• Tidak ada hasil yang ditemukan

JAJ Journal of digital communication science

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JAJ Journal of digital communication science"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of digital communication science

KOMPETENSI KOMUNIKASI DARING KENISCAYAAN DI ERA DIGITAL

Dasrun Hidayat

Fakultas Komunikasi & Desain Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya

Article Info ABSTRACT

Article history:

Received June 25, 2021 Revised July 28, 2021 Accepted July 29, 2021

Online communication competence is one of the aspects needed when communicating online or communication based on internet technology. Online communication is increasingly unavoidable when the world including Indonesia is fighting the COVID-19 outbreak. Almost all activities are carried out online, such as work and study. However, the situation forcing people to communicate online to date still leaves obstacles. Starting from technical to non-technical obstacles. Technics such as poor network, geographic location that cannot reach signals, and quota costs. Non- technical obstacles occur when the community's ability to technology is minimal and it is difficult to build communication competencies. These obstacles have even resulted in victims, such as depression and dropping out of school. This situation allegedly occurred because students could not participate in online learning due to poor communication processes. Based on this background, this article discusses online communication competencies that are commonly used today, especially during the pandemic period and when the public realizes that the current situation is a portrait of a disruptive era, an era known as the era of digital technology use. This article is an overview of the results of previous research related to crisis management in education. However, this article focuses on communication competence as one of the research findings.

To review these findings, researchers used a descriptive approach with literature studies. Based on the results of the analysis of phenomena and literature, the writer explains that online communication competence includes several aspects, namely empathy, good faith, adaptation, interaction, and the ability to manage communication. These aspects are divided into three elements, namely elements of affection, emotions, elements of cognition, and elements of behavior. In principle, online communication competence is not too different from face-to-face communication competence. However, the elements of affection, emotions consisting of empathy and good faith are the main emphasis as a starting point in building online communication competencies which are a necessity in the digital era.

ABSTRAK

Kompetensi komunikasi daring menjadi salah satu aspek yang dibutuhkan ketika akan melakukan komunikasi daring atau komunikasi berbasis teknologi internet. Komunikasi daring semakin tidak dapat dihindari ketika dunia termasuk Keywords:

COVID-19 Disruptive

Communication competence Digital era

Online learning

(2)

Kompetensi Komunikasi Daring Keniscayaan Di Era Digital (Dasrun Hidayat)

19 Indonesia sedang melawan wabah COVID-19. Hampir semua aktivitas dilakukan secara daring, seperti halnya bekerja dan belajar. Namun, situasi yang memaksa masyarakat untuk berkomunikasi secara daring sampai saat ini masih meninggalkan hambatan. Mulai dari hambatan teknis hingga non-teknis. Teknis seperti buruknya jaringan, letak geografis yang tidak bisa menjangkau sinyal, dan biaya kuota.

Hambatan non-teknis terjadi ketika minimnya kemampuan masyarakat terhadap teknologi dan kesulitan dalam membangun kompetensi komunikasi. Kendala-kendala tersebut bahkan mengakibatkan adanya korban, seperti depresi dan putus sekolah. Situasi ini terjadi diduga karena siswa tidak bisa mengikuti pembelajaran daring akibat kurang baiknya proses komunikasi. Berdasarkan latar belakang tersebut maka artikel ini membahas terkait kompetensi komunikasi daring yang lazim digunakan saat ini khususnya ketika masa pandemi maupun ketika masyarakat menyadari bahwa situasi saat ini merupakan potret era disruptif yakni era yang disebut sebagai era penggunaan teknologi digital.

Artikel ini merupakan tinjauan atas hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya terkait manajemen krisis di bidang pendidikan. Namun, pada artikel ini fokus dibahas tentang kompetensi komunikasi sebagai salah satu temuan penelitian.

Untuk mengulas temuan tersebut peneliti menggunakan pendekatan deskriptif dengan studi literatur. Berdasarkan hasil analisis fenomena dan literatur yang digunakan penulis menjelaskan bahwa kompetensi komunikasi daring meliputi beberapa aspek yaitu empati, itikad baik, adaptasi, interaksi, dan kemampuan mengelola komunikasi. Aspek-aspek tersebut terbagi dalam tiga unsur yaitu unsur afeksi, emosi, unsur kognisi, dan unsur perilaku. Pada prinsipnya kompetensi komunikasi daring tidak terlalu berbeda dengan kompetensi komunikasi secara tatap muka langsung. Namun, unsur afeksi, emosi yang terdiri dari empati dan itikad baik menjadi penekanan utama sebaagai awal dalam membangun kompetensi komunikasi daring yang menjadi sebuah keniscayaan di era digital.

Corresponding Author:

Dasrun Hidayat,

Fakultas Komunikasi & Desain,

Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya,

Jalan Sekolah International Nomor 1-4 Antapani Bandung, Email: dasrun@ars.ac.id

1. PENDAHULUAN

Kompetensi komunikasi dapat diartikan sebagai kemampuan sender atau komunikator dalam menyampaikan pesan kepada publik. Kompetensi komunikasi menjadi keharusan dan dimiliki tiap individu sebelum melakukan komunikasi. Kompetensi komunikasi merujuk pada kesesuaian, ketepatan, kejelasan, dan koherensi ketika berinteraksi Spitzberg dalam (Batubara, 2011). Kompetensi komunikasi dijelaskan sebagai sebuah dedikasi aktor komunikasi kepada lawan

(3)

bicara dengan ditandai oleh kesungguhan atau itikad baik (Hidayat, Anisti, Purwadhi, & Wibawa, 2020).

Kompetensi komunikasi di tengah pandemi COVID-19 tentu semakin dibutuhkan mengingat aktivitas semua berbasis daring. Situasi ini menyusul diterbitkannya kebijakan pemerintah terkait ketentuan bekerja dari rumah (Work from Home) atau WfH tanpa terkecuali, meliputi pembelajaran, pekerjaan, bahkan ibadah juga diminta dilakukan dari rumah. Kebijakan ini sebagai upaya konsistensi untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia.

Diantara aktivitas yang dilakuan dari rumah dan membutuhkan komunikasi secara daring adalah pembelajaran. Pembelajaran mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP), Sekolah Menengan Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi (PT). Pembelajaran daring dapat diartikan sebagai pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan jaringan internet sebagai sistem komunikasi (Jamaluddin, Ratnasih, Gunawan, &

Paujiah, 2020). Daring juga dimaknai sebagai teknologi berbasis internet yang seringkali digunakan pada kegiatan pembelajaran jarak jauh (Hidayat & Noeraida, 2020). Pembelajaran daring dipadankan juga dengan istilah e-learning (Adams, Joo, Sumintono, & Pei, 2019). Aktivitas berbasis daring yang digambarkan pada bagian latar belakang ternyata memiliki berbagai hambatan mulai dari hambatan teknis maupun non-teknis. Teknis seperti hambatan geografis sehingga mengakibatkan tidak meratanya jaringan internet. Ditambah lagi hambatan biaya internet yang harus dikeluarkan oleh tiap siswa. Sedangkan hambatan non-teknis seperti kesiapan tenaga pendidik dalam merencanakan materi hingga ketika menyampaikan materi. Penelitian sebelumnya yang dilakukan sebelum pandemi CoVID-19 terkait pembelajaran daring di Amerika Serikat menyebutkan bahwa mahasiswa putus kuliah (drop-out) mencapai 54%. Park & Choi (2009) menjelaskan bahwa pembelajaran jarak jauh menyisakan banyak hambatan bagi mahasiswa.

Penelitian lainnya yang dilakukan Nistor & Neubauer (2010) menyebutkan bahwa mahasiswa di Jerman memutuskan tidak melanjutkan studi mencapai 23,9% (Fitri & Putra, 2019). Sementara itu, pembelajaran di Indonesia, guru maupun dosen tetap mentargetkan ketercapaian kurikulum sehingga kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan menjadi faktor anak putus sekolah atau bahkan gangguan mental. Situasi ini juga pernah dikritik oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Menurut KPAI selama pembalajaran daring di masa new normal di tengah pandemi COVID- 19 telah mengakibatkan anak didik stres (Aga, 2020). Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian dan catatan bersama terkait pelaksanaan pembelajaran daring. Catatan terkait dari kesiapan secara teknis maupun non-teknis. Tentu tidak saja selain kesiapan tenaga pendidik juga penting pula diperhatikan kesiapan anak didik. Tidak semua anak didik memahami teknologi digital, dan tidak semua anak didik memiliki kualitas jaringan internet dengan kualitas baik. Oleh kerena itu, bijak apabila saling memperhatikan dan memposisikan diri pada posisi orang lain atau biasa disebut saling berempati. Adanya rasa empati sangat membantu proses komunikasi daring karena empati akan membangun rasa saling percaya yang akan melahirkan itikad baik dari tiap peserta didik.

Empati juga merupakan bagian dari kompetensi dasar dalam komunikasi.

(4)

Kompetensi Komunikasi Daring Keniscayaan Di Era Digital (Dasrun Hidayat)

21 Berdasarkan penjelasan pada paragraf sebelumnya maka artikel ini fokus membicarakan terkait kompetensi komunikasi daring sebagai subuah keharusan di tengah perkembangan teknologi digital dan ditambah dengan kondisi pandemi COVID-19. Kompetensi komunikasi daring seyogyanya menjadi perhatian tiap individu sebelum melakukan komunikasi. Fenomena ini menarik untuk dikaji karena komunikasi daring menjadi bagian penting di era adaptasi kebiasaan baru atau new normal. Aktivitas secara daring menjadi perbincangan sehingga perlu adanya bahasan khusus terkait kompetensi komunikasi daring. Kompetensi yang memiliki kekhasan sekaligus pembeda dengan kompetensi komunikasi tatap muka atau pertemuan fisik langsung. Diharapkan artikel ini mampu memberikan solusi terkait aktivitas daring sehingga aktivitas dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Urgensi kajian kompetensi komunikasi daring tidak saja dilatar belakangi oleh situasi pandemi COVID-19, akan tetapi sudah menjadi kesepakatan dunia ketika memasuki perasaingan global yang ditandai dengan semangat kerja di era disruptif. Era yang mengharuskan tiap individu untuk melakukan aktivitas dengan kreativitas tinggi serta mengintegrasikan cara kerja melalui teknologi atau media digital berbasis teknologi intenet (Hidayat et al., 2019). Disruptif memang ditandai oleh kehadiran teknologi internet di tengah masyarakat dan era ini juga membentuk gaya baru dalam membangun hubungan (Omar, 2018). Disruptif menjadi keharusan untuk menjawab tantangan persaingan dunia golobal (Barni, 2019). Disruptif menjadi nyata secara penuh ketika dunai dilanda pandemi COVID-19. Khususnya Indonesia, sebelumnya sebagian masyarakat belum dapat membayangkan secara utuh tentang aktivitaas di era disruptif, namun semua dapat dirasakan setelah Indonesia juga dilanda pandemi. Sebagian orang menyebutkan bahwa situasi COVID-19 adalah kondisi ril era disruptif. Anggapan ini muncul ketika masyarakat mengakui bahwa tiap aktivitas saat ini dilakukan melalui media digital sebagai saluran komunikasi.

2. METODE PENELITIAN

Artikel ini merupakan ulasan balik terkait salah satu temuan penelitian yang telah dipublikasikan pada jurnal international Malaysian Journal of Communication (MJC) September 2020. Namun pada bagian ini penulis mencoba memfokuskan ulasan perihal kompetensi komunikasi daring sebagai salah satu pengalaman komunikasi siswa dan mahasiswa ketika melakukan pembelajaran daring. Untuk mendeskripsikan secara komprehensif terkait kompetensi komunikasi daring, maka penulis menggunakan metode deskriptif dengan studi literatur. Metode ini berkaitan dengan cara menjelaskan hasil penelitian melalui berbagai referensi atau data pustaka yang merupakan hasil olahan atas upaya membaca dan mencatat penulis ketika akan melakukan penelitian.

Kajian pustaka atau studi literatur menjadi bagian dari metode penelitian selain melakukan penelitian lapangan (Susilo et al., 2020). Dengan studi literatur penulis mampu mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis terkait kompetensi komunikasi daring. Studi literatur juga berguna sebagai pijakan atau landasan dasar dalam membangun

(5)

asumsi, aksioma dasar, konsep maupun teori. Studi literatur juga dapat menjadi kerangka berpikir penulis sebelum membuat analisa terkait masalah yang dikaji yakni kompetensi komunikasi daring.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompetensi komunikasi daring dapat dipahami sebagai kemampuan komunikasi secara baik dengan menggunakan media digital sebagai sarana komunikasi (Hidayat et al., 2020). Kompetensi komunikasi daring menjadi keniscayaan ketika adanya kemajuan teknologi. Kondisi ini jauh sebelumnya telah diungkapkan oleh satu pakar komunikasi massa dan budaya McLuhan melalui teorinya ekologi media. McLuhan menyebutnya dengan istilah determinasi teknologi yang mendorong terjadinya perubahan perilaku komunikasi (Griffin, 2011). Perubahan terjadi dari masa ke masa mulai dari era tribal, baca dan tulis, cetak, elektronik, hingga era teknologi digital.

Perubahan atau adanya kemajuan teknologi merupakan keniscayaan di tengah persaingan global.

Kemajuan teknologi juga menandakan adanya kemajuan dalam cara berkomunikasi. Saat ini, perubahan komunikasi dengan menggunakan teknologi secara masif sangat dirasakan seiring adanya pandemi COVID-19 di Indonesia. Jika sebelumnya masyarakat sedang mencoba mengamati dan mempelajari terkait teknologi komunikasi digital, maka ketika adanya pandemi masyarakat seakan-akan dipaksa untuk melakukan hal tersebut. Tidak saja mempelajari, akan tetapi “dipaksa”

untuk mengimplementasikan komunikasi berbasis teknologi digital. Komunikasi secara digital disebut pula dengan komunikasi daring atau online (Nadya & Hidayat, 2016).

Pandemi COVID-19 yang terjadi secara tiba-tiba telah membuat masyarakat belajar dan beradaptasi secara cepat dalam menggunakan teknologi komunikasi. Meskipun pada kenyataannya masih banyak kendala yang dialami oleh tiap individu. Penelitian sebelumnya menyebutkan pengalamannya ketika melakukan pembelajaran secara daring seringkali mengalami hambatan baik teknis maupun non-teknis. Hambatan teknis berupa buruknya jaringan, sulitnya mendapatkan sinyal karena letak geografis hingga kesulitan biaya kuota internet (Hidayat & Noeraida, 2020).

Meskipun baru-baru ini pemerintah telah membuat kebijakan berupa bantuan kuota bagi para akademisi, pelajar, dan mahasiswa. Namun, bukan berarti lepas dari kendala-kendala lainnya karena hingga saat ini beragam masyarakat masih mengeluhkan buruknya jaringan internet ketika mereka melakukan komunikasi daring. Sedangkan kendala non-teknis yang diakui oleh masyarakat yaitu berupa pengetahuan masyarakat terkait teknologi komunikasi yang belum merata dan belum memahami tentang kompetensi komunikasi daring sehingga masih kesulitan dalam menciptakan suasana interaktif (Hidayat & Noeraida, 2020).

Temuan-temuan penelitian sebelumnya terkait komunikasi secara daring ini mendorong tiap individu agar beradaptasi secara cepat. Jika pun pandemi COVID-19 telah usai, tentu saja penggunaan teknologi komunikasi digital tetap menjadi tuntutan di tegah era disruptif. Bahkan ada anggapan bahwa pandemi COVID-19 merupakan situasi yang menyadarkan masyarakat terhadap kondisi disruptif yang sebenarnya. Apabila sebelumnya masih terdapat dialektika terkait apa dan bagaimana era disruptif, maka ketika adanya pandemi, masyarakat akhirnya mendapatkan

(6)

Kompetensi Komunikasi Daring Keniscayaan Di Era Digital (Dasrun Hidayat)

23 jawaban dengan sendirinya. Era disruptif merupakan masa yang mengharuskan tiap masyarakat menyesuaikan pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap kebutuhan dan tuntutan zaman.

Tuntutan berupa daya kreativitas yang tinggi dengan mengintegrasikan media digital sebagai teknologi di dalam pencapaian tujuan. Disruptif dapat diartikan sebagai perubahan yang mengacu pada penggunaan teknologi komunikasi berupa internet (Anisti & Hidayat, 2015). Disruptif juga diselaraskan dengan kecapakan tiap individu dalam menggunakan teknologi di dalam aktivitasnya (Hidayat et al., 2019).

Kompetensi komunikasi daring atau kemampuan komunikasi dengan menggunakan teknologi sebagai media komunikasi secara baik. Kemampuan komunikasi daring tentu saja diakui lebih sulit dibandingkan komunikasi secara langsung atau tatap muka (face to face). Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh tiap peserta sebelum melakukan komunikasi , yaitu aspek koginisi, afeksi, dan perilaku. Namun, untuk komunikasi daring aspek afeksi yang menjadi lebih dominan dibandingkan aspek kognisi dan perilaku. Afeksi meliputi emosional, minat tiap individu untuk mengikuti proses komunikasi dan melakukan interaksi. Tentu menjadi tantangan terberat bagi komunikator dalam membangun, menumbuhkan perasaan agar peserta komunikasi tertarik dengan pembicaraan atau pesan yang disampaikan. Namun, jika secara emosi sudah dapat dikondisikan, maka secara bersamaan pesan yang disampaikan akan lebih mudah diterima sehingga mampu memenuhi aspek kognisi maupun perilaku. Misalnya, adanya minat dan ikatan emosi yang baik tentu akan mendorong terjadinya interaksi di dalam proses komunikasi.

Aspek-aspek komunikasi daring yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya selaras dengan unsur kompetensi komunikasi daring meliputi empati, itikad baik, adaptasi, interaksi, dan kemampuan mengelola komunikasi (Hidayat et al., 2020). Empati dan itikad baik dapat dikategorikan sebagai aspek afeksi. Kemampuan adaptasi termasuk pada aspek kognisi, sedangkan kemampuan interaksi dan mengelola komunikasi merupakan bagian dari aspek perilaku. Ketiga aspek yang mendorong terciptanya kompetensi komunikasi daring menjadi satu kesatuan yang utuh dan terdapat pada proses komunikasi.

(7)

Gambar 1. Kompetensi Komunikaasi Daring Sumber: (Hidayat et al., 2020)

Unsur-unsur kompetensi komunikasi daring yang perlu dipenuhi dalam proses komunikasi terdiri dari empati (empathy), itikad baik (intention), adaptasi (adaptation), interaksi (interactive), dan kemampuan mengelola komunikasi (managing). Empati dapat diartikan sebagai upaya memposisikan diri pada posisi orang lain. Empati dapat pula dikatakan sebagai tindakan suportif (Adams, Sumintono, Mohamed, & Noor, 2018). Komunikasi daring dapat bekerja secara efektif ketika tiap peserta komunikasi juga berupaya memberikan yang terbaik dengan saling mendukung proses komunikasi. Dalam hal ini dapat disebut dengan istilah adanya itikad baik, atau niat baik, tidak ada perasaan terbebani secara emosional. Adanya niat baik secara tidak langsung membangun sikap kooperatif sehingga tumbuh rasa nyaman dan minat untuk mengikuti komunikasi samapai selesai. Kenyamanan juga mendorong kepercayaan diri tiap peserta komunikasi untuk menghidupkan suasana komunikasi dengan berdiskusi atau menciptakan suasana interaktif.

Kemampuan menumbuhkan rasa empati, itikad baik, beradaptasi, kemampuan berinteraksi, dan diakhiri dengan kemampuan mengelola semua unsur kompetensi komuniakasi daring. Kemampuan mengelola unsur-unsur kompetensi komunikasi diharapkan dapat mendorong terciptanya hubungan baik. Hubungan hadir ketika semua pihak merasakan adanya manfaat di dalamnya (Hidayat, Kuswarno, Zubair, & Hafiar, 2018). Hubungan baik ini tercermin dari perilaku komunikasi yang terjadi selama komunikasi daring. Salah satu indikatornya yakni hadirnya interaksi sehingga proses komunikasi terjadi dua arah.

4. SIMPULAN

Kompetensi komunikasi daring menjadi keniscayaan bagi tiap individu ketika ia hidup di tengah kemajuan teknologi digital. Kemajuan yang telah merubah perilaku komunikasi dan menciptakan budaya baru. Tiap detik bahkan dalam waktu 7 hari per 24 jam, masyarakatm menggunakan teknologi dalam berkomunikasi. Artinya bahwa masyarakat secara tidak sadar sudah memasuki era digital atau era disruptif. Kondisi dan situasi ini dipercepat dengan adanya pandemi

(8)

Kompetensi Komunikasi Daring Keniscayaan Di Era Digital (Dasrun Hidayat)

25 COVID-19, situasi yang memaksa masyarakat untuk tidak hanya mengamati, mempelajari, akan tetapi mengimplementasikan teknologi dalam aktivitasnya.

Kompetensi komunikasi daring menempatkan aspek empati sebagai unsur afeksi atau emosi yang menjadi pokok utama dalam membangun kompetensi komunikasi daring. Kemudian dilanjutkan dengan kemampuan menghadirkan itkad baik. Sedangkan unsur kognisi yakni kemampuan adaptasi dan berinteraksi menjadi point berikutnya, dan diakhiri dengan unsur perilaku yakni berupa kemampuan mengelola komunikasi sebagai unsur tindakan komunikasi. Unsur emosi menjadi pokok perhatian utama mengingat komunikasi secara daring memungkinkan adanya hambatan lebih besar dibandingkan komunikasi secara langsung. Empati merupakan jalan pembuka sebelum melanjtukan tahapan komunikasi. Jika empati sudah dapat menarik minat dan daya tarik peserta komunikasi, tentu saja tahapan kognisi, dan tindakan akan juah lebih mudah dibangun.

5. DAFTAR PUSTAKA

Adams, D., Joo, M., Sumintono, B., & Pei, O. (2019). Blended learning engagement in public and private higher education institutions: a differential item functioning analysis of students’

background. Malaysian Journal of Learning and Instruction (MJLI), 17(1), 133–158.

Adams, D., Sumintono, B., Mohamed, A., & Noor, N. S. M. (2018). E-learning readiness among students of diverse backgrounds in a leading Malaysian higher education institution.

Malaysian Journal of Learning and Instruction, 15(2), 227–256.

Aga. (2020). KPAI: Banyak Siswa Stres Hingga Putus Sekolah karena Belajar Daring. Antara.

Retrieved from https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/Rb10xmXN-kpai- banyak-siswa-stres-hingga-putus-sekolah-karena-belajar-daring

Anisti, & Hidayat, D. (2015). Pemanfaatan Media Cyber Pr Jelang Asean Community. Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA), II(1), 11–22.

Barni, M. (2019). Tantangan Pendidian di Era Milenial. Jurnal Teansformatif, 3(1), 99–116.

Batubara, A. K. (2011). Urgensi Kompetensi Komunikasi Pustakawan dalam Memberikan Layanan kepada Pemustaka. Jurnal Iqra, 5(01), 50–58.

Adams, D., Joo, M., Sumintono, B., & Pei, O. (2019). Blended learning engagement in public and private higher education institutions: a differential item functioning analysis of students’

background. Malaysian Journal of Learning and Instruction (MJLI), 17(1), 133–158.

Adams, D., Sumintono, B., Mohamed, A., & Noor, N. S. M. (2018). E-learning readiness among students of diverse backgrounds in a leading Malaysian higher education institution.

Malaysian Journal of Learning and Instruction, 15(2), 227–256.

Aga. (2020). KPAI: Banyak Siswa Stres Hingga Putus Sekolah karena Belajar Daring. Antara.

Retrieved from https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/Rb10xmXN-kpai- banyak-siswa-stres-hingga-putus-sekolah-karena-belajar-daring

Anisti, & Hidayat, D. (2015). Pemanfaatan Media Cyber Pr Jelang Asean Community. Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA), II(1), 11–22.

(9)

Barni, M. (2019). Tantangan Pendidian di Era Milenial. Jurnal Teansformatif, 3(1), 99–116.

Batubara, A. K. (2011). Urgensi Kompetensi Komunikasi Pustakawan dalam Memberikan Layanan kepada Pemustaka. Jurnal Iqra, 5(01), 50–58.

Fitri, H., & Putra, R. B. (2019). The Impact of Learning Culture on Readiness to Online Learning Through Learning Satisfaction as Intervening Variable the Industrial Era 4.0. Jurnal Apresiasi Ekonomi, 7(3), 309–316.

Griffin, E. (2011). A First Look At Communication Theory. (T. Z. Ackley, Ed.) (8th ed.). New York:

McGraw-Hill. Retrieved from http://mhhe.com

Hidayat, D., Anisti, Purwadhi, & Wibawa, D. (2020). Crisis Management and Communication Experience in Education During the CoVid– 19 Pandemic in Indonesia. Jurnal Komunikasi:

Malaysian Journal of Communication, 36(3), 67–82. http://doi.org/10.17576/JKMJC-2020- 3603-05

Hidayat, D., Kuswarno, E., Zubair, F., & Hafiar, H. (2018). Public Relations Communication Behavior Through a Local-Wisdom Approach : The Findings of Public Relations Components Via Ethnography as Methodology. Malaysian Journal of Communication, 34(3), 56–72.

Hidayat, D., & Noeraida. (2020). Pengalaman Komunikasi Siswa Melakukan Kelas Online Selama Pandemi COVID-19. Jurnal Ilmu Komunikasi Efek, 3(2), 172–182.

http://doi.org/10.32534/jike.v3i2.1017

Hidayat, D., Teguh, M., Laurentsia, J. S., Pascarina, P. A., Astuty, S., Widaningsih, T. T., … Novianti, E. (2019). PUBLIC RELATIONS DAN PERIKLANAN. Yogyakarta: Buku Litera.

Jamaluddin, D., Ratnasih, T., Gunawan, H., & Paujiah, E. (2020). Pembelajaran Daring Masa Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi dan Proyeksi. Karya Tulis Ilmiah UIN Sunan Gunung Djjati Bandung, 1–10.

Nadya, K., & Hidayat, D. (2016). Makna Hubungan Antarpribadi Melalui Media Online Tinder. Jurnal Komunikasi, III(1), 1–11.

Omar, N. (2018). The relationship components of communication competence in the direct selling process in Malaysia. Jurnal Komunikasi: Malaysian Journal of Communication, 34(1), 37–54.

http://doi.org/10.17576/JKMJC-2018-3401-03

Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Herikurniawan, H., … Yunihastuti, E. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45. http://doi.org/10.7454/jpdi.v7i1.415

Gambar

Gambar 1. Kompetensi Komunikaasi Daring  Sumber: (Hidayat et al., 2020)

Referensi

Dokumen terkait

Jika semua sample dengan ukuran tertentu diambil dari suatu populasi, maka distribusi sampling dari sample mean akan mendekati distribusi normal. Aproksimasi ini akan menjadi lebih

KODE WARNA HTML... KODE

A1, A4, A5, B1, B2, B3 6 6 Mengidentifikasi peran bahasa dalam pembangunan bangsa Peran bahasa dalam pembangunan bangsa Ceramah dan Diskusi Ketepatan resume,

“pemberitahuan tertulis” (written notice), perlindungan bagi konsumen dalam transaksi elektronik, pajak atas transaksi elektronik yang dilakukan oleh para pihak, hubungan

Komunikasi Politik Ridwan Kamil sebagai salah satu calon gubernur jabar 2018 memilih media sosial twitter sebagai alat komunikasi politik untuk memenangkan suara

Hambatan-hambatan tersebut sebagaimana yang dijelaskan oleh Chaney & Martin (2004), yaitu sebagai berikut. 1) Hambatan fisik: Berupa perbedaan sudut pandang tentang ras dan

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan informasi dan bahan pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang gerabah

di sini adalah suatu kemampuan umum yang dimiliki siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal yang dapat ditunjukkan dengan kegiatan belajar. Minat seseorang anak