• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN MENGGUNAKAN PIAS KATA ASOSIASI GAMBAR PADA

SISWA TUNAGRAHITA KELAS D2C1SEMESTER II SLB-ABCD YBS SIMO BOYOLALI TAHUN

PELAJARAN 2011/2012

SKRIPSI

Oleh:

SUNARSIH

(2)

commit to user

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN\

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Sunarsih

N I M : X.5211023

Jurusan/Program Studi : Ilmu Pendidikan / Pendidikan Luar Biasa

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul: ”UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN MENGGUNAKAN PIAS KATA ASOSIASI GAMBAR PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS D2 C1 SEMESTER II SLB-ABCD YBS SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasi jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Juni 2012 Yang membuat pernyataan

Sunarsih

(3)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN MENGGUNAKAN PIAS KATA ASOSIASI GAMBAR PADA

SISWA TUNAGRAHITA KELAS D2C1SEMESTER II SLB-ABCD YBS SIMO BOYOLALI TAHUN

PELAJARAN 2011/2012

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

Oleh : SUNARSIH NIM. X 5211023

(4)

commit to user

(5)
(6)

commit to user ABSTRAK

Sunarsih. ”UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN MENGGUNAKAN PIAS KATA ASOSIASI GAMBAR PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS D2C1SEMESTER II SLB- ABCD YBS SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012”. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca pemulaan menggunakan pias kata asosiasi gambar pada siswa tunagrahita kelas D2C1Semester II SLB-ABCD YBS Simo Boyolali tahun pelajaran 2011/2012.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa tunagrahita kelas D2C1

semester II SLB ABCD YBS Simo Boyolali tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 4 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi untuk mengamati aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran kemampuan membaca permulaan menggunakan pias kata asosiasi gambar, dokumentasi untuk memperoleh data kemampuan membaca permulaan awal, sedangkan tes digunakan untuk memperoleh data kemampuan membaca permulaan siklus I dan II. Teknik analisis data digunakan analisis deskriptif komparatif, yakni dengan membandingkan kemampuan membaca permulaan antarsiklus, yang dianalisis adalah kemampuan membaca permulaan siswa sebelum menggunakan pias kata asosiasi gambar dan kemampuan membaca permulaan siswa setelah menggunakan pias kata asosiasi gambar sebanyak dua siklus.

Hasil penelitian data awal nilai kemampuan membaca permulaan, diketahui nilai rata-rata sebesar 51,25. Seluruh siswa mendapat nilai kurang dari 60,00 dan belum ada yang tuntas. Hasil tes pada siklus I, diketahui nilai rata-rata kemampuan membaca permulaan sebesar 56,25, ketuntasan secara klasikal telah mencapai 50,00%. Hasil tes pada siklus II, diketahui nilai rata-rata kemampuan membaca permulaan sebesar 63,75, seluruh siswa siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih (tuntas belajarnya). Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100,00%.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pias kata asosiasi gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa tunagrahita kelas D2C1 SLB ABCD YBS Simo Boyolali tahun pelajaran 2011/2012.

Kata kunci: kemampuan membaca permulaan, pias kata asosiasi gambar, siswa tunagrahita.

(7)

ABSTRACT

Sunarsih. “AN EFFORT TO INCREASE THE ABILITY OF BEGINNING READING USING WORD LIST OF PICTURE ASSOCIATION ON THE MENTALLY RETARDED CLASS D2C1 SEMESTER II SLB ABCD YBS SIMO BOYOLALI IN THE SCHOOL YEAR 2011/2012”. Thesis, Surakarta:

The Faculty of Teacher training and Science Education, Sebelas Maret University, Jule, 2012.

The aim of this study is to increase the ability of beginning reading using word list of picture association on the mentally retarded class D2C1semester II SLB-ABCD YBS Simo Boyolali in the school year 2011/2012.

The approach used in this study is Class Action Research (CAR). The subject of this study is all of elementary class D2C1 students semester II in SLB- ABCD YBS Simo Boyolali in the school year 2011/2012 that consisting of 4 students. This study uses observation as the technique to collect the data. It observes the teacher’s activity and the students’ activity in teaching the ability of beginning reading using word list of picture association. Documentation is used to get the data of the early ability of beginning reading , while the test is used to get the data of the ability of beginning reading in the cycles I and II. To analyze the data this sudy uses descriptive comparative analysis, that is by comparing the ability of beginning reading inter-cycles. The data being analyzed are the ability of beginning reading before applying word list of picture association and the ability of beginning reading after applying word list of picture association, two cycles.

From the early data about the value of ability of beginning reading, the result of this study shows that the average value is 51.25. All of the students get value less than 60.00, so no one passes. The result of the test in the cycle I shows that the average value of ability of beginning reading is 56.25, so the classical exhaustiveness has reached 50.00%. The result of the test in the cycle II shows that the average value of ability of beginningreading is 63.75, all of the students get value 60.00 or more (it’s better than before) So the classical exhaustiveness has reached 100.00%.

Based on the result of this study, it can be concluded that using word list of

(8)

commit to user MOTTO

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah ... “ (Q.S. Ali Imron: 110).

(9)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

(10)

commit to user KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan penelitian tindakan kelas ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si., pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas.

3. Drs. Hermawan, M.Si,, Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi.

4. Drs. Munawir Yusuf, M.PSi., selaku pembimbing I yang telah memberikan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Sugini, M.Pd., selaku pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Drs. Wahyoto, Kepala SLB ABCD YBS Simo Boyolali yang telah memberikan ijin tempat penelitian dan informasi yang dibutuhkan penulis.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian tindakan kelas ini.

(11)

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya juga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga kebaikan Bapak, Ibu, mendapat pahala dari Allah SWT., dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

(12)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PENGAJUAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN ABSTRAK ... vi

HALAMAN ABSTRACT ... vii

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS ... 6

A. Kajian Teori ... 6

1. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita ... 6

2. Tinjauan tentang Kemampuan Membaca Permulaan ... 11

3. Tinjauan tentang Pias Kata Asosiasi Gambar... 21

B. Kerangka Pemikiran ... 26

C. Hipotesis ... 27

(13)

Halaman

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

A. Setting Penelitian ... 28

B. Subyek Penelitian ... 28

C. Data dan Sumber Data ... 29

D. Teknik Pengumpulan Data ... 29

E. Validitas Data ... 33

F. Analisis Data ... 34

G. Indikator Penelitian... 34

H. Prosedur Penelitian ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pelaksanaan Penelitian... 36

B. Hasil Penelitian ... 47

C. Pembahaan Hasil Penelitian ... 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Simpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 58

(14)

commit to user DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian... 28 Tabel 3.2. Daftar Siswa Tunagrahita Kelas D2C1Semester II SLB-ABCD

YBS Simo Boyolali sebagai Subyek Penelitian. ... 29 Tabel 4.1. Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Kelas D2C1

SLB ABCD YBS Simo Boyolali pada Kondisi Awal ... 37 Tabel 4.2. Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Kelas D2C1

SLB ABCD YBS Simo Boyolali pada Siklus I ... 47 Tabel 4.3. Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Kelas D2C1

SLB ABCD YBS Simo Boyolali pada Siklus I ... 48 Tabel 4.4. Kemampuan Membaca Permulaan Setiap Siklus Menggunakan

Pias Kata Asosiasi Gambar ... 50 Tabel 4.5. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Setiap Siklus ... 51

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ... 27 Gambar 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 35

(16)

commit to user DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Menggunakan

Pias Kata Asosiasi Gambar ... 50 Grafik 4.2. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Setiap Siklus .... 51

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian... 58

Lampiran 2. Daftar Siswa Tunagrahita Kelas D2C1SLB ABCD Simo Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012 Sebagai Sampel Penelitian ... 59

Lampiran 3. Kisi-kisi Instrumen Membaca Permulaan ... 60

Lampiran 4. Silabus ... 61

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ... 64

Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 71

Lampiran 7. Pos Test Siklus I ... 78

Lampiran 8. Pos Test Siklus II ... 80

Lampiran 9. Pedoman Penilaian ... 82

Lampiran 10. Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Kelas D2C1SLB ABCD Simo Kondisi Awal... 83

Lampiran 11. Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Kelas D2C1SLB ABCD Simo Siklus I ... 84

Lampiran 12. Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Kelas D2C1SLB ABCD Simo Siklus II ... 85

Lampiran 13. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus I) ... 86

Lampiran 14. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus II) ... 87

Lampiran 15. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus I) ... 88

Lampiran 16. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus II) ... 89

Lampiran 17. Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 90

Lampiran 18. Perijinan Penelitian ... 92

(18)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa dalam kehidupan sehari-hari sangat memegang peranan penting, terutama dalam mengungkapkan pikiran seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari tidak ada seorangpun yang dapat meninggalkan bahasa. Konsep, pikiran dan angan-angan serta mengungkapkan perasaan manusia diungkapkan dengan bahasa. Baik dengan bahasa lisan, bahasa tertulis maupun bahasa isyarat. Selain sebagai alat bantu mengungkapkan pikiran, bahasa juga digunakan sebagai alat komunikasi. Komunikasi dengan penggunaan bahasa digunakan setiap orang termasuk anak berkebutuhan khusus. Umumnya ABK mengalami hambatan bahasa termasuk di dalamnya anak tunagrahita. Hambatan yang dialami anak tunagrahita salah satunya membaca.

Dalam berkomunikasi anak tunagrahita banyak mengalami kesulitan untuk mendapatkan kosakata yang sesuai untuk mengungkapkan apa yang diinginkan.

Hal ini dapat dimaklumi karena mereka mengalami kekurangan dalam hal perbendaharaan kata yang disebabkan oleh IQ anak tunagrahita 70 ke bawah.

Menurut Japan League for Mentally Retarded adalah ”lambannya fungsi intelektual, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes inteligensi baku dan terjadi pada masa perkembangannya, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun”

(Geniofam, 2010: 10).

Agar terciptanya kegiatan belajar mengajar yang ramah dan menyenangkan, dan dapat meningkatkan kemampuan membaca anak maka guru dalam menyampaikan materi melalui simulasi merangkai kartu hutuf.

“Mengingat karakteristik dan hambatan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus (ABK), maka ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus. Yakni pola pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka”

(Santoso, 2010: 128).

(19)

Anak berkelainan mental atau tunagrahita, yaitu “anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendah atau di bawah rata-rata, sehingga untuk mengerjakan tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk kebutuhan program pendidikan dan bimbingan“

(Efendi, 2006: 9). Perkembangan anak tunagrahita salah satunya adalah perkembangan kemampuan membaca dalam mengikuti pelajaran bahasa Indonesia diharapkan anak tunagrahita dapat mengikuti sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan di SDLB.

Kemampuan membaca merupakan modal dasar bagi siswa dalam pembelajaran di sekolah, karena dengan membaca siswa dapat memberikan makna terhadap tulisan. Menurut Dechant yang dikutip Zuhdi (2007:21),

”membaca adalah proses pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis”. Lebih lanjut Smith mendefinisikan ”membaca sebagai proses komunikasi yang berupa pemerolehan informasi dari penulis oleh pembaca”

(Zuhdi, 2007:21). Secara umum anak tunagrahita memiliki karakteristik antara lain mengalami kesulitan belajar terutama dalam memahami keterampilan membaca permulaan sangat rendah dan cenderung pasif, siswa hanya mampu meniru bila disuruh menirukan oleh guru, siswa hanya mampu menunjuk bila disuruh menunjukkan kata oleh guru. Siswa hanya mampu berbuat sesuatu bila ada perintah dari guru dan harus dipandu oleh guru. Menurut Choiri dan Yusuf (2008: 56) bahwa “anak tunagrahita mempunyai ciri-ciri fisik dan penampilan perkembangan bicara/bahasa terlambat, dengan ciri-ciri: (1) keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif dan (3) terjadi perkembangan sampai usia 18 tahun“.

(20)

commit to user

3

Pengajaran anak tunagrahita memerlukan bantuan media pembelajaran yang tepat agar siswa dapat berusaha neningkatkan kreatifitas sehingga kemampuan membaca dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi anak. Guru-guru di SLB/C dalam prakteknya hampir seluruhnya menerapkan prinsip-prinsip pengajaran dengan ceramah. Pemakaian metode ceramah masih dianggap tidak efektif untuk segala suasana oleh sebagian guru. Akibat dari model pembelajaran seperti itu, membuat aktifitas siswa menjadi pasif, sehingga anak akan: 1) tidak akan tertarik untuk belajar membaca; 2) tidak senang belajar bahasa Indonesia khususnya membaca; 3) pasif di waktu kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia berlangsung; 4) tidak mampu memahami materi bahasa Indonesia.

Bantuan yang diperlukan bagi anak tunagrahita untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan dengan menggunakan pias kata ssosiasi gambar sehingga siswa berusaha meningkatkan keaktifan dan kemampuan membaca dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi anak.

Di dalam pelajaran Bahasa Indonesia terdapat beberapa jenis kartu kata yang digunakan sebagai alat peraga dalam membantu siswa membaca antara lain berupa kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata, dan kartu gambar”. Pias kata adalah alat peraga berbentuk huruf, suku kata, dan kata. Untuk mengetahui seberapa dalam dan luas pengetahuan serta seberapa dalam penguasaan kemampuan siswa yang telah diberikan, guru memberikan evaluasi atau tes tentang membaca. Melalui tes membaca dapat diketahui lancar tidaknya kemampuan siswa dalam membaca permulaan. Melihat kondisi seperti itu, peneliti mencoba menggunakan pias kata asosiasi gambar.

Gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya.

Menurut Gerlach & Ely (dalam Anitah, 2004:22) mengatakan bahwa “gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil.”

Melalui gambar dapat ditunjukkan sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman

(21)

siswa, selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang maksud bacaan yang ada di dalamnya. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa tunagrahita (C).

Pembelajaran pias kata asosiasi gambar di sini dimaksudkan pembelajaran membaca dengan memanfaatkan pias kata disertai dengan gambar yang sesuai dengan maksud pias kata sehingga keduanya ada interaksi yang memudahkan siswa untuk membaca permulaan bagi siswa tunagrahita.

Atas dasar latar belakang masalah di atas, penulis ingin meneliti lebih jauh penggunaan pias kata sisiasi gambar untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan dengan mengambil judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Dengan Menggunakan Pias Kata Asosiasi Gambar Pada Siswa Tunagrahita Kelas D2 C1 Semester II SLB-ABCD YBS Simo Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah penggunaan pias kata asosiasi gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita kelas D2 C1Semester II SLB-ABCD YBS Simo Boyolali tahun pelajaran 2011/2012?“.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

(22)

commit to user

5

1. Manfaat teoritis

a. Memudahkan memahami materi membaca permulaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

b. Meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak tunagrahita.

c. Menambah rasa senang dalam mempelajari Bahasa Indonesia khususnya membaca menggunakan pias kata sosiasi gambar.

d. Menambah khasanah ilmu tentang penggunaan pias kata sosiasi gambar dalam pembelajaran membaca permulaan anak tunagrahita.

2. Manfaat Praktis

a. Menambah variasi media pembelajaran sebagai alternatif untuk meningkatkan membaca permulaan.

b. Meningkatkan keterampilan mengelola kegiatan belajar mengajar membaca permulaan bagi anak tunagrahita menggunakan pias kata sosiasi gambar.

c. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi peneliti tindakan kelas di masa mendatang.

d. Mengetahui kegunaan pias kata sosiasi gambar dalam meningkatkan membaca permulaan pada anak tunagrahita.

(23)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita a. Pengertian Anak Tunagrahita

Ada beberapa istilah mengenai anak tunagrahita, yaitu terbelakang mental, tuna mental, lemah otak, lemah fikiran, dan mentaly retarded. Smith, Ittenbach, dan Patton (2002: 43) mengemukakan bahwa:

People who are mentally retarded overtime have been referred to as dumb, stupid, immature defective, deficient, subnormal, incompetent, and dull. Terms such as idiot, imbecile, moron and feebleminded were commonly used historically to label this population. Although the word faal referred to those who lwere mentally ill, and the word idiot was directed toward individuals who were severely retarded, these terms were frequently used interchangeably.

Maksud dari kutipan di atas adalah retardasi mental dengan istlah dungu (dumb), bodoh (stupid), tidak masuk (immature), cacat (defective), kurang sempurna (deficient), di bawah normal (subnormal), tidak mampu (incompetent), dan tumpul (dull). Istilah lainnya idiot, imbecile, moron, dan feebleminded, mengarah individu yang cacat berat, istilah-istilah tersebut sering digunakan secara bergantian.

Menurut Munzayanah (2000: 13), “Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam bidang intelektual serta seluruh kepribadiannya, sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri di dalam masyarakat”.

(24)

commit to user

7

Dari pengertian-pengertian seperti yang dikemukakan di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud anak tunagrahita adalah mereka yang jelas-jelas mengalami keterlambatan dalam perkembangan kecerdasan, sehingga untuk mengembangkan potensinya secara optimal diperlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Karena kelainannya itu maka mereka mengalami kesulitan dalam belajarnya dimana mereka terlihat sering ketinggalan dari teman-temannya yang normal.

b. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Klasifikasi diperlukan untuk memudahkan pemberian bantuan atau pelayanan kepada anak tunagrahita. Dalam pengklasifikasian ini terdapat berbagai cara sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu dan ahli yang mengemukakannya.

Dalam jurnal internasional, Oliver & Williams (2005: 6) menjelaskan bahwa:

Generally tunagrahita child characreristics in term of academic, social/emotional, physical/health. In addition it is also necessary to review ketunagrahitaan heavy and light, so it needs to be discussed characreristics tunagrahita lightweight, tunagrahita medium, and heavy and very heavy tunagrahita.

(Secara umum karakteristik anak tunagrahita ditinjau dari segi akademik, sisial/emosional, fisik/kesehatan. Di samping perlu pula ditinjau berat dan ringannya ketunagrahitaan, sehingga perlu dibahas karakteristik tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, tunagrahita berat dan sangat berat).

Berdasarkan klasifikasi di atas penulis akan meneliti siswa tunagrahita ringan tergolong mampu didik. "Anak tunagrahita sedang/ringan adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal" (Efendi, 2006: 90).

Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: 1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; 2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; 3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.

Kesimpulan anak tunagrahita mampu didik adalah anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.

(25)

c. Faktor Penyebab Tunagrahita

Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar diri anak. Adapun faktor penyebab tunagrahita menurut beberapa ahli adalah:

Menurut Efendi (2006: 91), bahwa "sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen)." Faktor endogen yaitu faktor ketidaksempuraan psikobiologis dalam memindahkan gen, sedangkan faktor eksogen yaitu faktor yang terjdi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport yang dikutip Efendi (2006: 91) dapat dirinci melalui jenjang sebagai berikut:

1) kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma;

2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur;

3) kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi;

4) kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio;

5) kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelaihiran;

6) kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin;

7) kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab anak tunagrahita adalah: pada masa prenatal kekurangan vitamin, gangguan psikologis sang ibu, gangguan kelainan janin; pada masa natal proses kelahiran tidak sempurna, masa pos natal, anak tunagrahita dapat disebabkan pada waktu kecil pernah sakit secara terus menerus; faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan. Di samping itu juga disebabkan

(26)

commit to user

9

1) Penampilan fisik tidak seimbang, mislanya kepala terlalu kecil/besar;

2) Tidak dapat mengurus diri sndiri sesuai usia;

3) Perkembangan bicara/bahasa terlambat;

4) Tidak ada atau kurang perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong);

5) Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali);

6) Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).

Amin (2005: 34) menguraikan ciri-ciri anak tunagrahita sebagai berikut:

Kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing, struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari anak normal.

Pendapat lain dikemukakan oleh Munzayanah (2000: 24) bahwa:

Karakteristik yang nampak serta banyak terjadi pada siswa penyandang tunagrahita adalah: rasa merusak sebagai dasar perkembangan, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil.

Smith, et.all. yang dikutip Mumpuniarti (2007: 10-11) menguraikan ciri-ciri anak tunagrahita sebagai berikut:

1) Kondisi kecerdasan fungsional

a) Asesmen fungsi kecerdasan harus diperoleh dari berbagai sumber informasi, dan kesepakatan sebagai cacat mental merupakan tanggungjawab bersama secara tim multidisipliner.

b) Skala skor IQ kurang dari 75.

2) Adaptasi tingkah laku

a) Harus diukur secara langsung seperti ukuran pada evaluasi performance individu dibandingkan dengan kelompok usia sebaya yang sama (same-age peers) dari latar belakang budaya yang sama.

b) Teridentifikasi deficit dalam dua atau lebih bidang keterampilan adaptif.

3) Periode perkembangan

a) Sampai usia 21 atau di bawahnya.

b) Ketidaksesuaian secara terus menerus sampai lebih dari satu tahun.

4) Performance dalam bidang pendidikan

a) Evaluasi tampilan pada bidang pendidikan dalam konteks arus lingkungan.

b) Teridentifikasi deficit dalam seluruh bidang akademik inti (matematika, bahasa, membaca, seni, dan science).

(27)

c) Deficit secara signifikan pada skor individual berkurang satu standart penyimpangan di bawah rata-rata dari sampel standardisasi nasional.

d) Pengukuran yang distandarisasi harus divalidasi lebih lanjut oleh data di sekolah pada dokumen yang berbeda antara individu performance dan performance kelompok usia sebaya dari latar belakang budaya yang sama.

e) Asesmen dari akademik performance harus juga inklud terdokumenasi daya tahan intervensi pendidikan umum.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak tunagrahita adalah kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, mengalami kesukaran berfikir abstrak, merekaa berbicara lancar, mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa ataupun khusus, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil, pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun.

e. Dampak Tunagrahita bagi Siswa

Ketidakmampuan anak tunagrahita meraih prestasi yang lebih baik dan sejajar dengan anak normal, karena ingatan anak tunagrahita sangat lemah dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan kepada anak tunagrahita cenderung tidak melalui proses analisis kognitif.

Perkembangan kognitif anak tunagrahita sering mengalami kegagalan dalam melampaui periode atau tahapan perkembangan. Bahkan dalam taraf perkembangan yang paling sederhana pun, anak tuna grhaita seringkali tidak mampu menyelesaikan dengan baik. (Efendi, 2006: 98)

(28)

commit to user

11

5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi.

6) Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertnggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.

Keterbatasan daya pikir yang dialami anak tunagrahita menyebabkan mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas sehari-hari wajar atau tidak, baik perilaku yang berlebihan maupun perilaku yang kurang serasi. Atas dasar itulah maka untuk anak tunagrahita perlu dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi perilaku.

Dalam memberikan terapi perilaku pada anak tunagrahita, seorang terapis harus memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pendidikan humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi, ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak. Tanpa dilengkapi persyaratan tersebut, penerapan teknik modifikasi perilaku pada anak tunagrahita tidak banyak memberikan hasil yang berarti.

2. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca Permulaan a. Pengertian Kemampuan Membaca Permulaan

Kemampuan membaca permulaan memiliki beberapa pengertian menurut pandangan beberapa ahli. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan pendapat para ahli yang berkaitan dengan kemampuan membaca permulaan.

Menurut Bormouth yang dikutip Zuchdi (2007: 22), “kemampuan adalah seperangkat keterampilan yang digeneralisasi, yang memungkinan orang memperoleh dan mewujudkan informasi yang diperoleh dari kegiatan”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Jhonson yang dikutip Wijaya dan Tabrahi (2002: 8) menjelaskan bahwa “kemampuan merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan”.

“Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anak pun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya” (Winarni, 2010: 12).

Anak pada dasarnya senang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru. Anak gemar membaca umumnya adalah anak yang mempunyai

(29)

lingkungan dimana orang-orang di sekelilingnya juga gemar membaca.

Mereka meniru ibu, ayah, kakak, atau orang lain di sekelilingnya yang mempunyai kebiasaan membaca dengan baik. Dengan demikian orang tua dan guru di tuntut untuk bisa memberikan contoh keteladanan yang nyata akan hal yang baik, termasuk perilaku bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru. (Seto, 2008: 3).

Alimin (2008: 65) mengemukakan bahwa:

Simbol bahasa dari membaca permulaan merupakan bagian dari kesadaran linguistik (bunyi) dan kesadaran akan bentuk atau lambang bahasa merupakan prerequisit dalam belajar membaca permulaan Berkenaan dengan hal itu dalam melihat kegagalan belajar membaca harus dilihat dari dua sisi, apakah menyangkut persoalan persepsi visual atau persepsi auditori. Yang berhubungan kuat antara pemahaman lambang bahasa yang ditrasfer melalui visual memiliki hubungan dan berkontribusi terhadap kemampuan membaca anak. Namun demikian, perkembangan sekarang berkenaan dengan masalah yang mendukung kearah kesiapan membaca justru banyak pula ditentukan oleh kesadaran linguistik yang diperoleh melalui pengalaman auditori.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah kemampuan yang dimiliki dalam melakukan suatu kegiatan yang komplek dan kesatuan berbagai proses psikologis, sensoris, dan perkembangan keterampilan pada dasarnya anak hanya bisa meniru.

Sedangkan membaca permulaan merupakan kegiatan membaca mula-mula diajarkan pada anak yang baru masuk sekolah dasar sebelum anak mengenal huruf atau bacaan.

Pengertian kemampuan membaca permulaan menurut Alimin (2008:

44) sebagai berikut:

Membaca permulaan merupakan keterampilan memahami symbol bahasa atau tanda-tanda baca. Cepat lambatnya pemahaman terhadap

(30)

commit to user

13

Apabila dalam sekolah permulaan, siswa tidak memiliki kemampuan membaca, maka anak tersebut akan mengalami kesulitan untuk mata pelajaran yang lain, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lerner sebagai berikut:

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Lerner dalam Abdurrahman, 2003: 200).

Membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahan tulisan.

Dengan demikian, membaca pada hakikatnya merupakan suatu bentuk komunikasi tulis.

b. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca.

Tujuan membaca, tentu saja berkaitan erat dengan motivasi dalam membaca dan minat terhadap materi bacaan. Jika motivasi dan minat sangat rendah atau bahkan sama sekali tidak ada, menetapkan tujuan yang jelas sering kali tidak menciptakan motivasi dan meningaktkan minat baca, walaupun sedikit, kehadirannya sangat berarti.

Kemampuan membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang ada dalam diri pembaca meliputi kemampuan linguistik (kebahasaan), minat, motivasi, dan kumpulan membaca (seberapa baik pembaca dapat membaca), sedangkan faktor dari luar diri pembaca salah satunya adalah faktor kesiapan guru dalam pembelajaran (Johnson dan Pearson dalam Zuhdi, 2007:23-24).”

Ketepatan guru dalam mendiagnosis hal-hal yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa seperti yang penulis uraikan tersebut di atas dapat menjadi petunjuk bagi guru bahasa Indonesia menangani permasalahan dalam pengajaran membaca. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca.

Mengenai berbagai faktor penentuan kemampuan membaca, menurut Yap yang dikutip Zuchdi (2007:25), bahwa:

(31)

Kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh faktor kuantitas membacanya, maksudnya adalah kemampuan membaca seseorang itu sangat dipengaruhi oleh jumlah waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas membaca. Semakin bayak waktu membaca setiap hari, besar kemungkinan semakin tinggi tingkat komprehensinya atau semakin mudah memahami bacaan.

Suyatmi (1997: 11) menjelaskan beberapa faktor penunjang kegiatan membaca, antara lain:

1) Faktor intern meliputi: kompetensi bahasa, minat, motivasi, konsentrasi, ketekunan, kesehatan jasmani dan rohani, kemampuan menetralkan titik kelemahan, memiliki latar belakang pengetahuan yang sesuai dan penguasaan kosa kata yang memadai serta kemampuan memahami maksud bacaan secara cepat dan cermat.

2) Faktor ekstern/dari luar meliputi: (a) Pengadaan buku-buku bacaan yang baik sesuai dengan kebutuhan, menarik, dan menimbulkan keasyikan dan harga yang terjangkau masyarakat luas, (b) Unsur- unsur dalam bacaan dan sifat-sifat lingkungan baca atau faktor keterbacaan, (c) Kondisi dan situasi lingkungan yang merangsang kegemaran membaca, termasuk didalamnya pengadaan tempat belajar, sussana keluarga, sekolah, masyarakat sekitar, teman guru, dan tokoh masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan membaca baik itu faktor instrinsik maupun faktor ekstrinsik. Bagi anak tunagrahita faktor instrinsik berupa kemampuan psikologis antara lain tingkat intelegensi yang rendah, kemampuan koordinasi motorik lambat, bicara lambat dan daya ingat yang rendah perlu diperhatikan dengan merangsang kemampuannya berupa stimulus dari luar.

c. Manfaat Membaca

(32)

commit to user

15

1) dapat menemukan sejumlah informasi dan pengetahuan yang sangat berguna dalam kehidupan; 2) dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir di dunia; 3) dapat mengayakan batin, meluaskan cakrawala kehidupan; 4) isi yang terkandung dalam teks yang dibacanya dapat segera dikethaui; 5) membaca intensif dapat menghemat energi, karena tidak terpancang pada suatu situasi, tempat dan waktu karena tidak menggangu orang di sekelilingnya.

Kemampuan membaca merupakan tuntutan realitas kehidupan sehari- hari baik bagi guru maupun siswa. Beribu judul buku dan berjuta koran diterbitkan setiap hari. Ledakan informasi ini menimbulkan tekanan pada guru untuk menyiapkan bacaan yang memuat informasi yang relevan untuk siswa- siswanya. Walupun tidak semua informasi perlu dibaca, tetapi jenis-jenis bacaan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan guru dan siswa tentu perlu dibaca.

Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan oleh kemampuan dan kesempatannya dalam membaca, karena membaca merupakan kunci seseorang meraih berbagai ilmu pengetahuan, teknologi dan wawasan kebudayaan yang ada di dunia.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa membaca memiliki banyak manfaat, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Dengan membaca kita akan memiliki banyak pengetahuan dan dapat menularkan ilmu yang telah kita peroleh kepada orang lain.

Manfaat membaca bagi anak tunagrahita dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada siswa akan maksud tulisan yang dibaca, dengan membaca anak tunagrahita diharapkan dapat memahami materi pelajaran yang diterima sehingga memudahkan siswa belajar ilmu pengetahuan.

d. Tujuan Membaca

Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena siswa yang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai tujuan. Kegiatan membaca yang dilakukan seseorang, memiliki beberapa tujuan. Tujuan utama membaca adalah untuk memperoleh

(33)

informasi dan memahami makna bacaan. Menurut Wiryodijoyo (1999:1) tujuan membaca sebagai berikut:

(1) Membaca untuk kesenangan, materi bacaan berupa roman, novel, komik; (2) Membaca untuk penerapan praktis, materi bacaan berupa buku petunjuk praktis, buku resep makanan, modul ketrampilan; (3) Membaca untuk mencari informasi khusus, materi bacaan berupa ensiklopedia, kamus, buku petunjuk telepon; (4) Membaca untuk mendapatkan gambaran umum, materi bacaan berupa buku teori, buku teks, esay; (5) Membaca untuk mengevaluasi secara umum, materi bacannya berupa roman, novel, maupun puisi.

Dalam hubungannya dengan tujuan membaca, Tarigan (2005:37) mengemukakan bahwa:

Tujuan utama membaca adalah memperoleh kesuksesan, pemahaman penuh terhadap argumen-argumen yang logis, urutan-urutan retoris atau pola-pola teks, pola-pola simbolisme, nada-nada tambahan yang bersifat emosional dan sosial, pola-pola sikap dan tujuan sang pengarang juga sarana-sarana linguistik yang digunakan untuk mencapai tujuan.

Sedangkan menurut Burn yang dikutip Rahim (2007:11), tujuan membaca mencakup:

1) kesenangan;

2) menyempurnakan membaca nyaring;

3) menggunakan strategi tertentu;

4) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;

5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya;

6) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;

7) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi;

8) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks;

9) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Membaca semakin penting bagi siswa tunagrahita. Setiap aspek

(34)

commit to user

17

dicapai anak-anak tunagrahita, terutama pada saat awal pembelajaran membaca sehingga diperlukan inovasi pembelajaran dari guru yang tepat.

e. Strategi Membaca

Dalam usaha memperoleh pemahaman terhadap bahan bacaan, pembaca menggunakan stretegi tertentu. Pemilihan strategi berkaitan erat dengan faktor- faktor yang terlibat dalam pemahaman, yaitu teks dan konteks.

Menurut Zuchdi (2007: 61-62), bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain: 1) metode abjad, 2) metode bunyi, 3) metode kupas rangkai suku kata, 4) metode kata lembaga, 5) metode global, dan 6) metode Struktural Analitik Sistetik (SAS).

Berikut akan dijelaskan beberapa metode dalam pembelajaran membaca permulaan:

1) Metode Abjad dan Metode Bunyi

Dalam penerapannya, kedua metode tersebut sering menggunakan kata lepas.

Misalnya :

a) Metode abjad (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai dengan abjad

“a”, “be”, “ce”, “de”, dan seterusnya).

Contoh: bo – bo bobo

b) Metode bunyi (dalam mengucapkan huruf-huufnya sesuai dengan bunyinyaa, beh, ceh, deh, dan seterusnya).

Contoh: bo – bo

beh – o – bo beh – o – bo bobo

Perbedaan antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada pengucapan huruf.

2) Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga

Kedua metode ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan.

(35)

a) Metode Kupas Rangkai Suku Kata

Penerapannya guru menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Guru mengenalkan huruf kepada siswa (2) Merangkaikan suku kata menjadi huruf (3) Menggabungkan huruf menjadi suku kata.

Misalnya : ma – ta m – a – t – a ma – ta b) Metode Kata Lembaga

Penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Membaca kata yang sudah dikenal siswa

(2) Menguraikan kata menjadi suku kata (3) Menguraikan suku kata menjadi huruf (4) Menggabungkan huruf menjadi suku kata (5) Menggabungkan suku kata menjadi kata

Misalnya:

bola

bo – la

b – o – l – a

bo – la

bola 3) Metode Global

Dalam penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

(36)

commit to user

19

Misalnya : andi bermain catur bermain ber – ma – in b – e – r – m – a – i – n

ber – ma – in bermain andi bermain catur 4) Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik)

Menurut Momo dalam Zuchdi dan Budiasih (2001: 63-66) dalam pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap yakni: a) tanpa buku, dan b) menggunakan buku. Pada tahap tanpa buku, pembelajarannya dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

a) Merekam bahasa siswa

Bahasa yang digunakan oleh siswa dalam percakapan, direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan.

b) Menampilkan gambar sambil bercerita

Guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita sesuai dengan gambar tersebut.

Misalnya : ini budi

budi duduk di kursi

budi sedang belajar menulis

Kalimat tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan cerita.

c) Membaca Gambar

Misalnya: guru memperlihatkan gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat, “ini ibu ani”.

d) Membaca gambar dengan kartu kalimat

Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar. Untuk memudahkan pelaksanaan dapat digunakan media berupa papan flannel, kartu kalimat,

(37)

kartu kata, kartu huruf dan kartu gambar. Dengan menggunakan media tersebut untuk menguraikan dan menggabungkan akan lebih mudah.

e) Membaca kalimat secara Struktural (S)

Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar, gambar dikurangi sehingga siswa dapat membaca tanpa dibantu dengan gambar.

Dengan dihilangkannya gambar maka yang dibaca siswa adalah kalimat (tulisan).

Misalnya : ini bola ini bola budi ini bola amir f) Proses Analitik (A)

Sesudah siswa dapat membaca kalimat, mulailah menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf.

Misalnya : ini bola ini – bola i – ni – bo – la i – n – i – b – o – l – a g) Proses Sintetik (S)

Setelah siswa mengenal huruf-huruf dalam kalimat, huruf itu dirangkai lagi menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat seperti semula.

Misalnya : i – n – i – b – o – l – a i – ni – bo – la

ini – bola

(38)

commit to user

21

ini – bola ini bola

Berdasarkan metode di atas, tidak ada satu metode yang paling baik.

Semua metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di dalam pembelajaran, guru harus mampu memilih dan menggunakan metode sesuai dengan bahan atau materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa.

Metode membaca yang dapat digunakan guru bagi anak tunagrahita dapat disesuaikan dengan karakteristrik anak sehingga metode yang dipilih benar-benar sesuai dengan kondisi anak tunagrahita. Menurut Mulyono Abdurrahman (2003: 203) ”Bagi anak-anak kelas satu mungkin lebih tepat digunaan metode yang menekankan pada pengenalan huruf sedangkan bagi anak-anak kelas dua atau tiga digunakan metode tiga tahap atau metode SAS.”

3. Tinjauan Tentang Pias Kata Asosiasi Gambar a. Pengertian Pias Kata

Pias kata adalah alat peraga berbentuk huruf, suku kata, dan kata (Sudjana dan Rivai, 2000: 17). Untuk mengetahui seberapa dalam dan luas pengetahuan serta seberapa dalam penguasaan kemampuan siswa yang telah diberikan, guru memberikan evaluasi atau tes tentang membaca. Melalui tes membaca dapat diketahui lancar tidaknya kemampuan siswa dalam membaca permulaan. Melihat kondisi seperti itu, peneliti mencoba menggunakan pias kata asosiasi gambar. Gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya.

Deepam (2007: 31), menyebutkan bahwa Making informed choices, Questioning texts, composing and sharing ideas using various symbol systems, tools and technologies, and fully engaging in the practices of citizenship, these are keis dimensions of literacy in an information aqe (Membuat pilihan-pilihan informasi, teks yang ada pertanyaan, menyusun dan menyampaikan ide-ide

(39)

dengan menggunakan bermacam-macam sistem simbol, peralatan-peralatan dan teknologi dan latihan, merupakan dimensi kunci dalam kemampuan membaca).

Di dalam proses belajar mengajar alat peraga, alat bantu atau media pengajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Alat peraga merupakan sarana yang penting dan sangat diperlukan dalam mencapai tujuan atau keberhasilan proses belajar mengajar. Guru hendaknya mampu menyusun, merencanakan, mempersiapkan, memilih dan menggunakan alat dan perlengkapan dalam pengajaran bahasa Indonesia.

Sebelum memutuskan untuk menggunakan media atau alat peraga tertentu, terlebih dahulu guru perlu memahami karakteristik dari alat tersebut dan mampu memilih serta menggunakan alat tersebut. Penggunaan dan pemilihan alat peraga harus disesuaikan dengan:

1) Tujuan pengajaran dan bahan pengajaran yang akan disampaikan 2) Tingkat perkembangan siswa

3) Kemampuan guru

4) Situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat 5) Memahami karakteristik dari alat peraga itu sendiri.

Penggunaan alat peraga harus disesuaikan dengan bahan atau pokok bahasan yang akan disampaikan. Di dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya membaca permulaan yang diberikan di kelas satu dan kelas dua Sekolah Dasar, lebih tepat jika guru memilih dan menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf.

Alat peraga pias-pias kata dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat

(40)

commit to user

23

Penggunaan pias-pias kata bagi siswa kelas D2tunagrahita meliputi:

1) Sejak awal tahun pelajaran kelas II sudah mulai paragraph (10 sampai 15 baris) maka dalam membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat dan wajar.

2) Kalimat-kalimat sederhana (untuk dipahami isinya) bahan diambil dari buku-buku pelajaran yang ada kaitannya dengan mata pelajaran IPA, IPS, Matematika.

a) Menggabungkan 2 atau 3 kata menjadi kalimat sederhana

b) Pias kalimat digabungkan menjadi bacaan sederhana Bermain bola

Berangkat ke sekolah Anak-anak sangat senang Bermain di halaman Lingkunganku sejuk b. Pias Kata Asosiasi Gambar

Menurut Anitah (2010: 7), “media gambar (gambar mati) merupakan gambar yang dibuat pada kertas karton atau sejenisnya yang tak tembus cahaya.” Gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui gambar dapat ditunjukkan sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa, selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang peristiwa yang telah berlalu maupun gambaran masa yang akan datang. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk anak TK. Gerlach & Ely yang dikutip Anitah (2010: 7) mengatakan bahwa “gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil.”

ini - bola = ini bola

ini main

- -

budi bola

=

=

ini budi main bola

(41)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media gambar (gambar mati) merupakan gambar yang dibuat pada kertas karton atau sejenisnya yang tak tembus cahaya yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran menggunakan pias kata asosiasi gambar di sini dimaksudkan pembelajaran membaca dengan memanfaatkan pias kata disertai dengan gambar yang sesuai dengan maksud pias kata sehingga keduanya ada interaksi yang memudahkan siswa untuk membaca permulaan bagi siswa tunagrahita. Misalnya: guru memperlihatkan gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat, “ini ibu ani”.

Gambar memberikan manfaat terhadap kemampuan membaca bagi siswa tunagrahita, dengan gambar anak dapat memahami maksud dari gambar yang ditunjukkan dari bacaan yang dilihat siswa. Gambar salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran, karena media gambar memberikan manfaat dalam pembelajaran. Menurut Arsyad (2002:43), media gambar memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Menimbulkan daya tarik pada anak. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat dan perhatian anak.

2) Mempermudah pengertian anak. Suatu penjelasan yang abstrak akan lebih mudah dipahami bila dibantu gambar.

3) Memperjelas bagian-bagian yang penting.

4) Menyingkat suatu uraian.

Manfaat gambar sebagai media visual, menurut Anitah (2010: 9) antara lain sebagai berikut:

1) Menimbulkan daya tarik bagi pembelajar. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat serta perhatian

(42)

commit to user

25

Atas dasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media gambar dapat memberikan manfaat merangsang minat atau perhatian anak dalam membaca, membantu anak memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya, lebih efektif sebagai penyampaian informasi ketimbang gambar dengan bayangan, ataupun gambar fotografi yang sebenarnya, pengajaran menyangkut konsep warna, maka gambar-gambar dengan warna yang realistik memang lebih disukai.

Dengan demikian menggunakan media gambar dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca anak. Jika mengunakan gambar nyata, anak akan menarik dan menyukainya. Dalam menggunakan gambar, guru setidaknya memiliki prinsip-prinsip dalam menerapkannya. Beberapa prinsip yang harus dipegang guru adalah: gambar yang digunakan mudah dimengerti anak, menarik minat anak untuk belajar, tidak memerlukan biaya yang besar, dan gambar mudah didapat untuk pembelajaran.

Menurut Rahadi (2003: 27-28), prinsip-prinsip penggunaan media gambar meliputi:

1) Autentik, artinya dapat menggambarkan obyek seperti jika siswa melihat langsung.

2) Sederhana, harus menunjukkan dengan jelas bagian-bagian pokok dari gambar.

3) Ukuran proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran sesungguhnya benda atau obyek yang digambar.

4) Meadukah antara keindahan dengan kesesuaian untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam menggunakan gambar, guru setidaknya memiliki prinsip-prinsip penerapnnya. Beberapa prinsip yang harus dipegang lgurua dalah: 1) gambar yang digunakan mudah dimengeri anak; 2) menarik minat anak untuk belajar;

3) tidak memerlukan biaya yang besar; dan 4) gambar mudah didapat untuk pembelajaran.

Menggunakan gambar untuk tujuan-tujuan pelajaran yang spesifik, yaitu dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan inti pelajaran atau pokok-pokok pelajaran (Anitah, 2010: 8). Tujuan khusus itulah yang mengarahkan minat siswa kepada pokok-pokok terpenting dalam

(43)

pelajaran. Memadukan gambar-gambar kepada pelajaran, sebab keefektifan pemakaian gambar di dalam proses belajar mengajar memerlukan keterpaduan.

Menggunakan gambar-gambar tidak perlu banyak, daripada menggunakan banyak gambar tetapi tidak efektif, lebih baik sedikit gambar tetapi memberikan banyak makna. Guru hendaknya berhemat dalam mempergunakan gambar yaitu gambar yang mengandung makna, siswa mudah memahami gambar. Jadi yang terpenting adalah pemusatan perhatian pada gagasan utama yang ada pada gambar yang disajikan yang membangkitkan minat siswa untuk memahami makna gambar tersebut.

Mengurangi kata-kata pada gambar, sebab gambar justru sangat penting dalam mengembangkan kata-kata atau cerita atau gagasan baru. Guru yang baik akan menyadari bahwa dengan mengurangi deskripsi verbal kepada gambar-gambar yang dipertunjukkannya akan dirasakan manfaatnya terutama bagi siswa tunagrahita kelas dasar II SLB dalam belajar membaca.

Mendorong pernyataan yang kreatif, melalui gambar siswa akan didorong untuk mengembangkan keterampilan membaca. Mengevaluasi kemajuan kelas, dapat juga dengan memanfaatkan gambar-gambar baik secara umum maupun secara khusus. Jadi guru bisa mempergunakan gambar datar, slide atau transparan untuk melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Pemakaian instrumen tes secara bervariasi akan sangat baik dilakukan guru, dalam upaya memperoleh hasil tes yang komprehensif serta menyeluruh.

B. Kerangka Pemikiran

(44)

commit to user

27

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka penulis kemukakan gambar skema kerangka berpiran sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dari uraian di atas dapat ditentukan hipotesis sebagai berikut: “Penggunaan pias kata asosiasi gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan dalam pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa tunagrahita kelas D2 C1 Semester II SLB-ABCD YBS Simo Boyolali tahun pelajaran 2011/2012”.

Kondisi awal kemampuan membaca

Kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita kelas D2C1 SLB-ABCD YBS Simo rendah

Tindakan Guru menggunakan pias kata

asosiasi gambar (Siklus I dan Siklus II)

Kondisi Akhir

Kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita kelas D2C1

SLB-ABCD YBS Simo meningkat

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Seting Penelitian

Pendekatan dalam penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam bahasa Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR) yaitu penelitian yang dilakukan guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktek dan proses dalam pembelajaran (Susilo, 2007: 16). Penelitian ini dilakukan di kelas D2C1 Semester II SLB-ABCD YBS Simo Boyolali tahun pelajaran 2011/2012.

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian.

No. Uraian

Bulan - Minggu

Pebruari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 Penyusunan Proposal

2 Perijinan

3 Pelaksanaan Penelitian 4 Pengolahan Data 5 Analisis Data 6 Penyusunan Laporan

(46)

commit to user

29

Tabel 3.2. Daftar Siswa Tunagrahita Kelas D2C1 Semester II SLB-ABCD YBS Simo Boyolali sebagai Subyek Penelitian.

No. Inisial Siswa

Jenis

Kelamin Umur Kelas Kondisi

didiskrisikan 1.

2.

3.

4.

YP LK DD TT

L P L P

12 12 11 14

D2C1 D2C1

D2C1 D2C1

Tunagrahita ringan Tunagrahita ringan Tunagrahita sedang Tunagrahita sedang

C. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini berupa kemampuan membaca permulaan, aktivitas siswa, dan aktivitas guru. Sumber data kemampuan membaca permulaan dan aktivitas siswa penelitian tindakan kelas ini berasal dari siswa tunagrahita kelas D2 C1 Semester II SLB-ABCD YBS Simo Boyolali sebagai subjek penelitian. Data yang berupa kemampuan membaca permulaan diperoleh dengan menggunakan tes setelah dalam proses pembelajaran menggunakan pias kata asosiasi gambar. Data aktivitas guru berasal dari lembar pengamatan aktivitas guru.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, karena hal ini merupakan sesuatu yang paling mendasar guna keberhasilan suatu penelitian dapat tercapai.

Penelitian, di samping perlu menggunakan metode yang tepat, juga perlu memilih teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Penggunaan teknik dan alat pengumpul data yang tepat memungkinkan diperolehnya data yang objektif.

Di bawah ini akan diuraikan teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian sebagai cara yang ditempuh untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk pemecahan masalah.

(47)

Berorientasi pada judul penelitian maka metode yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini dengan metode observasi, dokumentasi, dan tes.

1. Observasi

a. Pengertian Observasi

Observasi memiliki beberapa pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lain, yang pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Dari beberapa literatur diperoleh penjelasan sebagai berikut:

“Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung mengenal fenomena-fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi” (Arikunto, 2006: 229). Menurut Supardi (2008: 127), “observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.”

Kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) secara langsung mengenal fenomena- fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.

b. Macam-macam Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan observasi proses,

(48)

commit to user

31

2) Observasi Terfokus

Ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran.

Misalnya: yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi.

3) Observasi Terstruktur

Observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (√) pada tempat yang disediakan.

4) Observasi Sistematik

Observasi sistematik lebih rinci dalam kategori yang diamati. Misalnya dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal dan nonverbal.

c. Observasi yang Digunakan

Dalam penelitian in digunakan observasi terstruktur, dimana observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda () pada tempat yang disediakan pada lembar pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran membaca permulaan menggunakan pias kata asosiasi gambar Alasan digunakan observasi terstruktur adalah untuk mempermudah observer melakukan pengamatan dan observasi tertruktur sesuai dengan masalah yang diteliti.

2. Dokumentasi

a. Pengertian dokumentasi

Dokumentasi memiliki beberapa pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lain, yang pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Dari beberapa literatur diperoleh penjelasan sebagai berikut:

Menurut Arikunto (2006: 200) “dokumentasi yaitu data mengenai hal- hal atau variabel yang berupa catatan, notulen, legger, agenda, dsb”. Menurut Margono (2009: 161), “dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku pentang

(49)

pendapat, teori, dalil, atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.”

Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dokumentasi adalah cara pengumpulan data mengenai hal-hal atau variabel melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, catatan, notuler, legger, agenda, atau hukum- hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian

b. Dokumentasi yang digunakan

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan awal membaca permulaan yang diambil dari nilai ulangan siswa tunagrahita kelas D2 C1 SLB-ABCD YBS Simo yang berupa nilai.

3. Tes

a. Pengertian Tes

Kemampuan membaca siswa diukur melalui tes. Setelah dilaksanakan tindakan, siswa dites dengan menggunakan soal lesan dan perbuatan yang menitikberatkan pada segi penerapan pada akhir pembelajaran setiap siklus.

“Tes adalah sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan” (Azwar, 2001: 2). Menurut Arikunto (2006: 138) tes adalah “Serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok”.Sedangkan menurut Poham dan Baker (2001:112), “tes adalah pertanyaan yang berupa lesan maupun tulisan yang

(50)

commit to user

33

b. Macam-macam Tes

Bentuk-bentuk tes dikemukakan Arikunto (2006: 139), antara lain: 1) Tes benar salah, 2) Tes pilihan ganda, 3) Tes menjodohkan, 4) Tes isian atau melengkapi, 5) Tes jawaban singkat. Sedangkan menurut James Ppoham dan Eva L. Baker (2001:118), tes terdiri dari beberapa macam, antara lain: 1) tes pilihan, 2) butir tes isian, 3) butir tes isian singkat, dan 4) butir tes esai,

c. Tes yang Digunakan

Bentuk tes yang dipakai adalah tes objektif. Tes objektif adalah tes yang hanya satu jawaban dapat dianggap terbaik. Siswa diminta untuk menunjukkan jawaban yang terbaik dari tes objektif soal isian dan perbuatan sesuai dengan kriteria anak tunagrahita. Ketentuan penilaian untuk jawaban benar nilai 10, menjawab mendekati benar nilai 8, menjawab sedikit benar nilai 6,5 dan siswa menjawab salah nilai 5.

E. Validitas Data

Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data antara lain adalah triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembandingan data itu (Moleong dalam Suwandi, 2008: 69).

Validitas data yang digunakan triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data. Dalam penelitian ini teknik triangulasi untuk mengetahui kemampuan membaca permulaan dan faktor penyebabnya. Untuk itu peneliti membandingkan data hasil penelitian dari berbagai metode antara lain dengan tes, observasi dan dokumentasi. Triangulasi data dilakukan dengan cara : 1. Cross checking, peneliti melakukan pengecekan (checking) antara hasil

metode pengumpulan data yang diperoleh melalui tes, observasi dan dokumentasi dengan memadukan hasil ketiganya. Dalam hal ini bertujuan memperoleh informasi yang benar dan meyakinkan.

2. Cek ricek, yaitu pengulangan kembali data yang diperoleh melalui berbagai sumber data, waktu, maupun metode dan informasi serta tempat memperoleh data (setting).

(51)

F. Analisis Data

Analisis hasil pembelajaran meliputi hasil penelitian dari tes yang diperoleh pada penelitian tindakan kelas. Data berupa hasil tes kemampuan membaca permulaan berupa skor tingkat kemampuan siswa dalam membaca permulaan. Data berupa hasil tes klasifikasikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut dianalisis secara diskriptif komparatif, yang dianalisis adalah hasil nilai tes siswa setelah menggunakan pias kata asosiasi gambar sehingga hasilnya dapat mencapai batas keberhasilan yang ditetapkan.

G. Indikator Penelitian

Indikator pencapaian dalam penelitian ini adalah apabila hasil belajar siswa mendapat nilai 60 atau lebih sebagai batas tuntas pembelajaran membaca permulaan. Penetapan indikator pencapaian ini disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti batas minimal nilai yang dicapai dan ketuntasan belajar tergantung pada guru kelas yang secara empiris tahu betul keadaan murid-murid di kelasnya (sesuai dengan KTSP ).

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti yang telah didesain dalam variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan

Gambar

Gambar  merupakan  salah  satu  media  pembelajaran  yang  amat  dikenal  di dalam  setiap  kegiatan  pembelajaran
Gambar  memberikan  manfaat  terhadap  kemampuan membaca bagi siswa tunagrahita, dengan gambar anak dapat memahami maksud dari gambar yang  ditunjukkan  dari bacaan yang  dilihat siswa
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian.
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengungkapkan: (a) langkah pembelajaran dengan metode inkuiri pada pokok bahasan aturan perkalian

Siswa menyimak penjelasan guru tentang tugas tiap kelompok, yaitu mengerjakan Lembar Kerja (LK) yang memuat permasalahan seperti yang telah ditampilkan secara

Integrasi Fuzzy Analytic Network Process dan Goal Programming dalam Pemilihan Supplier dan..

Keterangan: JE : Sama pengaruhnya WMI : Sedikit lebih berpengaruh SMI : Sangat berpengaruh daripada VSMI : Jauh lebih berpengaruh AMI : Mutlak lebih berpengaruh

Indonesia telah melakukan langkah maju dalam pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu ( Integrated Water Resources Management –

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi responden mengenai faktor pembentuk budaya keselamatan yang terdiri dari komitmen manajemen, peraturan dan prosedur,

Pengembangan daya tarik kawasan wisata bunga cihideung, kecamatan parongpong, Kabupaten bandung barat.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

This paper presents an optimum sizing assessment for stand-alone hybrid distributed energy system feeding a sub-village sized household community in the rural areas, affected