• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau, dengan berbagai macam keunikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau, dengan berbagai macam keunikan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau, dengan berbagai macam keunikan masing-masing, dalam hal adat-istiadat, budaya, bahasa bahkan agama, banyak individu yang mengikat hubungan dengan berbagai kepentingan yang sama, sehingga dinamakan masyarakat Indonesia. Yang juga terbagi berdasarkan daerah asalnya, selain itu yang membedakan masyarakat Indonesia satu dengan yang lainnya adalah dari kepercayaan yang dianutnya.

Sistem kepercayaan yang akan dibicarakan oleh penulis dalam karya ilmiah ini adalah khususnya aliran Kristen protestan yang ada di kampung Sawang yang kecil terdiri dari 4 dusun yaitu dusun Keaengbatu, dusun Pahepa, dusun Enekadio dan dusun Lilento. Masyarakatnya hidup bersama dengan baik sebab terikat dengan berbagai peraturan yang sama, perasaan sama sebagai masyarakat kampung Sawang. Pun kesamaan pemikiran bahwa untuk hidup dalam satu kampung, haruslah menaati berbagai peraturan yang ditetapkan bersama yang telah diputuskan pemerintah baik pada tingkat Kecamatan maupun tingkat Kampung, sebab kampung Sawang merupakan pusat Kecamatan Siau Timur Selatan, Kabupaten Siau Tagulandang Biaro.

Masyarakat Kampung Sawang adalah masyarakat yang homogen dalam hal suku, budaya, adat-istiadat bahkan agama. Di sana tidak ditemui aliran agama yang lain selain Kristen Protestan. Gereja GMIST Sawang, tempat dimana masyarakat kampung Sawang berkumpul sebagai satu komunitas beragama, terdiri dari 9 Kelompok, yaitu:

kelompok lilento 1, 2, kelompok Enekadio A, kelompok Enekadio B1, B2, Kelompok

(2)

Pahepa 1, 2 dan 3 dan kelompok Binalu. Yang terdiri 297 KK, 953 jiwa, 798 diantaranya termasuk anggota sidi gereja.

Selain terikat dengan praktek keagamaan tersebut, di kampung Sawang juga terdapat tradisi masyarakat yaitu Mapalus di mana semua masyarakat bekerja bersama menyelesaikan berbagai program pembangunan pemerintah tingkat Kecamatan, tingkat kampung dan program gereja, bahkan dalam hal kebersihan lingkungan. Juga pada hari- hari menjelang 17 Agustus, hari perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, ada kegiatan bersama seluruh masyarakat kampung Sawang untuk membersihkan jalan raya bersama, memasang bendera hias. Pada 17 Agustus diadakan upacara bendera tingkat Kecamatan di lapangan kampung, pun kegiatan lain seperti panjat pinang, makan kerupuk, lari leper (sendok), tarik tambang bahkan lomba bintang vokalia yang diselenggarakan atas kerja sama pemerintah dengan gereja. Dapat dikatakan integrasi masyarakat tercipta dengan indah. Begitu pula dengan hari perayaan keagamaan, seperti perayaan Paskah. Ada tradisi di mana, semua warga masyarakat pada malam sebelum paskah, bersama-sama baik anak maupun orang tua, berjalan bersama mengelilingi kampung dengan membawa obor sambil menyanyikan pujian. Tapi seiring berjalannya waktu di Kampung Sawang yang memiliki integrasi yang baik tersebut mengalami benturan yang menghasilkan konflik.

Konflik memang tak dapat dihindari dari manusia yang merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Cenderung diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Konflik adalah suatu perkelahian, peperangan, atau perjuangan – yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Konflik kemudian juga

(3)

berarti ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, dan lain-lain. Lebih lanjut konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.1

Konflik tidak terjadi tanpa sebab dan proses, melainkan melalui tahap-tahap tertentu. Hendricks, W. (1992) mengidentifikasi proses terjadinya konflik terdiri dari tiga tahap:

“Pertama, peristiwa sehari-hari, kedua; adanya tantangan, sedangkan yang ketiga, timbulnya pertentangan. Peristiwa sehari-hari ditandai dengan adanya individu yang tidak merasa puas dan jengkel terhadap lingkungan kerjanya. Tahap kedua, apabila terjadi masalah, individu saling menyalahkan. Masing-masing anggota menganggap perbuatan yang dilakukan sesuai dengan standard aturan organisasi. Pada tahap ketiga, masing-masing individu atau kelompok bertujuan untuk menang dan mengalahkan kelompok lain. Ketiga tahapan proses konflik ini, lebih menonjolkan kepentingan individu atau kelompok, dibandingkan dengan kepentingan umum atau organisasi.”2

Konflik merupakan hal yang biasa dalam hubungan manusia di dunia ini. Tidak bisa dihindari dan akan selalu terjadi. Konflik bisa terjadi di mana saja dan kapan saja.

Dalam berbagai sistem sosial, negara serta organisasi-organisasi masyarakat lainnya bahkan sampai pada organisasi terkecil sekalipun seperti keluarga. Untuk itu tidak terkecuali konflik juga dapat terjadi di gereja GMIST Sawang sebagai sebuah persekutuan masyarakat kampung Sawang dalam beragama. Tadinya, Gereja GMIST Sawang, adalah wadah di mana para warganya bisa dengan leluasa mengekspresikan kepercayaan mereka kepada realitas tertinggi yaitu Allah Tritunggal. Di dalamnya ada

1 Arti konflik yang dibahas dalam tulisan ini adalah konflik yang merupakan sebuah perselisihan paham atau pertengkaran. Konflik terjadi jika dua pihak berada pada posisi yang berbeda atau oposisi satu terhadap yang lain. Lihat Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 9. Band. dengan pengertian konflik menurut Chambers English, Essential English Dictionary (Cambridge: Typeset in Great Britain at the University Press, 1995), 194.

2 Wahyudi., Manajemen Konflik dalam Organisasi (Bandung: Alfabeta, 2011), 18-19.

(4)

berbagai peraturan yang dibuat oleh anggota-anggotanya. Hal itu haruslah dituruti demi kesejahteraan bersama segenap warga gereja. Idealnya, organisasi ini di susun dengan motifasi yang baik, tapi dalam kenyataannya, sering mengalami berbagai kesulitan dan hambatan. Demikian pula halnya dengan konflik yang dialami oleh gereja GMIST Sawang, ini adalah merupakan konflik internal gereja.3

Terjadi sebuah kasus pada tahun 2010 ketika Badan Pekerja Sinode (BPS) memberikan keputusan memutasi pendeta X yang selama itu menjabat sebagai Pelayan di Jemaat GMIST Sawang. Keputusan ini tak diterima oleh hampir sebagian besar anggota gereja. Alasannya, mereka merasa senang dengan pelayanan pendeta X. Selama masa pelayanannya pendeta tersebut rajin melakukan acara perkunjungan ke rumah- rumah dan karena kedekatanya tersebut, dia cenderung dikenal oleh semua warga gerejanya. Alasan lainnya adalah karena pendeta X dipindahkan sebelum periode pelayanannya selesai, yang pada dasarnya menurut peraturan GMIST, bahwa setiap pendeta, harus berada di gerejanya selama lima tahun. Padahal pendeta X baru dua tahun melayani di gereja GMIST Sawang . Sedangkan sebaliknya para warga gereja yang menerima keputusan BPS tersebut adalah mereka yang kurang senang terhadap pelayanan pendeta X tersebut. Sebab dia dianggap terlalu mendominasi tugas dalam gereja seperti mengambil alih tugas Sekertaris dan Bendahara gereja dalam mengatur keuangan gereja. Tapi, ada juga yang bersikap netral, yaitu mereka yang menerima setiap keputusan BPS, tanpa adanya berbagai pertimbangan apapun.

3 Sebagaimana Konflik yang dibahas dalam tulisan ini merupakan internal gereja GMIST Sawang hal itu jelas berarti konflik yang tercipta antara orang-orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab sama halnya dengan makna konflik sebagai suatu interaksi dari orang-orang yang saling bergantung yang mana merasa tujuan mereka bertentangan atau tidak cocok dan gangguan karena adanya campur tangan dari satu pihak terhadap pihak yang lain dalam usaha pencapaian tujuan tersebut. Lihat J.

Forst dan W. Wilmot, Interpersonal Conflict. (Duduque, IQ: Brown, 1978), 15. Band. Dengan pengertian konflik menurut Kirk Blackard dan James W. Gobson, Capitalizing on Conflict: Strategies and Practices for Turning Conflict to Synergy in Organization (Mumbai: Jaico Publishing House, 2003), 11.

(5)

Warga gereja GMIST yang tidak setuju dengan keputusan BPS atas mutasi pendeta X, melakukan berbagai aksi sebagai simbol penolakan seperti mengumpulkan tanda tangan dari anggota gereja yang tidak setuju untuk disampaikan ke BPS, berdemo di depan gedung Resort, dengan ancaman akan berpindah gereja.

Setelah hampir sebulan lamanya menunggu keputusan akhir dari Pimpinan Resort dan BPS, tapi tak kunjung datang, maka mereka melaksanakan ancaman berpindah ke gereja KGPM. Yang berpindah ke KGPM adalah sebanyak 86 KK atau 265 Jiwa. Sehingga anggota GMIST Sawang tersisah 211 KK atau 688 Jiwa.

Konflik terus berlangsung ketika anggota yang melakukan aksi protes berpindah gereja. hal itu berdampak pada disintegrasi masyarakat. Disintegrasi masyarakat yang dimaksudkan oleh penulis di sini berdasarkan pengertian kamus bahasa indonesia:

keadaan yang tidak bersatu padu, keadaan terpecah belah atau hilangnya keutuhan atau persatuan.4 Sebagaimana situasi masyarakat yang berhasil ditangkap secara indrawi oleh penulis adalah, sering terjadi perselisihan antara para warga gereja GMIST dengan anggota gereja yang berpindah ke gereja KGPM. Apakah itu persoalan antar tetangga, saudara-bersaudara bahkan tampaklah sikap tidak suka dari anggota gereja GMIST terhadap anggota gereja yang berpindah ke gereja KGPM, demikian pun sebaliknya.

Akibatnya adalah bahwa bukan saja terpisah berdasarkan gereja, tapi hubungan- hubungan sosial secara umum di tengah masyarakat, kampung Sawang cenderung terbagi menjadi dua. Jadi, disintegrasi yang tercipta di sana memang karena terjadi perpecahan di gereja yang secara otomatis memisahkan hubungan dalam masyarakat.

Masalah utama yang menarik perhatian penulis adalah di satu pihak masyarakat Kampung Sawang adalah masyarakat yang homogen dalam berbagai bidang kehidupan

4 Diundu dari http://kamusbahasaindonesia.org/disintegrasi

(6)

sosial apakah agama, budaya, adat-istiadat, namun pada pihak lain adanya sikap tertutup dari sebagian anggota yang adalah merupakan anggota gereja, Sehingga memiliki sikap sulit menerima perubahan dengan berdirinya gereja KGPM Sentrum Sawang. Yang merupakan buah dari perbedaan pendapat yang muncul diantara anggota jemaat. Akibat fatal dari perpecahan gereja tersebut adalah, bahwa kegiatan masyarakat yang tadinya sanggup menciptakan keharmonisan itu, kini telah berubah. Semua kegiatan dilakukan secara terpisah, dan cenderung timbul persaingan, kegiatan siapa yang paling ramai.

Tindakan bergiat dalam pelayanan dan ibadah, hanya agar tidak kalah dengan gereja yang lain. Sedangkan dalam praktek kehidupan sehari-hari, semacam ada sebuah sekat yang tinggi yang membuat masing-masing anggota gereja apakah GMIST atau KGPM yang merupakan bekas anggota gereja GMIST Sawang merasa segan dalam bertindak, pun demikian dalam bertutur kata. Bahkan terkadang terjadi pertengkaran dari antara anggota kedua gereja ini, yang ujung-ujungnya luka perpecahan itu terus menerus terkuak. Sehingga keadaan di Kampung Sawang yang tadinya sangat dibanggakan kini tinggal kenangan. Karena masalah inilah, sehingga penulis mau meneliti lebih lanjut, dengan rumusan judul:

KONFLIK INTERNAL GEREJA:

(Studi Kasus Terhadap Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Konflik Internal Antara Anggota GMIST dan KGPM “Dalam Perspektif Teori Konflik”).

1.2 Identifikasi Masalah

Setelah penulis menguraikan latar belakang masalah di atas, maka penulis akhirnya dapat mengidentifikasi masalah. Adapun masalah yang berhasil diidentifikasi oleh penulis adalah:

(7)

1. Respon Pro dan Kontra dari anggota gereja GMIST Sawang terhadap pelayanan Pendeta X. dalam artian ada yang suka cara dia melayani dan ada yang tidak suka.

2. Reaksi anggota gereja GMIST Sawang terhadap keputusan mutasi Pendeta X.

Ada yang setuju, dan ada yang tidak setuju.

3. Latar belakang kebijakan BPS tentang mutasi Pendeta-pendeta pada umumnya dan pendeta X pada khususnya, tidak pada waktunya. Seharusnya tahun 2012, tapi dipindahkan pada tahun 2010.

4. Kebijakkan BPS tentang mutasi pendeta menyebabkan konflik gereja GMIST Sawang, sebab ada anggota gereja yang setuju dan ada yang tidak.

5. Pihak Resort dan BPS tidak melakukan tindakan bijak dengan menjelaskan alasan mereka atas mutasi pendeta ini dengan baik terhadap anggota gereja GMIST Sawang yang melakukan protes, mengakibatkan berpindahnya sebagian anggota gereja GMIST Sawang ke gereja KGPM.

6. Berdirinya gereja KGPM menciptakan konflik dalam masyarakat kampung Sawang. Sebab, dengan berdirinya gereja tersebut, masyarakat kampung Sawang terbagi dalam dua golongan gereja, yang mengakibatkan perbedaan yang menciptakan konflik.

7. Kebiasaan atau budaya yang mengikat hubungan masyarakat kampung Sawang. Contohnya: mapalus/gotong-royong dan kegiatan-kegiatan kampung dalam rangka 17 agustus dan sebelum paskah, tidak lagi dilakukan secara bersama.

8. Tidak adanya kebijakkan pemerintah untuk menjawab konflik gereja yang berdampak pada integrasi masyarakat. Pemerintah bungkam dan tidak

(8)

mengambil tindakkan untuk mendamaikan, dengan pandangan bahwa tidak menjadi urusan pemerintah.

1.3 Fokus Penelitian

Setelah mengidentifikasi masalah-masalah di atas, maka penulis membuat suatu fokus penelitian guna mempermudah proses penelitian, yaitu: Melihat faktor-faktor penyebab terjadinya konflik internal GMIST.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, penulis merumuskan masalah dalam dua bentuk pertanyaan:

1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya konflik internal GMIST yang berdampak pada perpecahan gereja dan disintegrasi masyarakat Kampung Sawang?

2. Bagaimanakah tindakkan gereja dan pemerintah dalam mengatasi konflik yang berkelanjutan tersebut?

1.5 Tujuan Penelitan

Setelah penulis berhasil merumuskan masalah di atas, maka penulis pun hendak menguraikan tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya konflik internal GMIST yang berdampak pada perpecahan gereja dan disintegrasi masyarakat Kampung Sawang.

(9)

2. Mendeskripsikan tindakkan gereja dan pemerintah dalam menanggulangi konflik yang berkelanjutan tersebut.

1.6 Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian dengan berlandaskan tujuan di atas, maka di harapkan dapat memperoleh manfaat yaitu:

1. Akademik

Dapat dijadikan kontribusi bagi pengembangan studi agama dan masyarakat, khususnya tentang kajian terhadap konflik-konflik gereja dan atau konflik- konflik agama. Penulis pun berharap tulisan ini dapat digunakan sebagai kontribusi tambahan ketika hendak meneliti kasus yang sama, yaitu yang terkait dengan konflik gereja.

2. Praksis

Teridentifikasinya faktor-faktor penyebab terjadinya konflik internal GMIST menjadi konflik eksternal yang terjadi antara anggota GMIST yang tidak berpindah dan anggota KGPM yang adalah orang-orang yang berpindah dari GMIST. Serta teridentifikasinya tindakkan gereja dan pemerintah dalam menanggulangi konflik yang berkelanjutan tersebut.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Untuk mencapai tujuan penulisan tesis ini, maka saya menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah: penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,

(10)

motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.5

Adapun metode penelitian kualitatif yang akan penulis gunakan adalah: Studi Kasus. Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau

menginterpretasi suatu “kasus” dalam konteksnya yang alamiah tanpa adanya intervensi pihak luar. Model penelitian studi kasus yang akan penulis gunakan adalah kasus tunggal dengan single level analysis, yaitu suatu proses untuk menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting.6 Yaitu konflik antara gereja GMIST Sawang dan Gereja KGPM.

1.7.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kampung Sawang, Kecamatan Siau Timur Selatan, Kabupaten SITARO, Sulawesi Utara.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah:

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data untuk Mengungkap kesan atau data awal sebagai kontribusi positif bagi pengenalan realita masalah (konflik gereja GMIST) yang sebenarnya. Tujuan lain dari observasi agar dapat diketahui dan dipahami oleh segenap anggota gereja tentang bagaimana konflik internal gereja GMIST itu terjadi, yang mengakibatkan perpecahan dan berdirinya gereja KGPM Sentrum Sawang. Observasi ini dilakukan terhadap situasi dan perilaku

5 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006).

6

6 Agus, Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 118- 121

(11)

masyarakat kampung Sawang yang adalah anggota gereja GMIST dan KGPM Sentrum Sawang yang berkonflik.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu7. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka, yaitu wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan. Urutan pertanyaan dan cara penyajiannya sama pada setiap responden, pun responden mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai serta mengetahui apa maksud wawancara tersebut8. Adapun responden yang dimaksud adalah: anggota GMIST Sawang, anggota KGPM, Tokoh GMIST (Pimpinan BPS dan Resort GMIST), Tokoh masyarakat dalam hal ini pemerintah Kampung Sawang. Dengan memilih beberapa orang dari masing- masing bagian itupun yang penulis rasa sanggup mewakili seluruh anggota yang ada. Dengan wawancara terbuka ini, diharapkan peneliti dan responden dapat bercerita dengan leluasa tanpa ada keragu-raguan, sehingga maksud dan tujuan dari wawancara dapat diperoleh dengan tepat.

1.7.4 Analisa Data

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa yang didasarkan pada data yang ada dari hasil penelitian dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data di atas, dan bukan berdasar pada ide-ide yang ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian hasil penelitian nantinya dapat berubah sesuai dengan

7 Lexy J. Moleong, 186.

8 Ibid.188-189.

(12)

data yang masuk kemudian. Selanjutnya, diklasifikasikan sesuai dengan pedoman dan kebutuhan penelitian. Data hasil wawancara selanjutnya di interpretasikan berdasarkan rumusan masalah penelitian, yang kemudian dianalisis untuk menjawab masalah penelitian. Data penelitian yang telah diinterpretasikan dan dianalisa selanjutnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian.

1.8 Kerangka Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Berisikan uraian tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II: KERANGKA TEORI

Pada bagian ini, berisikan kerangka teori dan konsep, yang memaparkan Teori Konflik Struktural oleh Lewis Cooser dan George Simmel serta Teori Kekuasaan dari Max Weber yang sekiranya dapat menjawab konflik gereja GMIST Sawang dan gereja KGPM.

BAB III: HASIL PENELITIAN

Berisi pemaparan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan topik pada tulisan ini.

BAB IV: ANALISA

Berisi analisa terhadap hasil penelitian pada bab III dengan berlandaskan pada uraian teori pada bab II, guna menjawab konflik gereja GMIST Sawang dan gereja KGPM.

BAB V: PENUTUP

Berisikan kesimpulan, temuan hasil penelitian dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Menarik konsumen dari lingkungan terdekat dengan memberikan komunikasi yang baik, keyamanan seperti ruangan tersusun rapi, ruangan bersih dan barang dagangan terusun

Tipe ungkitan ini diterapkan pada desain GTSKL dukungan gigi, yaitu dengan penempatan rest di disto - oklusal sebagai fulkrum pada gigi penyangga sisi mesial daerah edentulus

Sehingga mengakibatkan distribusi dan pengalokasian dana yang dilakukan oleh sekolah tidak berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dalam Rencana Anggaran Kegiatan

Kaji tindak atau sering disebut riset aksi adalah merupakan kegiatan riset melalui tindakan, riset dengan tindakan, atau riset untuk menunjang tindakan guna menangani masalah

Penelitian ini untuk mengetahui efektivitas dari penggunaan metode Picture Exchange Communication System (PECS) dalam meningkatkan kemampuan menyusun kalimat berbasis EYD anak

Dalam penelitian kali ini, peneliti sengaja memilih IK, karena IK telah berkeluarga dan memiliki 3 anak, SR seorang PSK dengan 1 anak kemudian LL memiliki

IB: Dengan menjumlahkan semua panjang sisi bangun segitiga. Dari uraian diatas dapat diperoleh penjelasan bahwa cara yang digunakan IB dalam mengerjakan soal tidak perlu

Pada jenjang pendidikan SMP Negeri dan Swasta, jumlah sekolah pada Tahun 2010 masing-masing adalah 30 dan 3 sekolah dengan jumlah guru sebanyak 417 orang untuk SMP Negeri,