SKRIPSI
PENELITIAN KUALITATIF
SIKAP NASIONALISME SISWA SDN 3 PADURENAN
Oleh
IMAM AZHARI NIM 201733111
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2021
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING PROPOSAL SKRIPSI
Proposal skripsi dengan judul Sikap Nasionalisme Siswa SDN 3 Padurenan oleh Imam Azhari (NIM.201733111) program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar telah disetujui untuk diseminarkan pada :
Kudus, 17 April 2021 Pembimbing I
Dr. Sri Utaminingsih M.Pd.
NIDN. 0607036901
Pembimbing II
Much Arsyad Fardani, M.Pd.
NIDN. 0614069001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Siti Masfuah, S.Pd., M.Pd.
NIDN. 0615129001
iii
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI
Proposal skripsi oleh Imam Azhari NIM.201733111 ini telah diseminarkan di depan Tim Penguji sebagai syarat untuk melakukan penelitian.
Kudus, 17 April 2021 Tim Penguji
Dr. Sri Utaminingsih, M.Pd. (Ketua)
NIDN. 0607036901
Much Arsyad Fardani, M.Pd. (Anggota)
NIDN. 0614069001
Ika Ari Pratiwi, S.Pd., M.Pd. (Anggota) NIDN. 0607018801
Mengetahui,
Ketua Progdi Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Siti Masfuah, S.Pd., M.Pd.
NIDN. 0615129001
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul Sikap Nasionalisme Siswa SDN 3 Padurenan.
Penyusunan proposal skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs, Sucipto, M.Pd.Kons., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muria Kudus.
2. Siti Masfuah, S.Pd, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muria Kudus.
3. Dr. Sri Utaminingsih M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Much Arsyad Fardani, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yangtelah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama perkuliahan.
6. Munziati, selaku Kepala SDN 3 Padurenan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
7. Muryati,S.Pd., selaku Guru Kelas V SDN 3 Padurenan yang telah memberikan informasi kepada peneliti.
8. Orang Tua/Wali Siswa SDN 3 Padurenan yang telah memberikan informasi kepada peneliti.
9. Siswa SDN 3 Padurenan yang bersedia menjadi subjek penelitian.
10. Semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung, sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan proposal skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati peneliti mengharap kritik
v
dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan proposal skripsi ini. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca pada umumnya.
Kudus, 17 April 2021
Peneliti
vi ABSTRAK
Azhari, Imam. 2021. Sikap Nasionalisme Siswa SDN 3 Padurenan. Proposal Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Muria Kudus. Pembimbing (I) Dr. Sri Utaminingsih M.Pd., Pembimbing (II) Much Arsyad Fardani, M.Pd.
Kata Kunci: Sikap, Nasionalisme, dan Siswa.
Sikap Nasionalisme adalah suatu ideolagi yang meletakkan suatu tindakan dalam menunjukkan kesetiaan, kecintaan, dan menghargai kepentingan bersama guna menjaga kehidupan dalam perihal semangat nasional, bernegara atau berbangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan strategi sekolah dalam menumbuhkan sikap nasionalisme siswa SDN 3 Padurenan dengan 6 indikator yaitu bangga sebagai bangsa Indonesia, cinta tanah air, rela berkorban demi bangsa, menghargai kebudayaan, menghargai jasa pahlawan, dan mengutamakan kepentingan umum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara dan observasi, lembar wawancara dan observasi. Teknik analisis data yang digunakana adalah Reduksi Data, Penyajian data dan Kesimpulan. Subjek dari penelitian ini adalah guru kelas lima dan siswa kelas lima yang berjumlah 12 siswa SDN 3 Padurenan.
vii ABSTRACT
Azhari, Imam. 2020. Nationalism Attitude of SDN 3 Padurenan Students. Thesis proposal. Primary teacher Education. Muria Kudus University. Advisor (I) Dr. Sri Utaminingsih M.Pd., Advisor (II) Much Arsyad Fardani, M.Pd.
Keywords: Attitudes, Nationalism, and Students.
The attitude of Nationalism is an ideology that puts an action in showing loyalty, love and respect for common interests in order to maintain life in the matter of national, state or national spirit. This study aims to determine and school strategies in fostering nationalism in SDN 3 Padurenan students with 6 indicators, namely pride as the Indonesian nation, love for the country, willing to sacrifice for the nation, respect for culture, respect for hero services, and prioritize public interests. This research uses qualitative research methods using a descriptive approach. The data collection techniques used were interviews, observation, and documentation. The instruments used were interview and observation guidelines, interview sheets and observations. The data analysis techniques used were data reduction, data presentation and conclusion. The subjects of this study were grade five teachers and fifth grade students, totaling 12 students of SDN 3 Padurenan.
viii DAFTAR ISI
PROPOSAL SKRIPSI ... i
Persetujuan Bimbingan ... ii
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Rumusan Masalah ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN TEORI ... 6
2.1 Kajian Teori ... 6
2.1.1 Hakikat Sikap ... 6
2.1.1.1. Pengertian Sikap ... 6
2.1.1.2. Struktur Sikap ... 7
2.1.1.3. Pembentukan Sikap ... 7
2.1.2. Nasionalisme ... 9
2.1.2.1. Definisi Nasionalisme ... 9
2.1.2.2. Fungsi Nasionalisme ... 10
2.1.2.3. Indikator Nasionalisme ... 11
2.1.3. Pendidikan Karakter ... 13
2.1.4. Penanaman Sikap Nasionalisme ... 14
2.1.5. Siswa Kelas lima SD ... 17
2.1.6. Peran Guru ... 19
2.2. Penelitian Relevan ... 20
2.3. Kerangka Teori... 21
2.4. Kerangka Berfikir... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 25
3.1. Setting Penelitian ... 25
3.1.1. Subjek Penelitian ... 25
3.1.2. Tempat Penelitian ... 25
3.1.3. Waktu Penelitian ... 26
3.2 Rancangan Penelitian ... 26
3.3 Data dan Sumber Data ... 27
ix
3.3.1 Data ... 27
3.3.2 Sumber Data ... 27
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 28
3.4.1 Wawancara ... 28
3.4.2 Observasi ... 29
3.4.3 Dokumentasi ... 30
3.5 Keabsahan Data ... 30
3.6 Analisis Data ... 31
3.6.1 Reduksi Data ... 31
3.6.1 Penyajian Data ... 31
3.6.1 Kesimpulan ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
Lampiran ... 35
x DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Deskripsi Tujuan Nasionalisme ... 12
Tabel 3.1. Waktu Penelitian Sikap Nasionalisme ... 36
Tabel Lampiran 2. Pedoman Wawancara Guru ... 37
Tabel Lampiran 3. Lembar Wawancara Guru... 38
Tabel Lampiran 4. Pedoman Wawancara Siswa ... 40
Tabel Lampiran 5. Lembar Wawancara Siswa ... 41
Tabel Lampiran 6. Lembar Pedoman Observasi ... 43
Tabel Lampiran 7. Lembar Observasi ... 44
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3 Kerangka Teori ... 20 Gambar 2.4 Kerangka Berpikir ... 22
1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki peran penting dalam mencerdasakan kehidupan bangsa dan menanamkan pendidikan karakter bagi generasi penerus bangsa (Kurniawan, 2018). Pendidikan karakter bagi bangsa ini sangat penting untuk dilakukan di sekolah. Pada saat, Karakter dari bangsa pada jenjang sekolah itu sudah tidak baik maka di dunia kerja dan lingkungan sekitar juga tidak baik, begitupun sebaliknya.
Rusiyono dan Apriani (2020) menjelaskan pendidikan merupakan kebutuhan mendasar yang dibutuhkan oleh manusia. Hal itu didasari oleh sifat dasar manusia, dimana mereka selalu ingin mengetahui berbagi hal dalam kehidupan. Rasa keingintahuan itulah yang akan menstimulus manusia untuk terus belajar hingga dapat membentuk karakter diri dari seseorang. Perwujudan sekolah dalam menanamkan pendidikan karakter bagi siswanya didukung oleh kurikulum 2013. Kurikulum ini selalu mengutamakan pendidikan karakter bagi siswanya mulai dari jenjang sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi.
Kurikulum 2013 ini mempunyai delapan belas nilai karakter, yang dituangkan dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada satuan pendidikan formal. Pada pasal 2 dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018, yang dinyatakan dalam PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai, prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab. Delapan belas nilai-nilai ini merupakan peruwjudan dari lima nilai utama, yaitu religius, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas yang terintegrasi dalam kurikulum (Permendikbud, 2018).
2
Karakter nasionalisme yang dimaksud dalam penelitian ini, seperti telah disinggung sebelumnya, merupakan perwujudan dari lima nilai karakter dalam Penguatan Pendidikan Karakter. Berdasarkan hasil observasi dan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Oktober-November tahun 2020 di SDN 3 Padurenan, peneliti mendapatkan hasil bahwa SDN 3 Padurenan ini mengedepankan IPTEK dan IMTAQ yang artinya berharap siswanya lebih diutamakan dalam memahami ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, tidak melupakan kewajiban dalam beriman dan bertaqwa didukung dengan karakteristik masyarakat sekitar yang meyoritas agama islam yang sangat kental dengan demikian SDN 3 Padurenan ini bisa dikatakan Sekolah Dasar yang berbasis islami. Dengan banyaknya tokoh islam disekitar SD tersebut serta memiliki kerakter religius, nasionalisme, tanggungjawab, dan displin di desa padurenan.
Dengan ini siswa SDN 3 Padurenan dapat mengimplementasikan sikap nasionalisme pada kehidupan sehari-hari.
SDN 3 Padurenan juga selalu menumbuhkan sikap cinta tanah air dengan cara menyanyikan lagu indonesia raya setiap hari dan lagu-lagu kebangsaan mulai dari selasa sampai hari sabtu sebelum masuk kelas. Menghargai jasa pahlawanpun juga di terapkan disana dengan selalu mengadakan upacara bendera setiap hari senin dan setiap ada Hari-hari Besar Nasional sebagai contoh Upacara Hari Ulang Tahun Kemerdekan Indonesia. Penerapan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) juga selalu di laksanakan dengan selalu bersama-sama melakukan tepuk PPK saat setelah Upacara bendera selesai.
Khusus hari jum’at siswa SDN 3 Padurenan berkumpul didepan Ruang guru untuk bersama-sama membaca Surah Yasin dan tahlil dengan tujuan doakan untuk diri sendiri dan jasa-jasa para pejuang kemerdekaan dan setelah itu dilanjut membaca Asmaul Husna. Hal itu dilakukan untuk menanamkan sikap nasionalisme dan religius kepada siswa SDN 3 Padurenan.
Pendidikan karakter di jenjang sekolah dasar sangat penting untuk ditanamkan, karakteristik siswa SD yang berusia sekitar 7-13 tahun ini sangat mudah untuk mengingat setiap tindak laku maupun pengajaran yang dilakukan di
3
lingkungan sekolah. Pembentukan nilai karakter ini akan membentuk siswa SD bisa berkembang dan selalu mengamalkan pendidikan-pendidikan karakter yang diperoleh dari lingkungan sekolah khususnya dari gurunya. Salah satu karakter yang memang membutuhkan perhatian khusus di era globalisasi ini yaitu sikap nasionalisme dari siswa. Sikap nasionalisme ini memang harus selalu diperhatikan dan ditanamkan pada siswa jenjang sekolah dasar, karena dengan menanamkan sikap ini siswa dapat menghargai jasa jasa dari para pahlawan kemerdekaan yang telah melawan para penjajah dan juga menjaga keutuhan NKRI di masa yang serba teknologi ini (Widiatmaka, 2016).
Dimasa serba teknologi ini mungkin penanaman sikap nasionalime bisa lebih mudah, tetapi implementasinya mungkin akan berkurang. Kreatifitas dari guru sangat penting untuk dilakukan. Karena jika siswa hanya diberikan sebuah teori dalam memahami arti sikap nasionalisme siswa tidak bisa langsung praktik.
Tetapi, jika siswa diajarkan langsung di lapangan pasti akan membuat siswa bisa memahami arti sikap nasionalisme yang sesungguhnya. Pada sisi lain, dimasa teknologi ini sangat terasa pengaruh negatifnya terhadap sikap nasionalisme siswa SD. Bagaimana tidak, siswa sekarang lebih suka dengan kebiasaan, budaya, kesenian, maupun cara berbicara dari bangsa lain, dengan begitu siswa sedikit demi sedikit kehilangan sikap nasionalismenya (Kurniawan, 2018).
Ketika era globalisasi ini berlangsung guru tidak boleh kalah dalam menanamkan sikap nasionalisme kepada siswanya. Ketika siswa sudah dibekali dengan karakter dari sikap nasionalisme yang kuat, maka dalam mengimbangi arus globalisasi yang semakin pesat ini akan jauh lebih mudah. Siswa mampu menyaring informasi yang memang dibutuhkan untuk mengasah kemampuan dirinya dan bisa lebih suka dengan budaya dari bangsa indonesia itu sendiri (Suwandi dan Sari, 2017).
Penanaman sikap nasionalisme bisa dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah dengan menertibkan siswa pada saat upacara berlangsung.
Bahtiar (2016) mengemukakan pendapatnya bahwa upacara memiliki dua tujuan yaitu siswa dapat meningkatkan nasionalisme yang memuat nilai-nilai berbangsa,
4
bernegara, serta memiliki nilai sejarah untuk menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Selain itu, siswa dapat menumbuhkan rasa solidaritas dan persahabatan diantara peserta upcara lainnya yang dalam hal ini adalah teman sebaya.
Sikap nasionalisme juga bisa dilakukan pada muatan pembelajaran yaitu pada mata pelajaran kwarganegaraan. Widiatmaka (2016) juga berpendapat bahwa, nasionalisme pada pendidikan formal terintegrasi dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat dilakukan dengan mengupas secara mendalam dan menanamkan karakter tersebut. Namun bukan hanya pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan juga bisa di kupas dengan mendapat pada mata pelajaran yang lainnya.
Rencana penelitian yang akan peneliti lakukan adalah menggunakan penelitian kualitatif ini dilakukan dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan data dokumentasi. Peneliti akan menemui siswa di sekolah ketika pembelajaran di kelas, serta mendatangi kerumah masing- masing siswa guna melihat langsung mengenai sikap nasionalisme yang siswa miliki. Peneliti akan menggali semua informasi yang ada di lapangan agar bisa mendapatkan data lebih banyak mengenai sikap nasionalisme siswa.
Pipit Widiatmaka pada bulan juli tahun 2016 melakukan penelitian dengan judul Pembangunan Karakter Nasionalisme Peserta Didik di Sekolah Berbasis Agama Islam yang di publikasi dalam jurnal JPK: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Volume 1, nomor 01, yang menghasilkan implementasi pembangunan karakter nasionalisme peserta didik di sekolah yang cenderung berbasis agama islam ada beberapa cara yaitu dengan menekankan pada mata pelajaran PKN, Bahasa daerah, melalui ekstrakulikuler. Sekolah berbasis islam mengajarkan sikap nasionalisme dengan memberikan sebuah perilaku yang di miliki oleh tokoh islam Nabi Muhammad SAW serta tokoh nasional. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian lebih mendalam di SDN 3 Padurenan dengan judul “Sikap Nasionalisme Siswa SDN 3 Padurenan”.
5 1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat diidentifikasi fokus permasalahan yang muncul berkaitan sikap nasionalis siswa yaitu:
1.2.1. Peran guru dalam penanaman sikap nasionalisme siswa SD 3 Padurenan.
1.2.2. Pentingnya pendidikan karakter nasionalisme siswa di SD 3 Padurenan.
1.2.3. Pelaksanaan penanaman sikap nasionalise siswa SD 3 Padurenan.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1. Bagaimana sikap nasionalisme siswa di SD 3 Padurenan selama Pembelajaran jarak jauh?
1.3.2. Bagaimana strategi sekolah dalam menumbuhkan sikap nasionalisme siswa di SD 3 Padurenan?
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap nasionalisme siswa selama Pembelajaran jarak jauh dan strategi sekolah dalam menumbuhkan sikap nasionalisme pada siswa SD 3 Padurenan.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pendidik umumnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk wawasan pengetahuan dalam penguatan pendidikan karakter bagi siswa SD khususnya sikap nasionalisme pada siswa di sekolah.
1.5.2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah
6
Penelitian ini bermanfaat bagi sekolah, karena dapat mengembangkan progam-progam sekolah dalam merencanakan penanaman pendidikan karakter khususnya sikap nasionalisme.
b. Bagi Guru
Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi bahan referensi guru dalam menumbuhkan sikap nasionalis siswa dan juga mengembangkan ketrampilan siswa dalam bersikap nasionalis
c. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan referensi peneliti yang lain dalam mengembangkan sikap nasionalis siswa SD.
7 BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Dalam kajian teori ini peneliti akan menguraikan mengenai, (1) Sikap, (2) Nasionalisme, (3) Siswa SD.
2.1.1. Hakikat Sikap 2.1.1.1. Pengertian Sikap
Sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. sikap seseorang terhadap suatau objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau memihak pada objek tersebut (Azwar, 1995). Pendapat ini sesuai apa yang dikatakan oleh Maio dan Haddock dalam (Mercer: 2012), bahwa sikap sebagai evaluasi menyeluruh terhadap suatu objek berdasarkan informasi kognitif, afektif, dan behavioral. Objek-objek sikap ini bersifat konkret (misalnya, sepasang sepatu) atau abstrak (misalnya, komunisme) dan dapat mencakup orang-orang (misalnya, ibu anda, orang-orang Jerman) termasuk diri sendiri (misalnya, harga diri).
Azwar (1995) berpendapat sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Sikap suatu pola pikir, tendensi atau kesiapan antisipasi, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Secara sederhana sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Secord & Backman mengemukakan bahwa sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan, pemikiran, dan predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya (Azwar, 1995). Dari pernyataan definisi sikap oleh beberpa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa, sikap merupakan bentuk suatu perasaan, pemikiran dan penilaian atau evaluasi yang bersifat subjektif terhadap suatu objek berdasarkan informasi kognitif, afektif, dan behavioral seorang manusia.
8 2.1.1.2. Struktur Sikap
Struktur sikap itu dari pendapat Azwar (1995) ada 3 komponen yaitu komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen kognitif itu komponen yang mengarah pada pengetahuan atau pandangan pada sesuatu. Azwar (1995) menjelaskan komponen ini sering sekali disamakan sebuah opini atau pandangan, terutama menyangkut masalah atau probel kontroversial Komponen kognitif ini sendiri adalah komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Komponen afektif sendiri biasanya bersangkutan dengan perasaan seseorang terhadap pengaruh dari seseorang.
Azwar (1995) mengemukakan bahwa komponen afektif adalah komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.
komponen yang biasa disamakan dengan sebuah aspek emosional ini yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Sedangkan untuk Komponen perilaku lebih kepada suatu kepercayaan dan perasaan yang terlalu banyak sehingga akan mempengaruhi suatu tindakan.
Azwar (1995) sendiri mendefinisika komponen perilaku atau konatif ini adalah perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
2.1.1.3. Pembentukan Sikap
Manusia mempunyai sikap dari lahir, tetapi sikap ada juga bisa dibentuk yang awalnya tidak mempunyai sikap akhirnya mempunyai sikap. Dalam hal ini pembentukan sikap yang dikemukan oleh Azwar (1995) adalah ketika adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu maka akan terbentuklah sebuah sikap.
interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dalam hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Azwar (1995) mengemukakan faktor pembentukan sikap manusia ada 5 diantaranya penglaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, faktor emosional, dan lembaga pendidikan serta agama.
9
Pengalaman pribadi dapat memperngaruhi pembetukan sikap pada manusia. Apa yang telah dan sedang manusia alami akan ikut membentuk dan memperngaruhi penghayatan manusia terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakah penghayatan itu muncul maka akan membentuk sikap positif ataukah sikap negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain. Azwar (1995) menjelaskan untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih dapat terbentuk apabila pengalaman priadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.
Sikap pada manusia bisa terbentuk atas dasar pengaruh orang lain yang dianggap penting. Orang lain di sekitar kita itu seperti orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, kekasih, temen deket, guru, isteri, suami, dan lain-lain. Orang lain di sekitar kita ini merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Orang yang kita anggap penting itu sangat diharapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu (Azwar. 1995).
Kebudayaan yang ada di lingkungan kita mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mengutamakan kepentingn kelompok. Begitupun sebaliknya. Azwar (1995) menerangkan tanpa manusia sadari kebudayaan telah menenamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya.
10
Pembentukan sikap bukan hanya ditentukan oleh pengalaman pribadi seseorang ataupun lingkungan, faktor emosional juga dapat mempengarui pembentukan sikap pada manusia. Ketika kita sedang berada pada skeadaan yang tertekan pasti kita akan meluapkan itu dengan perilaku gelisah, takut, dan pesimis.
Jika hal itu terjadi berulang maka kita menjadi orang yang penakut dan lainnya.
Azwar (1995) menjelakan bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merubah sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan tahan lama.
Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri setiap manusia. Pemahaman yang baik dan buruk, garik pemisah antara sesutau yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serja ajaran-ajarannya (Azwar. 1995).
2.1.2. Nasionalisme
2.1.2.1. Definisi Nasionalisme
Nasionalisme itu sebuah ideologi bangsa yang diwujudkan dengan penguatan, pengukuhan, pengakuan, dan pergerakan-pergerakan bahasa dari suatu bangsa negara. Smith (2003) mendefinisikan nasionalisme ini merupakan suatu ideologi yang meletakkan bangsa pada pusat masalah dan berupaya mempertinggi keberadaannya. Definisi nasionalisme yang dimaksud yaitu mempertinggi derajat bangsa, dengan menggunakan tiga sasaran diantaranya otonomi nasional, kesatuan nasional, dan identitas nasional. L. Stodard dalam (Widiatmaka. 2016) menjelaskan bahwa nasionalisme itu suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, dianut oleh seluruh manusia setiap individu sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme juga suatu kesatuan dari kelompok masyarakat yang ingin hidup bersama karena memiliki kesamaan yang sama dan memiliki perasaan cinta tanah air dan negara tempat tinngg alnya.
11
Nasionalisme yang dilandasi oleh Pancasila akan membentuk dan menuntun masyarakat untuk memiliki sikap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Pernyataan tersebut sejalan dengan Surono (2017) bahwa nasionalisme memegang peranan penting bagi bangsa dan negara, karena nasionalisme merupakan perwujudan rasa cinta masyarakat terhadap tanah air. Selanjutnya, nasionalisme juga menuntun masyarakat untuk memiliki sikap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan tenggang rasa.
Soekarno dalam (Widiatmaka, 2016) pernah menyebutkan bahwa nasionalisme merupakan rasa ingin bersatu, persatuan perangai dan nasib serta persatuan antara orang dan tempat. sedangkan Widiatmaka (2016) sendiri berpendapat bahwa nasionalisme Nasionalisme merupakan salah satu karakter yang sangat penting dan wajib dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia. Karakter nasionalisme bangsa Indonesia berbeda dengan karakter nasionalisme bangsa barat, karena Indonesia mengedepankan musyawarah dan gotong royong serta menolak individualisme yang berkembang di barat.
Mulyana mendefinisikan nasionalisme sebagai kesadaran bernegara atau semangat nasional. Nasionalisme menuntut adanya perwujudan nilai-nilai dasar yang berorientasi kepada kepentingan bersama dan menghindarkan segala legalisasi kepentingan pribadi yang akan berdampak pada rusaknya tatanan kehidupan bersama dalam hal ini negara atau bangsa (Kusumawardani. 2004).
Dari berbagai pendapat ahli yang sudah dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah Suatu ideologi dalam menunjukkan kesetiaan, cinta tanah air, semangat nasional, dan menghargai kepentingan bersama guna mewujudkan nilai kemanusiaan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.1.2.2. Fungsi Nasionalisme
Nasionalisme berfungsi untuk memberikan identitas sosial pada diri seseorang, yaitu apakah ia termasuk bagian suatu kelompok. Keanggotaan tersebut akan melahirkan suatu konskuensi yang harus ditanggung oleh para anggota kelompok tersebut (Kusumawardani. 2004). Nur Wahyu Rochmadi
12
(2007) dalam bukunya Kwarganegaraan tujuan atau fungsi nasionalisme menjamin kemauan dan kekuatan mempertahakan masyarakat nasional melawan musuh dari luar negara sehingga melahirkan semangat rela berkorban. Selain itu juga dapat menghilangkan ekstremisme (tuntutan yang berlebihan) dari warga negara.
Rochmadi (2007) juga membedakan tujuan nasionalisme menjadi tiga aspek sebagai berikut:
Tabel. 2.1. Deskripsi Tujuan Nasionalisme
No. Aspek Tujuan Nasionalisme
1. Ekonomi
Menghapus penghisapan dari praktik imperialisme atas bangsanya dan membangun suatu sistem perekonomian nasional menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial.
2. Politik Menumbangkan dominasi politik bangsa penjajah dan membangun negara merdeka.
3. Kebudayaan
Menghapus pengaruh kebudayaan asing yang merusak, dan kemudian membangkitkan kebudayaan nasional berdasar pada sintesis budaya asli dengan budaya asing yang konstruktif dan tidak bertentangan dengan budaya nasional.
2.1.2.3. Indikator Nasionalisme
Sikap dari nasionalisme dapat dilihat dari indikator-indikator. Indikator sikap nasionalisme yaitu antara lain rela berkorban, mengutamakan persatuan dan kesatuan, cinta tanah air, dan berjiwa pemberani dan tidak kenal menyerah. Hal tersebut didukung pula oleh teori Hertz yang menyatakan bahwa ciri umum nasionalisme yaitu proses menjadi satunya bangsa itu (Surono. 2007).
Sementara itu, indikator dari sikap nasionalisme pada peserta didik berdasarkan Suwandi dan Sari (2017) adalah pertama, bangga sebagai bangsa Indonesia. Indikator bangga sebagai bangsa Indonesia ini meliputi kebanggaan atas potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia, mencintai produk dalam negeri, dan pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Contohnya adalah menggunakan pakaian batik daerah saat perayaan, berbicara menggunakan bahasa indonesia, mendengarkan musik dalam negeri, bermain dan melestarikan
13
permainan tradisional misalnya grobak sodor, layang-layang, dan engklek. Kedua, Indikator cinta tanah air yaitu menjaga dan merawat lingkungan, menjaga dengan baik simbol negara, dan semngat menyanyikan lagu-lagu nasional maupun perjuangan. Contohnya adalah mengikuti kerja bakti, membersihkan lingkungan setiap pagi, mengibarkan bendera merah putih di depan rumah setiap bulan agustus, tidak merusak fasilitas umum, dan tidak membuang sampah sembarangan. Indikator ketiga yaitu rela berkorban demi bangsa mencakup kesetiakawanan sosial, membangun pribadi yang suka belajar, kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Contohnya bertanggungjawab pada tugas sekolah, mementingkan belajar terlebih dahulu ketika ingin bermain bersama teman, berkata jujur kepada orang tua dan orang lain, belajar dengan sungguh-sungguh, dan menggunakan hak pilih dengan benar.
Indikator Keempat, menghargai kebudayaan diantaranya melestarikan budaya daerah, mempelajari kebudayaan daerah dan berpartisipasi dalam kegiatan seni dan budaya lokal. Contohnya adalah belajar rebana, menghadiri pertunjukan wayang, tetap berteman waluapun berbeda agama, dan belajar seni tari daerah.
Kelima, Indikator menghargai jasa pahlawan seperti mengamalkan nilai-nilai kepahlawanan, meneladani semangat kepahlawanan, dan mempelajari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Contohnya mengikuti peringatan hari-hari besar mengenai jasa pahlawan, meniru sikap yang ada pada pahlawan, dan semangat dalam melakukan pekerjaan dan saat belajar. Keenam, Indikator mengutamakan kepentingan Umum contohnya berbicara dengan sopan kepada orang yang lebih tua, berperilaku santun ketika bersama orang lain, mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi dan golongan, menjaga pos ronda, ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan, dan menghormati orang yang lebih tua.
Indikator nasionalisme juga di kemukan oleh Hasan dkk. dalam (Widiatmaka, 2016) diantaranya merasa bangga terhadap keragaman bahasa di Indonesia, memberikan penjelasan terhadap sikap dan tindakan yang akan dilakukan terhadap perekonomian negara Indonesia. menghadiri upacara peringatan hari pahlawan dan proklamasi kemerdekaan, menggunakan bahasa Indonesia yang baik ketika berbicara dengan teman sekelas yang berbeda suku,
14
menghafalkan dan suka menyanyikan lagu Indonesia raya, lagu-lagu wajib dan lagu-lagu perjuangan, berargumentasi dan bersikap apabila terjadi pertentangan antara bangsa Indonesia dengan bangsa lain, berpartisipasi dalam peringatan hari pahlawan dan proklamasi kemerdekaan, serta mencintai keragaman upacara di Indonesia.
Berdasarkan berbagai indikator sikap nasionalime yang telah dikemukakan, peneliti menggunakan keenam indikor dari Suwandi dan Sari pada tahun 2017. Indikatornya meliputi bangga sebagai bangsa Indonesia, cinta tanah air, rela berkorban demi bangsa, menghargai kebudayaan, menghargai jasa pahlawan, dan mengutamakan kepentingan umum. Indikator ini dipilih karena dari keenam indikator ini dinilai dapat menyangkut perasaan, sikap, dan tindakan terhadap penguatan dari ideologi bangsanya sehingga dapat terciptanya sikap nasionalisme pada siswa.
2.1.3. Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter dalam hal ini menandai dan memfokuskan pengaplikasian nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Suyitno (2012) mengemukkan pendidikan karakter adalah sebagai upaya untuk menyadarkan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Pendidikan karakter fokus dalam sebuah tindak laku dari manusia tersebut. Orang yang tidak mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan misalnya tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang yang berkaakter jelek, tetapi orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan karakter mulia.
Karakter berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi orang berkarakter yaitu orang yang mempunyai moral positif. kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong, serta membedakan antara individu yang satu dengan yang lain. Beberapa pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa Pendidikan karakter yaitu perilaku yang dibentuk secara sadar yang menjadi sebuah kebiasaan yang melekat pada diri manusia (Muslich.
2011).
15
Pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan oleh para anggota sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat untuk membantu anak-anak agar memiliki sifat, peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab (Purwanti. 2017). Abidin (2012) menyatakan bahwa pendidikan karakter diartikan sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai- nilai karakter pada diri peserta didik sehingga memiliki nilai karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai tersebut dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat, warga negara yang religius, nasionalis, produkstif dan kreatif.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter yaitu usaha untuk membentuk kepribadian khusus anak dilihat dari sikap, berfikir dan cara bertindak positif yang dilakukan secara konsisten supaya menjadi kebiasaan yang melekat pada dirinya.
2.1.4. Penanaman Sikap Nasionalisme
Sikap nasionalisme itu bagian terpenting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia, melalui Kemendikbud pemerintah mencanangkan pendidikan karakter lewat Kurikulum 2013. Sekolah beserta guru mempunyai peranan penting dalam penanaman nilai–nilai karakter kepada siswa. Apabila terjadi kegagalan atau bahkan kesalahan dalam penanaman nilai karakter maka akan berdampak buruk pada sikap dan perilaku siswa, namun apabila penanaman nilai karakter baik dan berhasil maka berdampak baik pada karakternya salah satu diantaranya yaitu sikap nasionalisme. Penanaman sikap nasionalisme ini bisa dilakukan pada saat pembelajaran di kelas yaitu dengan menekankan pada materi sejarah bangsa indonesia dalam merebut kemerdekaan hal ini dapat menumbuhkan sikap nasionalisme, hal ini juga dikemukakan oleh Amelia (2014) yaitu materi sejarah mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia.
Selain itu, sikap nasionalisme juga dapat ditanamkan ketika guru menjelaskan materi pembelajaran harus senantiasa menjunjung tinggi bahasa
16
indonesia yang baik dan benar, guru juga dapat memberikan contoh dalam penggunaan pakaian, tas, dan sepatu dengan baik serta tentunya produk dalam negeri, dan yang paling penting adalah menjelaskan materi dengan jadwal tepat waktu maupun peraturan dengan disiplin (Ratnasari. 2017). Pada penumbuhan sikap nasionalisme guru harus melakukan pendekatan dengan siswa agar siswa slalu memiliki moral dan nilai-nilai dari sikap nasionalisme serta menghargai jasa pahlawa dengan cara mencontoh dari sikap para pahlawan. Hal ini sejalan dengan pendapat Amelia (2014) bahwa Guru ketika dalam pembelajaran selalu melakukan pendekatan kepada siswa agar selalu menanamkan nilai-nilai nasionalisme yang terkandung dalam pelajaran di setiap mengajar, seperti menceritakan kisah-kisah perjuangan para pahlawan agar siswa selalu mencontoh sifat-sifat siswa selalu mencon-tohkan sifat-sifat para pahlawan.
Pada pembelajaran di luar pembelajaran juga dapat menumbuhkan sikap nasionalisme seperti kegiatan ekstrakulikuler, progam-progam sekolah, lomba- lomba kesenian, pertunjukan dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan Kurniawan (2018) bahwasannya proses menanamkan nilai-nilai karakter nasionalisme pada siswa, yang terlihat jelas itu pada program sekolahnya, seperti progam membaca beberapa buku-buku pahlawan pada saat jam istirahat, memperingati hari-hari besar dengan pertunjukan seni, menyanyikan lagu wajib, bedoa sebelum memasuki kelas. Selain itu, pada upacra bendera juga dapan menumbuhkan sikap nasionalisme siswa karena siswa dilatih untuk khidmat dalam mengikuti upacara bendera, menghargai jasa pahlawan, menyanyikan lagu nasional dengan baik ketika ada instruksi. Hal ini sesuai dengan apa yang di kemukan oleh Bahtiar (2016) bahwa upacara memiliki dua tujuan yaitu tujuan subjektif karena upacara memuat nilai-nilai dalam berbangsa, bernegara, nasionalisme serta memiliki nilai historis untuk menghargai jasa-jasa pahlawan, dan tujuan objektif yang tercermin pada upacara yang selalu melibatkan banyak peserta, sehingga upacara dapat meningkatkan solidaritas di antara peserta.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai penanaman sikap nasionalisme siswa, peneliti menggunakan pendapat Ratnasari tahun 2017 yaitu sikap nasionalisme dapat ditanamkan ketika guru menjelaskan materi
17
pembelajaran harus senantiasa menjunjung tinggi bahasa indonesia yang baik dan benar. Guru memberikan contoh dalam penggunaan pakaian, tas, sepatu dengan baik serta tentunya produk dalam negeri. Dalam menjelaskan materi dengan jadwal tepat waktu maupun peraturan dengan disiplin.
2.1.5. Siswa Kelas Lima SD
Siswa sekolah dasar yaitu siswa yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat yang mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Siswa usia sekolah ini merupakan masa dimana terjadi perubahan yang berbeda-beda pada pertumbuhan dan perkembangan siswa yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik dan kepribadian siswa. Selain itu usia sekolah dasar merupakan masa dimana siswa memperoleh dasar-dasar pengetahuan dalam menentukan keberhasilan untuk menyesuaikan diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh ketrampilan tertentu dan tentunya berbeda- bedaa dari satu dengan lainnya (Diyantini. 2015). Pengetahuan siswa akan bertambah pesat seiring dengan bertambahnya usia, keterampilan yang dikuasaipun semakin beragam. Minat siswa pada periode ini terutama terfokus pada segala sesuatu yang bersifat dinamis bergerak. Implikasinya adalah siswa cenderung untuk melakukan beragam aktivitas yang akan berguna pada proses perkembangannya kelak (Jatmika. 2005).
Siswa sekolah dasar kelas lima adalah tahap peralihan dari masa kanak- kanak ke masa remaja awal yang memiliki kondisi dimana pertumbuhan dan perkembangan siswa akan mengalami banyak perubahan. Dalam masa peralihan inilah banyak perubahan yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan kognisi, psikologis, emosi, perasaan, perilaku seksual yang akan memberi dampak besar terhadap pengaruh kualitas karakter siswa. Sebagian siswa kesulitan menangani begitu banyak perubahan yang terjadi dalam satu waktu dan mungkin membutuhkan perhatian beberapa pihak diantaranya guru, kepala sekolah, dan wali murid/orangtua (Bausad & Musrifin. 2017).
Karakteristik siswa usia sekolah dasar kelas lima yang memiliki rentang usia pada 9-11 tahun ini terbagi menjadi empat bagian yaitu fisik/jasmani siswa, intelektual siswa, emosional, dan sosial. Fisik/Jasmani pada siswa ini meliputi
18
anak wanita biasanya lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan anak laki-laki dengan usia yang sama. Anggota-anggota badan pada siswa sendiri memanjang sampai akhir masa ini. Peningkatan koordinasi besar dan otot-otot halus pada siswa. Pertumbuhan tulang, tulang sangat sensitive terhadap kecelakaan.
Pertumbuhan gigi siswa tetap. Gigi susu tanggal serta nafsu makan besar, suka bergerak atau aktif, pertumbuhan lambat dan teratur, fungsi penglihatan normal, timbul haid pada akhir masa ini (Masganti. 2012).
Pada bagian Intelektual ini perhatian terhadap sesuatu di sekitar lingkungan siswa sangat singkat. Siswa lebih suka berbicara dan mengeluarkan pendapat dalam belajar dan ketrampilan walaupun bahasanya belum tertata rapi.
Pada usia ini selalu ingin mencoba hal-hal baru. Selalu ingin tahu sesuatu hal yang baru. Perkembangan emosional siwa ini suka berteman, ingin sukses dan jujur, bertanggungjawab terhadap tingkah laku dan diri sendiri, dan mudah cemas jika ada kemalangan di dalam keluarga. Pada segi sosialnya siswa lebih senang berada di dalam kelompok, berminat di dalam permainan yang bersaing, mulai menunjukkan sikap kepemimpinan, mulai menunjukkan penampilan diri, sering punya kelompok teman-teman tertentu, sangat erat dengan teman-teman sejenis, siswa laki-laki dan perempuan lebih bermain sendiri-sendiri (Masganti. 2012).
Siswa kelas lima SD laki-laki maupun perempuan ini cenderung lebih suka hal-hal yang tidak berbau bertele-tele. Tidak hanya itu mereka juga memiliki rasa keingintahuan yang sangat tinggi, senang bermain secara berkelompok, menyukai bersosialisasi dengan sekitarnya, mudah memahami segala hal yang memiliki unsur visual, suka mengoleksi benda – benda kesukaannya, menyukai humor, lelucon yang baik maupun kasar serta menyukai belajar yang bersifat praktek langsung (Arindiono & Ramadhani. 2013).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar kelas 5 adalah siswa yang berusia anatara 9-11 tahun yang merupakan peralihan dari kanak-kanak menuju remaja awal yang memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang akan memberi dampak besar terhadap pengaruh kualitas karakter siswa. Karateristik pada usia ini juga tidak menyukai hal-hal yang bertele-tele, keingintahuan yang sangat tinggi, senang bermain secara
19
berkelompok, menyukai bersosialisasi dengan sekitarnya, mudah memahami segala hal yang memiliki unsur visual, suka mengoleksi benda – benda kesukaannya, menyukai humor, lelucon yang baik maupun kasar dan menyukai belajar yang bersifat praktek langsung.
2.1.6. Peran Guru
Guru merupakan seseorang yang mengajarkan ilmu pengetahuan kepada siswanya. Guru juga seorang tenaga pendidikan yang dituntut untuk mempunyai kepribadian yang mantab, karena guru menjadi cerminan dari siswanya dan menjadi sorotan di dalam lingkungan sekitarnya. Orang jawa sering di plesetkan dengan sebutan “Guru iku di gugu lan ditiru”¸ dari sebutan itulah maka seorang guru harus bisa menjadi seorang yang profesional didalam bidangnya, pada saat mengajar di sekolahan atau di lingkungan sekitar. Apalagi di jenjang SD, setiap tindak laku atau kepribadian yang dimiliki oleh guru pasti akan ditiru dan di ingat oleh siswa SD sampai dewasa nanti. Sesuai apa yang di katakan oleh Edi Hendri (2010) bahwa Profesionalisme guru memiliki posisi sentral dan strategis.
Karena posisinya tersebut, baik dari kepentingan pendidikan nasional maupun tugas fungsional guru, semuanya menuntut agar pendidikan dilaksanakan secara profesional. Pembahasan tentang guru profesional terkait dengan beberapa istilah, yaitu profesi, profesional itu sendiri, profesionalisme, profesionalisasi, dan profesionalitas. Sebagai guru profesional dituntut dapat menanamkan pedidikan karakter kepada siswa. Dalam hal ini adalah sikap dari nasionalisme siswa minimal yang terdapat di sekolah.
Peran guru dalam hal menanamkan sikap nasionalisme sangatlah besar, hal ini bisa diselipkan dalam kegiatan akademik contohnya saat menyanyikan lagu wajib, membaca beberapa literasi buku pahlawan, dan mendoakan para pahlawan (Kurniawan, 2018). Selain itu peran guru dalam menumbuhkan sikap nasionalisme bisa melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler pramuka, dengan siswa diarahkan untuk mengikuti kegiatan kepramukaan dapat meningkatkan semangat kebangsaan bangsa indonesia yang mulai luntur. Tidak hanya itu dengan mengikuti pramuka siswa akan memiliki jiwa Pancasila serta sikap nasionalisme yang tinggi (Aditia. 2017). Berdasarkan pernyataan di atas dapat
20
disimpulkan bahwa guru dalam pembentukan sikap nasionalisme siswa SD sangatlah berperan besar, disisi lain sikap nasionalisme terbentuk dari siswanya sendiri tetapi pengajaran atau progam-progam yang di berikan oleh guru sangatlah dibutuhkan, dengan profesionalitas seorang guru yang dituntut dapay menenamkan sikap-sikap atau pendidikan karakter khususnya sikap nasionalisme.
2.2. Penelitian Relevan
Terkait dengan penelitian yang berjudul “Sikap Nasionalisme Siswa SDN 3 Padurenan” peneliti menguraikan tentang penelitian sebelumnya yang relevan dengan judul penelitian peneliti.
Ferry Kurniawan, Ruslan, dan Awaluddin juga melakukan penelitian pada Januari 2018 dengan judul “Pelaksanaan penanaman nilai-nilai nasionalisme pada siswa SDN Unggul Sibreh”. Penelitian ini di publikasikan dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar KIP Unsyiah, volume 3, nomor 1. Dalam penelitian ini dapat disumpulkan bahwa dalam Pelaksanaan penanaman nilai Nasionalisme di SDN Unggul Sibreh sudah bagus. Terutamanya pada proses menanamkan nilai-nilai karakter Nasionalisme pada siswa, yang terlihat jelas pada program sekolahnya, didukung dengan kesadaran siswanya tentang betapa penting nilai Nasionalisme. Hambatan dalam pelaksanaannya ini adalah berkaitan dengan kompetensi dan sarana prasarana sekolah.
Intan Kurniasari Suwandi dan Indah Perdana Sari pada tahun 2017 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Karakter Nasionalisme Pada Buku Teks Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2016 Kelas I SD” yang di publikasikan dalam Jurnal Elementary School 4, Volume 4 Nomor 2 bulan Juli 2017. Dalam kesimpulannya menyebutkan sebaran indikator karakter nasionalisme dalam materi pembelajaran sudah tersebar merata, namun indikator cinta tanah air dan bangsa belum termuat pada tema 3. Teknik pengintegrasian indikator karakter nasionalisme dengan materi pembelajaran dilakukan melalui pengungkapan secara eksplisit dalam materi pembelajaran, lagu, gambar, cerita, dan aktifitas siswa berbasis penugasan.
21
Pipit Widiatmaka 2016 melakukan penelitian yang berjudul
“Pembangunan Karakter Nasionalisme Peserta Didik di Sekolah Berbasis Agama Islam” yang di publikasi dalam jurnal JPK: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Volume 1, nomor 01, pada Juli 2016. Dalam Penelitiannya menyimpulkan implementasi pembangunan karakter nasionalisme peserta didik di sekolah berbasis islam ada beberapa cara yaitu dengan menggunakan mata pelajaran PKN, Bahasa daerah, melalui ekstrakulikuler wajib pramuka. Sekolah berbasis islam mengajarkan sikap nasionalisme dengan memberikan sebuah perilaku yang di miliki oleh tokoh islam Nabi Muhammad SAW yang begitu mencintai bangsanya yaitu bangsa Arab serta tokoh-tokoh nasional..
2.3. Kerangka Teori
Kerangka teori disusun secara sistematis dengan tujuan untuk memperjelas alur pengumpulan, mengolah dan menganalisa data sekaligus memperjelas rujukan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian. Peneliti menyusun kerangka teori dalam bentuk bagan berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan sebagai berikut.
22
Gambar 2.3 Kerangka berpikir Azwar (1995) berpendapat sikap
merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Sikap suatu pola pikir, tendensi atau kesiapan antisipasi, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial.
Smith (2003) mendefinisikan nasionalisme ini merupakan suatu ideologi yang meletakkan bangsa pada pusat masalah dan berupaya mempertinggi keberadaannya.
Surono (2017) bahwa nasionalisme memegang peranan penting bagi bangsa dan negara, karena nasionalisme merupakan perwujudan rasa cinta masyarakat terhadap tanah air
PENANAMAN SIKAP NASIONALISME
INDIKATOR NASIONALISME
Suwandi dan Sari (2017) Indikator sikap nasionalisme meliputi bangga sebagai bangsa Indonesia, cinta tanah air, rela berkorban demi bangsa, menghargai kebudayaan, menghargai jasa pahlawan, dan mengutamakan kepentingan umum.
Suyitno (2012) mengemukkan pendidikan karakter adalah sebagai upaya untuk menyadarkan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Purwanti (2017) merupakan usaha yang dilakukan oleh para anggota sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat untuk membantu anak-anak agar memiliki sifat, peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab
Ayu (2014) yaitu materi sejarah mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesiajawab.
Ratnasari (2017) sikap nasionalisme juga dapat ditanamkan ketika guru menjelaskan materi pembelajaran harus senantiasa menjunjung tinggi bahasa indonesia yang baik dan benar, guru juga dapat memberikan contoh dalam penggunaan pakaian, tas, dan sepatu dengan baik serta tentunya produk dalam negeri, dan yang paling penting adalah menjelaskan materi dengan jadwal tepat waktu maupun peraturan dengan disiplin.
NASIONALISME
SIKAP PENDIDIKAN KARAKTER
SIKAP NASIONALISME SISWA SDN 3 PADURENAN
23 2.4. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dalam penelitian ini akan menganalisis sikap nasionalisme siswa yang ada di SDN 3 Padurenan. Penelitian ini akan di tertuju kepada beberapa kebiasaan-kebiasaan sebagian siswa dari kelas tinggi maupun kelas rendah SDN 3 Padurenan. Selain itu, peneliti juga akan menggali lebih dalam informasi dari yang ada di SDN 3 Padurenan ini melalui dokumen, guru, dan kepala sekolah.
Analisis yang dilakukan ini juga akan melihat indikator-indikator dari sikap nasionalisme pada siswa SD 3 Padurenan. Melalui sebuah kebiasaan yang dilakukan siswa di sekolah dengan dibantu penguatan dari guru diharapkan akan terbentuk sikap nasionalisme siswa SD. Beberapa indikator yang diharapkan terdiri dari bangga sebagai bangsa Indonesia, cinta tanah air, rela berkorban demi bangsa, menghargai keanekaragaman kebudayaan, menghargai jasa para pahlawan, dan mengutamakan kepentingan umum.
24
Adapun kerangka berfikir penelitian disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
Gambar 2.4 Kerangka berpikir
Kebiasaan di Sekolah
Siswa SDN 3 Padurenan
Indikator Sikap Nasionalisme
Bangga sebagai Bangsa Indonesia
Cinta Tanah Air
Rela Berkorban demi Bangsa Indonesia
Menghargai Kebudayaan
Menghargai Jasa Pahlawan
Mengutamakan Kepentingan Umum
Sikap Nasionalisme
25 BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Setting Penelitian 3.1.1. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini dilakukan pada siswa SDN 3 Padurenan.
Peneliti tidak menggunakan semua siswa yang ada di SDN 3 Padurenan, tetapi hanya mengambil beberapa siswa kelas lima di semester genap tahun pelajaran 2020/2021 dengan kriteria siswa yang biasanya mengikuti ektrakurikuler pramuka, tari, dan biasanya menjadi petugas upacara. Selain itu, dalam masa pembelajaran jarak jauh adalah siswa yang biasanya sering datang kesekolah serta tentunya rumahnya deket dengan SDN 3 Padurenan. Berdasarkan kriteria tersebut informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 siswa kelas lima SDN 3 Padurenan.
Peneliti memilih siswa kelas lima dengan kriteria tersebut karena pada kelas lima ini siswa diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka yang bahwasannya kegiatan kepramukaan ini banyak mengajarkan pendidikan karakter maupun sikap nasionalisme itu. Selain pramuka, siswa kelas lima juga mengikuti kegiatan-kegiatan seni pertunjukkan yaitu tari, terbukti setiap ada kegiatan peringatan maulid nabi atau hari-hari besar siswa kelas lima menampilkan pertunjukan seni tari sebagai wujud dari sikap nasionalisme itu sendiri. Pada saat pembelajaran juga siswa selalu di minta untuk menyanyikan lagu nasional, membaca referensi tentang sejarah perjuangan indonesia, ketika ada materi detik-detik kemerdekaan siswa diminta untu membuat peragaan atau drama didepan kelas mengenai peristiwa Rengasdengklok, ini sangat menumbuhkan sikap nasionalisme siswa.
3.1.2. Tempat Penelitian
SDN 3 Padurenan ini berada di Desa Padurenan Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Sekolah tersebut berada di tengah-tengah desa yang manyoritas beragam islam, menerapkan prinsip yang berprestasi, cerdas, sehat,
26
trampil, berpengetahuan teknologi dengan dilandasi iman, dan taqwa ini sesuai dengan visi dari SDN 3 Padurenan.
3.1.3. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 sampai April 2021. Pada bulan oktober 2020 peneliti melakukan studi pendahuluan dan melakukan survei ke SDN 3 Padurenan untuk mengumpulkan data awal yang akan digunakan pada instrumen penelitian tentang sikap nasionalisme siswa SDN 3 Padurenan. Pada bulan desember 2020 sampai maret awal 2021 peneliti menyusun proposal penelitian serta beberapa instrumen penelitian dengan bimbingan dari dosen pembimbing. Setelah proposal penelitian selesai, peneliti melakukan penelitian pada bulan Maret akhir 2021 untuk mengumpulkan data dengan melakukan observasi dan wawancara menggunakan instrumen yang telah dibuat pada proposal penelitian tentang sikap nasionalisme siswa SDN 3 Padurenan. Pada bulan april-mei 2021 peneliti membuat laporan hasil penelitian sikap nasionalisme siswa SDN 3 Padurenan yang telah dilakukan.
3.2. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan dan membiarkan pembaca mengetahui suatu keadaan, peristiwa, objek apakah orang, atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan berupa data pada progam tertentu (Michael Quinn Patton.
2009).
Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan data dokumentasi. Michael Quinn Patton (2009) menyatakan metode kualitatif terdiri dari tiga cara pengumpulan data: (1) wawancara mendalam, wawancara dengan format pertanyaan terbuka;
(2) observasi langsung; dan (3) pemanfaatan dokumen tertulis, termasuk sumber- sumber tertulis dari hasil wawancara terbuka, buku harian seseorang, dan catatan program.
27 3.3. Data dan Sumber Data
3.3.1. Data
Data atau informasi yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini berupa data kualitatif, yaitu data yang lebih banyak mengandalkan sebuah kecerdasan dalam berkata-kata. Arikunto (2013) berpendapat bahwa data adalah hasil pencatatan, baik berupa fakta ataupun angka. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui informasi lisan dan tulis. Rahardjo dan Gudnanto (2012) menggolongkan data menjadi 2 macam, data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data pertama. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain. Data primer pada penelitian ini berupa data lisan dari hasil wawancara dengan narasumber tentang sikap nasionalisme, sedangkan data sekunder yaitu data tulis yang diperoleh dari dokumentasi subjek yang diteliti berupa RPP dan foto-foto kegiatan.
3.3.2. Sumber Data
Pada penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah dari berbagai sumber yang relevan dengan pembahasan penelitian. Sumber data penelitian ini dapat memberikan informasi yang akurat berkaitan dengan data penelitian.
Sumber data merupakan subjek darimana data dapat diperoleh (Arikunto. 2013).
Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan.
Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak, atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data, sedangkan isi catatan subjek penelitian atau variabel penelitian. Rahardjo dan Gudnanto (2012) menjelaskan sumber data adalah pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan informasi bisa individu, orang tua, guru, dan sebagainya.
Sugiyono (2016) mengemukakan Sumber data dibedakan menjadi dua yaitu Sumber Primer adalah sumber data yang langsung diberikan kepada pengumpul data. Sedangkan sumber sekunder adalah sumber data yang tidak
28
langsung diberikan kepada pengumpul data, tetapi lewat orang lain atau lewat dokumen. Pada Penelitian ini sumber primer yaitu siswa dan guru kelas lima.
Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu, RPP, catatan peneliti, rangkuman wawancara dan observasi sikap nasionalisme.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini agar mendapatkan data yang valid harus menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat. Karena teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono.2015). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data antara lain:
3.4.1. Wawancara
Teknik pengumpulan data pertama yang digunakan peneliti yakni teknik wawancara. Wawancara adalah pengumpulan informasi atau data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada narasumber. Sugiyono (2015) juga menjelaskan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara dapat dilakukan secara tersruktur maupun tidak tersruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka maupun dengan menggunakan media lainnya. Tujuan dari teknik wawancara ini untuk bisa menemukan permasalahan lebih terbuka dan mendalam mengenai sikap nasionalisme siswa SDN 3 Padurenan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara mendalam untuk memperoleh data yang valid. Rencana narasumber yang akan memberikan informasi kepada peneliti adalah guru dari subjek penelitian dan siswa sekolah dasar. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam teknik wawancara menganut dari Wibowo (dalam Rahardjo dan Gudnanto, 2012) yaitu persiapan interview, mulai interview, Inti interview, dan akhir interview. Pada Persiapan Interview (Wawancara) peneliti akan menyiapkan ketenangan diri dan tempat wawancara yang sesuai juga tidakk ada campur tangan orang lain. Setelah itu mengumpulkan berbagai informasi tentang narasumber yang ada hubungannya
29
dengan persoalan yang akan dibicarakan. Kemudian, membuat rencana atau pedoman wawancara (interview guide).
Pada tahap mulai interview bisa dilakukan ketika tahap persiapan sudah selesai semua. Ketika pada taham mulai interview pewawancara harus selalu menciptakan hubungan baik dengan narasumber. Sebelum lebih jauh diawal harus menyampaikan maksud dan tujuan diadakannya wawancara. Selanjutnya harus mengenal dan memahami pandangan pihak narasumber, serta mengikuti teknik wawancara yang sesuai dengan kepribadiannya. Untuk mencairkan seuasana kita harus menempatkan diri dalam dunia narasumbernya apa kesukaannya apa yang deket dengan narasumber harus terus dimunculkan.Mendorong narasumber unuk mengemukakan informasi atau masalah yang akan diungkap atau diketahui pewawancara. Selanjutnya Inti Interview. Bagian ini harus memperoleh data yang diinginkan sebanyak banyaknya. Pada tahap akhir Interview kita harus bisa dan sesegera mungkin menyimpulkan hasil wawancara, tidak lupa harus memantapkan hasil yang telah disepakati dengan narasumber. Melakukan penilaian hasil upaya yang telah diperoleh. Bilamana perlu dilakukan kita bisa menentukan waktu wawancara berikutnya. Terakhir, menghentikan wawancara atas kehendak bersama dengan tetap membina hubungan baik.
3.4.2. Observasi
Teknik pengumpulan data kedua yang digunakan peneliti yakni teknik observasi. Observasi adalah metode pengumpulan data yang bisa dilakukan dengan interaksi sosial kepada guru dan siswa dengan mencari informasi yang dibutuhkan. Metode observasi sebagai alat pengumpul data adalah kegiatan pengamatan yang direncanakan, sistematis, dan hasilnya dicatat serta dimaknai dalam rangka memperoleh pemahaman tentang objek yang diamati (Rahardjo dan Gudnanto. 2012). Sugiyono (2015) juga menjelaskan bahwa observasi adalah pengamatan yang menyertakan alat indera manusia. Teknik observasi yang akan dilakukan ini adalah dengan mengumpulkan data secara langsung dari guru dan siswa tentang sikap nasionalisme di SDN 3 Padurenan. Peneliti akan melakukan mengamati langsung dengan cara berkomunikasi dengan guru dan siswa SDN 3
30
Padurenan dan mendapatkan informasi segala hal mengenai sikap nasionalisme yang ada pada siswa sekolah dasar dan menunjang hasil dari penelitian. Data yang diperoleh dari teknik observasi ini berupa data dan hasil dokumentasi.
3.4.3. Dokumentasi
Pada pengumpulan data yang terakhir ini adalah dokumentasi yang menjadi pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumentasi itu berkas-berkas yang dibutuhkan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi yang diinginkan, seperti Buku-buku, majalah, jurnal, peraturan-peraturan sekolah dan lain-lain. Sugiyono (2015) sendiri menjelaskan dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam melaksanakan teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi yang digunakan peneliti adalah dokumen tertulis mengenai sikap nasionalisme siswa SD 3 Padurenan berupa dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran, foto kegiatan-kegiatan, peraturan-peraturan tertulis, dan catatan-catatan dari guru ketika pembelajaran maupun kebiasaan siswa di lingkungan sekolah.
3.5. Keabsahan Data
Dalam penelitian ini peneliti menuji tingkat keabsahan data atau kepercayaan dan kebenaran data menggunakan triangulasi data. Triangulasi data dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono. 2015). Dengan demikian, dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi data.
Triangulasi sumber untuk menguji validitas data dilakukan dengan cara mengecek data tentang sikap nasionalisme siswa SDN 3 Padurenan yang diperoleh melalui beberapa sumber yaitu guru dan siswa kelas lima. Sedangkan untuk menguji validitas data yaitu dengan menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data. Triangulasi teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda seperti data
31
yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi tentang sikap nasionalisme siswa SDN 3 Padurenan.
3.6. Analisis Data
Sugiyono (2015) berpendapat bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Tahapan analisis datanya sebagai berikut (Sugiyono, 2015):
3.5.1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.
3.5.2. Penyajian data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.
Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori.
3.5.3. Kesimpulan (Verification)
Kesimpulan merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas. Sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau iteraktif, hipotesis atau teori. Dengan demikian kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mngkin juga tidak karena masalah dan rumusan masalah masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.