• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap dengan Skala Intensi Proporsional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap dengan Skala Intensi Proporsional"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap dengan Skala Intensi Proporsional

Ummul Karimah

Penelitian dan Evaluasi Pendidkkan, Universitas Negeri Yogyakarta Correspondence author: [email protected]

A b s t r a k A r t i c l e I n f o

Penelitian ini bertujuan untuk menguji instrumen penilaian sikap menggunakan Skala Intensi Proporsional (IP) pada pembelajaran kimia SMA. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan yang diadopsi dari Borg dan Gall. Instrumen divalidasi oleh para ahli menggunakan formula Aiken dan validasi konstruk menggunakan analisis Exploratory Factor Analysis (EFA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 butir tidak valid dan 9 butir valid dan reliabel.

Article History:

Received 29 December 2021 Revised 21 February 2022 Accepted 21 February 2022 Available online 28 February 2022

Keywords:

Penilaian Sikap, Skala Intensi Proporsional, Pembelajaran Kimia

1. Pendahuluan

Tujuan dari sebuah pembelajaran di kelas tidak hanya berpusat pada pengetahuan peserta didik tapi juga harus tetap memperhatikan, pengendalian emosi, perasaan, suasana hati, dan sikap peserta didik (Kahveci, 2015). Sesuai dengan aturan pemerintah Indonesia dalam Permendikbud Tahun 2016 Nomor 23 tentang standar penilaian bahwa penilaian salah satunya dilaksanakan oleh pendidik berupa penilaian hasil belajar yang meliputi penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2016). Penilaian sikap akan lebih baik jika didampingi dengan program penilaian yang sistematis, komprehensif, dan berkesinambungan (Imtihan et al., 2017).

Oleh karena itu penilaian sikap sama pentingnya untuk selalu konsisten dilaksanakan oleh pendidik.

Penilaian dalam pembelajaran kimia tentu juga tidak tidak terlepas dari penilaian sikap. Pembelajaran yang kini sudah dituntut untuk memasukkan pendidikan karakter, keterampilan 4C, dan kegiatan literasi di dalam kelas mendesak para pendidik untuk terus meningkatkan pelaksanaan dan mutu penilaian. Tak hanya itu, kemampuan sikap juga sangat mendukung untuk meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik. Seperti halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Ajda (2015) yang menunjukkan bahwa sikap dan prestasi peserta didik saling berkaitan.

Banyak penelitian yang sudah mengembangkan instrumen penilaian sikap khususnya dalam pembelajaran kimia.

Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Sabrina, dkk (Nufus et al., 2017) yang mengembangkan penilaian berbasis kurikulum 2013 pada mata pelajaran kimia SMA. Instrumen yang dikembangkan tersebut berupa lembar observasi yang diujicobakan pada peserta didik dan guru.

(2)

e-ISSN: 2798-8813

Pengembangan instrument sikap lainnya juga dikembangkan oleh A’izzah, dkk (A’izzah et al., 2014) yang mengukur attitude toward chemistry dengan teknik peer dan self assessment. Pengembangan instrumen penilaian sikap dan psikomotor juga dikembangkan oleh Afidatun dan Sigit (Nadhiroh & Sigit, 2018) khusus pada materi asam basa, titrasi asam basa, hidolisis garam, dan larutan penyangga yang disajikan dalam bentuk rating scale.

Perbedaan dengan penelitian kali ini adalah instrumen penilaian sikap disajikan dalam bentuk Skala Intensi Proporsional (IP).

Skala IP salah satunya disusun oleh Retno Lelyani Dewi (1995 dalam Azwar, 2017). Pertanyaan dalam skala IP memiliki pilihan jawaban yang menggambarkan situasi yang berkaitan dengan pertanyaan yang diandai-andaikan sesuai dengan kondisi dan pribadi penjawab soal (Azwar, 2017). Pilihan jawaban memiliki skor masing- masing dari yang tertinggi hingga terendah yang ditentukan oleh para ahli. Oleh karena itu tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam menjawab pertanyaan menggunakan skala IP. Saat ini belum banyak peneliti dalam bidang pendidikan menggunakan skala IP sebagai instrumen penilaian kelas.

Contoh skala IP yang dikembangkan dan digunakan saat ini adalah untuk Tes Karateristik Pribadi (TKP) dalam tes CPNS di Indonesia.

Selain itu, pengembangan instrumen penilaian sikap ini diharapkan dapat membantu para pendidik yang merasa kesulitan dalam menyusun dan membuat instrumen sendiri. Banyak pendidik yang merasa kesulitan dalam mengatur waktu untuk merencakan pembelajaran, merencanakan penilaian sikap, dan memilih pengetahuan dan keterampilan pada penyusunan instrumen penilaian (Retnawati, 2015). Berdasarkan penelitian pada guru-guru Fisika di Kota Banda Aceh memperlihatkan bahwa hanya

25% pendidik yang mampu menyusun teknik dan instrumen dalam penilaian untuk kurikulum 2013 (Ernawati & Safitri, 2018).

Oleh karena itu, mengembangkan instrumen khususnya dalam penilaian sikap peserta didik sangat perlu ditingkatkan demi kemajuan inovasi bidang pendidikan di Indonesia.

Pengembangan skala IP tidak terlepas dari langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang sudah dikembangkan oleh para ahli. Salah satunya penelitian dan pengembangan oleh Borg and Gall (1983 dalam Aka, 2019). Terdapat 10 langkah yaitu, penelitian dan pengumpulan informasi, perencanaan, pengembangan bentuk awal produk, pengujian lapangan awal, revisi produk utama, pengujian lapangan, revisi produk, pengujian lapangan, revisi produk akhir, serta penyebaran dan implementasi.

Ada pula yang menuliskan langkah-langkah penelitian Borg and Gall (1983 dalam Nadhiroh & Sigit, 2018) dalam delapan langkah yaitu, studi pustaka, survei lapangan, penyusunan instrumen, uji coba terbatas, revisi hasil uji coba, uji coba lebih luas, penyempurnaan produk akhir, serta desiminasi dan implementasi. Dalam penelitian ini akan mengacu pada delapan langkah penelitian dan pengembangan Borg and Gall.

Uji coba instrumen yang sedang dikembangkan bertujuan untuk mengetahui kelayakan dan keajegan dari sebuah alat ukur. Secara konstruk, kelayakan dapat dianalisis menggunakan analisis faktor.

Analisis faktor dapat meneliti hubungan timbal balik dengan menjelajahi pola sederhana diantara respon terhadap butir soal dalam tes individu. Asumsinya adalah butir-butir soal dapat mengukur konstruk yang sama dan akan dimuat dalam sebuah faktor, serta skornya akan dikorelasikan satu dengan yang lain (Arjoon et al., 2013) Dalam penelitian ini digunakan analisis faktor jenis Exploratory Factor Analysis (EFA) yang sudah

(3)

e-ISSN: 2798-8813

umum sebagai teknik analisis data (Osborne, 2015). EFA merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengekplorasi pola hubungan diantara beberapa variabel (Baglin, 2014). Biasanya EFA digunakan untuk membuat hipotesis kemudian dikonfirmasi melalui replikasi atau analisis faktor menggunakan analisis Confirmatory Factor Analysis (CFA).

Berdasarkan pemaparan tersebut tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji instrumen penilaian sikap ilmiah peserta didik SMA dalam pembelajaran kimia dengan bantuan skala IP. Pilihan jawaban pada skala IP memiliki distorsi yang lebih jelas diharapkan mampu mengukur sikap ilmiah berupa sikap tanggung jawab, kerjasama, dan toleransi peserta didik dengan tepat, yaitu valid dan reliabel.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan instrumen penilaian sikap siswa dalam pembelajaran kimia dengan menggunakan metode penelitian dari Borg dan Gall (1983 dalam Nadhiroh & Sigit, 2018) Tetapi dalam penelitian ini langkah penelitian dan pengembangan hanya sampai pada langkah kelima saja, yaitu uji coba terbatas. Skala IP terdiri dari 10 butir soal dengan empat pilihan jawaban yang mana pilihannya terdapat distorsi dengan skor 1-4. Sampel diambil dengan teknik random sampling yang terdiri dari 48 peserta didik.

Validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah validasi ahli dan validasi konstruk.

Validitas ahli dalam penelitian ini terdiri dari 7 orang ahli yang dianalisis menggunakan rasio validitas isi Aiken’s V. Rentang koefesien V yang dapat diukur adalah 0 sampai dengan 1,00 (Azwar, 2019) sehingga koefesien V semakin mendekati 1,00 maka butir menjadi lebih valid.

Validitas konstruk dianalisis menggunakan analisis EFA dengan bantuan program statistik SPPS 21. Analisis tiap variabel dilakukan dalam beberapa indikator yang diawali dengan analisis koefesien KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) dan Bartlett's Test. Nilai KMO dihitung menggunakan korelasi parsial untuk menguji apakah variabel dalam sampel cukup untuk berkorelasi, sehingga peneliti dapat membedakan variabelnya.

Aturan umum dari KMO menyatakan bahwa nilai KMO > 0,5 agar sampel dianggap cukup dan nilai signifikansi dari Bartlett's Test < 0,5.

Analisis selanjutnya, yaitu anti-image matrics dengan melihat nilai korelasi anti- image dengan persyaratan MSA (Measures of Sampling Adequacy) > 0,5. Tujuannya untuk mengetahui apakah butir soal valid atau layak dalam analisis faktor (Gaol et al., 2017). Jika nilai MSA < 0,5 maka butir soal tersebut perlu dibuang dan dilakukan analisis ulang.

Apabila nilai MSA sudah memenuhi syarat analisis untuk mengetahui faktor apa saja yang terbentuk berdasarkan hasil penelitan, selanjutnya analisis nilai komunalitas butir soal dengan tujuan untuk mengetahui apakah butir soal yang disusun sudah menjelaskan sikap ilmiah yang akan diukur dengan syarat nilai komunalitas > 0,5.

Analisis selanjutnya adalah untuk mengetahui berapa faktor yang terbentuk dalam instrumen dengan melihat nilai Eigen yang > 1. Seberapa besar hubungan masing- masing butir soal dengan faktor yang sudah terbentuk sebelumnya dapat dilihat berdasarkan nilai komponen matrik, sehingga dapat menentukan dimanakah butir soal tersebut digolongkan dalam faktor yang sudah terbentuk. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai rotasi komponen matrik yang paling besar. Analisis terakhir dalam uji EFA adalah nilai komponen transformasi matrik yang menunjukkan

(4)

e-ISSN: 2798-8813

bahwa faktor-faktor tersebut layak untuk merangkum butir soal jika nilainya > 0,5.

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan formula Alpha Cronbach yang juga dianalisis dengan bantuan programm statistik SPSS 21. Menurut Streiner (2003) instrumen dapat dikatakan

reliabel apabila koefesien reliabilitas minimal 0,7 untuk penelitian pendahuluan.

Tak hanya itu, menurut Tavakol dan Dennick (Bahri & Supahar, 2019) menyarankan agar butir soal dengan koefesien Cronbach Alpha

< 0,7 lebih baik dieleminasi dan dilakukan analisis ulang.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan hasil analisis oleh para ahli diperoleh hasil estimasi validitas dengan menggunakan formula Aiken’s V adalah 0,94. Koefesien validitas tersebut termasuk dalam kategori tinggi karena nilainya hampir mendekati 1,00 (Azwar, 2019).

Artinya 10 butir pertanyaan dalam skala IP valid atau layak digunakan dalam penelitian untuk mengukur sikap tanggung jawab, kerjasama, dan toleransi peserta didik dalam pembelajaran kimia berdasarkan hasil validasi ahli.

Tidak hanya validasi oleh ahli, pengembangan instrumen dilanjutkan dengan validasi secara konstruk.

Berdasarkan hasil analisis EFA untuk validasi konstruk didapatkan koefesien KMO sebesar 0,736 dan signifikasi Bartlett's Test sebesar 0,000. Melihat koefesien KMO yang > 0,5 dan siginifikasi sudah < 0,5 maka analisis ini sudah memenuhi syarat analisis data.

Artinya jumlah sampel yang digunakan dalam pengujian atau pengambilan data sudah mencukupi dan layak untuk melanjutkan analisis. Selanjutnya melihat pada nilai MSA pada korelasi anti-image 10 butir soal sudah lebih besar dari 0,5 kecuali butir soal nomor 3. Artinya seluruh butir soal sudah valid untuk dilanjutkan kecuali butir

soal nomor 3. Melihat hasil tersebut butir soal nomor 3 tidak memenuhi syarat MSA sehingga butir tersebut harus dibuang dalam pengujian dan dilakukan analisis ulang pada butir sisanya. Berdasarkan hasil analisis ulang dengan 9 sisa butir soal diperoleh hasil uji determinasi korelasi matrik dalam koefesien KMO Bartlett's Test sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Analisis KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.

.752 Bartlett's Test of

Sphericity Approx. Chi-

Square 426.323

df 46

Sig. .000

Pada Tabel. 1 tersebut terlihat bahwa koefesien KMO sebesar 0,752 yang > 0,5.

Nilai Bartlett's Test of Sphericity, yaitu 426,323 dengan signifikasi 0,000 yang <

0,05. Berdasarkan hasil KMO dan Bartlett's Test of Sphericity syarat uji determinasi korelasi matrik sudah terpenuhi atau sampel yang digunakan dalam penelitian sudah memenuhi syarat dan dapat melanjutkan analisis nilai MSA. Nilai MSA dapat diperoleh pada korelasi anti-image sebagai berikut:

Tabel. 2 Hasil Analisis MSA pada Korelasi Anti-Image Anti-image

Correlation Butir

1 Butir

2 Butir

4 Butir

5 Butir

6 Butir

7 Butir

8 Butir

9 Butir

10

Butir 1 .960a -.078 .026 .026 -.057 .015 .018 -.296 -.029

Butir 2 -.078 .648a -.150 .042 -.149 -.123 -.347 .116 .110

Butir 4 .026 -.150 .522a .229 -.038 -.035 .108 -.052 -.793

Butir 5 .026 .042 .229 .890a -.052 -.358 .142 -.041 -.325

Butir 6 -.057 -.149 -.038 -.052 .781a .050 -.334 -.030 -.117

Butir 7 .015 -.123 -.035 -.358 .050 .745a .045 -.875 .096

(5)

e-ISSN: 2798-8813

Butir 8 .018 -.347 .108 .142 -.334 .045 .618a -.095 -.149

Butir 9 -.296 .116 -.052 -.041 -.030 -.875 -.095 .754a .033 Butir 10 -.029 .110 -.793 -.325 -.117 .096 -.149 .033 .507a a. Measures of Sampling Adequacy (MSA)

Berdasarkan hasil pada Tabel. 2 tersebut terlihat pada nilai MSA pada korelasi anti- image pada setiap butir soal memiliki nilai >

0,5. Artinya kesembilan soal tersebut sudah memenuhi syarat analisis dan dapat melanjutkan analisis untuk uji komunalitas.

Berikut adalah hasil dari uji komunalitas butir soal:

Tabel. 3 Hasil Analisis pada Uji Komunalitas Initial Extraction

Butir_1 1.000 .884

Butir_2 1.000 .606

Butir_4 1.000 .882

Butir_5 1.000 .932

Butir_6 1.000 .572

Butir_7 1.000 .977

Butir_8 1.000 .702

Butir_9 1.000 .977

Butir_10 1.000 .899

Berdasarkan hasil pada Tabel. 3 tersebut terlihat bahwa seluruh butir soal sudah memiliki nilai ekstraksi > 0,5. Artinya butir soal yang disusun sudah menjelaskan sikap ilmiah yang akan diukur jika syarat uji komunalitas sudah terpenuhi dan bisa melanjutkan analisis. Analisis selanjutnya, yaitu untuk menentukan berapa faktor yang terbentuk pada intrumen ini dengan hasil analisis sebagai berikut:

Tabel. 4 Hasil Analisis Nilai Eigen

Component Initial Eigenvalues Rotation Sums of Squared Loadings

Total % of Variance Cumulative % Total % of

Variance Cumulative

%

1 3.807 42.300 42.300 3.781 42.012 42.012

2 2.344 26.049 68.349 1.833 20.363 62.375

3 1.281 14.232 82.581 1.819 20.207 82.581

4 .651 7.235 89.816

5 .498 5.533 95.350

6 .205 2.274 97.623

7 .152 1.685 99.308

8 .054 .600 99.908

9 .008 .092 100.000

Berdasarkan Tabel. 4 tersebut terlihat bahwa nilai Eigen yang > 1 terdapat pada komponen 1,2, dan 3 dengan presentase kumulatif lebih dari 50%, yaitu 82,581%.

Artinya komponen analisis yang sudah memenuhi syarat dalam penelitian ini terdiri dari 3 faktor. Analisis selanjutnya, yaitu uji komponen matrik dengan hasil sebagai berikut:

Tabel. 5 Hasil Analisis Komponen Matrik Component

1 2 3

Butir_9 .984 -.089 -.021

Butir_7 .983 -.099 -.019

Butir_5 .958 -.081 -.087

Butir_1 .939 -.048 .007

Butir_10 .074 .769 -.550

Butir_4 .014 .766 -.544

Butir_6 .194 .673 .287

Butir_8 .036 .635 .546

Butir_2 .164 .533 .543

Berdasarkan Tabel. 5 tersebut memperlihatkan seberapa besar butir soal

(6)

e-ISSN: 2798-8813

berpengaruh pada ketiga faktor. Butir soal dengan nilai pengaruh > 0,5 dalam faktor 1,2, dan 3 maka butir soal tergolong dalam faktor tersebut. Artinya butir 1;5;7; dan 9 termasuk dalam faktor 1, butir 2;4;6;8; dan 10 termasuk dalam faktor 2, dan butir 2 dan 8 juga termasuk dalam faktor 3. Analisis terakhir yaitu uji transformasi komponen matrik dalam Tabel. 6 sebagai berikut:

Tabel. 6 Hasil Analisis Transformasi Komponen Matrik

Component 1 2 3

1 .992 .037 .118

2 -.108 .718 .688

3 -.059 -.695 .717

Berdasarkan Tabel. 6 analisis tersebut terlihat bahwa nilai > 0,5 pada uji transformasi komponen matrik sudah memenuhi syarat analisis. Artinya 3 komponen tersebut layak atau dapat merangkum 9 butir soal dengan tiga sikap ilmiah, yaitu sikap tanggung jawab, kerjasama, dan toleransi dalam pembelajaran kimia SMA.

Penilitian yang baru sampai pada langkah uji coba terbatas ini harus dilanjutkan dengan mengembangkan lebih banyak soal dengan berbagai sikap ilmiah lainnya yang relevan dalam pembelajaran kimia.

Pengembangan instrumen yang diujicobakan pada responden yang lebih banyak akan menjawab hipotesis dalam penelitian dengan konfirmasi analisis faktor (Baglin, 2014:1). Sehingga, instrumen lebih siap dan layak digunakan dalam penilaian sikap dalam pembelajaran kimia.

Hasil reliabilitas dengan formula Alpha Cronbach didapatkan koefesien Cronbach Alpha sebesar 0,778. Melihat besar koefesien reliabilitas yang > 0,7 tersebut menurut Streiner (2003) instrumen dapat dikatakan reliabel sebagai penelitian

pendahulian mengingat penelitian ini masih pada uji terbatas.

Pengembangan instrumen penilaian sikap tanggung jawab, kerjasama, dan toleransi dalam pembelajaran kimia ini menggunakan skala IP dengan 10 butir soal.

Berdasarkan hasil analisis validitas dan reliabilitas instrumen menunjukkan bahwa instrumen memiliki 9 butir soal yang valid dan reliabel untuk mengukur sikap tanggung jawab, kerjasama, dan toleransi dalam pembelajaran kimia SMA dan 1 butir soal yang tidak valid dari sikap tanggung jawab berdasarkan uji validitas konstruk.

Oleh karena itu, penelitian ini masih perlu dilanjutkan mengingat langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang masih pada uji coba terbatas. Namun berdasarkan hasil penelitian tersebut, ternyata skala IP mampu mengukur secara baik sikap peserta didik dalam di kelas. Ditambah lagi dengan skala IP yang masih belum banyak digunakan dalam pembelajaran di kelas, rasanya pengembangan instrumen penilaian dengan skala tersebut baik untuk terus dilanjutkan sebagai pengembangan dari inovasi bidang pendidikan.

Tidak hanya karena alasan inovasi pendidikan, peningkatan pemahaman tentang pentingnya pelaksanaan penilaian sikap dalam pembelajaran kimia mendorong para peneliti dan pendidik mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan sikap peserta didik (Komperda et al., 2018). Selain dengan pelaksanaan penilaian, menanamkan sikap positif dalam pembelajaran kimia harus diatasi dan dicontohkan oleh pendidik karena dapat mengarahkan pada peningkatan prestasi akademik dan partisipasi dalam ilmu kimia sendiri (Ibrahim

& Iksan, 2018). Menurut studi yang dilakukan oleh Paivi, dkk (Kousa et al., 2018) menunjukkan bahwa sikap yang lebih positif dalam pembelajaran kimia dapat mengarah

(7)

e-ISSN: 2798-8813

pada pencapaian yang lebih baik disertai dengan metode pengajaran yang lebih disukai oleh sebagian besar peserta didik.

Oleh karena itu pelaksanaan penilaian dan keteladan dari pendidik kontinu dilaksanakan.

4. Simpulan

Berdasarkan hasil uji coba validitas dan reliabilitas dinyatakan bahwa 1 soal tidak valid serta 9 soal valid dan reliabel untuk mengukur sikap ilimiah peserta didik pada sikap tanggung jawab, kerjasama, dan toleransi dalam pembelajaran kimia menggunakan skala IP. Skala tersebut masih belum banyak digunakan di Indonesia sebagai alat ukur pembelajaran di kelas, sehingga peneliti perlu mengembangkan instrumen dengan skala tersebut karena

skala ini memiliki kelebihan pada pilihan jawaban yang bisa disesuaikan dengan kondisi peserta didik.

Harapan kedepannya peneliti dapat mengembangkan lagi instrumen ini dengan sikap ilmiah yang lengkap dan sesuai dengan pembelajaran kimia selain sikap tanggung jawab, kerjasama, dan toleransi.

Implikasi pengembangan instrumen penilaian oleh para peneliti dapat memberikan manfaat di SMA khususnya pendidik untuk melakukan penilaian sikap ilmiah peserta didik dalam pembelajaran di kelas. Sehingga instrumen penilaian sikap ini diharapkan dapat menjadikan kemudahan pada proses penilaian khususnya para pendidik demi kualitas penilaian pendidikan Indonesia yang lebih sistematis, komprehensif, dan berkesinambungan.

5. Daftar Pustaka

A’izzah, A. A., Susilaningsih, E., & Sumarti, S. S. (2014). Pengembangan Instrumen Penilaian (Attitude Toward Chemistry) dengan Teknik Peer dan Self Assessment Siswa SMA N 2 Salatiga. Chemistry in Education, 6(2), 29–34. https://doi.org/10.1016/S0378-3812(97)00311- 7

Aka, K. A. (2019). Integration Borg & Gall (1983) and Lee & Owen (2004) Models as an Alternative Model of Design-Based Research of Interactive Multimedia in Elementary School. Journal of Physics: Conference Series, 1318, 1–8. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1318/1/012022 Arjoon, J. A., Xu, X., & Lewis, J. E. (2013). Understanding the State of the Art for Measurement in

Chemistry Education Research: Examining the Psychometric Evidence. Journal of Chemical Education, 90, 536–545.

Azwar, S. (2017). Penyusunan Skala Psikologi (II). Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2019). Reliabilitas dan Validitas (IV). Pustaka Pelajar.

Baglin, J. (2014). Improving Your Exploratory Factor Analysis for Ordinal Data: A Demonstration Using FAKTOR. Practical Assessment, Research and Evaluation, 19(5), 1–15.

Bahri, M. F., & Supahar. (2019). Content Validity and Reliability Analysis of Integrated Islamic- Science Test Instrument to Measure The Student’s Critical Thinking Ability. Journal of Islamic and Social Studies, 5(1), 42–51.

Ernawati, E., & Safitri, R. (2018). Analisis Kesulitan Guru dalam Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Fisika Berdasarkan Kurikulum 2013 di Kota Banda Aceh. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 5(2), 49–56. https://doi.org/10.24815/jpsi.v5i2.9817

Gaol, P. L., Khumaedi, M., & Masrukan, M. (2017). Pengembangan Instrumen Penilaian Karakter Percaya Diri pada Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama. Journal of

(8)

e-ISSN: 2798-8813

Educational Research and Evaluation, 6(1), 63–70. https://doi.org/10.15294/JRER.V6I1.16209 Ibrahim, N. H. B., & Iksan, Z. B. H. (2018). Level of Chemophobia and Relationship with Attitude

towards Chemistry among Science Students. Journal of Educational Sciences, 2(2), 52–65.

Imtihan, N., Zuchdi, D., & Istiyono, E. (2017). Analisis Problematika Penilaian Afektif Peserta Didik Madrasah Aliyah. Schemata: Jurnal Pascasarjana IAIN Mataram, 6(1), 63–80.

Kahveci, A. (2015). Assessing High School Students’ Attitudes Toward Chemistry with a Shortened Semantic Differential. Chemistry Education Research and Practice, 16(2), 283–292.

https://doi.org/10.1039/C4RP00186A

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan, (2016).

Komperda, R., Hosbein, K. N., & Barbera, J. (2018). Evaluation of The Influence of Wording Changes and Course Type on Motivation Instrument Functioning in Chemistry. Chemistry Education Research and Practice, 19(1), 184–198. https://doi.org/10.1039/C7RP00181A Kousa, P., Kavonius, R., & Aksela, M. (2018). Low-Achieving Students’ Attitudes Towards Learning

Chemistry and Chemistry Teaching Methods. Chemistry Education Research and Practice, 19(2), 431–441.

Nadhiroh, A., & Sigit, D. (2018). Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap dan Keterampilan Psikomotorik pada Materi Asam Basa, Titrasi Asam Basa, Hidrolisis Garam, dan Larutan Penyangga. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 3(7), 887–890.

https://doi.org/10.17977/JPTPP.V3I8.11405

Nufus, S. H., Gani, A., & Suhendrayatna. (2017). Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap Berbasis Kurikulum 2013 pada Pembelajaran Kimia SMA. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 5(1), 44–51.

Osborne, J. W. (2015). What is Rotating in Exploratory Factor Analysis? Practical Assessment, Research and Evaluation, 20(2), 1–7.

Retnawati, H. (2015). Hambatan Guru Matematika Sekolah Menengah Pertama dalam Menerapkan Kurikulum Baru. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 390–403.

Streiner, D. L. (2003). Starting at The Beginning: An Introduction to Coefficient Alpha and Internal Consistency. Journal of Personality Assessment, 80(1), 99–103.

Referensi

Dokumen terkait

The effect of science learning based on an integrated scientific approach to loacl potential on the science process skill of the student.. Biologi edisi kelima

So all the interference of noun phrases made by students was (133)one hundred and thirty three. 2) Analysis: There was a difference in Indonesian and English both in

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja akuntan publik dengan role stress berperan sebagai variabel

Harus dibentuk suatu Komite Eropa untuk Pencegahan Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat (yang selanjutnya disebut sebagai

Penghunian rumah negara tipe Rusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b hanya dapat diberikan kepada pejabat dan/atau anggota yang telah mendapat

Extension System (NES) pada tahun 1982 yang awalnya ditujukan untuk kaum pria, sedangkan kaum wanita dianjurkan mengikuti program home economic branch3. Riset yang

Faktor penentu keberhasilan pelepasliarkan jalak putih yang dilakukan oleh PPSC di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor berasal dari setiap aspek pengelolaan pada

Dari pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa, observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung ke dalam