• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PROYEKSI LAGRANGE UNTUK PROGRAM NONLINIER STOKASTIK MULTI-TAHAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "METODE PROYEKSI LAGRANGE UNTUK PROGRAM NONLINIER STOKASTIK MULTI-TAHAP"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

MULTI-TAHAP

DISERTASI

Oleh

IHDA HASBIYATI 108110002/Ilmu Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(2)

MULTI-TAHAP

DISERTASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Doktor Ilmu Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IHDA HASBIYATI 108110002/Ilmu Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(3)

STOKASTIK MULTI-TAHAP Nama Mahasiswa : Ihda Hasbiyati

Nomor Pokok : 108110002

Program Studi : Doktor Ilmu Matematika

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Tulus, M.Si) Promotor

(Prof. Dr. Opim Salim, M.Sc) (Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc)

Co-Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus: 17 Juni 2015

(4)

PANITIA PENGUJI DISERTASI Ketua : Prof. Dr. Tulus, M.Si

Anggota : 1. Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc 2. Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc 3. Prof. Dr. Herman Mawengkang 4. Prof. Dr. Anton Abdulbasah Kamil

(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam di- sertasi saya yang berjudul:

METODE PROYEKSI LAGRANGE UNTUK PROGRAM NONLINIER STOKASTIK MULTI-TAHAP

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pem- bimbingan para komisi pembimbing, kecuali yang dengan ditunjukkan rujukan- nya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Medan, 17 Juni 2015 Penulis,

Ihda Hasbiyati

(6)

Penelitian ini mempresentasikan suatu metode untuk menyelesaikan masa- lah program nonlinier stokastik multi-tahap. Metode berdasarkan kepada pen- dekatan proyeksi lagrange, dengan menggunakan modifikasi Lagrange augment- ed. Dalam tulisan ini juga diberikan algoritma-algoritma pemograman nonlinier untuk menyelesaikan masalah program nonlinier stokastik multi-tahap. Secara matematik, dapat ditunjukkan bahwa metode proyeksi lagrange dapat menyele- saikan masalah program nonlinier stokastik multi-tahap.

Kata kunci: Program nonlinier stokastik multi-tahap, Proyeksi lagrange, Progr- am nonlinier

(7)

This research presented a method to solve multi-stage stochastic nonlinier programs. Method based to lagrange projected approach, by use of modification Lagrange Augmented. This in writing also been given nonlinear algorithms pro- grams to solve multi-stage stochastic nonlinier programs. Mathematically, can be pointed out that lagrange projected method can solve multi-stage stochastic nonlinear programs.

Keywords: Multi-stage stochastic nonlinear programs, Lagrange Projected, Non linear Programming

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Taala, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat me- nyelesaikan disertasi ini yang berjudul Metode Proyeksi Lagrange untuk Program nonlinier Stokastik Multi-tahap sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Doktor Ilmu Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dalam menyelesaikan di- sertasi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini juga dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Subhilhar, Ph.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengi- kuti Program Studi Doktor Ilmu Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi peserta Program Doktor Ilmu Matematika angkatan 2009, dan telah memberikan masukan dan saran se- hingga selesainya disertasi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, Selaku Ketua Program Studi S3 Ilmu Matematika dan selaku ketua komisi penguji, atas keikhlasan dan kesabaran serta ketulusan hati dalam memberi bimbingan dan dorongan dari awal hingga selesainya disertasi ini.

(9)

keiklasan dalam membimbing, mendukung dan mengarahkan penulis pada pembahasan isi dan penulisan hingga selesainya disertasi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, Selaku Co Promotor, atas ketulu- san hati dan keiklasan dalam membimbing, mendukung dan mengarahkan penulis pada pembahasan isi dan penulisan hingga selesainya disertasi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku Co Promotor, atas ketulu- san hati dan keiklasan dalam membimbing, mendukung dan mengarahkan penulis pada pembahasan isi dan penulisan hingga selesainya disertasi ini.

7. Bapak Prof. Dr. Anton Abdulbasah Kamil selaku Komisi Penguji atas ke- tulusan hati dalam memberi masukan dan arahan, untuk perbaikan men- genai isi disertasi ini.

8. Ketua Program Studi matematika Universitas Riau, Ketua Jurusan Ma- tematika Universitas Riau, Dekan FMIPA Universitas Riau, dan Rektor Universitas Riau, yang telah mendukung secara moril dan memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan pendidikan pada program studi Doktor Ilmu Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Doktor Ilmu Matematika Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

10. Buat sahabat-sahabatku, dan seluruh teman-teman Program Studi Dok- tor Ilmu Matematika, yang tidak disebutkan satu persatu, yang memberi semangat dan dorongan dan doanya kepada penulis.

(10)

Administrasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universi- tas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih tak terhingga yang sangat mendalam kepada suamiku tercinta Haryo Suryo Nugroho, S.T. dan anak-anak tersayang: Ahmad Muhyiddin Zaidan, Muhammad Taqiyuddin Dzaky, Atika Nasywa Tsabita dan Muhammad Gibran Rabbani yang telah memberikan doa, dorongan, pengorbanan, pengertian, kesabaran, perhatian dan cinta selama penulis mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan disertasi ini. Terimakasih yang sebesar- besarnya juga penulis sampaikan kepada Ibunda Rosnihati tercinta yang tak ter- hingga banyaknya mendoakan dan memberikan banyak pengorbanan, bantuan dan dorongan dan Ayahnda Almarhum Muhammad Syarbaini Rahman tercinta, serta Mertua tercinta Bapak Soerjadi Atmosoewirjo dan Ibunda Enung Harjeni tercinta yang tak terhingga banyaknya mendoakan agar penulis berhasil. Teri- makasih juga penulis sampaikan kepada kakak dan adik-adikku tersayang yang telah memberikan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan disertasi ini.

Medan, 17 Juni 2015 Penulis,

Ihda Hasbiyati

(11)

Ihda Hasbiyati dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 26 Juli 1973, dari Bapak yang bernama Muhammad Syarbaini Rahman (Alm) dan Ibu bernama Rosnihati sebagai anak pertama dari duabelas bersaudara. Pada tahun 1985 lulus SDN 023 Pekanbaru. Pada tahun 1988 lulus SMPN 2 Pekanbaru. Pada tahun 1991 Lulus SMAN 2 Pekanbaru. Pada tahun 1996 lulus Sarjana Matema- tika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Pada tahun 2000 memperoleh gelar Magister di Program Studi Matematika Pascasar- jana Institut Teknologi Bandung. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis Mengi- kuti pendidikan S3 Program Studi Ilmu Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penulis menikah pada tahun 2002 dan telah dikaruniai tiga orang putera dan satu orang puteri. Penulis sampai dengan saat ini bekerja sebagai staf pen- gajar di Universitas Riau.

(12)

Halaman

PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

KATA PENGANTAR iv

RIWAYAT HIDUP vii

DAFTAR ISI viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Urgensi Penelitian 4

BAB 2 LANDASAN TEORI 5

2.1 Beberapa Masalah Optimasi 5

2.2 Skenario 7

2.3 Pemrograman Linier 8

2.4 Pemrograman Nonlinier 9

2.4.1 Kondisi Kuhn-Tucker 16

2.4.2 Teknik Solusi 19

2.5 Pemrograman Stokastik 22

2.5.1 Model Stokastik 23

2.5.2 Perbedaan Model Deterministik dan Stokastik 23 BAB 3 PROGRAM STOKASTIK MULTI-TAHAP DAN METODE PROYEK-

SI LAGRANGE 25

3.1 Program Stokastik Multi-Tahap 25

3.1.1 Formula Umum 25

(13)

3.1.3 Program Stokastik Dua-Tahap dengan recourse 27

3.1.4 Himpunan feasible 29

3.1.5 Kasus khusus: relatif lengkap, lengkap dan simple re-

course 30

3.1.6 Diferensiability dari program stokastik 31

3.1.7 Konveksitas dan optimalitas 32

3.1.8 Program Stokastik Multi-Tahap 33

3.2 Metode Proyeksi Lagrange 35

3.2.1 Metode Lagrange 35

3.2.2 Metode Lagrange Augmented 37

3.2.3 Metode Pengali Lagrange 42

3.2.4 Metode Proyeksi lagrange 44

BAB 4 METODE LAGRANGE DUAL DAN METODE DEKOMPOSISI UNTUK MENYELESAIKAN PROGRAM NONLINIER STOKAS- TIK MULTI-TAHAP DAN ALGORITMA PROYEKSI LAGRANGE 49 4.1 Metode lagrange dual dengan Self-Concordant Barries untuk

Program Convex Stokastik Multi-Tahap 49

4.1.1 Self - Concordance 51

4.1.2 Algoritma Lagrange dual 54

4.2 Metode Dekomposisi yang Berdasarkan pada Squential Quadratie Programming (SQP) untuk Klas Program Nonlinier Stokastik

Multi-tahap 58

4.2.1 Algoritma Dekomposisi 61

4.2.2 Konvergensi dari algoritma 63

4.3 Algoritma Proyeksi Lagrange dan implementasinya untuk Kon-

strain Nonlinier Sparse 65

4.3.1 Deskripsi singkat dari Minos, 66

4.3.2 Beberapa Aspek dari Algoritma yang menggunakan MI-

NOS. 67

4.3.3 Eksistensi untuk Konstrain Nonlinier. 69

(14)

BAB 5 MENYELESAIKAN PROGRAM NONLINIER STOKASTIK MULTI- TAHAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROYEKSI LA-

GRANGE 73

5.1 Program Nonlinier Stokastik Multi-Tahap 73 5.2 Menyelesaikan Program Nonlinier Stokastik Multi-Tahap De-

ngan Menggunakan Metode Proyeksi Lagrange 78 5.2.1 Pemilihan Pengali lagrange (λk) 82

5.2.2 Pemilihan Parameter Penalti (ρ) 84

5.2.3 Prosedur operasi algoritma 88

BAB 6 ALGORITMA PROYEKSI LAGRANGE UNTUK PROGRAM

NONLINIER STOKASTIK MULTI-TAHAP 92

6.1 Algoritma Proyeksi Lagrange 92

6.2 Konvergensi dari Algoritma 95

BAB 7 KESIMPULAN 97

7.1 Kesimpulan 97

7.2 Penelitian lebih lanjut 97

DAFTAR PUSTAKA 98

(15)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Optimisasi adalah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau op- timal (nilai efektif yang dapat dicapai). Dalam disiplin matematika optimisasi merujuk pada studi permasalahan yang mencoba untuk mencari nilai minimal atau maksimal dari suatu fungsi riil. Untuk dapat mencapai nilai optimal baik minimal atau maksimal tersebut, secara sistematis dilakukan pemilihan nilai variabel bilangan bulat atau riil yang akan memberikan solusi optimal.

Metode pencarian titik optimum juga dikenal sebagai teknik pemograman matematik dan menjadi bagian dari operasi riset. Operasi riset adalah suatu ca- bang matematika yang menekankan kepada aplikasi teknik dan metode saintifik untuk masalah-masalah pengambilan keputusan dan pencarian solusi optimal.

Teknik proses stokastik digunakan untuk menganalisis masalah yang dideskrip- sikan dengan sekumpulan variabel acak dimana distribusi probabilitasnya dike- tahui.

Masalah pemograman stokastik multi-tahap muncul dalam banyak situasi praktis, seperti produksi dan perencanaan tenaga kerja, seleksi portfolio dan lain-lain. Banyak literatur referensi yang berkontribusi untuk menyelesaikan pe- mograman nonlinier stokastik multi-tahap diantaranya metoda dekomposisi yang digunakan pada programming nonlinier dan juga program linier (Lasdon, 1970;

Feinberg, 1989; Han, 1989; ruszczynski, 1995 dan lain-lain). Kebanyakan dari

(16)

oleh Dantzig dan Wolfe (Dantzig dan Wolfe, 1960).

Secara umum model program matematik dari program nonlinier stokas- tik dapat dinyatakan dengan metode dekomposisi L-Shaped, metode ini lebih efisien untuk menyelesaikan pemograman linier stokastik multi-tahap (Gongyun zhao 2001). Pada setiap siklus, himpunan feasible dan bagian optimal dibangun secara rekursif, sehingga diperoleh barisan dari daerah feasible (decreasing). Be- berapa metode yang lain untuk pemograman linier stokastik multi-tahap telah diteliti diantaranya oleh Birge, Birge dan Louveaux (Birge,1995; Birge dan Lou- veaux, 1997) dan referensi-referensi mereka yang lain. Selanjutnya, Gongyun, Zhao (Gongyun, Zhao, 1999; Gongyun, Zhao, 2001) mengusulkan metode bar- rier logarithmic untuk menyelesaikan pemograman linier stokastik multi-tahap.

Karena semua metode berdasarkan kepada struktur spesial dan sifat-sifat dari pemograman linier stokastik, sehingga hal ini sulit digeneralisir untuk menyele- saikan pemograman nonlinier stokastik.

Metode lainnya yaitu dengan Analisis skenario yang digunakan untuk menen- tukan pemograman stokastik multi-tahap yang telah diteliti oleh Rockafellar dan Wets pada tahun 1987, yaitu dengan suatu program khusus untuk sejumlah hingga skenario untuk suatu time periode. Berdasarkan pada teknik analisis skenario, Rockafellar dan Wets (Rockafellar dan Wets, 1991) mengusulkan Algo- ritma Hedging Progressif (PHA) untuk pemograman stokastik multi-tahap, yaitu suatu algoritma iterasi. Mulvey dan Vladimirou (Mulvey dan Vladimirou, 1991) menggunakan PHA untuk stochastic generalized networks, dan telah mencapai hasil yang memuaskan secara numerik. Penggunaan PHA lebih lanjut, dilakukan oleh Chun dan Robinson (Chun dan Robinson, 1995), Helgason dan Wallace (Hel-

(17)

gason dan Wallace, 1991) dan beberapa peneliti lainnya. Salah satu kesulitan dalam mengimplementasikan PHA adalah menyeleksi parameter penalty yang sesuai. Chun dan Robinson (Chun dan Robinson, 1995) menunjukkan bahwa PHA bukan kandidat terbaik untuk masalah analisis skenario loosely-coupled, dan juga telah ditunjukkan bahwa metode dekomposisi bundle-based (Robinson, 1991) lebih kompetitif dari pada PHA. Zhao memperkenalkan metoda iterasi yang berdasarkan kepada analisis skenario (Gongyun Zhao, 2005), yaitu suatu metode yang mengurangi konstrain nonantisipatif melalui pendekatan lagrange dual dan mengkombinasikannya dengan metoda barrier logarithmic.

Dalam penelitian ini, diusulkan suatu metode untuk menyelesaikan pro- gram nonlinier stokastik multi-tahap, metode ini diharapkan dapat memberikan penyelesaian untuk menentukan solusi optimal, dan juga mengembangkan algo- ritma proyeksi lagrange yang telah diteliti oleh Murtagh dan sander (1982), yang dikembangkan untuk problem program nonlinier stokastik multi-tahap. Metode yang diusulkan berdasarkan kepada metode proyeksi lagrange, dengan menggu- nakan modifikasi lagrange augmented.

1.2 Perumusan Masalah

Pencarian solusi optimal dari program nonlinier stokastik multi-tahap tidak hanya dapat dilakukan dengan dengan metode dekomposisi dan metode lagrange dual seperti yang dilakukan oleh Gongyun Zhao, tetapi pencarian solusi optimal dapat juga dilakukan dengan metode-metode lain diantaranya dengan metode proyeksi lagrange. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis mencoba meng- gunakan metode proyeksi lagrange untuk menyelesaikan masalah program nonlin-

(18)

proyeksi lagrange lebih efektif digunakan untuk melakukan pencarian solusi op- timal untuk masalah program nonlinier stokastik multi-tahap.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan suatu metode untuk menyelesai- kan program nonlinier stokastik multi-tahap, dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode proyeksi lagrange.

1.4 Urgensi Penelitian

Hasil utama dari penelitian ini memiliki kontribusi pada (a) perkembang- an pemograman stokastik yang berkaitan dengan program nonlinier stokastik multi-tahap; (b) kajian mengenai metode Lagrange khususnya metode proyeksi Lagrange dan algoritma proyeksi lagrange.

(19)

LANDASAN TEORI

Berikut diberikan beberapa landasan teori untuk penelitian disertasi ini diantaranya, kajian mengenai Optimasi, mengenai Pemrograman Nonlinier yang diawali dengan Pemrogramam Linier, Pemrograman Stokastik yang dibagi men- jadi Model Stokastik dan perbedaan antara Model Stokastik dengan Model De- terministik,

2.1 Beberapa Masalah Optimasi

Pengertian optimasi sudah diberikan pada BAB I. Optimasi juga dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan hasil terbaik dari suatu keadaan yang diberikan, dengan tujuan akhirnya adalah meminimumkan effort (usaha) atau memaksimumkan manfaat yang diinginkan. Usaha yang diperlukan atau manfaat yang diinginkan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari variabel keputu- san. Optimasi dapat didefinisikan sebagai proses untuk menemukan kondisi yang memberikan nilai minimum atau maksimum dari sebuah fungsi.

Masalah optimasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Parwadi Moengin, 2009) :

1. Masalah Optimasi Berdasarkan Pada Keberadaan Kendala

Masalah optimasi diklasifikasikan sebagai masalah terkendala atau masalah tanpa kendala, tergantung kepada ada tidaknya kendala dalam masalah optimasi.

(20)

2. Masalah Optimasi Berdasarkan Bentuk Persamaan Fungsi Yang Terlibat

Masalah optimasi yang berdasarkan kepada bentuk fungsi objektif dan fungsi kendala. Berdasarkan klasifikasi ini, masalah optimasi diklasifikasikan sebagai masalah pemrograman linier, nonlinier, geometrik dan kuadratik.

1. Masalah Pemrograman Linier

Yaitu masalah optimasi dengan fungsi objektif dan semua kendala adalah fungsi linier dari variabel keputusan.

2. Masalah Pemrograman Nonlinier

Masalah pemrograman nonlinier adalah jika ada diantara fungsi objektif dan fungsi-fungsi kendala. Untuk masalah pemrograman nonlinier akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab 2.3

3. Masalah Pemrograman Kuadratik

Suatu masalah pemrograman kuadratik adalah suatu masalah pemogra- man nonlinier dimana fungsi objektif berbentuk kuadratik dan fungsi ken- dala berbentuk linier.

3. Masalah Optimasi Berdasarkan Pada Nilai Variabel Keputusan Yang Diper- bolehkan

Berdasarkan kepada nilai variabel keputusan yang dibolehkan, masalah optimasi dapat diklasifikasikan sebagai masalah pemograman integer dan masalah pemograman riil.

Masalah pemograman integer adalah apabila beberapa atau semua vari- abel keputusan dari suatu masalah optimasi dibatasi hanya bernilai integer (bilangan bulat) atau diskrit. Dan masalah pemograman riil adalah jika semua variabel keputusan bernilai bilangan riil.

(21)

4. Masalah Optimasi Berdasarkan Pada Nilai Parameter Yang Diperbolehkan

Terdapat dua masalah optimasi dengan nilai parameter yang diperbolehkan yaitu, pemograman deterministik dan pemograman stokastik. Suatu masa- lah pemograman stokastik adalah masalah optimasi dimana beberapa atau semua parameter dalam optimasi bersifat probabilistik. Sebaliknya jika se- mua parameter dalam optimasi bersifat deterministik, masalah optimasi tersebut dinamakan masalah pemograman deterministik.

5. Masalah Optimasi Berdasarkan Pada Separabilitas Fungsi

Masalah optimasi dapat diklasifikasikan sebagai masalah pemograman sep- arabel atau nonseparabel berdasarkan kepada separabilitas fungsi objektif dan fungsi kendala.

6. Masalah Optimasi Berdasarkan Pada Banyaknya Fungsi Objektif

Bergantung pada banyaknya fungsi objektif yang diminimumkan, masa- lah optimasi dapat diklasifikasikan sebagai masalah pemograman objektif- tunggal dan multi objektif.

2.2 Skenario

Berikut diberikan definisi dari skenario (Kall, P dan Wallace, S.W, 2003), sbb:

Definisi 2.2.1. (Skenario). Suatu skenario s adalah barisan outcomes ξt, t = 0, · · · , T ditulis sebagai

s =

 ξ0(s) ξ1(s) ... ξ (s)

(22)

Jumlah dari skenario ditulis dengan S.

Skenario analisis diberikan untuk menyelesaikan program stokastik multi- tahap (Rockafellar dan Wets, 1987), dengan jenis program dalam bentuk bilang- an hingga dari skenario untuk suatu time period.

2.3 Pemrograman Linier

Perkembangan pemrograman linier dapat disejajarkan dengan perkembang- an ilmu pengetahuan lainnya. Sejak tahun 1950 pengaruh pemrograman linier semakin meluas. Saat ini pemrograman linier merupakan alat standar yang dapat menghemat ribuan bahkan jutaan rupiah bagi banyak perusahaan, bis- nis bahkan untuk kalangan menengah dalam berbagai bidang industri di selu- ruh dunia. Kegunaan pemrograman linier telah menyebar dalam banyak sektor di masyarakat. Sebagian besar perhitungan ilmiah dengan komputer menguta- makan penggunaan pemrograman linier.

Tipe penerapan pemrograman linier pada umumnya meliputi permasalahan pengalokasian sumber daya manusia yang terbatas di tengah aktivitas-aktivitas yang saling bersaing melalui cara yang optimal.

Meskipun pengalokasian sumber daya ke aktivitas merupakan tipe penera- pan pemrograman linier yang paling umum ditemui, pemrograman linier mem- punyai banyak penerapan penting lainnya. Kenyataannya, permasalahan yang memiliki model matematika yang sesuai dengan aturan umum perograman linier merupakan permasalahan pemrograman linier juga. Selanjutnya prosedur penye- lesaian yang efisien yaitu metode simplek digunakan untuk menyelesaikan per- masalahan pemrograman linier termasuk untuk permasalahan skala besar. oleh

(23)

karena itu pemrograman linier mempunyai pengaruh yang sangat kuat hingga saat ini.

Pemrograman linier menggunakan model matematika untuk menggambarkan suatu masalah. Sifat linier disini berarti semua fungsi matematika harus beru- pa fungsi linier. Kata pemrograman di sini bukan berarti program komputer, melainkan perencanaan.

Pemrograman linier meliputi perencanaan aktivitas untuk mendapatkan hasil maksimal, yaitu sebuah hasil yang mencapai tujuan optimal (menurut mo- del matematika) di antara semua kemungkinan alternatif yang ada. Asumsi pokok pemrograman linier adalah semua fungsi yang terlibat (fungsi tujuan dan fungsi konstrain) adalah linier. Meskipun pada dasarnya diaplikasikan pada banyak masalah praktis, asumsi ini seringkali tidak sesuai. Pada kenyataan- nya, banyak ahli menemukan derajat nonlinieritas merupakan suatu aturan dan bukan merupakan suatu perkecualian dalam masalah perencanaan. Oleh sebab itu, seringkali memang perlu untuk segera mengarahkan pada masalah pemro- graman nonlinier, yang akan dijelaskan pada subbab 2.4.

2.4 Pemrograman Nonlinier

Pemrograman nonlinier adalah suatu pemrograman matematika dengan fungsi objektif dan atau fungsi kendala nya adalah berupa fungsi nonlinier. Pem- rograman nonlinier lebih sering ditemukan dalam persoalan optimasi dibanding- kan dengan pemrograman linier, karena sering sekali ditemukan derajat nonlin- ieritas pada masalah perencanaan.

(24)

menentukan x = x1, x2, · · · , xn sehingga tercapai tujuan untuk (Hillier dan Lieberman, 2005):

Memaksimalkan f (x), s.t

gi(x) ≤ bi untuk i = 1, 2, · · · , m dan

x ≥ 0,

dengan f (x) dan gi(x) merupakan fungsi yang diketahui dengan n variabel ke- putusan.

Terdapat banyak jenis masalah pemrograman nonlinier, tergantung pada karakteristik fungsi f (x) dan gi(x). Algoritma yang digunakan berbeda untuk jenis masalah yang berbeda. Untuk jenis masalah tertentu dengan bentuk fungsi yang sederhana, masalah tersebut dapat diselesaikan secara efisien. Untuk be- berapa fungsi yang lain, mencari solusi bahkan untuk masalah yang kecil menjadi suatu tantangan besar. Oleh karena terdapat banyak jenis dan algoritma, pem- rograman nonlinier merupakan suatu subyek yang besar.

Masalah pemrograman nonlinier muncul dalam berbagai bentuk. Tidak seperti metode simplek untuk pemrograman linier, satu algoritma saja tidak cukup untuk menyelesaikan semua jenis masalah pemrograman nonlinier. Berba- gai algoritma telah dikembangkan untuk berbagai klas yang berbeda (jenis khusus) dari permasalahan pemrograman nonlinier.

Beberapa jenis permasalahan pemrograman nonlinier adalah sebagai beri- kut (Hillier dan Lieberman, 2005):

(25)

1. Optimisasi Tak Berkendala.

Permasalahan dalam optimisasi tak berkendala tidak memiliki kendala se- hingga fungsi tujuannya adalah

Memaksimalkan f (x),

untuk semua nilai x = (x1, x2, · · · , xn).

2. Optimisasi Berkendala Linier.

Masalah ini ditandai dengan adanya kendaa-kendala yang sama sepenuh- nya dengan pemrograan linier, semua fungsi kendala gi(x) adalah linier, tetapi fungsi tujuan f (x) berbentuk nonlinier. Masalah ini dipertimbangkan secara sederhana dengan hanya memiliki satu fungsi nonlinier yang diperhi- tungkan, bersama dengan daerah feasibel dari pemrograman linier. Sejum- lah algoritma khusus yang didasari atas perluasan metode simpleks telah dikembangkan untuk memperhitungkan fungsi tujuan yang nonlinier.

3. Pemrograman Kuadratis.

Masalah pemrograman kuadratis juga memiliki kendala linier, tetapi fungsi tujuan f (x) berbentuk kuadratis. Oleh karena itu, satu-satunya perbedaan antara pemrograman ini dengan pemrograman linier terletak di fungsi tu- juannya yang melibatkan pangkat dua dari variabel atau perkalian dari dua variabel.

Beberapa algoritma telah dikembangkan untuk menyelesaikan kasus pemro- graman kuadratis dengan asumsi tambahan f (x) merupakan fungsi konkaf.

Pemrograman kuadratis sangat penting karena dapat diterapkan pada berba- gai masalah yang ada. Contoh, masalah tentang pemilihan portofolio

(26)

dan sekuritasnya yang beresiko. Alasan lain dari pentingnya pemrogra- man kuadratis yaitu digunakannya langkah-langkah urutan pemrograman kuadratis sebagai pendekatan yang umum untuk menyelesaikan masalah umum optimilisasi berkendala linier.

4. Pemrograman Konveks.

Pemrograman konveks mencakup masalah yang luas, yang meliputi kasus- kasus khusus dari semua jenis sebelumnya, saat f (x) merupakan fungsi konkaf yang akan dimaksimalkan. Asumsinya adalah:

a. f (x) merupakan fungsi konkaf

b. Semua gi(x) merupakan fungsi konveks.

Asumsi-asumsi ini cukup memastikan bahwa maksimum lokal merupakan maksimum global.

5. Pemrograman Terpisah.

Pemrograman terpisah (separable programming) merupakan kasus khusus dari pemrograman konveks, dengan adanya satu asumsi tambahan yaitu semua fungsi f (x) dan gi(x) merupakan fungsi terpisah.

Fungsi terpisah (separable function) adalah fungsi dengan tiap suku hanya melibatkan varibel tunggal, sehingga fungsi tersebut dapat dipisahkan men- jadi sejumlah fungsi dengan variabel tunggal. Sebagai contoh, jika f (x) adalah fungsi terpisah maka dapat dinyatakan sebagai:

f (x) =Pn

j=1fj(xj)

dengan setiap fungsi fj(xj) hanya meliputi suku yang terdiri dari xj. Masalah pemrograman terpisah penting untuk dibedakan dari masalah

(27)

pemrograman konveks lainnya, sebab masalah itu dapat didekati dengan masalah pemrograman linier sehingga metode simpleks yang sangat efisien dapat digunakan.

6. Pemrograman Nonkonveks.

Pemrograman nonkonveks meliputi semua masalah pemrograman nonlin- ier yang tidak memenuhi asumsi-asumsi pemrograman konveks. Sekalipun sukses dalam menemukan nilai maksimum lokal, tidak ada jaminan bah- wa nilai itu juga akan merupakan nilai maksimum global. Oleh karena itu, tidak ada algoritma yang akan menemukan solusi optimal untuk semua per- masalahan. Bagaimanapun juga, terdapat beberapa algoritma yang secara relatif cocok untuk mengeksplorasi berbagai bagian dari daerah feasible dan barangkali menemukan nilai maksimum global proses tersebut.

7. Pemrograman Geometris.

Ketika menerapkan pemrograman nonlinier ke permasalahan perancangan teknis, seperti halnya juga ke permasalahan statistik dan permasalahan ekonomi tertentu, fungsi tujuan dan fungsi kendala sering berbentuk g(x) =PN

i=1ciPi(x) dengan

Pi(x) = xd1i1xd2i2· · · xdnin, untuk i = 1, 2, · · · , N

Dalam kasus ini, ci dan aij merupakan konstanta fisik dan xj adalah vari- abel perancangan. Fungsi-fungsi ini biasanya tidak konkaf maupun kon- veks sehingga teknik-teknik dalam pemrograman konveks tidak dapat di- aplikasikan secara langsung dalam permasalahan pemrograman geometris.

(28)

ubah menjadi permasalahan pemrograman konveks. Kasus ini adalah kasus dengan semua koefisien ci pada tiap fungsi bernilai positif sehingga fungsi- fungsi tersebut adalah polinomial yang positif (sekarang disebut posynomi- als) dan fungsi tujuannya adalah meminimalkan.

8. Pemrograman Fraksional.

Misalkan fungsi tujuan berbentuk pecahan yang merupakan rasio dua fungsi.

maksimalkan f (x) = ff1(x)

2(x).

Permasalahan pemrograman fraksional seperti ini muncul, sebagai contoh, saat seseorang memaksimalkan rasio output terhadap waktu yang digu- nakan (produktifitas), atau profit terhadap modal (rate of return), atau nilai yang diharapkan terhadap simpangan baku dari beberapa ukuran pen- capaian untuk investasi portofolio (return/resiko).

Pendekatan yang dilakukan untuk meyelesaikan masalah pemrograman fraksional adalah dengan mengubahnya menjadi suatu padanan masalah dalam tipe standar dengan prosedur solusi efektif yang telah tersedia.

Secara umum, perubahan yang sama dapat digunakan untuk mengonversi permasalahan pemrograman fraksional dengan fi(x) yang konkaf, f2(x) yang konveks, dan gi(x) yang konveks menjadi permasalahan pemrograman konveks yang ekuivalen.

Selanjutnya, diberikan suatu bentuk standar dari pemograman nonlinier sebagai berikut (Kall dan Wallace, 1994):

minf (x),

s.t.gi(x) ≤ 0, i = 1, · · · , m (2.1)

(29)

Himpunan feasibelnya ditulis dengan B sebagai berikut:

B := {x|gi(x) ≤ 0, i = 1, · · · , m}

Ada beberapa bentuk lain dari program nonlinier sebagai berikut:

min f (x),

s.t. gi(x) ≤ 0, i = 1, · · · , m

x ≥ 0 atau

min f (x),

s.t. gi(x) ≤ 0, i = 1, · · · , m1

gi(x) = 0, i = m1+1, · · · , m,

x ≥ 0 atau

min f (x),

s.t. gi(x) ≥ 0, i = 1, · · · , m

x ≥ 0

yang bisa ditransformasikan dalam bentuk standar seperti pada Persamaan (2.1).

Asumsikan fungsi f, gi : Rn → R diberikan, paling sedikit satu dari ke- dua fungsi tersebut adalah fungsi tak linier, dan kedua-duanya fungsi yang kon- tinu(parsial) diferensiabel (yaitu, δxδf

j dan δxδgi

j kontinu).

sekali-kali batasi untuk kasus fungsi konvek, karena tidak akan meluas kemana-

(30)

mana dengan kasus nonkonvek. Akibatnya lokal minimum dari program menjadi global minimum.

2.4.1 Kondisi Kuhn-Tucker

Berikut diberikan beberapa proposisi mengenai program nonlinier dengan fungsinya fungsi konvek, juga mengenai aturan kondisi kuhn-tucker sebagai beri- kut (Kall, P dan Wallace 1994)

Proposisi 2.1 Fungsi ϕ : Rn → R konvek jika dan hanya jika untuk semua x, y ∈ Rn diperoleh

(y − x)T 5 ϕ(x) ≤ ϕ(y) − ϕ(x).

Untuk semua ˆx ∈ Rn menghasilkan minimum lokal untuk fungsi diferensi- abel ϕ : Rn→ R, Diperoleh syarat perlu

5ϕ(ˆx) = 0

Jika fungsi ϕ konvek maka berdasarkan Proposisi 2.1 memberikan kondisi cukup untuk ˆx menjadi minimum global, karena itu untuk suatu x ∈ Rndiperoleh

0 = (x − ˆx)T 5 ϕ(ˆx) ≤ ϕ(x) − ϕ(ˆx) dan karena itu,

ϕ(ˆx) ≤ ϕ(x), ∀x ∈ Rn

Misalkan untuk 5gi(ˆx) dan 5f (ˆx) keduanya vektor konstan, jika x tetap pada ˆx dipunyai formula untuk Kondisi Kuhn-Tucker dengan terlebih dahulu diberikan beberapa kondisi regularity pada ˆx.

(31)

RC − 0(Kondisi regularity).

zT 5 gi(ˆx) ≤ 0, i ∈ I(ˆx) mengakibatkan zT 5 f (ˆx) ≥ 0.

RC − 1 (kondisi regularity).

∀z 6= 0 s.t. zT 5 gi(ˆx) ≤ 0, i ∈ I(ˆx), ∃{xk|xk6= ˆx, k = 1, 2, · · · } ⊂ B sedemikian hingga

limk→∞xk= ˆx, limk→∞||xxkk−ˆ−ˆxx|| = ||z||z

RC − 2 (kondisi slater).

∃ˆx ∈ B sedemikian hingga gi(ˆx) ≤ 0∀i

Formula dari kondisi Kuhn-Tucker diberikan pada Proposisi 2.2, berikut:

Proposisi 2.2. Diberikan ˆx adalah suatu (lokal) solusi dari program nonlin- ier pada Persamaan (2.1), dan asumsi kondisi regularity RC − 0 dipenuhi pada ˆ

x sehingga:

∃ˆu ≥ 0 sedemikian hingga 5f (ˆx) +Pm

i=1i5 gi(ˆx) = 0 Pm

i=1igi(ˆx) = 0

Proposisi 2.3.

(a). Kondisi regularity RC − 1 (pada suatu solusi optimal lokal) mengakibatkan kondisi regularity RC − 0.

(32)

(b). Untuk kasus konvek, kondisi RC − 2 mengakibatkan kondisi RC − 1 (untuk setiap solusi feasibel).

Proposisi 2.4.

(a). Jika ˆx (lokal) penyelesaian masalah Persamaan (2.1) dan memenuhi RC − 0 maka kondisi Kuhn-Tucker pada Proposisi 2.2 dipenuhi pada ˆx.

(b). Jika fungsi f, gi, i = 1, · · · , m, konvek dan kondisi Slater pada RC − 2 dipenuhi, maka ˆx ∈ B penyelesaian masalah pada Persamaan (2.1) jika dan hanya jika kondisi Kuhn-tucker dipenuhi untuk ˆx.

Asumsikan bahwa fungsi f, gi, i = 1, · · · , m konvek, maka untuk suatu u ≥ 0 tetap, fungsi Lagrange juga konvek pada x. Untuk (ˆx, ˆu) memenuhi kondisi Kuhn-Tucker, berdasarkan Proposisi 2.1 bahwa untuk suatu x berubah-ubah

L(x, ˆu) − L(ˆx, ˆu) ≥ (x − ˆx)T 5xL(ˆx, ˆu) = 0 dan

L(ˆx, ˆu) ≤ L(x, ˆu)∀x ∈ Rn.

Sebaliknya, karena 5uL(ˆx, ˆu) ≤ 0 ekuivalen dengan gi(ˆx) ≤ 0, ∀i, dan kondisi Kuhn-Tucker menyatakan bahwa ˆuT 5u L(ˆx, ˆu) = Pm

i=1igi(ˆx) = 0, sehingga

L(ˆx, u) ≤ L(ˆx, ˆu), ∀u ≥ 0.

Sehingga dipunyai Proposisi sebagai berikut.

Proposisi 2.5. Diberikan fungsi f, gi, i = 1, · · · , m, Persamaan (2.1) konvek, ada titik Kuhn-Tucker, yaitu pasangan (ˆx, ˆu) memenuhi kondisi Kuhn-Tucker,

(33)

adalah titik sadel dari fungsi Lagrange, yang memenuhi

∀u ≥ 0, L(ˆx, u) ≤ L(ˆx, ˆu) ≤ L(x, ˆu), ∀x ∈ Rn.

Selanjutnya, berdasarkan kondisi complementarity bahwa

L(ˆx, ˆu) = f (ˆx).

Terdapat banyak jenis masalah pemograman nonlinier, tergantung pada karakteristik fungsi f (x) dan gi(x). Algoritma yang digunakan berbeda untuk jenis masalah yang berbeda. Untuk jenis masalah tertentu dengan bentuk fungsi yang sederhana, masalah tersebut dapat diselesaikan secara efisien. Untuk be- berapa bentuk fungsi yang lain, mencari solusi bahkan untuk masalah yang kecil menjadi suatu tantangan besar.

Pemograman nonlinier secara umum tidak dapat diselesaikan dalam banyak langkah secara berhingga. Malahan, harus dilakukan dengan prosedur iterasi yang mendekati solusi secara konvergen dari pemograman nonlinier yang diper- hatikan.

2.4.2 Teknik Solusi

Terdapat beberapa teknik solusi untuk menyelesaikan masalah pemrogra- man nonlinier (Kall, P dan Wallace, S.W, 1994), yaitu:

1. Metoda cutting-plane

2. Metoda descent

3. Metoda penalty

4. Metoda lagrangian.

(34)

Penjelasan mengenai masing-masing dari teknik solusi diberikan sebagai berikut.

1. Metode Cutting-Plane.

Asumsikan masalah pada Persamaan 2.1 dengan fungsi f dan fungsi gi, i = 1, · · · , m adalah konvek dan himpunan feasible konvek

B = {x|gi(x) ≤ 0, i = 1, · · · , m}

adalah terbatas. Oleh karena itu, asumsikan bahwa terdapat ˆy ∈ intB dan himpunan feasible

B = {(x, 0)|f (x) − θ ≤ 0, g¯ i(x) ≤ 0, i = 1, · · · , m}

sehingga masalah pada Persamaan 2.1 bisa diperumum menjadi masalah minimisasi dari fungsi objektif linier pada himpunan konvek terbatas yaitu

min{cTx|x ∈ B} (2.2)

Proses dari Metode Cutting-Plane untuk masalah pada Persamaan 2.2 di- jelaskan sebagai berikut:

Langkah 1. Tentukan ˆy ∈ intB dan polyhedron komplek P0 ⊃ B, ambil k; = 0.

Langkah 2. Selesaikan program linier min{cTx|x ∈ Pk}.

Langkah 3. Tentukan ”supporting hyperplane” dari B di zk. ambil k; = k + 1, dan kembali ke Langkah 2.

2. Metode Descent.

Untuk teknik solusi dengan metode descent, misalkan spesial kasus dari minimisasi fungsi komplek dengan konstrain linier sebagai berikut:

(35)

minf (x) s.t.Ax = b

x ≥ 0. (2.3)

Asumsikan bahwa titik feasible z ∈ B = {x|Ax = b, x ≥ 0}. Metode konseptual dari arah descent adalah sebagai berikut:

Langkah 1. Tentukan solusi feasible z(0), ambil k; = 0.

Langkah 2. jika tidak terdapat arah descent feasible pada z(k) maka stop (z(k) adalah optimal). Sebaliknya pilih arah descent feasible d(k) pada z(k) dan lanjutkan ke Langkah 3.

Langkah 3. Selesaikan masalah

minλ{f (z(k)+ λd(k))|(z(k)+ λd(k)) ∈ B}

dan dengan solusi nya adalah λk yang didefinisikan sebagai z(k+1); = z(k)+ λkd(k). Ambil k; = k + 1 dan kembali ke Langkah 2.

3. Metode Penalty.

Penyelesaian pemrograman nonlinier dengan Metode Penalty dari masalah pada Persamaan 2.1 adalah dengan mengasumsikan fungsi yang dipakai adalah fungsi monoton naik dan konvek. Untuk lebih jelasnya mengenai metode penalty dapat dilihat pada buku stokastik programming Kall dan Wallace.

4. Metode lagrange.

Untuk metode lagrange dijelaskan secara mendetil pada subbab 3.2.1.

(36)

2.5 Pemrograman Stokastik

Model probabilitas untuk proses yang berubah sepanjang waktu secara probabilistik disebut proses stokastik. Proses stokastik didefinisikan sebagai pro- ses menyusun dan mengindeks sekumpulan variabel acak Xt dengan indeks t berada pada sekumpulan T . Terkadang T dianggap sebagai sekumpulan bilang- an bulat nonnegatif, dan Xt merepresentasikan karakteristik terukur yang diper- hatikan pada waktu t . Sebagai contoh, Xt merepresentasikan tingkat persediaan produk tertentu pada akhir minggu t. Untuk menyelesaikan program stokastik, perlu mengetahui prosedur dari programming linier dan nonlinier, atau paling se- dikit mengambil ide yang mendasarinya. Tidak seperti program linier, program nonlinier secara umum tidak dapat diselesaikan dalam banyak langkah. Mala- han, harus berhubungan dengan prosedur iterasi yang kemungkinan konvergen untuk solusi dari program nonlinier sebagai pertimbangan.

Pemograman Stokastik adalah pemograman matematis (linier, integer, mixed- integer, nonlinier) tetapi dengan elemen stokastik berada dalam data, artinya :

1. Dalam pemograman matematis deterministik, data (koefisien) diketahui jumlahnya

2. Dalam pemograman stokastik, jumlah data tak diketahui, malahan yang dipunyai adalah distribusi probabilitas.

Satu hal penting untuk mengenal istilah Pemograman Stokastik adalah bahwa istilah digunakan meliputi jumlah dari masalah-masalah yang jelas berbe- da. Masalah ini semuanya memuat elemen stokastik, tetapi, seperti yang ditun- jukkan berikut, memiliki lagi perbedaan.

(37)

Dua hal utama perbedaan dalam masalah-masalah pemograman stokastik, yaitu:

1. konstrain probabilistik

2. masalah-masalah recourse.

2.5.1 Model Stokastik

Berkenaan dengan karakteristik persoalan yang hendak diselesaikan dengan pendekatan OR (Operasi Riset), maka dibedakan dua jenis permasalahan:

(1) Deterministik, dicirikan oleh nilai-nilai parameternya yang pasti dan time- invariant,

(2) Stokastik, dicirikan oleh ketidakpastian nilai parameter-parameternya dan time-variant.

Materi mengenai Model Stokastik merupakan materi yang membahas perm- asalahan-permasalahan stokastik. Dengan karakteristik demikian itu, maka ma- teri ini merupakan pendalaman terhadap penyelesaian permasalahan-permasalahan stokastik. Materi ini membahas hal-hal sebagai berikut: Pemodelan stokastik, Rantai Markov dengan Waktu Diskret, Proses Poisson, Rantai Markov dengan Waktu Kontinu, Proses Bercabang Dan Proses Pembaruan dan Penerapannya

2.5.2 Perbedaan Model Deterministik dan Stokastik

Kejadian deterministik adalah kejadian yang pasti terjadi. Sedangkan ke- jadian stokastik adalah kebolehjadian yang hanya dapat ditentukan distribusi frekuensinya. Jadi kejadian stokastik ini tidak dapat ditentukan fungsinya de-

(38)

tapkan. Contoh dari kejadian stokastik adalah jumlah daun yang berguguran se- tiap harinya. Helai-helai daun berguguran dari hari ke hari, namun belum dapat dipastikan berapa jumlahnya dan fungsi seperti apa yang dapat menggambarkan proses bergugurnya daun-daun tersebut.

Contoh lain dari kejadian stakostik adalah:

1. Jumlah penumpang bus

Sebagai contoh jumlah penumpang ketika pagi hari, mendekati jam kerja sangat banyak. Jumlah ini akan berangsur-angsur menurun ketika jam kerja sudah dimulai dan menjelang jam istirahat. Jumlah penumpang akan kembali naik ketika jam pulang kerja. Hal ini berlangsung hampir setiap hari, namun tidak dapat dipastikan fungsi apa yang mendekatinya.

2. Jumlah pengunjung tempat hiburan

Jumlah pengunjung tempat hiburan akan meningkat tajam pada saat libu- ran sekolah maupun hari minggu. Namun setiap harinya juga terdapat pengunjung yang jumlahnya tidak menentu. Dari jumlah pengunjung ini tidak dapat ditentukan fungsi yang pasti, namun dapat didekati dengan suatu fungsi interval yang bentuknya akan meningkat pada saat weekend ataupun liburan.

3. Pengunjung warung makan

Pengunjung warung makan akan meningkat pada saat jam-jam makan siang dan istirahat, dan akan berangsur-angsur berkurang ketika jam makan sudah usai. Begitu seterusnya.

(39)

PROGRAM STOKASTIK MULTI-TAHAP DAN METODE PROYEKSI LAGRANGE

Pada BAB berikut akan diberikan penjelasan mengenai Program Stokas- tik Multi-Tahap dan Metode Proyeksi Lagrange. Program Nonlinier Stokastik Multi-Tahap meliputi Program Recourse, Program Stokastik Dua-Tahap, Him- punan Feasible, Diferensial dari program Stokastik, Konveksitas dan Optimal- isasi dan Metode Lagrange yang dibagi menjadi Metode Lagrange, Metode La- grange Augmented dan Metode Proyeksi Lagrange.

3.1 Program Stokastik Multi-Tahap

Sebelum membahas program stokastik multi-tahap, terlebih dahulu diu- raikan hal-hal yang berkaitan seperti, formula umum yaitu bentuk umum dari program stokastik, program recourse yang terdiri dari keputusan dan tahap, program stokastik dua-tahap dengan recourse yang terdiri dari himpunan fea- sibel, kasus-kasus khusus seperti relatif komplek, komplek dan simpel recourse, turunan dari progran stokastik, konveksitas dan optimalitas, dan program sto- kastik multi-tahap.

3.1.1 Formula Umum

Bentuk umum atau bentuk standar dari program stokastik adalah sebagai berikut (Bierlaire, 2004):

minx∈XEξ[f (x, ξ)] (3.1)

s.t.Eξ[ci(x, ξ)] ≤ 0, i ∈ I (3.2)

(40)

Eξ[ci(x, ξ)] = 0, i ∈ E (3.3)

dimana ξ adalah vektor random yang mendefinisikan ruang probabilitas (Ξ, F , Pξ), dimana Ξ adalah support dari ξ, F adalah suatu lapangan σ subset dari Ξ, dan Pξ adalah besaran probabilitas yang bersesuaian. Sebagian besar program stokastik berbentuk seperti Persamaan (3.1) - (3.3). Tetapi pada beberapa ka- sus, bentuk ini tidak efisisen sebagaimana yang akan dibicarakan selanjutnya.

Diperkenalkan dua klas penting dari program stokastik yaitu program recourse dan program rantai-batas.

3.1.2 Program Recourse

Secara mendasar, program stokastik digunakan untuk masalah-masalah program dengan situasi pengambilan keputusan tanpa memiliki informasi masa- lah yang lengkap. Keputusan selanjutnya atau tindakan recourse dapat diambil setelah menampakkan ketidaktentuan. Ketidaktentuan disini diuraikan dengan variabel random yang besar probabilitasnya tersedia; nilai ketelitian ξ = ξ(ω) de- ngan variabel random yang bervariasi akan mendapatkan hanya yang diketahui pada titik yang sama dalam proses keputusan.

Himpunan keputusan dibagi menjadi dua grup, yaitu.

1. Keputusan tahap-satu.

Bilangan keputusan harus didapatkan sebelum percobaan, Semua keputu- san ini disebut keputusan tahap-satu dan lama waktu pengambilan keutu- san disebut tahap satu.

(41)

2. Keputusan tahap-dua.

Bilangan keputusan tambahan, yang dapat diperoleh setelah percobaan, disebut keputusan tahap-dua dan korespondensi waktu tahap-dua.

Keputusan tahap-satu ditulis dengan vektor x, keputusan tahap-dua dengan vektor y. Selanjutnya kadang-kadang ditulis dengan y(ξ) atau sering juga ditulis dengan y(ξ, x), untuk y berbeda dengan outcome dari percobaan random dan dari keputusan tahap-satu. Barisan kejadian dan keputusan adalah ditulis seba- gai x → ξ → y(ξ, x)

3.1.3 Program Stokastik Dua-Tahap dengan recourse

Pengambilan keputusan tahap-satu rata-rata optimal, dengan kemungkinan sama mendapatkan keputusan lain untuk informasi tambahan. definisikan su- atu fungsi objektif dan konstrain yang bersesuaian dengan variabel tahap-satu, sementara itu untuk keputusan tahap-dua dimisalkan objek tambahan dan kon- strain yang bergantung pada realisasi dari variabel random. Kombinasikan dua tahap dengan menambahkan ekspektasi dari objek tahap-dua ke objek tahap- satu. Program yang dihasilkan disebut program stokastik(nonlinier) tahap-dua dengan recours.

(42)

Definisi berikut memberikan bentuk dari program stokastik dua-tahap de- ngan recourse yang diberikan oleh Birge J.R dan Louveanaux (1997).

Definisi 3.1. Two-Stage Stochastic Program with Recourse(TSSPR)(Birge, J.R dan Louveaux, F, 1997).

minxz(x) = f1(x) + Q(x) (3.4)

s.t.c1,i(x) ≤ 0, i = 1, · · · , ¯m1 (3.5)

c1,i(x) = 0, 1 = ¯m1+ 1, · · · , m1 (3.6)

dimana Q(x) = Eξ[Q(x, ξ)], dan

Q(x, ξ) = minyf2(y(ξ), ξ) (3.7)

s.t.t2,i(x, ξ) + c2,i(y(ξ), ξ) ≤ 0, i = 1, · · · , ¯m2 (3.8)

t2,i(x, ξ) + c2,i(y(ξ), ξ) = 0, i = ¯m2+ 1, · · · , ¯m2 (3.9)

Untuk lebih sederhana, biasanya istilah stokastik dihilangkan seperti hal- nya kualifikasi taklinier, sementara itu banyak penulis hanya mempertimbangkan program linier dengan menyebut TSSPR. Misalkan semua fungsi f2(·, ξ), t2,i(·, ξ), dan c2,i(·, ξ) kontinu untuk suatu ξ tetap, dan besar terukur pada ξ untuk suatu argumen satu tetap. Diberikan asumsi bahwa Q(x, ξ) terukur. Sifat yang sulit pada program stokastik dengan jelas berada pada penghitungan Q(x) nuntuk semua x.

Catat bahwa Persamaan (3.4) - (3.9)dapat dinyatakan dalam cara yang lebih umum. Pertama, istilah tahap-satu kadang-kadang dianggap sebagai ran- dom; Kedua dapat menyatakan konstrain tahap-satu dalam bentuk x ∈ X.

(43)

Oleh karena itu, Persamaan (3.4) - (3.6)dapat digantikan menjadi:

minx∈Xz = f1(x, ξ) + Q(x) (3.10)

Selain itu, x disepakati secara terpisah pada konstrain pada masalah re- course (3.7) - (3.9). Hal ini berguna untuk mengembangkan kondisi optimal yang terpisah antara variabel peride satu dan dua. Formula yang mengikuti konstrai yang tidak terpisah dan bergantung dari objektif tahap-dua pada x.

3.1.4 Himpunan feasible

Pendefinisian himpunan feasible lebih sering dihubungkan dengan baik de- ngan tahap yang berbeda dari program stokastik recourse. Pertama, misalkan K1 adalah himpunan yang ditentukan oleh konstrain tetap, yaitu yang tidak bergantung pada fakta/keterangan realisasi dari vektor random:

K1 =def {x|c1,i(x) ≤ 0, i = 1, · · · , ¯m1; c1,i(x) = 0, i = ¯m1+ 1, · · · , m1} K1 disebut himpunan feasible tahap-satu. Dengan cara yang sama, himpunan feasible tahap-dua diberikan sebagai berikut

K2 =def {x|Q(x) ≤ ∞}

Bentuk TSSPR pada Persamaan (3.4) - (3.9) dapat dirumuskan sebagai

inf z(x) = f1(x) + Q(x)

s.t.x ∈ K1∩ K2 Himpunan

K2P = ∩ξ∈ΞK2(ξ)

(44)

Jika ξ variabel random kontinu, maka K2 berbeda dengan K2P. Himpunan K2 adalah himpunan dari keputusan yang jelas feasible.

3.1.5 Kasus khusus: relatif lengkap, lengkap dan simple recourse Himpunan feasibel dan fungsi objektif merupakan sifat khusus yang berguna un- tuk penghitungan. Program stokastik pada Persamaan (3.4) - (3.9) dikatakan mempunyai relatif lengkap recourse jika K1 ⊂ K2. Dengan kata lain, setiap so- lusi x yang memenuhi konstrain periode satu mempunyai penyelesaian feasibel pada tahap dua. Relatif lengkap recourse sangat berguna secara praktis dan pada banyak hasil teoritis. Jeleknya, identifikasinya bisa sulit karena kurangnya beberapa informasi dari himpunan K1 dan K2.

Asumsikan bahwa objektif recourse linier, yaitu,

Q(x) = E(ξ)[Q(x, ξ)]

dimana

Q(x, ξ) = miny{(q(ξ), Ty)|W (ξ)y = h(ξ) − T (ξ)x, y ≤ 0}

dimana W (ξ) adalah matriks berukuran m2× n2 dan disebut matriks recourse.

Untuk setiap ξ, T (ξ) berukuran m2× n2, q(ξ) ∈ Rn2 dan h(ξ) ∈ Rm2. Asumsikan W (ξ) deterministik, yaitu W (ξ) = W , untuk semua ξ ∈ Ξ. Recourse dikatakan tetap. Jika terdapat y ≥ 0 sedemikian hingga Wy = t, untuk semua t ∈ <m2, program stokastik mempunyai recourse lengkap. Selanjutnya, jika W = [I, −I], TSSPR dikatakan mempunyai simple recourse, dan y dibagi menjadi (y+, y) dan q menjadi (q+, q). Catat bahwa, pada kasus ini, nilai optimal dari yi+(ξ) dan yi(ξ), i = 1, · · · , m2, menentukan tanda dari hi(ξ) − Ti(ξ)x memberikan bahwa q+q ≥ 0 dengan probabilitas satu.

(45)

Teorema 3.2. Misalkan program stokastik feasibel dua-tahap dengan simpel recourse, sedemikian hingga ξ mempunyai moment kedua hingga (yaitu matriks covarian-varian C = Eξ[(ξ − Eξ[ξ])(ξ − Eξ[ξ])T berhingga). Maka Q(x) hingga jika dan hanya jika q+q ≥ 0, i = 1, · · · , m2, hampir pasti.

3.1.6 Diferensiability dari program stokastik

Banyak hasil teoritis dan algoritma pada lapangan optimisasi nonlinier yang objektif dan konstrain diferensiabel, dan sering derivatif juga. Hal ini me- narik untuk mempelajari sifat-sifat khusus dari program stokastik.

φ adalah diferensiabel parsial pada beberapa titik (ˆx, ˆy) respect ke x, jika terdapat fungsi yang disebut derivatif parsial dan ditulis dengan δφ(x,y)δx , sedemi- kian hingga

φ(ˆx+h,ˆy)−φ(ˆx,ˆy)

h = δφ(x,y)δx +r(ˆx,ˆhy;h) dimana sisa r memenuhi

r(ˆx,ˆy;h)

h → 0

jika h → 0. Dengan cara yang sama, untuk fungsi recourse yang diferensial parsial dengan respect ke xj pada (ˆx, ˆξ) jika terdapat fungsi δφ(x,ξ)δx

j sedemikian hingga

φ(ˆx+hej, ˆξ)−Q(ˆx, ˆξ)

h = δQ(ˆδxx, ˆξ)

j +ρjx, ˆhξ;h) dengan

ρjx, ˆξ;h)

h → 0

(46)

Teorema 3.3 Jika Q(x, ξ) diferensial parsial dengan respect ke xj pada semua titikˆx hampir pasti, jika derivatif parsialnya δQ(ˆδxx, ˆξ)

j integrabel dan jika sisanya memenuhi

1 h

R

Ξρj(ˆx, ˆξ; h)dPξ → 0jikah → 0

maka ∂Q(ˆ∂xx, ˆξ)

j ada dan

∂Q(ˆx)

∂xj =R

Ξ

∂Q(ˆx, ˆξ)

∂xj dPξ

Bukti. Misalkan Q(x, ξ) adalah diferensial parsial pada ˆx untuk semua ξ ∈ Ξ, diperoleh

Q(ˆx+hej)−Q(ˆx)

h =R

Ξ

Q(ˆx+hej,ξ)−Q(ˆx,ξ)

h dP

=R

Ξ A

∂Q(ˆx,ξ)

∂x)j dP +R

Ξ A

ρjx,ξ;h)

h dP

dimana A ∈ F dan Pξ[A] = 0

3.1.7 Konveksitas dan optimalitas

Banyak dari sifat-sifat program stokastik nonliner yang diketahui berda- sarkan pada asumsi bahwa maslah nya konvek, juga optimal. Hal ini berguna untuk memberikan beberapa kondisi jaminan bahwa program stokastik tentu sa- ja konvek, dan well-define. Berikut diberikan beberpa proposisi sebagai berikut:

Proposisi 3.4 Jika f1(x, ξ) dan Q(x, ξ) konvek pada x untuk semua ξ ∈ Ξ, dan jika X himpunan konvek, maka Persamaan (3.10) adalah program konvek.

(47)

Teorema 3.5 Jika daerah feasibel recourse terbatas untuk suatu x ∈ Rn1, maka fungsi Q(x, ξ) adalah semi kontinu bawah pada x untuk semua ξ ∈ Ξ.

Teorema 3.6 Asumsikan bahwa TSSPR konvek, dan f1 kontinu, c1,i dan c2,i kontinu untuk setiap i. Misalkan juga daerah feasibel recourse terbatas untuk suatu x ∈ Rn1, K1 terbatas pada K1 ∩ K2 6= 0. Maka Persamaan (3.4) - (3.9) mempunyai solusi optimal hingga dan infimum dari f1(x) + Q(x) tercapai.

3.1.8 Program Stokastik Multi-Tahap

Dalam subbab ini, akan dipaparkan mengenai maslah-masalah untuk aksi recourse yang dijalankan. Bagaimanapun juga maslah operasional dan peren- canaan involve barisan keputusan yang merespon realisasi dari outcome yang tidak diketahui dan over time. Aplikasi praktis termasuk maslah portofolio. Ter- masuk juga beberapa terminologi teori proses stokastik diskrit waktu. Parameter random diuraikan sebagai proses data:

ξ =deft: t = 0, · · · }

secara sederhana, diperkenalkan secara berurutan prosesnya adalah sebagai beri- kut:

ξ¯t =def0, · · · , ξt}

Misalkan T + 1 bilangan tahap, juga disebut horison. Malahan dua keputusan x dan y, tidak mempunyai T + 1 barisan keputusan x0, x1, · · · , xT, sebagai sub- arisan tahap t = 0, 1, · · · , T . Tahap bisa, juga tidak, diinterpretasikan sebagai periode waktu.

(48)

Secara umum keputusan adalah proses yang ditulis sebagai berikut:

x =def {xt: t = 0, · · · }

sedemikian hingga x fungsi x : ξ → x(ξ). Definisikan proses keputusan, seperti dengan cara yang sama sebagai berikut:

¯

xt=def {x0, · · · , xt}

Pada tahap t, diketahui ¯ξ seperti xt−1¯ . Menentukan xt sehingga konstrai dipenuhi. Asumsikan bahwa pada tahap satu, objek adalah deterministik (yaitu tidak ada variabel random ξ0). Program dapat diekspresikan sebagai berikut:

minx0f0(x0) + Eξ1[minx1f1( ¯ξ1, x0, x11)) + Eξ21[minx2f2( ¯ξ2, ¯x1, x22)) + · · · +

EξT1,··· ,ξT −1[minxTfT( ¯ξT, ¯xT, xTT))]]

sehingga

ci,0(x0) ≤ 0, i = 1, · · · , m0 (3.11)

ct,i( ¯ξt, ¯xt−1( ¯ξt−1), xtt)) ≤ 0; i = 1, · · · , mt, t = 1, · · · , T (3.12)

xtt) ∈ Xt, i = 1, · · · , T (3.13)

Dari sifat aditif dari ekspektasi, Persamaan (3.11) - (3.13) dapat ditulis kembali sebagai berikut:

minx0∈X0f0(x0) +

T

X

t=1

Eξ1,··· ,ξt[Qt( ¯ξt, ¯xt−1, xtt))] (3.14)

dimana

X0 = {ci,0(x) ≤ 0, i = 1, · · · , m0}

Qt = infxtt)∈Xt{ft( ¯ξt, ¯xt−1, xtt))|ct,i( ¯ξt, ¯xt−1( ¯ξt−1), xtt)) ≤ 0; i = 1, · · · , mt}

(49)

Persamaan (3.14) adalah integrasi multidimensi yang secara implisit mendefin- isikan fungsi.

3.2 Metode Proyeksi Lagrange

Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai metode proyeksi Lagrange de- ngan terlebih dahulu menjelaskan mengenai metode lagrange, metode lagrange augmented, dam juga algoritma proyeksi lagrange.

3.2.1 Metode Lagrange

Metode ini adalah cara menentukan titik maksimum dan minimum su- atu fungsi yang diiringi dengan persyaratan atau kendala yang harus dipenuhi.

Metode ini banyak digunakan dalam berbagai masalah terapan di dunia nyata, terutama di bidang ekonomi. Sebagai contoh, seorang pengusaha ingin memaksi- mumkan keuntungan, tapi dibatasi oleh banyaknya bahan mentah yang tersedia, banyaknya tenaga kerja dan sebagainya. Metode ini akan membantu kita un- tuk memperoleh nilai-nilai maksimum relatif atau minimum relative dari fungsi f (x, y) yang dipengaruhi oleh fungsi persyaratan g((x, y) = 0, terdiri atas pem- bentukan fungsi penolong. F (x, y, ) = f (x, y) + g(x, y) yang merupakan syarat perlu untuk maksimum relative maupun minimum relative. Parameter yang tidak tergantung pada x, dan y disebut pengali lagrange.

Misalkan vektor pengali ˆu pada fungsi lagrange L(x, u) = f (x)+Pm

i=1uigi(x) untuk problem pada persamaan (2.1) akan digunakan untuk menyelesaikan prob- lem optimisasi berikut:

minx∈RL(x, ˆu)

(50)

dari problem konstrain

minf (x)

s.t. gi(x) ≤ 0, i = 1, · · · , m

untuk gambaran sederhana, misalkan problem optimisasi dengan konstrain per- samaan sebagai berikut,

minf (x)s.t.gi(x) = 0, i = 1, · · · , m (3.15)

diketahui untuk problem ini, pengali yang tepat adalah vektor ˆu atau paling sedikit aproksimasi yang sama baiknya dengan u, akan ditentukan,

minx∈R[f (x) + uTg(x)] (3.16)

dimana uTg(x) =Pm

i=1uigi(x). Bagaimanapun juga, pada permulaan proses so- lusi dibutuhkan informasi tentang ukuran numerik dari pengali pada titik Kuhn- Tucker dari problem pada Persamaan (3.16), dan dengan menggunakan beber- apa taksiran untuk u hasil bisa lebih mudah diperoleh pada kasus takhingga infxL(x.u) = −∞.

Disisi lain, telah diperkenalkan metode penalty. Digunakan untuk problem pada Persamaan (3.16) suatu fungsi kuadratik dari pelanggaran konstrain per- samaan kelihatannya menjadi layak. Selanjutnya, dimungkinkan metoda penalty menyelesaikan modifikasi objektif,

minx∈R[f (x) +1

2λkg(x)k2] (3.17)

dan arahkan parameter λ ke arah +∞, dengan kg(x)k adalah norm euclidean dari g(x) = (gi(x), · · · , gm(x))T.

(51)

3.2.2 Metode Lagrange Augmented

Metode lagrange augmented menjelaskan suatu klas algoritma untuk me- nyelesaikan masalah optimisasi konstrain. Serupa dengan metode penalti yang menempatkan kembali masalah optimisasi konstrain dengan rangkaian/deretan masalah unkonstrain; perbedaannya adalah metode lagrange augmented menam- bahkan bentuk ekstra untuk objek unkonstrain. Bentuk ekstra ditandai untuk meniru pengali lagrange. Lagrange aunmented tidak sama dengan metoda pen- gali lagrange

Gambaran perbedaannya, objek unkonstrain adalah lagrange dari masalah konstrain, dengan bentuk tambahan penalty (augmentasi).

Metode asli diketahui sebagai metoda pengali, dan telah dipelajari pada tahun 1970 dan 1980 an sebagai alternatif yang baik untuk metoda penalty. Per- tama sekali didiskusikan oleh Magnus Hestenes [1969] dan Powell [1969], metoda yang dibahas oleh R. Tyrrell Rockafellar pada relasi dari duality Fenchel, teruta- ma sekali pada relasi dari metoda titik proksimal, regularisasi MoreauYosida, dan operator monotone maksimal: Metoda ini digunakan pada optimisasi struk- tur. Metoda yang juga dibahas dan diimplementasikan oleh Dimitri Bertsekas, khususnya pada bukunya tahun 1982, dan dengan respect ke regularisasi entropik (yang mempercepat rata-rata konvergensi untuk metoda eksponensial dari pen- galinya).

Varian dari metode lagrange augmented standar yang menggunakan seba- gian pembaruan (sama dengan metoda Gauss-Seidel untuk menyelesaikan per- samaan linier) diketahui sebagai metoda arah alternatif dari pengali dari ADMM.

(52)

Untuk menyelesaikan Persamaan (3.16) - (3.17), satu ide yaitu dengan mengkombinasikan dua persamaan (3.16) dan (3.17) sehingga terbentuk suatu persamaan yang disebut Lagrange Augmented sebagai modifikasi objektif seba- gai berikut:

minx∈R[f (x) + uTg(x) + 12λkg(x)k2]

sekarang tujuannya jelas yaitu untuk mengontrol parameter u dan λ sehingga untuk λ → ∞ mengeliminasi ketidakmungkinan terjadi dan bahwa pada waktu yang sama u → ˆu vektor pengali Kuhn-Tucker yang tepat.

Diketahui paling sedikit kerangka dari algoritma yang biasanya diarahkan sebagai metoda lagrange augmented yaitu dengan lagrange augmented.

λ → ∞ − to time u → ˆu,

Lλ(x, u) := f (x) + uTg(x) + 1

2λkg(x)k2]

Dapat dinyatakan sebagai berikut:

Untuk

• {u(k)} ⊂ Rm terbatas

• {u(k)} ⊂ Rm sehingga 0 < λk < λk+1, ∀λ, λk→ ∞

penyelesaian secara berturut-turut

minx ∈ RnLλk(x, u(k)) (3.18)

Tinjau bahwa untuk u(k)= 0∀k akan digunakan kembali metoda penalti dengan fungsi kuadratik.

Referensi

Dokumen terkait

Comparison of the cumulative distributions of particle arrival times illustrates the e€ects of the sparse sampling, the properties of the individual investigation methods and

Menceritakan lingkungan alam dan buatan disekitar rumah dan sekolah. Mengidentifikasi lingkungan alam dan buatan 1 36 Mengidentifikasi lingkungan alam dan buatan 2 37

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden No.70 Tahun 2012 pasal 83 ayat 1 butir d yaitu “ Panitia/ULP menyatakan Pelelangan/Pemilihan Langsung gagal apabila tidak ada penawaran

Tidak seperti indeks-indeks yang lain, indeks theil memungkinkan kita untuk membuat perban- dingan selama waktu tertentu dan menyediakan secara rinci dalam sub-unit geografis

[r]

Untuk itu pada tugas akhir ini akan dibahas bagaimana karakteristik generator sinkron tiga fasa saat terjadi perubahan beban, di mana untuk mendapatkan hasil tersebut akan

Apakah ukuran perusahaan, intensitas aset tetap, leverage, likuiditas dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap pemilihan model revaluasi

Ia menemukan bahwa perusahaan dengan intensitas aset tetap yang tinggi lebih mungkin memilih model revaluasi karena revaluasi layak diperhatikan bahwa aset tetap merupakan