• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALJABAR MAX-PLUS DAN PENERAPANNYA. M. Andy Rudhito

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ALJABAR MAX-PLUS DAN PENERAPANNYA. M. Andy Rudhito"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

DAN PENERAPANNYA

M. Andy Rudhito

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

(2)

ii

(3)

iii Aljabar max-plus merupakan suatu struktur aljabar di mana himpunan semua bilangan real R {} dilengkapi dengan operasi max (maksimum) dan plus (penjumlahan). Aljabar ini berawal tahun 70an, tetapi baru berkembang dengan pesat sekitar tahun 90an. Permasalahan-permasalahan dalam jaringan (teori graf) yang terutama terkait dengan masalah sinkronisasi dapat dimodelkan dan diselesaikan dengan baik dengan aljabar max-plus. Permasalahan di atas yang dengan menggunakan matematika biasa berupa model matematika yang nonlinear, dengan menggunakan aljabar max-plus ini dapat berupa model yang linear dalam operasinya.

Buku ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut.

Bab 1 pendahuluan dan motivasi yang berisi masalah-masalah yang dapat dimodelkan dan diselesaikan dengan menggunakan aljabar max-plus, di antaranya adalah masalah sistem jaringan kereta api, sistem produksi sederhana, penjadwalan dalam jaringan proyek dan jaringan antrian. Bab 2 membahas konsep-konsep dasar aljabar max-plus yang meliputi matriks dan struktur aljabarnya. Bab 3 membahas tentang sistem persamaan linear max-plus, yang meliputi sistem input output dan sistem iteratif. Sistem persamaan linear max-plus ini akan digunakan sebagai dasar pemodelan masalah dengan menggunakan aljabar max-plus. Selanjutnya dibahas beberapa penerapan dari sistem persamaan linear max-plus. Bab 4 membahas tentang nilai eigen matriks atas aljabar max-plus. Nilai eigen ini sangat terkait dengan permasalahan yang terkait dengan sifat-sifat periodik dinamika jaringan.

Dibahas pula beberapa penerapan dari konsep nilai dan vektor eigen maxplus ini terkait sifat periodik sistem. Bab 5 membahas varian lain aljabar max-plus, yakni aljabar min-plus dan aljabar max-min beserta penerapannya.

Pembahasan dalam buku ini agak mengalami kesulitan kalau tidak dibantu aspek komputasinya dengan menggunakan komputer. Dalam tiap babnya akan diberikan aspek komputasinya dengan menggunakan bahasa MATLAB.

(4)

iv

tugas akhir selama penulis menempuh S2 dan S3. Para dosen dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang telah mendiskusikan topik ini dalam berbagai kesempatan seminar dan perjumpaan-perjumpaan baik online maupun offline. Mahasiswa bimbingan skripsi saya, Regina Wahyudyah Sonata Ayu, yang telah bekerja keras menyelesaikan skripsi topik aljabar max-plus, di mana hasilnya juga merupakan bagian dari susunan buku ini. Akhirnya semoga buku ini bermanfaat dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, maupun dikembangkan sebagai kajian ilmu matematika

Yogyakarta, Pebruari 2016

Penulis (e-mail: [email protected])

(5)

v

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Sistem Jaringan Kereta Api ... 1

1.2 Sistem Produksi Sederhana ... 4

1.3 Penjadwalan Jaringan Proyek ... 7

1.4 Jaringan Antrian... 9

BAB 2 ALJABAR MAX-PLUS DAN MATRIKS ... 12

2.1 Aljabar Max-Plus ... 12

2.2 Matriks atas Aljabar Max-Plus ... 15

2.3 Semimodul atas Aljabar Max-Plus ... 23

BAB 3 SISTEM PERSAMAAN LINEAR MAX-PLUS DAN PENERAPANNYA ... 28

3.1 Sistem Persamaan Linear Input-Output (SPLIO) Max-Plus ... . 28

3.2 Penerapan pada Sistem Produksi Sederhana ... 37

3.3 Eksistensi dan Ketunggalan SPLIO Max-Plus ... 58

3.4 Penerapan pada Masalah Ramp-Handling Pesawat ... 75

3.5 Aljabar Matriks dan Teori Graf ... 83

3.6 Sistem Persamaan Linear Iteratif (SPLI) Max-Plus ... 93

3.7 Penerapan pada Penjadwalan Proyek ... 98

BAB 4 NILAI, VEKTOR EIGEN MAX-PLUS DAN PENERAPANNYA... 111

4.1 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Max-Plus ... 111

4.2 Penerapan pada Penjadwalan Kereta ... 119

4.3 Penerapan Analis Model Antrian ... 123

BAB 5 ALJABAR MIN-PLUS DAN ALJABAR MAX-MIN SERTA PENERAPANNYA ... 128

5.1 Aljabar Min-Plus ... 128

(6)

vi

5.4 Penerapan Aljabar Max-Min pada Masalah Kapasitas

Maksimum ... 145 DAFTAR PUSTAKA ... 148 INDEKS ... 151

(7)

1

Dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa masalah yang dapat dimodelkan secara matematis dengan sistem dinamika, misalnya sistem produksi perakitan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem pemrosesan paralel pada komputer, sistem jaringan kereta, dan sebagainya. Dalam bab ini akan diberikan masalah-masalah dalam sistem jaringan kereta api, sistem produksi sederhana, penjadwalan dalam jaringan kerja dan jaringan antrian yang dapat dimodelkan dengan menggunakan aljabar max-plus.

1.1 Sistem Jaringan Kereta Api

Diperhatikan suatu sistem jaringan kereta sederhana yang disajikan dalam Gambar 1.1.1 berikut:

Gambar 1.1.1 Jaringan Kereta Api Sederhana

Misalkan di suatu kota terdapat dua stasiun keretaS dan1 S yang dihubungkan 2 dengan suatu jaringan rel kereta seperti pada Gambar 1.1.1 di atas, dengan dua kereta untuk tiap stasiun. Misalkan pada waktu keberangkatan pertama empat kereta tersebut melakukan perjalanan sebagai berikut. Kereta pertama berangkat dari stasiun S ,1 mengantar dan menjemput penumpang di pinggiran kota dan kembali ke S . Kereta kedua berangkat dari stasiun 1 S ,1 mengantar dan menjemput penumpang di tengah kota dan menuju ke stasiunS . Kereta ketiga berangkat dari 2 stasiun S ,2 mengantar dan menjemput penumpang di tengah kota dan menuju ke stasiun S .1 Kereta keempat berangkat dari stasiun S ,2 mengantar dan menjemput

3

5

2 3

(8)

penumpang di pinggiran kota dan kembali ke S . Pada waktu keberangkatan 1 kedua perjalanan kereta sebagai berikut. Kereta pertama dan keempat kembali melakukan perjalanan seperti pada waktu perjalanan sebelumnya. Kereta kedua berangkat dari stasiun S ,2 mengantar dan menjemput penumpang di tengah kota dan menuju ke stasiun S . Kereta ketiga berangkat dari stasiun 1 S ,1 mengantar dan menjemput penumpang di tengah kota dan menuju ke stasiun S . Pada waktu 2 keberangkatan ketiga perjalanan kereta seperti pada waktu perjalanan pertama, demikian seterusnya. Dengan demikian jaringan rel kereta ini dapt dipandang terdiri dari satu lingkar dalam (S1S 2 S )1 dan dua lingkar luar (S1S1 dan

S2S ). 2

Kereta mencapai stasiun lain (atau yang sama) setelah suatu waktu tertentu, yang disebut sebagai waktu perjalanan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.1 di atas. Keberangkatan kereta di suatu stasiun harus menunggu kedatangan kereta yang lain sehingga penumpang mempunyai kesempatan berganti kereta untuk menuju tempat yang diinginkan. Waktu untuk menunggu kereta lain dan penumpang berganti kereta ini telah diperhitungkan dalam waktu perjalanan. Stasiun di pinggiran kota tidak dipertimbangkan karena tidak mempunyai peranan yang penting dalam pemodelan.

Misalkan tidak ada jadwal keberangkatan kereta dan kereta langsung berangkat setelah penumpang berganti kereta pada suatu stasiun. Didefinisikan :

x (k+1) : waktu keberangkatan ke-k + 1 pada stasiun i Si untuk i = 1, 2 . Jika proses keberangkatan dan kedatangan suatu kereta berkesinambungan, maka didapat:

x1(k+1) = max (2 + x1(k), 5 + x2(k)),

(1.1.1) x2(k+1) = max (3 + x1(k), 3 + x2(k) ),

untuk k = 0, 1, 2, ... .

Jika operasi max dinotasikan dengan , operasi penjumlahan dinotasikan dengan

, maka persamaan (1.1.1) dapat dituliskan sebagai berikut:

x1(k+1) = (x1(k)  2)  (x2(k)  5),

(9)

(1.1.2) x2(k+1) = (x1(k)  3)  (x2(k)  3).

Jika persamaan (1.1.2) di atas dituliskan dalam persamaan matriks, dengan cara yang serupa pada aljabar matriks biasa, di mana operasi penjumlahan diganti operasi maksimum dan operasi perkalian diganti dengan operasi penjumlahan, maka diperoleh persamaan matriks berikut:

[𝑥1(𝑘 + 1)

𝑥2(𝑘 + 1)] =

 

 3 3

5

2  [𝑥1(𝑘)

𝑥2(𝑘)] (1.1.3) Persamaan (1.1.3) di atas secara ringkas dapat juga dituliskan sebagai

x(k+1) = A  x(k) (1.1.4)

dengan x(k) = [x1(k), x2(k)] T dan A =

 

 3 3

5 2 .

Dalam prakteknya jaringan rel kereta beroperasi berdasarkan jadwal keberangkatan. Jadwal keberangkatan terdiri dari waktu keberangkatan kereta dari semua stasiun. Hal ini berarti bahwa sebuah kereta tidak dapat meninggalkan stasiun sebelum waktu jadwal keberangkatannya, meskipun kereta yang ditunggunya telah datang. Didefinisikan:

d (k + 1) : jadwal keberangkatan ke-(k+1) pada stasiun i S untuk i = 1, 2 . i Kemudian didapat x (k+1) i untuk i = 1, 2 sebagai berikut:

x1(k+1) = max (x1(k) + 2, x2(k) + 5, d1(k + 1)),

(1.1.5) x2(k+1) = max (x1(k) + 3, x2(k) + 3, d2(k + 1)),

untuk k = 0, 1, 2, ... .

Jika operasi max dinotasikan dengan , operasi penjumlahan dinotasikan dengan , maka, persamaan (1.1.5) atas dapat dituliskan sebagai berikut:

x1(k+1) = (x1(k)  2)  (x1(k)  5)  d1(k + 1),

(1.1.6) x2(k+1) = (x1(k)  3)  (x2(k)  3)  d2(k + 1),

(10)

untuk k = 0, 1, 2, ... . Jika persamaan (1.1.6) dituliskan dalam persamaan matriks akan diperoleh persamaan matriks berikut

x(k+1) =

 

 3 3

5

2  x(k)  

 

 ) (

) (

1 1

2 1

k d

k

d (1.1.7)

untuk k = 0, 1, 2, ... , dengan x(k) = [x1(k), x2(k)] T .

Persamaan matriks (1.1.7) di atas dapat juga dituliskan dalam persamaan berikut:

x(k+1) = A  x(k)  d(k + 1) (1.1.8)

untuk k = 0, 1, 2, ... , dengan x(k) = [x1(k), x2(k)] T, A =

 

 3 3

5

2 dan d(k + 1) =

[d1(k + 1), d2(k + 1)]T .

Pada bab-bab selanjutnya akan dibahas bagaimana cara menentukan keberangkatan awal kereta sehingga waktu keberangkatan selanjutnya akan periodik untuk periode waktu tertentu.

1.2 Sistem Produksi Sederhana

Diperhatikan suatu sistem produksi sederhana (Schutter, 1996) yang disajikan dalam Gambar 1.2.1 berikut:

d1 = 5

u(k) t1= 2 t3= 1

d = 3 3

t5= 0 y(k) d2 = 6 t4 = 0

t2 = 0

Gambar 1.2.1 Sistem Produksi Sederhana

Sistem ini terdiri dari 3 unit pemrosesan P1, P2, P . Bahan baku dimasukkan ke3 P1 danP2, diproses dan dikirimkan keP . Waktu pemrosesan untuk 3 P1, P2 dan P 3 berturut-turut adalah d1 = 5, d2 = 6 dan d = 3 satuan waktu. Diasumsikan 3

(11)

bahwa bahan baku memerlukan t1 = 2 satuan waktu untuk dapat masuk dari input ke P1 dan memerlukan t3 = 1 satuan waktu dari produk yang telah diselesaikan di P1 untuk sampai di P , sedangkan waktu transportasi yang lain diabaikan. Pada 3 input sistem dan antara unit pemrosesan terdapat penyangga (buffer), yang berturut-turut disebut penyangga input dan penyangga internal, dengan kapasitas yang cukup besar untuk menjamin tidak ada penyangga yang meluap (overflow).

Suatu unit pemrosesan hanya dapat mulai bekerja untuk suatu produk baru jika ia telah menyelesaikan pemrosesan produk sebelumnya. Diasumsikan bahwa setiap unit pemrosesan mulai bekerja segera setelah bahan tersedia. Didefinisikan:

i) u(k+1) : waktu saat bahan baku dimasukkan ke sistem untuk pemrosesan ke-(k+1),

ii) x (k) : waktu saat unit pemrosesan ke-i mulai bekerja untuk pemrosesan i ke-k,

iii) y(k) : waktu saat produk ke-k yang diselesaikan meninggalkan sistem.

Waktu saat P1 mulai bekerja untuk pemrosesan ke-(k+1) dapat ditentukan sebagai berikut. Jika bahan mentah dimasukkan ke sistem untuk pemrosesan ke-(k+1), maka bahan mentah ini tersedia pada input unit pemrosesan P1 pada waktu t = u(k+1) + 2. Akan tetapi P1 hanya dapat mulai bekerja pada sejumlah bahan baku baru segera setelah menyelesaikan pemrosesan sebelumnya, yaitu sejumlah bahan baku untuk pemrosesan ke-k. Karena waktu pemrosesan pada P1 adalah

d1= 5 satuan waktu, maka produk setengah-jadi ke-k akan meninggalkan P1 pada saat t = x1(k) + 5. Hal ini dapat dituliskan dengan:

x1(k+1) = max (u(k+1) + 2, x1(k) + 5) untuk k = 1, 2, 3, ... .

Dengan alasan yang sama untuk P2, P dan waktu saat produk ke-k yang 3 diselesaikan meninggalkan sistem, diperoleh:

x2(k+1) = max (u(k+1) + 0, x2(k) + 6)

x (k+1) = max (3 x1(k+1) + 5 + 1, x2(k+1) + 6 + 0, x (k) + 3) 3

(12)

= max (max (u(k+1) + 2, x1(k) + 5) + 6, max (u(k+1) + 0, x2(k) + 6) + 6, x (k) + 3) 3

= max (u(k+1) + 2 + 6, x1(k+1) + 5 + 6, u(k+1) + 0 + 6, x2(k) + 6 + 6, x (k) + 3) 3

= max (x1(k) + 11, x2(k) + 12, x (k) + 3, u(k+1) + 8) 3 y(k) = x (k) + 3 + 0 untuk k = 1, 2, 3, ... . 3

Jika operasi max dinotasikan dengan , operasi penjumlahan dinotasikan dengan , maka persamaan-persamaan dalam model sistem produksi sederhana di atas dapat dituliskan dalam persamaan-persamaan berikut:

x1(k+1) = 5  x1(k)  2  u(k+1) x2(k+1) = 6  x2(k)  u(k+1)

x (k+1) = 11  3 x1(k)  12  x2(k)  3  x (k)  8  u(k+1) 3 y(k) = 3  x (k) . 3

Dalam hal urutan pengoperasian (jika tanda kurung tidak dituliskan), operasi mempunyai prioritas yang lebih tinggi dari pada operasi . Jika dituliskan dalam persamaan matriks dapat diperoleh persamaan matriks berikut

x(k+1) =





3 12 11

6 5

 x(k) 





8 0 2

 u(k+1)

(1.2.1) y(k) =

3

 x(k)

untuk k = 1, 2, 3, ... , dengan x(k) = [x1(k), x2(k), x (k)] 3 T. Hasil di atas dapat juga dituliskan dengan

x(k+1) = A  x(k)  B  u(k+1)

(1.2.2) y(k) = C  x(k)

(13)

untuk k = 1, 2, 3, ... , dengan x(k) = [x1(k), x2(k), x (k)] 3 T, keadaan awal

x(0) = x , A = 0





3 12 11

6 5

, B =





8 0 2

dan C =

  3

. Dalam Schutter (1996), sistem (1.2.2) di atas disebut Sistem Kejadian Diskrit (SKD) linear max-plus waktu-invariant atau secara singkat disebut sistem linear max- plus waktu-invariant (SLMI).

Pada bab-bab berikutnya akan dibahas input-output dan sifat periodik sisstem produksi sederhana di atas.

1.3 Penjadwalan Jaringan Proyek

Dalam Riset Operasi kita sudah mengenal masalah penjadwalan proyek, dengan beberapa metode penyelesaiannya, di antaranya adalah metode CPM (Critical Path Method). Masalah penjadwalan yang biasa dibahas meliputi penentuan saat-mulai paling awal setiap titik pada jaringan, waktu minimal penyelesaian proyek, saat penyelesaian paling lambat setiap titik pada jaringan, waktu mengambang setiap titik pada jaringan dan penentuan lintasan kritis.

Suatu proyek mendefinisikan satu kombinasi kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan yang harus dilakukan dalam urutan tertentu sebelum keseluruhan tugas dapat diselesaikan. Kegiatan-kegiatan ini saling berkaitan dalam satu urutan kegiatan yang logis dalam arti bahwa beberapa kegiatan tidak dapat dimulai sampai kegiatan-kegiatan lainnya diselesaikan (Taha, 1996). Pemodelan dinamika jaringan proyek dan analisis lintasan kritis diawali dengan menentukan saat- mulai paling awal (earliest start time) untuk setiap aktifitas yang berasal dari titik i. Dengan mengadopsi teknik perhitungan maju (forward) seperti pada PERT- CPM dapat dilakukan suatu pemodelan jaringan proyek dengan menggunakan operasi max dan plus.

Misalkan xie = saat-mulai paling awal yang berasal dari titik i.

Diperhatikan jaringan proyek seperti yang diberikan pada Gambar 1.3.1 (Taha, 1996, pp. 81) berikut, di mana bobot busur berarah antara dua titik j dan i yaitu

(14)

A menyatakan waktu aktifitas dalam jaringan. Diasumsikan bahwa aktifitas ij

jaringan dimulai pada titik 1 pada saat waktu sama dengan nol, yaitu x1e= 0.

Selanjutnya dengan teknik perhitungan maju PERT-CPM diperoleh

x2e = 2 + x1e x3e = 3 + x2e

x4e = max(2 + x2e, 3 + x3e) x5e = max(2 + x3e, 0 + xe4) x6e = max(3 + x4e, 7 + x5e)

x7e = max(2 + x4e, 5 + x5e, 6 + x6e)

Jika pada persamaan-persamaan di atas operasi max dinotasikan dengan

, operasi penjumlahan dinotasikan dengan , diperoleh x2e = 2  x1e

x3e = 3  x2e

x4e = 2  x2e  3  x3e x5e = 2  x3e  0  x4e) x6e = 3  x4e  7  x5e)

x7e = 2  x4e  5  x5e  6  x6e

4

5

3 6

1 7

2

2 2

3

6 7 5

3

2

2

3

Gambar 1.3.1 Jaringan Proyek

(15)

Jika dituliskan dalam persamaan matriks dapat diperoleh persamaan matriks berikut xe = A  xe  be

di mana xe = [x1e,x2e, ... , xne]T , be = [0, , ... , ]T dan

A =

















6 5 2

7 3 0 2 3 2 3 2

.

1.4 Jaringan Antrian

Diperhatikan suatu jaringan antrian seri tertutup (closed tandem) dengan n pelayan-tunggal (Krivulin, 1995). Adapun asumsi-asumsi dasar dalam jaringan ini adalah sebagai berikut:

1. Kapasitas penyangga antrian takhingga.

2. Antrian bekerja dengan prinsip First-In First-Out (FIFO).

3. Perpindahan pelanggan dari suatu antrian ke antrian berikutnya tidak memerlukan waktu.

4. Pelanggan harus melewati antrian dari awal sampai akhir secara berturutan untuk menerima layanan setiap pelayan.

Satu siklus layanan jaringan adalah proses dari masuknya pelanggan ke penyangga pelayan ke-1 hingga meninggalkan pelayan ke-n. Setelah penyelesaian layanan pada pelayan ke-n, pelanggan kembali ke antrian pertama untuk suatu siklus baru layanan jaringan. Pada saat awal pengamatan, semua pelayan tidak memberi layanan, di mana penyangga pada pelayan ke-i memuat sebanyak 1 pelanggan untuk setiap i = 1, 2, ..., n. Gambar 1.4.1 berikut (Krivulin, 1996) memberikan keadaan awal jaringan antrian seri tertutup yang dimaksud, dengan pelanggan yang dinyatakan dengan ””.

Jaringan antrian seri tertutup dapat dijumpai dalam sistem pabrik perakitan, seperti perakitan mobil maupun barang-barang elektronik. Pelanggan

(16)

dalam sistem ini adalah palet sedangkan pelayanan adalah mesin perakit. Palet yang dimaksud adalah semacam meja atau tempat di mana komponen-komponen atau barang setengah-jadi ditempatkan dan bergerak mengunjungi mesin-mesin perakit. Mula-mula sebuah palet ke-1 masuk ke penyangga mesin ke-1, kemudian masuk mesin ke-1 dan palet ke-2 masuk ke penyangga mesin ke-1. Di mesin ke-1 ini komponen-komponen diletakkan dan dipersiapkan untuk dirakit di mesin berikutnya. Selanjutnya palet ke-1 masuk ke penyangga mesin ke-2 dan palet ke-2 masuk ke mesin ke-1. Demikian seterusnya untuk n palet yang tersedia, sehingga tercapai keadaan seperti pada Gambar 1.4.1 di bawah, di mana tercapai keadaan awal pengamatan. Setelah perakitan selesai dikerjakan di mesin ke-n, barang hasil rakitan akan meninggalkan jaringan, sementara palet yang membawa akan menuju kembali ke penyangga mesin ke-1, untuk memulai suatu siklus baru layanan jaringan, demikian seterusnya.

Misalkan a (k) = saat kedatangan pelanggan ke-k pada pelayan ke-i, i d (k) = saat keberangkatan pelanggan ke-k dari pelayan ke-i, i ti = waktu layanan pada pelayan ke-i.

untuk k = 1, 2, ... dan i = 1, 2, ..., n. Selanjutnya dinamika antrian pada pelayan ke- i , seperti yang telah dibahas dalam (Krivulin, 1995), dapat dinyatakan dengan

d (k) = max(i t +i a (k), ti i + d (k 1)) i (1.4.1) a (k) = i



( 1)jika 2 1 jika ) 1 (

1 k i ,...,n

d

i k

d

i

n (1.4.2)

Jika operasi max dinotasikan dengan , operasi penjumlahan dinotasikan dengan

, maka persamaan (1.4.1) dapat dituliskan sebagai berikut

d (k) = i tia (k)  i tid (k1) i (1.4.3) Gambar 1.4.1 Jaringan Antrian Seri Tertutup

1 2

n

(17)

Misalkan d(k) = [d1(k) , d2(k), ... , d (k)]n T, a(k) = [a1(k) , a2(k), ... , a (k)]n T dan

T =





tn

t

1

. Persamaan (1.4.3) dan (1.4.2) di atas dapat dituliskan

menjadi

d(k) = T a(k)  T d(k 1). (1.4.4)

a(k) = G  d(k1), (1.4.5)

dengan matriks G =









0 0

0

.

Dengan mensubstitusikan persamaan (1.4.5) ke persamaan (1.4.4) dapat diperoleh persamaan d(k) = T G  d(k1)  T d(k 1) = T (G  E)  d(k 1) atau

d(k) = A  d(k 1) (1.4.6)

dengan A = T (G  E) =













n n n n

t t t t t t

t t

1 1 2 2

1 1

. Persamaan (1.4.6) di atas

merupakan model dinamika jaringan antrian tersebut. Pada bab berikutnya akan dibahas suatu penentuan saat keberangkatan awal tercepat pelanggan agar antar saat keberangkatan pelanggan pada setiap pelayanan dapat berlangsung secara periodik dengan besar periode tertentu.

Pemodelan masalah-masalah di atas dengan pendekatan menggunakan operasi max dan plus ini dapat memberikan suatu cara yang lebih padu dan menyatu serta persamaan yang dihasilkan analog dengan hasil-hasil pada teori sistem yang konvensional (Krivulin, 2000).

(18)

12

Dalam bab ini dibahas beberapa konsep-konsep dasar yang akan digunakan untuk membahas bab-bab berikutnya. Pembahasan meliputi aspek struktur aljabar secara umum, sifat-sifat struktur aljabar tersebut, contoh-contoh, dan komputasinya. Secara lebih khususnya akan dibahas aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, semimodul atas aljabar max-plus dan kaitan antara matriks atas aljabar max-plus dan teori graf. Hal ini dikarenakan banyak konsep-konsep aljabar max-plus yang karena asal-usul dan penerapannya terkait dengan masalah jaringan dalam teori graf.

2.1 Aljabar Max-Plus

Dalam bab sebelumnya telah diberikan beberapa contoh pemodelan dengan semesta pembicaraan himpunan semua bilangan real R, dengan menggunakan operasi maximum yang disingkat dengan max, yang dinotasikan dengan , dan operasi penjumlahan (atau plus) yang dinotasikan dengan .

Dalam subbab ini dibahas aljabar max-plus dan sifat-sifatnya Pembahasan diawali dengan meninjau suatu struktur aljabar yang lebih umum.

Definisi 2.1.1

Suatu semiring (S, +, ) adalah suatu himpunan tak kosong S yang dilengkapi dengan dua operasi biner + dan , yang memenuhi aksioma berikut:

i) ( S, + ) adalah semigrup komutatif dengan elemen netral 0, yaitu a, b, c  S : (a + b) + c = a + (b + c) ,

a + b = b + a , a + 0 = a .

ii) (S, ) adalah semigrup dengan elemen satuan 1, yaitu a, b, c  S : (a  b)  c = a  (b  c) ,

a  1 = 1  a = a ,

(19)

iii) elemen netral 0 merupakan elemen penyerap terhadap operasi , yaitu

a  S : a  0 = 0  a = 0.

iv) Operasi  distributif terhadap + , yaitu a, b, c  S : (a + b)  c = (a  c) + (b  c) , a  ( b + c ) = (a  b) + (a  c) .

Contoh 2.1.2

Diberikan R: = R { } dengan R adalah himpunan semua bilangan real dan

 : = . Pada R didefinisikan operasi berikut:

a, b  R , a  b : = max(a, b) dan a  b : = a + b.

Misalkan 2  1 : = max(2, 1) = 2 ; 3  4 : = 3 + 4 = 1.

(R, , ) merupakan semiring dengan elemen netral  =  dan elemen satuan e = 0, karena untuk setiap a, b, c  R berlaku:

i) a  b = max(a, b) = max(b, a) = b  a, (a  b)  c = max(max(a, b), c) = max(a, b, c)

= max(a, max(b, c)) = a  (b  c), a   = max(a, ) = a.

ii) (a  b)  c = (a + b) + c = a + (b + c) = a  (b  c) , a  e = a + 0 = a = 0 + a = e  a,

iii) a   = a + () =  = () + a =   a .

iv) (a  b)  c = max(a, b) + c = max(a + c, b + c) = (a  c)  (b  c), a  (b  c) = a + max(b, c) = max(a + b, a + c) = (a  b)  (a  c).

Definisi 2.1.3

Suatu semiring (S, +, ) dikatakan komutatif jika operasi  bersifat komutatif, yaitu a, b  S : a  b = b  a.

Definisi 2.1.4

Suatu semiring (S, +, ) dikatakan idempoten jika operasi + bersifat idempoten, yaitu a  S : a + a = a.

(20)

Dalam Baccelli, et.al.(2001) istilah semiring idempoten disebut dioid.

Contoh 2.1.5

Semiring (R, , ) merupakan semiring komutatif yang sekaligus idempoten, karena untuk setiap a, b  R berlaku a  b = a + b = b + a = b  a dan

a  a = max(a, a) = a.

Definisi 2.1.6

Suatu semiring komutatif (S, +, ) disebut semifield jika setiap elemen tak netralnya mempunyai invers terhadap operasi , yaitu a  S \{0}  a1  S, a  a1 = 1.

Contoh 2.1.7

Semiring komutatif (R, , ) merupakan semifield, karena untuk setiap a  R terdapat a sehingga berlaku a  (a) = a + (a) = 0.

Dari Contoh 2.1.5 dan 2.1.7 di atas terlihat bahwa (R, , ) merupakan semifield idempoten. Struktur aljabar Rmax: = (R, , ) disebut aljabar max- plus, yang selanjutnya cukup dituliskan dengan Rmax. Elemen-elemen Rmax akan disebut juga skalar. Dalam hal urutan pengoperasian (jika tanda kurung tidak dituliskan), operasi  mempunyai prioritas yang lebih tinggi daripada operasi .

Pangkat k  N  {0} dengan N adalah himpunan semua bilangan asli, dari elemen x  R dalam aljabar max-plus dinotasikan dengan xk didefinisikan sebagai berikut: x0: = 0 dan xk: = x  xk1, untuk k = 1, 2, ... .

Didefinisikan pula 0: = 0 dan k: =  , untuk k = 1, 2, ... . Diperhatikan bahwa xk=   

k

x x

x   =   

k

x x

x   = kx, dengan operasi perkalian pada bilangan real. Pangkat aljabar max-plus mempunyai prioritas tertinggi dibandingkan operasi  dan  dalam hal urutan pengoperasian.

(21)

2.2 Matriks atas Aljabar Max-Plus

Operasi  dan  pada Rmax di atas dapat diperluas untuk operasi-operasi matriks dalam Rmmaxn seperti dalam definisi berikut.

Definisi 2.2.1

Diberikan Rmmaxn : = { A = (Aij)AijRmax , i = 1, 2, ..., m dan j = 1, 2, ..., n }. i) Diketahui   Rmax , A, B Rmmaxn . Didefinisikan

  A adalah matriks yang unsur ke-ij-nya:

( A)ij =  Aij untuk i = 1, 2, ..., m dan j = 1, 2, ..., n dan

A  B adalah matriks yang unsur ke-ij-nya:

(A  B)ij= Aij  Bij untuk i = 1, 2, ..., m dan j = 1, 2, ..., n.

ii) Diketahui A Rmmaxp, B Rmaxpn. Didefinisikan A  B adalah matriks yang unsur ke-ij-nya:

(A B)ij= ik kj

p

k

B A

1

untuk i = 1, 2, ..., m dan j = 1, 2, ..., n.

Contoh 2.2.2 i) 4 





2 5 0

1 6 0

,

 =





2 4 5 0 4

4 1 4

6 4 0 4

,

 =





2 4 5 0 4

4 1 4

6 4 0 4

,

 =





2 5 4

5 10 4

,

 .

ii)

 

3 2 1

 

 

 

7 1

5

0 =

 

7 3 1

5 2 0 1

 =

   

   



7 3, - max 1

, max

5 - 2, max 0

1, max

 =

 

 7 1

2 1 .

iii)

 



2 3

8 0 1

 





2 4 0 6

 1

=

 

4 2 0 3 1 2

2 6 3

4 8 0 0 1 1 2 8 6 0 1

(22)

=

   

   



6 3, , max 0

9, , max

12 0, 0, max 6

6, , max

 =

 

 6 9

12

6 .

Definisi 2.2.3

Matriks A, B Rmmaxn dikatakan sama jika Aij =Bijuntuk setiap i dan j.

Operasi  dan  untuk matriks di atas mempunyai sifat-sifat berikut:

Teorema 2.2.4

Pernyataan-pernyataan berikut berlaku untuk sebarang skalar  dan  , dan sebarang matriks A , B dan C asalkan operasi yang dimaksud terdefinisi.

i) (A  B)  C = A  (B  C) ii) A  B = B  A

iii) (A  B)  C = A  (B  C) iv) A  (B  C) = (A B )  (A  C) v) (A  B)  C = (A C )  (A  C) vi)   A = A  

vii)   ( A) = (   ) A

viii)   (A B ) = (  A ) B = A  (  B) ix) (   )  A = (  A)  (  A)

x)   (A  B) = (  A)  (  B) xi) A  A = A.

Bukti: Akan dibuktikan untuk iii) dan iv) sedangkan bukti yang lain langsung mengikuti definisi operasi dan sifat-sifat operasi padaRmax.

iii): Diambil sebarang matriks A Rmmaxp, B Rmaxpr, C Rrmaxn .

Unsur ke-ij matriks (A  B)  C adalah

r l 1

lj kl ik p

k

C B

A 

 

1

, unsur ke-ij

matriks A  (B  C) adalah p ik

k

A

1



 

k l lj r

l

C B

1

.

(23)

Karena

r l 1

lj kl ik p

k

C B

A 

 

1

=

r l 1

lj kl ik p

k

C B

A  

1

=

ik

p

k

A

1



 

k l lj r

l

C B

1

maka (A  B)  C = A  (B  C).

iv): Diambil sebarang A Rmmaxp, B, C Rmaxpn. Unsur ke-ij matriks A  (B  C)

adalah ( )

1

kj kj ik

p k

C B

A  

, unsur ke-ij matriks (A  B)  (A  C) adalah



 

ik k j p

k

B A

1



 

ik k j p

k

C A

1

. Karena ( )

1

kj kj ik

p

k

C B

A  

=



 

ik k j p

k

B A

1



 

ik k j p

k

C A

1

, maka A  (B  C) = (A B)  (A  C). ■

Berikut diperhatikan dua buah matriks khusus.

Didefinisikan matriks E Rnmaxn dengan (E)ij : =



j i

j i jika jika 0

.

Didefinisikan matriks

Rmmaxn dengan: (

)ij:=  untuk setiap i dan j . Contoh 2.2.5

(Rnmaxn , , ) merupakan semiring idempoten dengan elemen netral adalah matriks

dan elemen satuan adalah matriks E.

Matriks E di atas disebut juga matriks identitas max-plus, sedangkan matriks

disebut matriks nol max-plus. (Rnmaxn , , ) bukan semiring komutatif, karena terdapat matriks A =

 

 1

0 dan B =

 

 1

0 dengan A  B = 

 

 1

0 



 

 1

0 = 

 

 2 1

1

0 , B  A =

 

 1

0  

 

 1

0 = 

 

2 . Jadi A  B  B  A .

(24)

Pangkat k N  {0} dengan N adalah himpunan semua bilangan asli, dari matriks A  Rnxnmax dalam aljabar max-plus didefinisikan dengan:

0

A = E dan n Ak= A  Ak1 untuk k = 1, 2, ... . Unsur ke-st matriks A2 adalah

(A2 ) = st ( s,i i ,t)

n i

A

A 1 1

1 1

=

n i

1 1max (

i1

As, +Ai ,t

1 ).

Unsur ke-st matriks A3 adalah (A3) = st 2

2 1 i s n i

A,

(

( i i i t

n

i

A

A , ,

( 2 1 1

1 1

))) =

(

n

i2 1

t i i i i s n i

A A

A, , ,

( 2 2 1 1

1 1

)) =

n i

i

1 2 1max

, (

i2

As, +

1 2 i

Ai , +Ai ,t

1 ).

Secara umum, unsur ke-st matriks Ak adalah (Ak ) = st 1

1 1

k

k

i s n

i

A,

( ... ( i i i t

n

i

A

A , ,

( 2 1 1

1 1

))) =

n

i2 1

...

t i i i i

s n i

A A

A, k , ,

( 1 2 1 1

1 1

 ))

=

n i i

i k

1 2 1 1

max,

, (As,ik1+ ... +

1 2 i

Ai , +Ai ,t

1 ).

Diperhatikan bahwa untuk sebarang skalar   Rmax dan A  Rnxnmax unsur ke-st matriks (A)kadalah

((A)k ) = st

n i i

i k

1 2 1

1 max

,

, ((

1

As,ik

 )+ ... + (

1 2 i

Ai ,

  ) +( Ai,t

1

 )).

= (  

k

   ) + (

n i i

i k

1 2 1 1

max,

, (

1 ik

As, + ... +

1 2 i

Ai , +Ai ,t

1 )) = k (Ak ) untuk k = 1, 2, ... . st

Jadi untuk sebarang skalar   Rmax dan A  Rnxnmax berlaku bahwa A k

 )

( = kAk untuk k = 1, 2, ... . (2.1.1)

(25)

Untuk sebarang A  Rnxnmax didefinisikan trace(A) : = ii

n

i

A

1

.

Contoh 2.2.6

Diberikan A =





 

 0

4 2

2 3 1

.

2

A = A  A =





 

 0

4 2

2 3 1





 

 0

4 2

2 3 1

=





4 2

6 4

7 5 2

 .

3

A = A  A2=





 

 0

4 2

2 3 1





4 2

6 4

7 5 2

 =





6 4

8 6

9 7 3

 .

Trace(A) = ii

i

A

3

1

= max(1, 2, ) = 2, trace(A2) = 2

3

1

ii i

A = max(2, 4, 4) = 4

dan trace(A3) = 3

3

1

ii i

A = max(3, 6, 6) = 6.

Untuk memudahkan perhitungan dalam perhitungan matriks, terutama perkalian dan perpangkatan matriks atas aljabar max-plus, berikut diberikan list program MATLAB untuk menghitung dua operasi matriks tersebut.

% Program Matlab Perkalian Max-plus Matriks A dan B

% Oleh: M. Andy Rudhito FKIP Universitas Sanata Dharma

% input: A = matriks max-plus Amxn

% B = matriks nxp

% output: Hasil kali max-plus A dan B function hasilkali = maxkali

disp(' ')

% Memasukkan matriks yang dikalikan

A = input(' Masukkan matriks A(mxn) = ');

disp(' ')

B = input(' Masukkan matriks B(nxp) = ');

disp(' ') [m, n]= size(A);

[k, r]=size(B);

if n == k for i = 1:m

for j = 1: r

AB(i, j) = -Inf;

for p = 1: n

(26)

AB(i, j) = max(AB(i, j) , A(i, p) + B(p, j));

end;

end;

end;

% Menampilkan hasil kali

disp(' HASIL PERHITUNGAN :') disp(' ===================') disp(' Matriks A = '),disp(A) disp(' Matriks B = '),disp(B)

disp(' Hasil kali max-plus matriks A dan B adalah'),disp(AB)

% Peringatan tidak dapat dikalikan else

disp(' Ordo tidak sesuai, matriks tidak dapat dikalikan ');

end;

Gambar 2.2.1 List Program MATLAB Perkalian Matriks Max-Plus

Berikut diberikan contoh entri matriks dan hasil eksekusi programnya.

Contoh 2.2.7

» maxkali

Masukkan matriks A(mxn) = [1 0 -2 -Inf 3 4 12 -Inf -1 0;

-Inf 2 3 0 -Inf 5 -6 11 20 -7;-3 1 -Inf 1 2 -3 0 0 1 0;

2 7 -1 -2 0 1 1 -Inf 0 4;-Inf 0 -Inf 6 6 7 10 -11 -5 1;

-1 0 1 -Inf -Inf 0 0 -Inf 0 7;4 4 -2 -2 -Inf 9 -6 -8 0 0;

-Inf -Inf 0 -Inf -Inf -Inf -Inf -Inf -Inf -Inf]

Masukkan matriks B(nxp) = [-Inf 0 -Inf 1 -4 0 -Inf;

4 -1 -Inf 2 4 -Inf 0;1 0 -Inf 0 -7 8 10;-Inf 11 -Inf 13 -Inf -Inf 1;

-2 1 -Inf 1 6 -2 -3;-Inf -Inf -Inf -Inf -Inf -Inf -1;

0 -1 -Inf 1 -2 2 0;0 0 -Inf 20 16 -2 1;1 0 -Inf -2 2 -Inf 3;

-Inf -Inf -Inf -Inf 7 4 1]

HASIL PERHITUNGAN : ===================

Matriks A =

1 0 -2 -Inf 3 4 12 -Inf -1 0 -Inf 2 3 0 -Inf 5 -6 11 20 -7 -3 1 -Inf 1 2 -3 0 0 1 0 2 7 -1 -2 0 1 1 -Inf 0 4 -Inf 0 -Inf 6 6 7 10 -11 -5 1 -1 0 1 -Inf -Inf 0 0 -Inf 0 7 4 4 -2 -2 -Inf 9 -6 -8 0 0 -Inf -Inf 0 -Inf -Inf -Inf -Inf -Inf -Inf -Inf

Matriks B =

-Inf 0 -Inf 1 -4 0 -Inf 4 -1 -Inf 2 4 -Inf 0 1 0 -Inf 0 -7 8 10 -Inf 11 -Inf 13 -Inf -Inf 1

(27)

-2 1 -Inf 1 6 -2 -3 -Inf -Inf -Inf -Inf -Inf -Inf -1 0 -1 -Inf 1 -2 2 0 0 0 -Inf 20 16 -2 1 1 0 -Inf -2 2 -Inf 3 -Inf -Inf -Inf -Inf 7 4 1 Hasil kali max-plus matriks A dan B adalah 12 11 -Inf 13 10 14 12 21 20 -Inf 31 27 11 23 5 12 -Inf 20 16 4 4 11 9 -Inf 11 11 8 9 10 17 -Inf 19 12 12 10 4 1 -Inf 2 14 11 11 8 9 -Inf 12 8 6 8 1 0 -Inf 0 -7 8 10

% Program Matlab Menghitung PANGKAT MAX-PLUS Matriks

% Oleh: M. Andy Rudhito FKIP Universitas Sanata Dharma

% input: A = matriks max-plus Anxn

% k = pangkat tertinggi

% output A pangkat max-plus 1 s/d k function kuadrat = pkmax

% Memasukkan matriks dan pangkat tertinggi disp(' ')

disp(' PANGKAT MAX-PLUS MATRIKS') disp(' ---') disp(' ')

A = input(' Masukkan matriks A = ');

disp(' ')

k = input(' Hitung sampai pangkat ke- ');

disp(' HASIL PERHITUNGAN :') disp(' ===================') disp(' Matriks A = '), disp(A) [m, n]= size(A);

if m==n D = A;

for r = 1 : k-1 r+1;

for i = 1: m for j = 1: n

C(i, j) = -Inf;

for p = 1: n

C(i, j) = max(C(i, j) , A(i, p) + D(p, j));

end;

end;

end;

D = C;

% Menampilkan hasil perhitungan

disp(' Matriks A pangkat max-plus'), disp(r+1), disp(C) end;

else

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam aplikasi petri net dan aljabar max-plus pada sistem jaringan kereta api di Jawa Timur, maka dapat

Hasil uji banding torsi kapasitas 5–50 N∙m yang dilakukan antara Puslit Metrologi LIPI dan NMIJ menunjukkan kesesuaian di antara keduanya dengan nilai |En| maksimum yang

Jalur yang menghubungkan Surabaya Utara dan Surabaya Selatan ditentukan berdasarkan hasil dari pembahasan skripsi yang disusun oleh Reza dengan judul ”Penentuan Rute Busway Di

Hasil uji banding torsi kapasitas 5–50 N∙m yang dilakukan antara Puslit Metrologi LIPI dan NMIJ menunjukkan kesesuaian di antara keduanya dengan nilai |En| maksimum yang

Sejalan dengan cara pemodelan dan pembahasan waktu periodik layanan jaringan seperti dalam Rudhito, A dan Suparwanto, A (2008), dan dengan memperhatikan hasil-hasil pada aljabar

Sejalan dengan cara pemodelan dan pembahasan waktu periodik layanan jaringan seperti dalam Rudhito, A dan Suparwanto, A (2008), dan dengan memperhatikan hasil-hasil pada aljabar