4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Entok
Entok (Cairina moschata) merupakan salah satu unggas air yang dibudidayakan pada tingkat petani tradisional. Entok sebagai salah satu ternak itik domestikasi yang tidak hanya menghasilkan telur dan bulu namun juga dikenal sebagai mesin penetas alami. Produk utama yang diharapkan dari pemeliharaan entok adalah daging, karena entok memiliki bobot badan yang tinggi dibandingkan ayam dan itik (Harun et al., 1998). Entok berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang sekarang dikenal berasal dari upaya seleksi yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Dari seleksi ini dihasilkan entok jantan dengan berat badan sekitar 5--5,5 kg dan entok betina dengan berat badan ekitar 2,5--3 kg. Entok betina mulai bertelur pada usia 6--7 bulan.
Produksi telurnya sekitar 90--120 butir/tahun. Dalam satu periode bertelur, entok betina bisa menghasilkan telur sekitar 15--18 butir (Simanjuntak, 2002).
Itik manila adalah unggas air yang termasuk dalam keluarga (genus) Cairina (Cairina moschata) berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Selain itu, unggas ini memiliki beberapa nama daerah seperti Indian Duck, Muscovite duck, Guenia duck, Turkish duck, Pato dan lain-lain. Unggas ini disebut Bebek Barbary dalam konteks kuliner dan di Pulau Jawa, Indonesia bebek ini dikenal dengan mentok (entok) atau itik Manila. Entok memiliki ciri-ciri yaitu kepala besar dan kasar, di atas kepala terdapat bulu yang dapat berdiri tegak jika iti k ini di serang, memiliki paruh dengan ukuran kecil dan pendek, leher dan tubuh tidak berbentuk sudut lancip, punggung panjang, dadanya lebar dan tidak menonjol, memiliki sayap yang panjang dan kuat (Samosir, 1983). kaki relatif lebih pendek dibandingkan tubuhnya; jarinya mempunyai selaput renang, bulu berbentuk cekung, tebal dan berminyak. Itik manila memiliki lapisan lemak di bawah kulit; dagingnya tergolong gelap (dark meat) tulang dada itik manila datar seperti sampan (Suharno and Setiawan, 1999).
Menurut Scanes et al. (2004) klasifikasi itik manila termasuk Klas: Aves, Sub filum: Vertebrata, Ordo: Anseriformes, Super ordo: Carinatae, Genus: Cairina, Spesies: Anas platryhynchos. Itik manila bersifat pemakan segala (omnivorus) yaitu memakan bahan dari tumbuhan dan hewan seperti biji-bijian, rumput-rumputan, ikan, bekicot dan keong. Itik manila yang terdapat di Indonesia umumnya tipe pedaging, mengalami dewasa kelamin pada umur 20-22 minggu.
5
Pertumbuhan itik manila sangat bervariasi diantara itik jantan dan betina, pola pemeliharaan dan keragaman antar individu. Bintang (2001) menyatakan, bobot badan entok jantan dan betina umur 12 minggu yang mendapat pakan dengan kandungan protein kasar (PK) 15% pada umur 3-6 minggu dan PK 12% pada umur 6-12 minggu adalah 2.193,04 gram dan 1.539,5 gram. Keunggulan lainnya yaitu entok memiliki persentase karkas dan kualitas daging yang lebih baik dibandingkan itik. Persentase karkas entok jantan berkisar antara 61,7 – 62,9% (Sciavone et al. 2010).
Tabel 1. Perfoma Karkas Entok
Parameter Umur 12 minggu
Bobot Potong 1801 gra
Bobot Karkas 1123 grb
Persentase Karkas 61,24-71,23%c
Bobot Lemak Abdominal 15-20 gra
Persentase Lemak Abdominal 0,9%d
Sumber: Suryana (2016)a, Shinta (2019)b, Suryana et al. (2012)c, Ismoyowati(1999)d Tabel 2. Kebutuhan Nutrien Entok
Kandungan nutrien Grower
Protein kasar (%) 18,0a
ME ( kkal/kg) 2800,0a
Lemak kasar (%) 7,0b
Serat kasar (%) Max 7,0b
Kalsium (%) 0,6c
Phospor tersedia (%) 0.3c
Sumber: Hardjosworo and Rukmiasih (2000)a, SNI (2006)b, NRC (1994)c B. L-Karnitin
Karnitin adalah senyawa yang mengandung nitrogen dengan berat molekul yang rendah yang melayani bolak-balik gugus asil lemak melintasi membran mitokondria.
Karnitin disintesis dan lisin yang diikat oleh protein (Montgomery et al., 1983). L- Karnitin adalah senyawa yang mengandung nitrogen dengan berat molekul rendah yang membantu oksidasi asam lemak rantai panjang ke dalam mitokondria dan merangsang tindakan penghematan protein dengan meningkatkan energi (Hajibabaei et al., 2008).
L-Karnitin mempunyai nama kimia 3-hidroksi-4-trimetilaminobutirat. L- Karnitin merupakan senyawa yang mirip asam amino. L-Karnitin pada jaringan hewan ditemukan dalam tiga bentuk, yaitu Karnitin bebas, asil Karnitin rantai pendek yang larut dalam asam dan asilkarnitin rantai panjang yang tidak larut dalam asam. L-
6
Karnitin merupakan nutrien non-esensial karena sebagian besar hewan dapat mensintesis sendiri dari asam amino dalam tubuhnya. Pada mamalia, L-Karnitin disintesis terutama dalam hati dan ginjal yang berasal dari asam amino lisin dan metionin (Suwarsito, 2004). Fungsi utama L-Karnitin adalah memfasilitasi transport asam lemak rantai panjang yang ada di sitoplasma agar dapat melintasi membrane dalam mitokondria sampai matriks mitokondria, tempat terjadinya β oksidase (Sargowo 2001).
L-Karnitin mempunyai potensi yang positif untuk meningkatkan pertumbuhan dan katabolisme lemak sehingga sangat dibutuhkan dalam pakan yang mengandung lemak (Mohseni et al., 2008). Penambahan L-karnitin dalam pakan yang mengandung lemak sangat dibutuhkan, L-karnitin berperan dalam transfer asam lemak rantai panjang untuk melintasi membran dalam mitokondria menuju ke matriks mitokondria sehingga meningkatkan hasil energinya (Owen et al., 1996). Penggunaan L-karnitin dalam ransum konsentrasinya 2-3 kali bobot badannya.
Selanjutnya Suplementasi L-karnitin juga dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol daging, dapat meningkatkan digestibilitas nutrient, memperbaiki konversi pakan dan dapat menurunkan kandungan lemak karkas (Owen et al., 2001).
Dengan demikian akan mengurangi kadar lemak tubuh. Ini berarti akan mengurangi terbentuknya kolesterol, karena lemak merupakan faktor risiko tinggi terhadap kolesterol (Vera, 2006). Mohseni et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian L- Karnitin yang diikuti oleh penambahan lemak dapat meningkatkan deposisi protein yang secara nyata akan memperbaiki bobot potong karena adanya sparring effect baik oleh lemak maupun karbohidrat. Selanjutnya Suplementasi L-Karnitin juga dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol daging, dapat meningkatkan digestibilitas nutrien, memperbaiki konversi pakan dan dapat menurunkan kandungan lemak karkas ( Owen et al., 2001).
C. Minyak Ikan Tuna
Minyak ikan mengandung asam lemak rantai panjang yang saat dikonsumsi akan meningkatkan kandungan lemak dalam tubuh. Untuk meningkatkan fungsi asam lemak tersebut dibutuhkan senyawa yang dapat membantu metabolis. Salah satu senyawa yang dapat membantu metabolisme asam lemak adalah L-karnitin yang
7
mengandung asam lemak omega-3 dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan minyak ikan asal (Moffat et al., 1993).
Minyak ikan tuna adalah minyak yang berasal dari jaringan ikan yang berminyak. Minyak ikan dianjurkan untuk diet kesehatan karena mengandung asam lemak omega-3, EPA (eikosapentaenoat), DHA (dokosaheksaenoat) yang dapat mengurangi peradangan pada tubuh. Tidak semua ikan menghasilkan asam lemak omega-3 akan tetapi hanya ikan yang mengkonsumsi mikroalga saja yang dapat menghasilkan asam lemak tersebut misalkan saja ikan herring dan ikan sarden atau ikan-ikan predator yang memangsa ikan yang mengandung asam lemak omega-3 seperti ikan air tawar, ikan air danau, ikan laut yang gepeng, ikan tuna dan ikan salmon dimungkinkan mengandung asam lemak omega-3 yang tinggi. Minyak ikan mengandung asam lemak yang beragam. Kandungan asam lemak jenuh rendah sedangkan asam lemak tak jenuhnya tinggi terutama asam lemak tak jenuh rantai panjang yang mengandung 20 atau 22 atom C atau lebih. Beberapa asam ini termasuk EPA dan DHA (De Man, 1997).
Minyak ikan tuna bila dipres akan menghasilkan minyak ikan yang banyak mengandung asam lemak omega-3 utamanya EPA (Eikosapentaenoat) 33,6 hingga 44,85% dan DHA (Dokosaheksaenoat) sebanyak 14,64% serta mengandung lemak 5,8% dan TDN 178 kkal/kg (Sudibya et al., 2007). Atas dasar perbedaan kandungan tersebut perlu diteliti untuk dibandingkan. Selanjutnya asam lemak PUFA kaya akan asam arakhidonat 1,14% yang berperan sebagai precursor pembentukan prostaglandin yang berperanan merangsang relaksasi usus halus dan berperan dalam proses penyerapan zat makanan (Turner and Bagnara, 1976).
D. Minyak Ikan Lemuru
Ikan lemuru merupakan salah satu jenis ikan tropis yang mengandung komponen asam lemak omega-3 dalam jumlah yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan ikan lemuru di alam banyak memakan plankton-plankton maupun mikro alga yang banyak memproduksi komponen asam lemak omega-3. Ikan lemuru mengandung 13,7% EPA, 8,9 DHA dan 26,8 % total omega-3 dari total minyak (Estiasih et al., 2008).
Penggunaan minyak ikan lemuru dalam ransum unggas pedaging ternyata dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol daging, tetapi sebaliknya menurunkan
8
kinerja unggas (Supadmo, 2000). Penggunaan kedua jenis minyak, baik secara sendiri- sendiri maupun kombinasinya telah diteliti pada unggas petelur. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan minyak lemuru mampu menurunkan kandungan kolesterol telur dan meningkatkan kandungan Omega-3 secara signifikan, sedang kombinasi kedua jenis minyak (2% minyak lemuru dan 6% minyak sawit) memberikan hasil telur dengan produksi dan kualitas telur yang baik dan rasio Omega-3 dan Omega-6 dalam telur yang seimbang (Sulistiawati, 1998).
Penambahan minyak ikan lemuru yang mengandung L-Karnitin diharapkan dapat mempercepat metabolisme asam lemak yang terdapat dalam minyak ikan karena adanya L-Karnitin yang berfungsi membantu metabolisme asam lemak sehingga pemanfaatan lemak sebagai sumber energi dapat optimal. Pemanfaatan energi dari oksidasi asam lemak tersebut dapat menghemat pembentukan energi dari protein.
Sehingga protein dalam tubuh dapat digunakan untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki kualitas telur. Penambahan L-Karnitin dalam pakan yang mengandung lemak sangat dibutuhkan L-Karnitin berperan dalam transfer asam lemak rantai panjang untuk melintasi membran dan mitokondria menuju ke mantriks ke mitokondria (Owen et al., 2001).
E. Performa Karkas
Produksi daging ternak unggas lokal secara langsung dapat dilihat dari bobot, persentase karkas dan banyaknya proporsi bagian karkas yang bernilai tinggi (Damayanti, 2003). Komponen karkas yang paling mahal adalah otot. Otot merupakan bagian utama yang penting sebagai sumber daging, sebab kualitas karkas ditentukan oleh jumlah daging yang terdapat pada karkas. Daging dada, paha dan sayap, merupakan daging yang dominan pada karkas, sehingga besarnya komponen tersebut dijadikan ukuran untuk membandingkan kualitas daging pada unggas (Yuwanta, 2004).
Rata-rata berat potong itik pedaging tertinggi dihasilkan perlakuan Larutan PJ 9(herbal 9ml/ekor/hari) sebesar 1900 gr/ekor dan terendah pada perlakuan PJ 0(tanpa larutan herbal) sebesar 900,89 gr/ekor. Rata-rata berat karkas itik pedaging yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan PJ 9 sebesar 1400 gr/ekor terendah perlakuan PJ 0 sebesar 1210 gr/ekor. Rata-rata persentase karkas itik tertinggi dihasilkan oleh perlakuan PJ 9 sebesar 73,33% dan terendah perlakuan PJ 0 sebesar 69,14%. Rata
9
persentase lemak abdominal itik tertinggi dihasilkan oleh perlakuan Pj 0 sebesar 20,40% dan terendah perlakuan PJ 9 sebesar 15,15% (Nana, 2018).
1. Bobot Potong
Bobot potong merupakan parameter ekonomis dalam budidaya ternak dan merupakan hasil akumulasi pertumbuhan selama pemeliharaan yang sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi. Pertumbuhan pada unggas diartikan sebagai pertambahan bobot badan karena meliputi seluruh bagian tubuhnya secara serentak dan merata (North, 1978). Pertumbuhan jaringan otot, tulang serta organ lain yang dicerminkan oleh pertambahan berat badan sebagai totalitas pertumbuhan dalam kurun waktu tertentu tidak sama, ada yang cepat dan ada yang lambat (Simanullang, 2015).
Kecepatan pertumbuhan mempunyai variasi yang cukup besar, salah satunya bergantung kepada kualitas ransum yang digunakan. Bintang dkk. (1997) dalam penelitiannya melaporkan bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan gizi dalam ransum akan mengakibatkan tingginya bobot badan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena ransum yang mengandung kepadatan gizi tinggi umumnya lebih palatabel, selain mengandung serat kasar yang lebih rendah dan kadar energi metabolis yang tinggi. Selanjutnya nutrisi yang lebih sedikit terserap mengakibatkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh itik ikut terhambat sehingga pertambahan bobot badan yang diperoleh menjadi tidak optimal.
Perbedaan kandungan energi dan protein dalam ransum turut berpengaruh terhadap konversi ransum yang diperoleh. Iskandar dkk. (2001) melaporkan bahwa semakin tinggi tingkat energi dan protein ransum, konversi ransum yang diperoleh akan semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemakaian energi dan protein yang semakin tinggi akan memberikan nilai yang lebih ekonomis dari segi pemberian ransum, karena konsumsi ransum yang lebih rendah memberikan tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
2. Bobot dan Presentase Karkas
Bobot karkas diperoleh dengan cara mengurangi bobot badan dengan darah, bulu, leher, kepala, shank dan organ dalam kecuali paru-paru dan ginjal (Santoso, 2000 dalam Irham, 2012). Persentase karkas diperoleh dari berat karkas dibagi bobot hidup dikali 100% (Abubakar dan Nataamijaya, 1999). Persentase karkas entok dewasa
10
sebesar 66,64% (Iskandar et al., 1993; Triyantini, 1999). Galal et al., (2011) menyatakan persentase karkas entog yang dipotong umur 12 minggu adalah 70.38%.
Resnawati (2004) menyatakan bobot karkas yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, bobot potong, besar dan komformasi tubuh, perlemakan, kualitas dan kuantitas ransum serta strain yang dipelihara. Williamson dan Payne (1993) menyatakan faktor yang mempengaruhi persentase karkas yaitu bangsa, jenis, kelamin, umur, makanan, kondisi fisiknya dan lemak abdomen.
3. Persentase Lemak Abdominal
Berat lemak abdominal itik dapat diketahui dengan cara menimbang lemak yang didapat dari lemak yang berada pada sekeliling gizzard dan lapisan yang menempel antara otot abdominal serta usus dan selanjutnya ditimbang (Salam et al., 2013).
Persentase lemak abdominal (%) diperoleh dengan membandingkan berat lemak abdominal dengan bobot potong (g) dikalikan 100% (Nirwana, 2011).
Berat lemak abdominal cenderung meningkat dengan bertambahnya berat badan (Dewanti et al., 2013). Faktor yang mempengaruhi pembentukan lemak abdominal antara lain umur, jenis kelamin, spesies, kandungan nutrisi, dan suhu lingkungan.
Setiawan dan Sujana (2009) berpendapat bahwa pembentukan lemak tubuh pada ayam terjadi karena adanya kelebihan energi yang dikonsumsi. Energi yang digunakan tubuh umumnya berasal dari karbohidrat dan cadangan lemak. Sumber karbohidrat dalam tubuh mampu memproduksi lemak tubuh yang disimpan di sekeliling jeroan dan di bawah kulit.
Penambahan protein dalam ransum entog berpengaruh nyata tehadap bobot lemak abdomen entog. penurunan kamdungan protein dalam ransum grower dari 15%
menjadi 12%, menyebabkan peningkatan bobot lemak abdomen pada jantan, sedangkan pada betina tidak demikian. Presentase lemak abdominal yang diberikan ransum dengan kandungan protein 15% pada entog jantan adalah 18,1g dan betina 48,4g, sedangkan Presentaselemak abdominal yang diberikan ransum dengan kandungan protein 12% pada entog jantan adalah 40g dan betina 54g (Bintang, 2001).
11 HIPOTESIS
Pemberian L-karnitin dan minyak ikan dalam ransum dapat meningkatkan performa karkas entok betina periode grower meliputi bobot potong, bobot karkas dan presentase karkas, serta bobot lemak abdominal dan presentase lemak abdominal.