HUBUNGAN ANTARA QUICK BLOOD DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK SETELAH MENJALANI TERAPI
HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
1)Meivi Santya Widyaswari, 2)Isnaini Rahmawati, 3)Martina Ekacahyaningtyas
1) Mahasiswa Sarjana STIKES Kusuma Husada Surakarta
2), 3)
Dosen Prodi Sarjana STIKES Kusuma Husada Surakarta [email protected]
ABSTRAK
Gagal ginjal kronik merupakan silent epidemic yang dalam perjalanan penyakitnya dapat mempengaruhi tekanan darah penderitanya. Perubahan tekanan darah dapat terjadi pada saat atau setelah pasien menjalani terapi hemodialisis. Hal yang dilakukan perawat saat terjadi perubahan tekanan darah salah satunya adalah dengan mengatur quick blood karena di curigai salah satu penyebab perubahan tekanan darah pada pasien adalah dari pengaturan quick blood. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara quick blood dengan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik setelah menjalani terapi hemodialisis.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien hemodialisis yang memenuhi kriteria inklusi dengan jumlah 55 responden. Hubungan antara quick blood dengan tekanan darah diuji menggunakan uji korelasi Pearson’s Product Moment.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata quick blood pasien adalah 230,55 ml/menit, rata-rata tekanan darah sistolik 155,10 dan tekanan darah diastolik adalah 89,06. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara quick blood dengan tekanan darah sistolik dan diastolik pasien gagal ginjal kronik setelah menjalani terapi hemodialisis dengan p-value 0,000 (p<0,05).
Kata Kunci : Gagal Ginjal Kronik, Quick Blood, Tekanan Darah
ABSTRACT
Chronic renal failure is a silent epidemic disease whose course affects the blood pressure of its sufferers. The change of blood pressure takes place when or after the patients undergo a hemodialysis therapy. What a nurse usually does when the change of blood pressure occurs is regulating the quick blood because it is suspected that one of the causes of the change of blood pressure of the patients is quick blood. The objective of this research is to investigate the correlation between the quick count and the blood pressure of the chronic renal failure patients who undergo a hemodialysis therapy.
This research used the quantitative research method with the cross-sectional design.
The samples of the research consisted of 55 patients as respondents who undergo hemodialysis therapy and who fulfilled the inclusive criteria. The data of the correlation of the quick blood and the blood pressure was tested by using the Pearson’s Product Moment.
The result of the research shows that the average quick blood of the patients was 230.55 ml/minute, and the average systolic blood pressure was 155.10 and the diastolic blood pressure was 89.06. The result of the statistical test shows that there was a correlation between the quick blood and the systolic and diastolic blood pressures of the chronic renal failure patients following the hemodialysis therapy as indicated by the p-value = 0.000 (p<0.05).
Keywords : Chronic Kidney Failure, Quick Blood, Blood Pressure
1. PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible. Gagal ginjal kronik memerlukan terapi pengganti fungsi ginjal yang tetap, berupa dialisis dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).
Terapi pengganti ginjal jenis dialisis
terdiri dari terapi hemodialisis dan terapi peritoneal dialisis (PD). Terapi pengganti ginjal jenis hemodialisis lebih banyak dipilih dibandingkan dengan terapi PD karena proses yang lebih singkat dan lebih efisien terhadap pengeluaran zat-zat dengan berat molekul rendah (Ignatavicius
& Workman, 2006).
Indonesia termasuk Negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang
cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), diperkirakan ada 70.000 penderita ginjal di Indonesia, namun yang terdeteksi gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah (hemodialisis) hanya sekitar 4.000 sampai 5.000 saja (PERNEFRI, 2008).
Selama proses dialisis berlangsung, perawat ruangan melakukan pengaturan dan pemantauan proses hemodialisis per jam untuk mencegah komplikasi intra hemodialisis. Jika terjadi komplikasi saat intra hemodialisis misalnya penurunan/ peningkatan tekanan darah, sesak nafas, hipoglikemi, perawat akan melakukan monitoring terhadap proses hemodialisis di lihat dari vital sign, ultrafiltrasi (UF) dan pengaturan Quick blood hingga pasien merasa nyaman dan vital sign dalam batas normal. Quick blood adalah jumlah darah yang dapat dialirkan dalam satuan menit (ml/menit) (Daugirdas, Blake, & Ing 2007). Quick blood pada pasien berbeda-beda, tergantung dari kondisi klinis pasien, quick blood yang memenuhi syarat agar tercapai dosis hemodialisis yang ideal antara 200-300 ml/menit (PERNEFRI, 2008).
Gagal ginjal kronis merupakan silent epidemic yang dalam perjalanan penyakitnya dapat mempengaruhi tekanan darah penderitanya. Pasien dengan gagal ginjal kronis, biasanya akan menjalani terapi dialisis dan perubahan tekanan darah dapat terjadi pada saat atau setelah pasien menjalani terapi hemodialisis. Hal yang dilakukan perawat saat terjadi perubahan tekanan darah salah satunya adalah dengan mengatur quick blood karena di curigai salah satu penyebab perubahan tekanan darah pada pasien adalah dari pengaturan quick blood. Hasil studi pendahuluan di ruang hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Surakarta didapatkan temuan bahwa quick blood yang tinggi akan mempengaruhi tekanan darah setelah pasien menjalani terapi hemodialisis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara quick blood dengan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik setelah menjalani terapi hemodialisis. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dan informasi bagi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan khususnya pada pasien yang menjalani hemodialisis, sebagai bahan informasi dan acuan teori bagi institusi pendidikan,
sebagai data dasar dalam melakukan penelitian lebih lanjut dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan perawat tentang pentingnya pemantauan dan pengaturan quick blood serta kaitannya dengan tekanan darah setelah terapi hemodialisis.
2. PELAKSANAAN
a. Lokasi dan Waktu penelitian Tempat penelitian di ruang
hemodialisa RS PKU
Muhammadiyah Surakarta pada bulan April 2017
b. Populasi dan sampel penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan pendekatan purposive sampling. Besar sampel dalam penelitian ini yaitu 55 sampel. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi cross-sectional. Penelitian ini melakukan suatu observasi terhadap variabel independen maupun dependen.
Variabel independen yaitu quick blood
diobservasi dengan melihat nilai quick blood yang tertulis pada mesin hemodialisis. Variabel dependen yaitu tekanan darah yang diobservasi setelah hemodialisis.
Analisa univariat meliputi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, sedangkan karakteristik responden berdasarkan berat badan, umur, quick blood, tekanan darah (sistolik dan diastolik) disajikan dengan menentukan nilai mean, minimum, maximum dan standar deviasi. Uji kenormalan data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah responden lebih dari 50.
Analisa bivariat untuk menganalisa hubungan antara quick blood dengan sistolik dan hubungan antara quick blood dengan diastolik menggunakan korelasi Pearson’s Product Moment.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian meliputi analisa univariat dan analisa bivariat.
a. Analisa Univariat Karakteristik Responden
Sesuai dengan hasil penelitian, diperoleh data karakteristik responden meliputi distribusi berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan, berat badan, umur,
quick blood, sistolik dan diastolik dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1
Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa dari 55 responden, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu 35 orang (63,6 %).
Jenis kelamin merupakan faktor predisposisi yang dominan, berdasarkan data dari Riskesdas (2013) prevalensi pada laki-laki lebih tinggi (0,3 %) dari perempuan (0,2 %).
Kebiasaan laki-laki dapat mempengaruhi kesehatan seperti merokok, minuman kopi, alcohol dan minuman suplemen yang dapat memicu terjadinya penyakit sistemik yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Black & Hawks, 2009).
Tabel 2
Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan
Berdasarkan tabel 2 distribusi responden berdasarkan pekerjaan paling banyak yaitu sebagai PNS. Dengan jumlah 20 responden (36,4 %).
Pekerjaan berkaitan erat dengan status ekonomi pasien. Status pekerjaan, kehilangan pekerjaan, rasa kehilangan peran dalam keluarga merupakan faktor resiko depresi karena akan berpengaruh pada status ekonomi. Beberapa ahli mengatakan bahwa faktor pendapatan merupakan prediktor terkuat dari status kesehatan seseorang (Daryani, 2011).
Jenis pekerjaan misalnya sebagai Pegawai Negri Sipil akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit.
Hal ini disebabkan sebagian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan berbagai suasana lingkungan yang berbeda. Seseorang dengan pekerjaan yang padat terkadang kurang memperhatikan kesehatannya dan
Pekerjaan Frekuensi (n)
Prosentase (%) IRT
Wiraswasta PNS Swasta
Petani Total
6 16 20 7 6 55
10,9 29,1 36,4 12,7 10.9 100 Jenis
Kelamin
Frekuensi (n)
Prosentase (%) Laki-laki
Perempuan Total
35 20 55
63,6 36,4 100
mengkonsumsi makanan dan minuman yang kurang bergizi sehingga berpengaruh terhadap kesehatan ginjal.
Tabel 3
Karakteristik Responden Menurut Berat Badan
Berdasarkan tabel 3 distribusi responden berdasarkan berat badan menunjukkan rata-rata 58,41 kg dengan berat badan minimum 44 kg dan maksimum 80 kg.
IDWG (Intradialytic Weight Gain) diukur berdasarkan dry weight (berat badan kering) pasien dan juga dari pengukuran kondisi klinis pasien. Berat badan kering adalah berat badan tanpa kelebihan cairan yang terbentuk setelah tindakan hemodialisis atau berat terendah yang aman dicapai pasien setelah dilakukan dialisis (Kallenbach, 2016).
Pengukuran berat badan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis untuk menentukan quick blood di RS PKU Muhammadiyah Surakarta yaitu dengan berdasarkan berat badan kering masing-masing pasien. Berat badan kering harus dijaga oleh pasien yang menjalani hemodialisis karena jika terjadi akumulasi cairan berlebih akan
menyebabkan sesak nafas, peningkatan tekanan darah sebagai akibat semakin beratnya kerja jantung memompa cairan yang berlebihan, dan edema paru yang berpotensi menyebabkan kematian (Black
& Hawks, 2009) Tabel 4
Karakteristik Responden Menurut Umur
Berdasarkan tabel 4 karakteristik responden berdasarkan umur rata-rata berumur 51,35 tahun dengan standar deviasi 9,972. Umur termuda responden yaitu 29 tahun dan tertua adalah 70 tahun.
Data dari Riskesdas tahun 2013 prevalensi gagal ginjal kronik kelompok umur ≥ 75 tahun sebanyak 0,6% lebih tinggi dari kelompok umur lainnya.
Prevalesi gagal ginjal kronik yang tinggi pada lansia adanya berbagai faktor risiko gagal ginjal kronik yang berbeda seperti diabetes dan hipertensi pada orang tua.
Dari beberapa penelitian, umur penderita gagal ginjal kronik rata-rata di atas 50 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena pada usia ini mulai terjadi perubahan pola makan sehat, kurangnya olah raga, dan penyakit bawaan penderita yang tidak terkontrol seperti diabetes dan Karakteristik Mean SD Nilai
Min Max Berat Badan 58,41 9,581 44 80
Karakteristik Mean SD Nilai Min Max Umur 51,35 9,972 29 70
hipertensi sehingga dapat memacu timbulnya penyakit seperti gagal gijal kronik (Baradero et al, 2009).
Tabel 5
Rata-rata Quick Blood Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis
Nilai quick blood responden rata- rata 230,55 ml/menit dengan standar deviasi 37,138. Nilai quick blood minimum responden yaitu 180 ml/menit dan maksimum 300 ml/menit.
Kim, et al (2007) menyampaikan bahwa pengaturan quick blood dapat menyesuaikan dengan berat badan pasien, hal ini sama dengan Erwinsyah (2009) yang menyampaikan bahwa kecepatan aliran darah rata-rata paling tidak adalah 4 kali berat badan penderita dalam Kg.
Berdasarkan pengamatan peneliti selama proses penelitian berlangsung diperoleh bahwa pengaturan quick blood pasien yang dijadikan responden sudah berdasarkan berat badan masing-masing pasien. Nilai quick blood pasien yang menjalani terapi hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Surakarta sudah sesuai dengan Konsensus Dialisis Pernefri tahun
2008 yang menyampaikan nilai quick blood minimal 200-300 ml/menit.
Tabel 6
Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis
Rata-rata tekanan darah sistolik responden adalah 155,10 mmhg dengan standar deviasi 26,760. Tekanan darah sistolik terendah yaitu 100 mmhg dan tertinggi 213 mmhg.
Rata-rata tekanan darah diastolik responden adalah 89,06 mmhg dengan standar deviasi 13,409. Tekanan darah diastolik terendah yaitu 52 mmhg dan tertinggi yaitu 122 mmhg.
Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian dari Sulistini, Indah dan Natsir (2013) yang mengemukakan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik responden dengan berat badan interdialitik adalah 150,23 mmHg, sedangkan tekanan darah diastolik didapatkan rata-rata 89,30 mmHg.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, penderita dengan tekanan darah sistolik diatas 160 mmHg dan diastolik diatas 90 mmHg harus lebih Karakteristik Mean SD Nilai
Min Max Quick blood 230,55 37,138 180 300
Karakteri
stik Mean SD Nilai
Min Max Sistolik
Diastolik
155,10 89,06
26,760 13,409
100 52
213 122
waspada terhadap penyakit gagal ginjal kronik karena tekanan darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah di ginjal dan dapat mengurangi kemampuan ginjal bekerja dengan baik. Sedangkan bagi penderita gagal ginjal kronik harus menjaga tekanan darahnya di bawah 160/90 mmHg untuk mengurangi komplikasi seperti penyakit jantung dan stroke.
b. Analisa Bivariat
Uji kenormalan data pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan p-value pada quick blood diperoleh data 0,176, p-value pada sistolik yaitu 0,089 dan p-value pada diastolik yaitu 0,093 dimana nilainya lebih dari 0,05 sehingga data berdistribusi normal.
Oleh karena data yang diperoleh menurut quick blood, sistolik dan diastolik adalah normal, maka pengujian hipotesis yang digunakan adalah Pearson’s Product Moment.
Tabel 7
Analisa Hubungan Quick Blood dengan Tekanan Darah Sistolik
Kesimpulan dari tabel diatas yaitu hubungan quick blood dengan sistolik menggunakan uji Pearson’s Product Moment menunjukkan p-value 0,000 <
0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan antara quick blood dengan sistolik.
Tabel 8
Analisa Hubungan Quick Blood dengan Tekanan Darah Diastolik
Kesimpulan dari tabel diatas yaitu hubungan quick blood dengan diastolik menggunakan uji Pearson’s Product Moment menunjukkan p-value 0,000 <
0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan antara quick blood dengan diastolik.
Pengaturan quick blood yang tepat pada setiap pasien dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi komplikasi intradialisis. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pengaturan quick blood dapat melihat dari berbagai faktor misalnya dari kepatenan akses vaskuler, berat badan penderita, ukuran jarum, tekanan arteri line, penyakit kardiovaskuler serta komplikasi Variabel Mean P-
Value
Koef.
Korelasi Quick
blood Sistolik
230,55
155,10 0,000 0,840
Variabel Mean P- Value
Koef.
Korelasi Quick
blood Diastolik
230,55
89,06 0,000 0,693
intradialisis yang dialami pasien. Selama penelitian, peneliti mengamati bahwa pengaturan quick blood diruangan berdasarkan pada berat badan pasien serta komplikasi intradialisis yang dialami pasien.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ni’mah et al (2014) yang menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok pengaturan quick blood sesuai kenyamanan pasien dan kelompok pengaturan quick blood sesuai perubahan berat badan pasien dengan p-value 0,000. Penelitian ini juga menyatakan bahwa pengaturan quick blood sesuai perubahan berat badan lebih banyak membersihkan racun darah sisa metabolisme pasien dan membuat nilai adekuasi hemodialisis pasien lebih optimal.
5. KESIMPULAN
a. Karakteristik pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis paling banyak adalah laki-laki (63,6 %). Rata-rata umur pasien adalah 51,35 tahun dengan umur termuda adalah 29 tahun dan umur tertua adalah 70 tahun.
Sebagian besar pekerjaan pasien hemodialisis adalah sebagai PNS (36,4%)
b. Rata-rata quick blood pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis adalah 230,55 ml/
menit.
c. Rata-rata tekanan darah sistolik pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis adalah 155,10 mmHg, sedangkan rata-rata tekanan darah diastolik adalah 89,06 mmHg.
d. Ada hubungan yang bermakna antara quick blood dengan tekanan darah (sistolik dan diastolik) pada pasien gagal ginjal kronik setelah menjalani terapi hemodialisis dengan nilai p-value 0,000 < α 0,05.
SARAN
a. Bagi Rumah Sakit
Melakukan penilaian/ evaluasi terhadap kinerja perawat tentang pengaturan quick blood dan pemantauan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis serta memasukkan pengaturan quick blood berdasarkan berat badan pasien pada SOP di ruang Hemodialisa.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi pustaka khususnya tentang penyakit dalam sebagai bahan informasi bagi
mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang hemodialisis.
c. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain dapat melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh quick blood dengan tekanan darah sebelum dan sesudah hemodialisis untuk mengetahui seberapa besar peningkatan tekanan darah pada quick blood yang sudah ditentukan, selain itu dapat juga dilakukan penelitian lanjutan dengan penambahan variabel Ultrafiltrasi (UF).
d. Bagi Perawat
Perlu dilakukan suatu diskusi antar perawat hemodialisa tentang pengaturan quick blood berdasarkan berat badan pasien sehingga dapat mengurangi komplikasi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis.
e. Bagi Peneliti
Meningkatkan wawasan terhadap intervensi keperawatan terkait pemantauan dan pengaturan quick blood serta tekanan darah pasien gagal ginjal kronik setelah menjalani terapi hemodialisis.
6. REFERENSI
Baradero, Mary, Dayrit, & Siswandi.
(2009). Klien Gangguan Ginjal:
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2009).
Medical Surgical Nursing Clinical Managemen or Positive Outcome.
(8th ed). St. Louis: Elsevier
Daryani. (2011). “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Inisiasi Dialisis Pasien Gagal Ginjal Tahap Akhir di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”. Tesis.
Universitas Indonesia. Depok Daugirdas J. T, P. G. Blake, & T. S.
Ing. (2007). Physiologic Principles and Urea Kinetic Modeling:
Handbook of Dialysis fourth edition. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins.
Erwinsyah. (2009). “Hubungan antara quick of blood (Qb) dengan penurunan kadar ureum dan kreatinin plasma pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di RSUD Raden Mattaher Jambi”.
Jakarta : tidak dipublikasikan.
Ignatavicius & Workman. (2006).
Medical Surgical Nursing: Critical Thinking for Collaborative Care.
Singapore: Elsevier Saunders.
Kallenbach, Judith Z. (2016). Review of Hemodialysis for Nursees and Dialysis Personnel Ninth Edition.
United States of America: Mosby an imprint of Elsevier Inc.
Kim, N.H., Song, W.J., Kim, Y.O., Kim, Y.S., Yoon, S.A., Yang, C.W., et al. (2007). The effect of increasing blood flow rate on dialysis adequacy in hemodialysis patients with low Kt/V. Diakses 17 Juni
2017.<http://www.koreamed.org/>.
Ni’mah, Alfiyatun, Endiyono, Eko.
(2014). Perbedaan pengaturan quick of blood berdasarkan perubahan berat badan dan kenyamanan terhadap pencapaian adekuasi hemodialisis di ruang hemodialisis RSUD Banyumas.
Volume 18. No 3. Hal 10-11 Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI). (2008). Penyakit Ginjal Kronik dan Glomerulopati:
Aspek Klinik dan Patologi Ginjal.
Jakarta. PERNEFRI.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. Hal 94-95
Sulistini, Indah dan Natsir. (2013).
“Hubungan Antara Tekanan Darah Pre Hemodialisis Dan Lama Menjalani Hemodialisis Dengan Penambahan Berat Badan Interdialitik Di Ruang Hemodialisis Rs. Moh. Hoesin Palembang”. Poltekkes Kemenkes Palembang: Palembang
Suwitra K.(2009). Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI