3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian
Langkah pertama adalah studi literatur mengenai karakteristik, kelebihan, dan kekurangan algoritma symbiotic organisms search (SOS) dan algoritma crow search algorithm (CSA). Langkah kedua adalah merumuskan algoritma enhanced symbiotic organisms search (ESOS).
Langkah ketiga adalah penulisan/ pembuatan program komputer berdasarkan algoritma yang telah dimodifikasi untuk penelitian ini. Pemrograman dilakukan dengan menggunakan program MATLAB untuk perhitungan numerik dan penampilan grafik.
Langkah keempat adalah melakukan verifikasi hasil program dengan membandingkan solusi yang didapatkan dari metode ESOS dengan metode-metode lainnya terhadap penyelesaian sejumlah permasalahan struktur rangka batang. Dari hasil tersebut, dapat diambil kesimpulan mengenai penelitian dan pengembangan metode SOS ini.
Langkah terakhir adalah melakukan dokumentasi serta publikasi hasil penelitian. Secara singkat, kelima langkah tersebut digambarkan dalam diagram alir metodologi penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 3.1. sebagai berikut:
Gambar 3.1. Diagram alir metodologi penelitian.
Start
Studi Literatur Model Architecture
Model Verification
Aplikasi Desain dengan SNI Pembuatan Laporan dan Publikasi Hasil Penelitian
Finish
Kemudian secara lengkap, langkah-langkah yang telah dijelaskan di atas ditunjukkan dalam bentuk pseudocode sebagai berikut:
Langkah I: Tentukan masalah optimasi, bertujuan memperkecil fitness, ekosistem awal (popsize), kriteria awal (FE dan run), dan kriteria terminasi (FEmax).
Langkah II: Membentuk ekosistem awal secara random sesuai batas nilai maksimum dan minimumnya.
Langkah III: Memilih organisme terbaik berdasarkan fitness yang dimiliki.
Langkah IV: Menentukan nilai parameter awal (FE = 0) dan memulai running optimasi.
while (FE to FEmax) 𝒇𝒇𝒇𝒇𝒇𝒇 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = 1 𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑧𝑧 Langkah V: Fase mutualisme
𝑀𝑀𝑀𝑀 =𝑥𝑥𝑚𝑚+𝑥𝑥2 𝑛𝑛
𝐵𝐵𝐵𝐵1 = 1 + 𝑟𝑟𝑡𝑡𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟[𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(0, 1)]
𝐵𝐵𝐵𝐵2 = 1 + 𝑟𝑟𝑡𝑡𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟[𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(0, 1)]
𝑥𝑥𝑚𝑚′ = 𝑥𝑥𝑚𝑚+ [𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(0, 1)] ∗ [𝑥𝑥𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏− (𝐵𝐵𝐵𝐵1∗ 𝑀𝑀𝑀𝑀)]
𝑥𝑥𝑛𝑛′ = 𝑥𝑥𝑛𝑛 + [𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(0, 1)] ∗ [𝑥𝑥𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏− (𝐵𝐵𝐵𝐵2∗ 𝑀𝑀𝑀𝑀)]
𝒊𝒊𝒇𝒇 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑥𝑥′𝑚𝑚) < 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑥𝑥𝑚𝑚) 𝑥𝑥𝑚𝑚 = 𝑥𝑥′𝑚𝑚
𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒊𝒊𝒇𝒇
𝒊𝒊𝒇𝒇 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑥𝑥′𝑛𝑛) < 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑥𝑥𝑛𝑛) 𝑥𝑥𝑛𝑛 = 𝑥𝑥′𝑛𝑛
𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒊𝒊𝒇𝒇 𝐵𝐵𝐹𝐹 = 𝐵𝐵𝐹𝐹 + 2 Langkah VI: Fase komensalisme
𝑥𝑥𝑚𝑚′ = 𝑥𝑥𝑚𝑚+ [𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(0, 1)] ∗ [𝑥𝑥𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏− (𝐵𝐵𝐵𝐵1∗ 𝑀𝑀𝑀𝑀)]
𝒊𝒊𝒇𝒇 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑥𝑥′𝑚𝑚) < 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑥𝑥𝑚𝑚) 𝑥𝑥𝑚𝑚 = 𝑥𝑥′𝑚𝑚
𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒊𝒊𝒇𝒇 𝐵𝐵𝐹𝐹 = 𝐵𝐵𝐹𝐹 + 1
𝒊𝒊𝒇𝒇 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(0, 1) < 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(0, 1) Langkah VII: Fase kleptoparasitisme
𝑟𝑟𝑓𝑓 = 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(0, 1) 𝑓𝑓𝑓𝑓 = 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(−2, 2) 𝑐𝑐𝑡𝑡𝑓𝑓𝑓𝑓 = 𝑟𝑟𝑓𝑓 ∗ 𝑓𝑓𝑓𝑓
𝑥𝑥𝑚𝑚′ = 𝑥𝑥𝑚𝑚+ 𝑐𝑐𝑡𝑡𝑓𝑓𝑓𝑓 ∗ (𝑥𝑥𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏− 𝑥𝑥𝑚𝑚)
𝒊𝒊𝒇𝒇 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑥𝑥′𝑚𝑚) < 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑥𝑥𝑚𝑚) 𝑥𝑥𝑚𝑚 = 𝑥𝑥′𝑚𝑚
20
𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒊𝒊𝒇𝒇 𝐵𝐵𝐹𝐹 = 𝐵𝐵𝐹𝐹 + 1
𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒊𝒊𝒇𝒇 Langkah VII: Fase parasitisme
𝑃𝑃𝑀𝑀 = 𝑥𝑥𝑚𝑚
𝒊𝒊𝒇𝒇 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑃𝑃𝑀𝑀) < 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑡𝑡𝑟𝑟𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓(𝑥𝑥𝑛𝑛) 𝑥𝑥𝑛𝑛 = 𝑃𝑃𝑀𝑀
𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒊𝒊𝒇𝒇 𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒊𝒊𝒇𝒇
𝐵𝐵𝐹𝐹 = 𝐵𝐵𝐹𝐹 + 1
Langkah VIII: Pengecekan apakah kriteria terminasi sudah terpenuhi 𝒊𝒊𝒇𝒇 𝐵𝐵𝐹𝐹 ≥ 𝐵𝐵𝐹𝐹𝑚𝑚𝑚𝑚𝑥𝑥
𝑏𝑏𝑟𝑟𝑓𝑓𝑟𝑟𝑏𝑏 𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒊𝒊𝒇𝒇 𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒇𝒇𝒇𝒇𝒇𝒇 𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝒘𝒘𝒘𝒘𝒊𝒊𝒆𝒆𝒆𝒆 Keterangan:
fitness = nilai optimum dari interaksi antar organisme x;
popsize = jumlah variasi ekosistem yang ditentukan di awal running;
FE = evaluasi nilai fitness yang dilakukan di tiap akhir fase;
FEmax = stopping criteria dari iterasi dalam sekali running;
run = jumlah running yang dilakukan sampai bilangan bulat z;
MV = MutualVector, koefisien hubungan karakteristik antar organisme dalam fase mutualisme;
BF1 = benefit factor, nilai keuntungan organisme pertama dari interaksi pada simbiosis mutualisme;
BF2 = benefit factor, nilai keuntungan organisme kedua dari interaksi pada simbiosis mutualisme;
𝑥𝑥𝑚𝑚 = organisme pertama dalam fase mutualisme, organisme yang diuntungkan dalam fase komensalisme, atau organisme parasit dalam fase parasitisme;
𝑥𝑥𝑛𝑛 = organisme kedua dalam fase mutualisme, organisme yang tidak diuntungkan maupun dirugikan dalam fase komensalisme, atau organisme inang dari parasit dalam fase parasitisme;
rand(0,1) = nilai acak antara 0 dan 1;
𝑥𝑥𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 = organisme terbaik yang ditentukan dari nilai fitness terkecil;
𝑥𝑥′𝑚𝑚 = organisme pertama (baru) dalam fase mutualisme, organisme yang diuntungkan (baru) dalam fase komensalisme, atau organisme parasit (baru) dalam fase parasitisme;
𝑥𝑥′𝑛𝑛 = organisme kedua (baru) dalam fase mutualisme, organisme yang tidak diuntungkan maupun dirugikan (baru) dalam fase komensalisme, atau organisme inang dari parasit (baru) dalam fase parasitisme;
rand(-2,2) = nilai acak antara -2 dan 2;
coef = koefisien coef yang digunakan dalam algoritma parasitisme; dan PV = duplikasi dari organisme parasit dalam fase parasitisme dan penentu
keberhasilan organisme parasit dalam membunuh inangnya.
3.2. Modifikasi Algoritma
Langkah pertama adalah menyusun algoritma kleptoparasitisme. Langkah kedua adalah modifikasi metode SOS yang berada pada improvisasi fase parasitisme dengan meyisipkan subfase baru bernama kleptoparasitisme. Sehingga baik parasitisme maupun kleptoparasitisme menjadi subfase dalam fase ketiga.
Langkah terakhir adalah pengajuan metode ESOS sebagai hasil modifikasi dan improvisasi dari metode SOS konvensional. Secara singkat, ketiga langkah tersebut digambarkan dalam diagram alir modifikasi algoritma yang dapat dilihat pada Gambar 3.2. sebagai berikut:
Gambar 3.2. Diagram alir modifikasi algoritma.
Start
Algoritma Kleptoparasitisme
Modifikasi Fase Parasitisme
Metode ESOS
Finish
22
3.3. Metode Enhanced Symbiotic Organisms Search (ESOS)
Metode Enhanced Symbiotic Organisms Search (ESOS) adalah metode baru yang ditemukan atas modifikasi dari metode SOS yang ditemukan oleh Cheng dan Prayogo (2014). Metode SOS mempunyai tiga fase simbiosis seperti yang sudah dijelaskan pada subbab 2.3. diatas, sementara metode ESOS mempunyai empat fase. Fase keempat dari metode ESOS bernama kleptoparasitisme, yang algoritmanya diadopsi dari metode Crow Search Algorithm (CSA) yang diciptakan oleh Askarzadeh (2016). Penilitian CSA terinspirasi dari perilaku cerdik burung gagak yang menyimpan cadangan makanan mereka di tempat persembunyian dan dapat sewaktu-waktu diambil kembali saat dibutuhkan.
Pada fase kleptoparasitisme, beberapa algoritma CSA membantu meningkatkan performa pencarian dengan mencari di search space yang dekat dengan solusi eksaknya. Ekosistem akan secara otomatis melewati fase mutualisme dan komensalisme secara berurutan, tetapi akan secara acak masuk ke dalam fase parasitisme atau kleptoparasitisme (tergantung random). Adapun ri adalah angka acak dengan distribusi normal antara 0 dan 1. Nilai acak ri mengikuti nilai yang ditentukan oleh Askarzadeh (2016) dalam penelitiannya, yang dapat dilihat pada persamaan (3.1).
𝑟𝑟𝑓𝑓 = 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(0,1) (3.1)
Kemudian fl adalah jarak jangkauan antara organisme ke-m dalam satu kali running. Nilai fl ditentukan oleh peneliti sendiri dengan mengambil angka acak dengan distribusi normal antara -2 dan 2. Ada kemungkinan pengambilan angka acak untuk fl yang menghasilkan performa pencarian yang lebih baik, namun peneliti belum melakukan hal tersebut karena keterbatasan waktu yang dimiliki.
Definisi fl dapat dilihat pada persamaan (3.2).
𝑓𝑓𝑓𝑓 = 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟(−2,2) (3.2)
Adapun coef adalah koefisien dari selisih nilai yang dimiliki oleh organisme terbaik dan organisme ke-m, yang dapat dilihat pada persamaan (3.3) dan organisme ke-m yang baru didapatkan melalui persamaan (3.4) dapat dilihat sebagai berikut:
𝑐𝑐𝑡𝑡𝑓𝑓𝑓𝑓 = 𝑟𝑟𝑓𝑓 ∗ 𝑓𝑓𝑓𝑓 (3.3)
𝑥𝑥𝑚𝑚′ = 𝑥𝑥𝑚𝑚+ 𝑐𝑐𝑡𝑡𝑓𝑓𝑓𝑓 ∗ (𝑥𝑥𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏− 𝑥𝑥𝑚𝑚) (3.4)
Hubungan permasalahan rangka batang (subbab 2.2.) dengan istilah-istilah biologi dalam ESOS (subbab 2.3. dan 3.3.) akan dijelaskan secara sederhana melalui Tabel 3.1. sebagai berikut:
Tabel 3.1. Tabel Hubungan Istilah Biologi (ESOS) dan Struktur Rangka Batang.
3.4. Verifikasi Algoritma dengan Benchmark Problem
Tabel benchmark problem matematis digunakan untuk verifikasi solusi optimum dari ESOS, seperti yang terlihat pada Tabel 3.2. sebagai berikut:
Istilah-istilah Biologi (dalam ESOS) Struktur Rangka Batang organism matriks baris berisi nilai-nilai
variabel x
matriks baris berisi ukuran profil- profil dalam struktur
fitness nilai fungsi dari matriks baris berisi nilai-nilai variabel x
berat struktur dari matriks baris berisi ukuran profil-profil dalam struktur
bestFitness
nilai fungsi terminimum dari beberapa nilai fungsi dari matriks baris berisi nilai-nilai variabel x
berat struktur teringan dari beberapa matriks baris berisi ukuran profil-profil dalam struktur
bestOrganism
satu matriks baris berisi nilai- nilai variabel x yang dapat menghasilkan nilai fungsi terminimum
satu matriks baris berisi ukuran profil-profil dalam struktur yang dapat menghasilkan berat struktur teringan
run jumlah satu siklus perhitungan dalam metode ESOS
jumlah pencarian berat struktur teringan
FE
evaluasi yang dilakukan dalam siklus perhitungan nilai fungsi dalam metode ESOS
evaluasi yang dilakukan dalam pencarian berat struktur yang teringan
FEmax
batas maksimum
pengevaluasian nilai fungsi dalam siklus perhitungan metode ESOS
batas maksimum pengevaluasian berat struktur dalam pencarian yang teringan
24
(D: Dimensions, M: Multimodal, N: Non-Separable, U: Unimodal, S: Separable).
Tabel 3.2. Tabel Benchmark Function (Cheng dan Prayogo, 2014).
26
3.5. Verifikasi Algoritma dengan Truss Structure Problem
Lima truss structure problem (tiga struktur planar dan dua struktur spasial) diajukan untuk membandingkan solusi optimum dari metode ESOS dengan solusi dari metode-metode lainnya. Material properties dari lima struktur tersebut tercantum pada Tabel 3.3. dan Tabel 3.4. dan ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3.3. sampai Gambar 3.7. sebagai berikut:
Tabel 3.3.Tabel Material Properties untuk Struktur-struktur Rangka Batang berdasarkan Syarat Umum Desain (Literatur-literatur).
Number n-truss Type ρ
(lb/in3) E (ksi) Δ (in) σ
(ksi) D (in2) [min, max]
1 10 P 0.10 1 × 104 2.00 25 [1.62, 33.50]
2 25 S 0.10 1 × 104 0.35 40 [0.10, 3.40]
3 52 P 0.28 3 × 104 - 25 [0.10, 33.50]
4 72 S 0.10 1 × 104 2.00 25 [0.10, 3.20]
5 200 P 0.28 3 × 104 - 10 [0.10, 33.70]
Tabel 3.4.Tabel Material Properties untuk Struktur-struktur Rangka Batang berdasarkan SNI 1729:2015.
Number n-truss Type ρ
(lb/in3) E (ksi) Δ (in) σ
(ksi) D (in2) [min, max]
1 10 P
0.28 2.9 × 104 - 35
[1.62, 33.50]
2 25 S [0.10, 3.40]
3 52 P [0.10, 33.50]
4 72 S [0.10, 3.20]
5 200 P [0.10, 33.70]
Keterangan:
P = plane, struktur rangka batang planar (dua dimensi);
S = space, struktur rangka batang spasial (tiga dimensi);
ρ = berat jenis material profil rangka batang;
E = modulus elastisitas material profil rangka batang;
Δ = displacement izin untuk struktur rangka batang;
σ = stress izin untuk struktur rangka batang; dan
D = batas terkecil dan terbesar untuk profil rangka batang (diambil dari Tabel Baja karangan Ir. Rudy Gunawan).
Gambar 3.3. Struktur rangka 10-batang planar.
Gambar 3.4. Struktur rangka 25-batang spasial.
Gambar 3.5. Struktur rangka 52-batang planar.
28
Gambar 3.6. Struktur rangka 72-batang spasial.
Gambar 3.7. Struktur rangka 200-batang planar.
3.6. Program Optimasi Struktur Rangka Batang
Pemrograman yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan bahasa pemrograman bernama MathWorks Matlab. Secara garis besar, terdapat dua metode inti yang digunakan dan digabungkan, yaitu metode direct stiffness method (DSM) dan metode metaheuristik. DSM telah dibahas dalam subbab 2.1. mengenai analisa struktur rangka batang, bertujuan untuk menghitung tegangan pada batang dan defleksi pada joint struktur.
Sementara metode metaheuristik khususnya mengenai metode SOS dan ESOS telah dibahas dalam subbab 2.3., 2.4., 3.1., 3.2., dan 3.3. Metode metaheuristik digunakan untuk mencari profil-profil batang yang paling efisien untuk digunakan. Kemudian masalah optimasi yang digunakan berupa lima struktur rangka batang planar maupun spasial. Struktur-struktur rangka batang tersebut diambil dari jurnal-jurnal sebagai literatur penelitian ini dan telah dibahas pada subbab 3.5. di atas.
Selain program DSM dan lima program metode metaheuristik (PSO, DE, TLBO, SOS, dan ESOS) yang dibuat menggunakan bahasa pemrograman Matlab, adapun data-data mengenai tiap struktur rangka batang yang ditulis ke dalam program spreadsheet Microsoft Excel. Data-data tersebut berlaku sebagai input-an agar program optimasi dapat dijalankan. Sehingga program dan data-data tersebut berintegrasi untuk menghasilkan struktur dengan berat yang paling efektif (minimum) namun tidak melanggar batasan-batasan pada syarat umum desain (kasus-kasus dalam literatur) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 1729:2015 (terdapat pada subbab 2.2.).
Adapun proses berjalannya program optimasi akan dijelaskan secara sederhana sebagai berikut:
1. Membuat input-an untuk setiap struktur rangka batang (struktur- struktur terdapat pada subbab 3.5.) agar dapat digunakan pada metode DSM, antara lain:
a. Koordinat joint struktur;
b. Nomor-nomor batang;
c. Pengelompokkan batang;
d. Konektivitas batang;
30
e. Jenis perletakan untuk semua joint; dan f. Arah dan besar beban pada joint tertentu.
2. Menentukan parameter-parameter untuk semua metode metaheuristik yang digunakan sebagai konstanta optimasi, seperti:
a. Jumlah populasi (variasi baris matriks);
b. Jumlah iterasi maksimum/ yang dapat terjadi;
c. Batas minimum dan maksimum profil batang; dan d. Koefisien-koefisien khusus untuk beberapa metode.
3. Mencatat profil-profil awal yang dipilih secara acak (random) dari tabel baja ke dalam struktur rangka batang.
4. Menghitung nilai fitness value awal yaitu berat struktur dari proses pada poin ke-3 di atas.
5. Meng-update profil-profil awal menjadi profil-profil baru yang sudah melalui proses pemilihan menggunakan metode metaheuristik (cara memilih profil-profil dapat berbeda antara satu metode dengan metode lainnya).
6. Menghitung kembali nilai fitness value (berat struktur) dari proses pada poin ke-5 di atas.
7. Mencari tegangan batang dan defleksi joint struktur yang terjadi menggunakan metode DSM berdasarkan profil-profil baru dari proses pada poin ke-5 di atas.
8. Membandingkan tegangan batang dan defleksi joint dengan menggunakan:
a. Syarat umum desain (dari kasus-kasus dalam jurnal literatur) dan
b. Standar Nasional Indonesia (SNI) 1729:2015 (terdapat pada subbab 2.2.).
9. Memberi tanda pada profil-profil yang melanggar syarat tegangan, defleksi, dan syarat lainnya dengan nilai yang tak terhingga (constraint violation, bernilai > 0 semakin buruk). Sehingga, profil- profil yang dinilai tidak dapat digunakan tersebut menjadi tidak dapat terpilih pada iterasi berikutnya.
10. Menghitung kembali nilai fitness value (berat struktur) dari proses pada poin ke-8 dan ke-9 di atas.
11. Mengulangi proses iterasi dari poin ke-5 sampai ke-10 sampai jumlah maksimal iterasi yang ditentukan.
12. Hasil berjalannya (sebanyak 30 kali mengikuti jurnal-jurnal literatur) program optimasi oleh tiap metode, antara lain:
a. Berat terbaik (teringan) di antara jumlah running yang ditentukan;
b. Rata-rata dari semua jumlah running yang ditentukan;
c. Standar deviasi dari semua jumlah running yang ditentukan;
d. Ukuran luas penampang profil-profil untuk tiap batang;
e. Nilai-nilai konvergensi dari sekali run (diambil/ diwakili pada run terakhir);
f. Nilai-nilai defleksi dari tiap joint struktur.
g. Nilai-nilai tegangan dari tiap batang;
h. Nilai-nilai kapasitas dari tiap batang; dan
i. Constraint violations, yaitu persentase pelanggaran yang dihasilkan oleh desain terhadap aspek yang ditinjau (seperti defleksi dan tegangan). Semakin kecil nilai persentase constraint violation, maka desain tersebut dapat dikatakan baik karena memenuhi batasan-batasan yang disyaratkan.
Nilai-nilai tersebut juga digunakan dan dapat berfungsi sebagai parameter untuk membandingkan robustness dari masing- masing metode metaheuristik dalam mengoptimasi setiap struktur rangka batang.
Kemudian diagram alir untuk proses pengolahan data dari poin ke-1 sampai ke-12 juga digambarkan dalam diagram alir proses pengolahan data yang dapat dilihat pada Gambar 3.8. sebagai berikut:
32
Gambar 3.8. Diagram alir proses pengolahan data.
Start
Studi Kasus Struktur Rangka Batang
Metode DSM dan Metaheuristik Menghitung berat struktur Mencatat hasil-hasil running
Membandingkan hasil-hasil running dari semua metode Finish