• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN BILANGAN IODINE (IODINE VALUE) PADA CPO (CRUDE PALM OIL) DAN RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) OLEIN DI PT. SUCOFINDO MEDAN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENENTUAN BILANGAN IODINE (IODINE VALUE) PADA CPO (CRUDE PALM OIL) DAN RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) OLEIN DI PT. SUCOFINDO MEDAN TUGAS AKHIR"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

SURYA GRAHA P SIAHAAN 132401137

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

(2)

PENENTUAN BILANGAN IODINE (IODINE VALUE) PADA CPO

(CRUDE PALM OIL) DAN RBD (REFINED BLEACHED

DEODORIZED) OLEIN DI PT. SUCOFINDO MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

SURYA GRAHA P SIAHAAN 132401137

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN BILANGAN

IODINE(IODINE VALUE) PADA CPO(CRUDE PALM OIL) DAN RBD

(REFINED BLEACHED DEODORIZED) OLEIN DI PT. SUCOFINDO MEDAN

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : SURYA GRAHA P SIAHAAN

Nomor Induk Mahasiswa : 132401137

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juli 2016

Disetujui Oleh

Ketua Program Studi D3 Kimia Dosen Pembimbing

Dra. Emma Zaidar, M.Si Dra.Nurhaida Pasaribu, M.Si NIP : 195512181987012001 NIP : 195711011987012001

Ketua Departemen Kimia FMIPA USU

Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP : 195408301985032001

(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN BILANGAN IODINE (IODINE VALUE) PADA CPO

(CRUDE PALM OIL) DAN RBD (REFINED BLEACHED

DEODORIZED) OLEIN DI PT. SUCOFINDO MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2016

SURYA GRAHA P SIAHAAN 132401137

(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Adapun penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi syarat dalam mengikuti ujian akhir Diploma 3 Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Karya ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Lapangan Kerja ( PKL ) di PT. SUCOFINDO GATOT SUBROTO dengan judul ‘’

PENENTUAN BILANGAN IODINE (IODINE VALUE) PADA CPO

(CRUDE PALM OIL) DAN RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) OLEIN DI PT. SUCOFINDO MEDAN„‟.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak menemukan kendala.

Namun berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi berbagai kandala tersebut dengan baik. Atas berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda M. Siahaan dan Ibunda L.

Tampubolon yang telah memberikan doa, motivasi dan dukungan moril maupun materil dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Ibu Dra. Nurhaida Pasaribu. M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan tulus memberikan bimbingan kepada penulis dalam membantu penulisan karya ilmiah ini.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S selaku Ketua Dapertemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumaterra Utara 4. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program Studi D3 Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumaterra Utara

(6)

5. Ibu Melyanti selaku Operasional Manager ( OM ) laboratorium PT.

Sucofindo Gatot Subroto yang telah memberikan fasilitas dan ilmu yang berharga bagi penulis.

6. Seluruh pihak PT. Sucofindo Gatot Subroto yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam pengerjaan karya ilmiah ini.

7. Rekan praktek lapangan kerja yaitu Ektri Elisa Lumban Gaol, Rio Maretanto Sinaga dan Dina Oktaviana Togatorop yang turut membantu penulis selama praktek lapangan kerja..

8. Teman-teman seperjuanganSahat Fernando Bakara, Sofyan Eldo Surbakti, Andri Hassan Simbolon,Rio Maretanto Sinaga,Oya Siringo-ringo dan Denhenlen Parhusip.

9. Adik penulis Dirgantara Siahaan, Peterson Siahaan, Kevin Siahaan yang telah banyak memberi bantuan berupa doa serta dukungan moril selama penulisan Tugas Akhir ini.

10. Seluruh teman-teman D3 Kimia stambuk 2013 dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut andil dalam membantu penulisan karya ilmiah ini.

11. Adinda A. Tubagus Panjaitan, Valen SinagReski Maulina Sihombing, Lisari Siregar, Etri Shinta, dan Putri Manurung yang memberi dukungan doa dan moril selama penulisan Tugas Akhir.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaa.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Segala bentuk masukan yang diberikan akan penulis terima dengan senang hati dan penulis ucapkan terima kasih. Harapan penulis, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.

Medan, Juli 2016 Penulis,

Surya Graha P Siahaan

(7)

PENENTUAN BILANGAN IODINE (IODINE VALUE) PADA CPO

(CRUDE PALM OIL) DAN RBD (REFINED BLEACHED

DEODORIZED) OLEIN DI PT. SUCOFINDO MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan penentuan bilangan iodin (Iodine Value) pada CPO (crued palm oil) dan RBD (Refined Bleached Deodorized) Olein di PT. Sucofindo Medan Yang dimana pada penentuan bilangan iodin (Iodine Value) dilakukan dengan titrasi asam basa dengan menggunakan Larutan Standar Natrium Thio Sulfat (Na2S2O3) 0.1 N dengan penambahan indikator larutan pati .Dalam hasil analisa yang diperoleh bilangan iodin untuk CPO(Q14) = 51,85 meq, CPO(Q15) = 51,32 meq, CPO(Q16) = 51,62meq dan untuk RBD Olein (Q21) = 58,35 meq,RBD Olein (Q22) =58,06 meq, RBD Olein (Q23) = 58,26 meq. Maka dari hasil tersebut diketahui bahwa bilangan iodium dari CPO (crued palm oil) dan RBD (Refined Bleached Deodorized) Olein telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kata Kunci: meq = Bilangan iodin, CPO,RBD Olein,Titrasi Iodometri.

(8)

DETERMINATION IODINE (IODINE VALUE) IN CPO (CRUDE PALM OIL) AND RBD (REFINED DEODORIZED BLEACHED) OLEIN IN PT.

SUCOFINDO MEDAN ABSTRACT

Has conducted experiments determining iodine (Iodine Value) on CPO (crued palm oil) and RBD (Refined bleached deodorized) Olein in PT. Sucofindo Medan That where the determination of iodine (Iodine Value) performed by acid-base titration using a standard solution of Sodium Thio Sulphate (Na2S2O3) 0.1 N by addition of starch solution indicator .In the analysis results obtained iodine for CPO (Q14) = 51.85 meq, CPO (Q15) = 51.32 meq, CPO (Q16) = 51,62meq and for RBD olein ( Q21) = 58.35 meq, RBD olein (Q22) = 58.06 meq, RBD olein (Q23) = 58.26 meq. Then of the result known that the iodine number of CPO (crude palm crued) olein and RBD (Refined bleached deodorized olein) has met the Indonesian National Standard (SNI).

Keywords: meq = Iodine Value, CPO, RBD Olein, Titrasi Iodometri.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Tujuan 2

1.4. Manfaat 3

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Sejarah Kelapa Sawit 4

2.2. Tanaman Kelapa Sawit 4

2.3. Pembentukan Minyak Dalam Buah 5

2.4. Minyak Kelapa Sawit 5

2.5. Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit 7

2.6. Sifat Fisiko-Kimia 7

(10)

2.7. Proses Pengolahan Kelapa Sawit 9

2.8. Pemurnian Minyak 12

2.8.1. Perlakuan Pendahuluan 12

2.8.2. Tahap-Tahap Pemurnian 13

2.9. Standar Mutu 15

2.10. Bilangan Iodin 17

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN 23

3.1. Alat dan Bahan 23

3.1.1. Alat 23

3.1.2. Bahan 23

3.2. Prosedur kerja 24

3.2.1 Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N 24 3.2.2 Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N 24

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25

4.1. Data Percobaan 25

4.2. Perhitungan 26

4.3 Reaksi Percobaan 28

4.4 Pembahasan 28

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 30

5.1. Kesimpulan 30

5.2. Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

(11)

Daftar Tabel

Halaman Tabel 2.1. Beda Tebal Tempurung dari Berbagai Tipe Kelapa Sawit 6 Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti 7 Kelapa Sawit

Tabel 2.3. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit 8 Tabel 2.4. Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah Dimurnikan 9 Tabel 2.5.Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawitdan Inti Sawit 16

Tabel 2.6.Standar Mutu SPB dan Ordinary 17

(12)

Daftar Lampiran

Halaman

Lampiran Standar Mutu: CPO dan RBD Olein 32

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu membutuhkan minyak/lemak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut minyak nabati.Minyak nabati dapat diperoleh dari kelapa sawit, kelapa, kacang kedelai dan tumbuh-tumbuhan yang mengandung minyak lainnya.

Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati (vegetable oil) yang sangat penting di dunia, karena selain digunakan sebagian bahan makanan seperti minyak goreng, margarine, dapat juga digunakan untuk industri-industri sabun, lilin serta industri kosmetik.

Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh sangat diinginkan karena lebih mudah dicerna dan mudah untuk diserap (diabsorpsi) oleh usus dibandingakan dengan asam lemak jenuh. Minyak dan lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia.Selain itu minyak dan lemak juga merupakan sumber energi efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein.Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram.Minyak nabati pada umumnya merupakan sumber asam lemak tidak jenuh, beberapa diantaranya merupakan asam lemak esensial, misalnya asam oleat, linoleat, linolenat dan asam arachidonat.Asam-asam lemak esensial ini dapat mencegah timbulnya gejala arthero sclerosis, karena penyempitan pembuluh-pembuluh darah yang disebabkan oleh tertumpuknya kolesterol pada pembuluh-pembuluh darah tersebut. (Departemen Perindustrian. 1980)

(14)

Salah satu standart mutu minyak goreng adalah bilangan iodin yang dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan minyak atau lemak dan dapat juga dipergunakan untuk menggolongkan jenis minyak pengering dan minyak bukan pengering.Biasanya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang besar. Bila bilangan iod semakin tinggi maka kualitas dari suatu minyak goreng semakin bagus. Akan tetapi bila bilangan iodin tinggi atau banyak ikatan tidak jenuh makan akan mudah teroksidasi sehingga minyak menjadi tengik dan menurun daya simpannya (Ketaren,S. 1986).

Berawal dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk memilih judul untuk karya ilmiah penulis, yang penulis beri judul: “PENENTUAN BILANGAN IODIN (Iodine Value) PADA CPO (CRUED PALM OIL) DAN RBD (REFINEING BLEACHING DEODORIZING) OLEIN DI PT.

SUCOFINDO MEDAN.”

1.2. Permasalahan

Apakah kadar Bilangan Iodin (Iodine Value) pada minyak CPO (Crude Palm Oil) dan RBD Olein yang dilakukan di PT. SUCOFINDO GATOT SUBROTO sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3. Tujuan

Untuk menentukan bilangan iodin (Iodine Value) dari CPO (Crude Palm Oil) dan RBD Olein.Sehingga dapat digunakan dengan baik sesuai dengan standar mutu dari minyak sawit yang telah ditetapkan SNI.

(15)

1.4. Manfaat

Dengan mengetahui kadar bilangan iodin yang terdapat dalam minyak CPO (Crude Palm Oil) dan minyak RBD Olein yang di analisa, maka dapat diketahui bahwa minyak tersebut sudah memenuhi standar mutu atau belum, sehingga pihak perusahaan dapat melakukan penanganan lebih lanjut untuk meningkatkan mutu minyak tersebut.Dapat mengetahui tingkat ketidakjenuhan dari minyakCPO (Crude Palm Oil) dan minyak RBD Olein.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat.Namun, adapula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni di Brazilia. Kelapa sawit saat ini berkembang pesat di Asia Tenggara,khususnya Indonesia dan Malaysia, dan bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1848 hanay sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam.Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan di Deli Sumatera Utara.

Menurut Hunger (1924) pada tahun 1869 Pemerintah Kolonial Belanda mengembangkan tanaman kelapa sawit di Muara Enim dan pada tahun 1870 di Musi Hulu. Bapak Industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seorang Belgia bernama Adrine Hallet, pada tahun 1911 membudidayakan kelapa sawit secara komersial dalam bentuk perkebunan di Sungai Liput (Aceh) dan Pulu Raja (Asahan).(Risza S,1994).

2.2. Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaesis guinensis Jacq) atau bahasa globalnya oil palm, bila diartikan secara harfiah adalah golongan tanaman keras penghasil minyak nabati, kata elesis (Yunani) yang artinya minyak,sedangkan kata guineensis berasal dari kata Guinea yang artinya Afrika. Tanaman ini merupakan tumbuhan tropis yang

(17)

tergolong dalam family palmae.Di dunia ada 3 spesies tanaman penghasil minyak nabati.Pertama adalah Elaeis oleifera; kedua, Elaeis odora yang berasal dari Amerika Selatan dan yang ketiga Elaeis guinensis jacq yang berasal dari Afrika yang ditanam di Indonesia. (Pahan,2006).

2.3. Pembentukan Minyak Dalam Buah

Hasil utama yang diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel.Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia.Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh.Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.Pembentukan minyak berakhir jika tandan yang bersangkutan telah terdapat buah memberondol normal.Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. (Naibaho P.M,1998)

2.4. Minyak Kelapa Sawit

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit dikenal terdiri dari empat macam tipe atau varietas,yaitu tipe Macrocarya,Dura, Tenera, dan Pisifera. Masing-masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung.

(18)

Tabel 2.1. Beda Tebal Tempurung dari Berbagai Tipe Kelapa Sawit

Tipe Tebal Tempurung (mm)

Macrocarya Tebal Sekali : 5

Dura Tebal : 3-5

Tenera Sedang : 2-3

Pisifera Tipis

Warna daging buah ialah putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi matang.Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet).

Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter lebih kurang 8 mm.Setelah itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan adanya pemucatan.Faktor-faktor lainnya adalah titik cair, kandungan trigliserida padat, REFINED loss, plasticity dan spreadability, sifat transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.Semua factor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak inti kelapa sawit. (Ketaren S,1986)

(19)

2.5. Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen pericarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam pericarp sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tepat.

Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada table 2.2. Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 persen.

Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit

Asam lemak Minyak kelapa sawit

(persen)

Minyak Inti sawit (persen)

Asam kaprilat - 3–4

Asam kaproat - 3–7

Asam Laurat - 46–52

Asam miristat 1,1-2,5 14–17

Asam palmitat 40-46 6,5–9

Asam stearat 3,6-4,7 1 - 2,5

Asam oleat 39-45 13–19

Asam linolenat 7-11 0,5–2

Sumber:Eckey,S.W.(1955)

Kandungan karotene dapat mencapai 1000ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera lebih kurang 500-700 ppm; Kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. (Ketaren S,1986).

2.6. Sifat Fisiko-Kimia

Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flavor,kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik

(20)

pelonakan, slipping point, shot melting point; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api.

Tabel 2.3. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sifat Minyak Sawit Minyak inti sawit

Bobot jenis pada suhu kamar

0,900 0,900 - 0,913

Indeks bias D40oC 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415

Bilangan Iod 48 – 56 14 – 20

Bilangan Penyabunan 196 – 205 244 – 254 Sumber:Krischenbauer (1960)

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna.Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.

Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda.

(21)

Tabel 2.4. Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah Dimurnikan Sifat Minyak sawit kasar Minyak sawit murni Titik cair : awal

Akhir

21 – 24 29,4

26 – 29 40,0

Bobot jenis 15oC 0,859 – 0,870

Indeks bias D 40oC 36,0 – 37,5 46 – 49 Bilangan penyabunan 224 – 249 196 – 206

Bilangan Iod 14,5 – 19,0 46 – 52

Bilangan Reichert Meissl 5,2 – 6,5 -

Bilangan Polenske 9,7 – 10,7 -

Bilangan Krichner 0,8 – 1,2 -

Bilangan Bartya 33 -

Sumber:Krischenbauer (1960)

(Ketaren S,1986)

2.7. Proses Pengolahan Kelapa Sawit

Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak yang berkualitas. Proses tersebut berlangsung cukup dan memerlukan control yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolannya dari tempat pengumpulan hasil ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil sampingnya (Fauzi,Y.2003).

Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik, yaitu :

- Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah

(22)

- Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit

Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak adalah sebagai berikut :

a. Penimbangan

TBS dari lapangan diangkut ke pabrik dengan truk langsung ditimbang dipabrik, kemudian buah dipindahkan ke Loding ramp.

b. Bongkar buah (loding ramp)

Setelah truk buah ditimbang, kemudian dibongkar diloding ramp.Pada kesempatan ini ± 5% dari jumlah truk buah disortasi untuk penilaian mutu.

Selanjutnya buah dipindahkan kedalam keranjang lori rebusan yang berkapasitas

± 2,5 ton.

c. Perebusan (Sterilisasi)

Lori – lori yang telah berisi TBS dimasukkan ke ketel rebusan. TBS dipanaskan dengan uap air yang bertekanan 2,8 – 3 kg/cm2. Setiap ton TBS yang diolah memerlukan ± 0,5 ton uap air yang dihasilkan oleh ketel uap. Tekanan uap harus berada antara 2,8 – 3kg/cm2 dan lamanya perebusan berkisar 90 menit.

Pengawasan disini harus ketat karena jika tekanan uap tidak cukup maka presentase buah yang tidak lepas dari tandan cukup tinggi.

d. Penebahan (Stripping)

Setelah perebusan, lori rebusan ditarik keluar, kemudian diangkut ke atas dengan Hoasting Crane. Dengan alat pengangkut ini lori yang berisi buah rebusan

(23)

ini dibalikkan diatas mesin penebah (Stripping) yang berfungsi melepaskan buah dari tandan. Buah yang lepas (brondolan) jatuh ke bawah dan melalui conveyor serta Elevator dibawa menuju ketel adukan (digester).

e. Pengadukan (Digestion)

Disini buah diaduk hingga daging buah terlepas dari biji.

f. Pengempaan (pressing)

Proses pengempaan ini bertujuan untuk mengeluarkan minyak dan cairan.

Minyak yang keluar ditampung dan dialirkan kedalam Crude Oil Tank (Tangki Minyak Kasar).

g. Pemurnian (Clarification)

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak saawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa pertikel- partikel dari tempurung dan serabut serta 40 – 50% air.Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu dialirkan dalam tangki minyak kasar (crude oil tank).Setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, untuk menurunkan kandungan air dalam minyak.

Minyak sawit yang telah dijernikan ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan siap dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni (Processed Palm Oil,PPO) dan hasil olahan lainnya (Fauzi,Y.2003).

(24)

2.8. Pemurnian Minyak

Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum di konsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

2.8.1. Perlakuan Pendahuluan

a. Pemisahan Gum (De-Gumming)

Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir- lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat,air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak,

Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemusingan (sentrifusi). Caranya ialah dengan melakukan uap air panas kedalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur (NaCl). Suhu minyak pada waktu proses sentrifusi berkisar antara 32-50ºC, dan pada suhu tersebut kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah dari minyak. (Ketaren,S, 1986).

(25)

2.8.2. Tahap-Tahap Pemurnian

a. Netralisasi

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock).Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi.

b. Pemucatan (Bleaching)

Pemucatan ialah suatu proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated elay), arang aktif ataupun bahan lainnya.

Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 105ºC selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70-80ºC dan jumlah adsorben ± sebanyak 1,0-1,5 % dari berat minyak. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan. Selanjutnya, minyak dapat dipisahkan dari adsorben dengan cara pengepresan dengan filterpress. Minyak yang hilang karena proses tersebut ± 0,2 – 0,5 % dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan. (Ketaren S,1986).

(26)

c. Deodorisasi

Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangakan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak.

Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum.

Pada tahap ini minyak dari bleaching DBPO (Degumming Bleaching Palm Oil)akan dimurnikan dari kadar asam lemak bebas (FFA), bau (Odor), warna

(Colour). Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan vertikal.

Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200-250ºC pada tekanan 1 atm dan selanjutnya pada tekanan rendah (± 100 mm Hg) sambil dialiri uap panas selama 4-6 jam untuk mengangkut senyawa yang menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut perlu divakumkan pada tekanan yang turun lebih rendah.

Pada suhu yang tinggi, komponen yang menimbulkan bau pada minyak akan lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut sari minyak bersama-sama dengan uap panas,. Setelah proses deodorisasi sempurna, maka minyak harus cepat didinginkan menjadi ±84ºC dan selanjutnya ketel dibuka dan dikeluarkan dari ketel (Ketaren S, 1986).

(27)

2.9. Standar Mutu

Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia.Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangan.Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu munyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium.Kedua ,pengertian mutu minyak sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB,air,kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan

Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnia, kesegaran, maupun aspek higenisnya harus lebih diperhatikan.

Rendahnya mutu minyak sawit ditentukan oleh banyak factor.Faktor- faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkuta.Selain itu, ada beberapa factor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak sawit seperti dalam table 2.5. Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti sawit dan inti sawit

(28)

Tabel 2.5.Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawitdan Inti Sawit Karakteristik Minyak

sawit

Inti sawit Minyak inti sawit

Keterangan

Asam lemak bebas Kadar kotoran Kadar zat menguap Bilangan peroksida Bilangan iodine Kadar logam(Fe, Cu)

Lovibond Kadar minyak Kontaminasi Kadar pecah

5%

0,5%

0,5%

6 meq 44-58 mg/gr 10 ppm

3-4 R - - -

3,5%

0,02%

7,5%

- - - - 47%

6%

15%

3,5%

0,02%

0,2%

10,5-18,5 mg/gr

- - - - - -

Maksimal Maksimal Maksimal Maksimal

- - - Maksimal Maksimal Maksimal

(Fauzi Y,2002).

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik.Ada beberapa faktor yang menentuka standar mutu, yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.

Faktor lain yang memengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, Refined loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.

(29)

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (lebih kurang 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna metrah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.

Standar mutu Special Prime Bleach (SPB), dibandingkan dengan mutu ordinary dapat dilihat dalam Tabel 2.6.Standar Mutu SPB dan Ordinary.

Tabel 2.6.Standar Mutu SPB dan Ordinary

Kandungan SPB Ordonary

Asam lemak bebas (%) 1 – 2 3 – 5

Kadar air (%) 0,1 0,1

Kotoran (%) 0,002 0,01

Besi p.p.m. 10 10

Tembaga p.p.m 0,5 0,5

Bilanan Iod 53 ± 1,5 45 – 56

Karoten p.p.m 500 500 – 700

Tokoferol p.p.m 800 400 – 600

(Ketaren S, 1986).

2.

10.

Bilangan Iodin

Bilangan Iodin adalah jumlah (gram) iodin yang dapat diikat oleh 100 gram lemak. Ikatan rangkap yang trdapat pada asam lemak tidak jenuh

(30)

akanbereaksi dengan iodin atau senyawa iodin. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iodin dalam jumlah yang lebih besar.

Bilangan iodin di tetapkan dengan melarutkan sejumlah contoh minyak atau lemak (0,1 sampai 0,5 gr) dalam kloroform atau karbon tetra klorida.

Kemudian ditambahkan halogen secara berlebihan.Setelah didiamkan pada tempat yang gelap dengan periode waktu yang dikontrol, kelebihan dari iodin yang tidak bereaksi diukur dengan jalan menitrasi larutan-larutan campuran tadi dengan natrium tiosulfat. Reaksi dari ion yang berlebihan tersebut adalah sebagai berikut:

2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6

Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dengan indikator amilum.Bilangan iodin dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau lemak dan juga dapat digunakan menggolongkan jenis minyak pengering dan minyak bukan pengering.Minyak mongering mempunyai bilangan iodin yang lebih dari 130.Minyak yang mempunyai bilangan iodin 100 sampai 130 bersifat setengah mongering.

Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap sejumlah iodin dan membentuk senyawa jenuh.Besarnya jumlah iodin yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh.Bilangan iodin dinyatakan sebagai jumlah gram iodin yang diserap oleh 100gr lemak/minyak.

Kecepatan reaksi antara asam lemak tidak jenuh dengan halogen tergantung pada macam halogen dan struktur dari asam lemak.Dalam urutan iod >

brom > flour > klor, menunjukkan bahwa semakin kekanan reaktivitasnya semakin bertambah. Penentuan bilangan iodin biasanya menggunakan cara Hanus,

(31)

Kaufmann, dan Wijs dan perhitungan bilangan iodin dari masing-masing cara tersebut adalah sama. Semua cara ini berdasarkan atas prinsip titrasi dimana pereaksi halogen berlebihan ditambahkan pada contoh yang diuji. Stelah reaksi sempurna kelebihan reaksi ditentukan jumlahnya dengan titrasi (Ketaren S, 1986).

Bilangan iodin berbanding langsung dengan derajat ketidakjenuhan.Bilangan iodin yang tinggi diindikasikan ketidakjenuhan yang tinggi pula.Ini juga berguna sebagai indikator dari bentuk lemak, bilangan iodin lemak yang tinggi biasanya berupa cairan, sedangkan bilangan iodin yang rendah biasanya berupa padatan .selama pemprosesan minyak dan lemak, sebagai derajat pertambahan hydrogenasi, bilangan Iodin berkurang. (Lawson, H.W,1985)

A. Cara Hanus

Pembuatan Pereaksi Hanus

Dalam cara Hanus digunakan pereaksi iodium bromida dalam larutan asam asetat glasial (Larutan Hanus). Untuk membuat larutan ini, 20 gram iodium bromide dilakukan dalam 1000 ml alcohol murni yang bebas dari asam asetat.

Jumlah contoh yang ditimbang tergantung dari perkiraan besarnya bilangan iod, yaitu sekitar 0,5 gram untuk lemak, 0,25 gram untuk minyak,dan 0,1 sampai 0,2 gram untuk minyak dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi. Jika ditambahkan 25 ml pereaksi harus ada kelebihan pereaksi sekitar 60 persen.

Prosedur :

Contoh minyak atau lemak dimasukkan kedalam labu erlenmeyer 200 dan 300 ml yang bertutup.Kemudian, dilarutkan dengan 10 ml Kloroform atau karbon tetraklorida, dan ditambahkan 25 ml pereaksi. Reaksi dibiarkan selama 1 jam di

(32)

tempat yang gelap. Sebagian iodium (I2) akan dibebaskan dari larutan (larutan KI yang digunakan adalah KI 10 persen atau 10 ml larutan KI 15 persen). Iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium thiosulfate 0,1 N dengan indikator larutan pati. Titrasi untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama.

B. Cara Kaufmann dan Von Hubl

Pada cara ini digunakan pereaksi Kaufmann yangterdiri dari campuran 5,2 ml larutan brom murni didalam 1000 ml methanol dan dijenuhkan dengan natrium bromide. Contoh yang telah ditimbang dilarutkan dalam 10 ml kloroform kemudian ditambahkan 25 ml pereaksi. Di dalam pereaksi ini, natrium bromide akan mengendap. Reaksi dilakukan di tempat yang gelap. Larutan ini dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan indikator larutan pati. Blanko dikerjakan dengan cara yang sama.

Pada cara Von Hubl dugunakan pereaksi yang terdiri dari larutan 25 gram iod di dalam 500 ml etanol dan larutan 30 gram merkuri klorida di dalam 500 ml etanol. Kedua larutan ini baru dicampurkan jika akan dipergunakan, dan tidak boleh berumur lebih dari 48 jam. Pereaksi ini mempunyai reaktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan cara-cara lainnya, sehingga membutuhkan waktu reaksi selama 12 sampai 14 jam.

C. Cara Wijs Pembuatan Larutan Wijs

Pereaksi Wijs yang terdiri dari larutan 16 gram iod monoklorida dalam 1000 ml asam asetat glasial. Cara lain yang lebih baik untuk membuat larutan ini yaitu dengan melarutkan 13 gram iod dalam 1000 ml asam asetat glasial, kemudian dialirkan gas klor sampai terlihat perubahan warna yang menunjukkan

(33)

bahwa jumlah gas klor yang dimasukkan sudah cukup. Pembuatan larutan ini agak sukar, dan bersifat tidak tahan lama: Larutan ini sangat peka terhadap cahaya, panas, dan udara, sehigga harus disimpan di tempat yang gelap, sejuk dan tertutup rapat.

Prosedur:

Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,1-0,5 gram di dalam Erlenmeyer 500 ml yang bertutup, kemudian ditambahkan 20 ml karbon tetraklorida sebagai pelarut. Ditambahkan 25 ml larutan wijs dengan pipet, dengan kelebihan volume pereaksi sekitar 50-60 persen. Dengan cara yang sama dibuat juga larutan blanko. Erlenmeyer disimpan di tempat gelap pada suhu 25º ± 5ºC selama 30 menit.Akhirnya ditambahkan 20 ml larutan kalium iodide 15 persen dan 100 ml air.Kemudian, botol ditutup serta dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan menggunakan indikator larutan pati.( Ketaren.S,1986)

a. Titrasi Iodometri

Titrasi Iodometri dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2

yang dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning-muda, dan seterusnya, sampai akhirnya lenyap. Namun lebih mudah dan lebih jelas bila ditambahkan amilum ke dalam larutan sebagai indikator.Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I2 sedikit sekali.Pada titik akhir titrasi, iod yang terikat itu pun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas. Penambahan

(34)

amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi ( bila iod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning-muda). Maksudnya ialah agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkannya sukar lepas kembali.

Hal itu akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir titrasi tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir. (Harjadi,1993).

(35)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

Nama Alat Ukuran Merk

- Erlenmeyer asah 500 mL Duran

- Pipet Volume 25 mL Duran

- Neraca analitik digital Ohauss

- Buret 50 mL Duran

- Pipet takar 20 mL Pyrex

- Beaker 100 mL Pyrex

3.1.2. Bahan

- CPO & RBD Olein(aq)

- Larutan asam asetat: siklo heksana = 1:1 (aq) - Larutan wijs(aq)

- KI 20%(aq)

- Larutan Standar Natrium Thio Sulfat (Na2S2O3)0.1 N - Indikator Larutan Pati(aq)

- Aquadest

(36)

3.2. Prosedur kerja

- Ditimbang sampel 0,2 gr yang sudah dicairkan dan dihomogenkan ke dalam erlenmeyer tutup asah

- Dilarutkan dengan 15 mL asam asetat : siklo heksana = 1:1

- Ditambahkan 25 mL larutan wijs dan disimpan dalam tempat gelap selama 30 menit

- Ditambahkan 20 mL larutan KI 20% dan 100 mL aquadest

- Dititrasi dengan Natrium thio sulfat0,1 N sampai warna kuning gading - Ditambahkan Indikator larutan pati dan dititrasi kembali dengan Natrium

thio sulfat0,1 N sampai warna biru tepat hilang - Dilakukan penetapan blanko

3.2.1 Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N

- Ditimbang ± 24,8 gr Na2S2O3

- Dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL - Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 1 liter 3.2.2 Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N

- Dipanaskan Kalium Dikromat dalam oven selama 1 jam - Didinginkan dalam desikator

- Ditimbang 0,16-0,22 gr dalam Erlenmeyer - Ditambahkan asam sulfat 1:1 5 mL

- Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai kuning gading - Ditambahkan indikator larutan pati

- Ditirasi dengan Na2S2O3 sampai titik akhir titrasi berwarna hijau

(37)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Percobaan

Tabel 4.1.1.Data Analisa Bilangan Iodin Pada Crude Palm Oil

No Sampel Kode Berat Sampel (gr)

Volume Titrasi Blanko (mL)

Volume Titrasi Sampel (mL)

Normalitas Na2S2O3

(N)

Kadar Bilangan Iodin (mg/L)

Rata- Rata (mg/L)

1 CPO 1 Q14 (1) 0,3045 42,20 29,80 0,1004 51,88 51,85

Q14 (2) 0,3552 42,20 27,75 0,1004 51,83

2 CPO 2 Q15 (1) 0,3175 42,20 29,40 0,1004 51,33 51,32

Q15 (2) 0,3351 42,20 28,70 0,1004 51,32

3 CPO 3 Q16 (1) 0,3210 42,20 29,20 0,1004 51,60 51,62

Q16 (2) 0,3034 42,20 29,90 0,1004 51,65

Tabel 4.1.2. Data Analisa Bilangan Iodin Pada RBD Olein

No Sampel Kode Berat

Sampel (gr)

Volume Titrasi Blanko (mL)

Volume Titrasi Sampel (mL)

Normalitas Na2S2O3

(N)

Kadar Bilangan Iodin (mg/L)

Rata- Rata (mg/

L)

1 RBD Olein 1 Q21 (1) 0,2739 46,80 34,20 0,1000 58,37 58,35

Q21 (2) 0,2752 46,80 34,50 0,1000 58,33

2 RBD Olein 2 Q22 (1) 0,2861 46,80 33,70 0,1000 58,10 58,06

Q22 (2) 0,2602 46,80 34,90 0,1000 58,03

3 RBD Olein 3 Q23 (1) 0,2910 46,80 33,45 0,1000 58,21 58,26

Q23 (2) 0,2774 46,80 34,05 0,1000 58,32

(38)

4.2. Perhitungan

IV = ( )

Keterangan : Vb : Volume penitaran Blanko (mL) Vs : Volume penitaran Sampel (mL) N Thio : Normalitas Na2S2O3 (N)

BE I2 : 12,69

W : Berat Sampel (gram)

A. Sampel Crude Palm Oil CPO 1 :

Q14 (1) IV = ( )

= 51,88 meq

Q14(2) IV = ( )

= 51,83 meq

∑ IV =

= 51,85 meq CPO : 2

Q15(1) IV = ( )

= 51,32 meq

Q15(2) IV = ( )

= 51,33 meq

∑ IV =

= 51,32 meq

(39)

CPO : 3

Q16(1) IV = ( )

= 51,60 meq

Q16(1) IV = ( )

= 51,65 meq

∑ IV =

= 51,62 meq

B. Sampel RBD Olein ROL 1 :

Q21 (1) IV = ( )

= 58,37 meq

Q21 (2)IV = ( )

= 58,33 meq

∑ IV =

= 58,35 meq

ROL 2 :

Q22 (1) IV = ( )

= 58,10 meq

Q22 (2) IV = ( )

= 58,03 meq

∑ IV =

= 58,06 meq

(40)

ROL 3 :

Q23 (1) IV = ( )

= 58,21 meq

Q23 (2) IV = ( )

= 58,32 meq

∑ IV =

= 58,26 meq

4.3 Reaksi Percobaan

2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6

4.4 Pembahasan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata bilangan iodin untuk CPO(Q14)= 51,85 meq , CPO(Q15)= 51,32 meq, CPO(Q16)= 51,62meq dan untuk RBD Olein (Q21)= 58,35 meq,RBD Olein (Q22) =58,06 meq , RBD Olein (Q23) = 58,26 meq. Dan dari data yang diperoleh hasil analisis telah memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu untuk CPO = 50 – 56 meq dan untuk RBD Olein = min 56 meq.

Dari hasil tersebut dilihat bahwa bilangan iodin dari RBD Olein memiliki tingkat ketidakjenuhan yang tinggi, memperlihatkan bahwa kandungan asam lemak bebas tidak jenuh dalam RBD Olein yang tinggi dibandingkan dengan CPO (Crude Palm Oil).

(41)

Bilangan iodin dapat menyatakan derajat ketidakjunuhan dari minyak atau lemak.Bilangan iodin minyak atau lemak yang tinggi biasanya berupa cairan, sedangkan bilangan iodin yang rendah biasanya berupa padatan.

Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang besar. Bila bilangan iodin semakin tinggi maka kualitas dari suatu minyak goreng semakin bagus.Jadi parameter iodin ini sangat penting untuk menjaga kualitas dari suatu minyak sehingga mutunya dapat terjamin dan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

(42)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

- Dari hasil analisis yang telah dilakukan, Minyak CPO DAN RBD olein yang dianalisis berada diatas ambang standar SNI

- Diperoleh kualitas minyak CPO dan RBD Olein masih sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh SNI.

5.2. Saran

- Diharapkan untuk menganalisa minyak CPO dan RBD Olein menggunakan parameter yang lain, seperti penentuan kadar asam lemak bebas, kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, penentuan titik leleh supaya wawasan kita tidak terpaku pada bilangan iodin saja

- Diharapkan pada saat penambahn larutan wijs terhindar dari cahaya, panas dan udara.

DAFTAR PUSTAKA

(43)

Departemen Perindustrian, 1980. Pengembangan Industri Minyak Makan di Indonesia. Proyek Survey Aneka Industri.

Fauzi, Y. 2002. Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Harjadi, W. 1993.Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Cetakan Pertama. Jakarta: UI-Press.

Lawson, H. W. 1985. Standard for Food and Oils.Volume 5. Connecticut: Avi Publishing Company.

Naibaho, P. M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

Risza, S. 1994. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta:

Kanisius.

Lampiran Standar Mutu: CPO dan RBD Olein

a. Standar Mutu CPO SNI 01-2901-2006

(44)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Warna - Jingga Kemerah-

merahan 2 Kadar air dan kotoran % Fraksi massa 0,5 maks 3 Asam Lemak bebas (sebagai asam

palmitat)

%Fraksi massa 0,5 maks

4 Bilangan Iodium g yodium/100 g 50-56

b. Standar Mutu RBD Olein SNI 01-0018-2006

NO Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Warna - 3R maks

2 Titik Leleh oC 24 maks

3 Air dan kotoran % Fraksi Massa 0,1 maks

4 Asam Lemak Bebas (Sebagai asam Palmitat)

% Fraksi Massa 0,1 maks

5 Bilangan Iodium g Yodium/100 g 56 min

Gambar

Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak  Inti                       Kelapa Sawit
Tabel 2.4. Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah Dimurnikan  Sifat  Minyak sawit kasar  Minyak sawit murni  Titik cair : awal
Tabel 4.1.1.Data Analisa Bilangan Iodin Pada Crude Palm Oil

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan website yang berbasis multimedia ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : Perancangan, Pembentukan Elemen, Pengujian dan Analisa. Website ini dibangun dengan

Kecamatan Payakumbuh Barat merupakan perangkat daerah dan merupakan 1 (satu) diantara 5 (lima ) Kecamatan yang ada di Kota Payakumbuh yang dibentuk untuk melaksanakan

Analisa blok yang dibuat memungkinkan kita untuk dapat memahami bagaimana cara suatu alat pemancar ini dapat bekerja dengan baik dalam menyampaikan informasinya, sehingga

Pada penulisan ilmiah ini akan diterapkan sebuah sistem jaringan area lokal yang diatur oleh kebijakan yang dibuat yang disesuaikan dengan keperluan mengkondisikan lingkungan kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya kerja, fasilitas kerja, keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan unit

Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievment Division) dengan pendekatan open ended untuk meningkatkan tingkat

Hal ini menunjukkan kegiatan Kerja-Praktek setiap peserta-didik harus mampu menyusun program-kegiatan bersama Dosen Pembimbing , melaksanakan kegiatan

Untuk memperbaiki kualitas sinyal di dalam gedung tersebut, perlu dibangun jaringan seluler indoor yang disebut in building coverage system , yaitu suatu sistem dengan