Syukri : Analis is T erhadap Perlindungan Hukum Konsumen Listrik: Studi Pada PT. PLN R anting D ewantara D i Kabupaten Ac eh U tara, 2010.
TESIS
Oleh
S Y U K R I 077011061/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM
KONSUMEN LISTRIK: STUDI PADA PT. PLN RANTING
DEWANTARA DI KABUPATEN ACEH UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
S Y U K R I 077011061/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN LISTRIK: STUDI PADA PT. PLN RANTING DEWANTARA DI KABUPATEN ACEH UTARA
Nama Mahasiswa : Syukri Nomor Pokok : 077011061 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum) Ketua
(Prof.Dr.Suhaidi, SH, MH) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)
Telah diuji pada
Tanggal : 24 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn
ABSTRAK
Prinsip-prinsip yang dianut dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan, PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajib menyediakan tenaga listrik secara terus-menerus (berkesinambungan) dengan mutu dan keandalan yang baik, juga wajib memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan/konsumen listrik. Ternyata keadaan yang ditemui sekarang berbeda jauh dengan apa yang telah ditetapkan oleh undang-undang ketenagalistrikan. Akibat krisis pasokan listrik yang dialami hampir di seluruh pelosok tanah air, PT PLN tidak mampu menyediakan tenaga listrik secara terus menerus kepada pelanggannya. Hal ini terbukti dengan seringnya pemadaman listrik bergilir yang dilakukan PT. PLN kepada pelanggan/konsumen listrik. Pemadaman listrik yang dilakukan PT PLN kepada pelanggan/konsumen listrik yang seringkali tanpa pemberitahuan terlebih dahulu membawa dampak negatif terhadap pelanggan/konsumennya. Masalah kerusakan alat-alat elektronik peralatan rumah tangga para konsumen listrik adalah yang seringkali dikeluhkan terutama konsumen listrik. Adanya ganti kerugian yang dijanjikan oleh undang-undang ketenagalistrikan ternyata masih jauh dari yang diharapkan konsumen listrik. Keadaan ini terungkap dari hasil wawamcara yang telah dilakukan terhadap (YLPK) dan Tim Advokasi Konsumen Listrik (TAKOL) serta 30 (tiga puluh) orang konsumen listrik di Wilayah Ranting Dewantara Kabupaten Aceh Utara.
Penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi Wilayah PT. PLN Ranting Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Penelitian dilakukan bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metode pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan Perundang-undangan. Alat pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen dalam pedoman wawancara. Analisis dilakukan dengan metode deduktif yakni berbanyak preminor mayor ke premis minor untuk menarik kesimpulan
Pembayaran kompensasi yang dilakukan oleh PT PLN kepada
konsumen/pelanggan listrik sebesar 10 apabila PT PLN melakukan kesalahan/pelanggaran terhadap 3 (tiga) poin indicator yaitu Nomor 5,6 dan 12 sesuai dengan SK 114.12/36/03/2002 . Gugatan class acton dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan tidak ada pengaturannya, yang ada hanya dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Gugatan class action bidang pelindungan konsumen di Pengadilan Negeri Banda Aceh baru sekali diputuskan yakni pada tahun 2000 dan putusan ini juga tidak berpihak kepada perlindungan konsumen melainkan berpihak kepada PT.PLN.
ABSTRACT
Principles existed based on main in Law Number 15 Year 1985 of Electrical Power, PT. PLN as the only Electrical Power Trustee must continuously apply good services to consumers besides best and reliable electric power supply. The real actual fact is very contrary to electrical power ordinance/regulations. Decrease of electric power supplies all over the country unable PT PLN to keep on suuplying consumers. This is mostly proved by alternating electric power supplies disconnenction done by PT. PLN. Uninformed electric power disconnection causes bad effects on consumers, especially for electronic and household equipments. The compensation promised by electrical power ordinance is unable to fulfill consumer’s wish. This is exposed by reviewing the results of interview done toward related sides, namely, PT. PLN, (YLPK), and also toward 30 consumers in Twig of Dewantara North Aceh Regency.
The study takes place in PT. PLN territory Twig of Dewantara North Aceh Regency as the best selected location. The research is analytical-descriptive with normative-jurisdistional approach method besides empirical-jurisdictional/sociological approach in order to support law research/normative-jurisdictional. Data gathering tools derive from library research and field research.The compensation promised by electrical power ordinance is only limited to compensating payment for those who overpay and those who play pay less than their required account.
To get the related compensation, consumers must be able to prove that PLN has made mistakes/violation about 3 indicating points of Service Quality Level (TMP) of 13 determined points, namely, 10 % compensation of subscription fee for violating points 5, 6, dan 12. The conflict settlement commonly chosen by consumers (personally) is by appointing Consumers Dispute Settlement Committee (BPSK) which demands services by the way of concialition, mediation or arbitration, outside of civil judgement. On the other hand, conflict involves a large nimber/group of consumers (Class Action), the management of electric consumer’s right protection in current electrical power ordinance is rarely found, primarily in which it is really excluded. It only contains consumer’s obligation. In fact, Class Action has been acknowledged for 6 years in Indonesia since year 2000, but there is no consumer’s conflict settlement granted by Banda Aceh First Instance Courts judges through this kind of accusation.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmatNya maka penulisan tesis dengan judul “ANALISIS TERHADAP
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN LISTRIK: Studi pada PT. PLN Ranting DEWANTARA, KABUPATEN ACEH UTARA” Alhamdulillah dapat diselesaikan.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi
untuk memperoleh gelar magister di bidang ilmu kenotariatan pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari banyak pihak terutama dari team dosen pembimbing.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih, teristimewa kepada Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, selaku pembimbing utama, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku pembimbing kedua dan Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, selaku pembimbing ketiga atas kesediannya memberikan bimbingan, petunjuk dan saran-saran sejak awal penulisan proposal hingga selesainya penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga terutama kepada :
1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpAK, selaku Rektor Universitas
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara;
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, sebagai Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
4. Dr. T. Keizerina Devi Anwar SH, CN, MHum, selaku sekretaris Program studi
Magister Kenotariatan serta sebagai Penguji;
5. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum, selaku Penguji;
6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu guru besar dan staf pengajar pada Program Magister
Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
7. Bapak Maimun Muhammad, Asisten Manager PT. PLN Lhokseumawe;
8. Bapak H. Ali Basyah Manager PT. PLN Rayon Lhokseumawe;
9. Bapak Zulfitri, Manager PT. PLN Ranting Dewantara Kabupaten Aceh Utara;
10. Bapak Irwansyah an. Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe bagian tindak
pidana umum;
11. Ibu Fahmiwati, SE, selaku Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen
YLPK;
12. Istri tercinta Nurjani, A. Ma. Pd (Almh) yang senantiasa memberi motivasi agar
senantiasa selalu berusaha dan jangan pernah lupa berdoa dalam mencapai
cita-cita dan selalu yakin bahwa apa yang menjadi kehendak Allah SWT adalah
yang terbaik bagi hambaNya, dan teramat kasih untuk anak-anakku tersayang
Putri), yang dengan perhatian dan dukungan kalian semua membuat ayah
senantiasa bersemangat untuk menyelesaikan sekolah ini;
13. Ayahandaku tercinta H. Ilyas Ahmadi (Alm) yang sampai akhir hayatnya
senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis agar penulis
dapat menjalani hidup ini sebaik-baik jalan yang telah ditentukan Allah SWT,
juga kepada Ibunda tercinta Hj. Rahmani (Almh) yang senantiasa memberikan
yang terbaik buat anak-anaknya yang membuat penulis yakin bahwa kasih ibu
memang sepanjang jalan adanya. Dan terima kasih yang tak dapat diucapkan
untuk keluarga besarku terutama yang senantiasa mendoakan penulis dari jauh
dengan doa tulus dan ikhlas kepada kakak-kakak dan adik.
14. Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan tesis ini, khususnya Abdul
Muthaleb Debora, Imelda sebagai pembanding dan suami Ibu Nina yang selama
ini selalu mendukung kami belajar bersama serta rekan-rekan seperjuangan
mahasiswa/i Magister Kenotariatan Group C Angkatan 2007 yang tidak dapat
penulis sebutkan namanya satu persatu.
Akhir kata, penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini
masih jauh dari memadai. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari rekan-rekan semua yang telah meluangkan waktu untuk
membaca tesis ini agar tesis ini dapat semakin mendekati kelayakan.
Medan, Juni 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Syukri
Tempat/Tanggal Lahir : 12 Mei 1961
Status : Kawin
Alamat : Komplek BTN PT AAF, Blok A, No. 5 Paloh Lada,
Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.
II. Orang Tua
Nama Ayah : H. Ilyas Ahmadi (Alm)
Nama Ibu : Hj. Rahmani (Almh)
III. Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar (SD) Negeri No. 8 Lhokseumawe : Tamat tahun 1975.
2. SMP Negeri Cunda : Tamat tahun 1979.
3. SMA Negeri Bireuen : Tamat tahun 1982.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 15
E. Keaslian Penelitian ... 16
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16
1. Kerangka Teori ... 16
2. Konsepsi ... 19
G. Metode Penelitian ... 23
1. Spesifikasi Penelitian ... 23
2. Bahan Penelitian ... 23
3. Metode Pengumpulan Data ... 24
4. Analisa Data ... 26
BAB II ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK KONSUMEN LISTRIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1985 TENTANG KETENAGALISTRIKAN ... 29 A. Profil Perusahaan PT. PLN (Persero) ... 29
B. Pengaturan Hukum Tentang PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan Serta Hak dan Kewajiban Perusahaan ... 33
C. Hak dan Kewajiban Masyarakat, Pelanggan/Konsumen Listrik Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan ... 37
D. Pengaturan Tarif Dasar Listrik (TDL) Dalam Hubungannya Dengan Perlindungan Hukum Konsumen Listrik ... 41
E. Standar/Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) ... 47
F. Perlindungan Hukum Terhadap Hak-hak Konsumen Listrik Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan ... 52
BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN LISTRIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 ... 58 A. Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen ... 58
B. Hak dan Kewajiban Konsumen Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) ... 71
C. Upaya Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) ... 76
1. Penyelesaian Sengketa Konsumen Diluar Peradilan Umum (BPSK) ... 79
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK KONSUMEN LISTRIK DI RANTING DEWANTARA KABUPATEN
ACEH UTARA ... 90
A. Hambatan/Kendala dari Pelaku Usaha (PT.PLN) ... 90
B. Hambatan/Kendala dari Pelanggan/Konsumen Listrik... 96
C. Upaya Mengatasi Hambatan ... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
A. Kesimpulan... 103
B. Saran ... 105
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Daftar Pertanyaan Pejabat PT. PLN ... 113
2. Daftar Pertanyaan Kepada Ketua Yayasan Lembaga
Perlindungan Konsumen (YLPK) Banda Aceh ... 115
3. Daftar Pertanyaan Pegawai Atau Pejabat Kantor Kejaksaan
Negeri Lhokseumawe ... 116
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak dan perlindungan konsumen merupakan salah satu hal yang menarik
untuk dibahas, karena perlindungan terhadap konsumen sampai sekarang ini masih
banyak kasus yang timbul, banyak yang masih tidak terselesaikan dengan baik. Hal
ini juga makin diperparah dengan tidak bijaknya pemerintah dalam menyikapi
masalah perlindungan terhadap konsumen. Padahal kita dapat melihat bahwa
perlindungan terhadap konsumen sangatlah penting diberikan oleh pemerintah dan
pihak pelaku usaha.
Tindakan pelaku usaha dalam hal ini banyak menyebabkan kerugian bagi
pihak konsumen, masalah hak dan perlindungan konsumen maka kita diharapkan
dapat lebih memahami apa sebenarnya yang dikatakan dengan perlindungan terhadap
konsumen. Pihak konsumen selama ini masih ada yang tidak mengerti apa saja yang
menjadi hak mereka dan kewajiban yang harus mereka dapatkan pada suatu pelaku
usaha yang menjual jasa ataupun bentuk pelayanan lainnya. Dalam hal ini peran
pemerintah dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku usaha dan
memperhatikan hak dan kewajiban konsumen yang lebih besar, oleh karena itu
masalah perlindungan terhadap konsumen tidak saja menjadi tanggung jawab penjual
barang dan jasa tetapi merupakan tanggung jawab mutlak pemerintah, yang dalam hal
Selama ini banyak konsumen yang merasa dirugikan akibat tidak jelasnya
perlindungan terhadap mereka, salah satu penyebab dikarenakan oleh lemahnya
hukum dan perlindungan terhadap konsumen, selain itu juga pihak konsumen yang
merasa dirugikan dengan pemadaman listrik setiap hari namun tidak pernah melapor
kepada pihak yang terkait atau pihak yang berwenang terhadap kerugian yang telah di
deritanya.
Setiap orang baik secara individu maupun berkelompok pada suatu saat pasti
menjadi konsumen dari suatu produk barang atau jasa tertentu. Namun demikian,
hubungan perdata antara pelaku usaha dan konsumen tidak selamanya akan
berlangsung harmonis dan saling menguntungkan. Karena konsumen sebagai pihak
yang dilayani, biasanya berada pada posisi lemah, maka pelaku usaha sebagai salah
satu badan usaha pelayanan jasa berpotensi atau berpeluang besar untuk wanprestasi
atau merugikan konsumennya dengan mudah.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah ditemukan
suatu sistem ketenagalistrikan yang berperan penting bagi perkembangan hidup dan
kehidupan masyarakat berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan. Menanggapi perkembangan teknologi tersebut, Pemerintah
Indonesia telah menerbitkan sejumlah peraturan perundang-undangan untuk memberi
rambu-rambu hukum secara tertulis kepada perorangan atau lembaga yang
berkepentingan dengan perlindungan konsumen tersebut, berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 57,
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun
2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan
Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Dapat diketahui bahwa Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
diadakan untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia. Istilah
“mengembangkan” yang digunakan di dalam Pasal 31 Undang-undang Perlindungan
Konsumen ini yang telah diatur dalam pasal lain, khususnya tentang pengaturan hak
dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, pengaturan larangan-larangan bagi
pelaku usaha di dalam menjalankan bisnisnya, pengaturan tanggung jawab pelaku
usaha dan pengaturan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.1
1
Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 195.
Satu hal penting yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya untuk mewujudkan
suatu pembangunan energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan
berbagai proses kegiatan meliputi energi listrik, mekanik dan panas. Keberadaan
energi listrik sebagai sarana penerangan bagi masyarakat, dan berfungsi menjadi
salah satu indikator untuk dapat dilaksanakannya pembangunan. Banyak aktifitas
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di dalam meningkatkan
Pentingnya energi listrik bagi masyarakat dapat ditunjukkan dengan besarnya
penggunaan listrik oleh masyarakat baik itu untuk konsumsi rumah tangga maupun
industri dan perdagangan dalam skala lokal maupun nasional. Tentunya hal ini akan
sangat mempengaruhi produksi barang maupun jasa. Hal lainnya yang tak kalah
penting sehubungan dangan fungsi listrik ini adalah adanya kemajuan teknologi
komunikasi maupun informatika yang turut memperluas ruang gerak arus transportasi
barang maupun jasa.
Mengingat arti penting listrik dalam kehidupan masyarakat dan pengusaha,
maka penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh Negara yang pelaksanaannya dilakukan
oleh PT. PLN dan PT. PLN yang melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik
dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang
Kuasa Usaha Ketenagalistrikan di Indonesia.
Penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik yang cukup dalam jumlah
mutu dan keandalannya dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat merupakan
masalah utama yang perlu diperhatikan. Karena tujuan pembangunan
ketenagalistrikan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat berdasarkan
Undang-undang Dasar 1945, maka harga jual tenaga listrik diatur oleh Pemerintah agar
terjangkau oleh rakyat dalam bentuk harga yang wajar.2
Pasokan listrik yang mencukupi, harga yang terjangkau adalah harapan
seluruh konsumen pelanggan listrik di Indonesia, namun kenyataannya sering sekali
2
konsumen menemui kenyataan bahwa arus listrik terpaksa naik dengan berbagai
alasan dan seringnya pemadaman arus listrik bergilir dengan berbagai alasan pula.
Fahmi Muchtar. Direktur PT. PLN Medan menyatakan bahwa Sumatera Utara surplus listrik 125 MW tahun ini, sejumlah proyek pembangkit tenaga listrik di Sumatera Utara akan rampung pada tahun 2009, diantaranya di Pelabuhan Angin, Sicanang, Sibayak Karo dan Sipa Horas sehingga jumlahnya diperkirakan mencapai 250 MW, Sumatera Utara akan surplus 125 MW, dan menurut Fahmi, bertambahnya pasokan arus listrik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan listrik di daerah, baik kebutuhan listrik rumah tangga maupun untuk industri, juga dapat membantu program Gubernur Sumatera Utara dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Sumatera Utara. PLN Medan sedang membangun sejumlah pembangkit tenaga listrik baru di sejumlah daerah diantaranya di Nagan Raya Aceh yang berkapasitas 2x100 MW, dan di Pangkalan Susu 2x200 MW.3
Tunggakan rekening listrik di Lhokseumawe mencapai Rp 7,4 Miliar, jumlah tunggakan rekening listrik di PLN Rayon Lhokseumawe yang memiliki pelanggan 36.168 itu hingga 1 Maret 2009 mencapai 7,4 Miliar. Namun mulai sekarang bagi pelanggan yang menunggak bukan hanya dari instansi Selain seringnya pemadaman listrik yang dirasakan oleh masyarakat sebagai
konsumen adalah pembayaran rekening listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian
konsumen dan sering sekali konsumen terpaksa membayar harga yang telah
ditentukan dalam tagihan rekening listrik walaupun kenyataannya pemakaian listrik
oleh konsumen tidak sebesar yang tercantum dalam tegihan tersebut. Dalam peraturan
perundang-undangan konsumen mendapat perlindungan secara hukum sejak
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, sedikit banyak telah membuat lega masyarakat dan pelaku usaha yang
notabene adalah konsumen. Namun bagaimana perlindungan terhadap hak-hak dan
kewajiban konsumen listrik.
3
Pemerintah saja yang akan berhadapan dengan penegak hokum, tapi bagi masyarakat umum dipastikan akan mendapat pemanggilan. Dalam hal ini pihak Kejaksaan Negeri Lhokseumawe.
Kepala PLN Rayon Lhokseumawe, Ali Basyah mengatakan dari total 7,4 miliar yang menunggak Rp 1,3 miliar diantaranya berasal dari instansi Pemerintah daerah dan dari pelanggan umum mencapai Rp 6 miliar lebih. “Jumlah tunggakan sekarang ini mencapai 150 persen dari omset perbulan yang hanya sekitar Rp 4,9 Miliar.” Berdasarkan realita itu Ali Basyah, pihaknya pun kembali meminta pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe membuat pelanggan memenuhi kewajibannya membayar listrik.4
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, konsumen mendapat
perlindungan secara hukum. Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sedikit banyak telah membuat lega
masyarakat yang notabene adalah konsumen. Namun sebagaimana perlindungan
terhadap hak-hak konsumen ketenagalistrikan. Masyarak Indonesia sebagai penerima
jasa pelayanan publik sering mengalami kesulitan akibat ketiadaan standar pelayanan
yang jelas. Masyarakat atau konsumen akan mudah secara sepihak dijatuhi sanksi jika
yang bersangkutan terlambat membayar kewajibannya, tetapi sebaliknya sanksi yang
sama tidak dapat diarahkan kepada pejabat tata usaha negara (baca aparat
BUMN/BUMD) yang terlambat merealisasikan pelayanannya kepada masyarakat.
Ketimpangan ini dapat terjadi disemua sector kehidupan.5
4
Harian, Serambi Pase, tanggal 19 Maret 2009, hal 9. 5
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hal 173.
Termasuk juga yang terjadi
pada pelayanan publik yang diberikan oleh PT. PLN. Hal-hal yang masih mewarnai
masalah kelistrikan yang dialami oleh masyarakat atau konsumen dapat ditemukan
a) Kesalahan pencatatan tagihan rekening listrik;
b) Pemadaman listrik tanpa pemberitahuan;
c) Biaya Penyambungan baru;
d) Voltase listrik naik turun (berakibat rusaknya alat-alat elektronik/rumah
tangga);
e) Pembongkaran KWH meter/alat pembatas dan pengukur (dengan alasan
menunggak rekening listrik beberapa bulan, padahal baru beberapa hari
menyala, segel tidak ada);
f) Pembayaran rekening dikaitkan dengan pembayaran punggutan/retribusi.6
Dalam prinsip-prinsip yang dianut Undang-undang tentang Ketenagalistrikan,
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PT.PLN) wajib menyediakan tenaga
listrik secara terus menerus dengan mutu dan keadalan yang baik, juga wajib
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat, g) Pemasangan jaringan baru tanpa memakai KWH.meter.
7
6
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal 176.
7
Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang ketenagalistrikan jo Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomo 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
telah
mencerminkan adanya kewajiban memberikan perlindungan terhadap konsumen
listrik. Pelanggaran terhadap ini tentu ada konsekuensi hukumnya, kecuali terbukti
Konsekuensi hukumnya tidak hanya sekedar permintaan maaf, melainkan kalau
perlu pemberian ganti rugi kepada para pelanggan/konsumen akibat padamnya listrik.
Konsekuenssi ini wajar, mengingat bila konsumen diduga merugikan PT. PLN,
padahal belum tentu terbukti kebenarannya menurut hukum, konsumen terpaksa
membayar dugaan kerugian tersebut karena kepentingan agar listrik konsumen tidak
diputus. Terhentinya penyediaan tenaga listrik dalam batas-batas tertentu ternyata
dilindungi oleh undang-undang melalui standar mutu dan keandalan. Artinya harus
ada penetapan standar jumlah dan lama terhentinya penyediaan tenaga listrik karena
gangguan. Bila PT. PLN melanggar standar ini, terbuka peluang kecil untuk
mengajukan gugatan ganti rugi.8
1. Pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan, perluasan dan rehabilitasi instalasi
ketenegalistrikan.
Lain halnya dengan penghentian listrik untuk sementara, tidak memberikan hak
bagi konsumen/pelanggan untuk menuntut ganti kerugian, asal dipenuhi salah satu
atau lebih persyaratan sebagai berikut :
2. Keadaan yang membahayakan keselamatan umum.
3. Atas perintah yang berwajib dan /atau Pengadilan.9
Ternyata dimensi hukum padamnya aliran listrik tidak mengembirakan bagi
pelanggan/konsumen listrik terutama konsumen rumah tangga. Karena sampai
8
Op-Cit, hal.202 dan 203. 9
sekarang, hak konsumen listrik untuk mendapatkan ganti kerugian dari PT. PLN
masih menjadi hiasan dari undang-undang ketenagalistrikan.
Namun demikian masih dijumpai peluang yang sangat kecil untuk mengajukan
gugatan ganti rugi kepada PT. PLN atas dasar perbuatan melawan hukum sesuai
dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata jo Pasal 25 ayat
(3) Butir d Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 dimana konsumen/pelanggan
dihadapkan pada beban pembuktian yang berat karena harus membuktikan dengan
unsur-unsur yaitu :
1. Perbuatan melawan hukum;
2. Kesalahan/kelalaian tergugat;
3. Kerugian yang dialami pelanggan/konsumen;
4. Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang
dialami konsumen.
Sebelum lahir Undang-undang perlindungan konsumen yaitu Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 (selanjutnya disingkat menjadi UUPK), pada tahun 1997,
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melalui lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Jakarta sebagai kuasa hukumnya telah melayangkan gugatan class action 10
10
Diatur dalam Pasal 46 ayat (1) UUPK yang memutuskan “Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh….b) sekelompok konsumen yang mempuyai kepentingan yang sama”.
kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dasar hukum YLKI melakukan
Pertama, Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985
Tentang Ketenagalistrikan menyebutkan “Pemegang Kuasa Usaha
Ketenagalistrikan untuk kepentingan umum wajib memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat”.
Kedua, Pasal 16 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1989 yaitu :Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik,
disebutkan bahwa:
(1) tenaga listrik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 wajib disediakan listrik secara terus menerus;
(2) Penyediaan tenaga listrik hanya dapat dihentikan untuk sementara jika memenuhi salah satu atau lebih dari ketentuan di bawah ini :
a. diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan pemeliharaan, perluasan atau rehabilitasi instalasi ketenagalistrikan;
b. terjadi gangguan pada instalasi ketenagalistrikan; c. terjadi keadaan yang dianggap membahayakan
keselamatan umum;
d. atas perintah yang berwajib dan/atau pengadilan.;
(3) Pelaksanaan ketentuan ayat (2) huruf a terlebih dahulu diberitahukan kepada masyarakat selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum penghentian penyediaan tenaga listrik.
Ketiga, Pasal 26 ayat (2) huruf b, “Masyarakat yang telah mendapatkan
tenaga listrik mempunyai hak untuk mendapatkan tenaga listrik
secara terus menerus dengan mutu dan keadaan yang baik”
Keempat, Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b Peraturan Menteri Pertambangan dan
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan pemegang izin
usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan umum dan masyarakat
dinyatakan, dalam menyediakan tenaga listrik pengusaha wajib
melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) memberikan pelayanan yang baik;
(2) menyediakan tenaga listrik secara berkesinambungan dengan mutu dan keandalan yang baik sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri tentang persyaratan penyambungan Tenaga Listrik.11
Dasar hukum yang melandasi Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen
melakukan class action adalah :
1. Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Pokok- pokok Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan;
2. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, disebutkan bahwa dalam perkara perdata, Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan,12
Gugatan YLKI ini dikalahkan di Pengadilan oleh Majelis Hakim dengan
pertimbangan-pertimbangan :
a. Pengajuan gugatan class action dengan merunjuk pada Pasal 5 ayat (2), Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, bukan berarti hakim harus mengesampingkan ketentuan-ketentuan tertulis yang ada, khususnya hukum acara,
11
Sudaryatmo, Hukum & Advokasi Konsumen, Cetakan kedua, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal 87 dan 88
12
melainkan harus tetap berdasarkan pada ketentuan-ketentuan formal maupun hukum materilnya;
b. Tidak ada pasal dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 yang mengatur hak konsumen listrik mengajukan gugatan perwakilan/class action, belum adanya peraturan undang-undang yang mengatur tentang perlindungan hak-hak konsumen;
c. Gugatan class action hanya berlaku untuk lingkungan hidup, sesuai Pasal 37 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, itupun harus diatur dengan Peraturan Pemerintah;
d. Sistem Hukum di Indonesia tidak mengenal gugatan perwakilan kelompok/class action karena ;
1). Indonesia menganut system hukum Eropa Continental yang sama sekali tidak mengenal gugatan class action;
2). Sesuai Pasal 27 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan, jaksa sebagai Pengacara Negara bertindak mewakili masyarakat umum dengan mendapatkan terlebih dahulu surat kuasa khusus dari instansi yang diwakilinya;
3). Menurut Pasal 123 HIR, gugatan harus diajukan oleh orang yang berkepentingan, bukan oleh orang lain sehingga gugatan class action bertentangan dengan Pasal 123 HIR jo. Surat edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1959 tertanggal 29 Januari 1959.13
Sebagai instansi dari suatu negara yang berdasarkan atas hukum, YLKI telah
mencoba memperjuangkan kepentingan konsumen listrik melalui jalur hukum.14
13
Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Teori dan Praktek Penegakan hukum, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 83 dan 84.
14
Ibid,, hal 89.
Terlepas dari persoalan kalah menang, putusan gugatan class action dari kasus diatas semakin mempertegas tidak akomodatifnya sistem hukum di Indonesia dalam
Lemahnya posisi konsumen jasa kelistrikan di Indonesia, adalah imbasan dari
atmosfir perlindungan konsumen di Indonesia yang juga masih lemah. Dari perspektif
perlindungan konsumen, agenda ke depan yang dapat dilakukan adalah :
Pertama, mengubah format politik ekonomi. Adalah suatu relita, terhadap serangkaian kasus konsumen yang memakan korban massal, pemerintah selalu memihak kepada produsen. Hal ini tidak lain cerminan dari format politik ekonomi yang belum menempatkan kepentingan masyarakat banyak (konsumen) sebagai basis kebijakan. Perlindungan terhadap konsumen mensyarakatkan adanya pemihakan kepada yang lemah (konsumen). Dan setiap keputusan yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak, harus berorientasi kepada kepentingan publik.
Kedua, adanya lembaga dalam struktur kekuasaan yang secara khusus menangani perlindungan konsumen. Idealnya, perlindungan konsumen dilakukan secara simultan dari dua arah. Dari arus bawah, ada lembaga konsumen konsumen yang kuat dan tumbuh dari bawah, dan tersosialisasi secara merata di masyarakat. Sementara dari atas, ditopang oleh struktur kekuasaan, ada lembaga (instansi) yang secara khusus mengurus masalah perlindungan konsumen. Semakin tinggi lembaga tersebut dalam struktur kekuasaan, semakin besar power yang dimiliki. Kasus di Indonesia, ditengah sengketa konsumen semakin banyak, beban lembaga konsumen semakin berat, karena belum adanya instansi dalam struktur kekuasaan yang mengurusi perlindungan konsumen. Sebagai perbandingan, di negara tetangga Malaysia. Urusan perlindungan konsumen dalam struktur kekuasaan, dijabat level Menteri. Yaitu Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Perlindungan Konsumen.
Ketiga, mendesak adanya undang-undang perlindungan konsumen. Salah satu kendala dalam memperjuangkan hak-hak konsumen adalah, belum adanya peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang yang secara khusus mengatur masalah perlindungan konsumen.15
Dengan keluarnya UUPK, maka membuka peluang untuk konsumen listrik
dalam menuntut hak mereka terhadap kerugian yang ditimbulkan dari kelalaian PT.
PLN. Dari keadaan inilah yang menarik perhatian dan mendorong penulis untuk
15
melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Terhadap Perlindungan Hukum
Konsumen Listrik : Studi pada PT. PLN Ranting Dewantara di Kabupaten Aceh
Utara.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah aspek perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen listrik
ditinjau dari Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan ?
2. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen listrik dalam rangka
perlindungan atas hak terhadap ketidakpuasan pelayanan yang diberikan oleh PT.
PLN ?
3. Apa hambatan yang terdapat dalam pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak
konsumen listrik Ranting Dewantara di Kabupaten Aceh Utara ?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui aspek perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen listrik
2. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen listrik dalam
rangka perlindungan atas hak terhadap ketidakpuasan pelayanan yang diberikan
oleh PT. PLN.
3. Untuk mengetahui apa hambatan yang terdapat dalam pelaksanaan perlindungan
terhadap hak-hak konsumen listrik Ranting Dewantara di Kabupaten Aceh Utara.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan praktis yaitu :
1. Secara teoritis untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan
ilmu hukum dalam hak dan kewajiban konsumen. Selain itu penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan pranata hukum
khususnya di bidang hak dan kewajiban konsumen.
2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini untuk memberikan masukan kepada aparat
penegak hukum dalam penerapan system peradilan pidana terhadap hak dan
kewajiban konsumen dalam mengambil beberapa tindakan untuk menanggulangi
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) sehingga dapat mengantisipikasi inplikasi tindakan perbuatan melawan hukum dalam memenuhi
hak dan kewajiban konsumen Pembangkit Listrik Negara, selanjutnya penelitian
ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang terkait dengan hak dan
kewajiban konsumen PT PLN dalam mengambil beberapa rangkaian
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya
pada Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan
judul “ Analisis Terhadap Perlindungan Hukum Konsumen Listrik : Studi Pada PT.
PLN Ranting Dewantara di Kabupaten Aceh Utara “ belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan peremusan masalah yang sama, walaupun ada topik penelitian
tentang hak dan perlindungan konsumen namun jelas berbeda, jadi penelitian ini
adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan
terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara
ilmiah dan terbuka terhadap masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan
dengan pendekatan dan peremusan dalam penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Sesuai dengan penelitian ini maka sifat penelitian adalah deskriptif analisis.16
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain tergantung pada metodologi, aktifitas
penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.17
16
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982 hal 50. 17
Ibnu Husni, 2005, Penelitian dalam Ilmu Hukum, (Online, http:/www Kamus Hukum-online.co.id/653 words.htm) diakses pada tanggal 1 April 2008.
Deskriptif
memberi gambaran secara sistematis, faktual dan akurat.18
Menurut Sultan Remy Sjahdeini, Mengartikan perjanjian standar sebagai perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya dibakukan oleh pemakaiannya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Adapun yang dilakukan hanya beberapa hal, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal yang spesifik dari obyek yang dijanjikan.
Tentang aspek
perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen listrik ditinjau dari Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1985, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 Tentang
Kebijakan Energi Nasional dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
19
Tujuan dibuatnya perjanjian standar untuk memberikan kemudahan
(Kepraktisan) bagi para pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, bertolak dari
tujuan itu, Marian darus Badruzzaman lalu mendefinisikan perjanjian standar sebagai
perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.20
Dalam ilmu hukum kita mengenal dua macam subyek hukum yaitu subyek
hukum pribadi (orang perorangan) dan subyek hukum berupa badan hukum. Terdapat
,masing-masing subyek hukum berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan
yang lainnya, meskipun dalam hal tersebut keduanya dapat diterapkan suatu aturan
18
Bambang Sanggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan kedua, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal 36.
19
Sultan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1995, hal 66
20
yang berlaku umum. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) tidak
satupun pasal yang menyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum, tetapi dalam
Undang-undang Perseroan terbatas dengan secara tegas dinyatakan bahwa perseroan
adalah badan hukum.21
Dalam Undang-undang perlindungan berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuan
sebagai pendukung kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri
terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurus.
22
Berdasarkan keadaan diatas ada beberapa teori hukum yang dapat
dipergunakan untuk menganalisis permasalahan yang akan dibahas pada penelitian
ini. Teori kedaulatan Negara yang dikemukakan oleh Jean Boudin dan George Dalam penelitian ini juga dipakai teori pengayoman oleh Soedirman Kartohadiprodjo
yang menyatakan bahwa salah satu fungsi hukum adalah sebagai alat pengayoman
masyarakat. Hukum itu mengayomi anggota masyarakat dan melindungi manusia
secara aktif. Teori lain yang dipergunakan untuk menganalisis adalah teori
perlindungan oleh Telders, Vander Grinten dan Molengraaf, dimana teori ini
menyatakan bahwa suatu aturan atau norma-norma dapat dilanggar apabila suatu
kepentingan yang dimaksudkan untuk dilindungi oleh aturan atau norma itu
dilanggar.
21
Lihat Pasal 1, ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, Tentang Perseroan Terbatas.
22
Jellinek.23
Konsep adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, konsepsi
diterjemahkan sebagai uasaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
konkrit, yang disebut juga dengan operasional definition.
Menurut teori Kedaulatan Negara, kekuasaan tertinggi ada pada Negara
dan Negara mengatur kehidupan anggota masyarakat. Negara yang berdaulat
melindungi anggota masyarakat. Dalam hal ini negara mengeluarkan
peraturan-peraturan yang berfungsi sebagai panduan seluruh warga negara Indonesia dan warga
negara asing yang memiliki kepentingan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan hukum dan ekonomi di Indonesia.
2. Konsepsi
24
Pentingnya definisi
operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua
(dubius) dari suatu istilah yang dipakai.25 Oleh karena itu untuk menjawab permasalah dalam penelitian ini harus definisikan beberapa konsep dasar, agar secara
operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan, atau peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan
dunia teori dengan observasi, antara abstrasi dan realitas.26 Konsep diartikan sebagai
kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus.27
23
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance,(Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas hukum Universitas Indonesia Press, 2002), hal 11.
24
Op- Cit, 1995, hal 10. 25
Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia, Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi PPs-USU Medan,2002, hal 35.
26
Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1996, hal 63 27
Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul
penelitian, bukanlah untuk pengertian mengkomunikasikannya semata-mata kepada
pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran, tetapi juga demi menuntun
peneliti sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian bersangkutan.28
28
Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal 107-108.
Ada beberapa hak dan kewajiban konsumen yang harus diperhatikan dalam
menjalankan dan memenuhi sebagai konsumen yaitu :
1. Hak Konsumen antara lain
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya29
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan kunsumen
secara patut.
2. Kewajiban Konsumen antara lain
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikat baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
30
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah suatu perusahaan yang
bergerak Selaku Pemegang Kuasa ketenagalistrikan yang maksudnya yaitu
kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Uasaha Milik Negara
yang diserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik
29
Bab III, Pasal 4, Undang-undang Perlindungan Konsumen, Nomor 8 tahun 1999, Tentang Hak Konsumen.
30
untuk kepentingan umum, yang diberikan tugas untuk melakukan pekerjaan usaha
penunjang tenaga listrik.31
31
Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan.
Pengaturan tentang hak dari PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha
Ketenagalistrikan dapat ditemui dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989
Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik yang menyatakan :
(1). Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam Penyediaan Tenaga Listrik berhak untuk :
a. memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang diperlukan oleh masyarakat, baik sebelum maupun sesudah mendapat sambungan tenaga listrik;
b. mengambil tindakan atas pelanggaran perjanjian penyambungan listrik oleh konsumen; dan
c. mengambil tindakan penertiban atas pemakaian tenaga listrik secara tidak sah.
(2). Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tidak bertanggung jawab atas bahaya kesehatan, nyawa dan barang yang timbul karena penggunaan tenaga listrik yang tidak sesuai dengan peruntukan atau salah dalam pemanfaatan.
Sebagaimana yang kita lihat bahwa peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Ketenagalistrikan telah memuat pengaturan hak dan kewajiban
yang berjalan sesuai parallel dan diharapkan pelaksanaan terhadap masyarakat
terutama pelanggan/konsumen sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau
norma-norma adalah hukum positif. Penelitian norma-normative analisis menggunakan pendekatan
perundang-undangan (Statute approach) yang melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan dengan tema sentral penelitian tentang analisis terhadap
perlindungan hukum dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999.
Pendekatan kualitatif menurut Bogdan dan Taylor didefenisikan sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.32
Bahan penelitian yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang
terdiri atas peraturan perundangan-undangan yang di urut berdasarkan hierarki, antara
lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah KUH Perdata, Peraturan
Perundang-undangan Nomor 20, tentang Ketenagalistrikan. Undang-undang Nomor 15 Tahun
1985 tentang Ketenagalistrikan.dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999. Tentang
Kebijakan Energi Nasional, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006. PT. PLN
Ranting Dewantara, Kabupaten Aceh Utara dipilih sebagai lokasi penelitian secara
2. Bahan Penelitian
32
sengaja (purposive) didasarkan pada pertimbangan bahwa pada daerah tersebut telah terpasang penerangan listrik untuk masyarakat di daerah Dewantara Kabupaten Aceh
Utara.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya, maka pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui cara :
(1) Studi kepustakaan (library research) dilakukan untuk mendapatkan data-data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah dan
bahan-bahan hukum lainnya yang terkaitan masalah penelitian ini.
(2) Studi lapangan (field research) dilakukan untuk mendapatkan data-data primer dengan cara melakukan wawancara secara langsung dengan para responden dan
informan yang berkaitan dengan permasalahan ini. Pedoman wawancara untuk
mendapatkan data sekunder melalui metode penelitian lapangan (Field Research) yang digunakan dengan struktur yang ketat dengan memfokuskan
pertanyaan-pertanyaan pada permasalahan yang diangkat, sehingga diupayakan agar
informasi yang didapat bersifat mendalam dan dapat membahas permasalahan
untuk memenuhi hal ini telah disusun dalam bentuk daftar pertanyaan terlebih
dahulu sebelum kelapangan.
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh bahan atau data-data hukum
sekunder berupa bahan-bahan hukum primer seperti Undang-undang Nomor 15
Tentang Ketenagalistrikan dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait
langsung dengan permasalahan ini. Disamping itu juga diperoleh dari bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier yang ada dalam buku atau dalam bentuk lain
seperti hasil seminar, hasil penelitian dan bahan lain yang terkait dengan masalah
perlindungan konsumen khususnya terhadap hak-hak konsumen listrik.
Untuk menguatkan data sekunder yang penulis dapatkan dari penelitian
kepustakaan, maka dalam penelitian lapangan ini juga menggunakan metode
Wawancara diadakan dengan beberapa informasi, seperti :
a.. Pejabat PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan 3(tiga) orang
yaitu :
1) Manager PT. PLN Ranting Krueng Geukueh Dewantara;
2) Manager Rayon PT. PLN Lhokseumawe;
3) Asisten Manager PT. PLN Lhokseumawe;
b. Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) dan Tim Advokasi
Konsumen Listrik (TAKOL) kota Banda Aceh 1 orang
c. Atas nama Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, bagian Kepala Seksi Tindak
Pidana Umum 1 orang
d. Konsumen /pelanggan PT. PLN Ranting Dewantara 30 orang. Adalah konsumen
ketenagalistrikan (konsumen listrik Rumah Tangga) yang berada di wilayah
Responden/informan ditentukan secara purposive sampling33, yaitu penarikan sample dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu.34
Untuk menguatkan data sekunder melalui metode wawancara di lapangan,
metode wawancara dipergunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang
tidak dapat diperoleh lewat pengamatan35
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data dan
analisa data. Analisa data pada penelitian hukum lazim dikerjakan melalui
pendekatan kuantatif dan/atau pendekatan kualitatif.
. Teknik wawancara yang dilakukan adalah
melalui wawancara terstruktur (guided interview).
4. Analisa Data
36
33
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 33, menyebutkan bahwa cara purposive sample diambil berdasarkan pertimbangan subyektif peneliti, dimana persyaratan yang dibuat sebagai kriteria harus dipenuhi sebagai sample.
34
Ronny Hanitijo Soemitro, hal 51. Purporsive Sampling dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu, haruslah dipenuhi persyaratan sebagai berikut :
Pada penelitian terhadap
permasalahan ini, maka digunakan metode analisis normatif-kualitatif. Normatif,
karena penelitian bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai hukum
positif.
a. harus didasrkan pada ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama populasi.
b. subyek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung cirri-ciri papapopulasi.
c. penentuan karakteristik populasi ditentukan dengan teliti dalam studi pendahuluan. 35
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 59 36
Analisis data dilakukan setelah terlebih dahulu diadakan pemeriksaan,
pengelompokan, pengolahan dan evaluasi, sehingga diketahui tingkat validitasnya.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode berfikir dedukatif,
sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang sesuai dengan
permasalahan.
5. Jalannya Penelitian
Langkah pertama yang dilakukan adalah penelitian data sekunder yang
diperoleh dari studi kepustakaan serta dari berbagai dokumen yang berkaitan dengan
permasalahan perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen listrik. Selanjutnya
untuk menguatkan data sekunder yang telah didapatkan, maka diadakan studi
lapangan dengan melakukan wawancara terhadap para informan yang telah
ditetapkan/ditentukan, yaitu dengan melakukan wawancara terstruktur.
Pengumpulan data dilapangan dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat izin
tertulis untuk melakukan penelitian dari Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara dengan Nomor : 2073/H5.2.2/KRK/2009.
Pengumpulan data di lapangan yang dilakukan dengan wawancara, dilakukan
dengan mendatangi langsung para responden/informan. Wawancara yang dilakukan
merasa yakin telah mendapatkan data yang cukup dan akurat. Wawancara mana
dilakukan terhadap informan yang ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bapak Zulfitri, Manager PT. PLN Ranting Dewantara;
2. Bapak Maimun Muhammad, Asisten Manager PT. PLN Lhokseumawe;
3. Bapak H. Ali Basyah , Manager Rayon PT. PLN Lhokseumawe;
4. Bapak Irwansyah, SH, An. Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe;
5. Ibu Fahmiwati, SE ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK)
kota Banda Aceh, dan
BAB II
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK KONSUMEN LISTRIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1985
TENTANG KETENAGALISTRIKAN
A. Profil Perusahaan PT. PLN (Persero)37
Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 (dua)
Perusahaan Negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika
beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan
sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk kepentingan
umum, dimulai dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV. NIGM yang
memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik. Selama
Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh
Jepang dan setelah Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945,
perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan
September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Selanjutnya
pada tanggal 27 Oktober 1945 Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan
Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya sebesar 157,5 MW saja.
Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN
(Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik,
gas dan kokas.
37
listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas. Saat itu kapasitas
pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW. Tahun 1972, Pemerintah Indonesia
menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik
Negara. Tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17, PT. PLN ditetapkan
sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.
Tahun 1992, Pemerintah Indonesia memberikan kesempatan kepada sektor
swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Sejalan dengan
kebijaksanaan di atas, pada bulan Juni tahun 1994 status PT. PLN dialihkan dari
Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Membaiknya perekonomian nasional merupakan tantangan bagi PT. PLN untuk
bangkit kembali setelah bertahun-tahun sebelumnya menghadapi krisis yang
berkepanjangan akibat krisis moneter. Sedang, lingkungan bisnis yang sarat dengan
kompetensi akan merupakan tantangan bagi PT. PLN sebagai perusahaan listrik
terbesar untuk tetap eksis.
Upaya untuk meningkatkan investasi sarana penyediaan tenaga listrik dan
pelayanan kepada pelanggan, yang merupakan usaha untuk tetap dapat
mempertahankan dan melaksanakan tanggung jawab PT. PLN dalam menjamin
kelangsungan penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat akan terus ditingkatkan.
Upaya peningkatan kemampuan perusahaan tersebut diharapkan akan memberikan
nilai tambah bagi pelanggan, perusahaan dan pemegang saham.
Dalam menjalankan roda perusahaan supaya tetap eksis dalam bisnis
mengembangkan Visi dan Misi perusahaan. Visi PT. PLN adalah: diakui sebagai
perusahaan kelas dunia yang bertumbuh berkembang, unggul dan terpercaya dengan
bertumpu kepada potensi insani.
Adapun yang menjadi Misi dari perusahaan listrik terbesar ini adalah:
1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi
kepada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham.
2. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.
4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
Selain memiliki Visi dan Misi perusahaan, PT. PLN juga menerapkan
nilai-nilai perusahaan dalam setiap kegiatan operasional perusahaan, yaitu:
“Saling percaya, Integritas, Peduli dan Pembelajar”.
a. Peka-tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.senantiasa berusaha
untuk tetap memberikan pelayanan yang dapat memuaskan kebutuhan
pelanggan secara cepat, tepat dan sesuai.
b. Penghargaan pada harkat dan martabat manusia.menjunjung tinggi
dengan segala kelebihan dan kekurangannya, serta mengakui dan
melindungi hak-hak asasi dalam menjalankan bisnis.
c. Integritas.menjunjung tinggi nilai kejujuran, integritas, dan
d. Kualitas Produk untuk ditingkatkan secara terus menerus dan terukur
serta menjaga kualitas lingkungan dalam menjalankan perusahaan.
e. Peluang yang sama untuk memajukan seluas-luasnya kepada setiap
anggota perusahaan untuk berprestasi dan menduduki posisi sesuai
dengan kriteria dan kompetensi jabatan yang ditentukan.
f. Inovatif, bersedia berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan semua
anggota perusahaan, menumbuhkan rasa ingin tahu serta menghargai
ide dan karya inovatif.
g. Mengutamakan kepentingan perusahaan, konsisten untuk mencegah
terjadinya benturan kepentingan dan menjamin didalam setiap
keputusan yang diambil ditujukan guna kepentingan perusahaan.
h. Pemegang saham dalam mengambil keputusan bisnis akan berorientasi
pada upaya meningkatkan nilai inventasi pemegang saham.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang membaik diharapkan
pertumbuhan listrik akan normal kembali. Prospek usaha PT. PLN pada dasar rumah
tangga maupun industri dan bisnis, merupakan peluang bisnis yang lebih besar karena
rasio electrifikasi dan konsumsi listrik perkapita masih rendah serta Indonesia sendiri
masih dalam tahap industrialisasi.
Pada akhir tahun 2009, daya terpasang pembangkit tenaga listrik PT. PLN
mencapai 850 MW yang baru, berkapasitas pembangkitan sesuai jenisnya adalah
1. Pembangkit Listrik di pelabuhan Sicanang...125 MW
2. Pembangkit Listrik di Sibayak Karo dan Sipa Horas...125 MW
3. Pembangkit Listrik di Nagan Raya...2 x 100 MW
4. Pembangkit Listrik di Pangkalan Susu………..……….2 x 200 MW38
B. Pengaturan Hukum Tentang PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan Serta Hak dan Kewajiban Perusahaan
Dalam ruang lingkup peraturan tentang ketenagalistrikan di Indonesia, yang
mengatur tentang keberadaan PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha
Ketenagalistrikan, dapat dibedakan yaitu peraturan perundang-undangan yang
mengatur dasar hukum perusahaan dan pengaturan perundang-undangan yang
mengatur di luar itu. Dasar hukum perusahaan, berdasarkan kepada :
1. Anggaran Dasar PT. PLN Tahun 1998;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum ( Perum) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas ( Persero);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 Tentang Perusahaan Perseroan Terbatas (Persero) ;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1998 Tentang Pengalihan kedudukan, Tugas;
5. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1998 Tentang Pengalihan Pembinaan Terhadap Perusahaan Perseroan (Persero) yang sebahagian sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia kepada Menteri Negara Perdayagunaan BUMN.39
Selain dasar hukum perusahaan yang mengaturnya, terdapat peraturan
perundang-undangan diluar itu dalam bidang ketenagalistrikan di Indonesia yang
38
Harian Medan Bisnis, 8 Januari 2009, hal, 1 39
menjadi acuan, selain dari peraturan dasar hukum perusahaan yang telah disebut
diatas, yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 1 985 Tentang Ketenagalistrikan
(yang dinyatakan berlaku kembali setelah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002
Tentang ketenagalistrikan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah
Konstitusi) dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tantang Penyediaan dan Pemanfaatan
Tenaga Listrik.
PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan maksudnya adalah
kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah kepada badan usaha milik negara yang
diserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum, dan diberi tugas untuk melakukan pekerjaan usaha
penunjang tenaga listrik. 40
40
Pasal 1, angka (5) Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan.
Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang
Ketenagalistrikan tidak ditemui pasal yang mengatur tentang hak dari Pemegang
Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PT. PLN), namun tentang kewajiban dari Pemegang
Kuasa Usaha Ketenagalistrikan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun
1985 tersebut. Pegaturan tentang kewajiban PT. PLN ditemui dalam Pasal 15
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, yang berbunyi :
(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum wajib :
a. menyediakan tenaga listrik;
(3) Ketentuan tentang hubungan antara Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk kepentingan Umum dengan masyarakat yang menyangkut hak, Kewajiban dan tanggung jawab masing-masing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
Tenaga Listrik, menegaskan lebih lanjut kewajiban dari PT. PLN yaitu pada Pasal 15
ayat (1) berbunyi : tenaga listrik yang disediakan untuk kepentingan umum, wajib
diberikan dengan mutu dan keandalan yang baik.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga
Listrik, pada Pasal 25 menegaskan lebih lanjut kewajiban dari PT. PLN yaitu :
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam menyediakan tenaga listrik wajib :
a. memberikan pelayanan yang baik;
b. menyediakan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik;
c. memberikan perbaikan, apabila ada gangguan tenaga listrik;
d. bertanggung jawab atas segala kerugian atau bahaya terhadap nyawa, kesehatan, dan barang yang timbul karena kelalaian , dan
e. melakukan pengamanan instalasi ketenagalistrikan terhadap bahaya yang mungkin timbul karena kelalaian.
Selain itu, dalam Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi
Nomor 114-12/39/600.2/2002 Tentang Indikator Mutu Pelayanan Penyediaan Tenaga
Listrik untuk Umum yang disediakan oleh PT. PLN (Persero), pada Pasal 1 ayat (1)
menegaskan bahwa PT. PLN wajib memenuhi pelayanan yang baik kepada
a. Hak dan kewajiban penerima pelayanan dan jadwal waktu pelayanan yang
baik diatur secara jelas;
b. Prosedur dan mekanisme pelayanan mudah dipahami, sederhana serta
diimpormasikan secara luas;
c. Pelayanan diberikan secara tertib dan teratur sesuai prosedur yang sudah
ditetapkan. Pengaturan tentang hak dari PT. PLN selaku Pemegang Kuasa
Usaha Ketenagalistrikan dapat dijumpai dalam Pasal 25 Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
Tenaga Listrik, yang dinyatakan :
(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam menyediakan tenaga listrik berhak untuk :
a. memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang diperlukan oleh masyarakat, baik sebelum maupun sesudah mendapat sambungan tenaga listrik;
b. mengambil tindakan atas pelanggaran perjanjian penyambungan listrik oleh konsumen dan
c. mengambil tindakan penertiban atas pemakaian tenaga listrik secara tidak sah.
(2). Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tidak bertanggung jawab atas bahaya kesehatan, nyawa dan barang yang timbul karena penggunaan tenaga listrik yang tidak sesuai dengan peruntukannya atau salah dalam pemanfaatan..
Sepintas kita melihat bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang ketenagalistrikan telah memuat pengaturan hak dan kewajiban yang berjalan
secara paralel, dan diharapkan pelaksanaannya terhadap masyarakat terutama
pelanggan/konsumen listrik sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh