• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media pembelajaran terdiri dari dua kata yang memiliki arti perantara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media pembelajaran terdiri dari dua kata yang memiliki arti perantara"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media pembelajaran terdiri dari dua kata yang memiliki arti perantara atau pengantar atau suatu yang menjebatani tersampainya informasi kepada orang. lain. Media juga diartikan sebagai alat bantu yang dapat digunakan sebagai penyampai pesan untuk mencapai tujuan .pembelajaran dalam suatu proses belajar mengajar (Sadiman: 2012). Jadi media adalah .bentuk alat yang dipergunakan dalam proses penyaluran atau penyampaian informasi.

Media merupakan sebuah perantara yang digunakan oleh seseorang untuk menyampaikan ide, sehingga ide tersebut dapat sampai kepada penerima yang akan dituju (Arsyad,2003). Hakikatnya media pembelajaran adalah suatu usaha pendidik dalam proses belajar mengajar dengan tujuan membantu peserta didik agar dapat lebih muah memahami sebuah informasi. Disampaikan oleh Munandi (2008) bahwa fungsi media pembelajaran antara lain sebagai sumber belajar, .manipulatif dan psikologis. yang mencakup fungsi atensi, fungsi afeksi, fungsi kognitif, fungsi imajinatif, dan fungsi motivasi. Dapat disimpulkan bahwa media adalah suatu perantara yang digunakan guru untuk menyampaikan sebuah informasi untuk sampai kepada penerima informasi tersebut.

(2)

Jadi, berdasarkan beberapa paparan di atas media adalah alat-alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga informasi tersebut sampai kepada penerima informasi. Untuk mewujudkan keefektifan dalam belajar dan mengajar maka harus memperhatikan bagaimana penyampain informasi pembelajaran agar peserta didik antusias dan mempunyai semangat tinggi untuk belajar, selain itu guru harus mampu untuk belajar memahami karakteristik, kemampuan, dan kebutuhan pada peserta didik.

Media memiliki fungsi untuk tujuan instruksi dimana informasi yang terdapat dalam media tersebut harus melibatkan peserta didik baik dalam bentuk aktivitas yang nyata pada pengimplementasian media ke dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran dapat terlaksana.. maka dari itu, fungsi media juga bisa dikatakan untuk mempermudah anak dalam memahami materi yang disampaikan.

Manfaat media menurut (Arief: 2009) yaitu memperjelas penyajian suatu penyampaian informasi, selain itu media mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera peserta didik seperti ,objek yang terlalu besar atau terlalu kecil dengan menggunakan media pembelajaran pada proses pembelajaran pembelajaran berlangsung.. Dan dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat dari media ,pembelajaran adalah untuk meningkatkan minat peserta didik dalam belajar, sehingga dapat membantu peserta didik memahami konsep. dari apa yang dipelajari..

Pembelajaran adalah proses bertukar atau mencari informasi (pengetahuan) yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk mencapai sebuah tujuan belajar

(3)

yang terencana. Setelah mengetahui tentang media dan pembelajaran selanjutnya akan dijabarkan pula definisi dari media pembelajaran.

Jadi, media pembelajaran, adalah sebuah alat yang digunakan untuk menyampaikan sebuah isi dari.pembelajaran yang dapat merangsang perhatian peseta didik sehingga peserta didik memahami dengan informasi yang disampaikan. Guru akan lebih mudah jika menyampaikan materi. dengan menggunakan .media yang sesuai dengan kebutuhan.

b. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai alat yang membantu merangsang peserta didik pada alat indranya, seperti indera penglihatan (mata), pendengaran (telinga), perabaan (kulit), pengecapan. (lidah), maupun penciuman (hidung) (Rimawati:2016).. Berdasarkan karakteristiknya, media pembelajaran dapat dibagi dalam beberapa jenis yang perlu diketahui, antara lain sebagai berikut:

1) Media grafis atau media visual

Media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima.

Saluran yang dipakai yaitu melalui indera penglihatan Sadiman (2012).

Media visual merupakan sebuah. media yang memiliki beberapa unsur yang berupa garis, bentuk, warna, dan tekstur, dalam penyajiaannya.Media ini dapat ditampilkan dalam dua bentuk, yaitu visual atau grafis yang menampilkan. gambar atau simbol bergerak. Ada beberapa media visual yang digunakan dalam pembelajaran di antaranya. buku, jurnal, peta, gambar, sketsa, bagan, grafik, kartun, poster, papan flanel, papan. buletin, dan lainnya

(4)

Setiap media tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu juga media grafis ini, media ini memiliki kelebihan yaitu media ini sederhana, ekonomis, bahan mudah diperoleh..

Media grafis juga memiliki kekurangan atau kelemahan, kelemahan atau kekurangan dari media ini adalah tidak dapat menjangkau kelompok besar, hanya menekankan persepsi indera penglihatan saja, tidak menampilkan unsur audio.

2) Media Audio

Audio berasal dari kata audible, yang artinya suara yang dapat didengarkan secara wajar oleh telinga manusia. Berbeda dengan media grafis, media audio. berkaitan dengan indera pendengaran yaiitu telinga.

Ada beberapa jenis media yang dapat dikelompokkan ke dalam media audio, antara lain: radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam, dan lain-lain. Sadiman. (2012).

3) Audio Visual

Media audio visual merupakan media yang dapat menampilkan unsur gambar dan suara secara bersama pada saat mengkomunikasikan pesan atau informasi. Adapun jenis-jenis media audio-visual yaitu vidio, film, televisi, dan lain-lain.

c. Pemilihan media

Menurut Sutikno (2013) penguasaan ilmu pendidikan diantaranya adalah kemampuan atau penguasaan media pembelajaran sebelum menggunakan dan memanfaatkan media pembelajaran diperlukan juga pemilihan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran yang akan diajarkan.

(5)

Penyesuaian media pembelajaran ini diharapkan agar tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai.

Pemilihan media sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaian. (Mahnun, 2012) Dalam hubungan ini juga harus mempertimbangkan ketersediaan bahan buku, tenaga dan fasilitasnya, apakah bisa digunakan di mana pun (luwes, praktis), dan efektifitas biaya dalam waktu panjang.

Tidak terlepas. dari fungsi media pembelajaran yaitu sebagai media atau alat yang digunakan untuk mempermudah para guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, pemilihan media yang disesuaikan dengan materi, kemampuan dan karakteristik. pembelajaran, dan tujuan yang akan dicapai akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.

Penentuan media pembelajaran, sebaiknya memperhatikan syarat-syarat sebagai pertimbangan. (Mahnun, 2012) Syarat-syarat dalam memilih media pembelajaran di antaranya sebagai berikut. Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

1) Ketersedian bahan medianya.

2) Biaya pengadaannya.

3) Kualitas atau mutu tekniknya.

4) Sesuai dengan tujuan dan materi pembelajaran, yaitu tingkat pengetahuan siswa, bahasa siswa, dan jumlah siswa yang belajar.

5) Mengenal ciri-ciri dari setiap media pembelajaran.

(6)

6) Media pembelajaran harus berorientasi pada pembelajaran.

d. Media Alparober (Alphabet Rolling Number)

Media Alparober (Alphabet Rolling Number) ini merupakan pengembangan media yang berupa kartu. Media Alparober (Alphabet Rolling Number) merupakan sebuah inovasi media pembelajaran yang berbentuk card atau kartu yang terdapat gambar lambang-lambang huruf alphabet /A/, /B/, /C/, /E/, /F/, dan seterusnya. Media pembelajaran lainl yang mudah didapat, murah dan cukup efektif untuk dipergunakan oleh guru dan para siswa Sekolah Dasar dalam pembelajaran Bahasal di SD adalah gambar- gambar (flashcards) baik flashcard yang sudah jadi (ready to use flashcard) ataupun yang dibuat sendiri (handmade/ selfmade flashcard). Media ini dapat dipakai baik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dan sangatlah efektif untuk meningkatkan keterampilan berbahasa para siswa Sekolah Dasar.

Melalui penggunaan media Alparober (Alphabet Rolling Number) ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1) Card Alphabet A-Z

Flash card merupakan media visual. Menurut Azhar Arshad (2006),

“flash card adalah medial yang sederhana yang menggunakan kartu kecil yang lberisi gambar, teks atau simboll yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu”.

Card alphabet ini merupakan kartu yang bergambarkan lambang huruf A – Z, pada card alphabet ini hanya akan aka satu lambang huruf pada setiap kartunya. Kartu yang akan digunakan untuk card alphabet

(7)

ini mengnggunakan ukuran 7,5 x 10 cm dan menggunakan warna-warni yang berbeda lpada setiap kartunya.

2) Card Number

Card number merupakan kartu yang bergambarkan lambang angka mulai dari 1 – 10, pada masing-masing card number hanya aka nada satu lambang angka. Kartu yang akan digunakan untuk card number ini mengnggunakan ukuran 7,5 x 10 cmcm dan menggunakan warna-warni yang berbeda pada setiap kartunya.

3) Roda Pintar

Roda pintar yang berisikan huruf A-Z yang nantinya dapat diputar dan akan dipasangkan salah satu dari huruf konsonan a, i, u, e, o. roda pintar digunakan untuk mempelajari suku kata terbuka dengan lebih interaktif.

4) Flip Card

Flip card terdiri dari 3 tumpuk kartu yang disusun secara bejajar.

Flip card ini digunakan untuk mempelajari suku kata tertutup dengan diftong dan digraph dengan cara di flip. Flip card juga tersusun dari beberapa flash card. Menurut Azhar Arshad (2006), “flash card adalah media yang sederhana yang menggunakan kartu kecil yang berisi gambar. Dan pada flip card menggunakan flash card huruf yang disusun dan nantinya dapat di flip atau dibalik.

Media Alparober (Alphabet Rolling Number) untuk anak berkebutuhan khusus dengan spesifikasi tunagrahita ringan dalam kegiatan belajar membaca. Media digunakan perindividu dengan

(8)

beberapa instruksi sederhana dari guru pendamping dengan mengenalkan beberapa lambang huruf terlebih dahulu dengan card alphabet, kemudian mengenalkan peserta didik dengan 5 huruf konsonan a, i, u, e, o. baru peserta didik akan mempelajari kata dari roda pintar.

2. Membaca Permulaan

a. Pengertian Membaca Permulaan

Membaca merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi dalam bentuk pemahaman yang terdapat dalam sebuah bacaan (Dalman;2013). Dengan membaca, seseorang bukan hanya memperoleh informasi yang terdapat dalam bacaan tetapi juga meningkatkan pengetahuan orang tersebut. Begitu pentingnya membaca ini sehingga dijadikan sebagai salah satu keterampilan yang harus ldikuasai oleh peserta didik khususnya di sekolah dasar (Depdiknas:2006).

Membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuanl mengenal huruf. Maksudnya, anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi- bunyi bermakna. Menurut (Halimah:2014) pada tahap ini, sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkanl lambang-lambang huruf yang dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap lambang bunyi-bunyi lambang tersebut.

Membaca permulaan (Wahyuni, 2013: 8) merupakanl proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan merujuk pada pengenalan dan penguasaan

(9)

lambang fonem, proses kognitif merujuk pada penggunaan lambang-lambang fonem untuk memahami makna kata atau kalimat.

Dijelaskan dalam Kurikulum .2013 bahwa lkompetensi inti setiap mata pelajaran pada pendidikan dasar dan menengah, ada empat yaitu: kompetensi sikap spritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Kompetensi tersebut diajarkan secara terintegrasi pada setiap materi dan mata pelajaran.

Kurikulum tersebut .dikembangkan secara lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masing-masing sekolahl setempat. Kompetensi inti dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia hendaknya memadai dan efektifl sebagai alat berkomunikasi, berinteraksi sosial, media pengembangan ilmu, dan alat pemersatu bangsa. Daerahl atau sekolah- sekolah diberi kesempatan untuk menjabarkan kompetensi itu sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masing-masing secara kontekstual.

Kompetensi dasar lmata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya aspekl membaca, untuk SD dan MI diadaptasi dari standar kompetensi lkurikulum sebelumnya adalah sebagai berikut: “Membacal huruf, lsuku kata, kata, kalimat, paragraf, berbagai teks bacaan, denah, petunjuk, tata tertib, pengumuman, kamus, ensiklopedia,. serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra berupa dongeng, cerita anak- anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran terdapat aspekaspek membaca permulaan yang perlu dikuasai peserta didik seperti yang diungkapkan oleh

(10)

I.G.A.K Wardani (2008:) untuk dapat membaca permulaan, seseorang ldituntut agar mampu membedakan bentuk huruf, mengucapkan bunyi huruf

dan kata dengan benar, menggerakkan lmata dengan cepat dari kiri ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang dibaca, menyuarakan tulisan yang sedang dibaca dengan benar, dan mengaturl tinggi rendah. sesuai dengan bunyi, makna kata yang diucapkan, serta tanda baca.

b. Tujuan Membaca Permulaan

Setiap pelajaran tentu mempunyai suatu tujuan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut juga sama dengan kegiatan membaca permulaan. Tujuan utama dari membaca permulaan adalah agar peserta didik dapat mengenal tulisan sebagai lambang atau simbol lbahasa sehingga peserta didik dapat menyuarakan tulisan tersebut (Wardani, 1995 dalam Sri Utami Soraya Dewi, 2015). Mengajar peserta didik untuk membaca bukanlah hal yang mudah hal tersebut dikarenakan setiap peserta didik memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda-beda. Mengajarkan siswa membaca dibutuhkan strategil yang lsesuai dengan dunia peserta didik yaitu bermain, dengan kata lain belajar dengan suasana yang menyenangkan (Mueller,2006:66).

c. Metode Membaca

Mengajarkan membaca dan menulis lpermulaan seperti dikutip dari (Mulyati, 2014 & Kemendikbud, 2012), ada beberapa metode yang dapat dijadikan acuan untuk mengajarkannya antara lain.

(11)

1) Metode Eja

Sebelum memasuki SD dan MI, beberapa siswa sudah mengenal dan hafal abjad. Namun, dia belum bisa merangkai abjad-abjad tersebut menjadi ujaran bermakna. Sebagai contoh ada anakl yang sudah mengenal lambang-lambangl berikut: /A/, /B/, /C/, /E/, /F/, dan seterusnya sebagai [a], [be], [ce], [de], [e], [ef], dan seterusnya. Namun, mereka belum dapat merangkaikan lambang-lambang tersebut untuk menjadi kata. Secara alamiah, orang dewasa yang berada di sekitar anak tersebut akan mengajari anak tersebut dengan mengejal suku kata metode ejal atau biasa disebut metode abjadl atau metode alfabet.

Pembelajaran membaca dan menulis lpermulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alfabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya menurut labjad. Sebagai contoh A/a, B/b, C/c, D/d, E/e, F/f, dan seterusnya, dilafalkanl sebagai [a], [be], [ce], [de], [ef], dan seterusnya. Menurut (Mulyati, 2014) kegiatan ini diikuti dengan latihan menulis lambang, tulisan,. seperti a, b, c, d, e, f, dan seterusnya atau dengan huruf rangkai a, b, c, d, dan seterusnya. Setelah .melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.

Penanaman konsep hafalan abjadl dengan menirukan bunyi pelafalannya secara mandiri, terlepas dari konteksnya, menyebabkan anak mengalami kebingungan manakala menghadapi bentukan-bentukan baru, seperti bentuk kata tadi.

(12)

2) Metode Bunyi

Metode bunyi merupakan bagian dari lmetode eja, hanya saja dalam pelaksanaannya metode bunyi lmelalui proses latihan dan tubian. Contoh metode bunyi: huruf/b/ dilafalkan [eb]/d/ dilafalkan [ed] /e/ dilafalkan [e]

dilafalkan dengan e pepet seperti pelafalan /g/ dilafalkanl [eg] pada kata benar, keras, pedas, lemah /p/ dilafalkan [ep]. Dengan demikian. kata

„nani dieja menjadi: /en-a/ [na]/en-i/ [ni] dibacal [na-ni].

3) Metode Suku Kata

lMetode suku katal menurut (Mulyati, 2014) juga disebut dengan

metode silabel. Proses pembelajaran MMP dengan metodel ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti:

/ba, bi, bu, be, bo/;

/ca, ci, cu, ce, co/;

/da, di, du, de, do/;

/ka, ki, ku, ke, ko/, dan seterusnya.

Suku-suku kata tersebut, kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar lsukul kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar.. Kata-kata dimaksud, misalnya:

ba – ju cu – ci da – kika – ki bi – ru ca – ci dal – ra ku – ku bi – bi ci– ci da – du ka – ku ba – ca ka – ca du – ka ku – da

(13)

Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kelompok kata atau kalimatl sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat dimaksud, seperti tampakl pada contoh di bawah ini.

ka-ki ku-dal ba-ca bu-ku

cu–ci ka–kil (dan sebagainya).

Proses perangkaian sukul kata menjadi kata, kata menjadi kelompok kata atau kalimatl sederhana, kemudian ditindak lanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentukl tersebut menjadi satuan- satuan bahasa terkecil di bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata-kata dan dari kata ke suku-suku kata.

4) Metode Kata

Proses pembelajaran MMP seperti yang digambarkan dalam langkah- langkah di atas dapat pula dimodifikasil dengan mengubah objek pengenalan awalnya. Sebagai contoh, proses pembelajaranl membaca permulaan menurut (Mulyati, 2014) diawali dengan pengenalan. sebuah kata tertentu. Kata ini, kemudian dijadikan lembaga sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf.. Artinya, kata dimaksud diuraikan (dikupas) menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf.

Selanjutnya, dilakukan proses perangkaian huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan tadi dikembalikan lagi kebentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).

Karena proses pembelajaran lMMP dengan metode ini melibatkan serangkaian lproses pengupasanl dan perangkaian maka metode ini dikenal

(14)

juga sebagai “metode kupas-rangkai”. (Solchan, dkk. 2009). Hal tersebut dianalogikan sebagai lawan dari lmetode suku katal yang biasa juga disebut metode rangkai-kupas. Sebagian orang menyebutnya “metode kata” atau “metode kata lembaga”.

5) Metode Global

Sebagian lorang mengistilahkan metode ini sebagai “metode kalimat”.

Untuk membantu pengenalan kalimat dimaksud, biasanya digunakan gambar. Di bawah gambar dimaksud, dituliskan sebuah kalimat yang kira- kira merujuk pada makna gambar tersebut. Sebagai contoh, jika kalimat yang diperkenalkan berbunyil “ini lisa”, maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar seorang anak perempuan.

Proses penguraian kalimat menjadi kata, katal menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf, tidak disertai dengan proses sintesis (perangkaian kembali). Artinya, huruf-huruf yang telah terurai itu tidak dikembalikan lagi pada satuan di atasnya, yakni suku kata. Demikian juga dengan suku-suku kata, tidak dirangkaikan lagi menjadi kata; kata-kata menjadi kalimat.

6) Metode SAS

Metode SAS lmenganut ilmu bahasa umum bahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat, metode ini mempertimbangkan pengalaman bahasa anak menurut (Solchan, dkk. 2009). Metode ini merupakan struktur dari lkalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si pebelajar itu sendiri.

(15)

3. Mengenal Angka

Mengenal lambang bilangan merupakan salah satu lmateri yang perlu diberikan bagi siswa tunagrahita sedang di kelas 1 dengan berpedoman Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikanl dalam pembelajaran Matematika.

Berdasarkan Permen DikNas No. 41 tahun 2007 bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.

Menurut Mohamad Asrori (2007) secara umum mengemukakan bahwa pengertian pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui pengalaman individu yang bersangkutan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dimaknai bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang telah direncanakan, dilaksanakan, dinilai dan diawasi.

Keberhasilan dalam belajar ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa baik dalam afeksi, kognisi dan lpsikomotorik.

Lambang bilangan yang dimaksud menurut Tajudin,dkk (2005) adalah satuan dalam sistem matematika yang abstrak dan dapat diunitkan, ditambahkan, atau dikalikan. Senada dengan pendapat diatas, menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002) bilangan adalah banyak benda, satuan jumlah, ide bersifat abstrak, yang meberikan keterangan mengenai banyak anggota himpunan..

Pendapat lain menyatakan bahwa lambang bilangan adalah simbol atau kata yang digunakan untuk menyatakan suatu jumlah, tertentu. Untuk menyatakan suatu jumlah, kita menggunakan lambang dan nama bilangan. Bilangan juga merupakan

(16)

dasar matematika yang digunakan untuk menghitung dan pengukuran (Abdul Syukur dkk,2005).

Berdasarkan pengertian diatas dapat di dimaknai pengertian lambang bilangan adalah sistem matematika yang abstrak atau berupa simbol untuk menyatakan jumlah tertentu atau lambang bilangan yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Lambang lbilangan yang akan menjadi pembelajaran pada siswa tunagrahita sedang dalam penelitianl ini adalah bilangan asli. Menurut Karso (2005:6.3) bilangan asli adalah bilangan 1,2,3,4,5,....Senada dengan pendapat diatas Abdul Syukur, dkkl (2005:72) berpendapat bahwa bilangan asli adalah bilangan 1,2,3 dan seterusnya. Berdasar dari pendapat diatas dapat disimpulkan bilangan asli adalah bilangan yang dimulai dari bilangan 1, 2, 3, 4, diikuti bilangan selanjutnya dan tidak terhingga.

4. Tunagrahita (Retardasi Mental)

a. Pengertian Tunagrahita (Retardasi Mental)

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektuall di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah mental retardation, mentally retarded (retardasi mental), mental deficiency, mental defective, down syndrome (Wikasanti :2014)

Pengertian tunagrahita atau retardasi mental sendiri adalah anak berkebutuhan khusus yang memiliki kecerdasan di bawah anak-anak dengan tingkat kecerdasan normal sehingga ,membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Kecerdasan jauh di bawah normal ini diukur dari kecerdasan rata-rata anak sesuai dengan usia biologis atau kronologis anak tersebut.

(17)

Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengimbangi kekurangannya. Kecerdasan maksimal yang, dapat dicapai oleh anak tunagrahita yaitu dengan IQ 50-80 bisa mencapai kecerdasan anak usia 12 tahun, IQ 30-50 bisa mencapai kecerdasan anak usia 7 tahun, IQ < 30 bisa mencapai kecerdasan anak usia 3 tahun.

b. Klasifikasi Tunagrahita

Berdasarkan kemampuan mental seorang anak, dapat diketahui bahwa anak yang selama ini disebut anak tunagrahita atau retardasi. mental menurut (Wikasanti :2014) dibagi menjadi tiga, tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.

1) Anak Tunagrahita Ringan (IQ 50 – 70)

Anak .tunagrahita yang tergolong ringan, memiliki kemampuan ntuk dididik sebagaimana anak normal lainnya. Anak tunagrahita ringan mampu mandiri, mempelajari keterampilan dan life skills, serta mampu belajar sejumlah teori yang ringan dan berhubungan serta bermanfaat bagi kehidupannya. Misalnya mempelajari bahasa. dan membaca, ,keterampilan berhitung dengan perhitungan sederhana, untuk itu perlu dan dibutuhkan waktu yang cukup lama dan guru yang sabar dan fokus.

Apabila anak tungrahita masuk ke dalam sekolah inklusi, guru pendamping atau shadow teacher yang akan membantu membimbing perkembangan dan pembelajaran. anak tunagrahita jenis ringan. Apabila guru pendamping dapat membantu pembelajaran dan pendidikan secara

(18)

konsisten, maka anak tunagtrahita ringan dapat mencapai usia perkembangan mental setara dengan anak regular usia 12 tahun.

2) Anak Tunagrahita Sedang (IQ 30 – 50)

Anak tunagrahita sedang merupakan anak yang masih mampu dilatih untuk mandiri, memenuhi, dan melakukan kebutuhan pribadinya. Anak tunagrahita sedang ini disebut juga dengan golongan imbesil, dengan kemungkinan mampu mandiri dengan tetap dan dalam pengawasan orang lain yang siap membantu. Apabila dilatih secara konsisten dan tepat, maka golongan imbesil ini bisa mencapai kecerdasan mental anak usia 7 tahun.

3) Anak Tunagrahita Berat (IQ < 30)

Anak tunagrahita berat juga disebut dengan anak idiot. Anak tunagrahita golongan atau kategori berat. ini akan sulit untuk dilatih, dididik, ataupun belajar tentang teori akademis. Anak tunagrahita berat memerlukan perawatan khusus dan dibantu dalam setiap aktifitasnya.

Kecerdasan opimalnya hanya setara dengan anak normal usia 3 tahun.

Berdasarkan definisinya, tunagrahita atau .retardasi mental adalah kondisi sebelum 18 tahun yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (IQ yang dimiliki dibawah 70) dan sulit beradaptasi.. dengan kehidupan sehari-hari. IQ rendah dan kemampuan beradaptasi yang rendah biasanya tampak sejak usia anak-anak (Santrock , 2008)

(19)

Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan Derajat Keterbelakangannya

Level Keterbelakangan IQ

Standford Binet Skala Weschler

Ringan 68-52 69-55

Sedang 51-36 54-40

Berat 32-19 39-25

Sangat Berat >19 >24

Sumber : (Santrock , 2008)

Tipe Retardasi Mental Rentang IQ Presentase

Ringan 55-70 89

Moderat 40-54 6

Berat 25-39 4

Parah <25 1

Sumber : (Santrock , 2008)

(Santrock , 2008) terdapat beberapa ciri fisik yang dialami seseorang dengan tunagrahita antara lain:

1) Memiliki sendi yang lebar dan .mudah digerakkan

2) Meta yang penuh dengan lipatan kulit terutama di bagian sudut kelopak mata.

3) Memiliki postur tubuh yang pendek dengan kepala kecil

4) Jarak antara .kedua mata jarang dengan dahi dan hidung yang rata.

5) Bagian belakang kepala yang lebar dan datar.

6) Mata miring atau juling.

7) Rambut jarang dan tipis.

8) Berwajah datar dengan telinga rendah.

9) Memiliki jari-jari kaki yang masuk ke dalam.

c. Karakteristik dan Perkembangan Anak Tunagrahita 1) Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita

(20)

Kognitif merupakan bidang yang luas meliputi keterampilan akademik yang berhubungan dengan wilayah persepsi. (Suppes, 2007) menyatakan bahwa anak tunagrahita akan mengalami perkembangan kognitif yang berbeda dengan anak pada umumnya. Perbedaan tersebut terletak pada keterampilan akademik dan pengembangan wilayah presepsinya.

2) Perkembangan Psikomotorik Anak Tunagrahita

Fungsi-fungsi perkembangan anak tunagrahita bermacam-macam. Ada yang tertinggal jauh dari anak seusianya, atau hampir menyamai anak normal adalah fungsi psikomotoriknya. Perkembangan motorik pada anak tunagrahita tidak secepat anak normal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat motorik anak tunagrahita yang memiliki kemampuan mental 2 tahum sampai dengn 12 tahun ada dalam kategori kurang. Sedangkan anak normal,. pada usia yang sama ada dalam kategori kurang (Martasuta, 2007).

3) Perkembangan Bahasa Anak Tunagrahita

Bahasa didefinisika oleh Mykebust dalam Somantri (2007) sebagai perilaku simbolik yang mencakup. kemampuan mengikatkan kata-kata dengan arti, dan menggunakannya sebagai symbol untuk berpikir dan mengekspresikan suatu ekpresi baik secara fisik atau perasaan Secara umum perkembangan bahasa digambarkan oleh ,Mykebust meliputi lima tahap:

(21)

a) Experience

Merupakan penyerapan stimulus dari sekitar anak berupa pengalaman mereka tentang sebuah stimulus benda tertentu dan diungkapkan dengan kata-kata atau bahasa.

b) Inner language, auditory symbol and experience

Merupakan pengembangan bahasa dengan. meniru dari symbol- simbol pendengaran atau perkataan orang lain dan juga pengalaman terhadap stimulus tertentu.

c) Auditory receptive language, comprehending spoken word

Mykebust dalam Somantri (2007) , Merupakan perkembangan bahas dari pembelajaran .dengan cara mendengar dan mencoba untuk mencoba mengucapkan apa yang didengar ke dalam bahasa atau pemicaraan dengan bahasan yang sama.

d) Auditory expressive language speaking

Merupakan perkembangan bahasa ,yang menuju pada tahapan ekpresi saat pengucapan, suatu bahasa tertentu sesuai dengan stimulus, atau benda yang dimaksud.

e) Visual receptive language reading

Merupakan perkembangan bahasa, secara tertulis dan membaca tulisan.

4) Perkembangan Psikososial Anak Tunagrahita

Setiap manusia adalah makhluk, sosial, demikian pula dengan anak yang mengalami tunagrahita yang juga memerlukan hubungan soaial. Usia anak-anak dan penyesuaian sosial merupakan proses yang saling berkaitan.

(22)

Kepribadian, sosial mencerminkan cara berinteraksi dengan lingkungan.

Sebaliknya pengalaman penyesuaian dirisangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian.

d. Pelayanan Pendidikan Bagi Penyandang Tunagrahita

Santrock (2008) menyambaikan strategi-strategi, pembelajaran yang dapat dilakukan bagi anak yang mengalami tunagrahita atau retardasi mental.

Tujuan utamanya adalah mengjarkan keahlian pendidikan dasar kepada anak tunagrahita, seperti keterampilan membaca, matematika, dan keterampilan lain. Strategi tersebut antara lain:

1) Membantu anak tunagrahita atau retardasi mental untuk berlatih menentukan pilihan personal, dan determinasi diri jika memungkinkan (Westling & Fox, 2000)

2) Mengingat fugsi mental anak.

3) Menyesuaikan intruksi pengajaran sesuai dengan kebutuhan anak.

4) Memberikan contoh konkret, serta memberikan instruksi pengajaran yang jelas dan sederhana.

5) Memberikan kesempatan kepada anak tunagrahita untuk melatih dan mengulangi apa yang telah dipelajari.

6) Mempertimbangkan rasa penghargaan terhadap diri anak

7) Menghindari prasangka negative terhadap kemampuan belajar anak 8) Memberikan bimbingan akademik, keterampilan perawatan diri dan

keterampilan sosial.

9) Menggunakan guru yang. berkompeten.

10) Mempertimbangkan menggunakan strategi analisis perilaku.

(23)

11) Melakukan evaluasi.

12) Melibatkan orang tua sebagai mitra mendidik anak tersebut.

Secara umum tujuan pendidikan nasional juga merupakan tujuan pendidikan anak tunagrahita ringan. Tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam ,Undang-Undang .Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3 adalah bahwa pendidikan nasional berfungsi.

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sedangkan tujuan pendidikan anak tunagrahita secara khusus. tertuang dalam PP 72/1991 bab 2 menyebutkan tujuan pendidikan anak tunagrahita :

1) Dapat mengembangkan potensinya dengan sebaik-baiknya. Mereka harus dibantu untuk mencapai tingkat tersebut, sehingga anak tersebut dapat mengembangkan potensinya, dan memiliki kecakapan yang berarti dan berguna untuk bekal kehidupannya.

2) Dapat menolong dii (makan, mandi, berpakaian) mereka harus dilatih secara khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut, berdiri sendiri dan berguna bagi masyarakat (memiliki penghasilan sendiri, mengambil keputusan sendiri dalam tingkata yang sederhana)

3) Memiliki kehidupan lahir batin yang layak seperti memiliki rasa kepercayaan diri, dapat membaca dan menulis secara sederhana,

(24)

mempunyai hobi sesuai dengan kemampuan, mampu bergaul dengan teman sebaya atau orang lain disekitarnya.

Dari beberapa pendapat yang sudah dijabarkan, tujuan dari pendidikan anak tunagrahita ringan adalah agar anak dapat mengurus diri, mandiri dan dapat hidup layak bergabung dilingkungannya tanpa harus di anggap negatif. Agar anak tunagrahita dapat menjadi pribadi yang berkembang, maka kegiatan .pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh yang menjamin setiap peserta didik mendapat layanan, sehingga perkembangan yang optimal dapat terwujud.

Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunagrahita pada prinsipnya tidak jauh berbeda penerapannya dengan pendidikan pada umumnya. Pada anak tunagrahita ringan dan sedang mungkin lebih efektif menggunakan strategi pembelajaran yang menekankan latihan “ drill” yang tidak terlalu bnyak menuntut kemampuan berfikir yang kompleks.

Data dari WHO menunjukkan bahwa sekitar 7 – 10% dari jumlah total anak Indonesia merupakan anak berkebutuhan khusus. Menurut data Sussenas tahun 2013 jumlah anak Indonesia usia sekolah yang masuk kategori berkebutuhan khusus sebanyak 679.048 orang atau sama artinya dengan 24,97% dari keseluruhan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia. (Direktorat Jendran Bina Kesehatan Masyarakat, 2010). Oleh karena itu untuk melayani kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus tersebut ada beberapa alternative pilihan sistem pendidikan yang bisa dipilih yaitu:

(25)

Keterangan :

1) Sistem Kelas Transisi

Sistem kelas transisi diperuntukkan bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti anak penyandang tunagrahita. Kelas transisi biasanya berada disekolah regular. Hl ini memungkinkan anak bersosialisasi dengan anak lain. Kurikulum yang akan digunakan menggunakan acuan kurikulum SD. Namun tetap disesuaikan dengan kebutuhan anak.

2) Sistem Skolah Khusus (Sekolah Luar Biasa)

Dari data Sussenas tahun 2013 Sekolah luar biasa merupakan salah satu layanan yang disediakan pemerintah dalam bidang pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Jenjang, yang disediakan hampir sama dengan sekolah pada umumnya, yaitu tingkat dasar, menengah, hingga lanjutan. Namun pembagian jenjangnya dibedakan berdasarkan masing- masing kebutuhan khusus peserta didik. Dalam satu kelas terdapat maksimal 10 peserta didik dengan guru khusus. Bagi anak yang masuk dalam klasifikasi tunagrahita ringan mereka masuk dalam .SLB jenis

Pendidikan Bagi Tunagrahita

Kelas Transisi

SLB

Sekolah Inklusi

Home Scholing Sistem

Pendidikan Terpadu

Panti Rehabilitasi

Referensi

Dokumen terkait

Keterampilan bertanya adalah merupakan keterampilan yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajar mengajar, karena metode apapun, tujuan pengajaran apapun yang

 Evalusi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan dan kegiatan bidang keluarga berencana serta pemberdayaan perempuan Unit Operator Pelaksanaan Kebijakan Kepala Daerah di lingkup

Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas menunjukkan bahwa masyarakat mampu kota Palu dapat memberikan subsidi silang biaya air PDAM kepada masyarakat miskin, meskipun jumlah

Hal 142 Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis jalur (Path analisis), yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan

Sangat ironis apabila gerakan modern ini menolak keberadaan tradisi klasik karena tanpa diduga banyak juga karya arsitektur modern yang terdapat unsur tradisi

Faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap keikutsertaan responden pada kegiatan illegal logging ini adalah pendidik- an, pendapatan sebelum moratorium logging

Sampel penelitian ini berjumlah 15 ekor tikus wistar jantan ( Rattus norvegicus ) dibagi acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol (P 0 ) hanya dengan paparan asap rokok

Produksi berat kering panen rumput laut selama 25 kali panen dengan bobot tebar rumput laut 30 kg per jalur