1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dewasa ini dalam organisasi terdapat berbagai macam generasi (Gursoy, Chi, & Karadag, 2013). Generasi merupakan sebuah kelompok yang terdiri atas individu dengan kisaran umur yang sama yang telah mengalami peristiwa sejarah yang sama dalam periode waktu yang sama (Ryder, 1965). Setidaknya terdapat empat generasi berbeda yang bekerja dalam sebuah organisasi, yaitu silent generation atau traditionalists (1925- 1945), baby boomers (1946- 1964), generasi X (1965- 1981), dan millennials atau generasi Y (1982-1999) (Schoch, 2012; Hillman, 2013; Schullery, 2013).
Masing-masing generasi ternyata memiliki perspektif yang berbeda dan organisasi harus mengetahui apa perspektif yang dimiliki oleh setiap generasi (Keene & Handrich, 2015). Bila mengetahui apa perspektif yang dimiliki setiap generasi, organisasi dapat melakukan pengelolaan secara optimal, karena pengelolaan harus disesuaikan dengan perspektif masing-masing generasi (Clare, 2009; Costanza et al., 2012). Adapun secara umum perspektif yang dimiliki oleh setiap generasi adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1. Perspektif Berbagai Generasi
Generasi Perspektif
Traditionalists (1925-1945)
Menyenangi pekerjaan tetap daripada wirausaha, berhati- hati, tidak imaginatif, tidak original, fasilitator atau senang membantu, dapat membuat keputusan namun bukan pemimpin, melakukan sesuatu tanpa alasan, tidak senang membuat kekacauan, fokus untuk internal pribadi, pekerja keras, menghormati kekuasaan, logis, disiplin, berdedikasi, berkorban, dan konservatif.
Baby Boomers (1946-1964)
sosial, bijak dalam kultur, berpikir kritis, spiritual, beragama, memiliki semangat dari dalam diri, radikal, kontroversial, tidak senang membantah, percaya diri, dan penyabar, optimis, kepuasaan dan pertumbuhan personal, berdasarkan persetujuan umum, adil, ditekan waktu dan materialistis, bekerja lembur, pertemuan antar muka, menghargai nilai dan ingin dikenal.
Generasi X (1965-1981)
Sinis, mudah curiga membawa beban dunia, penakut, mudah kehilangan arah, menyia- nyiakan, sulit diperbaiki, in-your-face, hingar- bingar, mudah terkejut, tidak berpendidikan, dangkal, tidak dapat dibudayakan, memiliki kedewasaan, pragmatis, apatis, tidak peduli dengan politik, tidak terikat, percaya pada diri sendiri, fatalistis, mengejek, belum mencapai pencapaian, menerima keberagaman, melek teknologi, keseimbangan kehidupan dan kerja, informal, skeptis dan individualistis.
Generasi Y (1982-1999)
Idealistis, optimis, kooperatif, bekerja dalam tim, berkolaborasi, terus menerus berlatih, mentoring dan mengembangkan karir, percaya, menerima perintah, pengikut peraturan, pintar, bersifat kewarganegaraan, spesial, dilindungi, percaya diri, mengejar keberhasilan atau pencapaian tertentu, ditekan, konvensional, menerima keberagaman, egois, lebih menghargai reward baik intrinsik maupun ekstrinsik, sinis, narsis, melek teknologi, multitasking, menghargai posisi dan jabatan,
Keterangan. Diadopsi dari hasil penelitian oleh Kodatt, 2009; Kowske, Rasch, & Wiley, 2010; Hillman, 2013; Tremblay et al., 2013; Chen & Lian, 2015.
dapat dilihat melalui pelatihan, feedback, promosi, rotasi kerja, kompensasi, instruksi pekerjaan yang perlu dilakukan, keterlibatan dalam pengambilan keputusan manajemen, work family balance dan fleksibilitas jam kerja.
Pertama ditinjau pada karyawan generasi tradisionalist, baby boomers dan generasi X yang akan diwakili oleh generasi X, karena generasi X memiliki perspektif yang tidak jauh berbeda dengan perspektif generasi traditionalist dan baby boomers (Welsh, 2010; Cogin, 2012; Schullery, 2013; Spears, 2015). Saat ditinjau lebih spesifik pada karyawan generasi X, mereka memilik perspektif terkait nilai individu bahwa mereka tidak kreatif karena jarang berinovasi, sehingga hanya bekerja dengan pola yang sudah ada (Nambiyar, 2014). Di samping itu mereka merasa bahwa mereka memiliki toleransi terhadap pelanggaran etika (Vanmeter et al., 2013). Mereka juga menganggap bahwa mereka tidak terlalu mudah beradaptasi dengan berbagai atribut yang ada (Nambiyar, 2014), tidak memiliki kecepatan kerja karena lebih mementingkan proses berpikir dan berefleksi terlebih dahulu dibandingkan langsung bertindah (Keegan, 2011). Kemudian bagi mereka, pekerjaan merupakan tantangan yang sulit dan merupakan sebuah kontrak, sehingga tidak terlalu menghayati apa makna pekerjaan yang mereka jalani (Young, 2009). Selain itu bagi karyawan generasi X, cara belajar yang diinginkan adalah cara belajar yang bertahap karena mereka tidak dapat menerima informasi yang besar dalam waktu singkat (Keegan, 2011) dan tidak mampu belajar dengan cepat (Nambiyar, 2014).
ditempat kerja atau pada jam kerja (Young, 2009). Saat ditinjau tentang tipe kepemimpinan yang diinginkan, mereka cenderung lebih senang dengan pemimpin yang otoritatif karena mereka memiliki kebutuhan akan kekuasaan yang besar (Mhatre & Conger, 2011). Kemudian mereka juga cenderung loyal pada organisasi, walaupun terkadang terdapat harapan yang belum tercapai di organisasi (Ertas, 2015).
Kemudian beralih kepada karyawan generasi Y, dimana perspektif mereka turut penting diketahui. Walaupun mereka baru memasuki dunia kerja, perspektif yang mereka bawa ke dalam organisasi jauh berbeda dari perspektif generasi- generasi sebelumnya yang telah dikenal oleh organisasi (Welsh, 2010; Cogin, 2012; Schullery, 2013; Spears, 2015), seperti perbedaan nilai, ekspektasi, cara berpikir, bertindak atau berperilaku, dan cara belajar (Ng, Schweitzer, & Lyons, 2010; Idrus, Ng & Jee, 2014). Bahkan perbedaan perspektif yang dibawa generasi ini telah menimbulkan guncangan (Welsh & Brazina, 2010) dan membawa dampak besar bagi organisasi (Shih & Allen, 2006). Sebab generasi Y sebagai pemilik perspektif tersebut telah memasuki dunia kerja dalam jumlah yang sangat besar dalam kurun waktu singkat (Vanmeter et al., 2012).
Saat ditinjau lebih spesifik tentang perspektif terhadap nilai individu yang mereka miliki, karyawan generasi Y merasa bahwa mereka adalah karyawan yang kreatif, sehingga senang mencapai tujuan melalui metode atau caranya sendiri (Cates, 2014) dan memiliki inovasi (Nambiyar, 2014). Mereka juga menjunjung nilai etika dan memiliki toleransi rendah terhadap pelanggaran etika (Vanmeter et al., 2013), dapat dengan mudah beradaptasi pada berbagai atribut yang ada (Nambiyar, 2014), perubahan yang terjadi (Gardner, 2006) dan terbuka untuk berubah (Welsh, 2010). Kecepatan kerja yang mereka miliki juga baik, sebab mereka merasa lebih penting bertindak cepat daripada menghabiskan waktu untuk berpikir (Keegan, 2011).
Mereka juga tidak senang dengan prosedur dan proses yang tidak perlu sebelum melakukan tindakan, sehingga bekerja pintar dan cepat akan sangat diandalkan (Nambiyar, 2014). Kemudian bagi mereka makna pekerjaan adalah suatu hal yang penting, sehingga mereka akan mencari pekerjaan yang bermakna untuk memperoleh kepuasan (Ng & Schweitzer, 2010). Selain itu saat belajar mereka lebih memilih untuk belajar dalam jumlah besar, sebab mereka adalah pelajar aktif (Gardner, 2006) yan memiliki kemampuan belajar yang cepat (Nambiyar, 2014) dan dapat menerima informasi yang beragam dalam jumlah besar pada waktu singkat (Keegan, 2011).
(Young, 2009) karena mereka senang berkolaboratif (Mhatre & Conger, 2011). Mereka juga merupakan karyawan yang cenderung kurang loyal terhadap organisasi, terlebih bila harapannya tidak tercapai (Reed, 2011; Minter, 2013; Jackson, 2014), sehingga mereka mudah berganti-ganti pekerjaan (Roebuck, Smith, & Haddaoui, 2013).
Ketika dilihat bagaimana perspektifnya terhadap sistem kerja, karyawan generasi Y cenderung menyukai metode pelatihan yang modern, dimana terdapat penggunaan media seperti media belajar audio visual yang memanfaatkan kemajuan teknologi dibanding hanya secara konvensional (Young et al., 2013). Mereka juga meminta feedback dengan segeram namun lebih senang diberikan dalam bentuk pujian secara berkala (Nambiyar, 2014) dan sulit menerimanya dalam bentuk kritikan (Welsh, 2010). Saat berada di organisasi, karyawan generasi ini ingin mendapatkan tantangan yang menantang kemampuan dirinya (Nambiyar, 2014), sehingga akan menerima tantangan mengerjakan pekerjaan yang lebih sulit dan penting (Ng & Schweitzer, 2010).
Dari penjabaran di atas dapat dilihat perspektif terhadap nilai individu saat berada di organisasi, hubungan kerja dengan karyawan lain dan sistem kerja yang dibentuk organisasi (Ng, Schweitzer, & Lyons, 2010; Idrus, Ng & Jee, 2014) dari karyawan generasi X dan Y. Berbagai perspektif di atas merupakan hasil penelitian yang dilakukan di berbagai negara, seperti Australia (Cogin, 2012), Canada (Tremblay et al., 2013), China (Chen & Lian, 2015), New Zealand (Haynes, Vowles, & Boxall, 2005), dan United States (Kowske, Rasch, & Wiley, 2010; Dai & Goodrum, 2012; Hillman, 2013; Dimitriou & Blum, 2015; Keene & Handrich, 2015). Namun sayangnya penelitian serupa sangat jarang dilakukan di negara- negara Asia Tenggara, seperti Indonesia (Idrus, Ng, & Jee, 2014). Padahal generasi X dan Y tumbuh dan berkembang di Indonesia yang memiliki sejarah, situasi, kondisi dan budaya setiap negara berbeda, sehingga terdapat kemungkinan bahwa mereka memiliki perpsektif yang berbeda dengan karyawan generasi X dan Y di luar negeri (Kowske, Rasch, & Wiley, 2010). Oleh karena itu penelitian ini akan mendeskripsikan perspektif karyawan generasi X dan Y di Indonesia serta perbandingan diantara karyawan generasi X dan Y di Indonesia.
1.2.Rumusan Persoalan
Berdasarkan penjabaran di atas, maka penelitian ini akan difokuskan pada persoalan:
1. Apa perspektif karyawan generasi X di Indonesia? 2. Apa perpsektif karyawan generasi Y di Indonesia?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan persoalan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk:
1. Mendeskripsikan perspektif karyawan generasi Y di Indonesia. 2. Mendeskripsikan perspektif karyawan generasi X di Indonesia. 3. Mendeskripsikan perspektif karyawan generasi Y dan X di Indonesia.
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Dengan diketahuinya perpsektif karyawan generasi X dan Y di Indonesia, diharapkan wawasan ilmu pengetahuan mengenai karyawan generasi X dan Y dan perbandingan di antara keduanya.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Melalui penelitian ini diharapkan organisasi dapat lebih mengenal perspektif karyawan generasi Y di Indonesia yang berada di dalam organsiasi terkait.
2. Organisasi dapat mengetahui perbedaan perspektif generasi Y dengan generasi sebelumnya, yaitu generasi X.