• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TERHADAP LARANGAN EKSPOR BIJIH NIKEL KADAR RENDAH BERDASARKAN PRINSIP RESTRIKSI KUANTITATIF ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TERHADAP LARANGAN EKSPOR BIJIH NIKEL KADAR RENDAH BERDASARKAN PRINSIP RESTRIKSI KUANTITATIF ABSTRAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS TERHADAP LARANGAN EKSPOR BIJIH NIKEL KADAR RENDAH

BERDASARKAN PRINSIP RESTRIKSI KUANTITATIF

Vicky Alvian Abdul Azis

(

Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti

)

(

Email: [email protected]

)

Sharda Abrianti, S. H., M. H.1

(

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti

)

(

Email: [email protected]

)

ABSTRAK

Perdagangan merupakan sektor jasa yang memberikan kontribusi dalam kegiatan ekonomi. Pengambilan suatu kebijakan perdagangan dalam lingkup nasional ataupun internasional merupakan hal vital bagi negara Indonesia dalam mementingkan pembangunan nasional ke depannya. Tahun 2019, Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor nikel yang menguasai 37,2% perdagangan dunia. Namun sebelum tahun 2020, Indonesia rupanya masih mengekspor dalam bentuk bijih/ore. Oleh karena itu, melalui ketentuan Pasal 62A Peraturan Menteri energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah memberlakukan larangan ekspor nikel dengan kadar <1,7% mulai 1 Januari 2020. Percepatan ini menyebabkan Uni Eropa mengajukan konsultasi melalui Dispute Settlement Understanding (DSU) yang membahas pasal-pasal yang diduga dilanggar oleh Indonesia, salah satunya Pasal XI:I General Agreement on Tariffs and Trade 1994 mengenai larangan pembatasan kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis, terdapat General Exceptions yang diatur dalam Pasal XX poin (g) dan (i) GATT dengan beberapa syarat bahwa kebijakan tersebut sebagai bentuk perlindungan sumber daya alam tidak terbarukan dan menjaga kuantitas produk essensial dalam negeri. Sehingga pelarangan ekspor nikel kadar <1,7% bukan merupakan pembatasan kuantitatif melainkan pembatasan kualitatif.

Kata Kunci: Hukum Perdagangan Internasional, Larangan Ekspor Nikel I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan merupakan salah satu sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi baik antar bangsa maupun antar anggota masyarakat. Pengambilan suatu kebijakan perdagangan dalam lingkup nasional maupun internasional merupakan hal vital bagi negara Indonesia dalam mementingkan tujuan pembangunan nasional di masa mendatang. Huala Adolf menjelaskan, “yang termasuk di dalam hukum perdagangan internasional adalah negara, organisasi internasional, individu, dan bank”.2 Indonesia

merupakan salah satu negara yang telah tergabung ke dalam World Trade Organization (WTO) sejak 1 Januari 1994 dan tunduk pada ketentuan The General Agreement On Tariffs and Trade (GATT) dengan diratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.3

Perjanjian internasional ialah salah satu sumber hukum perdagangan internasional yang biasanya terbagi dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu perjnajian bilateral, regional dan perjanjian multilateral yang sifatnya mengikat dan tunduk pada ketentuan hukum internasional.4 Perdagangan internasional erat kaitannya

dengan istilah ekspor-impor. Pada Tahun 2019 Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor nikel terbesar yang menguasai sekitar 37,2% perdagangan dunia. Namun, sebelum tahun 2020 Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk bijih mentah/ore.5

1 Penulis korespondensi (corresponding author).

2Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Depok: Rajawali Pers, 2018), cetakan ke-8, hal. 57.

3National Site, Indonesia and the WTO, diakses dari

https://www.wto.org/english/thewto_e/countries_e/indonesia_e.htm, pada tanggal 12 September 2020 pukul 11.55

4Huala Adolf, Op.Cit. h. 76-77.

5Daniel Workman, Top Nickel Exporters by Country, diakses dari

(2)

2

Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam mengatasi hal tersebut, pada tanggal 12 Januari 2009 merupakan tonggak awal mula pelarangan ekspor mineral mentah terutama nikel saat diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (untuk selanjutnya disebut “UU Minerba”). Hal ini diatur di dalam Pasal 103 ayat (1) UU Minerba yang mengatur bahwa, “Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.”.6 Pada akhir September 2019, kebijakan pembatasan dini ekspor biijh

nikel diumumkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), bahwa mulai 1 Januari 2020 dilarang ekspor nikel dengan kriteria tertentu.7

Kriteria tertentu kadar nikel yang wajib untuk diolah dan dimurnikan diatur pada Pasal 45 Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, pada intinya bagi pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi Khusus yang melakukan pengolahan dan/atau pemurnian wajib memanfaatkan mineral logam nikel dengan kadar <1,7% yang dilakukan sebagai bentuk pemanfaatan dalam negeri sehingga untuk nikel dengan kadar tersebut/bijih ore dilarang untuk diekspor sebelum dilakukan pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu yang berlaku sejak 1 Januari 2020.8 Pengaturannya terdapat di dalam Pasal 62A Permen ESDM Nomor

11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, yang pada intinya bagi pemegang IUP Operasi Produksi sebelum ataupun setelah berlakunya Peraturan Menteri ini tetap berlaku sampai dengan jangka waktu paling lama tanggal 31 Januari 2019.9

Dari percepatan pelarangan itu, Uni Eropa menggugat Indonesia melalui WTO dengan mengajukan konsultasi pada Dispute Settlement Understanding (DSU). Dalam hal ini Uni Eropa membahas terkait pasal-pasal yang diduga dilanggar oleh Indonesia terhadap prinsip dan ketentuan The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang salah satunya adalah terkait larangan pembatasan kuantitatif di dalam ketentuan Pasal XI:I GATT.

Dari latar belakang sebagaimana yang telah duraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan tentang larangan ekspor bijih nikel dengan kadar < 1,7% yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu bara dan kaitannya dengan Pasal XI GATT tentang Restriksi Kuantitatif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah, apakah ketentuan tentang larangan ekspor bijih nikel dengan kadar < 1,7% yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu bara melanggar Pasal XI GATT terkait Restriksi Kuantitatif?

II. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian

Penelitian tentang “Larangan Ekspor Bijih Nikel Kadar Rendah Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara” menggunakan metode penelitian normatif. Penelitian normatif ialah penelitian yang dimaksudkan berfokus pada pengkajian terhadap penerapan atas kaidah-kaidah atau suatu norma-norma yang berlaku.10

6Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959, Pasal 103.

7Tempo.co, Larangan Ekspor Bijih Nikel RI Picu Gugatan Uni Eropa, diakses dari

https://swa.co.id/swa/trends/larangan-ekspor-bijih-nikel-ri-picu-gugatan-uni-eropa, diakses pada tanggal 23 Agustus 2021

8 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2018 tentang

Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 45.

9 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang

Perubahan Kedua atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 62A.

10 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media Publishing,

(3)

3

B. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian bersifat deskriptif, penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran mendetail dan seteliti mungkin berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian dan gejala-gejala yang berkaitan.11

C. Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didukung dengan data primer sebagai penunjang. 1) Bahan hukum Primer yaitu bahan pustaka yang berisi sebuah pengetahuan ilmiah yang baru atau

mutakhir maupun pengertian baru mengenai suatu fakta yang diketahui atau gagasan (ide).12

2) Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 13

3) Bahan hukum tersier, yaitu suatu bahan hukum yang biasanya digunakan baik sebagai petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, indeks kumulatif dan ensiklopedia.14

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi terhadap suatu dokumen atau bahan pustaka dan wawancara.

E. Analisis Data

Analisis data yang akan digunakan adalah menganalisis data secara kualitatif, yaitu rangkaian cara yang menghasilkan sebuah data deskriptif dari apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan adalah perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari ialah objek penelitian yang utuh.15

F. Cara Penarikan Kesimpulan

Cara penarikan kesimpulan yang dilakukan peneliti ialah dengan menggunakan logika deduktif. Metode logika deduktif adalah metode yang digunakan guna menyimpulkan dari hasil penelitian yang bersifat umum/abstrak menjadi bersifat khusus/konkret.16

III. PEMBAHASAN

Sengketa antara Uni Eropa dengan Indonesia mulai memanas pada tahun 2019 sejak Pemerintah Indonesia melalukan percepatan pelarangan ekspor bijih nikel kadar <1,7% yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R.I. melalui Permen No. 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM No. 2 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Uni Eropa beranggapan bahwa dengan adanya pelarangan ekspor bijih nikel yang selanjutnya terdapat syarat tambahan untuk perlunya diolah di dalam negeri sebelum diekspor, Uni Eropa menyimpulkan bahwa Indonesia memberlakukan langkah dalam pembatasan ekspor bahan baku dalam memproduksi stainless steel.17

Di dalam pembahasan ini akan diuraikan analisis terhadap tuduhan Uni Eropa yang mengganggap kebijakan larangan ekspor bijih nikel tidak selaras dengan kewajiban Indonesia terkait prinsip Restriksi Kuantitatif GATT.

11 Ronny Hanittijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimeteri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal.10. 12 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, ed. 1 (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2010), hal. 29

13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2015), hal.52 14 Ibid.

15 Ibid., hal. 32 16 Ibid., hal. 5

17M. Teguh Maulana, Lembar Fakta-Gugatan Uni Eropa Terhadap Larangan Ekspor Konsentrat Nikel

Oleh Indonesia di WTO, https://igj.or.id/gugatan-uni-eropa-terhadap-larangan-ekspor-konsentrat-nikel-oleh-indonesia-di-wto, diakses pada tanggal 6 Juli 2021

(4)

4

A. Analisis Pembatasan Kuota Dalam Kebijakan Pemerintah Indonesia Melarang Ekspor Nikel Kadar < 1,7%

Awal tahun 2021 terdapat kabar bahwa 4 (empat) produsen utama stainless steel di UE memberikan sebuah pengumuman untuk melakukan PHK permanen lebih dari 1.000 karyawannya sampai akhir 2021. Hal ini merupakan implikasi dari kebijakan pelarangan ekspor nikel Indonesia, di mana perusahaan-perusahaan tersebut memperoleh bahan baku. Terkait dengan kerugian ini merupakan kewaijban Uni Eropa nantinya untuk dapat membuktikannya jika terdapat kerugian yang disebabkan karena kebijakan Indonesia pada Panel WTO.18

Dalam kegiatan ekspor, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dengan hati-hati, hal ini mencakup pajak, izin/lisensi ekspor, larangan dan peraturan bea cukai dari Indonesia.19

Pasal XI:1 GATT terkandung prinsip larangan restriksi kuantitatif dengan ketentuan sebagai berikut:20

“No Prohibition or restriction other than duties, taxes or other charges, whether made effective

through quotas, import or export licenses or other measures, shall be instituted or maintained by

any other party on the importation of any product of the territory of any other contracting party or on the exportation or sale for export of any product destined for the territory of any other contracting party.”

Ketentuan tersebut memberikan penegasan, bahwa bagi setiap contracting parties secara fundamental tidak diperkenankan memberlakukan segala bentuk hambatan dalam menjalankan roda ekspor maupun impor menggunakan sistem kuota atau lisensi. Pembatasan ini hanya diperbolehkan melalui pajak, tarif dan hal lain yang sejenis. Pengaturan ini dikenal dengan Elimination of Quantitative Restriction (larangan restriksi kuantitatif).

Awal mula pelarangan ekspor nikel diatur dalam Pasal 103 ayat (1) jo. 170 UU Minerba mengenai kewajiban pemegang kontrak karya untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri. Pada 6 Agustus 2013, melalui Pasal 21A Permen ESDM Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, memberikan kebijakan bagi pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR harus mendapat persetujuan ekspor dari Menteri Perdagangan yang sebelumnya juga harus memperoleh rekomendasi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terkait besaran ekspor bijih nikel. Hal ini ditegaskan kembali dengan berlakunya Pasal 45 Permen ESDM No. 25 Tahun 2018, bahwa bagi pemegang Kontrak Karya, IUP Operasi Produksi dan Pemegang IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian nikel yang sudah menghasilkan produk hasil hilirisasi nikel bisa melakukan ekspor dalam jumlah tertentu namun wajib mendapatkan rekomendasi dari Direktur Jenderal serta mendapat izin ekspor/lisensi ekspor dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

Selanjutnya, pembatasan ekspor ini pengaturannya diatur di dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/I/2017 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian yang pada pokoknya terkait nikel <1,7% sekurang-kurangnya 30% dari total kapasitas input smelter.21 Pada Lampiran III peraturan ini juga menegaskan bahwa produk pertambangan

dengan kriteria tertentu yang dibatasi ekspornya adalah nikel dengan kadar <1,7%.

Pengaturan tersebut terkait dengan pengaturan alur kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel kadar <1,7%, Indonesia secara tidak langsung telah melakukan pembatasan ekspor terhadap komoditas nikel karena baik Pemegang IUP Operasi Produksi nikel maupun IUPK Operasi Produksi nikel baru diperbolehkan dan mendapatkan persetujuan ekspor apabila setidaknya memanfaatkan nikel dengan kadar < 1,7% setidaknya minimal 30% dari total kapasitas input smelter.

Sampai pada akhirnya Pemerintah secara menyeluruh melarang ekspor bijih nikel dengan kadar <1,7% sesuai pengaturan Pasal 62A Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 sejak 1 Januari 2020. Pada intinya setelah pelarangan ini, Indonesia melakukan peningkatan kualitas produk ekspor nikel bukan lagi

18 European Commission-Press Release, EU Files WTO Panel Request Against Illegal Export Restriction

by Indonesia On Raw materials for Stainless Steel, https://ec.europa.eu/commission/presscorner/detail/en/IP_21_105, diakses pada 11 Juli 2021

19Kementerian Perdagangan R.I., Customs and Export License,

http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/links/48-customs-and-export-license, diakses pada tanggal 8 Juli 2021

20 GATT 1994, Pasal XI:I

21 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/I/2017 Tentang Ketentuan Ekspor Produk

(5)

5

terhadap pembatasan kuota ekspor, dikarenakan sejak 1 Januari 2020 batasan kualitas diperbolehkannya ekspor bijih nikel adalah kadar nikel >1,7% ( di atas satu koma tujuh persen).

Akibat bergantung kepada usaha sektor tambang khususnya hulu yang melakukan ekspor terhadap bijih nikel/ore menyebabkan minimnya pendapatan negara, praktik ekspor seperti ini telah berlangsung lebih dari 40 tahun dan negara-negara lain menjuluki Indonesia the exported of raw material specialist.22

Sebagai bentuk upaya pemerintah menanggulangi hal itu adalah dengan mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel untuk mendorong hilirisasi/pemurnian nikel dalam peningkatan nilai tambah dengan memastikan kecukupan suplai cadangan nikel di hulu. Cadangan nikel Indonesia saat ini sebesar 689 juta ton, cadangan terkira sebesar 2,8M ton.23

Tentunya Indonesia jangan bangga disebut sebagai the exported of raw specialist, karena seolah-olah jika hanya mengekspor nikel dalam bentuk ore ibarat kita menjual sumber daya tanah kita kepada pihak asing dengan penerimaan yang cenderung sangat kecil bila dibandingkan apabila kita dapat menjual produk setengah jadi, bahkan sampai siap dikonsumsi masyarakat. Sudah seharusnya Indonesia bangkit dan terlepas dari belenggu anggapan tersebut bahwa negara ini bisa melakukan hilirisasi terhadap seluruh raw material yang dimiliki ke depannya.

Tahun 2018 jumlah hasil penambangan nikel diperkirakan mencapai 560 ribu M/T yang meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 62,32%. Data Kementerian ESDM menilai rencana ekspor nikel di tahun 2019 sejumlah 15,07 juta ton, dengan besaran cadangan nikel yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan 7 hingga 8 tahun dan pengalokasian cadangan nikel dalam kepentingan industri mobil listrik. Percepatan industri ini dinilai akan meningkatkan permintaan nikel sebagai kebutuhan nasional sampai dengan tahun 2022.24

Upaya hilirisasi ini merupakan salah satu langkah konkrit yang dilakukan oleh Pemerintah terutama dalam menjalankan amanat di dalam konstitusi negara pada Alinea ke-4 dalam hal “memajukan kesehjateraan umum . . .dan keadilan sosial” serta terkait rumusan di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dalam konsepsi “penguasaan negara” yang dalam hal ini Indonesia sebagai negara dan subjek hukum dalam perdagangan internasional telah memperoleh mandat untuk mengadakan kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (reglendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toexichthoudensdaad) yang dalam hal ini salah satunya dalam memaksimalkan sumber daya nikel yang dimiliki oleh Indonesia untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.25

Dengan demikian, larangan ekspor bijih nikel kadar < 1,7% sebagaimana yang diatur pada Pasal 10 ayat (1) dan (2) Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 dan pada Pasal 4 Permendag No. 01/M-DAG/PER/I/2017 yang pada pokoknya mengamanatkan untuk pemanfaatan mineral logam setidak-tidaknya 30% dari total kapasitas input pada smelter, di mana terhadap hal tersebut Uni Eropa menuduh Indonesia telah melanggar prinsip Restriksi Kuantitatif adalah tidak tepat. Dalam hal ini Indonesia tidak melakukan pembatasan kuota ekspor terhadap komoditas nikel, dikarenakan kewajiban bagi Pemegang IUP Operasi Produksi nikel maupun IUPK yang diperbolehkan dan mendapatkan persetujuan ekspor apabila memanfaatkan nikel dengan kadar < 1,7% setidaknya minimal 30% dari total kapasitas input smelter bukan merupakan suatu pembatasan terhadap kuantitas yang menyangkut jumlah melainkan pemerintah Indonesia dalam hal ini memberikan syarat tambahan yang sifatnya adalah peningkatan kualitas kadar dari nikel yang wajib diolah dan dimurnikan sebelum diekspor. Batasan peningkatan syarat kualitas ini merupakan bentuk yang tidak dilarang di dalam larangan pembatasan kuantitatif pada Pasal XI:I GATT.

B. Larangan Ekspor Bijih Nikel Sebagai Pengecualian Restriksi Kuantitatif Dalam GATT

Dalam ketentuan Pasal XX GATT, memberikan suatu pengecualian atas hal-hal meskipun bertentangan dengan pengaturan di pasal-pasal sebelumnya maupun pasal lain yang terdapat di dalam ketentuan GATT. Ketentuan yang dibenarkan sebagai pengecualian suatu kepentingan tertentu yang diatur secara bersyarat dan limitatif.26 Termasuk atas larangan restriksi kuantitatif dalam hal ini terdapat

22 Syahri Ika, Kajian Ekonomi Keuangan, Kebijakan Hilirisasi Mineral: Reformasi Kebijakan untuk

Meningkatkan Penerimaan Negara, Kemenkeu: 2017, h. 43

23 Ibid., h.19

24Izzaty dan Suhartono, Kebijakan Percepatan Larangan Ekspor Ore Nikel dan Upaya Hilirisasi Nikel,

Vol. XI:2019, h. 20

25 Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufik, Tafsir MK Atas Pasal 33 UUD 1945: (Studi

Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No./2004, UU No. 22/2001, dan UU No.20/2002), (Jurnal Konstitusi: 2010), h. 131-133.

(6)

6

alasan-alasan pengecualian yang ketentuannya diatur secara khusus mengacu pada Pasal XX GATT, antara lain:27

“Subject to the requirement that such measures are not applied in a manner which could constitute a means of arbitrary or unjustifiable discrimination between countries where the same conditions prevail. ...

(g) relating to the conservation of exhaustible natural resources if such measures are made effective in conjunction with restrictions on domestic production or consumption . . .

(i) involving restrictions on exports of domestic materials necessary to ensure essential quantities of such materials to a domestic processing industry during periods when the domestic price of such materials is held below the world price as part of a governmental stabilization plan; Provided that such restrictions shall not operate to increase the exports of or the protection afforded to such domestic industry, and shall not depart from the provisions of this Agreement relating to non-discrimination . . .”

Untuk memperoleh justifikasi Pasal XX (g) dan (i) GATT terdapat 2 (dua) persyaratan yang perlu dilakukan, yang pertama provisionil justification. Dapat dipahami bahwa pembuat kebijakan harus membuktikan urgensi penerapan kebijakan yang diambil berkenaan dengan lingkup Pasal XX (g) dan (i) GATT.28 Kedua, jika tindakan yang dilakukan bersesuaian pada persyaratan di chapeau Pasal XX GATT

1994.29 Chapeau ialah paragraf pengantar pada GATT yang di dalamnya memberikan persyaratan suatu

negara dalam pemenuhan Pasal XX GATT termasuk dalam huruf (g) dan (i). 30

Pasal XX huruf (g) GATT adalah pasal yang dapat digunakan sebagai pembelaan dan penguatan oleh Indonesia dalam menanggapi tuduhan Uni Eropa terkait dugaan pelanggaran restriksi kuantitatif Pasal XI:I GATT. Ketentuan tersebut memberikan prasyarat apabila kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia memperoleh justifikasi, antara lain:31

a. Tujuan dari sebuah kebijakan yang hendak dicapai tidak terlepas dari menjaga kelestarian sumber daya alam yang terbatas/tidak dapat diperbaharui;

b. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bertalian dengan konservasi sumber daya alam; dan c. Tindakan yang diterapkan harus dilakukan secara efektif bersamaan dengan pelarangan produksi

atau konsumsi nasional.

Begitu juga di dalam Pasal XX huruf (i) GATT yang memberikan pengecualian memberikan persyaratan bahwa suatu kebijakan melibatkan pembatasan ekspor bahan dalam negeri yang diperlukan untuk memastikan jumlah dari kebutuhan bahan esensial ke industri pengolahan dalam negeri dan dalam pemberlakuan kebijakan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan persetujuan yang berkaitan dengan prinsip non diskriminasi.

1) Pelarangan Ekspor Nikel Kadar <1,7% Sebagai Upaya Konservasi Sumber Daya Alam Yang Tidak Terbarukan

Pasal 4 UU Minerba menegaskan kembali sebagaimana pernyataan di dalam rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa mineral dan batubara (termasuk nikel) sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan ialah kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kesehjateraan rakyat.32 Sejalan dengan asas yang terkandung di dalam Pasal 2 huruf d, terkait

pentingnya dilakukan konservasi sumber daya alam tak terbarukan yaitu asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang merupakan asas yang secara terencana mementingkan dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial budaya dalam seluruh kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara sebagai bentuk perwujudan kesehjateraan di masa kini dan yang akan datang.33 Sehingga

dalam melestarikan/konservasi sumber daya alam tak terbarukan termasuk nikel, di dalam Permen ESDM No. 16 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2020-2024 bahwa salah satu tujuan Kementerian ESDM RI adalah dengan melakukan optimalisasi terhadap pengelolaan energi dan mineral yang berkelanjutan dalam rangka

27 GATT 1994, Pasal XX General Exceptions 28 Pluri Courts University of Oslo, Op. cit. hal. 9

29 Peter Van den Bossche, et.,al., Pengantar Hukum WTO, (Yayasan Obor Indonesia:2010), hal. 54 30World Trade Organization, WTO rules and environmental policies: GATT exceptions,

https://www.wto.org/english/tratop_e/envir_e/envt_rules_exceptions_e.htm, diakses pada tanggal 12 Juli 2021

31 Peter Van den Bossche. Op.cit, hal. 55 32 Ibid., Pasal 4

33 Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,

(7)

7

meningkatkan nilai tambah (value added) dan pemerintah juga mulai fokus pada pengembangan alternatif lain yaitu subsektor energi baru terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi, Pembangkit Listrik Tenaga Surya, dan Produksi Biofuel.34

2) Kebijakan Pemerintah Sebagai Perlindungan Kuantitas Nikel di Dalam Negeri

Mengacu pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara ditujukan guna melaksanakan suatu kebijakan dan mengutamakan penggunaan baik mineral atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.

Sejalan dengan hal tersebut, sebagai upaya untuk melindungi nikel di dalam negeri dan menjamin pasokan cadangan nikel dalam negeri sebagai pemenuhan bahan baku smelter ke depannya, pada tahun 2017 lahir Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri khususnya di dalam pengaturan Pasal 10 ayat (1) bagi Pemegang Izin Usaha Pertambangan yang melakukan pengolahan dan Pemurnian nikel wajib untuk memanfaatkan nikel dengan kadar <1,7% sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari total kapasitan input fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel yang dimiliki.

3) Kebijakan Larangan Ekspor Nikel Kadar < 1,7% Tidak Bertentangan Dengan Prinsip Nondiskriminasi Pada GATT

Terkait prinsip most-favoured-nation atau nondiskriminasi sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 1 GATT menjelaskan bahwa bagi anggota GATT dan tujuan dari dibentuknya GATT untuk sebisa mungkin menghilangkan adanya tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh negara anggota kepada sesama mitra dagang dalam perdagangan internasional.35 Konsensi/kebijakan yang

melarang ekspor nikel dengan kadar < 1,7% dan baru boleh diekspor setelah diolah dan dimurnikan melalui smelter setelah kadarnya di atas 1,7% yang diterapkan oleh Indonesia mutlak berlaku secara keseluruhan kepada seluruh mitra dagang Indonesia pada perdagangan internasional yang mengimpor nikel, bukan hanya berlaku kepada Uni Eropa melainkan kepada seluruh importir nikel Indonesia sehingga tidak bertentangan dengan prinsip MFN.

IV. PENUTUP A. Kesimpulan

Dari hasil analisis terhadap suatu permasalahan yang dikemukakan, peneliti berkesimpulan bahwa kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel kadar rendah sebagai upaya peningkatan value added dan untuk memastikan pasokan cadangan nikel bagi bahan baku pada smelter nikel telah sesuai dengan amanat Pasal 103 ayat (1) jo. Pasal 170 UU Minerba dalam hal suatu kewajiban bagi Pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi dan Kontrak Karya untuk melakukan hilirisasi terhadap nikel. Dalam hal tuduhan Uni Eropa atas Indonesia yang diduga melanggar prinsip larangan pembatasan kuantitatif dalam ketentuan Pasal XI:I GATT yang mengatur bagi setiap contracting parties yang tergabung dalam WTO serta tunduk pada GATT tidak diperkenankan mengambil kebijakan pembatasan kuota terhadap ekspor maupun impor suatu produk, bahwa kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel kadar < 1,7% ialah kebijakan yang tidak bertentangan dengan prinsip restriksi kuantitatif terutama dalam hal pembatasan kuota dalam Pasal XI:I GATT, melainkan hal ini adalah pembatasan yang bersifat kualitatif karena pemerintah mensyaratkan peningkatan kualitas/kadar dari nikel itu sendiri yaitu >1,7% bukan atas jumlah/kuantitas produk nikel yang disyaratkan untuk diekspor. Bahwa dalam hal ini juga pemerintah Indonesia dapat memenuhi syarat yang terdapat di dalam Pasal XX huruf (g) dan (i) yang merupakan suatu pengecualian yang sifatnya menguatkan dan memberikan wewenang kepada suatu negara jika kebijakan itu berkenaan dengan perlindungan sumber daya alam tak terbarukan, menjamin kuantitas produk esensial di dalam negeri (nikel) sebagai pemasok bahan baku smelter dan tidak bertentangan dengan prinsip nondiskriminasi pada GATT.

B. Saran

Berdasarkan pokok permasalahan yang peneliti uraikan, adapaun saran yang dapat peneliti sampaikan adalah:

1) Pemerintah ke depannya jangan hanya berhenti sampai pada pelarangan ekspor bijih nikel dengan kadar < 1,7% yang masih dalam bentuk raw material, melainkan seoptimal mungkin bagi Indonesia

34 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2020-2024

(8)

8

bisa mengekspor sampai produk siap untuk dikonsumsi masyarakat seperti stainless steel (baja nirkarat).

2) Pemerintah harus bijak dalam mengundangkan suatu peraturan perundang-undangan terkait pertambangan, baik itu setingkat Undang-Undang maupun setingkat peraturan pelaksana, terutama dalam hal persesuaian substansi mengenai jangka waktu pelarangan ekspor bijih nikel guna mencegah terjadinya inkonsistensi peraturan yang merugikan para pihak yang sedang mempersiapkan/merencanakan dan menjalankan peraturan sebelumnya.

(9)

V. DAFTAR PUSTAKA BUKU

Adolf, Huala. (2018), Hukum Perdagangan Internasional (cet. VIII). Depok: Rajawali Pers.

Bossche, Peter Van Den et. al. (2010), Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hanitijo, Ronny. (1988), Metode Penelitian Hukum dan Jurimeteri. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ibrahim, Jhonny. (2006), Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayu Media Publishing.

Soekanto, Soerjono. (2015), Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2010), Penelitian Hukum Normatif, ed. 1 Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. General Agreement on Tariffs and Trade tahun 1994 (GATT).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Lembaran Negara Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2020-2024.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/I/2017 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian.

JURNAL

Izzaty dan Suhartono. (2019), Kebijakan Percepatan Larangan Ekspor Ore Nikel dan Upaya Hilirisasi Nikel, Vol. XI.

Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufik. (2010), Tafsir MK Atas Pasal 33 UUD 1945: (Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No./2004, UU No. 22/2001, dan UU No.20/2002), (Jurnal Konstitusi)

Pluri Courts University of Oslo. (2016), GATT Article XX Exceptions. Jurnal Hukum UIO Press. Syahri Ika. (2017), Kebijakan Hilirisasi Mineral: Reformasi Kebijakan Untuk Meningkatkan Penerimaan

Negara. Kajian Ekonomi Keuangan. ON-LINE DARI INTERNET

Daniel Workman, Top Nickel Exporters by Country, diakses dari http://www.worldstopexports.com/top-nickel-exporters-by-country/.

European Commission-Press Release, EU Files WTO Panel Request Against Illegal Export Restriction by Indonesia On Raw materials for Stainless Steel, melalui

https://ec.europa.eu/commission/presscorner/detail/en/IP_21_105.

Kementerian Perdagangan R.I., Customs and Export License, http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/links/48-customs-and-export-license.

(10)

World Trade Organization, Indonesia and the WTO, diakses dari https://www.wto.org/english/thewto_e/countries_e/indonesia_e.htm.

World Trade Organization, WTO rules and environmental policies: GATT exceptions, https://www.wto.org/english/tratop_e/envir_e/envt_rules_exceptions_e.htm

Tempo.co, Larangan Ekspor Bijih Nikel RI Picu Gugatan Uni Eropa, diakses dari https://swa.co.id/swa/trends/larangan-ekspor-bijih-nikel-ri-picu-gugatan-uni-eropa.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar Timbal yang terkandung dalam air limbah pertambangan bijih emas dan air sungai Batang Gadis di Kabupaten MADINA memenuhi baku

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara tingkat pendidikan, umur, paritas, dan kadar hemoglobin pada

Mengacu pada latar belakang di atas adapun tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan, motivasi dan lingkungan kerja secara parsial terhadap

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: Tujuan Umum : Untuk mengetahui apakah proses

Dari latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui hubungan kadar CD4 + dengan riwayat penularan pada penderita HIV/AIDS dengan infeksi Tuberkulosis di RSUP Haji

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekstrak etanol Stevia rebaudiana sebagai penurun kadar gula dalam darah,

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat serbuk MnSO4.H2O dari larutan hasil pelindian bijih mangan kadar rendah melalui proses kristalisasi untuk mendapatkan serbuk

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah mendekripsikan kurikulum Al-Islam dan Kemuhammadiyahan serta hasil