• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLA PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

1

POLA PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA SKRIPSI

OLEH:

MUTIA RIZKI ANANDA NIM 181501201

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

(2)

ii

POLA PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MUTIA RIZKI ANANDA NIM 181501201

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Penggunaan Obat pada Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing, Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., yang telah memberikan bimbingan dengan tulus, sabar, dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung, Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Singgar Ni Rudang, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan yang membangun dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu T.

Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama masa perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua, Ayahanda Ir. Mukhlis dan Ibunda Dra. Rita Purnama Sari serta adik tersayang Fadhillah Rifqi Ananda atas doa, nasihat, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman- teman terkhususnya Cut Nurul Liza Pasha, teman-teman rawrr, teman sejawat stambuk 2018 yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa selama masa perkuliahan penulisan skripsi ini. Semoga kalian semua tetap dalam lindungan Allah SWT.

(5)
(6)
(7)

vii

POLA PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Latar belakang: Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia yang umumnya terjadi penurunan fungsi organ dan mengalami multipenyakit sehingga meningkatkan resiko peresepan polifarmasi.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat pada pasien geriatri rawat jalan RS USU dan mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara karakteristik pasien dengan jumlah item obat yang digunakan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif cross sectional.

Data diperoleh dari rekam medis pasien geriatri rawat jalan tahun 2020 yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dengan teknik simple random sampling. Data dianalisis menggunakan Microsoft Excel dan data statistik diuji menggunakan uji chi square dimana data disajikan dalam bentuk tabel, rata-rata, dan persentase.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien merupakan perempuan (51,79%), berusia 60-69 tahun (54,27%), terdiagnosa hipertensi (28,65%), dan resep berasal dari poliklinik penyakit dalam (47,38%). Berdasarkan penggunaan obat, mayoritas pasien menggunakan ≥ 5 obat per resep (polifarmasi) sebanyak 228 RM (62,81%) dengan rata-rata penggunaan obat per pasien 5,27.

Penggunaan obat terbanyak per pasien adalah 11 obat dan terdiagnosis hingga 6 penyakit secara bersamaan. Dari 1.915 obat yang diresepkan, mayoritas obat yang diresepkan merupakan obat antihiperlipidemia yaitu simvastatin (7,31%) diikuti oleh obat antihipertensi yaitu candesartan (6,78%); bentuk sediaan tablet (73,58%);

dan obat generik (72,17%).

Kesimpulan: Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mayoritas pasien geriatri rawat jalan berjenis kelamin perempuan, berusia 60-69 tahun, dan mayoritas menerima peresepan polifarmasi. Ada hubungan yang signifikan antara diagnosis terhadap jumlah item obat yang digunakan pada pasien geriatri rawat jalan di RS USU tahun 2020.

Kata kunci: pola penggunaan obat, geriatri, rawat jalan, polifarmasi

(8)

viii

DRUG UTILIZATION PATTERN IN GERIATRIC OUTPATIENTS AT RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

Background: Geriatric patients are elderly patients who decreased organ function and caused multiple diseases thereby increasing the risk of polypharmacy prescribing.

Objective: The study aims to determine the drug utilization pattern of geriatric outpatients at RS USU and determine the correlation between the characteristics of geriatric patients and the number of drugs used.

Method: This study is a cross-sectional retrospective descriptive study. Data were obtained from medical records of geriatric outpatients in 2020 which qualify for inclusion criteria. Sampling used simple random sampling technique. Data were analyzed using Microsoft Excel and data analyzed were using chi square test. Data were presented in table form, averages value, and percentages.

Result: The result showed that the majority of patients were women (51,79%), aged 60-69 y.o (54,27%), diagnosed with hypertension (28,65%), and the prescription was from internal medicine polyclinic (47,38%). Based on the drug use, majority of the patients used 5 drugs per prescription (polypharmacy) (62,81%) with the average drug use per patients is 5,27 drugs which the most drugs was prescribed per patients is 11 drugs and one patient was diagnosed up to 6 diseases. From 1.915 prescribed drugs, the most drugs prescribed were antihyperlipidemic, simvastatin (7,31%), followed by antihypertension, candesartan (6,78%); in tablet forms (73,58%); and generic drugs (72,17%).

Conclusion: The conclusion of this study is the majority of geriatric outpatients were female, aged 60-69 y.o, and received polypharmacy prescribing. There is a significant correlation between diagnose with the number of drugs used in geriatric outpatient at RS USU in 2020.

Keywords: drug use pattern, geriatric, outpatient, polypharmacy

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Geriatri ... 8

2.2 Proses Menua ... 10

2.3 Perubahan yang Terjadi pada Geriatri... 11

2.3.1 Perubahan Fisiologis ... 11

2.3.2 Perubahan Farmakokinetika Obat ... 14

2.3.3 Perubahan Farmakodinamik Obat ... 17

2.4 Penyakit Degeneratif pada Geriatri ... 18

2.5 Prinsip Pengobatan pada Geriatri ... 22

2.6 Polifarmasi pada Geriatri ... 23

BAB III METODE PENELITIAN... 25

3.1 Jenis Penelitian ... 25

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

3.3.1 Populasi ... 25

3.3.2 Sampel ... 25

3.4 Definisi Operasional... 27

3.5 Instrumen Penelitian ... 28

3.5.1 Sumber Data ... 28

3.5.2 Teknik Pengambilan Data ... 29

3.5.3 Pengelohan Data... 29

3.6 Langkah Penelitian ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 31

4.2 Penggunaan Obat per Pasien Geriatri ... 36

4.2.1 Penggunaan Obat per Pasien Berdasarkan Jumlah Item Obat ... 36

4.2.2 Jenis Kelamin ... 40

4.2.3 Usia ... 41

(10)

x

4.3 Hubungan antara Karakteristik Pasien dengan Jumlah Penggunaan Obat... 41

4.4 Persentase Penggunaan Obat Pasien Geriatri Berdasarkan Golongan Obat .... 43

4.5 Persentase Penggunaan Obat Pasien Geriatri Berdasarkan Bentuk Sediaan ... 56

4.6 Persentase Penggunaan Obat Pasien Geriatri Berdasarkan Jenis Obat ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 67

(11)

xi

DAFTAR TABEL

2.1 Kapasitas pengikatan obat terhadap plasma protein ... 15

2.2 Perubahan farmakokinetik obat pada geriatri ... 17

2.3 Perubahan farmakodinamik pada geriatri ... 18

4.1 Karakteristik pasien geriatri rawat jalan berdasarkan demografi pasien ... 31

4.2 Jumlah penggunaan obat pada pasien geriatri ... 37

4.3 Karakteristik penggunaan obat berdasarkan jumlah item obat ... 38

4.4 Karakteristik jumlah penggunaan obat berdasarkan jenis kelamin ... 40

4.5 Karakteristik jumlah penggunaan obat berdasarkan usia ... 41

4.6 Hubungan antara karakteristik pasien dengan penggunaan jumlah obat ... 42

4.7 Persentase penggunaan obat pada pasien geriatri ... 43

4.8 Karakteristik penggunaan obat berdasarkan golongan obat ... 45

4.9 Karakteristik penggunaan obat berdasarkan bentuk sediaan ... 56

4.10 Karakteristik penggunaan obat berdasarkan jenis obat ... 58

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 7

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Kode Etik ... 67

2. Surat Izin Penelitian Rumah Sakit ... 68

3. Surat Judul Penelitian ... 69

4. Surat Izin Penelitian ... 70

5. Surat Selesai Penelitian ... 71

6. Proses Pencatatan Data Penelitian (Rekam Medis) ... 72

7. Hasil Olah Statistik ... 73

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa lanjut usia merupakan masa perjalanan dan perkembangan hidup manusia tahap akhir dan berada pada rentang usia dewasa yang panjang (Hendriani, 2021). Lansia merupakan seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun atau lebih sedangkan pasien geriatri merupakan pasien lanjut usia dengan multipenyakit dan/atau gangguan akibat gangguan fungsi organ, psikologi, sosial, dan ekonomi, dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan pendekatan multidisplin yang bekerja secara interdisiplin (Permenkes RI Nomor 25, 2016). Menurut WHO, usia pada pasien geriatri dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok yaitu lansia muda (60-69 tahun), lansia pertengahan (70-79 tahun), dan lansia tua (≥ 80 tahun) (WHO, 2019).

Populasi penduduk di dunia saat ini sedang memasuki populasi usia penuaan dan diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut (≥ 60 tahun) akan terus meningkat. Menurut data dari The United Nations (2015), proyeksi penduduk berusia lanjut antara tahun 2015-2030 meningkat 56% dari 901 juta menjadi 1,4 milyar lansia. Jumlah populasi berusia lanjut akan terus meningkat terutama pada negara-negara berkembang, terutama di Asia diperkirakan dalam 15 tahun ke depan akan meningkat sebesar 66% dari total penduduk dimana perkembangan populasi lansia lebih banyak terjadi di wilayah perkotaan (United Nations, 2015).

Indonesia merupakan negara peringkat keempat dengan penduduk terbanyak di dunia dimana pada tahun 2020 diketahui total penduduk Indonesia mencapai 273,5 juta jiwa dimana populasi lansia mecapai 9,92% dari total

(15)

2

penduduk yaitu sekitar 26,82 juta penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah memasuki kondisi penuaan penduduk dimana ditunjukkan pada persentase penduduk lansia yang lebih dari 7% dari total penduduk yang ada. Peningkatan ini terjadi seiring bertambahnya angka harapan hidup dari 67,25 tahun menjadi 70,8 tahun pada populasi lansia (BPS, 2020). Prevalensi lansia di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2020 sendiri diketahui sebesar 16,37% dari total penduduk, dimana lansia perempuan (8,83%) memiliki prevalensi lebih tinggi daripada lansia laki-laki (7,54%) (BPS Sumut, 2020).

Kondisi fisiologis pada lansia yang menurun seperti penurunan total massa tubuh, aliran darah ke organ, imunitas, dan fungsi saraf, gangguan metabolisme, dan ekskresi serta adanya komorbiditas pada lansia menyebabkan lansia membutuhkan pengobatan yang kompleks sehingga menimbulkan polifarmasi (Borah dkk., 2017). Selain itu, kondisi multipatologi yang dialami oleh lansia memiliki prevalensi yang tinggi yaitu antara 55% sampai 98% dimana satu lansia dapat diadiagnosis menderita hingga 6 penyakit secara bersamaan (Pratama dkk., 2017).

Polifarmasi merupakan penggunaan lima atau lebih obat secara bersamaan.

Menurut WHO (2019), penggunaan obat berdasarkan jumlah item obat yang dikonsumsi oleh pasien secara bersamaan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu non-polifarmasi (1-4 obat), polifarmasi (5-9 obat), dan hiperpolifarmasi (≥ 10 obat) (Masnoon dkk., 2017). Polifarmasi dapat menimbulkan efek seperti reaksi obat merugikan dan interaksi obat yang tidak diindikasikan oleh kondisi klinis pasien. Hal ini dapat meningkatkan resiko dari efek iatrogenik, lama perawatan di rumah sakit hingga kematian (Pereira dkk., 2017).

(16)

3

Prevalensi polifarmasi yang tinggi pada geriatri disebabkan oleh status kesehatan yang buruk akibat penurunan kondisi fisiologis dan adanya komorbiditas.

Geriatri beresiko lebih tinggi menderita penyakit kronis yang multipel dan penyakit degeneratif yang umumnya tidak berdiri sendiri (komorbiditas) sehingga memungkinkan terjadinya komedikasi (polifarmasi). Kelompok pasien usia di atas 60 tahun yang menerima resep polifarmasi sebesar 59,8%, lebih besar daripada pasien yang tidak menerima polifarmasi. Polifarmasi berkaitan dengan penggunaan obat yang tidak tepat seperti duplikasi terapi. Jumlah obat yang dapat diterima pasien bervariasi hingga 11 obat per resep. Hal ini dapat disebabkan karena pasien menerima resep gabungan dari beberapa poliklinik pada satu hari yang sama (Andriane dkk., 2016).

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, baik di dalam maupun luar negeri diketahui bahwa polifarmasi merupakan masalah yang paling sering terjadi pada pasien geriatri. Penelitian yang dilakukan di 17 negara di Eropa, prevalensi lansia (usia 65 tahun atau lebih) yang menerima polifarmasi sebesar 26,3% sampai 39,9% dimana kelompok usia 85 tahun ke atas merupakan populasi lansia yang menerima polifarmasi terbesar. Pada penelitian lain yang dilakukan di Amerika, diketahui prevalensi geriatri yang menerima polifarmasi mengalami peningkatan dari 24% menjadi 39% antara tahun 2000 s/d 2012 (Pazan dan Wehling, 2021). Studi yang dilakukan oleh Vegada dkk. (2020) terhadap 484 geriatri di India, mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki dan berada pada rentang usia 69-74 tahun dimana sebanyak 22,9% pasien mengalami polifarmasi (menerima ≥ 6 obat secara bersamaan). Penelitian lain yang dilakukan Ishizaki dkk.

(2020) terhadap satu juta lansia rawat jalan di Tokyo, didapatkan bahwa sebesar

(17)

4

63,5% pasien diresepkan lima atau lebih obat. Penyakit kardiovaskular merupakan masalah terbesar yang sering dialami oleh lansia sehingga peresepan obat anthipertensif memiliki proporsi yang tinggi pada lansia yaitu sebesar 66,5%.

Serupa dengan hasil penelitian di luar negeri, sebagian besar pasien geriatri di Indonesia juga menerima peresepan polifarmasi. Studi sebelumnya yang dilakukan di Padang, diketahui bahwa sebesar 400 (64,72%) pasien geriatri rawat jalan menerima polifarmasi dimana sebanyak 368 pasien menerima 5-7 macam obat per hari. Hal ini disebabkan oleh kondisi multipatologi yang sering dialami oleh lansia (Zulkarnaini dan Martini, 2019). Studi lain yang dilakukan di Pontianak terhadap pasien geriatri, sebanyak 124 pasien menerima peresepan polifarmasi dan obat antihipertensif merupakan obat yang paling banyak diresepkan (Afrilla dkk., 2021). Prevalensi polifarmasi yang tinggi pada lansia menjadi tantangan kompleks bagi tenaga kesehatan dan memerlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat. Oleh karena itu, penting untuk meresepkan obat yang tepat guna mencegah terjadinya efek samping dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Fauziyah dkk., 2020).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui pola penggunaan obat pada pasien geriatri di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara pada tahun 2020.

(18)

5 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagaimana pola penggunaan obat pada pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara periode Januari-Desember 2020?

b. Apakah terdapat hubugan antara faktor jenis kelamin, usia, dan diagnosis terhadap jumlah item obat yang digunakan pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara periode Januari-Desember 2020?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Pola penggunaan obat pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara periode Januari-Desember 2020 berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan, berusia 60-69 tahun, terdiagnosis hipertensi, resep paling banyak berasal dari poliklinik penyakit dalam, golongan obat antihipertensi, bentuk sediaan tablet, dan jenis obat generik.

b. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, usia, dan diagnosis terhadap jumlah item obat yang digunakan pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara periode Januari-Desember 2020.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pola penggunaan obat pada pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera pada periode Januari-Desember 2020.

(19)

6

b. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pasien geriatri rawat jalan (jenis kelamin, usia, dan diagnosis) terhadap jumlah item obat yang digunakan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara periode Januari- Desember 2020.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola penggunaan obat pada pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

b. Bagi rumah sakit, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi dalam pemberian obat pada pasien geriatri terutama yang menerima resep polifarmasi

c. Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai penggunaan obat pada pasien geriatri.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang pola penggunaan obat pada pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara periode Januari-Desember 2020 melalui rekam medis pasien. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik pasien (meliputi jenis kelamin, usia, diagnosis, poliklinik asal resep) dan karakteristik obat (meliputi jumlah item obat, golongan obat, bentuk sediaan, dan jenis obat) sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah pola penggunaan obat pada pasien geriatri rawat jalan. Secara sistematis kerangka pikir penelitian ini terlihat pada Gambar 1.1.

(20)

7

Variabel Bebas Variabel Terikat

Karakteristik pasien:

- Jenis kelamin - Usia

- Diagnosis

- Poliklinik asal resep - Jumlah item obat - Golongan obat - Bentuk sediaan - Jenis obat

Pola penggunaan obat pasien geriatri

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

(21)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geriatri

Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun atau lebih (Permenkes RI, 2014). Kesehatan populasi lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor psikososial dan spiritualitas, faktor fisik seperti asupan nutrisi dan kualitas tidur, serta faktor sosiodemografi seperti lingkungan tempat tinggal (Sitanggang dkk., 2021). Lansia merupakan siklus terakhir kehidupan seseorang akibat proses menua. Proses menua terjadi secara bertahap yang menyebabkan perubahan secara kumulatif seperti penurunan daya tahan tubuh akibat adanya perubahan pada fungsi fisiologis tubuh (Widiyawati dan Sari, 2020).

Persentase penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 26,28 juta orang atau 9,92% dari total penduduk Indonesia. Oleh karena itu, saat ini Indonesia berada dalam masa transisi menuju kondisi penuaan penduduk (ageing population). Hal tersebut terjadi karena persentase penduduk berusia lanjut (usia 60 tahun ke atas) berada di atas 7% dari keseluruhan penduduk. Populasi penduduk lansia berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding lansia laki-laki (52,29%

berbanding 47,71%). Berdasarkan kelompok umur, persentase tertinggi lansia merupakan lansia muda (usia 60-69 tahun) sebesar 64,29% diikuti oleh lansia madya (usia 70-79 tahun) sebesar 27,23% dan lansia tua (usia di atas 80 tahun) sebesar 8,49% (BPS, 2020).

Cabang ilmu kedokteran yang mempelajari kesehatan pada populasi lansia baik dalam aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif disebut sebagai geriatri. Geriatri berasal dari kata “geros” yang berarti usia lanjut dan “iateria”

(22)

9

yang berarti merawat/merumat (Sarbini dkk., 2019). Pasien geriatri merupakan pasien berusia lanjut dan umumnya mengalami berbagai gangguan atau kerusakan organ, psikologi, sosial, ekonomi, dan lingkungan sehingga membutuhkan pelayanan medis secara terpadu (Pinilih dkk., 2018).

Pasien geriatri memiliki karakteristik khusus yang membuatnya berbeda dari pasien lansia pada umumnya seperti kondisi multimorbiditas dimana lansia umumnya menderita lebih dari satu penyakit (multipatologi) yang bersifat kronis.

Selain itu, pada geriatri juga terjadi penurunan daya cadangan fungsional sehingga pasien geriatri menjadi mudah jatuh, mengalami gejala penyakit yang tidak khas sehingga menyebabkan salah diagnosis, terjadi gangguan status fungsional, dan mengalami penurunan status gizi (Zein dan Newi, 2019).

Multipatologi yang dialami oleh geriatri merupakan akibat dari proses penuaan. Penyakit degeneratif yang juga terjadi dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga lebih rentan mengalami infeksi dari penyakit menular. Menurut data hasil Riset Kesehatan Dasar (2018) terdapat 8 besar penyakit degeneratif yang sering diderita oleh pasien lansia antara lain stroke (10,9%), hipertensi (8,84%), penyakit sendi (7,30%), asma (2,4%), kanker (1,79%), dan penyakit ginjal kronis (0,38%), diabetes melitus (1,5%), penyakit jantung (1,5%) (Pusdatin Kemenkes RI, 2018).

Sindrom geriatri dikarakterisasikan sebagai simptom dengan prevalensi tinggi pada orang usia lanjut yang ditandai dengan adanya status klinis yang kompleks. Sindrom ini terjadi akibat berbagai faktor salah satunya yaitu proses penuaan. Secara umum, simptom dari sindrom geriatri dikenal sebagai 3M (mentality, micturition, mobility) atau 4I (immobility, instability, impaired

(23)

10

cognition, dan incontinence). Sindrom geriatri ini sebagian besar berkembang secara lambat dan bersifat kronis serta berisiko menyebabkan kematian (Takayama dkk., 2020).

2.2 Proses Menua

Proses menua merupakan proses degenerasi fisiologis progresif yang mengakibatkan penurunan fungsi sistem organ dan penurunan cadangan fisiologis.

Proses menua terjadi akibat beberapa faktor yang saling berkaitan (Dewi, 2012).

Proses menua dapat dibagi menjadi penuaan primer dan penuaan sekunder. Penuaan primer merupakan penuaan alami yang disebabkan oleh kerusakan pada struktur dan fungsi sel yang tidak dapat dihindari (tidak terkait dengan faktor lingkungan atau penyakit) sedangkan penuaan sekunder merupakan penuaan yang disebabkan oleh penyakit dan faktor lingkungan seperti merokok. Dasar biologis dari proses menua diklasifikasikan menjadi 2 teori utama yaitu programmed theories (teori terprogram) dan damage theories (teori kerusakan). Teori terprogram mengatakan bahwa proses menua terjadi secara alami seiring bertambahnya usia sedangkan teori kerusakan mengatakan bahwa proses menua terjadi akibat kerusakan pada sel molekuler yang disebabkan oleh faktor lingkungan atau akumulasi zat toksik hasil metabolisme (Warren dan Maguire, 2016).

Penuaan secara umum meningkatkan resiko penyakit seseorang sehingga meningkatkan penggunaan obat-obatan. Penuuan menyebabkan perubahan anatomi dan fisiologis tubuh sehingga mempengaruhi metabolisme obat di dalam tubuh (Nishandar dkk., 2016). Oleh karena itu, penting untuk memantau efek obat pada lansia, terutama reaksi obat merugikan (ROM), interaksi obat, dan outcome klinis pasien (Nayaka dkk., 2015).

(24)

11 2.3 Perubahan yang Terjadi pada Geriatri 2.3.1 Perubahan Fisiologis

Perubahan-perubahan fisiologis pada pasien geriatri dapat menyebabkan penyakit yang serius. Berikut ini beberapa sistem tubuh yang dapat mengalami perubahan seiring bertambahnya usia antara lain:

a. Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular pada geriatri umumnya terjadi karena penurunan kemampuan aorta dan pembuluh darah. Hal ini meningkatkan kekakuan arteri sehingga menyebabkan tekanan darah sistolik menjadi meningkat (disebabkan oleh peningkatan pengeluaran darah dari ventrikel kiri) dan penurunan tekanan darah diastolik (disebabkan oleh penurunan tekanan diastol). Perubahan berikutnya termasuk peningkatan left-ventricle afterload, penebalan pembuluh darah, dan volume diastolik ventrikel kiri akhir. Detak jantung intrinsik menurun karena hilangnya atrial pacemaker cellular (50-75% pada usia 50 tahun). Pada lansia juga terjadi penurunan responsitivitas terhadap stimulasi reseptor β-adrenergik di kardiomiosit, reaktivitas ke baroreseptor dan keluaran chemoreseptor serta peningkatan sirkulasi katekolamin mengurangi exercise tolerance dan menurunkan cardiac output. Penyakit-penyakit seperti hipertensi, gagal jantung kongestif, stenosis aorta, dan atrioventricular (AV) block merupakan hasil akibat perubahan pada sistem kardiovaskular yang terjadi pada geriatri (Khan dkk., 2017).

b. Sistem Pernafasan

Perubahan sistem pernafasan akibat penuaan meliputi perubahan struktur pada tulang toraks dan parenkim paru, keabnormalan pertukaran gas, penurunan kekuatan otot pernafasan dan kapasitas exercise. Peningkatan kekauan dan

(25)

12

penurunan kemampuan dinding toraks menyebabkan geriatri membutuhkan usaha yang lebih besar untuk bernafas. Selain itu, penurunan kekuatan otot pernafasan terjadi seiring bertambahnya usia menyebabkan perubahan pada hasil tes fungsi paru seperti penurunan nilai 1-second forced expiratory volume (FEV1) (sekitar 35 mL/tahun pada usia >65 tahun), kapasitas vital, elastisitas paru, serta laju peak expiratory flow rate (PEFR) (laki-laki: 4 L/min/tahun dan perempuan: 2,5 L/min/tahun); serta peningkatan nilai forced vital capacity (FVC) dan volume residual. Perubahan pada jalur pernafasan juga terjadi pada geriatri seperti penurunan diameter jalur nafas perifer tetapi diameter jalur nafas sentral meningkat sehingga meningkatkan resistensi jalur nafas perifer. Respon terhadap hipoksia dan hiperkapnia juga menurun pada geriatri dikarenakan adanya disfungsi pada reseptor chemosensory serta perubahan pada sruktur paru dan tulang toraks (Lee dkk., 2016).

c. Sistem Renal

Geriatri umumnya mengalami penurunan massa ginjal akibat berkurangnya jumlah nefron terutama di korteks ginjal sehingga menurunkan laju filtrasi glomerulus ginjal. Selain itu, laju perfusi ginjal juga menurun seiring bertambahnya usia (Schlender dkk., 2016). Geriatri mengalami penurunan klirens kreatinin rata- rata sebanyak 7,5-10 mL per dekade sedangkan serum kreatinin cenderung konstan seiring bertambahnya usia. Kemampuan ginjal dalam mengasamkan urin dan aliran plasma ginjal juga menurun pada geriatri (Khan dkk., 2017).

d. Sistem Gastrointestinal

Pertambahan usia dapat menyebabkan penurunan sekresi mukosa lambung sedangkan produksi asam lambung cenderung meningkat. Produksi asam lambung

(26)

13

yang meningkat ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah stress dimana lansia beresiko mengalami stress akibat penyakit kronis yang dideritanya. Hal ini dapat meningkatkan resiko dispepsia, GERD (gastroesophageal reflux disease), dan menurunkan rasa lapar postprandial mengakibatkan penurunan pemasukan nutrisi sehingga beresiko terjadi malabsorpsi pada lansia. Selain itu, pelemahan pada dinding usus besar yang terjadi pada geriatri dapat menyebabkan divertikulitis. Motilitas kolon cenderung tetap seiring bertambahnya usia sehingga kejadian konstipasi yang meningkat pada geriatri mungkin disebabkan oleh asupan makanan, pengobatan, kurang berolahraga, dan penyakit tertentu yang diderita oleh geriatri (Boltz dkk., 2012; Nugraha, 2014).

e. Sistem Saraf

Proses penuaan berhubungan dengan banyaknya gangguan neurologis seperti kapasitas otak untuk mengirimkan sinyal menurun hingga hilangnya fungsi otak. Alzhaimer dan parkinson merupakan penyakit akibat gangguan neurologis (penyakit neurodegeneratif) yang sering diderita oleh geriatri. Alzhaimer menyebabkan kematian sel saraf dan hilangnya jaringan otak sehingga mempengaruhi hampir semua fungsi otak. Oleh karena itu, penyakit Alzhaimer akan menyebabkan pikun, perubahan kebiasaan, apatis, mood swings, iritabilitas, dan perilaku agresif pada geriatri (Amarya dkk., 2018).

f. Sistem Imun dan Hematologi

Geriatri umumnya mengalami perubahan yang bersifat progresif. Perubahan ini akan meningkatkan resiko infeksi, malignancy, dan autoimunitas. Sistem imun tubuh menurun seiring bertambahnya usia dimana produksi pro-B-cell menurun dan hilangnya fungsi supresif dari sel T serta akumulasi dalam jaringan adiposa viseral.

(27)

14

Penurunan massa tulang belakang menyebabkan total jaringan hematopoietik sumsum tulang juga menurun. Hal ini menyebabkan hilangnya cadangan fungsional, hematopoiesis menurun, resiko anemia dan penyakit mieloid meningkat (Khan dkk., 2017).

2.3.2 Perubahan Farmakokinetik Obat a. Absorpsi

Absorpsi merupakan awal dari proses farmakokinetik obat dan didefinisikan sebagai perpindahan obat (obat per oral) dari luar tubuh ke dalam pembuluh darah dan jaringan. Laju absorpsi obat per oral pada lansia menurun akibat adanya penurunan pada laju pengosongan lambung, motilitas usus, dan keasaman lambung (How dan Xiong, 2019). Penurunan keasaman lambung akan mempengaruhi ionisasi dan kelarutan molekul obat. Selain itu, luas permukaan lambung dan aliran darah gastrointestinal yang menurun menyebabkan absorpsi obat di gastrointestinal menjadi menurun pada lansia (Mukker dkk., 2016). Absorpsi obat pada lansia dipengaruhi oleh efek metabolisme lintas pertama pada bioavailabilitas. Lansia mengalami penurunan metabolisme lintas pertama karena aliran darah hepatik yang menurun sehingga obat dengan ekstraksi rasio tinggi akan meningkatkan bioavailabilitasnya. Oleh karena itu, dosis obat dengan ekstraksi rasio tinggi perlu diturunkan (contoh: dopamin, lidokain, propanolol, dan verapamil) (Sera dan Uritsky, 2016).

b. Distribusi

Distribusi obat pada lansia berbeda dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan pada lansia terjadi penurunan komposisi total air di dalam tubuh dan massa otot serta terjadi peningkatan komposisi lemak tubuh. Perubahan

(28)

15

tersebut mengakibatkan distribusi obat yang larut lemak (lipofilik) meningkat sedangkan obat yang larut air (hidrofilik) menurun. Volume distribusi obat yang bersifat lipofilik pada lansia menjadi lebih besar dan waktu paruh menjadi lebih panjang sehingga perlu penyesuaian dosis obat bersifat lipofilik yaitu diturunkan menjadi ½ dosis dewasa. Sebaliknya, volume distribusi obat bersifat hidrofilik menurun pada lansia (Mukker dkk., 2016).

Konsentrasi albumin juga mempengaruhi fraksi obat bebas di sirkulasi sistemik dimana kadar albumin pada lansia menurun sekitar 10% sedangkan kadar α1-glycoprotein meningkat. Obat bersifat asam berikatan dengan albumin sedangkan basic drugs berikatan dengan α1-glycoprotein. Perubahan ikatan protein plasma tidak terlalu berpengaruh terhadap outcome klinis obat per oral. Namun, penyesuaian dosis mungkin diperlukan untuk obat non-oral dengan ikatan protein

> 70% dan obat dengan ekstraksi rasio tinggi (Sera dan Uritsky, 2016; Mukker dkk., 2016).

Tabel 2.1 Kapasitas pengikatan obat terhadap plasma protein

Kapasitas pengikatan Contoh obat

0-25% Ampicilin, amoxicilin, metoprolol, dan asebutolol 25-75%

Penicilin G/V, sulfametazin, sulfadiazin, sulfametoksazol, oxytetrasiklin, tetrasiklin, minoksiklin, kloramfenikol, pindolol, salisilat,

morfin, dan petidin

> 75%

Fenitisilin, kloksasilin, sulfametizol,

sulfadimetoksin, doksisiklin, alprenolol, propanolol, indometasin, fenilbutazon, ibuprofen, naproxen,

metadon.

(Tjay dan Rahardja, 2007).

c. Metabolisme

Metabolisme obat merupakan perubahan obat menjadi bentuk yang lebih polar sehingga mudah untuk diekskresikan dimana sebagian besar terjadi di hati dan hanya sedikit obat yang dimetabolisme di usus kecil. Beberapa obat mengalami

(29)

16

reaksi enzimatis seperti oksidasi, reduksi, atau hidrolisis yang melibatkan sitokrom P450 disebut reaksi fase I. Selanjutnya, beberapa obat mengalami metabolisme reaksi fase II seperti glukuronidasi, asetilasi, atau sulfation selama bagian polar terkonjugasi ke molekul obat (Sera dan Uritsky, 2016). Lansia umumnya mengalami penurunan metabolisme obat di hati terutama pada reaksi fase I. Hal ini terjadi karena perubahan pada struktur dan fungsi hati seperti penurunan massa hati (sekitar 30%) dan laju perfusi hati (sekitar 40%) sehingga waktu paruh obat menjadi lebih panjang (Mukker dkk., 2016). Insufisiensi hepatik juga menurunkan metabolisme obat sehingga terjadi akumulasi obat yang tidak termetabolisme sehingga dapat menimbulkan reaksi obat merugikan (How dan Xiong, 2019).

d. Ekskresi

Massa ginjal akan menurun sekitar 20-25% pada usia 30-80 tahun. Proses penuaan pada ginjal dikarakterisasikan dengan adanya peningkatan fibrosis, atrofi tubular, dan arteriosklerosis (Corsonello dkk., 2010). Selain itu, aliran darah ginjal dan sekresi tubular menurun bersamaan dengan laju filtrasi glomerulus (LFG). Nilai LFG menurun hingga 50% pada usia 30-80 tahun dan nilai LFG 30-60 mL/min setara dengan penyakit ginjal stadium 3 dapat ditemukan pada lansia berusia 65 tahun ke atas. Laju ekskresi obat bersifat hidrofilik dan metabolitnya akan menurun seiring bertambahnya usia sehingga meningkatkan resiko toksisitas obat (How dan Xiong, 2019).

(30)

17

Tabel 2.2 Perubahan farmakokinetik obat pada geriatri Proses

farmakokinetik Perubahan yang terjadi Implikasi Absorpsi − Waktu pengosongan lambung

tertunda

− Motilitas usus tertunda

− Kadar keasaman lambung berkurang

− Absorpsi obat berkurang

− Konsentrasi steady state lebih panjang Distribusi − Volume distribusi meningkat

pada obat bersifat lipofilik

− Volume distribusi menurun pada obat bersifat hidrofilik

− Obat lipofilik:

konsentrasi steady state lebih lama dan laju eliminasi lebih lama; t½ eliminasi lebih panjang

− Obat hidrofilik:

dosis yang lebih rendah dibutuhkan untuk mencapai kada terapeutik Metabolisme − Metabolisme lebih lambat

− Aktivitas metabolik menurun − Rasio metabolit obat meningkat

− Akumulasi kadar obat tidak

termetabolisme Ekskresi − Penurunan nilai LFG − t½ obat yang

dieksresi di ginjal menjadi lebih panjang

(How dan Xiong, 2019).

2.3.3 Perubahan Farmakodinamik Obat

Proses farmakodinamik berfokus pada bagaimana obat mempengaruhi tubuh. Mekanisme kerja obat terdiri dari 3 jenis yaitu interaksi obat-reseptor, interaksi obat-enzim, dan interaksi obat tidak spesifik. Pengikatan obat dengan reseptornya akan menghasilkan efek klinis pada jaringan target. Ikatan yang terbentuk dapat bersifat reversible atau irreversible (Farinde dan Hebdon, 2020).

Proses farmakodinamik obat pada lansia berbeda pada orang muda/dewasa karena terjadi perubahan pada reseptor, sinyal transduksi, dan mekanisme homeostatis (Sera dan Uritsky, 2016). Perubahan farmakodinamik yang terjadi

(31)

18

pada lansia antara lain penurunan densitas reseptor, penurunan receptor binding, dan peningkatan atau penurunan sensitivitas reseptor terhadap obat. Densitas reseptor neurotransmiter menurun seiring bertambahnya usia dan sistem saraf pusat pada pasien geriatri lebih rentan terhadap obat yang mempengaruhi saraf, contohnya obat psikotropika (How dan Xiong, 2019).

Tabel 2.3 Perubahan farmakodinamik pada geriatri

Perubahan yang terjadi Konsekuensi

Respon baroreseptor menurun Sensitivitas sistem adrenergik kepada

agonis dan antagonis adrenergik menurun

Respon terhadap agonis dan antagonis adrenergik tidak dapat diprediksi sehingga beresiko terjadi hipotensi

ortostatik dan hipertensi

Densitas reseptor dopamin-2 menurun

Meningkatkan resiko parkinson dan simptom ekstrapiramidal sebagai

respon terhadap antipsikotik Aktivitas kolinergik menurun Sensitivitas terhadap efek samping

obat antikolinergik meningkat Sensitivitas sistem GABA-ergic

meningkat

Reaksi merugikan (seperti jatuh, imbalance, pelupa, dan mengantuk)

dari benzodiazepin meningkat Pengikatan reseptor reuptake

serotonin dan densitas reseptor 5- HT1A dan 5-HT2A menurun

Dysregulation mood dan anxietas meningkat

(How dan Xiong, 2019).

2.4 Penyakit Degeneratif pada Geriatri

Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh penurunan jumlah sel sehingga mempengaruhi sistem organ dan mempengaruhi kualitas hidup geriatri serta memiliki tingkat mortilitas yang tinggi (Fridalni dkk., 2019). Salah satu penyakit degeneratif dengan prevalensi tinggi yang terjadi pada geriatri adalah hipertensi. Hipertensi sering disebut sebagai penyakit “the sillent killer” karena hipertensi umumnya tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu tetapi

(32)

19

gejala muncul apabila telah terjadi komplikasi ke organ lain (Adrian dan Tommy, 2019).

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang paling sering dialami oleh geriatri. Prevalensi pasien hipertensi di Asia Tenggara diketahui berada pada posisi ketiga tertinggi di dunia yaitu sebanyak 25% dari total penduduk.

Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah setiap tahunnya. Prevalensi pasien hipertensi di Indonesia sendiri diketahui sebesar 34,11% dimana Provinsi Kalimantan Selatan menempati posisi pertama dengan penderita hipertensi terbanyak sebesar 44,1%. Menurut data Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan, penderita hipertensi di Provinsi Sumatera Utara sendiri memiliki prevalensi sebesar 6,7% dari total penduduk dimana Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang merupakan kabupaten dengan prevalensi pasien hipertensi terbanyak. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, penderita hipertensi paling banyak berusia di atas 55 tahun (22.618 pasien) diikuti oleh usia 18-44 tahun (Aidha dkk., 2018). Penyebab prevalensi yang tinggi dari hipertensi dapat berasal dari faktor resiko yang dapat dirubah (dapat dihindari) seperti merokok, obesitas, konsumsi alkohol, gaya hidup kurang gerak, dan stres serta faktor yang tidak dapat dirubah terdiri dari faktor genetik, umur, dan jenis kelamin (Utama, 2021).

Geriatri beresiko tinggi mengalami hipertensi disebabkan oleh terjadinya penurunan fungsi organ kardiovaskuler seperti jantung dan pembuluh darah dimana terjadi penyempitan pembuluh darah dan dinding pembuluh darah mengalami kekakuan sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini disebabkan karena elastisitas pembuluh darah besar menurun akibat pertambahan usia sehingga lumen dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku dimana akan meningkatkan

(33)

20

tekanan darah sistolik sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terdapat faktor resiko lain penyebab hipertensi pada geriatri seperti dislipidemia (hiperkolesterolemia) (Adam, 2019).

Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol di dalam darah meningkat di atas ambang normal. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan metaboslisme asam empedu sehingga meningkatkan produksi kolesterol (Suwarsi, 2019). Resiko hiperkolesterolemia meningkat pada geriatri akibat pertambahan usia. Secara global, prevalensi penderita hiperkolesterolemia sebesar 39% dan sekitar 4,5% penderita beresiko mengalami kematian. Hasil data Riskesdas menyebutkan bahwa sekitar 12,4% mengalami hiperkolesterolemia. Faktor utama penyebab terjadinya hiperkolesterolemia diketahui adalah konsumsi lemak jenuh yang tinggi disertai pola hidup tidak sehat seperti kurang berolahraga. Studi yang dilakukan oleh Melati dkk. (2021) menunjukkan bahwa sebagian besar geriatri menderita hiperkolesterolemia dimana geriatri perempuan memiliki prevalensi tertinggi. Hal ini dapat disebabkan karena penurunan kadar estrogen akibat proses menopause (Melati dkk., 2021).

Penyakit degeneratif lain yang banyak diderita oleh geriatri selain hipertensi dan hiperkolesterolemia adalah penyakit jantung koroner (PJK) (Taroreh dkk., 2017). Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Menurut data World Health Organization (WHO), angka kematian akibat penyakit jantung koroner meningkat setiap tahunnya sebesar 3,1 juta orang sedangkan menurut data Riskesdas, penyakit jantung koroner menempati urutan ketiga penyebab kematian tertinggi di Indonesia setelah stroke dan hipertensi (Suri, 2021). Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang terjadi akibat

(34)

21

adanya penyempitan pada arteri koroner yang menyebabkan terganggunya aliran darah ke otot jantung. Salah satu faktor resiko terjadinya PJK adalah hiperkolesterolemia. Selain itu, terdapat faktor resiko lain yang dapat memicu PJK antara lain merokok, diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dan gaya hidup kurang gerak (Sutrisno dkk., 2015). Hipertensi, diabetes melitus, dan kondisi obesitas yang dialami oleh geriatri meningkatkan 2 hingga 3 kali resiko geriatri menderita PJK.

Geriatri yang menderita PJK cenderung mengalami hipertensi 2,25 kali lebih tinggi daripada lansia yang tidak menderita PJK (Suri, 2021).

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif lainnya yang sering diderita oleh geriatri dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Diabetes melitus terjadi karena tingginya kadar glukosa dalam darah yang disebut sebagai hipoglikemia. Kondisi glukosa darah yang tinggi ini meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular hingga kematian. Kelompok populasi lansia beresiko tinggi mengalami diabetes akibat pertambahan usia. Seiring pertambahan usia, kejadian intoleransi glukosa semakin meningkat dan produksi insulin menurun akibat berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam sekresi insulin (Febriani dan Fitri, 2019). Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015, diketahui sebanyak 8,5% penduduk Indonesia menderita diabetes melitus. Studi yang dilakukan oleh Winta dkk. (2018) menyebutkan bahwa sebesar 50,7% geriatri menderita diabetes melitus (Winta dkk., 2018). Menurut studi yang dilakukan di RS Martha Friska Medan, diketahui mayoritas geriatri yang mengalami diabetes melitus berusia 61-70 tahun. Hal ini umumnya terjadi karena geriatri mengalami penurunan produksi insulin dan terjadi resistensi insulin pada jaringan perifer seperti sel hati, lemak, dan otot akibat

(35)

22

pertambahan usia. Diabetes melitus yang dialami oleh geriatri umumnya menyebabkan beberapa penyakit komplikasi seperti penyakit arteri (koroner maupun perifer) dan pembuluh arteri karotis. Berdasarkan penyakit komplikasi, geriatri yang menderita diabetes melitus lebih beresiko mengalami komplikasi penyakit hipertensi sebesar 53,33% (Fajar dkk., 2019).

2.5 Prinsip Pengobatan pada Geriatri

Pengobatan pada pasien geriatri merupakan suatu tantangan yang kompleks bagi praktisi kesehatan sehingga memerlukan pertimbangan yang tepat guna mencapai outcome klinis yang diinginkan dan mencegah terjadinya resiko reaksi yang membahayakan tubuh. Pengobatan pada geriatri cukup kompleks karena adanya perubahan fisiologis, farmakokinetik, dan farmakodinamik serta adanya komorbiditas (Fauziyah dkk., 2020). Hal ini menyebabkan terjadinya penggunaan obat yang berlebihan atau polifarmasi dimana setidaknya geriatri mengkonsumsi tiga obat secara bersamaan untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Salah satu penyebab dari penggunaan banyak obat tersebut adalah tingginya resiko komorbiditas pada geriatri. Penggunaan obat yang berlebihan ini akan meningkatkan resiko terjadinya adverse drug reaction (ADR), penurunan status kesehatan, peningkatan lama pengobatan dan biaya pengobatan serta penurunan kepatuhan pasien. Oleh karena itu, penting untuk memantau outcome klinis dan reaksi obat merugikan yang terjadi pada geriatri yang menjalani pengobatan polifarmasi (Jyothsna dkk., 2019). Selain itu, aspek terapi non-farmakologis juga perlu dipertimbangkan dalam mengobati suatu simptom dan penyakit yang terjadi pada geriatri dengan tidak hanya mengobati gejala penyakit yang telah ada tetapi

(36)

23

juga melakukan pencegahan terhadap resiko penyakit lebih lanjut (Sunarti dkk., 2019).

2.6 Polifarmasi pada Geriatri

Geriatri cenderung mengalami penyakit pada banyak organ sehingga dibutuhkan peresepan polifarmasi yang bertujuan untuk mengobati masing-masing penyakit yang dideritanya (Rikomah, 2018). Polifarmasi berasal dari bahasa Yunani yaitu poly yang berarti lebih dari satu dan pharmacon yang berarti obat (Herdaningsih dkk., 2016). Polifarmasi merupakan penggunaan banyak obat (lima atau lebih obat) dalam suatu resep secara bersamaan per pasien (Andalas, 2014).

Berdasarkan jumlah item obat dalam lembar resep pasien, polifarmasi dapat diklasifikasikan menjadi non-polifarmasi (lembar resep mengandung 1-4 obat), polifarmasi (lembar resep mengandung 5-9 obat), dan hiperpolifarmasi (lembar resep mengandung ≥ 10 obat) (Vegada dkk., 2020).

Peresepan polifarmasi yang tepat pada geriatri diperlukan dengan mempertimbangkan peresepan obat yang tepat untuk mengobati masalah klinis yang diderita secara tepat. Penting bagi para tenaga kesehatan untuk memastikan bahwa peresepan polifarmasi telah tepat karena masalah seperti potentially inappropriate medications (PIM) sering terjadi pada pasien geriatri sehingga beresiko meningkatkan biaya kesehatan pasien (Fauziyah dkk., 2020). Polifarmasi dapat meningkatkan resiko efek samping obat, interaksi obat-obat, menghasilkan kaskade terapeutik, biaya pengobatan, dan resiko jatuh pada pasien geriatri (Blundell dan Gordon, 2015).

Interaksi obat merupakan bagian dari drug related problem (DRP) yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan sehingga dapat meningkatkan

(37)

24

atau menurunkan efek obat pada pasien. Interaksi obat berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi menjadi interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik (Mahamudu dkk., 2017). Berdasarkan penelitian sebelumnya, persentase resiko interaksi obat yang terjadi pada pasien yang menggunakan 2 jenis obat yaitu 13%, 4 jenis obat yaitu 38%, dan 7 atau lebih jenis obat yaitu 82%. Kejadian interaksi farmakokinetik (63,6%) diketahui lebih besar daripada interaksi farmakodinamik (22,8%). Persentase kejadian interaksi farmakodinamik umumnya dapat diprediksi sebelumnya dan berlaku untuk golongan obat dengan kelas terapi yang sama sehingga sehingga reaksi yang tidak diinginkan dari interaksi tersebut dapat dicegah (Dasopang dkk., 2015).

Polifarmasi tidak hanya berhubungan dengan jumlah obat yang diresepkan pada pasien. Menurut Handayani (2019), terdapat lima kriteria klinis dalam menentukan polifarmasi:

a. Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas

b. Melakukan terapi yang sama untuk penyakit yang sama c. Penggunaan obat-obat yang beresiko terjadi interaksi obat d. Penggunaan obat dengan dosis tidak tepat

e. Penggunaan obat lain untuk mengatasi efek samping obat.

(38)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu fenomena pada suatu populasi. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif cross sectional yaitu dengan melihat data yang telah ada (data sekunder) berupa rekam medis pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara pada suatu periode waktu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medis Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Pengumpulan data dilakukan selama periode bulan November- Desember 2021.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien lansia (berusia ≥ 60 tahun) rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara selama periode Januari-Desember 2020.

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien lansia (berusia ≥ 60 tahun) rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria inklusi. Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(39)

26 a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

i. Seluruh data rekam medis pasien lansia yang (berusia ≥ 60 tahun) rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara periode Januari-Desember 2020

ii. Seluruh data rekam medis yang memiliki informasi lengkap.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu seluruh data rekam medis pasien lansia rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara periode Januari- Desember 2020 yang lengkap tetapi tidak dapat terbaca oleh peneliti.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini

dihitung menggunakan bantuan kalkulator Raosoft

(http://www.raosoft.com/samplesize.html). Adapun jumlah sampel minimum yang digunakan sebagai sampel adalah 353 rekam medis.

Menurut Suharso (2010), perhitungan sampel minimal dari masing-masing periode saat pasien melakukan pengobatan rawat jalan dilakukan secara proporsional menggunakan rumus:

Sampel = (populasi/total populasi)

x

total sampel minimum

Perhitungan sampel yang diambil dari masing-masing periode saat pasien melakukan pengobatan rawat jalan adalah:

a. Januari = (402/4285)

x

353 = 33,11 b. Februari = (523/4285)

x

353 = 43,08 c. Maret = (438/4285)

x

353 = 36,08

(40)

27 d. April =

(

317/4285)

x

353 = 26,11 e. Mei = (292/4285)

x

353 = 24,05 f. Juni = (377/4285)

x

353 = 31,05 g. Juli = (365/4285)

x

353 = 30,06 h. Agustus = (377/4285)

x

353 = 31,05 i. September = (353/4285)

x

353 =29,08 j. Oktober = (365/4285)

x

353 =30,06 k. November = (329/4285)

x

353 = 27,10 l. Desember = (280/4285)

x

353 = 23,06

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 363 rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi dari jumlah seluruh populasi sebanyak 4.285 rekam medis pasien.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini antara lain:

a. Pola penggunaan obat pada pasien geriatri merupakan gambaran mengenai penggunaan obat pada pasien geriatri berdasarkan jenis kelamin, usia, jumlah item obat, nama obat, jenis obat (obat generik/obat non-generik), golongan obat, dan bentuk sediaan.

b. Rawat jalan merupakan pelayanan kesehatan dimana pasien tidak perlu dirawat (menginap) di rumah sakit.

c. Rekam medis merupakan keterangan tertulis mengenai identitas, pemeriksaan, dan pengobatan yang telah diberikan kepada pasien geriatri rawat jalan.

(41)

28

d. Jenis kelamin merupakan gender dari objek penelitian (pasien) berupa laki-laki atau perempuan.

e. Usia merupakan jangka waktu objek penelitian sejak dilahirkan hingga menerima pengobatan rawat jalan di rumah sakit.

f. Diagnosis merupakan suatu kegiatan memeriksa gejala yang dialami untuk menentukan suatu penyakit.

g. Poliklinik merupakan suatu pelayanan kesehatan yang melayani pengobatan berbagai penyakit (tidak ditujukan untuk perawatan inap).

h. Jumlah item obat merupakan banyaknya obat yang dikonsumsi oleh pasien secara bersamaan per hari dalam satu resep.

i. Golongan obat merupakan kelompok obat yang diberikan kepada pasien berdasarkan cara kerjanya seperti antihipertensi, antibiotik, antihistamin, antiinflamasi, dll.

j. Bentuk sediaan obat merupakan bentuk suatu obat yang mengandung satu atau lebih bahan berkhasiat dengan atau tanpa zat tambahan yang diformulasikan untuk pengobatan dengan dosis atau volume tertentu. Ada 3 bentuk sediaan yaitu sediaan padat (serbuk, kapsul, tablet, suppositoria), sediaan cair (larutan, suspensi, emulsi), dan sediaan semisolid (salep, krim, gel).

3.5 Instrumen Penelitian 3.5.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa rekam medis (medical record) pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara tahun 2020 yang memuat karakteristik pasien dan profil penggunaan obat.

(42)

29 3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan secara retrospektif yaitu meneliti ke belakang berdasarkan data yang telah ada (data sekunder). Data yang dikumpulkan berupa rekam medis pasien geriatri yang menjalani pengobatan di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara tahun 2020. Data dipilih merupakan data lengkap terdiri dari karakteristik pasien (jenis kelamin, usia, diagnosis, poliklinik asal resep) dan karakteristik penggunaan obat (jumlah item obat, golongan obat, jenis obat, dan bentuk sediaan). Data kemudian dicatat dalam lembar pengumpulan data.

3.5.3 Pengolahan Data

Data lengkap yang diperoleh dari resep pasien geriatri yang menjalani pengobatan rawat jalan dianalisis berdasarkan jenis kelamin, usia, diagnosis, poliklinik asal resep, jumlah item obat, golongan obat, jenis obat, dan bentuk sediaan obat. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel dan data disajikan dalam bentuk tabel yang memuat jumlah dan persentase.

Analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif yaitu uji Chi-square untuk menilai hubungan antara jenis kelamin, usia, diagnosis, poliklinik asal resep terhadap jumlah obat yang diresepkan. Jika p value < 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sedangkan jika p value > 0,05 maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti.

3.6 Langkah Penelitian

Langkah pengambilan data untuk mengumpulkan data rekam medis pasien adalah

(43)

30

a. Meminta rekomendasi dari Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

b. Menghubungi kepala bidang pendidikan dan penelitian Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.

c. Mengumpulkan semua data rekam medis yang masuk dari bulan Januari- Desember 2020 di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

d. Memilih data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi.

e. Melakukan analisa deskriptif dan menginterpretasikannya.

f. Menarik kesimpulan

(44)

31 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dimulai dari bulan November-Desember 2021. Data yang diambil merupakan rekam medis pasien geriatri pada periode Januari-Desember 2020. Berdasarkan data rekam medis tersebut didapatkan populasi geriatri yang menjalani pengobatan rawat jalan selama tahun 2020 sebanyak 4.285 pasien sehingga sebanyak 363 data rekam medis pasien geriatri rawat jalan periode Januari-Desember 2020 yang memenuhi kriteria inklusi digunakan sebagai subjek penelitian. Data yang diperoleh meliputi karakteristik subjek penelitian seperti jenis kelamin, usia, diagnosis, poliklinik asal resep pasien rawat jalan, dan karakteristik penggunaan obat seperti jumlah item obat, golongan obat, jenis obat (obat generik/obat non- generik), dan bentuk sediaan yang digunakan.

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pola penggunaan obat pada pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara berdasarkan karakteristik pasien mayoritas merupakan perempuan (51,79%), berusia 60-69 tahun (54,27%), diagnosis utama hipertensi (28,65%), dan resep berasal dari poliklinik penyakit dalam (46,56%). Data lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1 Karakteristik pasien geriatri rawat jalan berdasarkan demografi pasien Karakteristik pasien Jumlah pasien (n = 363) Persentase (%) Jenis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan

175 188

48,21 51,79

(45)

32

Karakteristik pasien Jumlah pasien (n = 363) Persentase (%) Usia

a. 60-69 tahun b. 70-79 tahun c. ≥ 80 tahun

197 138 28

54,27 38,02 7,71 Diagnosis utama

a. Hipertensi b. Penyakit jantung c. Diabetes melitus

tipe 2 d. Pembesaran

kelenjar prostat e. PPOK (penyakit

paru obstruktif kronis)

f. Lain-lain (hiperlipidemia, gout, gangguan pencernaan, hipertiroid, Parkinson, Alzhaimer, low back pain, osteoarthritis, rinitis alergi, reumatik)

104 90 50 24 22

74

28,65 24,79 13,77 6,61 6,06

20,39

Jumlah diagnosis pasien a. 1 diagnosis b. 2 diagnosis c. 3 diagnosis d. 4 diagnosis e. 5 diagnosis f. 6 diagnosis

115 104 81 52 6 5

31,68 28,65 22,31 14,33 1,65 1,38 Poliklinik asal resep

a. Penyakit dalam b. Jantung

c. Paru d. Urologi e. Saraf

f. Lain-lain (gigi, jiwa, kulit kelamin, THT, ortopedi, mata)

169 90 28 27 18 32

46,56 24,79 7,71 7,44 4,96 8,82

(46)

33

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa mayoritas pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara berjenis kelamin perempuan sebanyak 188 pasien (51,79%) sedangkan laki-laki sebanyak 175 pasien (48,21%).

Berdasarkan uji statistik non-parametrik one sample didapatkan p-value sebesar 0,401. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pasien geriatri laki-laki dan pasien geriatri perempuan. Populasi pasien getiatri perempuan yang lebih banyak dibanding pasien geriatri laki-laki dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya karena angka harapan hidup (AHH) pada populasi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki menyebabkan populasi perempuan lebih banyak daripada laki-laki (BPS, 2020).

Namun, seiring bertambahnya usia maka fungsi fisiologis akan menurun. Pada wanita terutama yang berusia ≥ 60 tahun telah memasuki masa menopause sehingga resiko menderita penyakit kardiovaskuler meningkat. Hal ini disebabkan karena saat memasuki masa menopause produksi kadar estrogen menurun dimana hal ini menurunkan fungsi perlindungan terhadap pada pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi, hiperlipidemia, dan penyakit jantung koroner (Mariam, 2016). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada salah satu RSUD di Semarang tahun 2017 dimana populasi geriatri perempuan lebih tinggi yaitu sebesar 52,67% (Mulyani dan Rukminingsih, 2020).

Penelitian lain juga menunjukkan hasil yang sama dimana populasi geriatri perempuan memiliki prevalensi yang lebih tinggi yaitu 54,44% (Tabassum dkk., 2020).

Mayoritas usia pasien geriatri rawat jalan dalam penelitian ini berusia 60- 69 tahun sebanyak 197 pasien (54,27%), diikuti usia 70-79 tahun sebanyak 138

(47)

34

pasien (38,02%), dan usia ≥ 80 tahun sebanyak 28 pasien (7,71%). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya pada salah satu RSUD di Semarang tahun 2017 dimana kelompok pasien geriatri terbanyak berusia 60-69 tahun yaitu 201 pasien (67%) (Mulyani dan Rukminingsih, 2020). Penelitian lain juga menunjukkan hasil yang sama dimana pasien geriatri paling banyak berada pada rentang usia 60-69 tahun sebanyak 141 pasien (59,5%) (Tabassum dkk., 2020). Seiring pertambahan usia, angka kejadian morbiditas dan mortalitas semakin meningkat sehingga populasi penduduk berusia yang lebih tua populasinya semakin berkurang (Fauziah dkk., 2020). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pasien geriatri rawat jalan paling banyak adalah kelompok usia 60-69 tahun sedangkan kelompok geriatri berusia ≥ 70 tahun cenderung menderita penyakit kronis yang lebih kompleks sehingga membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit (rawat inap) (Soejono dan Rizka, 2021). Penelitian lain di Padang juga menunjukkan hasil yang serupa dimana populasi geriatri berusia 60-69 tahun merupakan kelompok usia geriatri yang paling banyak menjalani pengobatan rawat jalan (59,8%) (Pratama dkk., 2017).

Penelitian ini menunjukkan bahwa hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes melitus tipe 2 merupakan masalah kesehatan yang banyak diderita oleh pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara masing- masing sebesar 28,65%; 24,79%; 13,77%. Menurut Hasil Riskesdas 2018, hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes melitus masuk ke dalam sepuluh besar penyakit degeneratif yang paling banyak dialami oleh geriatri. Resiko penyakit degeneratif meningkat seiring bertambahnya usia akibat penurunan fungsi fisiologis (Pusdatin Kemenkes RI, 2018).

(48)

35

Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang memiliki prevalensi yang tinggi pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu perubahan dalam sistem aorta dan pembuluh darah sistemik seperti penurunan elastisitas pembuluh darah serta penebalan dinding aorta dan pembuluh darah pada pasien geriatri sehingga menyebabkan kekakuan pada pembuluh arteri. Perubahan ini menyebabkan peningkatan resistensi perifer dan peningkatan tekanan darah sistolik sehingga tekanan darah meningkat. Selain itu, sensistivitas baroreseptor menurun seiring bertambahnya usia sehingga refleks baroreseptor dalam mengontrol tekanan darah menjadi terganggu sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat (Rosari, 2014). Hasil ini serupa dengan penelitian sebelumnya di Padang dimana hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang paling sering diderita oleh lansia (93,9%) (Pratama dkk., 2017).

Penyakit jantung seperti gagal jantung kongestif juga merupakan diagnosis yang banyak diderita oleh pasien geriatri dalam penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik faktor yang tidak dapat diubah maupun faktor yang dapat diubah. Pertambahan usia adalah salah satu faktor resiko yang tidak dapat diubah dimana terjadi penurunan elastisitas dinding ventrikel kiri sehingga cardiac output mengalami penurunan yang menyebabkan stimulus inotropik dan kronotropik menyebabkan hipertensi. Apabila hipertensi ini tidak dikontrol dengan baik maka dapat menyebabkan gagal jantung kongestif. Selain itu, penurunan fungsi jantung akibat pertambahan usia juga berkontribusi menyebabkan terjadinya penyakit jantung pada pasien geriatri (Zulistin, 2015). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa prevalensi gagal jantung kongestif paling banyak berusia 61-65 tahun (59,38%) (Harigustian dkk., 2016).

(49)

36

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit berikutnya yang memiliki prevalensi yang tinggi dalam penelitian ini. Seiring bertambahnya usia terjadi penurunan fisiologis dimana terjadi intoleransi glukosa akibat adanya faktor degeneratif seperti kemampuan tubuh untuk memetabolisme glukosa menurun.

Namun, kondisi lain seperti pola hidup yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik (olahraga) juga berkontribusi dalam menyebabkan diabetes melitus. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 merupakan kelompok usia > 45 tahun (Wicaksono, 2011).

Berdasarkan jumlah diagnosis yang diderita oleh pasien geriatri didapatkan bahwa mayoritas pasien terdiagnosis 1 sebanyak 115 pasien (31,68%) penyakit diikuti oleh terdiagnosis 2 penyakit sebanyak 104 pasien (28,65%). Adapun diagnosis terbanyak yang diderita per pasien geriatri dalam penelitian ini adalah 6 penyakit yaitu pada 5 pasien geriatri (1,38%). Berdasarkan poliklinik asal resep pasien geriatri rawat jalan, poliklinik penyakit dalam merupakan poliklinik yang paling banyak dikunjungi oleh pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara adalah sebanyak 169 pasien (46,56%) diikuti oleh poliklinik jantung sebanyak 90 pasien (24,79%).

4.2 Penggunaan Obat per Pasien

4.2.1 Penggunaan Obat per Pasien Berdasarkan Jumlah Item Obat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pola penggunaan obat pada pasien geriatri rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara berdasarkan jumlah item obat yang digunakan dimana mayoritas pasien menggunakan ≥ 5 obat.

Data lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedia Jasa dari Panitia Pengadaan Langsung Jasa Konstruksi Nomor 086/PAN-PL/KONST-DM/2012 tanggal 4 Juli 2012 untuk Pekerjaan Perbaikan

Selain kegiatan ekonomi, pendidikan juga menjadi faktor utama yang mendorong terjadinya kontak bahasa masyarakat, karena kebanyakan guru/pendidik merupakan pendatang

Pada sebagian besar plasmid Ti, terdapat lima kompleks gen, yaitu T-DNA (bagian yang ditransfer dan menyatu dengan genom tanaman), gen virulen (vir) yang terdiri dari 50 kilo basa

Pembuatan permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii merupakan penelitian utama dengan perlakuan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 30%, 40%

Peraturan Bupati Karangasem Nomor 46 Tahun 2014 tentang Target Penerimaan Tiap Triwulan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun Anggaran 2015 (Berita Daerah Kabupaten Karangasem

Rangkaian LED dalam modul penerima ini terdapat LED berwarna merah yang berfungsi sebagai indicator apabila saat modul penerima dalam keadaan menyala serta rangkaian

Gambar 21 tampak samping memperlihatkan bahwa jarak titik pusat massa terhadap titik gandeng sebesar 21 mm, sementara itu pada Gambar 21 tampak depan dapat

Dalam pernyataan ini Foley mengatakan linguistik antropologi atau yang dikenal juga dengan etnolinguistik adalah ilmu yang mengkaji makna dalam praktik kebahasaan