• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Percaya Diri

a. Pengertian Percaya Diri

Kepercayaan diri merupakan hal yang penting yang harus dimiliki seseorang dalam menapaki roda kehidupan. Orang yang mempunyai rasa kepercayaan diri yang tinggi mampu menyelesaikan tugas sesuai tahap perkembangannya dengan baik dan tidak tergantung pada orang lain. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hakim (2002: 6) yaitu “percaya diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga mampu mencapai tujuan dalam hidupnya”.

Menurut Atok (2010) “Percaya diri merupakan sikap individu yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku sesuai harapannya, yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang lain”. Sependapat dengan pernyataan diatas Tylor (2003: 20) menjelaskan bahwa “Kepercayaan diri adalah melakukan apa yang ingin anda lakukan, kapan dan bagaimana anda ingin melakukannya”.

Kedua pendapat tersebut menegaskan bahwa kepercayaan diri sebagai suatu sikap dan tindakan yang dilakukan secara yakin dan tidak terpengaruh oleh orang lain.

Lain halnya dengan Maslow dalam Iswidharmajaya dan Jubilee (2013:

21) menuturkan bahwa “Percaya diri merupakan modal dasar untuk pengembangan dalam aktualisasi diri (eksplorasi segala kemampuan dalam diri)”. Dengan percaya diri seseorang akan dengan mudah mengenal dan memahami dirinya sendiri sehingga mampu untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dalam diri dan mengaktualisasikan dirinya. Maslow dalam Furdyartanta (2011: 73) merumuskan kebutuhan manusia dalam hierarki kebutuhan yang terdiri dari: 1) Kebutuhan fisiologis (motif), 2) Kebutuhan

7

(2)

commit to user

akan rasa aman, 3) Kebutuhan kasih sayang (love and Belonging), 4).

Kebutuhan penghargaan (self esteem), dan 5) Kebutuhan Aktualisasi diri.

Hierarki tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Hierarki kebutuhan menurut Maslow

Kebutuhan aktualisasi diri menurut Maslow adalah kebutuhan yang paling utama atau puncak. Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan yang ada dibawahnya terpuaskan dengan baik. Anak dapat mengaktualisasikan dirinya jika mampu mengetahui segala kelebihannya, serta yakin akan kemampuannya sehingga dapat dikembangkan. Maka dari itu kepercayaan diri adalah salah satu faktor untuk mencapai aktualisasi diri.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa percaya diri adalah perasaan atau sikap yakin individu terhadap dirinya sendiri, sehingga individu berani bertindak dan melakukan sesuatu dengan bertanggung jawab.

b. Faktor-faktor Pembentuk Percaya Diri

Rasa percaya diri tidak timbul begitu saja dalam hidup seseorang, melainkan harus melalui beberapa proses serta faktor yang mendukung.

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang menurut Hakim (2002), sebagai berikut:

Aktualisasi diri

Kebutuhan penghargaan Kebutuhan kasih sayang

Kebutuhan rasa aman Kebutuhan fisiologis

(3)

commit to user 1) Lingkungan keluarga

Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap manusia, lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Hal ini diperkuat oleh Yusuf (2011: 39) bahwa salah satu fungsi keluarga ada fungsi Pendidikan (edukatif) yaitu menyangkut penanaman, pembimbingan, atau pembiasaan nilai-nilai agama, moral, budaya dan ketrampilan. Pendidikan pertama dan yang terutama seseorang, termasuk didalamnya adalah pola asuh orang tua. Ada bermacam-macam pola asuh yang orang tua lakukan untuk anak mereka, tentu tujuannya sama yaitu agar anaknya dapat menjadi anak yang lebih baik, namun terkadang orang tua tidak menyadari bahwa pola asuh mereka salah. Diana Baumrind dalam Yusuf (2011: 51) mengemukakan dampak parenting style terhadap perilaku yaitu: (1). anak yang orang tuanya bersikap Authoritarian atau Otoriter, cenderung bersikap penakut, pemurung, mudah terpengaruh, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas, dan tidak bersahabat; (2). Anak yang orang tuanya Permissive cenderung bersikap impulsive, agresif, pemberontak, kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri, serta suka mendominasi dan (3).

Anak yang orang tuanya Authoritative atau Demokratis cenderung bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri bersikap sopan, mau bekerjasama, dan punya tujuan atau arah hidup yang jelas. Dari beberapa pilihan pola asuh diatas pola asuh yang paling baik diterapakan untuk anak adalah Authoritative atau Demokratis sehingga anak dapat menjadi lebih percaya diri.

Dari pernyataan di atas tak dapat dipungkiri bahwa pola asuh atau parenting style sangat berpengaruh pada perkembangan anak sampai dia remaja hingga dewasa kelak, jika anak dari kecil sudah dididik untuk menjadi percaya diri maka pada saat ia dewasa kelak akan menjadi

(4)

commit to user

pribadi yang percaya diri. Hakim (2002: 43) mengatakan “rasa tidak percaya diri yang sudah mendominasi kepribadian seseorang, biasanya memiliki keterkaitan yang kuat dengan latar belakang masa lalu sejak ia masih kanak-kanak”. Dapat dijelaskan bahwa masa lalu seseorang berkaitan erat dengan kepercayaan dirinya, maka dari itu perlu dikembangkan rasa percaya diri kepada anak sejak kecil agar pada saat ia dewasa sudah memiliki rasa percaya diri dan berguna bagi kehidupannya kelak.

2) Lingkungan pendidikan formal

Menurut Hakim (2002: 122) “Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga di rumah”

Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekpresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya, terutama sekolah dasar yang merupakan pendidikan formal pertama bagi anak. Dalam hal ini sekolah juga memfasilitasi perkembangan peserta didik, apabila ada yang kurang percaya diri maka guru hendaknya mengupayakan yang terbaik terhadap perkembangan peserta didik terutama rasa percaya diri. Selain itu guru sekolah dasar dapat memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam setiap kegiatan pembelajaran, hal ini berkaitan dengan tugas utama guru dalam Undang-Undang Guru dan Dosen bab I ayat 1 yang berbunyi: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

3) Pendidikan non formal

Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Menurut Hakim

(5)

commit to user

(2002) Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum.

Kelebihan tersebut bukan dari segi kepintaran saja melainkan kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal misalnya : mengikuti kursus bahasa asing, jurnalistik, bermain alat musik, seni vokal, dan lain-lain.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu pertama lingkungan keluarga, kedua lingkungan pendidikan formal, ketiga lingkungan pendidikan non formal. Lingkungan tersebut dapat juga mendukung atau menjadi penghambat pembentukan rasa percaya diri

c. Ciri-ciri Orang Yang Memiliki Dan Tidak Memiliki Rasa Percaya Diri.

Rasa percaya diri adalah perasaan yakin terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga mendorong seseorang untuk melakukan tindakan secara berani dan bertanggung jawab. Tindakan tersebut tentu saja dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diketahui ciri-ciri pada orang kurang percaya diri, dan orang percaya diri. Berikut adalah ciri orang yang memiliki rasa percaya diri menurut Tylor (2003: 20): 1) Anda akan merasa rileks, aman dan nyaman, 2) yakin kepada diri sendiri, 3) melakukan sesuatu sebaik mungkin, 4) merasa nyaman dengan diri sendiri dan tidak khawatir dengan apa yang dipikirkan orang lain, 5) memiliki keberanian untuk mencapai apa yang anda inginkan.

Kemudian Iswidharmanjaya dan Jubilee (2013: 25) menuturkan bahwa secara umum seseorang dikatakan percaya diri jika ia memiliki :

1) Kemampuan,biasanya orang yang percaya diri menyadari kemampuan yang ada pada dirinya, 2) merasa bisa melakukan karena memiliki pengalaman, sikap percaya diri bisa tumbuh karena ia sanggup mengambil hikmah setelah mengalami pengalaman- pengalaman tertentu, 3) Self esteem yang tinggi, jika otak kita menghargai diri kita sendiri atau menciptakan kesan yang baik, rasa percaya diri akan tumbuh, 4) Kemampuan dalam beraktualisasi, seseorang yang menjadi percaya diri akan berusaha sekeras mungkin untuk mengeksplorasi semua bakat yang ia miliki, 5) Berprestasi.

(6)

commit to user

Dari berbagai sikap positif di atas, kepercayaan diri dapat membuat anak lebih mengerti tentang siapa dirinya, mengenal kelebihan dan kekurangannya serta yakin akan potensi dan kemampuannya kemudian dapat mengembangkan potensi dan kemampuan tersebut sehingga dia menjadi anak yang berprestasi. Seperti yang dikatakan Rahayu (2013:69) bahwa anak yang memiliki rasa percaya diri tinggi adalah anak yang yakin akan dirinya, berani mengambil keputusan, menyukai tantangan dan pengalaman baru, bertanggung jawab, memiliki rasa toleransi, pribadi yang bisa dan mau belajar, dapat mengendalikan perilaku mereka, dan berhubungan dengan orang lain secara efektif.

Kepercayaan diri menjadi suatu hal yang wajib ditanamkan sejak dini, karena jika sejak dini anak tidak memiliki rasa percaya diri maka akan berimbas dan berlanjut pada masa remaja dan dewasa seseorang, hal ini tentu akan menghambat seseorang meraih kesuksesan. Percaya diri yang mantap akan menimbulkan motivasi dan semangat, sedangkan kurang percaya diri menyebabkan rasa minder dan rendah diri. Rahayu (2013:71) berpendapat “Kepercayaan diri yang rendah dapat diartikan sebagai keyakinan negatif seseorang terhadap kekurangan yang ada di berbagai aspek kepribadiannya sehingga anak merasa tidak mampu untuk mencapai berbagai tujuan kehidupannya.”

Banyak akibat negatif yang ditimbulkan dari rendahnya rasa percaya diri anak secara pribadi, misalnya anak menjadi pendiam, tidak berani tampil di depan umum, suka menyendiri, tidak berani mengakui kesalahannya, menghindari setiap kegiatan yang diberikan, dan bergantung pada orang lain. Sikap-sikap tersebut tentu juga berpengaruh pada perkembangan sosial anak jika anak kurang percaya diri maka tentu dia akan sulit bergaul, menarik diri dari lingkungan, serta sulit beradaptasi dengan hal atau lingkungan baru. Berikut adalah ciri-ciri anak yang kurang percaya diri menurut pengamatan Hakim (2002: 8) yaitu :

(1) Mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu, (2) memiliki kelemahan, atau kekurangan dari segi

(7)

commit to user

mental, fisik, ataupun ekonomi, (3) sulit menetralisir ketegangan dalam suatu situasi, (4) gugup dan terkadang bicara gagap, (5) memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang kurang baik, (6) memiliki perkembangan yang kurang baik sejak masa kecil, (7) kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tau bagaimana cara mengembangkan diri untuk memiliki kelebihan tertentu, (8) sering menyendiri dari kelompok yang dianggap melebihi dirinya, (9) mudah putus asa, (10) cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah, (11) pernah mengalami trauma, (12) sering berinteraksi negatif dalam menghadapi masalah.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa anak yang kurang percaya diri cenderung pasif dan lebih beranggapan negatif tentang dirinya sendiri, tidak mau mencoba hal baru karena merasa dirinya tidak mampu melakukannya dan kurang menguasai bidang keahlian tertentu karena merasa malu untuk mencoba, selain itu Rahayu (2013: 73) mengemukakan beberapa ciri anak kurang percaya diri di sekolah:

(1) Anak takut melakukan interaksi sosial dengan orang lain, (2) anak kurang berminat untuk berangkat ke sekolah dan ke tempat keramaian, (3) anak selalu menarik diri ketika bertemu dengan orang yang baru, (4) anak selalu melekat pada pengasuhnya dan tidak mau dilepas dari pengasuhnya, (5) menghindari tugas yang diberikan.

Anak yang kurang percaya diri terutama di sekolah tentu memiliki beberapa resiko negatif yang harus dihadapi, misalnya mereka cenderung menghindari setiap tugas dan kegiatan yang diberikan, tentu hal ini akan menyebabkan anak kurang mendapat kesempatan dalam setiap kesempatan serta perbaikan. Sehingga mereka tidak pernah tau apa yang mereka lakukan itu benar atau salah, hal ini menimbulkan kesulitan memahami pelajaran dan berimbas kepada rendahnya prestasi belajar anak. Maka dari itu rasa percaya diri anak sangatlah perlu ditingkatkan supaya prestasi belajarnya juga meningkat

d. Aspek-aspek Percaya Diri

Untuk dapat mengetahui individu percaya diri atau tidak, perlu diperhatikan melalui aspek-aspek Percaya diri. Adapun aspek-aspek percaya diri menurut Lauster dalam Ghufron dan Risnawati (2010: 35─36) adalah :

(8)

commit to user 1) Keyakinan pada kemampuan diri

Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.

2) Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

3) Objektif

Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

4) Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.

5) Rasional dan realistis

Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, sesuatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Percaya diri memiliki lima Aspek, yaitu Keyakinan pada kemampuan diri, Optimis tentang diri dan kemampuan diri, Objektif dalam memandang permasalahan sesuai dengan kebenarannya, Bertanggung jawab, serta Rasional dan Realistis terhadap berbagai macam keadaan. Aspek-aspek terrsebut dapat menjadi tolak ukur kepercayaan diri seseorang.

e. Cara Meningkatkan Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri seperti benih-benih tanaman yang diberikan kepada setiap individu, dan terserah apakah ingin disuburkan atau membuatnya mati (Meyer dalam Iswidharmanjaya dan Jubile, 2014: 137). Seperti yang dikatakan pendapat di atas rasa percaya diri tentu tidak bisa lahir begitu saja tanpa dilatih serta diajarkan oleh orang tua maupun guru di sekolah, dan

(9)

commit to user

semua kembali kepada individu untuk ingin memiliki atau tidak rasa percaya diri tersebut.

Menurut Hakim (2002: 171─180) cara-cara untuk dapat meningkatkan rasa percaya diri adalah sebagai berikut :

1) Berpikir positif dan menyingkirkan pikiran negatif: untuk membangun rasa percaya diri yang kuat yaitu dengan menghilangkan pikiran- pikiran negatif dan menggantinya dengan pikiran-pikiran positif yang logis dan meyakinkan. Contoh, Saat mempunyai banyak tugas jangan berpikiran negatif terhadap pemberi tugas, melainkan berpikir positif tentang manfaat dari tugas yang diberikan.

2) Membangkitkan kemauan yang keras: kemauan merupakan dasar untuk membangun kepribadian yang kuat termasuk rasa percaya diri.

Dengan kemauan yang keras yang difokuskan pada tujuan hidup sehingga tidak mudah menyerah dalam menghadapi masalah. Contoh, Saat mengalami kegagalan jangan berputus asa dan menyalahkan diri sendiri, melainkan berusaha lebih keras lagi.

3) Biasakan untuk memberanikan diri: kebiasaan memberanikan diri dan berusaha rileks, maka ketegangan akan berkurang dan hilang dalam situasi tertentu seperti tampil di depan kelas atau berbicara di depan masyarakat dalam suatu acara. Contoh, berani untuk bertanya kepada guru pada saat kegiatan belajar mengajar.

4) Biasakan untuk selalu berinisiatif: membiasakan untuk melakukan sesuatu yang positif dengan inisiatif sendiri tanpa menunggu perintah dari orang lain. Contoh, menjawab pertanyaaan dari guru, tanpa perlu ditunjuk terlebih dahulu.

5) Selalu bersikap mandiri: dalam melakukan segala sesuatu terutama dalam hal kebutuhan hidup tidak terlalu tergantung pada orang lain, harus memulainya dengan kesadaran dan kemauan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Contoh, bangun pagi tanpa harus dibangunkan oleh orang tua.

(10)

commit to user

6) Mau belajar dari kegagalan: siap mental dalam menghadapi kegagalan dan mau belajar dari kegagalan tersebut sehingga mampu melakukan hal-hal yang lebih baik untuk mencapai suatu keberhasilan.

Contohnya, saat mengalami kegagalan, jangan menyerah dan putus asa melainkan dicari sebab dari kegagalan tersebut agar tidak terulang kembali.

7) Tidak mudah menyerah: rasa percaya diri akan terpelihara dan dapat ditingkatkan yaitu dengan sikap mental yang tidak mudah menyerah didalam mencapai keinginan dan cita-cita. Menguatkan kemauan untuk melangkah, bersikap sabar dalam menghadapi segala rintangan dan berpikir praktis untuk menemukan cara menghadapinya. Contoh, Saat mengalami kegagalan jangan berputus asa dan menyalahkan diri sendiri, melainkan berusaha lebih keras lagi.

8) Membangun pendirian yang kuat: dengan mempunyai tekat dan pendirian yang kuat dan menghilangkan keraguan untuk mencapai suatu tujuan dan cita-cita. Contoh, jika mempunyai cita-cita menjadi guru maka harus disertai dengan tekat dan pendirian yang kuat, tidak terpengaruh oleh orang lain.

9) Bersikap kritis dan objektif: mempunyai sikap kritis dan objektif terhadap diri sendiri dan lingkungan. Mengenal kekurangan secara objektif sehingga menemukan tindakan yang tepat untuk mengatasi kelemahannya dan mengenal kelebihan pribadi sehingga dapat mengembangkan dan memanfaatkan kelebihannya untuk mencapai keberhasilan. Contoh, memandang kekurangan sesuai dengan kenyataan.

10) Pandai membaca situasi: dengan membaca situasi akan memperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang harus dilakukan dan diterima dimana individu berada. Contoh, bisa membedakan saat sedang santai, serius, bercanda, dan lain-lain.

(11)

commit to user

11) Pandai menempatkan diri: menempatkan diri pada posisi yang tepat sebagai orang yang bermanfaat di lingkungan dimana individu berada.

Contoh, pandai beradaptasi dengan lingkungannya.

12) Pandai melakukan penyesuaian diri dan pendekatan pada orang lain:

untuk dapat bekerja sama dengan orang lain dan mempunyai relasi dibutuhkan kepandaian didalam melakukan penyesuaian dan pendekatan kepada orang lain. Contoh, berperilaku baik, sopan terhadap orang lain.

Ada banyak cara agar individu menjadi lebih percaya diri, seperti yang dikemukakan oleh ahli di atas. Berpikir positif dan menyingkirkan pikiran negatif adalah hal yang pertama diterapkan, karena dengan berpikir positif individu akan lebih mudah untuk menerima dirinya sendiri dan lebih mudah untuk berbaur dengan lingkungan disekitarnya. Hal ini memungkin individu untuk bertumbuh menjadi pribadi yang baik sehingga mencapai proses pembentukan rasa percaya diri.

Seperti yang dikatakan di atas rasa percaya diri terbentuk melalui berbagai macam proses. Hakim (2002: 9─10) menyebutkan pembentukan percaya diri yang kuat melalui berbagai macam proses sebagai berikut:

1) Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu 2) Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan tertentu yang

dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya 3) Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-

kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau sulit menyesuaikan diri

4) Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya

Proses tersebut terjadi secara berurutan, dan menyeluruh. Kekurangan salah satu proses tersebut akan mengakibatkan individu menjadi kurang percaya diri. Atas dasar inilah pembentukan kepribadian yang baik harus dilaksanakan sejak dini, sejak masa kana-kanak, agar anak-anak dapat berpikir positif terhadap setiap kelemahan yang ia miliki sehingga menimbulkan rasa percaya diri. untuk itu anak harus diajarkan untuk dapat

(12)

commit to user

mengenali dirinya sendiri serta menerima dirinya. Hal ini terkait dengan salah satu cara untuk meningkatkan rasa percaya diri adalah dengan penerimaan diri (self-acceptance).

2. Bimbngan Penerimaan Diri (self-acceptance) dengan menggunakan Media Audio Visual

a. Pengertian bimbingan penerimaan diri dengan menggunakan media audio visual

Sebelum membahas tentang pengertian bimbingan penerimaan diri dengan menggunakan media bimbingan berbasis audio visual, sebelumnya akan dikaji dahulu tentang pengertian bimbingan, penerimaan diri, dan media audio visual.

1) Pengertian bimbingan

Bimbingan sudah sering dipakai dalam dunia pendidikan, namun realitanya masih banyak orang yang belum mengetahui apa arti bimbingan, sebelum membahas lebih jauh akan disimpulkan pengertian bimbingan. Berikut pengertian bimbingan menurut para ahli.

Kartadinata, dkk (2002: 3) menuturkan bahwa “bimbingan adalah proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal”. Dari pernyatan tersebut dapat diketahui bahwa bimbingan adalah suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan dan terarah untuk membantu individu mencapai perkembangan yang optimal. Sejalan dengan pendapat diatas Walgito (2010: 7) mengemukakan bahwa:

Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu untuk menghindari atau mengatasi kesulitan- kesulitan di dalam kehidupannya sehingga individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya.

Dari pernyataan di atas dapat diartikan bahwa bimbingan dapat diberikan untuk mencegah dan mengatasi masalah individu, bimbingan

(13)

commit to user

dimaksudkan agar individu terhindar dari kesulitan-kesulitan sehingga mencapai kesejahteraan hidup.

Kartadinata, dkk (2002: 6) mengutarakan bahwa perkembangan optimal bukan semata-mata hanya dari kemampuan intelektual yang tinggi, melaikan kondisi dimana individu mampu mengenal dan memahami diri, berani menerima kenyataan diri, mengarahkan diri sesuai kemampuan dan bertanggung jawab. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan intelektual saja tidak cukup untuk membantu individu mencapai perkembangan yang optimal. Maka dari itu bimbingan dilaksanakan untuk membantu individu mencapai semua faktor yang dapat mendukung dalam pencapaian setiap tugas perkembangannya.

Dari kedua pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan untuk mencegah dan mengatasi masalah individu sehingga individu mampu berkembang secara optimal dan hidup dengan sejahtera.

2) Pengertian penerimaan diri

Penerimaan diri adalah awal pembentukan rasa percaya diri, karena dari sinilah individu belajar untuk mengenali dirinya sendiri, kemudian dapat bersikap positif serta menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Seperti yang diutarakan oleh Supratiknya (1995: 84) “yang dimaksud dengan menerima diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri”.

Hurlock (1999: 434) mengemukakan bahwa “Penerimaan diri merupakan tingkat dimana individu benar-benar mempertimbangkan karakteristik pribadinya dan mau hidup dengan karakteristik tersebut”.

dapat dijelaskan bahwa penerimaan diri adalah faktor penting pembentuk kepribadian seseorang. Dengan penerimaan diri anak menjadi yakin dengan apa yang ia miliki, serta dapat berpikir positif tentang dirinya dan apa yang terjadi pada lingkungan sekitar dan menjadi lebih percaya diri.

(14)

commit to user

Individu yang mampu menerima dirinya akan bersikap tenang dan lebih santai, karena yakin bahwa setiap individu itu unik dan mempunyai kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Setelah individu mengenal dirinya sendiri tentu dirinya akan menjadi lebih percaya diri, serta mengembangkan semua kelebihan yang telah ia ketahui. Disini peran orang tua dan guru di sekolah dasar sangat penting dalam menanamkan penerimaan diri.

Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah sikap dimana individu telah mengenali dirinya sendiri dan memiliki penghargaan yang tinggi terhadap kelebihan dan kelemahannya sendiri.

3) Pengertian media bimbingan berbasis audio visual

Penggunaan media sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar sudah tidak asing lagi bagi para pendidik, khususnya konselor dan guru di sekolah tentu banyak juga menggunakan media bimbingan konseling sebagai perantara dalam memberikan layanan kepada peserta didik. Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti „perantara‟ atau „pengantara‟, atau dengan kata lain media adalah perantara bagi pengirim pesan ke penerima pesan. Dalam hal ini media sudah sering digunakan oleh guru BK/ konselor sekolah dalam memberikan layanan karena dapat menjadi pengantar antara guru dengan peserta didik dalam proses bimbingan sehingga menjadi lebih efektif.

Nursalim (2013: 6) menuturkan bahwa media bimbingan dan konseling adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan bimbingan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik untuk memahami diri, mengambil keputusan serta masalah yang dihadapi.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa media bimbingan adalah sesuatu yang digunakan sebagai perantara untuk mempermudah

(15)

commit to user

penyampaian pesan antara Pengirim pesan ke penerima pesan agar tujuan Layanan tercapai serta proses Bimbingan menjadi efektif.

Media bimbingan dibagi menjadi beberapa kategori, Asra dkk (2007:5) mengklasifikasikan media menjadi lima bagian, yaitu:

(a) Media visual : media yang dapat dilihat, seperti gambar grafik, foto; (b) media audio : media yang hanya dapat didengar, seperti kaset, radio mp3 player; (c) Media Audio Visual : media yang dapat didengar dan dilihat, seperti film bersuara, video, televisi; (d) multimedia : media yang dapat menyajikan unsur secara lengkap, seperti grafis, animasi, video dan film; (e)Media Realita : yaitu semua media nyata yang ada di lingkungan alam, baik digunakan dalam keadaan hidup maupun diawetkan, seperti tumbuhan, hewan, batuan, dll.

Berdasarkan Pengelompokan media di atas pada penelitian ini menggunakan jenis media audio visual, media ini dipilih karena dianggap paling lengkap dengan memanfaatkan indra pendengaran dan penglihatan, serta dapat lebih menarik perhatian peserta didik sehingga proses pemberian bimbingan dapat berlangsung secara efektif dan optimal.

Media audio visual yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk video. Video berisi tentang seseorang yang cacat namun dapat berprestasi dalam bidang akademik, olahraga, kesenian serta video clip sebuah lagu yang dapat memacu semangat percaya diri.

Dari semua penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa media bimbingan berbasis audio visual adalah perantara penyampaian pesan dari guru BK kepada peserta didik melalui media yang dapat didengar dan dilihat oleh peserta didik.

Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian bimbingan, penerimaan diri dan media bimbingan berbasis audio visual diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa bimbingan penerimaan diri dengan menggunakan media audio visual adalah proses pemberian bantuan kepada peserta didik yang dilakukan dengan menggunakan beberapa prosedur yang telah dirancang

(16)

commit to user

untuk membantu peserta didik agar mampu menerima dirinya dengan perantara media bimbingan berbasis audio visual dalam bentuk video.

b. Manfaat bimbingan penerimaan diri dengan menggunakan media bimbingan berbasis audio visual

Penerimaan diri memiliki banyak manfaat seperti membantu peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungan, membantu peserta didik untuk lebih percaya diri, membantu peserta didik lebih menghargai dirinya dan orang lain. Hurlock (1999: 276), membagi dampak dari penerimaan diri dalam 2 kategori, yaitu: 1) Dalam penyesuaian diri; dan 2) dalam penyesuaian sosial. Dampak dalam penyesuaian diri adalah individu dapat mengenali dirinya beserta kelebihan dan kekurangannya sehingga menjadikannya lebih percaya diri. Selain itu individu juga dapat menerima saran dan kritikan kepada dirinya sehingga dapat memacu dirinya menjadi individu yang lebih baik lagi serta mencapai semua tugas perkembangannya. Dampak dalam penyesuaian sosial adalah dengan memiliki sikap penerimaan diri individu menjadi lebih percaya diri dalam bergaul, lebih mudah untuk berinteraksi dengan orang lain dan tidak memiliki sifat iri karena semua orang diciptakan berbeda dan unik.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa manfaat mampu menerima diri dapat berdampak positif kepada diri sendiri dan pergaulan dengan orang lain. Diharapkan dengan adanya bimbingan penerimaan diri dengan menggunakan media bimbingan berbasis audio visual dapat bermanfaat juga untuk perkembangan rasa percaya diri peserta didik.

3. Karakteristik Peserta Didik Sekolah Dasar a. Pengertian peserta didik sekolah dasar

Sekolah Dasar adalah pendidikan formal pertama bagi anak. Anak mulai diajarkan materi dan ilmu pengetahuan berdasarkan tahapan kelasnya, selain itu masa sekolah dasar dapat mengembangkan sikap, nilai dan perilaku anak.

(17)

commit to user

Menurut Yusuf (2011: 24) Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak mudah dididik daripada masa sebelum atau sesudahnya. Masa ini diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu: 1) Masa kelas rendah sekolah dasar ( 6–9 tahun ); dan 2) Masa kelas tinggi sekolah dasar ( 9–13 tahun ). Berdasarkan penggolongan diatas dapat diketahui bahwa peserta didik kelas V termasuk dalam masa kelas tinggi sekolah dasar.

Masa kelas V Sekolah dasar tentunya berbeda dengan masa kelas I,II,III. Berikut sifat khas anak-anak pada masa kelas tinggi sekolah dasar menurut Yusuf (2011: 25) :

1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret;

2) amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar; 3) adanya minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus; 4) anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat; 5) gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama-sama.

Mengacu pada pernyataan diatas, masa kelas V atau masa kelas tinggi sekolah dasar adalah masa yang sangat pas untuk mempersiapkan karakter anak, karena anak sangat ingin mengetahui dan ingin belajar serta mulai memiliki minat terhadap hal-hal tertentu. Jika anak sudah mulai memiliki minat terhadap salah satu hal maka hal ini menjadi salah satu tugas guru untuk mengembangkannya dan membangkitkan rasa percaya diri anak tersebut.

b. Fase Perkembangan Anak Sekolah Dasar

Perkembangan adalah sebuah proses yang dapat diukur secara kualitas. Manusia pada umumnya pasti akan mengalami proses perkembangan dari segala aspek kehidupannya. Yusuf (2011: 178─184) membagi fase perkembangan ini menjadi beberapa bagian, yaitu :

1) Perkembangan Intelektual

Pada usia sekolah dasar (6–12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang

(18)

commit to user

menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif seperti, membaca, menulis, dan menghitung. Pernyataan di atas dapat menjadi dasar bahwa pada masa ini anak sudah mampu diberikan beberapa pengetahuan yang kelak akan berguna bagi hidupnya. Di sekolah dasar terdapat enam kelas dari kelas satu hingga kelas enam, dalam setiap kelas tentunya tidak sama sistem pembelajarannya. Pada saat kelas satu anak telah diajarkan dasar-dasar keilmuan seperti membaca, menulis, dan berhitung, lalu setelah dia naik tingkat mulailah diajarkan dan dikenalkan dengan berbagai mata pelajaran baru yang sesuai dengan tingkatannya.

2) Perkembangan Bahasa

Usia sekolah Dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Menurut Syamsudin, Syaodih dalam Yusuf (2011:179) Pada awal masa ini anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah menguasai 50.000 kata. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju dari pada saat masih pra sekolah

3) Perkembangan sosial

Maksud perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Masa ini ditandai oleh adanya perluasan hubungan. Perluasan hubungan yang dimaksudkan adalah bukan hanya dengan lingkup keluarga saja anak kini berada, melainkan anak mulai membentuk kelompok dengan teman sebaya dan teman sekelasnya yang cocok, sehingga pergaulannya semakin luas. Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan diri dengan mudah. Dalam kegiatan di sekolah, kematangan perkembangan sosial anak ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas kelompok. Dengan tugas kelompok peserta didik bukan hanya diajarkan untuk mengerjakan tugas dengan berfikir saja, namun belajar untuk bekerjasama, saling menghormati, bertanggung jawab dan melatih kepemimpinan.

4) Perkembangan emosi

(19)

commit to user

Menginjak usia sekolah dasar anak mulai belajar untuk mengendalikan ekspresi emosinya. Desmita (2009: 171) mengelola emosi yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, dan mengutamakan tercapainya suatu tujuan.

Kemampuan untuk mengendalikan ini diperoleh anak dari proses peniruan dan latihan. Maka pada usia sekolah dasar ini peran orang tua serta guru sangat penting dalam mengontrol emosi serta melatih anak untuk dapat mengendalikan emosi. Karena orang tua dan guru pada masa ini yang akan menjadi panutan oleh anak.

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk perilaku belajar. Emosi yang positif dapat berpengaruh positif pula terhadap konsentrasi belajar peserta didik, namun sebaliknya emosi negatif akan berpernaruh negatif terhadap konsentrasi belajar peserta didik.

5) Perkembangan moral

Pada anak usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntunan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar salah atau baik buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk.

Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru nerupakan suatu yang baik/benar.

6) Perkembangan penghayatan keagamaan

Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai- nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Bukan hanya pendidikan agama yang berlangsung di sekolah saja melainkan pendidikan agama yang dilakukan orang tua di rumah juga berperan penting. Maka keterlibatan semua pihak dalam

(20)

commit to user

memberikan contoh pelaksanaan kegiatan agama yang baik, maka pada diri peserta didik kan berkembang sikap yang positif terhadap agama dan pada gilirannya akan berkembang kesadaran beragama pada dirinya.

7) Perkembangan motorik

Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya.

Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik, berenang, main bola dll.

Berdasarkan uraian di atas, peserta didik usia sekolah dasar telah siap untuk memasuki lingkungan yang baru. Dengan fase perkembangan yang dimiliki, mereka telah tahu tentang diri mereka sendiri, membedakan baik buruk, mengolah bahasa, menjaga moral, menjalin rasa sosial, mengenal agama, mengelola emosi dan senang untuk berbuat atau bergerak sehingga merupakan masa yang ideal untuk pembentukan kepribadian.

4. Keefektifan Bimbingan Penerimaan Diri Dengan Menggunakan Media Audio Visual Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Peserta Didik Sekolah Dasar

Berdasarkan teori tahap perkembangan kognitif Piaget dalam Fudyartanta (2011:236) terdapat 4 tahapan kognitif anak hingga dewasa yaitu : 1. Fase sensori motorik (usia 0–2 tahun), 2. Fase pra operasional (usia 2–7 tahun), 3.

Fase operasional konkret (usia 7–11 tahun), 4. Fase operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa).

Menurut Piaget dalam Jaenudin (2015: 182─191) untuk anak fase sensori motorik (usia0–2 tahun), yang utama adalah berpengalaman melalui berbuat dan sensori. Adapun berpikirnya melalui perbuatan (tindakan), gerak, dan reaksi yang spontan. Selanjutnya anak pada tahap pra operasional (usia 2–7 tahun) anak-anak lebih sosial dan menggunakan bahasa serta tanda untuk

(21)

commit to user

menggambarkan suatu konsep. Anak percaya bahwa yang merek apikirkan dan alami juga menjadi pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa, pada tahap ini anak sudah bersekolah dari Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Dasar kelas satu.

Anak pada tahap operasional konkret (usia 7–11 tahun), pada tahap ini anak dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkret. Operasi dengan bantuan konkret di sini adalah tindakan atau perbuatan mengenai kenyataan dalam kehidupan nyata, pada tahap ini anak telah sekolah, yaitu Sekolah Dasar kelas I sampai VI. Tahap operasi formal (usia 11–dewasa) pada tahap ini remaja dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan hipotesis, dapat mengambil kesimpulan dari hal-hal yang diamati saat itu, tahap ini anak sudah mulai remaja.

Dari pernyataan di atas maka anak kelas V sekolah dasar masuk ke dalam fase operasional konkret. Lebih jelasnya pada tahap ini anak-anak dapat berpikir secara logis, tetapi masih membutuhkan objek bantu yang nyata (konkret). Melalui objek bantu yang nyata dapat membantu proses berfikir peserta didik. Objek bantu tersebut dapat berupa video cerita, lagu, biografi tokoh yang ditayangkan melalui media bimbingan yaitu media audiovisual untuk menarik perhatian peserta didik. Seperti yang dijelaskan oleh Munadi (2008: 10) bahwa salah satu fungsi media adalah fungsi atensi, yaitu kemampuan media dalam meningkatkan perhatian (attention) anak terhadap isi materi.

Media audio visual digunakan sebagai objek bantu dalam pemberian layanan bimbingan klasikal kepada peserta didik, dan jenis media audio visual yang digunakan adalah video. Penggunaan video dipilih karena Arsyad (2014:

49) menuturkan bahwa “Salah satu kelebihan video adalah mendorong dan meningkatkan motivasi, video menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya”. Oleh karena itu memberikan layanan dengan menggunakan media video adalah cara yang tepat dilakukan oleh seorang pendidik, karena dapat meningkatkan segi afektif peserta didik termasuk didalamnya rasa percaya diri.

(22)

commit to user

Menurut penjelasan diatas Layanan yang disampaikan melalui media audio visual khususnya film dan video akan memberikan pengalaman yang nyata kepada peserta didik. Media video dirasa efektif dalam memberikan suatu pengertian dan pemahaman terhadaptmateri layanan karena anak dapat mengikutsertakan indera penglihatan dan pendengaran secara bersamaan.

Pemberian layanan bimbingan melalui media audio visual melibatkan pemrosesan memori yang lebih dalam dari ada hanya sekedar diberi penjelasan atau tanpa divisualisasikan. Hal ini tentu berpengaruh juga dengan rasa percaya diri anak. Jika anak telah mengerti dan paham akan pesan yang dimaksud guru maka akan timbul rasa percaya diri karena anak telah mengerti maksudnya, sebaliknya jika dia belum paham maka anak pasti kurang percaya diri. Hal ini sesuai dengan perkembangan anak menurut fase operasional konkret bahwa anak telah mampu menangkap pemikiran-pemikiran abstrak yang dituangkan melalui video dan merapkan dalam hidupnya sehari-hari.

Penerimaan diri (self-acceptance) menjadi salah satu faktor utama pembentuk rasa percaya diri peserta didik. Dengan mempunyai penerimaan diri maka peserta didik akan mampu menghargai dirinya sendiri baik segala kelebihan dan kekurangannya, sehingga membuat peserta didik menjadi lebih percaya diri. Rahayu (2013: 71) mengemukakan “kepercayaan diri yang rendah dapat diartikan sebagai keyakinan negatif seseorang terhadap kekurangan yang ada di berbagai aspek kepribadiannya sehingga anak merasa tidak mampu untuk mencapai berbagai tujuan kehidupannya”. Kurang percaya diri tentu akan menimbulkan akibat negatif bagi anak hingga ia dewasa kelak. Selain itu tugas perkembangannya tidak tercapai dan tujuan hidupnya pula.

Layanan bimbingan klasikal dengan menggunakan media video akan mendorong peserta didik untuk lebih memperhatikan guru dengan seksama sehingga peserta didik mendapat kemudahan dalam menyerap inti layanan, karena dengan bantuan media audio visual peserta didik mendapat gambaran yang lebih jelas dan nyata serta menarik untuk disimak. Selain itu diharapkan dapat menginspirasi peserta didik dan menanamkan nilai percaya diri yang terkandung dalam video yang dipergunakan oleh peneliti.

(23)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran bahwa bimbingan penerimaan diri dengan menggunakan media audio visual merupakan salah satu cara yang dapat diterapkan untuk meningkatkan rasa percaya diri peserta didik. Percaya diri adalah perasaan atau sikap yakin individu terhadap dirinya sendiri, sehingga individu berani bertindak dan melakukan sesuatu dengan bertanggung jawab.

Setiap peserta didik pasti mempunyai rasa percaya diri, namun tingkatannya berbeda ada yang kurang percaya diri, dan ada yang percaya diri. Peserta didik yang percaya diri lebih mengerti tentang siapa dirinya, mengenal kelebihan dan kekurangannya serta yakin akan potensi dan kemampuannya kemudian dapat mengembangkan potensi dan kemampuan tersebut sehingga dia menjadi anak yang berprestasi.

Peserta didik yang kurang percaya diri adalah peserta didik yang rentan, karena tidak dapat mengenali potensi yang ada pada dirinya dan mengembang- kannya sehingga prestasi belajarnya ikut menurun, tentu hal ini sangat mengganggunya dalam mencapai kesejahteraan hidup di masa akan datang.

Rendahnya rasa percaya diri peserta didik ditentukan oleh tidak tercapainya beberapa aspek-aspek percaya diri yang terdiri dari Keyakinan pada kemampuan diri, Optimis tentang diri dan kemampuan diri, Objektif dalam memandang permasalahan sesuai dengan kebenarannya, Bertanggung jawab, serta Rasional dan Realistis terhadap berbagai macam keadaan.Oleh karena itulah perlu upaya untuk meningkatkan rasa percaya diri peserta didik. Upaya yang akan dilakukan adalah melalui bimbingan penerimaan diri dengan menggunakan media audio visual.

Melalui bimbingan penerimaan diri dengan menggunakan media audio visual diharapkan dapat merubah cara pandang peserta didik serta dapat menerima dirinya sendiri sehingga ada perubahan rasa percaya diri peserta didik, dari yang kurang percaya diri menjadi percaya diri, dan yang percaya diri menjadi semakin percaya diri.

(24)

commit to user

Selanjutnya kerangka pemikiran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas suatu permasalahan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

“Bimbingan penerimaan diri dengan menggunakan media audio visual efektif untuk meningkatkan rasa percaya diri peserta didik kelas V SD Negeri Tegalmulyo Surakarta”.

Setiap peserta didik mempunyai rasa percaya diri, namun

tingkatannya berbeda ada yang

kurang percaya diri, dan ada yang

percaya diri.

Peserta didik yang kurang percaya diri adalah peserta didik yang tidak yakin pada

kemampuannya, tidak optimis, tidak bisa memandang sesuatu sesuai kenyataan, tidak bertanggung jawab, dan tidak rasional

Bimbingan penerimaan diri

dengan menggunakan media audio visual

Peserta didik memiliki

Kepercayaan diri tinggi memiliki : 1. Keyakinan terhadap diri sendiri 2. Optimisme 3. Berpikir Objektif 4. Bertanggung jawab

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui dan menguji secara empiris pengaruh Current Ratio (CR), Inventory Turnover (ITO), Total Asset Turnover (TATO), Debt to Total Asset (DTA), Return On Asset (ROA)

Adapun tujuan utama dalam pembangunan nasional di bidang statistic lima tahun kedepan adalah meningkatkan ketersediaan data dan informasi statistik yang berkualitas

No Ka NIK NAMA TGL LAHIR VERIVIKASI

bahwa dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta

Turbin yang bergerak karena uap dipergunakan baling baling kapal dan sisa amoniak yang dari turbin menggunakan air dingin dari kedalaman laut yang suhunya C,

1) Pelanggaran keempat dikenakan sanksi atas alasan sebagaimana dikenakan sanksi 6 (enam) bulan. 2) Pelanggaran kedua dikenakan sanksi atas alasan sebagaimana

Menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

Oleh karena itu hubungan kerjasama dapat berjalan hingga saat ini dan menyebabkan kemudahan dalam pengembangan kerjasama.Selama tiga periode, kerjasama sister city