• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN LOKAL MELALUI PROGRAM AKSI MANDIRI PANGAN. Potensi dan Isu Strategis Ketahanan Pangan Lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN LOKAL MELALUI PROGRAM AKSI MANDIRI PANGAN. Potensi dan Isu Strategis Ketahanan Pangan Lokal"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN LOKAL MELALUI PROGRAM AKSI MANDIRI PANGAN

Potensi dan Isu Strategis Ketahanan Pangan Lokal

Kondisi sumberdaya manusia yang berupa pendidikan/pengetahuan, keterampilan, tenaga kerja dan kesehatan merupakan faktor terpenting dan utama dalam mengkaji ketahanan pangan masyarakat desa. Hal ini dikarenakan manusialah yang mengatur, mengontrol, mengalokasikan sumberdaya-sumberdaya yang ada guna mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini kaitannya dengan sumberdaya manusia yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga adalah pendidikan, frekuensi membaca berita, keikutsertaan dalam pelatihan usaha dan ketrampilan, dan jumlah kolega.

Faktor pendidikan formal memang bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia. Terdapat faktor-faktor lain yang juga turut berpengaruh seperti tingkat keterampilan dan tingkat kesehatan. Pada keluarga-keluarga miskin di pedesaan dengan tingkat pendidikan yang umumnya rendah, faktor keterampilan dan kesehatan menjadi modal utama mereka untuk tetap dapat mencari pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memiliki potensi sumberdaya manusia yang bisa dikembangkan. Di desa Jambakan misalnya terlepas dari semua kontroversial yang ada ketika proses pemilihan kepala desa berlangsung, bahwasanya saat ini Jambakan dipimpin oleh seorang kepala desa yang masih relatif muda, masih berumur 30 tahun, putra daerah asli Jambakan yang sudah sukses merantau di Jakarta yang diharapkan mampu mengelola pembangunan desa Jambakan.

Modal sosial dipandang sebagai perekat yang membuat suatu sistem sosial dapat melanjutkan aktivitasnya, setiap anggota dari sistem sosial tersebut melaksanakan fungsi-fungsi tertentu sehingga pelaksanaan terhadap fungsi-fungsi tersebut akan membawa pada bekerjanya system sosial secara baik. Fungsi-fungsi ini terbentuk berdasarkan tata tertib yang ada pada sistem sosial tersebut.

(2)

Modal sosial berperan sangat penting agar fungsi-fungsi yang ada ini bisa berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan dari system sosial yang telah ditetapkan (Wallace dan Wolf, 1991). Makna yang terkandung adalah bahwa seseorang bisa memperoleh berbagai manfaat atau sumberdaya baik berupa material maupun non-material dari orang lain sejauh ia dapat membina hubungan baik secara kelembagaan dengan orang tersebut. Pada masyarakat pedesaan, modal sosial seperti jaringan, keanggotaan dari kelompok-kelompok, hubungan berdasarkan kepercayaan, serta menjadi dasar bagi sistem jaringan pengaman sosial yang informal. Bagi rumahtangga-rumahtangga miskin yang tidak memiliki modal finansial yang memadai untuk menopang perekonomian keluarganya, modal sosial telah menjadi modal utama mereka untuk tetap dapat bertahan hidup.

Perkembangan modal sosial di Indonesia tidak terlepas dari karakterisyik masyarakat Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang yang mempunyai kebiasaan dan tata cara dalam membentuk suatu sistem sosial. Kebiasaan dan tata cara masyarakat tersebut mengakar menjadi sebuah tradisi. Sikap saling peduli antar sesama sebagai bentuk solidaritas dalam suatu komunitas pada masyarakat di Indonesia telah menjdi tadisi yang dikenal dengan istilah gotong-royong. Aktivitas gotong-royong merupakan suatu bentuk sikap salaing membantu dan bekerjasama dalam mewujudkan solidaritas pada suatu ikatan yang merupakan modal sosial terbentuk dalam masyarakat di Indonesia.

Sikap lain yang dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah musyawarah untuk mencapai mufakat yang merupakan wujud dari norma sosial yang senantiasa berkembang dalam kehidupan di masyarakat. Hal tersebut terlihat dalam aktivitas kehidupan di masyarakat yang senantiasa mengadakan musyawarah dalam suatu pengambilan keputusan. Adanya unsur kepercayaan antara individu yang berintegrasi dalam berbagai aktivitas yang dijalankan oleh masyarakat sangat terlihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan juga oleh adanya unsur kepercayaan sebagai instrument yang penting dalam kegiatan transaksi dalam usaha simpan pinjam pada sebagian besar lembaga.

(3)

Penelitian ini menunjukan bahwa hubungan-hubungan dan transaksi-transaksi ekonomi rumahtangga-rumahtangga miskin baik itu untuk kegiatan produksi maupun konsumsi, juga didasarkan pada modal kepercayaan. Dalam kegiatan ekonomi yang mencakup kegiatan produksi, konsumsi maupun distribusi, mereka sudah terbiasa meminjam atau memakai dulu segala sesuatu penunjang kegiatan dan akan dibayarkan atau dikembalikan ketika panen tiba atau ketika sudah punya kemampuan daya beli. Sebenarnya banyak petani yang memandang bahwa sistem yarnen ini merugikan mereka, karena mereka membeli saprotan dengan harga lebih tinggi dari harga pasaran, sedangkan hasil-hasil produksi pertaniannya mereka jual dengan harga yang lebih rendah dari harga pasaran.

Meskipun demikian bagi mereka inilah satu-satunya transaksi yang paling rasional, dibandingkan jika mereka harus meminjam ke lembaga keuangan formal seperti halnya bank. Dalam kegiatan produksi, rumahtangga-rumahtangga miskin dan rawan pangan lebih mengandalkan proses-proses transaksi ekonomi dengan modal dasar kepercayaan. Misalnya kasus rumah tangga yang punya usaha tenun, mereka terbiasa mendapatkan bahan baku gadung terlebih dahulu dan membayarnya nanti. Pada pedagang pengumpul nya pun juga demikian, ketika ada yang menjual dan sedang dalam keadaan tidak punya uang maka mereka pun juga tidak keberatan untuk dibayar langsung. Hubungan seperti ini berlangsung terus menerus, melembaga dan menjelma menjadi ikatan yang lebih bersifat kekeluargaan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir seluruh rumahtangga-rumahtangga miskin dan rawan pangan ketika dalam kondisi perekonomian rumahtangganya mengalami kesulitan, maka mereka pertama-tama mengandalkan warung kecil tetangganya untuk menghutang bahan-bahan kebutuhan sehari-hari. Mereka tidak meminjam dari saudara atau tetangganya yang terdekat, karena umumnya mereka pun dalam kondisi yang sama sulitnya dengan mereka. Fenomena seperti ini menunjukan bahwa peran dan fungsi warung-warung kecil di pedesaan bersifat ganda, selain berfungsi sebagai wadah ekonomi juga sebagai wadah sosial.

(4)

Mengingat pentingnya keberadaan warung-warung kecil bagi rumahtangga-rumahtangga miskin di pedesaan, maka sudah selayaknya pemerintah untuk memperhatikan dan membantu warung-warung kecil tersebut. Jika pemerintah membantu warung-warung kecil di pedesaan yang memiliki peran dan fungsi ganda seperti di atas, maka secara tidak langsung pemerintah telah membantu meringankan rumahtangga-rumahtangga miskin dan rawan pangan di pedesaan. Pendek kata, warung-warung kecil di pedesaan telah menjadi semacam “lumbung paceklik” di jaman sekarang, terutama bagi rumahtangga-rumahtangga miskin dan rawan pangan.

Modal sosial lain yang juga sangat penting dalam mendukung perekonomian rumahtangga-rumahtangga miskin dan rawan pangan adalah jaringan sosial. Melalui jaringan sosial ini akan terbentuk pola-pola hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non-materi. Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan atau jasa. Penelitian ini juga menunjukan bahwa hubungan-hubungan sosial yang umumnya mewarnai masyarakat petani di pedesaan seperti halnya hubungan patron-client masih ditemukan di desa penelitian. Pada bidang pertanian pola hubungan saat ini lebih diwarnai dengan hubungan rasional yang berdasarkan pada upah harian. Meskipun demikian masih ditemukan adanya hubungan-hubungan kepercayaan jika diamati secara lebih dalam, dimana hubungan tersebut pada dasarnya adalah untuk menjaga kepentingan antara patron dan client. Hubungan antara buruh tenun sebagai client dengan bakul atau pengusaha lokal sebagai patron menunjukkan hal demikian.

Modal lain yang juga sangat menentukan kondisi ketahanan pangan sebuah komunitas atau desa adalah modal sumberdaya alam. Modal sumberdaya alam yang dimaksud disini adalah persediaan sumberdaya alam seperti tanah, hutan, air, kualitas udara dan perlindungan terhadap erosi, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya. Ciri-ciri masyarakat Desa Jambakan yang bertipologi tegalan dataran rendah yang lebih keras dan terbiasa balak-blakan. Dari segi perilaku dan watak, masyarakat Desa Jambakan lebih terbuka dan keras. Kondisi tersebut dapat diamati secara langsung dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam diskusi-diskusi dalam pertemuan-pertemuan kelompok afinitas.

(5)

Kondisi ekologi yang berbeda secara nyata telah memberi corak, warna, serta rasa yang berbeda dalam aspek sosial-budaya di kedua desa penelitian tersebut. Kondisi sumberdaya alam tidak hanya berpengaruh terhadap aspek sosial dan budaya, melainkan juga pada aspek ekonomi dan politik. Pada aspek ekonomi, kondisi sumberdaya alam berpengaruh terhadap ragam atau jenis mata pencaharian masyarakat. Bahwasanya upaya-upaya dan kepentingan warga masyarakat desa untuk menciptakan kondisi ketahanan pangan yang baik bagi warganya tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dan bahkan seakan-akan tidak seiring sejalan dengan kepentingan pihak lain (institusi, perusaahaan) yang ada di desa tersebut.

Tarik-menarik kepentingan ini bahkan pada tingkat tertentu dapat menimbulkan konflik yang besar dan berpotensi untuk menimbulkan jatuhnya korban jiwa pada kedua belah pihak. Dengan demikian, dalam upaya membangun sebuah desa yang sejahtera dan mandiri pangan jelas sangat dibutuhkan adanya kerjasama berbagai pihak pemangku kepentingan yang ada di desa tersebut. Berdasarkan hasil penelitian di desa terlihat nyata bahwa kekuatan masyarakat desa sendiri belum cukup untuk membuat mereka mandiri dan sejahtera.

Mengingat betapa kompleksnya permasalahan ketahanan pangan di tingkat pedesaan, maka dibutuhkan adanya dukungan, bantuan dan keberpihakan dari berbagai pihak (pemerintah daerah dan pusat, institusi swasta, LSM dan Perguruan Tinggi) untuk sama-sama bekerja sama dengan masyarakat desa di dalam memecahkan permasalahan tersebut. Tanpa adanya kerjasama seperti di atas, maka pengentasan permasalahan kerawanan pangan di pedesaan akan berjalan lambat dan bahkan dalam prosesnya bisa jadi berpotensi untuk menimbulkan beragam keresahan hingga konflik sosial.

Modal selanjutnya yang juga mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap ketahanan masyarakat sebuah desa adalah modal fisik yang dimiliki desa tersebut. Modal fisik yang dimaksudkan disini adalah infrastruktur dasar jalan, sarana penerangan (listrik), saluran irigasi, sarana komunikasi, sanitasi dan persediaan air yang memadai, serta akses terhadap komunikasi dan sebagainya.

(6)

Semakin baik modal fisik (infrastruktur) yang dimiliki oleh suatu komunitas atau desa, maka semakin mendukung terhadap upaya-upaya peningkatan ketahanan pangan masyarakat di komunitas tersebut. Kondisi infrastruktur dasar jalan di Desa Jambakan mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, betonisasi jalan telah dilakukan merata oleh pemerintah daerah setempat hingga ke pelosok-pelosok. Berkaitan dengan pembangunan infrastruktur jalan desa, potensi fisik yang dimiliki diantaranya adalah berupa pembuatan talud panjang 1250 x 1 meter x 50 (lokasi sebelah utara balai desa) dengan dana PPK, betonisasi 800 meter x 2,5 meter (lokasi sebelah utara dukuh geneng dengan dana PPK), pengaspalan jalan lingkar desa seluas 1750 meter x 3 meter dengan dana dari DPU, memiliki jembatan satu buah dan sudah dilakukan perbaikan pemukiman (dana RR-Rehabilitasi Rekonstruksi gempa sejumlah 480 KK dari dana dana APBN dan bantuan Bank Dunia.

Berdasarkan wawancara dengan pejabat desa, jalan-jalan tersebut dibangun sebagian besar dengan menggunakan dana swadaya masyarakat. Setelah adanya jalan tersebut banyak petani yang merasa diuntungkan, dimana mereka tidak lagi harus mengeluarkan biaya tinggi untuk mengangkut hasil-hasil sawah dan ladangnya. Setelah dibangunnya jalan yang melewati dusun-dusun, para pedagang pengumpul biasanya langsung datang dengan membawa mobil bak terbuka hingga ke lokasi sawah dan kebun-kebun milik masyarakat. Para petani hanya perlu mengangkut dan mengumpulkan hasil produksinya hingga sampai di pinggir jalan. Modal fisik lain yang terlihat adalah adanya anggota masyarakat yang memiliki mesin pertanian yang dikelola dengan disewakan berkeliling desa.

Modal berikutnya yang juga mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap ketahanan masyarakat sebuah desa adalah modal keuangan yang dimiliki desa tersebut. Modal finansial yang dimaksudkan disini adalah sumber-sumber keuangan yang digunakan oleh masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan kehidupannya seperti uang tunai, persediaan dan peredaran uang. Berdasarkan wawancara FGD yang dilakukan dalam penelitian ini diketahui bahwa desa memiliki saldo yang dikelola bersama di lingkungan tingkat RW dengan mekanisme kegiatan simpan pinjam.

(7)

Kasus seperti yang terjadi di desa Jambakan, diperoleh keterangan bahwa untuk di desa ini aktivitas menyumbang besar adalah sebuah prestise. Misalnya ada iuran menggalang dana warga untuk perbaikan sarana prasarana desa, maka warga masyarakat yang mampu akan berlomba-lomba menyumbang. Barangkali hal ini lebih dipicu ketika terjadi bencana gempa dimana desa Jambakan juga termasuk salah satu desa yang parah kerusakannya, sehingga pada saat itu solidaritas untuk saling membantu sesama semakin muncul hingga saat ini. Misalnya pernah digalang secara swadaya iuran perbaikan jalan sebesar 2 karung semen yang rumahnya di pinggir jalan dan satu karung yang rumahnya tidak di pinggir jalan.

Berkaitan dengan sumber-sumber keuangan desa khususnya di desa Jambakan sebagian besar diperoleh dari potongan-potongan bantuan yang masuk ke desa. Berdasarkan wawancara diperoleh keterangan misalnya telah dikembangkan mekanisme kas desa per RW. Akses dana kas masing-masing RT dibagi 12 juta, dana tersebut dikelola untuk simpan pinjam dengan bunga 2 persen per bulan selama 4-5 bulan. Untuk dana kas desa yang bersumberkan dari bantuan-bantuan pemerintah misalnya ada RW yang punya saldo 78 juta (diambilkan dari potongan dana RR). RR tahap I tiap RW 41 juta. RR tahap II per RW 33 juta.

Di Jambakan juga pernah ada perkumpulan pemuda yang merantau ke Jakarta dan sekitranya dan bernama JAMVATRO (Jambakan Van Metro) yang pernah punya saldo kelompok 19 juta dengan cara Iuran dipungut dari 74 orang dengan ketentuan 70 ribu/bulan untuk yang domisili di kota dan 10 ribu/bulan yang domisili di desa. Bantuan-bantuan yang masuk ke desa Jambakan antara lain : RR gempa, Infrastruktur desa, mapan, raskin, Bos, Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 63 juta, PPK (Program Pengembangan Kecamatan) sebesar 47 juta, bantuan bupati 60 juta, bantuan PLS (pendidikan Luar Sekolah), dan PAUD (pendidikan anak usia dini). Beragam potensi dan isu strategis dalam pengembangan ketahanan pangan lokal disajikan pada tabel 5.

(8)

Tabel 5. Potensi Komunitas dalam Pengelolaan Ketahanan Pangan Lokal No Uraian

1. Sumberdaya alam (lingkungan)

Pertanian tadah hujan, tidak ada sumber mata air, kemarau kering, pola tanam : padi-palawija-palawija 2. Pendidikan warga Sebagian tamat SLTA

3. Peluang berusaha dan kerja

Buruh tani/ penggarap, buruh tenun, bangunan, warungan Keterbatasan pertanian maka banyak merantau menjadi buruh bangunan dan jasa serta membuka warung hek 4. Sarana-prasarana Pembuatan talud dengan dana PKK, betonisasi, aspal.

Adanya peralatan mesin pertanian yang dikelola dan disewakan berkeliling desa

5. Kelembagaan Sistem “maro” dalam pertanian, kas RT/RW, arisan, lumbung, dan paguyuban Jamvatro

6. Politik Konflik masyarakat dalam pemilihan kepala desa, kepentingan aktor “elite” desa dan atas desa dalam program mapan

Deskripsi Program Aksi Mandiri Pangan

Berdasarkan rencana kerja dinas pertanian dan pertanaman pangan di Kabupaten Klaten sampai tahun 2007 ada empat desa, yaitu Jambakan dan Nengahan di kecamatan Bayat, serta desa Glagah dan Puluhan di kecamatan Jatinom, yang menjadi sasaran program aksi desa mandiri pangan.

Secara keseluruhan, program aksi mandiri pangan meliputi empat tahapan pelaksanaan, yaitu tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian. Tahapan ini dalam perencanaannya memerlukan waktu 4 tahun untuk mengarah kemandirian masyarakat yang menjadi sasaran program. Jumlah penduduk dan prosentase keluarga miskin di lokasi pelaksanaan program mapan kabupaten Klaten disajikan dalam tabel 6 berikut ini.

(9)

Tabel 6. Jumlah Penduduk dan Prosentase Keluarga Miskin di kabupaten Klaten Tahun 2006

Desa Jumlah Penduduk

(jiwa) Jumlah KK Jumlah KK Miskin (%) Desa Glagah, Kecamatan Jatinom 4.704 1.061 448 (42,2%) Desa Jambakan, kecamatan Bayat 2.721 674 504 (74,7%)

Desa Nengahan, Kecamatan Bayat

1.415 392 332 (75%)

Desa Puluhan, Kecamatan Jatinom

2.607 648 398 (52 %)

Sumber : Dinas Pertanian dan Pertanaman Pangan Kabupaten Klaten tahun 2008

Tahapan-tahapan Pelaksanaan Program Aksi Mandiri Pangan adalah sebagai berikut :

a. Tahap Persiapan (tahun pertama)

Tahap persiapan dilaksanakan pada tahun pertama selama satu tahun dengan kegiatan-kegiatan seleksi lokasi, sosialisasi program, pendampingan, penyusunan data dasar desa, pelatihan, pemberdayaan kelompok afinitas dan penyusunan rencana pembangunan desa mandiri pangan partisipatif.

Penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Seleksi lokasi, Seleksi dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten, Kecamatan, dan Desa. Ditetapkan dengan SK Bupati Klaten No. 832 Tahun 2006 tanggal 13 Maret 2006 tentang penetapan lokasi desa Program peningkatan kesejahteraan petani yaitu Desa Jambakan Kecamatan Bayat dan Desa Glagah Kecamatan Jatinom di Kabupaten Klaten.

2. Sosialisasi Program, dilakukan untuk menyamakan persepsi tentang desain program aksi desa mandiri pangan dan rencana implementasi kegiatan untuk stakeholder. Pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 4 Mei 2006 bertempat di Aula Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, dengan mengundangnya anggota dewan ketahanan pangan Kabupaten Klaten

(10)

3. Pendampingan. Pendampingan dilakukan dalam hal manajemen dan teknis pengelolaan usaha yang meliputi kelengkapan adsministrasi kelompok afinitas (AD/ART), memberikan motivasi kegiatan kelompok (menabung, arisan), dan juga motivasi pemupukan modal dari dalam anggota (simpanan pokok/wajib) serta pendampingan dalam pertemuan rutin kelompok

4. Penyusunan Data Dasar Desa. Dari hasil pendataan diperoleh 504 KK miskin, potensi (sumber daya alam/sumber daya manusia) yang bisa dikembangkan adalah Peternakan khususnya kambing, Home Industri ( tenun lurik /ATBM ), dan Usaha perdagangan ( angkringan, dagang sayur )

5. Data ini digunakan untuk mengidentifikasi lapangan pekerjaan rumah tangga yang berpenghasilan rendah dan melihat pengembangan potensi sumber daya manusianya, mengidentifikasi komposisi anggota rumah tangga yang berpenghasilan rendah, mengetahui karakteristik tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan. Hasil SRT dapat ditemukan data base masyarakat miskin di Kabupaten Klaten yang layak untuk mendapat program ini, yang nantinya akan di ikut melalui kelompok afinitas, dengan melihat potensi usaha yang dapat dikembangkan

6. Pemberdayaan kelompok Afinitas. Kelompok afinitas adalah kelompok yang keanggotaan kelompoknya yang diikat dengan rasa kesatuan dan kebersamaan oleh jaringan persahabatan dan terbentuk tiga kelompok afinitas yaitu : Kelompok Mekarsari (Kain lurik ATBM), Kelompok Subur (Aneka Usaha), Kelompok Trijaya Perkasa (Ternak Kambing)

7. Pemberian Makanan Tambahan untuk Ibu hamil, ibu menyusui dan balita. Dengan tujuan terpenuhinya gizi yang cukup bagi ibu hamil, ibu menyusui dan balita serta pemanfaatan produk pangan lokal dan terlaksananya diversivikasi pangan.

8. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Mandiri Pangan Partisipatif

Membuat hasil perumusan bersama stakeholder atas tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan dan bagaimana caranya untuk bisa mencapai tujuan tersebut melalui teknik PRA.

(11)

Kegiatan yang dirancang berdasar potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, serta nilai-nilai sosial budaya setempat. Program aksi mandiri pangan bertujuan untuk memperkuat dan mengembangkan kelembagaan yang sudah ada. Untuk usulan kegiatan di Desa Jambakan pada kelompok afinitas yan terbentuk yaitu : kelompok Mekarsari dengan usaha kain lurik ATBM sebesar Rp. 30,250 jt, kelompok Subur dengan usaha warung angkringan, menjahit, dan lain-lain sebesar Rp. 25 jt, dan kelompok Trijaya Perkasa dengan usaha ternak kambing sebesar Rp. 24,750 jt. Jenis kegiatan, waktu pelaksanaan dan pencapaian hasil program aksi mandiri pangan pada tahap persiapan diuraikan pada tabel 7.

Tabel 7. Tahap Persiapan Program Mandiri Pangan di Desa Jambakan Tahun 2006

No Kegiatan Waktu Hasil

1 Sosialisasi Program April Terciptanya pemahaman tentang Desa Mapan

2 Survey DDRT 2 desa Maret- April Hasil dari DDRT untuk Desa Jambakan : Jumlah KK Miskin : 504 KK (74.7%) 3 Survey SRT April - Mei Ditemukan data base masyarakat miskin

yang layak untuk mendapat program ini, yang nantinya akan di ikat melalui kelompok afinitas, dengan melihat potensi usaha yang dapat dikembangkan.

4 Pembentukan kelompok afinitas

Juni Terbentuknya 3 kelompok Afiniatas. Desa Jambakan, Bayat : Kelompok Mekarsari (Kainlurik ATBM), Kelompok Subur (Aneka Usaha), Kelompok Trijaya Perkasa (Ternak Kambing)

5 Pemberian Makanan Tambahan untuk Ibu hamil, ibu menyusui dan balita

Juli -Desember

Terpenuhinya gizi yang cukup bagi ibu hamil, ibu menyusui dan balita serta pemanfaatan produk pangan lokal dan diversifikasi pangan mulai terlaksana

6 Melaksanakan

perencanaan partisipatif Desa Jambakan dalam bentuk RUK dan telah diajukan ke Dinas Pertanian

Agustus -September

Kegiatan yang dirancang berdasar potensi (SDA, dan SDM) yang ada, sosial budaya setempat serta memperkuat dan mengembangkan kelembagaan yang sudah ada.

Usulan kegiatan di Desa Jambakan : Mekarsari ( Kainlurik ATBM 30,250 jt) Subur (Aneka Usaha 25 jt), Trijaya Perkasa (Ternak Kambing 24,750 jt)

(12)

b. Tahap Penumbuhan ( Tahun Kedua)

Tahap Penumbuhan dilaksanakan pada tahun kedua dengan menitikberatkan pada penguatan kelembagaan aparat (melalui penumbuhan pemahaman kepada penyuluh dan aparat yang menangani ketahanan pangan tingkat propinsi atau kebupaten tentang pentingnya program aksi mandiri pangan), penguatan kelembagaan masyarakat (melalui pemberdayaan kelompok afinitas dan lembaga usaha ekonomi pedesaan) dan pemberdayaan kelembagaan pelayanan masyarakat (dilakukan dengan memperkuat organisasi masing-masing kelembagaan sesuai dengan peran dan fungsinya melalui pembenahan administrasi dan mekanisme pelayanan. Lembaga pelayanan yang dimaksud misalnya; posyandu, PKK, dasawisma, lumbung pangan, koperasi, pasar, perbankan dan lain-lain).

Fasilitasi dari pemerintah yang dilakukan oleh instansi/lembaga terkait dengan program aksi mandiri pangan meliputi; pelatihan yang diikuti oleh kelompok afinitas dan lembaga-lembaga lain yang telah ada dan berkembang di masyarakat, pendampingan yang bertujuan untuk penguatan kelembagaan masyarakat dan kelompok afinitas, perbaikan sarana prasarana di on farm maupun off farm, penguatan modal usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelompok dalam mengelola kegiatan dan keuangan, mengakses permodalan dan mengembangkan usaha pertanian dan non pertanian), harmonisasi sistem ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi, dan konsumsi) yang harus dilakukan secara berkesinambungan, sampai terwujudnya kemandirian pangan masyarakat di tingkat desa.

Berdasarkan buku pedoman umum pelaksanaan program Mapan, terdapat beberapa bentuyk kegiatan yang dilakukan sesuai dengan fasilitas yang diberikan seperti yang sudah disebutkan diatas, diantaranya adalah : pertama, penumbuhan kelembagaan aparat (Pemberdayaan Penyuluh dengan cara menumbuhkan pemahaman kepada penyuluh tentang pentingnya program aksi desa mandiri pangan dan menumbuhkan pemahaman kepada aparat yang menangani ketahanan pangan tingkat Propinsi dan Kabupaten tentang pentingnya program aksi desa mandiri pangan.

(13)

Kedua, penguatan kelembagaan masyarakat, yang meliputi beberapa kegiatan yaitu, pemberdayaan kelompok Afinitas (melalui peningkatan kapasitas para anggota kelompok baik dibidang organisasi maupun dalam penumbuhan usaha/bidang teknis, dan melalui pelatihan oleh aparat ditingkat kabupaten dan fasilitasi tenaga pendamping). Kemudian pemberdayaan lembaga usaha ekonomi pedesaaan (Identifikasi dan pengembangan potensi usaha produktif, Pemupukan modal usaha, Penyusunan rencana usaha kelompok/RUK, Pelatihan kewirausahaan,teknis, manajemen, Pembinaan kegiatan usaha ekonomi produktif).

Kegiatan selanjutnya adalah pemberdayaan kelembagaan pelayanan (dengan menumbuhkan dan mengembangkan lembaga pelayanan masyarakat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan masyarakat, yang terdiri dari : Lembaga pelayanan usaha ekonomi produktif seperti : lumbung pangan, koperasi, pasar, perbankan, dan jasa lainnya serta Lembagaan pelayanan pangan dan gizi, seperti : posyandu, PKK, Dasa wisma, pelayanan kesehatan dengan melakukan penguatan organisasi masing-masing kelembagaan sesuai dengan peran dan fungsinya melalui pembenahan administrasi dan mekanisme pelayanan)

Kegiatan berikutnya adalah pembentukan Kelompok Afinitas yang dilakukan setelah DDRT dan SRT untuk kemudian bisa ditemukan masyarakat miskin. Kelompok Afinitas sebagai wadah berorganisasi masyarakat dengan mempertimbangkan potensi – potensi yang ada dalam desa tersebut. Pada masing-masing kelompok harus mengadakan pertemuan dan Pendampingan Kelompok. Dengan difasilitasi oleh pendamping kegiatan penting setelah kelompok terbentuk adalah pertemuan kelompok, karena dengan pertemuan kelompok inilah perencanaan dan kegiatan anggota dilakukan, dengan menghasilkan keputusan tentang : penetapan kepengurusan kelompok afinitas, penetapan AD/ART kelompok afinitas, pembuatan proposal dan RUK kelompok afinitas, pembuatan profil kelompok afinitas. Tabel 8 menguraikan berbagai kegiatan program aksi mandiri pangan pada tahap pertumbuhan di Desa jambakan tahun 2007.

(14)

Tabel 8. Kegiatan Program Mapan Tahap Pertumbuhan di Desa Jambakan 2007 No Kegiatan Waktu Hasil

1 Pembinaan kelompok

per bulan • Adanya kegiatan rutin kelompok afinitas setiap bulan

• Terciptanya kelembagaan kelompok yang kuat

• Meningkatnya wawasan dan pengetahuan anggota kelompok

2 Pelatihnketrampilan diversifikasi

produksi pangan

Mei 2007 ƒ bertambahnya variasi produksi olahan pangan

ƒ mengoptimalkan pemanfaatan potensi desa yang ada

ƒ bertambahnya pendapatan 3 Pembenahan

Administrasi kelompok

Per bulan ƒ kelompok mempunyai administrasi keuangan yang sesui

4 Pendataan rumah Tangga anggota kelompok afinitas

Februari- April • Data base

5 Pencairan dan PMUK

Juli 2007 ƒ Semua kelompok telah menerima dana PMUK.

ƒ Jumlah anggota yang menerima dana PMUK Desa Jambakan sebanyak 60 orang = 80 jt

c. Tahap Pengembangan.

Tahapan pelaksanaan program pada tahun ketiga dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun melalui pengembangan kapasitas masing-masing lembaga sesuai dinamika dan peluang yang ada, seperti lembaga masyarakat (melalui pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana, peningkatan skala usaha dan diversifikasinya untuk kelayakan pendapatan secara ekonomi serta penerapan teknologi untuk perbaikan kualitas, kuantitas dan kontinuitas bahan pangan).

Dalam tahap pengembangan ini juga mengembangkan gerakan konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman serta pengembangan sistem pemantauan, deteksi dan respon dini kerawanan pangan melalui lembaga pelayanan masyarakat. Selanjutnya, pemberdayaan masyarakat dengan pendampingan yang terus dilaksanakan pada tahap pengembangan kepada

(15)

d. Tahap Kemandirian

Tahap kemandirian adalah tahap di tahun keempat, dimana pada tahap ini kemandirian masyarakat desa akan ditandai dengan; (1) meningkatnya peran masyarakat dalam penyediaan dan distribusi pangan, (2) meningkatnya kemampuan kelompok afinitas dalam melakukan kegiatan usaha, (3) meningkatnya kemandirian kelembagaan ketahanan pangan di pedesaan, (4) meningkatnya jaringan kemitraan usaha dan lembaga keuangan/bank, (5) meningkatnya peran tim pangan desa sebagai penggerak pembangunan ketahanan pangan.

Pada hakekatnya kemandirian adalah Kesadaran/kemampuan untuk mengembalikan kedaan ke normal setelah terjadinya suatu tekanan, gejolak, atau bencana. Dalam konteks program aksi mandiri pangan ini yang digolongkan sebagai Desa Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya :

1. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi dengan memanfaatkan potensi sumberdaya setempat;

2. Mampu memperkecil resiko kemungkinan terjadinya penurunan ketahanan pangan karena berbagai sebab (ekonomi, alam);

3. Mampu memberikan manfaat bagi desa-desa lain di sekitarnya.

Implementasi Program Aksi Desa Mandiri Pangan

Melalui Program Desa Mandiri Pangan diharapkan desa mampu memproduksi dan memenuhi produk-produk pangan yang dibutuhkan masyarakat dengan unsur-unsur pendukungnya sehingga dapat mengurangi kerawanan pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk mampu mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif pemecahan masalah serta memanfaatkan sumber daya alam secara efisien sehingga tercapai kemandirian. Beberapa tujuan dilaksanakannya Program Desa Mandiri Pangan yang pertama adalah untuk mewujudkan ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga dengan memberikan kemampuan dan peran yang lebih besar kepada masyarakat desa.

(16)

Kedua, memfasilitasi keterlibatan masyarakat yang lebih luas pada tingkat paling bawah di desa. Ketiga meningkatkan peran Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pemerintah desa secara terkoordinasi. Keempat adalah meningkatkan ketahanan pangan dan gizi masyarakat melalui pendayagunaan sumber daya kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan.

Sasaran utama dari program Desa Mandiri Pangan ini adalah masyarakat miskin yang telah memiliki usaha baik dalam bidang pertanian ataupun jasa dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, penguatan kelembagaan dan sistem ketahanan pangan yang terdiri dari subsistem produksi, distribusi dan konsumsi.

Tahun pertama adalah tahap persiapan, merupakan bagian dalam tahap perencanaan. Tahap Persiapan ini terdiri dari seleksi lokasi melalui data dasar rumah tangga, sosialisasi program antar stakeholder, recruitmen pendamping, survey rumah tangga untuk melihat potensi masyarakat, pembentukan kelompok afinitas, Tim Pangan Desa (TPD) dan Lembaga Keuangan Desa (LKD). Di Desa Jambakan, pendamping berasal dari non aparat (perguruan tinggi dan LSM). Kedua pendamping tersebut terdiri dari laki-laki dan perempuan dan keduanya tidak berasal dari desa setempat. Pendamping terpilih kemudian melakukan sosialisasi di tingkat desa. Selain itu, pendamping melakukan survey data dasar rumah tangga (DDRT) untuk mengetahui masyarakat mskin yang ada. Pendamping juga melakukan survey rumah tangga (SRT) untuk mengetahui potensi lokal yang ada sehingga dapat dikembangkan dalam kelompok.

Kemudian akan diperoleh desa dengan persentase KK miskinnya lebih dari 30 persen, lalu di masing-masing desa yang terpilih sebanyak 60 KK miskin diacak untuk dipilih sebagai penerima dana mapan periode pertama. Sebelum membentuk kelompok afinitas, dibentuk terlebih dahulu Tim Pangan Desa yang berjumlah lima orang. Tim Pangan Desa terdiri dari dua orang aparat desa, satu orang tokoh masyarakat, satu orang perwakilan masyarakat miskin dan ketua tim penggerak PKK. Tim Pangan Desa ini nantinya akan menggantikan peran pendamping setelah tahun kemandirian atau program berakhir.

(17)

Dalam proses pembentukannya, Tim Pangan hanya didasarkan atas penunjukkan dari Kepala Desa. Tim Pangan yang berjumlah lima orang terdiri dari empat orang laki-laki dan satu orang perempuan. Satu orang perempuan tersebut merupakan ketua tim penggerak PKK yang tidak lain adalah Istri Kepala Desa ( yang sedang menjabat).

Selain Tim Pangan Desa, juga dibentuk Lembaga Keuangan Desa (LKD). LKD ini nantinya berfungsi untuk menggulirkan dana bantuan tersebut, pada tahun keempat setelah semua anggota mengembalikan dana pinjaman dalam kelompok. Setelah dana diterima oleh LKD pada tahun keempat, dana tersebut digulirkan kepada masyarakat yang belum menjadi anggota. Karena di Desa Jambakan telah terdapat koperasi, yang sudah resmi berbadan hukum dari tahun 2006 yaitu koperasi MP maka LKD dikelola oleh koperasi tersebut. Pengurus LKD berjumlah tiga orang dan semuanya terdiri dari laki-laki.

Pada tahun keempat, tugas pendamping digantikan oleh TPD dan LKD, sehingga menjadi tugas pendamping pula untuk mempersiapkan kedua kelembagaan tersebut. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan dalam wawancara penelitian sebagai berikut :

”...Tahun ke empat tiap kelompok mengembalikan tiga ekor kambing ke LKD, satu ke kelompok, jika sudah nda ada pendamping lagi yang ngopyak-ngopyak ya LKD dan TPD bila ada yang anggota yang mletho...”(AF, 40 tahun, kasi Ketahanan pangan Dinas Pertanian Klaten)

Berdasarkan hasil survey rumah tangga, potensi usaha yang dapat dikembangkan di Desa Jambakan secara umum didapat digolongkan kedalam tiga kategori jenis usaha. Ketiga jenis usaha yang dijalankan masyarakat yaitu tenun, ternak kambing dan jasa (warung, kelontong, angkringan dan menjahit). Pendamping bersama Tim Pangan Desa memutuskan untuk membentuk tiga kelompok, yaitu kelompok tenun, kelompok ternak kambing dan kelompok aneka usaha sesuai dengan survey rumah tangga. Dengan pertimbangan bahwa pendamping tidak berasal dari desa setempat, maka pemilihan anggota kelompok yang akan menerima bantuan masih kuat berdasarkan penunjukkan karena hanya dipercayakan kepada Tim Pangan Desa.

(18)

Hal ini seperti disampaikan oleh Ery sebagai berikut :

”...perekrutan anggota afinitas, masih ada penunjukkan, perangkat desa terlibat dalam tim pangan desa dan pengurus kelompok (misalnya pak dwi setyanto, pak sagimin, pak bayan tri)...” (Ery, 35 tahun, pendamping program Mapan)

Berdasarkan pedoman pelaksanaan program Mapan, dalam pembentukan kelompok seharusnya sasaran utama yang menjadi anggota adalah KK miskin, tetapi dalam tiga kelompok yang ada, anggota dipilih berdasarkan hubungan kekerabatan dengan aparat desa. Alasannya adalah karena telah mengetahui karakter individu tersebut dan lebih mudah mengaturnya. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh salah satu anggota Tim Pangan Desa berikut ini:

”...Anggota kelompok kambing itu saya yang mengurusi, termasuk Pak Carik yang jadi ketua saya juga yang milih, abis kasian masa temen sendiri gak diajak. Diakan gak ikut jadi tim pangan, yo wis saya masukin aja jadi ketua kelompok. Saya milihnya yah yang deket-deket aja sama saya, lagian ngapain juga ngurusin orang yang yang gak kenal, apalagi jauh kayak dukuh Jaten repot ngurusnya. Kan kalo yang deket gampang dihubunginya. Tinggal ngubungin satu orang ntar smuanya tau. Kalo tenun, istri saya tuh sama bu mantan (anggota TPD) yang ngurus. Untuk aneka usaha, itu bagian mbah modin...” (TR, 38 tahun, anggota Tim Pangan Desa).

Selain anggota tiga kelompok tersebut dipilih atas dasar hubungan kekerabatan, ada pula dalam satu KK yang masuk ke dalam dua kelompok. Padahal seharusnya yang menjadi prioritas adalah KK miskin. Berdasarkan hasil penelitian, pendamping juga baru menyadari setelah program berjalan dan tidak bisa berbuat banyak. Menurutnya, terjadi duplikasi tersebut karena salah satu dari anggota KK tersebut menggunakan alamat yang berbeda. Sebagaimana yang disampaikan pendamping berikut ini:

”...Awalnya saya dan Mas Eri sudah wanti-wanti ke tim pangan desa, jangan sampai ada yang dobel. Setelah program berjalan, kita baru sadar ada anggota kelompok yang ternyata tuh suami istri. Pas dicek ternyata istrinya pake alamat yang beda dengan K...” (RK, 32 tahun, Pendamping Program Mandiri Pangan).

(19)

Untuk kelompok tenun dipilih anggota yang terdiri dari perempuan sebanyak 25 orang. Hal tersebut karena, keterampilan tenun merupakan keterampilan yang dimiliki oleh perempuan. Kedua adalah kelompok ternak kambing beranggotakan sebanyak 15 orang laki-laki. Ini dikarenakan yang melakukan usaha ternak adalah laki-laki. Kelompok yang ketiga adalah kelompok Aneka Usaha, beranggotakan sebanyak 20 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Hal ini karena usaha yang dikembangkan dapat dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan. Jumlah anggota tiap kelompok tersebut didasarkan atas kesepakatan antara pendamping dengan tim pangan desa dengan mempertimbangkan jumlah dana bantuan yang akan digulirkan untuk pengembangan modal mereka.

Pemilihan anggota kelompok yang hanya didasarkan pada hubungan kekerabatan semata membuat beberapa anggota kelompok salah sasaran. Selain ada duplikasi anggota dalam satu KK, ada juga beberapa anggota tim pangan desa yang menjadi anggota kelompok. Dalam hal penentuan pengurus kelompok juga didasarkan atas penunjukkan oleh aparat desa. Ada anggota tim pangan desa yang mengikutsertakan kerabatnya sebagai penerima dana Mapan, walaupun angota tim pangan desa adalah anggota masyarakat setempat yang telah lebih sejahtera dan telah berhasil dalam kehidupan dan perekonomiannya, karena nantinya tim pangan desa yang akan mendampingi masyarakat dalam mengelola program.

Pembentukan kelembagaan penunjang program merupakan fase awal pemberdayaan supaya masyarakat miskin mempunyai kebebasan untuk membentuk dan beraktivitas dalam kelompok yang diinginkan, tetapi dalam kenyataannya terjadi proses pembentukan kelompok yang dipaksakan.

Kelembagaan penunjuang program mapan yang dibentuk adalah kelompok afinitas, tim pangan desa dan lembaga keuangan desa. Dalam pembentukannya terjadi kerancuan dalam beberapa hal. Kerancuan yang terjadi selain seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa ada anggota keluarga tim pangan desa yang mendapat bantuan adalah adanya anggota tim pangan desa yang justru sebagai penerima dana, dan kebetulan beliau ini juga aparat desa. Kesemua proses ini dengan sepengetahuan pendamping ataupun pejabat dinas pertanian yang bertugas pelaksana/penanggungjawab kegiatan.

(20)

Hal ini menunjukkan lemahnya atau tidak berdayanya peran pendamping maupun jajaran pemerintah yang lainya (yakni dinas pertanian kabupaten) terhadap praktek interes pribadi yang dilakukan aparat pemerintah desa. Masih berlakunya sikap paternalisme yang kuat (hubungan patron client antara elit desa dengan masyarakat) adalah permasalahan tersendiri.

Aturan perguliran dan pengelolaan dana mapan diserahkan kepada kelompok masing-masing dengan tetap berpedoman pada aturan pelaksanaan yang telah ditetapkan. Setiap kelompok diharuskan membuat AD/ART, yang akan menjadi dasar tertulis pelaksanaan program. Banyak diantara anggota kelompok yang menganggap dana mapan sebagai dana hibah atau “dihibahkan” saja, sama statusnya dengan program-program yang sebelumnya juga demikian terjadinya. Hal ini seperti dikemukakan oleh bu carik dalam petikan wawancara sebagai berikut :

“...ada kabar burung mba katanya orang-orang kelompok aneka usaha dan tenun bantuan mapan nda usah bergulir atau tidak usah dibalikin, lha ini kan uang Negara mba, jadi nda usah dibalikin, aturanmya tidak jelas, kalau sudah bergulir dan sudah pok utange uangnya kembali ke kelompok penerima sebelumnya atau digulirkan ke kelompok lain yang belum mendapatkan pinjaman ..…” (bu Carik, ketua PKK dan anggota kelompok TriJaya Perkasa)

Berkaitan tentang ketidakjelasan aturan pelaksanaan teknis program mapan sebenarnya tidak hanya dirasakan oleh kelompok afinitas sebagai pemangku program pada tingkat desa, tetapi juga pada tingkat kabupaten, maupun juga pendamping program. Pasca pilkades di desa Jambakan yang diwarnai berbagai bentuk ketidakpuasan terutama dari kelompok yang pilihannya kalah menyisakan permasalahan tersendiri. Disisi lain, hal ini bisa menjadi pembelajaran dan pengalaman tersendiri yang menuntut kreativitas selaku penanggungjawab kegiatan dalam menyelesaikan perselisihan serta pengambilan keputusan yang bisa diterima oleh semua pihak. Salah satu kasus misalnya tentang perubahan keanggotaan yang tidak diatur mekanismenya apabila akan dilakukan pergantian anggota yang dikarenakan habisnya masa jabatan atau karena alasan meninggal.

(21)

Tidak adanya kejelasan mengenai sejauh mana tingkat kabupaten memiliki wewenang dalam hal melenturkan berbagai aturan yang sudah diatur dari pusat dalam konteks menyesuaikan dengan dinamika sosial politik desa. Hal seperti yang diungkapka oleh kepala seksi ketahanan pangan Kabupaten Klaten Anna Fajriah sebagai berikut :

”...Jambakan tuh gimana ya mba, unik masyarakatnya, setiap ada pilihan pasti geger, imbasnya ke program mapan sangat nyata, pasca pilkades kelompok afinitas yang sudah dibentuk jadi porak poranda, karena dalam satu kelompok bisa ada dua kubu, tapi berkat pembimbingny yang melakukan pendekatan kekeluargaan, person per person, kalau ada pertemuan disetting dengan cara melihat situasi seperti apa, kalau perlu beberapa orang jangan datang dulu, memberi pengertian misalnya ada pak lurah nda diundang supaya tidak tersinggung dengan cara memberi pengertian, sehingga bisa ditumbuhkan lagi, ada anggota kelompok yang gontok-gontokan dengan tim pangan desa meminta bu Yeni (anggota TPD, bu mantan lurah) mau nya diganti oleh Bu Carik (yang bertindak sebagai bu lurah karena lurah yang baru terpilih masih bujangan) tapi sudah keluar SK jadi tidak bisa diganti, juga di kelompok kambing ada yang meninggal nda bisa diganti karena sudah ada nomor induk di Jakarta, untuk pertemuan saja susah termasuk dalam menentukan tempat pertemuan, untuk mengikis luka-luka butuh waktu lama mba, terutama oleh mantan dan para pendukungnya. Pernah juga kita manggil kelompok penerima bantuan, bu mantan hadir dan pak carik tidak mau menyalami bu Yeni (bu mantan tersebut) padahal semua yang hadir disalami. Saya tuh hampir saja melapor ke pemilik program diatas karena khawatir dengan yang terjad pada program mapandi Jambakan.... ” (AF, 40 tahun, kasi Ketahanan pangan Dinas Pertanian Klaten)

Apabila memiliki cukup keberanian, pihak dinas kabupaten pada dasarnya berwenang untuk dapat mengambil keputusan taktis jika diperlukan mendesak. Akan tetapi sikap yang ditunjukkan justru sebaliknya, terlalu berhati-hati dalam mengimplementasikan aturan program dan sedikit banyak sikap ini merugikan kelompok afinitas serta cenderung memaksakan beberapa keinginan dinas yang mengatasnamakan aturan program (catatan: kasus kelompok ternak kambing yang mengharuskan membeli bibit betina semua). Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan, dinas pertanian terutama sie ketahanan pangan berdiri memiliki kepentingan tertentu melalui program mapan ini (catatan: adanya rencana sie ketahanan pangan akan menjadi kantor tersendiri yaitu kantor katahanan pangan).

(22)

Sementara itu, mengenai tidak mendetilnya aturan pelaksanaan program Mapan menurut Ery Karyadi, pendamping program yang juga aktif di LSM Bina Swadaya Klaten serta sudah cukup berpengalaman mendampingi program pemberdayaan masyarakat melalui dana bergulir, melihat hal tersebut sebagai kelebihan dari program mapan dibanding program-program sebelumnya. Artinya, pemangku kegiatan dalam program Mapan mendapatkan kebebasan dengan tetap bertanggungjawab untuk mengembangkan usaha yang didanai oleh program ini. Seperti yang disampaikannya berikut ini :

”...kelebihan mapan menurut Saya adalah mengenai aturan yang dipersilahkan kepada anggota masing-masing kelompok untuk membuat sendiri, termasuk jenis usaha yanng akan dilakukan, pengalaman program pemerintah yang masuk sudah dengan aturan-aturan yang detil kebanyakan hanya berjalan sekali periode saja, jadi diharapkan mapan ini jadi pijakan program yang berhasil....” (Ery, 35 tahun, pendamping program Mapan Desa Jambakan)

Adanya ikatan/kohesivitas/perasaan senasib sepenanggungan sesama anggota didalam suatu kelompok adalah sangat penting peranannya. Penunjukkan pengurus dan anggota kelompok dilakukan oleh aparat desa dan berdasarkan hubungan kekerabatan. Kemudian penunjukkan siapa saja yang menjadi angota juga ada intervensi dari ketua kelompok dan aparat sehingga dalam satu kelompok bercampur antara KK miskin dan tidak miskin, yang menyebabkan berbenturanlah banyak kepentingan disana. Masyarakat miskin selalu “tidak berdaya” menghadapi lapisan yang lebih kuat dan ini merupakan bentuk masalah struktural yang terjadi di masyarakat pedesaan.

Pada tahap pelaksanaan program terdiri dari sosialisasi di tingkat komunitas, penumbuhan kelompok afinitas, pendampingan dan perguliran dana. Dalam pelaksanaannya dilakukan melalui tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan secara berurutan, juga didukung dengan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama masa program berjalan. Kegiatan-kegiatan program Mandiri Pangan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok yang ada. Setelah tiga kelompok terbentuk maka diadakan sosialisasi di tingkat desa.

(23)

Sebelum dana cair, tiap kelompok diwajibkan membuat proposal pengajuan dana. Namun dalam pelaksanaannya, penyusunan proposal dilakukan oleh pendamping, hal ini disebabkan karena kurangnya pengalaman dan pengetahuan pengurus kelompok. Pengurus kelompok hanya tanda tangan saja. Pada tahun pertama tahap persiapan setiap bulan sekali diadakan pertemuan anggota di masing-masing kelompok. Hal ini bertujuan agar antara anggota kelompok terjalin hubungan lebih kuat. Hal ini seperti yang disampaikan dalam petikan wawancara penelitian berikut ini :

“...tahun 2006 diaktifkan kelompoknya, lalu dibina, supaya ada pertemuan-pertemuan sehingga ada ikatan-ikatan sosial, penggalangan dana anggota, setelah guyup dana dialirkan. Masing-masing kelompok dengan dibantu pendamping sesuai keinginan masing-masing. Sudah ada monitoring dari propinsi. Sekarang tinggal memantu. Setiap bulan dikondisikan mengadakan pertemuan, kemudian dimotivasi supaya menggulirkan ke kelompok, tapi dana nda ditarik kembali karena dana tersebut adalah untuk desa...” (AF, 40 tahun, kasi Ketahanan pangan Dinas Pertanian Klaten)

Selain itu pertemuan diadakan untuk membicarakan perkembangan kelompok, serta musyawarah-musyawarah antar anggota untuk membentuk aturan-aturan bersama. Dengan pembinaan dari pendamping dan dinas pertanian, masing-masing kelompok dipersilahkan membuat dan menyepakati sendiri aturan-aturan seperti apa yang diinginkan, misalnya mengenai besarnya bunga, besarnya cicilan tiap bulan, dan bagaimana mekanisme pengembalian yang kesemuanya tertuang dalam AD/ART.

Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang pendamping program berikut ini :

”...tentang aturan dibuat sendiri di kelompok, semuanya aturan dibuat oleh anggota. Tapi bolak balik saya sampaikan mba, bahwa dana ini bukan hibah tapi revolving, jadi mudah-mudahan ada positifnya ya berarti itu untuk njenengan semua dan orang lain. Selalu saya tekankan bahwa di Desa Jambakan ini masih ada sekitar 500 an orang kk miskin seperti njenengan yang punya hak sama untuk bisa menikmati pinjaman ini...” (Ery, 35 tahun, pendamping program mapan)

(24)

Untuk menambah semangat anggota kelompok, juga diadakan arisan anggota kelompok. Pertemuan untuk kelompok tenun diadakan setiap tanggal 19 pukul 13.00 di rumah ketua kelompok. Kelompok ternak kambing pertemuan diadakan setiap tanggal 20 pukul 13.00 di rumah ketua kelompok. Sedangkan kelompok aneka usaha peretemuan dilakukan setiap tanggal 25 pukul 13.00. Setiap pertemuan dihadiri oleh seluruh anggota kelompok masing-masing didampingi oleh pendamping. Hal ini karena anggota kelompok masih memiliki kepentingan untuk mendapatkan dana bantuan sehingga lebih rajin. hal ini seperti yang disampaikan oleh informan berikut ini:

”...Dulu sebelum dana cair semua anggota pada aktif setiap ada pertemuan. Sekarang sih agak berkurang, yah kalo ada pertemuan ada aja anggota yang gak dateng. Kalo dulu kan rajin karna masih punya kepentingan dapet bantuan...” (Bapak Bgy, 40 tahun,ketua kelompok afinitas aneka usaha)

Selain diadakan pertemuan-pertemuan kelompok, terdapat kegiatan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan usaha kelompok. Pelatihan-pelatihan yang diadakan antara lain pelatihan tata cara beternak, pelatihan adminstrasi dan manajemen, serta pelatihan pewarnaan untuk inovasi tenun.

Selain itu ada juga pengarahan-pengarahan yang dilakukan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan baik kepada anggota maupun pengurus kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pengurus kelompok afinitas:

”...Sebelum dana cair, sekitar tiga bulan sekali ada bimbingan, ada juga berupa pelatihan dari Dinas. Pelatihannya itu tentang ternak kambing, administrasi, pewarnaan buat lurik tenun. Waktu itu seingat saya, pernah di Hotel Agung sama SMK Muhammadyah Cawas...” (Bapak Bgy, 40 tahun, ketua kelompok afinitas aneka usaha).

(25)

Lamanya masa persiapan yaitu setahun menyebabkan munculnya anggapan bahwa dana sudah turun dari atas tetapi ada yang menahannya di dinas kabupaten. Atas hal ini ketua kelompok dan pendamping kesulitan untuk memahamkan. Seringnya ada pertemuan selama tahun pertama saat persiapan kelompok, banyak yang merasa itu sia-sia bahkan merugikan karena jika ada undangan mereka terpaksa harus meninggalkan pekerjaan/kegiatan mereka, belum lagi masalah uang konsumsi yang dirasa berat oleh ketua sebagai yang harus mentalanginya, dan setelah ditanyakan ke dinas tidak ada anggaran untuk pengeluaran tersebut.

Setelah setahun tahapan persiapan, maka tahun 2007 tahap selanjutnya adalah tahap perguliran dana. Berdasarkan pengajuan proposal dana yang telah dibuat, dana langsung masuk ke rekening ketua kelompok. Pendamping program berhasil mengawal dana program mapan sebesar Rp 80 juta, dibagi untuk tiga kelompok dan tanpa ada potongan untuk kas desa, walaupun pengalaman sebelumnya semua program yamg masuk desa selalu mengalami potongan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh pendamping program sebagai berikut :

“...Peta politik di klaten berubah dengan pak narno jadi bupati, sehingga secara otomatis banyak program yang masuk, dan semua program yang masuk pasti dipotong untuk kas desa, untuk program mapan, kami pendamping mengawal uang 80 juta program mapan sampai di tingkat kelompok tidak ada potongan sama sekali. Komitmen uang tidak dipotong, alhamdulillah setelah pencairan semuanya lancar. Masyarakatnya sangat kritis karena sudah terbiasa dengan proyek-proyek...” (Ery Karyanto, 35 tahun, pendamping program Mapan Desa Jambakan)

Menurut penuturan dari pendamping, hal ini adalah bentuk dukungan lurah baru terhadap program mapan yang berharap dengan tidak dipotonganya dana mapan untuk kas desa bisa membawa pada kehidupan masyarakat yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara penelitian berikut ini :

“...program mapan pada tahap persiapan saat yang menjabat lurah Daryono, tahun kedua lurah Joko, atas perubahan tersebut banyak hal yang perlu disikapi. Lurah sekarang bagus sekali mba, tidak terlalu intervensi macam-macam, beliau sampaikan ke Saya, mas ery njenengan jalankan program saja supaya masyarakat bertambah sejahtera...”

(26)

Kelompok tenun Mekar Sari mendapat dana 30 juta rupiah. Dana tersebut dibagi rata sebanyak 25 anggota. Tiap anggota mendapat dana pinjaman sebesar Rp 1.200.00,-. Dana pinjaman tersebut kemudian dicicil tiap bulannya sebesar Rp 63.400 yang mencakup cicilan pokok dan bunga pinjaman. Hal ini atas musyawarah yang dilakukan antara anggota kelompok yang didampingi oleh pendamping. Uang tersebut diangsur selama dua tahun, sesuai dengan tahapan dalam Program Desa Mandiri Pangan.

Semua anggota kelompok tenun adalah perempuan karena yang melakukan pekerjaan tenun adalah perempuan. Kepengurusan kelompok ini didasarkan atas penunjukkan oleh aparat desa. Untuk pembayaran cicilan, tiap bulannya dilakukan pertemuan setiap tanggal 19 di rumah ketua kelompok. Ini berdasarkan kesepakatan musyawarah anggota, sehingga lebih mudah, karena jika berpindah-pindah akan membinggungkan. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang anggota seperti berikut ini:

”...Kelompok tenun itu kalo pertemuan setiap sebulan sekali tanggal 19 selalu di rumah Bu Bayan. Itu atas rapat kelompok. Biar gak bingung. Kan kalo pindah-pindah seandainya bulan lalu gak dateng ntar bulan depannya bingung di tempate sopo. Jadi harus nanya-nanya ke anggota yang lain...” (Ibu Kr, 59 tahun, anggota kelompok tenun) .

Pertemuan diadakan sekitar pukul 13.00 dihadiri oleh ibu-ibu yang menjadi anggota kelompok tenun. Kadang kala ada anggota kelompok yang menitipkan angsuran kepada anggota lain, atau pengurus. Hal ini dilakukan jika anggota tersebut berhalangan hadir karena kesibukan atau ada urusan yang lebih penting. Dana angsuran yang telah terkumpul kemudian digulirkan kepada anggota kelompok yang sebelumnya telah mendaftarkan diri.

Jika jumlah dana yang terkumpul tidak sesuai dengan jumlah yang akan dipinjam, maka dana tersebut dibagi rata. Jika tidak, dilihat berdasarkan kebutuhan anggota sehingga lebih diprioritaskan untuk kebutuhan anggota yang lebih mendesak. Kelompok ini sempat menggulirkan dana keluar anggota kelompok sebanyak sepuluh orang.

(27)

Tetapi, hal ini menjadi masalah saat ada monitoring dari Irjen Departemen Pertanian karena, kelompok afinitas tidak boleh menggulirkan dana ke luar anggota sebelum tahun keempat. Saat ini dana bergulir yang dikembangkan dalam kelompok tenun meningkat dan sudah berkembang.

Pelatihan-pelatihan tehnis bagi kelompok afinitas antara lain pelatihan teknik perpaduan warna pada kain tenun ATBM, dan pelatihan pemeliharaan kambing dan ayam. Salah satu kelompok afinitas di desa Jambakan yaitu kelompok Mekarsari, semula merupakan kelompok usaha produksi kain tenun tradisional. Pengurus kelompok kemudian mendapatkan pelatihan mengenai teknik pewarnaan dan pengembangan pola (design) tenun sebagai bahan pakaian jadi. Pengembangan ketrampilan dilakukan melalui inovasi pemanfaatan bahan-bahan pewarna yang tahan luntur, juga dengan meningkatkan kehalusan benang serta variasi warna dan pola kain yang dihasilkan.

Peningkatan kapasitas diri pengurus ini diharapkan dapat mempengaruhi penenun tradisional disekitarnya untuk merubah cara bertenun yang berorientasi pada kain gendongan menjadi bahan pakaian jadi. Namun hal ini nampaknya masih mendapat tantangan cukup berat, baik dari sisi kebiasaan bertenun, pemasaran, dan perputaran modal yang dianggap oleh penenun tradisional masih lebih mudah dengan menggunakan cara tradisional.

Melihat kondisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa upaya pelatihan teknis bagi kelompok afinitas masih membutuhkan tindak lanjut dari pihak-pihak berkepentingan (Dinas terkait) untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi terutama dalam penyediaan pemasaran. Upaya pendamping untuk mencarikan pemasaran perlu didukung oleh Dinas terkait untuk memfasilitasi sarana dan prasarana serta mendorong produk yang dihasilkan untuk berorientasi pada kebutuhan pasar.

Kelompok ternak kambing Trijaya Perkasa dengan mendapat dana sebesar 25 juta rupiah. Berbicara mengenai aturan pengelolaan dana bergulir untuk usaha ternak kambing, pendamping program memiliki pertimbangan tersendiri supaya hasilnya berbeda dengan program lain yang sejenis, yang selalu mengalami kegagalan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ery (35 tahun, pendamping program) sebagai berikut :

(28)

”...untuk revolving kambing dibuat berbeda mba, karena harapan saya program mapan semoga menjadi titik pijak program yang berhasil dibanding program yang ada. Kalau program lain dari dinas sosial misalnya, bantuan ternak yang diberikan sudah tidak kelihatan babonnya, jadi untuk mapan aturannya silahkan dibuat tapi kami dari pendamping sudah punya batasan supaya anggota tidak membuat aturan semudah mungkin sehingga outputnya melupakan orang lain...” Ery (35 tahun, pendamping program Mapan desa Jambakan)

Atas keputusan pendamping, Tim Pangan Desa (TPD) dan pengurus yang diketuai oleh Carik maka dana yang didapat dibelikan kambing sebanyak 45 ekor. Kambing tersebut dibagikan kepada semua anggota kelompok, tiap anggota masing-masing mendapat tiga ekor. Kambing tersebut adalah anakan dan semuanya berjenis kelamin betina dan harus dikembalikan pada tahun kemandirian sebanyak empat ekor. Dalam perjalanannya, bantuan kambing yang kesemuanya bentina ini menimbulkan hambatan terutama kesulitan mendapatkan pejantan ketika hendak mengawinkan seperti diutarakan oleh pak Dwi Setyanto berikut ini :

“…....Bantuan mapan per anggota 3 ekor kambing dan dari dinas mengharuskan semua berjenis kelamin betina mba sehingga untuk mengkawinkan mencari-cari atau meminjam yang punya kambing jantan, ini kebetulan tetangga ada yang dapat bantuan gaduhan kambing dari dinas social, ya sebaiknya kedepan untuk awal, kambig yang diberikan adalah gabungan jantan betina supaya mudah kawinnya…..” (DS, Carik desa Jambakan, Ketua Kelompok Afinitas Trijaya Perkasa)

Dalam pengembangannya sampai pada tahun ketiga, selain dikarenakan kendala internal yaitu rendahnya keterlibatan dan kepedulian pengurus kelompok terhadap kegiatan program serta masih kuatnya persepsi di kalangan anggota

(29)

kelompok mereka bahwa dana mapan bersifat hibah, kelompok afinitas ternak kambing Trijaya Perkasa juga menghadapi beberapa kendala teknis, diantaranya kurangnya ketersediaan pakan hijuan untuk ternak dan keterbatasan obat-obatan, seperti yang disampaikan dalam wawancara selama penelitian sebagai berikut :

”…..kelompok ternak mendapatkan beberapa kendala, diantaranya pakan hijauan yang susah diperoleh terlebih pada bulan-bulan kemarau seperti sekarang ini. Pada sekitar tahun 1995 an pernah ada bantuan bibit dan pupuk untuk menanam rumput gajah dipinggir jalan, tapi banyak yang tidak menanam, termasuk anggota kelompok yang sekarang mendapat bantuan/pinjaman ternak kambing karena bantuan rumput gajahnya tidak dimanfaatkan jadinya susah mendapatkan hijauan. Harapannya pas dapet pinjaman ternak kambing juga sekalian mendapat bantuan bibit dan pupuk rumput gajah pula. Belum ada yang ngajari cara vaksin dari dinas peternakan dan tidak ada anggaran untuk obat gratis jadi harus swadaya sendiri. Di Wonosari sampai ada kejadian wedhus nggo pakan sapi, maksudnya karena pakan sapi mahal sehingga warga harus menjual kambing dulu supaya bisa membeli pakan sapi……...” (Dwi Setyanto, Carik desa Jambakan, Ketua Kelompok Afinitas Trijaya Perkasa)

Setiap bulan kelompok ternak kambing melakukan pertemuan pada tanggal 20 di rumah ketua kelompok, untuk melakukan arisan. Akan tetapi setahun belakangan ini pasca pemilihan kepala Desa yang menyebabkan masyarakat terbagi dalam dua kubu, tidak pernah ada pertemuan lagi untuk kelompok ternak kambing. Selain itu juga dikarenakan sebagian besar anggota kelompok ini adalah tukang bangunan yang setelah musibah gempa banyak mendapat panggilan pekerjaan hingga keluar desa.

Kelompok yang ketiga adalah kelompok Subur. Kelompok ini mendapat dana bantuan sebesar 25 juta rupiah. Berdasarkan kesepakatan bersama antara anggota dan pendamping dana tersebut dibagi rata tanpa membedakan jenis kelamin. Tiap anggota berhak mendapat pinjaman masing-masing sebesar 1.250.000,- rupiah. Setiap bulannya pada tanggal 25, anggota harus membayar uang angsuran sebesar Rp 65.000,-. Uang tersebut sudah termasuk cicilan pokok, bunga pinjaman dan simpanan wajib. Selain itu, kelompok ini juga mengadakan arisan sebesar Rp 10.000,-. Pertemuan diadakan di rumah anggota secara bergilir sesuai dengan nama yang keluar dalam arisan.

(30)

Usaha yang dikembangkan oleh anggotanya kelompok ini bermacam-macam diantaranya ternak ayam, menjahit, warung hek dan warung kelontong. Dalam proposal usaha yang diajukan, yang bisa menjadi anggota kelompok ini adalah rumah tangga miskin yang sudah mempunyai embri usaha dan masih kekurangan modal. Walaupun kemudian pada saat dilakukan penelitian ini ketika berkunjung ke beberapa anggota kelompok diketahui bahwa ada rumah tangga mampu yang mengelola usaha dan bukan termasuk KK miskin. Hal ini terjadi sebagai imbas dari cara pemilihan anggota kelompok yang berdasarkan penunjukkan dan hubungan kekerabatan. Sehingga wajar kalau selanjutnya ketika dilakukan FGD ada anggota kelompok ini yang menyatakan komplain-nya tentang masih belum memadainya dana yang diberikan program mapan untuk ukuran sebagai modal memajukan usaha, seperti yang diungkapkan dalam petikan wawancara berikut ini :

“……..sebetulnya modal yang diberikan untuk anggota sudah bisa untuk menambah usaha para anggota mba, tapi modal yang diberikan masih sangat minim, jadi untuk usaha yang mencapai usaha yang lancar belum bisa memenuhi, karena modalnya masih sangat minim. Contohnya saya yang jualan hek wedang angkringan. Untuk buat gerobak warung aja belum cukup karena butuh 1.500.000,-sementara dana Mapan baru sebesar Rp. 1.250.000,-belum dapet apa-apa mba…..” (Warno, 60 tahun, ketua RT dan sekaligus kakak sulung ketua kelompok Subur)

Pada kasus selanjutnya, ada anggota kelompok Subur yang merupakan rumah tangga miskin tetapi belum memiliki embrio usaha, walaupun hanya sekitar 20% (menurut keterangan pendamping hampir 80% anggota kelompok Subur sudah memiliki usaha, setidaknya sudah memiliki usaha sebagai buruh tani). Atas hal ini bisa dipastikan dana pinjaman dari program Mapan tidak bisa berkelanjutan, karena hanya cukup untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi sehari-hari. Dan pada akhirnya dana Mapan justru menjadi beban yang harus ditanggung pada saat tiba waktunya pengembalian.

Pertemuan dihadiri oleh anggota kelompok, akan tetapi ada juga anggota kelompok yang berhalangan hadir dan menitipkan uang angsuran kepada anggota kelompok lainnya atau pengurus. bahkan tidak jarang jika berhalangan hadir diwakilkan oleh suami maupun istri anggota tersebut.

(31)

Setelah dana disetorkan kepada pengurus, dana kemudian digulirkan lagi kepada anggota yang ingin meminjam. Dana yang telah berkembang dalam kelompok kini juga telah meningkat dan berkembang. Usaha yang dikembangkan oleh anggotanya kelompok ini bermacam-macam diantaranya ternak ayam, menjahit, warung hek dan warung kelontong. Pengelolaan dana berorientasi target proyek sehingga nilai yang dibangun adalah “dana sebagai charity/ hibah”. Sampai pada tahap ketiga (pengembangan), kelompok Subur relatif berjalan lancar. Dikarenakan mandulnya pengurus, kelompok trijaya perkasa melaporkan ternak mati semua dan berpotensi macet. Sedangkan kelompok mekarsari (tenun) sudah berkembang sudah sempat menggulirkan dana kepada anggota baru tanpa melalui LKD.

Dalam proses pembentukan TPD didasarkan atas penunjukkan dari Kepala Desa dan belum berjalan secara efektif bahkan bisa dikatakan belum berfungsi walaupun sudah beberapa kali diberikan pelatihan baik di kabupaten maupun di tingkat propinsi. Konflik internal yang terjadi pasca pilkades harus diakui sangat mempengaruhi jalannya komunikasi antar sesama anggota TPD. Selain itu, dikarenakan proses pembentukannya adalah penunjukkan langsung sehingga ada anggota TPD yang anggota keluarganya tercatat juga sebagai penerima bantuan sekaligus sebagai anggota LKD. Selain itu juga harus diakui disebabkan oleh tidak adanya kepastian tentang insentif yang diperuntukkan bagi anggota TPD. LKD mapan yang berfungsi untuk menggulirkan dana bantuan mapan, pada tahun keempat setelah semua anggota mengembalikan dana pinjaman dalam kelompok tidak berfungsi bahkan cenderung bermasalah.

Dasar pembentukan LKD adalah pertimbangan kepraktisan dengan menunjuk koperasi MP yang sebelumnya sudah ada. Sampai pada tahun ketiga di tahap pengembangan, pada kenyataannya LKD bisa dikatakan tidak berjalan sebagaimana semestinya. Terkait dengan belum berfungsinya LKD, pihak dinas kabupaten juga menyampaikan bahwa memang ada kelemahan dari sisi kebijakan dalam program ini. Lembaga keuangan desa yang dibentuk tidak jelas secara operasional apa dan bagaimana tugasnya serta seperti apa insentif yang bisa diterima aparatnya.

(32)

Pedoman umum proksi mandiri pangan yang dikeluarkan tahun 2008 menyebutkan bahwa fungsi LKD dalam program mapan merujuk pada aturan UEP (Usaha Ekonomi Pedesaan), padahal program UEP baru keluar tahun 2007, dan semestinya sosialisasi tentang tugas dan wewenang LKD sudah dilakukan dari tahun 2006. Hal ini tentu saja menjadi kebingungan tersendiri bagi pihak dinas pertanian. Hasil Evaluasi yang dilakukan oleh Irjen terhadap pelaksanaan program Mapan di Desa Jambakan menyebutkan bahwa apa yang terjadi antara LKD dengan kelompok afinitas mekarsari di desa Jambakan, penilaiannya adalah bahwa program Mandiri Pangan Jambakan ada kemungkinan terkategori gagal bila tidak segera ditindaklanjuti. Rekomendasi yang ditawarkan pihak Irjen adalah dengan reorganisasi LKD.

Namun, pada awalnya pihak Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten merasa berat karena memang ada kepentingan yang harus dilindungi. Pasalnya pengurus LKD yang dipermasalahkan dan diminta untuk diganti tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dengan Bupati Klaten yang memang berasal dari Desa Jambakan. Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan terutama di desa jambakan.

Pada saat penelitan ini dilakukan, bertepatan dengan pelaksanaan rencana kerja dinas pertanian pada awal Oktober 2008, salah satunya adalah dilakukan tinjauan ke desa-desa lokasi program mapan, dan untuk khusus desa jambakan diundang pertemuan di kantor dinas untuk mempertemukan pengurus kelompok afinitas dengan pengurus TPD, LKD, pendamping dan pihak dinas sendiri. Agenda penting dalam pertemuan tersebut adalah meminta klarifikasi dari kelompok usaha ternak yang melalui pendamping melaporkan semua ternak kambing kelompok binaan program mapan mati. Sebagai penyelesaian, dalam pertemuan tersebut dinas hendak nanting (menawarkan beberapa pilihan) kepada anggota TPD yang merangkap juga sebagai LKD untuk memilih menjadi anggota mana dari kedua lembaga itu. Anggota TPD dan pengurus kelompok yang berkepentingan ternyata tidak hadir. Dengan tidak hadirnya mereka ini, sebenarnya mengindikasikan pengurus kelompok ternak ndablek atas tanggungjawabnya terhadap program.

(33)

Sedangkan anggota TPD yang merasa "dekat" dengan orang nomor satu di kabupaten Klaten ini mengabaikan tanggungjawabnya untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi dalam pelaksanaan program mandiri pangan di Desa Jambakan. Hasil dari pertemuan tersebut disepakati bahwa kursi tim LKD yang kosong akan diisi oleh perwakilan dari masing-masing kelompok afinitas dan pada kelompok ternak dilakukan sidak dari dinas bersama pendamping untuk meninjau satu persatu anggota-anggotanya dan untuk sementara tidak menahan terlebih dahulu dana pemberdayaan untuk pelatihan-pelatihan kepada anggota.

Hal lain yang penting untuk diperhatikan yaitu tidak ditandatanganinya surat perjanjian yang telah dibuat antara anggota kelompok afinitas dengan LKD tentang aturan pengembalian, sehingga menurutnya tidak ada kekuatan hukum yang bisa digunakan untuk mengawal dana program. Sampai pada tahap pengembangan di tahun ketiga, perkembangan usaha kelompok afinitas disajikan pada tabel 9.

Tabel 9. Perkembangan Usaha Kelompok Afinitas Program Aksi Mandiri Pangan Desa Jambakan

No

Nama Kelompok Afinitas

(Jumlah Anggota)

Data Perkembangan Usaha Periode Bulan Juli 2007 Juli 2008 1. Tri Jaya Perkasa

( 15 Orang )

Modal Awal Rp. 24.750.000,-

Modal tersebut dimanfaatkan utk beternak

Kambing Betina sebanyak 45 ekor dgn harga @ Rp.412.500,-

Jumlah ternak berkembang menjadi 67 ekor ( induk + anakan ) dan 6 ekor diantaranya mati karena keracunan dan terkena penyakit.

2. Subur ( 20 Orang )

Modal Awal Rp. 25.000.000,-

Modal saat ini berkembang menjadi Rp. 29.239.235.- 3. Mekarsari

( 25 Orang )

Modal Awal Rp. 30.250.000,-

Dimanfaatkan untuk usaha tenun. Modal tersebut dibelanjakan utk membeli kain sebanyak 70 gendok (400m),

@ Rp 7000,- (per 15 hari) 70 x Rp7000 = Rp 490.000,-Modal = Rp 232,000,- Untung =Rp 258.000,-

Modal saat ini berkembang menjadi Rp.35.574.500. Jumlah gendok berkembang menjadi 140 gendok (800m), @ Rp 7000,- (per 15 hari) 140 x Rp7000 = Rp 980.000,- Modal = Rp 464.000,-Untung = Rp

(34)

516.000,-Dinamika Kepentingan Pengelolaan Ketahanan Pangan Lokal

Setiap aktor yang terlibat (pemerintah, swasta maupun komunitas) didalam pengelolaan ketahanan pangan (produksi, distribusi, konsumsi) memiliki kepentingannya masing-masing. Kepentingan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor struktur sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang bekerja atau melekat dalam sistem hubungan sosial yang berlangsung. Pengelaolaan ketahanan pangan merupakan hasil konstruksi sosial mobilisasi sumber-sumber perilaku kolektif dalam mengelola pangan, yaitu modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal alamiah, dan modal finansial.

Dalam pelaksanaannya terdapat dimensi kepentingan dari aktor (individu) pengelola ketahanan pangan lokal. Dimensi kepentingan aktor dalam konteks pengelolaan ketahanan pangan lokal sangat mempengaruhi proses pengembangan atau pemberdayaan kelembagaan yang ada, baik dalam peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, kapasitas kelembagaan, dan pengembangan jejaring. Kelompok kepentingan dalam pengelolaan ketahanan pangan lokal pada bab ini terdiri dari kepentingan golongan miskin (termasuk juga golongan miskin penerima program Mapan), kepentingan kelompok keagamaan (lumbung pengajian), kepentingan kelompok pengusaha lokal (bakul).

Kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat desa Jambakan secara umum maupun juga oleh masing-masing kelompok afinitas yang tergabung di program Mapan dalam konteks pengelolaan ketahanan pangan meliputi pengembangan tiga aspek, yaitu subsistem ketersediaan, subsiatem produksi dan subsistem konsumsi. Kegiatan Sub Sistem ketersediaan meliputi, pertama, penanaman padi dan palawija di lahan persawahan di Bayat. Komoditas palawija yang biasa ditanam adalah kedelai, kedua, tanah pekarangan sudah mulai dikelola sebagai sumber gizi keluarga dengan tanaman buah-buahan serta sebagian sayuran, serta tanaman buah mangga sebagai komoditas utama, dan tanaman pisang, kemudian jenis umbi-umbian sebagai tanaman cadangan karbohidrat di tegalan. Kemampuan daya beli masyarakat dapat juga digunakan untuk melihat ketersediaan pangan. Dalam penelitian ini rata-rata pengeluaran pangan per bulan masyarakat Desa Jambakan adalah Rp. 203.323. Sedangkan untuk pengeluaran non-pangan per bulan masyarakat desa Jambakan adalah Rp. 288.823.

Gambar

Tabel 5.  Potensi Komunitas dalam Pengelolaan Ketahanan Pangan Lokal  No Uraian
Tabel 6.  Jumlah Penduduk dan Prosentase Keluarga Miskin di kabupaten Klaten  Tahun 2006
Tabel 7.  Tahap Persiapan Program Mandiri Pangan di Desa Jambakan Tahun 2006  No Kegiatan  Waktu  Hasil
Tabel 8.  Kegiatan Program Mapan  Tahap Pertumbuhan di Desa Jambakan 2007  No Kegiatan  Waktu  Hasil
+4

Referensi

Dokumen terkait

Data follow-up ini dilakukan pada bagian kualitas pelayanan posyandu, pengetahuan, sikap, dan praktik gizi ibu balita dan kader, konsumsi pangan balita, dan

perlengkapan lain untuk fokus pada produksi produk tunggal atau kelompok produk yang berkaitan (batch).. Product-oriented layout: Menentukan personil dan utilisasi peralatan

Maka begitulah, akhirnya Midkhol Huda sejak saat itu dipercaya untuk memimpin pondok dan lembaga pendidikan yang ada dan akhirnya para santri dan masyarakat serta para guru yang

Dengan mengetahui secara lebih mendalam terutama mengenai validasi instrumen non tes, diharapkan dalam kegiatan penelitian khususnya bidang pendidikan matematika, instrumen

5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji coba dan evaluasi yang telah dilakukan terhadap aplikasi rekomendasi produk menggunakan Algoritma Apriori studi kasus toko Al-Veera Jember,

• Makromolekul sistem biologis yg bekerja sbg komponen reseptor mempunyai gugus protein atau asam amino yg dapat membentuk komplek melalui transfer muatan, yaitu : • a. sebagai

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tentang Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada

FURNITURE JL.RADEN FATAH 04 01 NURHASAN INDUSTRI FURNITURE FURNITURE 1 29 UD.NAMILA JAYA JL.RADEN FATAH 04 03 ABDUL DJAMIL JUAL BUAT KUSEN PINTU KUSEN PINTU 1 30 MONIKA JAYA