑥 𝜋 𝑥 𝑑 𝑥 ∆𝑇𝑞 ……….(24) Dimana :L : Panjang pipa evaporator (m)
q : Kapasitas beban pendinginan (Watt) h : Koefisien perpindahan panas (W/m2.K) π : Phi (3,14)
d : Diameter pipa bagian dalam (m)
∆T : Perbedaan temperatur lingkungan dan temperatur evaporasi (°C)