7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah sebuah rancangan yang dapat digunakan sebagai pedoman didalam rancangan kelas atau dalam cara-cara dan untuk menentukan alat bantu pembelajaran seperti kurikulum, buku, komputer, video, dan lain-lain menurut Joyce dalam Ngalimun (2013). Model pembelajaran digunakan untuk menentukan materi atau sebuah konten didalam pembelajaran bahkan metode metode untuk menyampaikan materi tersebut, yang berarti bahwa model pembelajaran dapat memberikan kerangka untuk menentukan pilihan di dalam pembelajaran (Munandar, 2012). Menurut Sundari (2015) model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai gambaran keseluruhan pembelajaran dengan berbagai teknik dan prosedur yang menjadi bagian penting yang ada di dalamnya. Hal-hal yang ada di dalam pembelajaran meliputi metode, teknik dan prosedur yang saling bersinggungan
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah sebuah rancangan yang digunakan untuk melaksanakan sebuah proses belajar mengajar, dan dapat memberikan arahan kepada guru selama proses pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran dapat digunakan untuk menetukan materi atau konten pembelajaran.
2.1.2 Model Pembelajaran Discovery Learning
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
Discovery Learning menurut Gulo dalam Al-Tabany (2014) yaitu sebuah rancangan kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan analitis sehingga dapat membuat siswa merumuskan sendiri penemuannya dengan percaya diri. Model Discovery Learning merupakan salah satu metode pembelajaran kognitif guru dituntut untuk menciptakan kegiatan pembelajaran menjadi lebih kreatif agar siswa menjadi lebih aktif dalam menemukan pengetahuannya sendiri (Sani, 2014).
8
Dapat disimpulkan dari beberapa pemikiran yang dikemukakan diatas bahwa model pembelajaran Discovery Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk bertanya dan membuat kesimpulan berdasarkan jawaban yang diterima.
2.1.2.2 Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning
Model pembelajaran Discovery Learning memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut menurut Markaban dalam Asri & Noer (2015):
1. Siswa berpartisipasi secara aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sebab mereka berpikir dan mengasah keterampilan mereka untuk menemukan kesimpulan akhir.
2. Menyediakan sarana untuk interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
3. Materi ujian bisa mencapai tingkat keterampilan yang tinggi serta membutuhkan waktu cukup lama untuk hilang dikarenakan peserta didik terlibat secara langsung dalam kegiatan penemuannya.
4. Mendukung keterampilan pemecahan masalah siswa.
5. Peserta didik sangat memahami materi pembelajaran, karena peserta didik sendiri menjalani proses menemukannya, apa yang didapat dikenang lebih lama.
6. Menemukan diri sendiri menciptakan rasa kepuasan, kepuasan batin ini mendorong siswa untuk membuat lebih banyak penemuan sampai minat belajar siswa meningkat.
7. Siswa yang memperoleh pengetahuan melalui penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke konteks yang berbeda.
8. Metode ini mengajarkan siswa untuk belajar mandiri.
9. Situasi belajar menjadi lebih menyenangkan.
2.1.2.3 Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning
Model pembelajaran Discovery Learning memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut menurut Markaban dalam Asri & Noer (2015):
9
1. Model pembelajaran ini memakan waktu lama dan belum bisa menjamin peserta didik akan lebih semangat untuk menemukan penemuan.
2. Ada beberapa peserta didik yang tidak dapat mengikuti proses pembelajaran dengan model ini.
3. Ada beberapa topik yang tidak cocok untuk model pembelajaran ini.
4. Ada beberapa guru yang tidak berminat atau memliki kemampuan untuk mengajar menggunakan model pembelajaran ini.
5. Tidak semua peserta didik bisa untuk membuat penemuan.Struktur pengetahuan siswa bisa rusak jika arahan dari guru kurang sesuai dengan kesiapan intelektual siswa dan terlalu banyak arahan bisa mengakibatkan matinya inisiatif siswa.
6. Beberapa kelas dengan cukup banyak siswa akan sangat membingungkan guru untuk menerapkan pembelajaran serta bimbingan terarah bersama dengan penemuan.
2.1.2.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Fathurrohman (2017) model pembelajaran Discovery Learning memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
1. Stimulation (pemberian rangsangan)
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada suatu masalah yang menimbulkan kebingungan, selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki masalah tersebut sendiri
2. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Guru memberi kesempatan siswa agar dapat mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pembelajaran.
3. Data collection (pengumpulan data)
Guru member kesempatan siswauntuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang sesuai untuk membuktikkan hipotesisnya.
4. Data processing (pengolahan data)
10
Pengolahan data merupakan kegiatan data dan informasi yang telah didapatkannya dengan cara wawancara taaupun observasi kemudan diolah agar sesuai pada tingkat kepercayaan tertentu.
5. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaaan agar bisa membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan.
6. Generalization (menarik kesimpulan)
Tahap generalisasi merupakan tahap menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan kesimpulan umum dan bisa berlaku untuk semua masalah yang sama.
2.1.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang difokuskan untuk menjebatani siswa agar memperoleh pengalaman belajar dalam mengorganisasikan, meneliti, dan memecahkan masalah-masalah kehidupan yang kompleks (Torp & Sage, 2002). Guru sebaiknya menerapkan pembelajaran sesuai karakteristik siswa SD serta menekankan aktivitas peserta didik baik aktivitas mengevaluasi dan menganalisis apa yang dipelajarinya. Pengalaman belajar akan bermakna apabila dialami oleh peserta didik itu sendiri. Piaget dalam Susanto (2013) menyebutkan bahwa tingkat perkembangan kognitif siswa Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkret dimana siswa mampu berpikir melalui benda-nyata maupun masalah nyata.
2.1.3.2 Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran Problem Based Learning mempunyai beberapa kelebihan menurut Saleh (2013), di antaranya:
1. Dalam pemecahan masalah dapat mempermudah untuk memahami isi pembelajaran.
2. Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru.
3. Dapat meningkatkan pembelajaran siswa dalam berfikir secara kritis.
11
4. Dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Dapat membantu peserta didik untuk jmengembangkan pengetahuan barunya dan dapat bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan. Bahkan dapat melakukan evaluasi baik didalam proses bahkan hasil belajarnya.
6. Melalui pemecahan masalah dapat memperlihatkan kepada peserta didik didalam mupel, pada dasarnya dalam cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh peserta didik.
2.1.3.3 Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Dalam model pembelajaran Problem Based Learning selain memiliki kelebihan juga memiliki beberapa kekurangan, menurut Saleh (2013), kekurangan Problem Based Learning antara lain:
1. Peserta didik kadang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa permasalahan yang dipelajari sulit untuk dipecahkan sehinggan peserta didik enggan untuk mencoba.
2. Memerlukan waktu yang cukup banyak dibandingkan dengan penggunaan metode yang lainya, karena perlu banyak referensi dalam pencarian sumber.
3. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak sesuai dengan permasalahan yang peserta didik cari.
2.1.3.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Suprihatiningrum (2013:223) model pembelajaran Problem Based Leraning memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
1. Orientasi siswa pada masalah
Dalam tahapan ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mengajukan fenomena, demostrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih siswa.
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Dalam tahapan ini guru dapat membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.
12
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Dalam tahapan ini guru dapat mendorong siswa untuk pengumpulan informasi yang sesuai untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Dalam tahapan ini guru dapat membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Dalam tahapan ini guru dapat membantu siswa untuk melaksanakan refleksi/evaluasi terhadap penyelidikan yang kelompok lakukan.
2.1.4 Hasil Belajar
2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang sudah didapat oleh siswa setelah melakukan kegiatan dalam pembelajaran. Maksud dalam perubahan tingkah laku adalah sesudah mengikuti proses dalam pembelajaran siswa akan mendapatkan hal yang baru atau bisa juga disebut sebagai hasil belajar yang diperoleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Menurut Susanto dalam Kasyadi et al., (2013) yang dinamakan hasil belajar yaitu perubahan tingkah laku yang diperoleh setelah melakukan proses belajar mengajar. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sebelum dan sesudah mendapatkan materi dalam pembelajaran.
Sedangkan menurut Suprijono (2011) menyatakan bahwa hasil belajar yaitu nilai, pengertian, sikap, pola perubahan, keterampilan dan apresiasi yang dapat ditentukan oleh guru. Maka dari itu, hasil belajar tidak hanya ada pada suatu aspek saja, melainkan semua aspek sangatlah berpengaruh terhadap hasil belajar
2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Pencapaian hasil belajar yang diharapkan memerlukan beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor intern dari dalam diri siswa/peserta didik dan faktor ekstern dari luar siswa/peserta didik. Menurut Susanto dalam Kasyadi et al., (2013) hasil belajar yang diraih oleh peserta didik merupakan internal antara faktor dari dalam diri peserta didik dari motivasi belajar, minat, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, kondisi fisik dan juga kesehatan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal
13
dari luar siswa yang terdiri dari keluarga, masyarakat, dan sekolah. Keluarga adalah faktor utama yang dapat mempengaruhi hasil belajar pada peserta didik, misalnya yatitu perhatian orang tua yang kurang masksimal, kebiasaan berperilaku yang kurang baik dari orang tua itu juga termasuk dalam pengaruh hasil belajar peserta didik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada 2 yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal yaitu faktor yang ditimbulkan dari dalam diri peserta didik antara lain:
a. Minat b. Bakat c. Kecerdasan d. Motivasi 2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor yang ditimbulkan dari luar peserta didik antara lain:
a. Keadaan lingkungan keluarga b. Keadaan lingkungan masyarakat c. Keadaan lingkungan sekolah 2.1.4.3 Aspek-aspek Hasil Belajar
Aspek-aspek hasil belajar berbeda-beda bentuk dan sifatnya tergantung pada bidang apa anak dapat menunjukkan hasil tersebut, pada pelajaran di sekolah bentuk hasil tercantum meliputi tiga bidang, yakni bidang pengetahuan, sikap atau nilai dan ketrampilan. Hal ini sesuai dengan klasifikasi yang disampaikan beberapa para ahli seperti Bloom dkk, yang menggolongkan perilaku berkenaan dengan hasil belajar dalam tiga aspek yang meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
1. Ranah Kognitif
Menurut Sudjana (2010) ranah kognitif berhubungan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu:
14 a. Pengetahuan
Kemampuan seseorang untuk menghafal, mengingat kembali ilmu yang sudah diberikan seperti misalnya rumus, batasan, definisi, istilah.
b. Pemahaman
Kemampuan seseorang untuk menafsirkan, mengartikan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan menggunakan kalimatnya sendiri dari ilmu yang telah didapatkan dan member contoh lain dari yang sudah dicontohkan.
c. Aplikasi
Analisis merupakan usaha untuk menyeleksi atau memilih suatu konsep tertentu secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi yang baru dan menerapkannya secara benar.
d. Analisis
Dalam analisis ini siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan atau situasi yang kompleks dari konsep-konsep dasar.
e. Sintesis
Kemampuan seseorang di dalam menyatukan berbagai elemen unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
f. Evaluasi
Evaluasi yaitu pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari tujuan, cara kerja, metode, gagasan, pemecahan, dll.
2. Ranah Afektif
Menurut Sudjana (2010) ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai, ada beberapa jenis kategori ranah afektif yaitu:
a. Receiving/attending
Kepekaan dalam menerima stimulasi dari luar yang dating kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll..
b. Responding/jawaban
15
Reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap rangsangan yang dating dari luar yang dating terhadap dirinya.
c. Penilaian atau Valluing
Penilaian ini berhubungan dengan gejala atau stimulus. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai dan kesepakatan nilai tersebut.
d. Organisasi
Organisasi yaitu pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan yang nilai lainnya.
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai
Merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi tingkah laku dan kepribadiannya.
3. Ranah Psikomotorik
Menurut Sudjana (2010) ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak terdapat 6 tingkatan dalam ranah psikomotorik:
a. Gerakan reflex, yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak disadari b. Keterampilan pada gerakan-gerakan sadar.
c. Kemampuan perceptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dll.
d. Kemampuan di bidang fisik, contohnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpreatif.
2.1.5 Meta Analisis
2.1.5.1 Pengertian Meta Analisis
Menurut Nindrea (2016) meta analisis adalah salah satu studi observasional retrospektif, jadi disini peneliti akan membuat rekapitulasi fakta tanpa melakukan manipulasi eksperimental. Effect size adalah sebuah perbedaan
16
efek antara kelompok eksperimental dan kelompok kontrol dalam meta analisis adalah sebuah gabungan dari effect size masing-masing di studi yang dilakukan dengan teknik statistika tertentu. Menurut Wahyuningsih et al., (2019) menyatakan bahwa meta analisis adalah suatu penelitian yang menganalisis berbagai penelitian yang mengarah pada pembahasan masalah yang sama untuk mendapatkan kesimpulan bersifat umum secara luas. Sejalan dengan pendapat ahli diatas menurut Arif & Rijanto (2017) Meta analisis adalah suatu metode statistika untuk menggabungkan hasil 2 atau lebih penelitian serupa sehingga didapatkan paduan data secara kuantitatif.
2.1.5.2 Tujuan Meta Analisis
Tujuan meta analisis menurut Nindrea (2016):
1. Untuk memperoleh estimasi effect size, yaitu kekuatan hubungan ataupun besarnya perbedaan antarvariabel.
2. Melakukan inferensi dari data dalam sampel ke populasi, baik dengan uji hipotesis (nilai p) maupun estimasi (interval kepercayaan).
3. Melakukan kontrol terhadap variabel yang potensial bersifat sebagai perancu (confounding) agar tidak mengganggu kemaknaan statistik dari hubungan atau perbedaan.
2.1.5.3 Tahap Meta Analisis
Penelitian meta analisis memliki beberapa tahapan menurut Anadiroh (2019) yaitu:
1. Memberikan formulasi sesuai dengan topik (Topic Formulation) Pertanyaan tertuju atau terpusat, hipotesis, objektif.
2. Rancangan studi secara menyeluruh (Overall study design)
Pengembangan protokol: melakukan spesifikasi masalah atau kondisi, populasi, tempat, intervensi dan hasil yang menarik, spesifikasi studi sesuai dengan kriteria inklusif dan ekslusif.
3. Pengambilan sampel (Sampling)
Mengembangkan rencana pengambilan sampel: sampel unit penelitian, pertimbangan universal dari semua studi yang relevan atau sesuai, memperoleh studi.
17 4. Pengumpulan data (Data Collection)
Data yang diambil dari penelitian yang sudah ada kemudian dimasukkan ke form standarisasi
5. Analisis Data (Data Analysis)
Analisis data menjelaskan tentang data baik pengecekan kualitas, sampel, karakteristik intervensi penelitian serta kegiatan menghitung effect size.
Kegiatan menghitung effect size dan menilai heterogenitas dalam meta analisis berarti melakukan meta analisis terhadap analisis sub grup dan moderat, analisis sensitivitas, serta analisis publikasi dan bias sampel. Meta regresi berisi deskripsi hasil dalam bentuk naratif, tabel, dan grafik, sedangkan interpretasi dan diskusi berisi implikasi kebijakan, praktek dan penelitian lanjutan.
2.2 Kajian Penelitian Relevan
Penelitian yang dilakukan Rahmawati, D., Dewi. H., & Giarti. S. pada tahun 2018 yang berjudul “Perbedaan Model Problem Based Learning dan Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika” menunjukkan bahwa dapat dilihat dari skor rata-rata siswa yang menggunakan model pembelajaran Discovery learning yaitu 70,93 dan skor rata-rata siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning yaitu 73,87. Berdasarkan hasil uji T-Test dapat dilihat bahwa nilai asyimp. Sig (2-tailed) sebesar 0.016 lebih kecil dari nilai α =0.05 sehingga terima 𝐻0 dan tolak 𝐻1. Hasil uji tersebut memberikan kesimpulan terdapat sebuah perbedaan dari hasil belajar pembelajaran matematika yang signifikan pada siswa kelas 4 SD Gugus Kanigoro dan Gugus Imam Bonjol dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem based Learning dan Discovery Learning.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan Oktaviani et al., pada tahun 2018 yang berjudul “Perbedaan Model Problem Based Learning dan Discovery Learning Ditinjau Dari Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SD” menunjukkan bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar Matematika yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning lebih tinggi secara signifikan
18
dibandingkan dengan model pembelajaran Discovery Learning. Kesimpulan ini berdasarkan diperoleh hasil signifikansi/probabilitas 0,000 atau <0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan Pramudi Wardani, I.F., Mawardi, M.,
& Astuti, S pada tahun 2018 dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Kelas 4 SD dalam Pembelajaran Menggunakan Model Discovery Learning dan Problem Based Learning” membuktikan bahwa hasil belajar menggunakan model Discovery Learning lebih tinggi secara signifikan dibanding model pembelajaran Problem Based Learning. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil uji t hitung sebesar -2,282 dengan diperoleh signifikasi sebesar 0,026 lebh kecil dari α = 0,05 (0,026 <
0,05), karena nilai signifikasi (2-tailed) pada Independent sample t test lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Oleh karena model Discovery Learning lebih efektif maka guru disarankan mengunakan model tersebut guna meningkatkan hasil belajar siswa.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan Astari et al., pada tahun 2018 yang berjudul “Efektifitas Penggunaan Model Discovery Learning dan Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SD” menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Hasil penelitian Uji T diperoleh t hitung 2,067 > t tabel 2,011, dengan signifikansi sebesar 0,044 < 0,05 maka Hₐditerima, jadi tdapat ditemui sebuah perbedaan efektifitas antara penerapan kedua model pembelajaran tersebut terhadap hasil belajar IPA. Model pembelajaran Discovery Learning lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas 3 SD Gugus Mawar Suruh.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan Pangastuti et al., pada tahun 2019 yang berjudul “Efektivitas Discovery Learning dan PBL pada Pembelajaran Tematik Kelas IV Ditinjau dari Hasil Belajar Kognitif Siswa di SDN Karangduren 01”
menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukan nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0.003 < 0.005. Hal ini brarti H0 ditolak dan Ha diterima, jadi terdapat perbedaan efektivitas hasil belajar kognitif antara kelas eksperimen yang dilakukan treatment menggunakan model pembelajaran Discovery learning, dengan Kelas
19
kontrol yang dilakukan treatment dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan Fatimah, R. N., Slameto, S., & Radia, E.
H pada tahun 2018 yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada Siswa KELAS 3 SD” membuktikan bahwa hasil uji t skor posttest membuktikan t hitung 3,583 dan t tabel 2,011 dengan signifikasi 0,49 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Asrika Maha Dewi., Dibia, I. K., &
Sudana, D. N pada tahun 2013 dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Video Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri Pergung” dengan hasil perhitungan. Hasil pembelajaran IPA berbantuan media video sebesar 30,56, hasil belajar IPA yang mengikuti pembelajaran terdapat diatas rata rata sebesar 21,97, terdapat perbedaan yang signifikasn dengan menggunakan pembelajaran PBL berbantuan media dengan pembelajaran knfensional (t-hitung = 8,50 > t-tabel = 2,00). Dari kesimpulan diatas maka model pembelajaran PBL berbantuan media video lebih unggul untuk hasil belajar pada pembelajaran IPA.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Anjelina, A.A., Swastra, I. W., &
Tegeh, I pada tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran PBL Berbantuan Media Gambar Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III” dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa model Problem Based Learning dengan thitung= 4,75 > ttabel= 2,042. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning yaitu 16,52 dan skor rata-rata siswa kelompok kontrolyaitu 11,77. Jadi terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan model pembelajaran Problem Based Learning dan siswa yang tidak dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada siswa kelas III SD Gugus VI Kecamatan Sawan.
20
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Mariati & Mawardi pada tahun 2016 yang berjudul “Komparasi model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Solving ditinjau dari hasil belajar IPA pada siswa kelas 3 SD di gugus diponegoro”, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan keefektifan pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery learning dan problem solving pada siswa kelas 3 SDN Bener 02 dan SDN Bener 01. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan t hitung 3,417 dan t table 2,201 dengan signifikasi 0,039.
Karena nilai siginikasi ˂ 0,05 dan t hitung ˂ t table maka Ho ditolak, Ha diterima.
Maka dapat disimpulkan bahwa hail belajar IPA kelas 3 di gugus Diponegoro Tengaran dengan menggunakan model discovery learning lebih tinggi dibanding model problem solving.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Virgiana & Wasitohadi pada tahun 2016 yang berjudul “Efektivitas Model Problem Based Learning Berbantuan Media Audio Visual Ditinjau Dari Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SDN 1 Gadu Sambong-Blora Semester 2 Tahun 2014/2015” Terbukti pada hal tersebut ditunjukkan hasil uji t sebesar 3,603>1,999 dan signifikan 0,001 <0,05. Perbedaan kelas eksperimen > rata rata yaitu 87,0588 > 80,2000.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Winoto et al., pada tahun 2020 yang berjudul “efektivitas model Problem Based Learning dan Discovery Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar” menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Hasil penelitian Uji T diperoleh hasil nilai sig (2-tailed) 0,002 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga terdapat perbedaan antara penggunaan model Problem Based Learning dan Discovery Learning terhadap kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran matematika kelas IV SD. Jadi dapat diartikan model discovery learning lebih efektif dibandingkan dengan model Problem Based Learning tehadap hasil belajar matematika.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Andini et al., pada tahun 2016 yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran PBL Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Gugus 2 Kecamatan Rendang” Perhitungan hasil analisis uji-t dapat membuktikan t-hitung lebih besar dari t-tabel dengan perbandingan 39,88 > 2,011.
21
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Semester II di Gugus 2 Kecamatan rendang Karangasem.
Penelitian selanjutnya dilakukan Eni Ristanti pada tahun 2018 dengan judul
“Efektivitas Model Discovery Learning Terhadap Penilaian Kognitif Subtema Aku dan Cita-Citaku Siswa Kelas IV SD Negeri 4 Godong” membuktikan bahwa model pembelajaran Discovery Learning dapat efektif terhadap penilaian kognitif subtema aku dan cita-citaku. Hal ini dapat dilihat terjadinya peningkatan nilai kognitif pada siswa kelas IV sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan yakni sebesar 26,222. Hal ini juga merupakan hasil analisis data dengan uji-t yang menunjukkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima dengan diperoleh t hitung > ttabel yakni 17,634 > 1,697.
2.3 Kerangka Berpikir
Model pembelajaran merupakan suatu alat untuk memudahkan siswa dalam menerima pelajaran diantaranya banyak model pembelajaran yang dapat digunakan seperti Discovery Learning dan Problem Based Learning.
Penelitian ini dilaksanakan karena adanya keraguan-keraguan penulis terhadap perbandingan model Discovery Learning dan Problem Based Learning terhadap hasil belajar kognitif siswa Sekolah Dasar. Maka dari itu dalam penelitian ini penulis menerapkan Discovery Learning dan Problem Based Learning.
Penerapan model Discovery Learning dan Problem Based Learning diharapkan dapat menjadikan siswa lebih mudah dalam memperoleh informasi dan memahaminya, karena siswa akan lebih aktif untuk menemukan pengetahuannya sendiri melalui kerjasama dalam kelompok. Selain itu siswa juga dapat mencari informasi dari dari berbagai sumber.
22 Tabel 2.1
Kerangka Berpikir Model Pembelajaran Discovery Learning
Sintak/Langkah-langkah
Keterangan:
Dampak instruksional : Dampak pengiring :
Model Discovery Learning
Stimulation (pemberian rangsang
Identifikasi masalah
Pengumpulan data
Pengolahan data
Pembuktian
kesimpulan
Rasa ingin tau
Teliti
Kerjasama
Toleransi
Kreativitas Percaya diri
Dapat mengidentifikasi
Dapat memahami suatu jenis
Dapat melakukan pengamatan
Dapat membuat ringkasan narasi teks
video/gambar yang disajikan
Dapat membuat kesimpulan bacaan
serta menyajikan ringkasan teks Dapat menuliskan suatu
kata kunci yang dapat ditemukan dalam tiap paragraf bacaan serta
meringkas teks.
Hasil Belajar
23 Tabel 2.2
Kerangka Berpikir Model Pembelajaran Problem Based Learning
Sintak/Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning
Orientasi Siswa Pada Masalah
Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar
Membimbing Penyelidikan Individu/Kelompok
Mengembangkan dan menyajikan Hasil Karya
Menganalisis dan Mengevaluasi Proses
Pemecahan Masalah
Rasa Ingin Tau
Tanggung jawab
Toleransi
Percaya Diri
Kerjasama
Dapat mengidentifikasi
Dapat memahami jenis
-jenis
Dapat melakukan pengamatan Dapat membuat ringkasan narasi
teks video/gambar yang disajikan
Dapat membuat kesimpulan bacaan serta
menyajikan ringkasan teks
Dapat menuliskan suatu kata kunci
yang dapat ditemukan dalam tiap paragraf bacan
Hasil belajar Keterangan:
Dampak instruksional : Dampak pengiring :
24 2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori penelitian yang relevan dan kerangka pikir diatas:
Ho: tidak ada perbedaan hasil belajar kognitif antara model pembelajaran Discovery dengan model pembelajaran Problem Based Learning.
Ha: ada perbedaan hasil belajar kognitif antara model pembelajaran Discovery Learning dengan model pembelajaran Problem Based Learning.