• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EMOSIONALITAS DAN EGOISME PELAKU CERITA DALAM NOVEL AKU LUPA BAHWA AKU PEREMPUAN KARYA IHSAN ABDUL QUDDUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN EMOSIONALITAS DAN EGOISME PELAKU CERITA DALAM NOVEL AKU LUPA BAHWA AKU PEREMPUAN KARYA IHSAN ABDUL QUDDUS"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh SYAMSIAH 10533 06591 10

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

(2)

Disaat anda berputus asa disaat itulah kesuksesan mendekat,

raih dan sambutlah masa depan yang gemilang

Kupersembahkan karya ini buat:

kedua orang tuaku, saudaraku, dan sahabatku, atas keikhlasan dan do’anya dalam mendukung penulis mewujudkan harapan menjadi kenyataan.

(3)

Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I St. Aida Azis dan Pembimbing II Kamaruddin Moha.

Masalah utama dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah bentuk egoisme dan bentuk emosionalitas pelaku cerita dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus.

Tujuan penelitian ini mendeskripsikan bentuk emosionalitas dan bentuk egoisme pelaku cerita dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan kajian emosionalitas dan egoisme. Data dalam penelitian ini adalah kata, kalimat, ungkapan mengenai kajian emosionalitas dan egoisme pelaku cerita dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan. sumber data dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus dengan jumlah halaman sebanyak 228 halaman yang diterbitkan oleh Pustaka Alvabet. Teknik pengumpulan datanya berupa: Membaca berulang-ulang novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus, Mengumpulkan data melalui penelitian pustaka, dan Mencatat bagian-bagian yang dianggap relevan sebagai data. Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis dengan jalan mengidentifkasi data data berdasarkan butir masalah dan tujuan penelitian.

Hasil kajian emosionalitas dan egoisme pelaku cerita dalam novel “Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan” karangan Ihsan Abdul Qudus menunjukkan bahwa rasa emosionalitas yang terjadi pada diri para pelaku cerita mulai dari rasa sedih, sakit hari, depresi, kecewa, bahagia, iri hati, dan benci. Rasa emosionalitas ini semuanya berasal dari pelaku cerita terhadap tokoh “Aku” atau “Suad”. Hal ini menunjukkan bahwa rasa emosionalitas para pelaku cerita dibuktikan dalam bentuk perlawanan terhadap pertahanan ego seorang wanita untuk menggapai ambisinya, menjadi seorang politisi sukses. Pertahanan ego tokoh “Aku” banyak menemui kendala dan hambatan. Kegagalan demi kegagalan mendera. Namun, di balik kegagalan itu terdapat hikmah yang cukup memberi pelajaran bagi tokoh

“Aku” bahwa sesungguhnya pertahanan ego banyak memerlukan pengorbanan sehingga akan kehilangan segalanya yakni suami-suaminya, anak, dan ibunya.

Emosi, egoisme, dan ambisi tokoh “Aku” telah melupakan bahwa „aku adalah perempuan‟.

Kata Kunci: novel, emosionalitas, egoisme.

viii

(4)

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Salam dan salawat penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad saw. Nabi yang menjadi suri teladan bagi semua umat manusia. Nabi yang diutus oleh Allah swt.

sebagai rahmat sekalian alam.

Sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan. Namun, semuanya dapat diatasi dengan baik berkat ketekunan dan kesabaran yang disertai dengan doa kepada Allah swt.

Penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis menerima kritikan yang sifatnya membangun demi penyempurnaan dan kelengkapan skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak yang senantiasa memberikan dorongan, bimbingan, dan petunjuk pada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: Dr. Siti Aida Azis, M. Pd. Dosen Pembimbing yang senatiasa memberikan masukan demi kelancaran penyusunan skripsi ini, Drs. Kamaruddin Moha, M. Pd. Dosen Pembimbing yang senantiasa membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini. Dr. H. Irwan Akib, M. Pd.

(5)

petunjuknya,

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta Saung dan Norma atas kesabarannya mengasuh, berdoa, memberi semangat, dan membiayai penulis dengan penuh kasih sayang dan sahabat-sahabat seperjuangan selama menempuh studi di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Segala bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak semoga mendapat imbalan yang setimpal di sisi Allah swt. dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Makassar, Oktober 2014

Penulis

(6)

xi

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

SURAT PERNYATAAN... v

SURAT PERJANJIAN ... vi

MOTO DAN PERSEMBAHAN... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Kajian Pustaka ... 7

1. Penelitian Sebelumnya ... 7

2. Hakikat Sastra ... 9

3. Pengertian Novel ... 13

4. Jenis-Jenis Novel ... 14

5. Pengertian Psikologi... 22

6. Pengertian Emosionalitas ... 29

7. Pengertian Egoisme ... 29

(7)

xi

B. Definisi Istilah ... 35

C. Data dan Sumber Data ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Hasil Penelitian ... 38

B. Pembahasan ... .. 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. Simpulan ... 46

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra dari awal perkembangannya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan dan persfektif sosial, sastra dianggap sebagai unsur kebudayaan yang mempunyai atau dipengaruhi oleh masyarakat. (Faruk, 1994: 43) dengan kemampuan daya imajinasi seorang pengarang. Sejumlah relasi sosial atau kesenjangan yang terdapat dalam masyarakat hendak dirumuskan sebagai refleksi sosial kemasyarakatan, yang dapat memberikan kontribusi pemikiran dan potret sosial kepada pembaca dalam kehidupan sehari-harinya sebagai makhluk sosial.

Sastra merupakan wujud kreativitas estetika manusia yang mengungkapkan pengalaman hidup dan kehidupan. Kehidupan sastra di tengah peradaban manusia tidak dapat ditolak, bahkan kehadiran tersebut diterima sebagai salah satu realitas sosial budaya. Hingga saat ini, sastra tidak saja dinilai sebagai sebuah karya seni yang mengandung unsur budi, imajinasi, dan emosi, tetapi telah dianggap sebagai suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual.

Istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional, yang diambil dari Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa emosi merujuk

1

(9)

kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Sebagai salah satu wujud kreatifitas, sastra juga merupakan pergolakan jiwa, perasaan, dan naluri kemanusiaan. Hal itu dialatarbelakangi oleh dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaru minat terhadap dunia realitas. Sastra yang dilahirkanoleh para sastrawan diharapkan dapat memberi kepuasan estetik dan kepuasan intelektual bagi pembaca. Seringkali karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami sepenuhnya oleh sebagian besar anggota masyarakat, dalam hubungan ini perlu adanya penelaahan dan penelitiansastra.

Sastra merupakan karya seni yang merupakan bahasa sebagai mediumnya. Berbeda dengan seni lainnya, misalnya seni lukis, dan seni musik, yang mediumnya netral, dalam arti, belum mempunyai arti. Sastra mediumnya adalah bahasa yang sudah mempunyai arti, mempunyai sistem konvensi.

Medium seni lukis adalah cat warna, medium seni lukis adalah suara dan bunyi, semuanya belum mempunyai arti sebagai bahan. Bahan sastra adalah bahasa yang sudah berarti.

Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinyaterhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.

Pengarang sebagai subjek individual (fision du monde) kepada subjek kolektifnya. Signifikansi yang dielaborasikan subjek individual terhadap realitas sosial disekitarnya menunjukkan sebuah karya sastra besar pada kultur tertentu

(10)

dan masyarakat tertentu. Keberadaan sastra yang demikian itu, menjadikan ia dapat diposisikan sebagai dokumen sosial-budaya.

Menurut Rahim dan Thamrin (2013:148) novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif biasanya dalam bentuk cerita. Cerita dalam novel bukan saja mengggambarkan perasaan gembira mulai dari awal sampai akhir, tetapi senatiasa beriringan atau dihadapkan dengan kesusahan. Sehingga cerita menjadi lebih hidup dan dinamis.

Menurut Santoso dan Wahyuningtyas(2010: 46) novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik dari kehidupan seseorang (dari satu episode kehidupan seseorang) secara singkat dan yang pokok-pokok saja, juga perwatakan pelaku-pelakunya digambarkan secara garis besar saja, tidak sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya.Dan kejadian itu digambarkan sebagai konflik jiwa yang mengakibatkan adanya perubahan nasib.

Keberadaan karya sastra jenis novel semakin merebak. Salah satu novel yang berasal dari Mesir Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus adalah kajian Emosionalitas dan Egoisme pelaku cerita dalam novel tersebut. Dalam novel ini pengarang menganggap perempuan sebagai simbol pengorbanan dalam masyarakat Mesir.

Tokoh Suad digambarkan sebagai seorang tokoh yang memiliki sifat egois,. Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti

(11)

menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat.

Peran wanita di masa sekarang sudah tidak lagi dikaitkan hanya dengan kodratnya sebagai wanita, yaitu sebagai seorang istri, atu ibu saja, namun telah berkembang sedemikian rupa sehingga wanita telah berperan serta dalam setiap segi kehidupan masyarakat. Hal ini patut disambut gembira karena wanita sekarang dapat mengembangkan diri pribadinya dan turut serta menyumbang darmanya kepada masyarakat. Namun kemajuan ini tidak tanpa masalah, bahkan sering menimbulkan kesulitan ataupun kerugian bagi wanita itu sendiri, demikian pula dengan peran ganda seorang wanita, yang sebenarnya diharapkan bahkan dituntut oleh masyarakat, mengingat potensi maupun jumlah wanita.

Seringkali menyulitkan bilamana tidak dapat diperolah keseimbangan antara dua peran tersebut, yaitu peran dalam keluarga dan peran dalam pekerjaannya.

Peran tersebut yang lebih lanjut juga akan merugikan keduanya atau masyarakat.

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas penulis menganggap penting dan menarik untuk meneliti novel “Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan”, dengan judul ”Kajian Emosionalitas dan Egoisme Pelaku Cerita Dalam Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan” Karya Ihsan Abdul Quddus.

(12)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bangaimanakahbentuk egoisme dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus? Egoisme yang dimaksud adalah mementingkan pekerjaan.

2. Bagaimanakah bentuk emosi dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuankarya Ihsan Abdul Quddus? Emosi yang dimaksud adalah pemberontakan, kesenangan, resah.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan bentuk emosionalitaspelaku cerita dalam novelAku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus

2.Mendeskripsikan bentuk egoisme dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus.

D. Manfaat Penelitian

Darihasilkajian yang diperolehberdasarkantujuanpenulisanini, makadiharapkandapatmemberikanmanfaatteoritis danpraktis.

1.ManfaatTeoretis

Manfaat teoretis adalah untuk mengetahui bentuk emosi dan egoisme dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuankarya Ihsan Abdul Quddus.

(13)

2. ManfaatPraktis

Manfaat praktis adalah:

1. Menginformasikan kepada para pembaca baik masyrakat umum maupun mahasiswa tentang cara menganalisis emosionalitas dan egoisme dalam karya sastra.

2. Sebagai bahan pembanding bagi dosen maupun mahasiswa dalam menganalisis emosionalitas dan egoisme dalam karya sastra.

(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

a. Abd. Rahman D. (2011) judul Analisis Aspek Psikologis Novel Sang Penebus Karya Wally Lamb. Hasil penelitiannya, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa, dalam novel Sang Penebus karya Wally Lamb khususnya menggambarkan nilai psikologisnya penulis membagi dalam bentuk unsur yaitu: perhatian, pengamatan, ingatan, fantasi, dan perasaan.

Dari hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa perhatian yang dominan kemunculannya dibandingkan keempat aspek psikologis tokoh utama yang lainnya. Hal ini dibuktikan dengan sebelas kali frekuensi kemunculannya, jadi tidak berlebihan bila dalam penyajian novel Sang Penebus karya Wally Lamb. Unsur ini memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan unsur yang lainnya, sedangkan pengamatan dan ingatan lima kali, fantasi empat kali, perasaan berada di posisi paling rendah hanya tiga kali kemunculan.

b. Ahmad Solihin (2011) judul Struktur Emosi dalam Novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M Dahlan (Pendekatan Psikologi Imajinasi Sartre). Hasil peenelitiannya, berdasarkan penyajian data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

7

(15)

pertama, komposisi emosi dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M Dahlan terdiri atas marah, cerdas, sedih, optimis, bertanggungjawab, takut, dan bahagia.

Kedua, reaksi emosional yang ditimbulkan tokoh utama dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M yaitu kekecewaan dan pecandu obat-obatan terlarang. Kedua hal ini merupakan akibat dari reaksi emosional yang ditimbulkan oleh tokoh utama selaku tokoh sentral dalam novel tersebut.

Ketiga, jenis emosi yang terdapat dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M Dahlan yaitu takut, marah, dan simpati. Ketiga jenis emosi di atas adalah cerminan emosi dari tokoh utama selaku tokoh sentral dalam novel tersebut.

c. Hartarita (2011) judul Nilai Psikologisdalam Novel Pudarnya PesonaCleopatra karya Habiburrahman El Shirazy. Hasil penelitiannya,maka penulis dapat menarik simpulan bahwa dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy ada lima aspek psikologi tokoh utama yakni perhatian, pengamatan, ingatan, fantasi dan perasaan. Kelima aspek ini merupakan tolak ukur.

Aspek perasaan dominan kemunculannya dibandingkan dengan keempat aspek psikologis tokoh utama yang lainnya. Hal ini dibuktikan dengan tujuh kalikemunculannya, jadi tidak berlebihan bila dalam penyajian novelPudarnya Pesona Cleopatrakarya Habiburrahman El Shirazy unsur ini memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan

(16)

unsur lainnya. Sedangkan ingatan mempunyai empat kali frekuensi kemunculan Perhatian, pengamatan, dan fantasi frekuensi kemunculannya berimbang yaitu dua kali kemunculan.

Aspek perasaan yang digambarkan olah tokoh utama (Si Aku) melalui perasaannya kepada Raihana. Begitu pula dalam ingatan tokoh utama yang selalu teringat tokoh utama (Si Aku) melalui perasaannya kepada Raihana. Begitu pula dalam pengamatan, tokoh utama yang selalu teringat akan kebaikan, kesetiaan dan pengabdian Raihanaia.

Manusia menginginkan lebih dari apa yang ia ingin dapatkan. Begitu pula dengan tokoh uatam (Si Aku) yang selalu bercita-cita dan bermimpi memiliki istri yang berasal dari negeri Mesir titisan Cleopatra. Fantasi yang melambung tinggi ingin mendapatkan seorang istri yang berasal dari negeri Mesir titisan Clseopatra membuatnya dijajal oleh cita-cita dan mimpi-mimpinya. Karena begitu mengagumi kecantikan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra.

2. Hakikat Sastra

Sastra berasal dari kata sastra berarti tulisan. Dari makna asalnya dulu, sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti catatan ilmu pengetahuan, kitab-kita bsuci, surat-surat, undang- undang dan sebagainya.

Sastra dalam arti khusus yang kita gunakan dalam konteks kebudayaan, adalah ekspresi gagasan dan perasaanmanusia.Jadi, pengertian sastra sebagai hasil budaya yang dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia

(17)

untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya. Secara morfologis, kesusastraan dibentuk dari dua kata, Dengan mendapat imbuha nke- dan -an. Kata su berart ibaik katau bagus, Sastra berarti tulisan.Secara harfiah, kesusastraan dapat diartikan sebagai tulisan yang baik kata bagus, baik dari segi bahasa, bentuk, maupun isinya.

Dalam konteks kesenian, kesusastraan adalah salah satu bentuk kata cabang kesenian yang menggunakan media sebagai alat pengungkapan gagasan dan perasaan senimannya. Sastra juga disamakan dengan cabang seni lain seperti senitari, senilukis, senimusik, dan sebagainya.

Ada tiga hal yang berkaitan dengan pengertian sastra, yaitu ilmu sastra, teori sastra, dan karya sastra.

a. Ilmu sastra adalah ilmu pengetahuan yang

b. Menyelidiki secara ilmiah berdasarkan metode tertentu mengenai segala hal yang berhubungan dengan seni sastra.

Ilmu sastra sebagai salah satu aspek kegiatan sastra meliputi hal-hal berikut:

 Teori sastra, yaitu cabang ilmu sastra yang mepelajari tentang asas-asas, hukum-hukum, prinsip dasar sastra,seperti struktur, sifat-sifat, jenis-Jenis serta sistem sastra.

 Sejarah sastra, yaitui ilmu yang mempelajari sastra sejak timbulnya hingga perkembangan yang terbaru.

(18)

 Kritik sastra, yaitu ilmu yang mempelajari karya sastra dengan memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap karya sastra. Kritik sastra dikenal juga dengan nama telaah sastra.

 Filologi yaitu cabang ilmu sastra yang meneliti segi kebudayaan untuk mengenal tata nilai, sikap hidup, dan semacamnya dari masyarakat yang memiliki karya sastra.

Keempat cabang ilmu tersebut tentunya mempunyai keterkaitan satu sama lain dalam rangka memahami sastra secara keseluruhan.

c. Teori sastra adalah asas-asas dan prinsip-prinsip dasar mengenai sastra dan kesusastraan.

d. Seni sastra adalah proses kreatif menciptakan karya seni dengan bahasa yang baik, seperti puisi, cerpen, novel, atau drama.

Karya sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya. Karya sastra selalu berisi pemikiran, gagasan, kisahan, dan amanat yang dikomunikasikan kepada pembaca.Untuk menangkap ini pembaca harus mampu mengapresiasikannya.

Pengetahuan tentang pengertian karya sastra belum lengkap bila tahu manfaatnya. Horatius mengatakan bahwa manfaat sastra itu berguna dan menyenangkan. Secara lebih jelas dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Karya sastra dapat membawa pembaca terhibur melalui berbagai kisahan yang disajikan pengarang mengenai kehidupan yang

(19)

ditampilkan. Pembaca akan memperoleh pengalaman batin dari berbagai tafsiran terhadap kisah yang disajikan.

2. Karya sastra dapat memperkaya jiwa/emosi pembacanya melalui pengalaman hidup para tokoh dalam karya.

3. Karya sastra dapat memperkaya pengetahuan intelektual pembaca dari gagasan, pemikiran, cita-cita, serta kehidupan masyarakat yang digambarkan.

4. Karya sastra mengandung unsur pendidikan. Di dalam karya sastra terdapat nilai-nilaitradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi.

Karya sastra dapat digunakan untuk menjadi sarana penyampaian ajaran-ajaran yang bermanfaat.

5. Karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau penelitian tentang keadaan sosial budaya masyarakat yang digambarkan dalam karya sastra tersebut dalam waktu tertentu.

Sastra adalah suatu karya sastra yang muncul dari imajinasi atau rekaan para sastrawan. Sastra bersifat. otonom Dikatakan otonom, karena karya sastra memiliki dunia tersendiri dibandingkan bidang-bidang kehidupan lain.

Menurut Badrun (1983: 16) sastra adalah segala yang ditulis dan menjadi buku yang terkenal baik dari segi isi maupun bentuk sastranya.

Sendangkan menurut Wellek dan Warren ( dalam Rimang, 2011: 1) sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya sastra. Kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap penulisannya, latar

(20)

belakang moral, keyakinan dan sebagainya. Sedangkan di dalam karya sastra terkandung suatu kebenaran yang berbentuk keyakinan dan kebenaran indrawi seperti yang telah terbukti dalam kehidupan sehari-hari.

Seni sastra khususnya dan kesenian pada umumnya merupakan salah satu komponen peradaban umat manusia, yang memiliki hak dan relevansi untuk dipekerjasamakan dengan disiplin-disiplin hidup yang lain demi pembangunan suatu kebudayaan bangsa yang berkualitas dan manusiawi serta membiasakan orang yang mempergaulinya untuk memelihara kelembuatan hati, kepekaan, perasaan, ketajaman intuisi, ke dalam jiwa, kearifan sifat Sastra bukan hanya tulisan, bukan hanya buku melainkan bentuk pengalaman spriritual yang dikemas melalui bentuk-bentuk cerita rekaaan dan semi rekaan, sehingga ia merupakan lukisan-lukisan kehidupan sehari-hari (Wijaya, 2001: 28).

3. Pengertian Novel

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita.Sebutan novel dalam bahasa Inggris inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia “novella” (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti „sebuah barang baru yang kecil‟ dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam sebuah prosa‟, Burhan (dalam Abrams, 2013: 12).

Menurut (Stanton, 2012: 90) novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa ruwet.

(21)

Dengan demikian hanya menceritakan salah satu segi kehidupan yang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib. Sudah barang tentu di dalamnya menceritakan peristiwa kehidupan tokoh- tokohnya.

Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis bersimpulan bahwa pengertian novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menjadikan watak dan sifat setiap pelaku.

4. Jenis – jenis Novel

Dalam arti luas, novel adalah cerita berbentuk prosa dalam unsur yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat diartiakan cerita dengan plot (alur). Namun yang kompleks, suasana yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula.

Namun, ukuran luas disini juga mutlak demikian, yang luas hanya salah satu fiksi saja, misalnya karakter dan setting hanya satu saja.

Burhan (2013: 19) membagi novel menjadi tiga jenis, yaitu novel serius, novel populer dan novel teenlit.

a. Novel serius tentang bagaimana suatu bahan diolah dengan cara yang khas, adalah hal yang penting dalam teks kesastraan. Justru karena adanya unsur pembaharuan itu yang sebenarnya merupakan tarik-menarik antara pemertahanan dan penolakan konvensi teks kesastraan menjadi mengesankan. Oleh karena itu, dalam novel serius tidak akan terjadi sesuatu yang bersifat stereotip, atau paling tidak, pengarang berusaha untuk menghindarinya. Novel serius mengambil realitas kehidupan ini

(22)

sebagai model, kemanusiaan mencipakan sebuah “dunia baru”, dunia dalam kemungkinan, lewat pengembangan cerita dan penampilan tokoh- tokoh dalam situasi khusus. Masalah percintaan banyak juga diangkat ke dalam novel serius. Namun, ia bukan satu-satunya masalah penting dan menarik diungkap.

b. Novel populer menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzamankan. Novel populer tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan.

Novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena iamemang semata-mata menyampaikan cerita, Nurgiyantoro (dalam Stanton, 2013: 22). Ia tidak mengejar efek estetis, melainkan memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya. Masalah yang diceritanya pun yang ringan-ringan, tetapi aktual dan manarik, yang terlihat hanya masalah “itu- itu” saja: cinta asmara dengan model kehidupan yang bersuasana mewah.

Novel populer lebih mengejar selera pembaca, ia tidak akan menceriakan sesuatu yang bersifa serius. Oleh kaena itu, agar ceita mudah dipahami, plot sengaja dibuat lancar dan sederhana. Perwatakan tokoh tidak berkembang, tunduk begitu saja pada kemauan pengarang yang betujuan memuaskan pembaca.

c. Novel teenlit yang populer pada awal tahun 2000-an, tampaknya,

“menggantikan” tempat novel populer untuk menjadi berstatus populer dimasyarakat walau itu tidak berarti novel populer (dalam pengertian bukan teenlit) hilang sama sekali. Novel teenlit amat digandrungi oleh kaum remaja putri yang haus akan bacaan yang sesuai dengan kondisi

(23)

kejiwaan mereka. Para remaja merasakan bahwa cerita teenlit dapat mewakili dan atau mencerminkan diri, dunia, cita-cita, keinginan, gaya hidup, gaya gaul, dan lain-lain yang menyangkut permasalahan mereka.

Cerita novel teenlit dapat dijadikan sebagai sarana identifikasi diri. Maka, tidak mengherankan jika pembaca remaja menjadi gandrung dan hanyut secara emosioal seolah-olah dirinya adalah bagian dari cerita itu.

5.Unsur-unsur yang Membangun Novel

Dalam sastra dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Seperti karya sastra yang lain novel juga dibangun bedasarkan dua unsur tersebut. Secara sruktural unsur intrinsik terdiri dari tema, alur, penokohan, atau perwatakan, latar (setting), sudut pandang, amanat dan gaya bahasa. Ketujuh unsur tersebut dapat dibedakan, tetapi sukar dipisahkan.

Artinya, dalam sebuah novel ketujuh unsur ini dapat ditemukan namun tidak dapat berdiri sendiri, permunculan dalam cerita ada yang bersama, namun mungkin ada salah satu diantaranya yang mendapat perhatian khusus dari pengarang.

Pendekatan intrinsik adalah penafsiran seni sastra dalam ceritanya dan dalam lingkungan sosialnya. Pendekatan ekstrinsik juga berusaha mencari hubungan dengan ilmu-ilmu lain.

a. Intrinsik

Dalam pendekatan aspek intrinsik merupakan suatu segi yang membangun karya sastra itu dari dalam misalnya berhubungan dengan struktur alur, tokoh, latar, dan pengungkapan tema dan amanat.

(24)

1) Tema

Istilah tema berasal dari kata “thema” (inggris) ide yang menjadi pokok suatu pembicaraan, atau ide pokok suatu tulisan. Disebut demikian karena tema merupakan emonsioanal yang sangat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat membayangkan dalam khayalannya bagaimana cerita akan dibangun dan berakhir.

Tema menurut Zaidan, dkk (2000: 204) adalah gagasan, ide, pikiran utama, atau pokok pembicaraan didalam karya sastra yang dapat dirumuskan dalam kalimat pernyataan. Sedangkan Tema menurut (Stanton, 2012: 36) merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia atau sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakian, penghianatan manusia terhadap diri sendiri atau bahkan usia tua.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulakan bahwa tema adalah inti pemasalahan atau pokok permasalah dalam sebuah cerita.

2) Alur

Alur adalah unsur struktur yang berwujud jalinan peristiwa di dalam karya sastra, yang memperlihatkan kepanduan (koherensi) tertentu yang diwujudkan antara lain oleh hubungan sebab akibat, tokoh atau ketiganya.

(Zaidan, dkk 2000: 26).

Menurut Stanton (2012: 28) merupakan tulang punggung cerita yang dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam

(25)

sebuah analisis. Alur dalam cerpen atau dalam karya fiksi yang umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama dengan plot maupun struktur cerita. Tahapan cerita yang mejalin suatu cerita biasa berbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam.

3) Penokohan atau Perwatakan

Penokohan atau perwatakan adalah proses penampilan tokoh dengan pemberian watak, sifat, atau kebiasaan tokoh pemeran suatu cerita (Zaidan, dkk 2000: 206).Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013: 247) penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama denga cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya.

Masalah penokohan atau perwatakan merupakan salah satu diantara beberapa unsur yang kehadirannya dalam suatu karya fiksi sangat memengang peranan penting, dikatakan demikian karena tidak akan mungkin ada cerita tanpa adanya tokoh yang bergerak dan akhirnya membentuk alur cerita.

Tokoh dalam cerita seperti halnya dengan manusia dalam kehidupan sehari-hari disekitarnya, selalu memiliki watak-watak tertentu. Dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusuri lewat: (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambarang lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian, (3) menunjukkan pelaku, (4) cara tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami jalan pikirannya, (6) melihat tokoh lain berbicara

(26)

tentangnya, (7) melihat tokoh lain berbincang lainnya, (8) melihat tokoh-tokoh lain memberikan reaksi terhadapnya, dan (9) melihat tokoh itu dalam mereaksi yang lainnya.

4) Latar (Setting)

Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013: 302) menjelaskan bahwa latar atau setting yang disebut juga landas tumpuh, mengerahkan pada pengertian tempat, berhubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013: 302) bahwa mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh atau plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dapat diimajinasikan oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah segala keterangan waktu, tempat, dan suasana terjasinya peristiwa serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis yang dilukiskan suatu karya sastra.

Perbedaan antara setting yang bersifat fisikal dengan yang bersifat psikologis adalah: (1) setting bersifat fisikal berhubungan dengan tempat, misalnya kota Jakarta, daerah pedesaan, pasar, sekolah dan lain-lain serta benda- benda dalam lingkungan tertentu yang tidak menuansakan makna apa-apa, sedangkan setting psikologis adalah setting berupa lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan tertentu yang mampu menuansakan suatu makna serta mampu menuji emosi pembaca, (2) setting fisikal hanya terbatas pada suatu yang

(27)

bersifat fisik, sedangkan psikologis dapat berupa suasana sikap serta jalan pikiran suatu lingkunganmasyarakat tertentu, (3) untuk memahami setting yang bersifat fisikal, pembaca cukup melihat dari apa yang tersurat, sedangkan pemahaman terhadap seting psikologis membutuhkan adanya penghayatan dan penafsiran, (4) terdapat saling pengaruh dan ketimpangan antara setting fisikal dan setting psikologis.

5) Sudut Pandang

Sudut pandang atau point of view menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013: 338) mengatakan bahwa mengarahkan pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pendangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana unuk menyajikan tokoh tidakan tutur, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut pandang atau biasa disitilahkan point of view atau titik kisah meliputi: (1) narrator omniscient, (2) narrator observer, (3) narrator observer omniscient, (4) narrator the third person omniscient.

Narrator omniscient adalah narrator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita. Karena pelaku adalah pengisah, maka akhirnya pengisah juga penutur yang serba ahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama,

(28)

maupun sejumlah pelaku yang lainnya, baik secara fisikal maupun secara psikologis.

Narrator observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya dalam batas tertentu tentang pelaku batinilah para pelaku. Bila dalam narrator omnescient, pengarang atau pengisah menyebukan pelaku utama dengan nama pengarang sendiri, saya menyebukan pelaku utama dengan nama pengarang sendiri, saya atau aku, dalam narrator observer pengarang menyebutkan nama pelakunya dengan ia, dia, nama-nama lain, maupun mereka. Perbuatan keterbatasan pemahaman pengarang terhadap gejala dan karakteristik batin pelaku. Sebenarnya juga sesuai dengan keterbatasan pemahaman terhadap karakteristik kejiwaan orang lain yang kebetulan diamati.

Narrator observer omniscient (meskipun pengarang hanya menjadi pengamat dari para pelaku, tetapi juga merupakan pengisah yang serba mengetahui pelaku meskipun menyebut nama pelaku dengan sebutan ia, dia, maupun mereka). Pengarang diibaratkan dalang.

Narrator the third person omniscient (pengarang hadir dalam cerita yang dibuatnya sebagai pelaku ketika yang serba tahu. Pengarang masih mungkin menyebutkan namanya sendiri, seperti saya atau aku).

6) Amanat

Amanat dalam karya sastra merupakan perwujudan pengarang, ekspresi, tanggapan terhadap suatu permasalahan yang menarik bagi karya itu. Pengarang

(29)

menuangkan ide, tanggapan, pesan dan bahkan melaului karya sastra, sastrawan menggambarkan solusi dari sebuah permasalahan.

Dengan pernyataan di atas, jelas bahwa karya sastra ada pesan khusus penulis yang ingat disampaikan kepada pembaca. Pesan khusus yang dimaksud dalam hal ini adalah kesan yang dijadikan pegangan agar lebih arif dalam meniti hidup, seandainya pembaca mengalami, menemui dan menghadapi permasalahan yang sama dengan cerita dalam karya itu. Pesan khusus itulah disebut amanat.

7) Gaya Bahasa

Istilah gaya bahasa atau disebut juga “plastik bahasa” berasal dari kata

“plassein” (Latin) yaitu membentuk; dalam bahasa Inggris disebut “style”.Gaya bahasa digunakan pengarang untuk membangun jalinan cerita dengan pemilihan diksi, ungkapan, majas (kiasan) dan sebagainya yang menimbulkan kesan estetik dalam karya sastra.

Dapatlah disimpulkan bahwa analisis gaya bahasa sebuah fiksi, terutama menekankan gaya bahasa perbandingan, sebab dalam gaya bahasa itulah tampak dengan jelas faktor intektualitas, emosionalitas pengarang dalam karyanya dan mencerminkan citarasa dan karakteristik yang memiliki gaya bahasa sendiri- sendiri yang khas.

6. Pengertian Psikologi

Secara harfiah psikologi berasal dari bahasa yunani, Yang terdiri dari dua kata yaitu: psyche dan logos. Psicheberarti jiwa dan logosberarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa.

(30)

Psikologi berarti ilmu pengetahuan tentang kehidupan mental. Adapun definisi lain psikologi menurut ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) organism. Psikologi menurut ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organism dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus perubahan lingkungan.

Poerbakawatja dan Harahap, (1997: 8) membatasi psikologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa. Gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa tersebut meliputi respons organisme dan hubungannya dengan lingkungannya.

Kesimpulan tentang psikologi dari beberapa definisi di atas, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyalidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan yang ada di sekitar manusia.

Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyceyang berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Selanjutnya, karena kontrak dengan berbagai disiplin ilmu, maka lahirlah bermacam-macam definisi psikologi yang satu sama lain berbeda, seperti berikut:

1. Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science of mental life).

2. Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of behavior).

3. Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior).

(31)

Williams James (1980), ahli psikologi Jerman, memberikan definisi bahwa psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya. Fenomena ini termasuk apa yang kita sebut sebagai perasaan, keinginan, kognisi, berpikiran logis, keputusan dan sebagainya.

Kenneth Clark dan George Millter (1920), mendefinisikan bahwa psikologi sebagai studi ilmiah mengenai perilaku. Ruang lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati, dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.

Dari definisi tersebut, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa psikologi sebagai studi ilmiah mengenai proses perilaku dan proses-proses mental.

1. Penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra. Semi (1993: 81) adalah beberapa kelebihan menggunakan psikologi sastra yaitu: Sangat sesuai untuk mengkaji secara mendalam aspek perwatakan.

2. Dengan pendekatan ini peneliti dapat memberikan umpan balik kepada penulis tentang masalah perwatakan yang dikembangkannya.

3. Sangat membantu dalam menganalisis karya sastra surcalis, abstrak, atau absurd dan akhirnya dapat membantu pembaca memahami karya-karya semacam itu.

Kelebihan atau keuntungan semacam ini dapat terwujud apabila sistem komunikasi psikologis juga terjadi. Sistem komunikasi kejiwaan akan membawa iklim sastra semakin sehat dan beradab.

(32)

Selain daripada itu di samping kelebihan terdapat kekurangan atau kelemahan pendekatan psikologi yang perlu dicermati, antara lain:

1.Menurut kekayaan pengetahuan ilmu kejiwaan, jika tidak, pendekatan ini sukar dijalankan.

2. Banyak hal yang abstrak yang sukar dinalar dan dipecahkan karena keterangan tentang perilaku dan motif tindakan itu dijelaskan oleh penulis.

3. Sukar mengetahui kaitan suatu tindakan dengan tindakan lain yang diperhatikan tokoh itu sendiri “mati” tidak bisa diwawancarai, sedang pengarang pun sering kali tidak mau mengomentari karyanya.

4. Tidak mudah mengetahui apakah pengalaman yang menimpa tokoh cerita merupakan pengalaman pengarang.

5. Pendekatan ini secara opeasional lebih bias berjalan apabila pengarang dalam menulis hati nuraninya, dalam arti, ia memang mengeluarkan segala diseni yang meengendap tidak jujur menerangkan pengalamans batinnya, maka segala macam penelitian tentang riwayat hidup pengarang juga tidak banyak manfaatnya.

6. Psikoanalisis yang menjadi basis pendekatan ini sampai sekarang banyak teori yang dikemukakan Frued tidak dapat dibuktikan secara sentifik, dan masih banyak hal yang sebenarnya merupakan suatu sistem metafora, dan masih banyak hal masih tetap merupakan misteri.

Menurut Semi (19993), ada beberapa asumsi yang memunculkan psikologis sastra telah dianggap penting yaitu:

(33)

a. Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcious) setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar (concious) dalam penciptaaan karya sastra.

Jadi proses proses penciptaan karya sastra terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama dalam meramu gagasan dalam situasi imajinatif dan abstrak, kemudian dipindahkan ke dalam tahap kedua, yaitu penulisan karya sastra yang sifatnya mengonkretkan apa sebelumnya dalam bentuk abstrak.

b. Mutu sebuah karya sastra ditentukan oleh bentuk proses penciptaan dari tingkat pertama, yang berada di alam bawah sadar, kepada tingkat kedua yang berada dalam keadaam sadar. Bisa terjadi bahwa dalam situasi tingkat pertama gagasan itu sangat baik, namun setelah berada pada situasi kedua menjadi kacau sehingga mutu karya tersebut akan sangat bergantung kepada kemampuan penulismenata dan mencerna perwatakan, dan menyajikannya dengan bahasa yang mudah dipahami.

Jadi dalam hal ini penelitian dan analisis ditujukan kepada masalah proses penciptaan.

c. Disamping membahas proses penciptaan dan kedalam segi perwatakantokoh, perlu mendapat perhatian dan penelitian, yaitu asapek makna pemikiran falsafah yang terlihat dalam karya sastra.

d. Karya yang bermutu, menutut pendekatan psikologis adalah karya sastra yang mampu menyajikan simbol-simbol, wawasan,

(34)

perlambangan yang bersifat universal yang mempunyai kaitan dengan mitologi, kepercayaan, tradisi, moral, budaya, simbol dan perlambangan, harus diperhatikan bagaimana hal itu banyak ditamui perilaku setengah sadar yang tindakannya sukar dipahami dapat menimbulkan ambiguitas makna.Para peneliti mestinya mengkaji hal itu secara mendalam dengan dukungan psikologi sehingga kekaburan dalam ambiguitas makna dapat dipecahkan dan dinalarkan mengapa hal itu terjadi.

e. Karya sastra yang bermutu menurut pandangan pendekatan psikologis adalah karya sastra yang mampu mengambarkan kekalutan dan kekacauan batin manusia karena hakikat kehidupan manusia itu adalah perjuangan menghadapi kekalutan batinnya sendiri. Perilaku tampak dalam kehidupan sehari-hari bagi setiap orang belum sepenuhnya mengambarkan dari mereka masing-masing. Apa yang diperhatikan belum tentu sama dengan apa yang sesungguhnya terjadi didalam dirinya karena manusia sering kali berusaha menutupinya. Kejujuran, kecintaan, kemunafikan dan lain-lain, berada di dalam batin masing- masing yang kadang-kadang terlihat gejalanya dari luar dan kadang- kadang tidak. Oleh sebab itu, penelitian tentang perwatakan pada tokoh harus menukit kedalam segi kejiwaan.

f. Kebebasan individu penulis sangat dihargai, dan kebebasan mencipta juga mendapat tempat yang istimewa. Dalam hal ini, sangat dihargai individu yang senantiasa berusaha mengenai hakikat dirinya. Dalam

(35)

supaya mengenal dirinya pula sastrawan mencipta untuk mengkonkretkan apa yang bergolak di dalam dirinya.

Dari enam alasan tersebut dapat dipahami bahwa psikologi sastra memang layang dikembangkan. Kehadiran psikologi sastra yang melalui proses kesadaran, setengah sadar, dan bawah sadar merupakan produk kejiwaan. Bobot karya sastra akan ditentukan pula oleh pentahapan proses kreasi ini. Semakin tajam dalam pengendapan, diharapkan karya tersebut semakin berkualitas.

Kekacauan batin pun akan menjadi penentu keberhasilan sebuah karya sastra.

Kekalutan jiwa mungkin merupakan modal terpenting dalam konteks psikis sastrawan. Itulah sebabnya para peneliti psikologi sastra akan bergerak menemukan proses penciptaan sastra. Proses tersebut merupakan kebebasan individual yang kadang-kadang sakral. Sakralitas kejiwaan sastrawan satu dengan yang lain memang bisa berbeda. Perbedaan itu justru menarik disajikan menjadi data psikologis. Bagaimana sastrawan memeberi warnah kehidupan batin tokoh, akan menentukan aspek mutu karya sastra. Kemampuan memoles watak yang amat mendasar ini dicari oleh peneliti. Asumsi yang dibangun oleh peneliti psikologis sastra adalah tiap sastrawan yang mampu memeberi watak yang benar-benar jitu sejalan dengan penalarannya.

Kelebihan atau keuntungan ini dapat terwujud apabila system komunikasi psikologis juga terjadi. Sistem komunikasikejiwaan akan membawa iklim sastra semakin sehat dan beradab.

Menurut Kenneth Clark dan George Millter (1920), mendefinisikan bahwa psikologi sebagai studi ilmiah mengenai perilaku. Ruang lingkupnya mencakup

(36)

berbagai proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara, perubahan kejiwaan, dan proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.

Dari definisi tersebut, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa psikologi sebagai studi ilmiah mengenai proses perilaku dan pproses-proses mental. Penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra.Semi (1993: 82) adalah beberapa kelebihan menggunakan psikologi sastra yaiu sangat sesuai untuk mengkaji secara mendalam aspek perwatakan.

b. Ekstrinsik

Pendekatan ekstrinsik adalah pedekatan yang menganalisis karya sastra dari aspek luar yang membangun novel dari luar yang didalamnya mencakup kejujuran, rela berkorban, ketaatan, kemurahan hati, dan cinta kasih.

1. Pengertian Emosionalitas dan Egoisme a) Pengertian Emosionalitas

Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), emosional artinya menyentuh perasaan, mengharukan.

istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional, yang diambil dari Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran , perasaan, nafsu, setiap keadaan yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

(37)

Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan- perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku.

Emosionalitas (emosionaliteit) sendiri adalah mudah atau tidaknya perasaan seseorang terpengaruh oleh suatu kesan.

b) Pengertian Egoisme

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, egois adalah orang yang selalu mementingkan diri sendiri.

Pengertian egoisme dalam Wilkipedia bahasa Indonesia Egoismemerupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat.

Istilah lainnya adalah egois.

Ego berarti aku; diri pribadi; rasa sadar akan diri sendiri; kosepsi individual tentang dirinya sendiri. Sebenarnya secara keilmuan dalam bidang psikologi, kata ini tidak memiliki makna negatif , akan tetapi merupakan langkah awal dari setiap ketidakbaikan, di mana ego ini adalah refleksi dari kesadaran tiap individu akan dirinya sendiri. Hingga akhirnya, kata ego mendapat akhiran is yaitu egois, di mana artinya adalah orang yang selalu mementingkan diri sendiri. Berawal dari makna inilah kemudian arti egois memiliki makna negatif.

Seseorang yang egois dikatakan memiliki tingkah laku yang buruk karena ia adalah pribadi yang tidak mau memikirkan kepentingan atau kesejahteraan

(38)

orang lain. Orang yang egois ini memiliki perilaku yang cenderung destruktif untuk keuntungan pribadi. Ada beberap hal yang harus dipahami akan perilaku buruk dari egois tersebut, di mana kecenderungan bahwa ego sering disalahkan dalam perilaku egois seseorang. Adalah seorang Sigmund freud seorang ahli ilmu psikologi keturunan yahudi yang berasal dari Austria dan menjadi pendiri aliran psikoanalisis yang sangat mengerti mengenai hal ini.

Ada beberapa hal yang harus dimengerti, dalam ilmu psikologi seseorang memiliki tiga struktur jiwa yang dijelaskan oleh Sigmund Freud sebagai id, ego dan superego.

Id merupakan komponenkepribadian manusia yang sudah ada sejak lahir.

Menurut Freud, id merupakan komponen utama kepribadian yang mendapat dorongan dari prinsip kesenangan, untuk memeroleh kepuasan segeradari semua keinginan, dan kebutuhan ini tidak terpuaskan, maka manusia tersebut akan menjadi cemas dan tegang. Contohnya rasa lapar atau haus yang harus segera dipuaskan dengan makan atau minum.

Id ini sebenarnya sangat penting pada awal dalam kehidupan manusia.

Pada saat bayi, seseoranh harus mempresentasikan kebutuhannya dengan menangis hingga tuntutan id terpenuhi. Seiring dengan bertambahnya dewasa, seseorang sudah dapat menolak untuk segera memuaskan id. Ada proses pembentukan citra mental yang terjadi untuk memuaskan kebutuhan.

Ego sendiri merupakan komponen kepribadian yang memiki tanggungjawab dalam menangani perilaku naluriah dengan realitas. Ego ini muncul untuk menangani dorongan id dengan cara yang dapat diterima oleh

(39)

lingkungan masyarakat, di mana ego akan bekerjakarena adanya prinsiprealitas.

Dengan adanya ego, id akan dipuaskan dengan adanya prosesdengan waktu dan tempat yang tepat.

Superego menjadi aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang selama ini kita dapat dari masyarakat dan keluarga. Dari superego kita mendapat pedoman dalam membuat penilain, di mana ada dua sistem dari superego yaitu ego ideal dan hati nurani.

a. Ego ideal merupakan aturan dan standar perilaku yang baik, di mana secara moril disetujui oleh oarngtua dan lainnya. Di mana dengan mematuhi aturan-aturantersebut akan menimbulkan perasaan bangga.

b. Hati nurani biasanya dipengaruhi oleh pola pikir dan berbagai informasi untuk menilai mana yang benar dan salah menurut pribadi waupunbebeda dengan hukum moral yang ada.

Jadi, dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa karya sastra memiliki hubungan dengan psikologi, yang memberikan gambaran bahwa psikologi mempelajari aktivitas-aktivitas individu, baik aktivitas secara motorik, kognitif, maupun emosional.

B. Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian kajian pustaka, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang akan dijadikan penulis sebagai landasan berpikir agar lebih memudahkan penulis untuk menemukan data dan informasi dalam penelitian ini, guna menyelesaikan masalah yang telah dipaparkan. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada bagian berikut.

(40)

Bagan kerangka Pikir

Novel “Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan”

Emosionalitas

Analisis Psikologi

Egoisme

Temuan Karya Sastra

Pemberontakan, Kesenangan, Resah Mementingkan

diri sendiri

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Fokus dan Desain Penelitian

1. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini berupateks yang mengandungKajian Emosionalitas dan Egoisme Pelaku Cerita Dalam Novel “Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan” Karya Ihsan Abdul Quddus.

2. Desain Penelitian

Desainpenelitian iniadalah deskriptifuntukmenggambarkansecaraobjektif tentangkajianemosionalitas dan egoisme pelaku cerita dalam novel ”Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan” karya Ihsan Abdul Quddus.. Langkah awal yang penulis lakukan adalah melakukan studi kepustakaan untuk mengidentifikasi pemilihan dan rerumusan masalah, menyelidiki variabel-variabel yang relevan melalui penelahaan kepustakaan atau literatur, memberikan definisi operasional variabel penelitian.

Adapun metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu penulis melakukan analisis terhadap emosionalitas dan egoisme pada novel “Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan”

Karya Ihsan Abdul Quddus dengan cara analisis sastra, yaitu penulis mempelajari beberapa literatur atau pendapat para ahli yang ada kaitannya agar

34

(42)

objek yang digarap dalam penlitian ini. Pendapat-pendapat tersebut dijadikan suatu bahan dalam kajian sastra pada novel “Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan”

Karya Ihsan Abdul Quddus.

B. Definisi Kata

Untuk menghindari salah penafsiran yang digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan definisi istilah sebagai berikut :

1. Emosi adalah reaksi terhadap seseorang 2. atau kejadian .

3. Egoisme adalah sifat yang tumbuh dari dalam diri manusia yang hanya mementingkan dirinya sendiri untuk mencapai tujuan tertentu.

4. Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menjadikan watak dan sifat setiap pelaku.

5. Id merupakan komponen utama kepribadian yang mendapat dorongan dari prinsip kesenangan, untuk memeroleh kepuasan segera dari semua keinginan, dan kebutuhan ini tidak terpuaskan, maka manusia tersebut akan menjadi cemas dan tegang.

6. Superego menjadi aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang selama ini kita dapat dari masyarakat dan keluarga.

(43)

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data adalah kalimatatau paragrap (teks) yang terdapatdalam novel“

Aku Lupa BahwaAku Perempuan” Karya Ihsan Abdul Quddus,yang mempresentasikan kajian emosionalitas dan egoisme pelaku cerita dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karyaIhsan Abdul Quddus.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel “Aku Lupa Bahwa AkuPerempuan” karya Ihsan Abdul Quddus, terbitan tahun 2012, di Kramat Jati, Jakarta Timur, dengan jumlah 228 halaman, cetakan 1- Jakarta: Pustaka Alvabet.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini, diperlukan cara atau teknik dalam penelitian yaitu teknik analisis deskriptif karya sastra dengan membaca buku-buku sastra yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas serta membaca novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus. Kemudian mengidentifikasi kalimat- kalimat yang menunjukkan emosionalitas dan egoisme pelaku cerita dalam novel Aku LupaBahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus.

(44)

E. Teknik Analisis Data

Berdasarkan pengumpulan data, maka data dianalisis secara kualitatif, selanjutnya dideskripsikan berdasarkan emosionalitas dan egoisme. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan urutan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membaca berulang-ulang novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus.

2. Mengumpulkan data melalui penelitian pustaka

3. Mencatat bagian-bagian yang dianggap relevan sebagai data yang dianggap sebagai sumber emosionalitas dan egoisme.

4. Bila hasil penelitian dianggap sudah sesuai, maka hasil tersebut dianggap hasil akhir.

(45)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan bentuk emosionalitas dan egoisme pelaku cerita dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus, jadi kajian akan dilakukan dengan memaparkan bentuk emosionalitas dan egoisme pelaku cerita dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus.

Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus menampilkan sisi perempuan yang telah menggapai ambisinya. Sebagai politisi sukses, kiprahnya di parlemen pelbagai organisasi pergerakan perempuan menempatkan dirinya dalam lingkar elit politik yang masih konservatif kala itu juga menjadikannya fenomena baru dalam isu kesadaraan jender. Tetapi kehampaan menyelimuti kehidupan dan hampir membuat jiwanya tercerabut. Masalah demi masalah mendera, bahkan anak semata wayangnya yang dianggap sebagai harta paling berharga justru lebih akrab dengan sang ibu tiri. Hal ini didukung oleh reaksi emosionalitas berupa pemberontakan, kesenangan, resah, sedangkan egoisme mementingkan diri sendiri (pekerjaan).

38

(46)

1. Bentuk Egoisme

1) Mementingkan Diri Sendiri

Definisi egois dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang selalu mementingkan diri sendiri. Dalam hal ini tokoh Suad lebih mementingkan pekerjaan daripada mengurus rumah tangganya. Seperti pada kutipan berikut ini.

( 1 ) “Aku lebih banyak memberi waktu untuk ego dan ambisiku daripada waktu yang kupersembahkan untuk suamiku” ( IAQ, 2012 : 66 )

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Suad hanya sibuk dengan ambisi dalam karier akademis di dalam kampus dan karier politis di luar kampus.

( 2 ) “Aku selalu tidak memiliki waktu luang. Hari-hariku penuh dengan aktivitas. Aku pergi ke kampus untuk memberi kuliah atas kapasitas sebagai asisten dosen pada saat yang sama aku selalu disibukkan dengan urusan mahasiswa, dan berbagai kelompok politik. Setelah selesai urusan kampus, aku harus bertemu dengan berbagai organisasi pergerakan perempuan dan beberapa partai politik, mengikuti banyak seminar dan diskusi, membaca berbagai literatur dan mempersiapkan diri menempuh program doktoral. Maka bagaimana mungkin dalam kesibukan yang teramat padat ini aku bisa menyesuaikan waktu luangku dengan waktu luang Abdul Hamid? Bukankah aku tidak memiliki waktu luang”? (IAQ, 2012 : 49-50)

Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Suad tidak memiliki waktu yang banyak untuk suaminya, dia lebih mementingkan pekerjaannya.

( 3 ) “ Aku yakin, aku hanya menunda memiliki bayi. Suatu hari nanti aku akan melahirkan. Naluri keibuanku sejak awal kusembunyikan dibalik ambisi dan ego untuk menjaditokoh” ( IAQ, 2012 : 67 )

(47)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Suad menunda kehamilannya untuk memenuhi ambisinya menjadi tokoh.

( 4 ) “Bagaimana aku bisa mendidik dan mengatur masa depan anakku sedang aku tidak memiliki waktuuntuk berkonsentrasi merawat dan membesarkan anakku? Aku selalu ke luar rumah jam delapan setiap pagi dan baru kembali ke rumah paling cepat jam dua siang. Pada hari-hari tertentu aku bahkan belum bisa pulang ke rumah kecuali jam sembilan malam”. ( IAQ, 2012 : 79 )

Pernyataan dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Suad tidak memiliki waktu yang banyak untuk merawat anaknya, hanya memfokuskan dirinya pada kegiatan di luar rumah.

( 5 ) “ Apa yang telah kuperbuat? Mengapa aku menyerah?

Bagaimana aku menemui Adil setelah ini? Bahkan, bagaimana aku akan menjalani hidup setelah ini? Kenapa aku tidak menikah saja dengannya? Tidak! Tidak mungkin. Aku masih kuat untuk mengabaikan kesenangan sesaat. Kesenangan yang akan melibas semua yang telah kubangun susah payah.” ( IAQ, 2012 : 129-130 ) Kutipan di atas menggambarkan Suad lebih memilih karier dan popularitas yang susah payah dibangun dibanding menikah dengan orang yang sudah menidurinya dan bukan suaminya.

( 6 ) “ Tidak. Aku telah tegaskan bahwa aku tidak akan menikah dengan Adil. Logikaku menolak itu. Karier dan pekerjaanku tidak mengizinkan. Pernikahan dengan Adil akan membunuh masa depan politikku.” ( IAQ, 2012 : 131 )

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Suad takut kehilangan pekerjaan dan kariernya apabila menikah dengan Adil.

(48)

2. Bentuk Emosionalitas I ) Pemberontakan

Pemberontakan dalam pengertian umum adalah penolakan terhadap otoritas. Pemberontakan dapat timbul dalam berbagai bentuk, mulai dari pembangkangan sipil (civil disobedience) hingga kekerasan terorganisir yang berupaya meruntuhkan otoritas yang ada. Istilah ini sering pula digunakan untuk merujuk pada perlawanan bersenjata terhadap pemerintah yang berkuasa, tapi dapat pula merujuk pada gerakan perlawanan tanpa kekerasan. Seperti pada kutipan berikut.

( I ) “Apakah kehamilan ini menghalangiku untuk bisa bersama- sama kalian dalam aksi ini? Mengapa kalian tidak mengkhawatirkan aku saat pertemuan dengan Direktur Perguruan Tinggi dan sekarang kalian mengkhawatirkan aku untuk bertemu Pimpinan Menteri?” (IAQ, 2012:75)

Pernyataan di atas menggambarkan pemberontakan Suad karena hamil bukan alasan untuk hanya berdiam diri di rumah dan membebaskan diri dari segala aktivitas harian di luar rumah. Dia tetap melibatkan diri dalam gerakan mahasiswa di dalam kampus dan tetap menyampaikan orasi secukupnya dalam semanagat seorang orator.

( 2 ) “Aku ingin bayi dalam kandungan ini lahir di tanah merdeka.

Aku ingin dia membuka kedua matanya di atas limpahan cahaya kebebasan. Ia harus masuk perguruan tingginya tanpa intervensi militer di dalam kampus dengan alasan apapun! Perguruan Tinggi tidak memerlukan tentara. Ia bisa menjaga dirinya sendiri!” ( IAQ, 2012: 76)

Ungkapan di atas menggambarkan pemberontakan Suad yang menyaksikan mahasiswa terbakar dihadapannya, setiap mata menangkap orasinya sebagai kasih sayang ibu kepada anak-anaknya. Mereka

(49)

merasakan orasinya sebagai sebuah panggilan seorang ibu kepada anaknya yang lalai dan tengah berada dalam bahaya.

2)Kesenangan

Kesenangan dalam kamus besar bahasa indonesia adalah kepuasan, keenakan, kebahagiaan. Seperti pada kutipan berikut ini.

( I ) “ Aku senang ketika banyak partai yang menawarkan kepadaku kesempatan untuk bergabung bersamanya. Kiprahku diakui dan diterima.

Aku gembira bahwa aktivitasku telah mempengaruhi setiap partai untuk menganggapku merupakan bagian dari partainya”. ( IAQ, 2012: 51-52)

Kutipan di atas menggambarkan perasaan senang seorang Suad yang telah dikenal banyak dari berbagai partai.

( 2 ) “ Aku senang meski kedekatanku dengan kelompok- kelompok kecil itu hampir melemparkanku ke dalam permasalahan yang pelik.” (IAQ, 2012 : 53)

Ungkapan di atas menggambarkan Suad yang merasa senang meski nyayawanya terancam sebagai tokoh politik.

( 3 ) “Aku bahagia dengan janin dalam rahimku meski kehendak untuk menjadikan anak sebagai pengikat hubunganku dengan Abdul Hamid lebih kuat dibanding naluri seorang wanita untuk mengasuh anaknya. Aku bahagia, meski sebenarnya aku lebih memilih untuk berkonsentrasi bekerja dan membangun karier daripada berkonsentrasi merawat dan membesarkan anak. Aku merasakan energi yang luar biasa dari gerakan-gerakan lembut di dalam perutku.” ( IAQ, 2012 : 69 ) Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Suad bahagia dengan kehamilannya, Dia pun merasa energi itu mampu mengalahkan rasa lelah.

(50)

3)Resah

Definisi resah dalam kamus besar bahasa indonesia asdalah gelisah, tidak tenang, gugup, rusuh hati. Seperti pada kutipan berikut ini.

“ Samirah ingin menikahkan anakku dengan laki-laki yang dipilihnya! Sedangkan aku, ibunya, tidak dianggap ada di mata Samirah.

Harga diriku diinjak-injak. Pendapat dan pertimbanganku untuk masa depan anakku dikesampingkan. Lantas apa kata orang, anak dokter Suad menikah sebalum selesai studinya? Menikah dengan membangun masa di atas sisi feminisme semata. Tanpa bekal ilmu dan prestasi...Kemudian anak dokter Suad menikah dengan siapa? Dengan seorang pemuda biasa....Bukan anak siapa-siapa. Bukan dari keluarga apa-apa!” ( IAQ, 2012 : 189 )

Pernyataan dari kutipan di atas menggambarkan betapa resahnya Suad terhadap apa yang akan dilakukan Samirah yang tak lain adalah ibu tiri anaknya, Suad merasa pendidikan lebih penting daripada menikah.

Suad membayangkan gambaran pernikahan Faizah, tentang Faizah yang hanya menikah dengann logika tanpa pertimbangan perasaan. Suad ingin menikahkan Faizah dari keluarga terpandang.

B. Pembahasan

Setelah menyajikan analisis data maka perlu dibahas kembali data yang diperoleh. Kajian emosionalitas dan egoisme dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus terdiri dari : (1) Bentuk Emosionalitas dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan

Karya Ihsan Abdul Quddus yang dimaksud adalah pemberontakan, kesenangan, resah.

a. Pada novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus menggambarkan bahwa pemberontakan seorang Suad

Referensi

Dokumen terkait

sebesar -10,888 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, nilai ini < 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat beda pengaruh Core Stability Exercise dan Shuttle Run

Jawaban : Karena kadar air dari daun mimba segar (basah) adalah 57%, maka dalam penelitian ini digunakan daun mimba kering dengan tujuan agar jumlah daun yang

Teori yang terakhir yang dapat diterima pada abad ke XX yaitu teori yang diungkapkan oleh Alhazan (965-1038 SM) seorang Mesir di Iskandria yang berpendapat bahwa benda di sekitar

Potensi produksi yang rendah dari keseluruhan spesies pada cahaya yang rendah jadi pembatas utama terhadap produksi hijauan di perkebunan, dimana penutupan kanopi yang terbuka

Penelitian ini tentunya akan sangat dirasakan manfaatnya oleh peneliti, manfaat tersebut diantaranya terjawabnya permasalahan yang ditemukan oleh peneliti, serta

Pada dasarnya sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku kayu pembentuknya, jenis perekat, dan formulasi yang digunakan serta proses pembuatan papan partikel

menghimpun pedoman dan petunjuk teknis, melaksanakan koordinasi penyusunan perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan di bidang penelitian dan pengembangan yang

Selain itu anak usia sekolah juga menganggap jika terjadi perbedaan pendapat antara anak dan orang dewasa maka orang dewasa yang benar, pada anak yang mengalami