• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN KLIPING MEDIA MASSA CETAK SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA :Suatu Studi Kuasi Eksprimen di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimatan Selatan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN KLIPING MEDIA MASSA CETAK SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA :Suatu Studi Kuasi Eksprimen di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimatan Selatan."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

i DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Hipotesis ... 12

D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 16

BAB II. KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka ... 17

1. Kliping Media Massa Cetak ... 17

a. Dasar Teoritik Media. ... 17

b. Macam Macam Media Cetak ... 22

(2)

ii

2. Kliping Media Massa Cetak sebagai Sumber Pembelajaran ... 29

a. Pengertian Sumber Pembelajaran. ... 29

b. Kliping Media Massa Cetak sebagai Sumber Pembelajaran IPS. 32 3. Pembelajaran IPS ... 36

a. Pengertian IPS. ... 36

b. Proses Pembelajaran IPS... 39

4. Hasil Belajar ... 44

B. Penelitian Terdahulu ... 49

C. Paradigma Penelitian ... 52

BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 54

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 55

C. Instrumen Penelitian ... 57

D. Karakteristik Sampel ... 64

E. Prosedur Penelitian ... 76

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 81

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 84

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 84

2. Deskripsi Keadaan Kelas Eksperimen ... 86

3. Deskripsi Keadaan Guru IPS MTs Negeri 1 Pelaihari ... 86

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 88

(3)

iii

a. Hasil Pretest ... 88

b. Hasil Postest ... 90

c. Gain Skor Hasil Belajar Siswa ... 92

2. Data Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 94

a. Hasil Pretest ... 94

b. Hasil Postest ... 96

c. Gain Skor Hasil Belajar Siswa ... 98

3. Hasil Observasi dan Wawancara ... 100

C. Uji Prasyarat Analisis ... 112

1. Normalitas... 112

2. Homogenitas ... 116

D. Uji Hipotesis ... 117

1. Perbedaan Pretest-postest pada Kelas Eksperimen... 117

2. Perbedaan Pretest-postest pada Kelas Kontrol ... 119

3. Perbedaan Gain Skor pada Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 122

E. Pembahasan ... 126

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 140

B. Rekomendasi ... 142

DAFTAR PUSTAKA ... 144

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 150

(4)

iv DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

1.1. Rata-rata Nilai IPS Siswa Semester Ganjil 2010/2011 di MTs Negeri 1

Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan ... 10

2.1. Kemampuan Rata-rata Manusia dalam Mengingat ... 26

2.2. Definisi IPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 37

3.1. Desain Eksperimen... 54

3.2. Desain Proses Pembelajaran ... 55

3.3. Reliabilitas Tes Hasil Belajar IPS ... 60

3.4. Tingkat Kesukaran ... 61

3.5. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 62

3.6. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 63

3.7. Rata-rata Nilai IPS Siswa Kelas VIII ... 64

3.8. Jenis Kelamin Siswa ... 65

3.9. Urutan Kelahiran Siswa dalam Keluarga ... 66

3.10. Pekerjaan Orangtua Siswa (Ayah) ... 68

3.11. Penghasilan Orangtua Siswa ... 69

3.12. Pendidikan Terakhir Ayah Siswa ... 71

3.13. Pendidikan Terakhir Ibu Siswa ... 72

3.14. Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa ... 74

3.15. Kebiasaan Membaca Media Massa Cetak di Rumah Siswa ... 75

4.1. Hasil Pretest Siswa pada Kelas Eksperimen ... 88

(5)

v

4.3. Gain Skor Hasil Belajar Siswa pada Kelas Eksperimen ... 92

4.4. Hasil Pretest Siswa pada Kelas pada Kelas Kontrol ... 94

4.5. Hasil Posttest Siswa pada Kelas Kontrol ... 96

4.6. Gain Skor Hasil Belajar Siswa pada Kelas Kontrol ... 98

4.7. Data Hasil Observasi Terhadap Siswa pada Kelas Eksperimen ... 100

4.8. Data Hasil Observasi Terhadap Guru pada Kelas Eksperimen ... 101

4.9. Uji Normalitas Data Sampel ... 113

4.10. Uji Homogenitas Varians ... 116

4.11. Deskripsi Pre test dan Post test di Kelas Eksperimen ... 118

4.12. Uji-t / Uji Kesamaan dua rata-rata kelas eksperimen... 118

4.13. Deskripsi Pre test dan Post test di Kelas Kontrol ... 120

4.14. Uji-t / Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kelas Kontrol ... 121

4.15. Deskripsi Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 123

(6)

vi DAFTAR BAGAN

No Bagan Halaman

3.1. Jenis Kelamin Siswa ... 65

3.2. Urutan Kelahiran Siswa dalam Keluarga ... 67

3.3. Pekerjaan Orangtua Siswa (Ayah) ... 68

3.4. Penghasilan Orangtua Siswa ... 70

3.5. Pendidikan Terakhir Ayah Siswa ... 71

3.6. Pendidikan Terakhir Ibu Siswa ... 73

3.7. Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa ... 74

3.8. Kebiasaan Membaca Media Massa Cetak di Rumah Siswa ... 75

(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman

2.1. Kerucut Pengalaman Belajar ... 27

2.2. Pola Pembelajaran Berbasis Media ... 28

2.3. Implementasi IPS di tingkat pendidikan dasar, menengah, dan tinggi ... 37

2.4. Konsep Dasar Pembelajaran ... 39

2.5. Paradigma Penelitian ... 52

4.1. Grafik Hasil pretest kelas Eksperimen ... 89

4.2. Grafik Hasil postest kelas Eksperimen ... 91

4.3. Grafik Gain Skor Hasil Belajar Siswa pada kelas Eksperimen... 93

4.4. Grafik Hasil pretest kelas Kontrol ... 95

4.5. Grafik Hasil postest kelas Kontrol ... 97

4.6. Grafik Gain Skor Hasil Belajar Siswa kelas Kontrol ... 99

4.7. Grafik Hasil Pretes kelas Eksperimen dan Kontrol ... 113

4.8. Grafik Histogram sebaran data pretest kelas eksperimen ... 114

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) disajikan dalam bentuk

synthetic science. Hal ini karena basis dari disiplin ini terletak pada fenomena

yang telah diobservasi di dunia nyata. Konsep, generalisasi, dan temuan-temuan

penelitian dari synthetic science ditentukan setelah fakta terjadi atau diobservasi,

dan tidak sebelumnya, namun para peneliti menggunakan logika, analisis, dan

keterampilan (skills) lainnya untuk melakukan inkuiri terhadap fenomena secara

sistematik (Welton and Mallan, 1988 : 66-67). Fenomena-fenomena tersebut

dapat berupa informasi faktual mengenai kehidupan sosial atau masalah-masalah

kontemporer yang terjadi di masyarakat yang dapat ditemukan dalam liputan

(exposure) media massa, dimana media massa diyakini dapat menggambarkan

realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan (Wronski, 1971 : 430-434).

Kondisi yang terjadi pada masa kini memperlihatkan bahwa keterkaitan

kita dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Dalam berbagai

kesempatan orang senantiasa berhadapan dengan bermacam-macam informasi

atau pesan (message) yang disampaikan media. Informasi tersebut untuk berbagai

kepentingan dalam kehidupan manusia, seperti untuk kepentingan bisnis atau

ekonomi, kekuasaan atau politik, pembentukan opini publik, hiburan

(entertainment) hingga pendidikan atau pengetahuan.

Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi

dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak

(software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru termasuk guru

(9)

IPS sebagai penyampai pesan/informasi. Guru tidak bisa lagi berperan sebagai

satu-satunya sumber informasi dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini disebabkan,

siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber-terutama dari media

massa, apakah dari siaran televisi dan radio (media massa elektronik) ataukah dari

surat kabar dan majalah (media massa cetak), atau bahkan dari internet.

Pentingnya media massa bagi kehidupan komunitas dalam ruang publik

karena media massa menjadi salah satu acuan kehidupan publik. Aktivitas

kehidupan publik pada level komunitas dapat dilihat melalui media massa baik

dalam konteks politik, ekonomi maupun sosio-kultural. Keberadaan media massa

cetak memiliki fungsi pragmatis bagi khalayak dimana media massa sebagai

penyangga kehidupan publik, media massa cetak juga menyajikan karakteristik

warga yang memiliki peran publik. Dengan demikian banyak konten dari media

massa yang sesuai dengan kepentingan pendidikan IPS. Hal ini diperkuat dengan

pendapat Sobur (2006 : 29-30) bahwa media massa (media massa cetak)

sesungguhnya berada ditengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai

kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Begitu pula dengan

pendapat Solvay Gerke dalam Dalyono (2010 : 8) bahwa media massa telah

berperan “… as stylists and missionaries of modernity as well as trend-setter or a

new way of life. They were the providers of symbolic goods of modernity”. Hal ini

berarti bahwa media massa mengkontribusi bahkan mengarahkan sikap, perilaku

dan kebiasaan hidup masyarakat termasuk generasi muda (para siswa) yang hidup

di tengah kehidupan modern dewasa ini.

Media massa cetak sebagai bagian dari media massa menurut Splaine

(10)

didasarkan pada berbagai temuan penelitian yang menyiratkan, antara lain, bahwa:

(1). Media massa telah begitu memasyarakat; (2). Media massa berkontribusi

terhadap proses sosialisasi; (3). Orang-orang lebih mengandalkan informasi yang

berasal dari media massa daripada dari orang lain; (4). Para guru IPS perlu

memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajarannya; dan (5). Para

orang tua dan pendidik, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama,

dapat meminimalisasikan kontribusi negatif media massa dan mengoptimalkan

dampak positifnya. (Dominguez and Rincon, 1992; Prinsloo and Criticos, 1994).

Mengingat pesatnya kemajuan pengetahuan dan informasi di masyarakat,

maka dalam proses belajar pun sudah tentu diperlukan suatu media agar dapat

meningkatkan proses dan kualitas pembelajaran sebagaimana tuntutan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Namun, tidak sedikit guru yang kurang

memiliki pemahaman dan keterampilan tentang media pembelajaran. Padahal

menurut Sudjana dan Rivai (2009 : 4) untuk mempertinggi kualitas pengajaran

diperlukan beberapa hal, seperti : Pertama, guru memiliki pemahaman media

pengajaran mengenai jenis, manfaat, kriteria memilih dan menggunakan media

dalam proses pembelajaran; Kedua, guru terampil membuat media pengajaran

sederhana; Ketiga, guru memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menilai

keefektifan penggunaan media dalam proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa

realitas mengenai semakin pesatnya perkembangan informasi menghadapkan

dunia pendidikan kepada situasi dimana guru bukanlah satu-satunya sumber

belajar melainkan sudah saatnya guru untuk beralih sebagai pemberi kemudahan

(11)

Media massa (media massa cetak) juga dapat menunjang keberhasilan

proses pembelajaran IPS melalui tiga cara yaitu : Pertama, media massa dapat

memperbaiki bagian content dari kurikulum IPS; Kedua, media massa dapat

dijadikan alat pembelajaran yang penting bagi IPS; Ketiga, media massa dapat

digunakan untuk menolong siswa mempelajari metodologi ilmu-ilmu sosial,

khususnya di dalam menentukan dan menginterpretasi fakta-fakta sosial (Clark,

1965 : 46-54). Namun realitas empirik memperlihatkan justru pada proses

pembelajaran IPS, guru kurang optimal baik di dalam memanfaatkan maupun

memberdayakan media massa (media massa cetak). Di dalam proses pembelajaran

IPS cenderung masih berpusat pada guru dengan kebanyakan menggunakan

metode ceramah (teacher centered), materi pembelajaran terlalu berpokus pada

buku cetak (textbook centered) dan masih jarang menggunakan media kalau

terdapat media dalam pembelajaran masih menggunakan media lama hanya satu

media (monomedia), belum mengoptimalkan penggunaan media alternatif

Penggunaan media massa cetak (media pembelajaran) dapat mempertinggi

kualitas proses belajar siswa dalam pembelajaran. Adanya peningkatan kualitas

proses belajar tersebut diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai

siswa (Sudjana dan Rivai, 2009 : 2). Peningkatan kualitas proses belajar siswa

dapat disebabkan oleh : Pertama, berkenaan dengan manfaat media pembelajaran

dalam proses belajar siswa antara lain : a) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian

(12)

setiap jam pelajaran; d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain. Kedua, berkenaan dengan taraf

berpikir siswa. Taraf berfikir dimulai dari berpikir kongkret menuju ke berpikir

abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks.

Penggunaan media pembelajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut

sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkritkan, dan

hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan (Sudjana dan Rivai, 2009 : 3).

Berbagai kegiatan dari institusi sosial dalam kehidupan publik akan

muncul dalam media massa cetak. Para siswa sebagai bagian dari publik sangat

penting untuk diakrabkan dengan media massa cetak, salah satu caranya melalui

pembelajaran IPS, dimana guru dapat menjadikan kliping media massa cetak

sebagai sumber pembelajaran dalam memahami berbagai fenomena sosial di

daerahnya. Selain itu pembelajaran IPS yang dikemas dalam bentuk

konsep-konsep berupa fakta kehidupan sehari-hari siswa kemudian konsep-konsep tersebut

disajikan kepada siswa melalui kliping media massa cetak (seperti surat kabar dan

majalah) akan meningkatkan minat belajar siswa dan juga akan dapat

memperkaya pemahaman siswa terhadap materi IPS yang dipelajarinya.

Dewasa ini di kalangan guru IPS sering terjadi kerisauan karena selama ini

materi pelajaran IPS dari sumber pembelajaran seperti buku-buku paket baik cetak

maupun elektronik masih sangat minim dengan topik-topik yang dekat dengan

kehidupan siswa. Dikhawatirkan jika sumber pembelajaran monoton buku paket

saja yang tidak memiliki hubungan ikatan emosional dengan siswa akan

menyebabkan minat belajar siswa turun dan kemudian berdampak juga pada

(13)

sebaiknya memperhatikan berbagai fenomena sosial, politik, ekonomi, budaya dan

permasalahan lingkungan (geografis) terkini (up to date) yang ada di dekat siswa.

Semua fenomena-fenomena tersebut bisa ditemukan dalam media massa cetak.

Urgensi penggunaan kliping media massa cetak dalam proses

pembelajaran di kelas juga karena adanya beberapa masalah hambatan

komunikasi yang dialami siswa. Seperti, Pertama, verbalisme yaitu siswa dapat

menyebutkan kata, tetapi tidak mengetahui artinya. Hal ini terjadi karena biasanya

guru mengajar terlalu bersifat verbalistik (ceramah), sehingga siswa cenderung

hanya menirukan apa yang dikatakan gurunya; Kedua, salah tafsir, maksudnya

dengan istilah atau kata yang sama diartikan berbeda oleh siswa. Hal ini terjadi

karena biasanya guru hanya menjelaskan secara lisan tanpa menggunakan media

pembelajaran yang lain; Ketiga, perhatian tidak berpusat (konsentrasi) karena

beberapa hal seperti, gangguan fisik, adanya hal lain yang lebih menarik perhatian

siswa, siswa melamun, cara mengajar guru membosankan, cara menyajikan bahan

pelajaran tanpa variasi, kurang adanya pengawasan dan bimbingan guru.

Keempat, tidak terjadinya pemahaman, maksudnya kurang memiliki

kebermaknaan logis dan psikologis karena apa yang diamati atau dilihat, dialami

secara terpisah sehingga tidak terjadi proses berpikir yang logis mulai dari

kesadaran hingga timbulnya konsep (Santyasa, 2007 : 5). Selain itu pentingnya

penggunaan kliping media massa cetak dalam proses pembelajaran, karena

berfungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima

(siswa), atau dapat juga dari siswa kepada siswa dan guru.

Alternatif penggunaan kliping media massa cetak dalam pembelajaran juga

(14)

media tersebut di masyarakat. Hasil survey Lembaga Penelitian, Pendidikan dan

Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) di 15 kota pada 23 sampai 29 Juni 2009

yang merepresentasikan pendapat masyarakat pembaca media massa cetak di 15

kota dalam kelompok pembaca remaja (usia 12-18 tahun) dan dewasa (di atas 18

tahun) seimbang secara gender dengan jumlah sampel sebanyak 2.971 responden

dan margin of error 1,7 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen bahwa untuk

propinsi Kalimantan Selatan surat kabar harian yang paling sering dibaca, yakni

mencapai 91,1 persen, berbeda jauh dengan tabloid maupun majalah bulanan.

Mengenai cakupan sebarannya, surat kabar yang paling sering dibaca adalah surat

kabar lokal dengan proporsi 69,0 persen, selanjutnya surat kabar regional 22,4

persen dan surat kabar nasional 8,6 persen.

Menariknya, dari hasil survei tersebut terungkap bahwa rubrik yang paling

sering dibaca adalah kecelakaan, musibah, bencana mencapai 67,9 persen.

Berikutnya rubrik yang diminati pembaca adalah rubrik kriminal dan pendidikan.

Kesemua rubrik tersebut sangat relevan dengan kurikulum pendidikan IPS di

tingkat SMP/MTs. Salah satu contohnya adalah standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa kelas VIII, yaitu SK/KD nomor

6 : memahami pranata dan penyimpangan sosial yang menjadi fokus untuk

pembelajaran siswa dalam penelitian ini. Berkenaan dengan sumber pembelajaran

untuk kompetensi-kompetensi dasar lainnya dapat diperoleh dari berbagai konten

artikel, berita atau informasi yang ada dalam media massa cetak.

Relevansi penggunaan kliping media massa cetak dengan kurikulum di

sekolah diperkuat oleh hasil penelitian Stanford (1999) bahwa guru menggunakan

(15)

tertentu. Penelitian ini juga menyelidiki kelebihan dalam bekerjasama dengan

menggunakan kliping. Teknik ini ternyata membuat guru dapat dengan mudah

memperkenalkan pelajaran sains dan memungkinkan siswa untuk memikirkan

aplikasi ke dalam dunia nyata dari konsep ilmiah. Ditambahkan dari hasil

penelitian Swiderek (1998) yang menyatakan bahwa pengintegrasian berita dan

kejadian terkini dalam pembelajaran menulis adalah cara yang sangat baik yang

memungkinkan siswa untuk berpikir kritis. Kliping artikel berita mengenai isu-isu

kontroversial seperti aborsi, euthanasia dan masalah pola-pola pengasuhan

memberikan pemahaman pada siswa mengenai implikasi dari isu-isu yang mereka

dapat hubungkan pada pelajaran seperti sastra, ilmu sosial dan bidang lainnya.

Adapun proses penilaian akademik yang dapat diberlakukan, yakni dengan

menugaskan siswa untuk membuat kliping dari artikel surat kabar dan majalah.

Beberapa hasil penelitian lainnya tentang media massa menggambarkan

bahwa secara umum setelah pemanfaatan media massa terjadi peningkatan

kualitas dan hasil pembelajaran di masing-masing objek penelitian yang diteliti,

seperti penelitian Mangkoesapoetra (2003) menyatakan bahwa proses

pembelajaran IPS/Tata Negara yang memanfaatkan media massa sebagai sumber

pembelajaran melalui cooperative learning ternyata cocok untuk membangun

semangat dan kekompakan kerja kelompok serta memperlihatkan kecenderungan

hasil belajar yang lebih baik pada SMA Negeri 22 Bandung. Begitu pula dengan

hasil penelitian Kusumadewi (2007) bahwa Penggunaan media massa yang

dijadikan sebagai sumber pembelajaran sangat bermanfaat dalam kegiatan belajar

dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PKn serta efektif untuk dijadikan

(16)

(minat) dibandingkan dengan penggunaan sumber belajar lainnya pada Kelas XI

SMA Negeri 22 Bandung.

Hasil penelitian Sedjati (2009) tentang media massa terbukti dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa, karena dengan penggunaan media massa,

siswa merasa tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran dan media massa juga

dapat memberikan pengalaman baru, baik bagi guru maupun bagi siswa di SMPN

3 Bandung. Begitupula dengan hasil penelitian deskriptif dari Amalia (2009) yang

menyatakan bahwa Penggunaan dan pengembangan kliping sebagai media

pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SMA

Negeri 2 Bandung sudah cukup berperan dan efektivitas penggunaannya sudah

cukup baik dalam meningkatkan proses pembelajaran khususnya pada materi

pokok Peranan Organisasi Internasional.

Berbagai hasil penelitian empirik yang dikemukakan tersebut di atas

secara umum berkenaan dengan penelitian tentang penggunaan media massa yang

dilakukan di sekolah umum serta bukan pada bidang studi pendidikan IPS,

sehingga dibutuhkan suatu penelitian yang lebih spesifik yakni penggunaan

kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS yang bertempat di

madrasah dengan desain penelitian yang juga berbeda. Hal ini karena didorong

oleh realitas empirik lainnya sebagaimana dikemukakan (Sanusi, 1998; Somantri,

2001; Al Muchtar, 2000) bahwa dalam proses pembelajaran IPS, guru IPS kurang

optimal baik di dalam memanfaatkan maupun memberdayakan media. Dalam

proses pembelajaran IPS cenderung masih berpusat pada guru (teacher centered),

textbook centered, dan monomedia. Keadaan seperti ini juga terjadi di kalangan

(17)

tersebut ada yang bersifat umum (general) yang juga dialami oleh daerah lain dan

pada mata pelajaran lainnya, tetapi ada juga masalah spesifik khusus pada

pembelajaran IPS.

Beberapa masalah pembelajaran yang pernah mengemuka dalam forum

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPS di Kabupaten Tanah Laut, yakni:

(1) masalah bersifat umum, yakni proses belajar mengajar masih terlalu verbalitik

yang didominasi oleh pendekatan lama yang bersifat teacher centre, kelas IPS

belum dibudayakan sebagai ”laboratorium” yang mengembangkan kemampuan

berpikir dan nilai melalui pembudayaan penalaran ilmiah; (2) sebagian besar guru

IPS menyatakan bahwa prestasi atau hasil belajar IPS siswanya, seperti nilai

harian, nilai ulangan semester dan bahkan nilai ujian akhir sekolah masih

tergolong rendah. Adapun nilai IPS pada MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten

Tanah Laut Kalimantan Selatan sebagai berikut :

Tabel 1.1 Rata-rata Nilai IPS Siswa Semester Ganjil 2010/2011 di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan Kelas Rata-Rata Nilai IPS Siswa Total Rata-Rata

A B C D E F G

VII 66 68 65 66 69 67 66 66,71

VIII 67 68 66 68 67 66 66 66,86

IX 66 67 68 67 66 66 - 66,67

Sumber : MTs Negeri 1 Pelaihari

Adapun masalah spesifik yang ada dalam pembelajaran IPS di Kabupaten

Tanah Laut khususnya juga di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut

Kalimantan selatan seperti; (1) tidak tersedianya sumber belajar berupa buku-buku

IPS yang bersifat kontekstual dengan kehidupan siswa, sehingga konten buku

(18)

kedaerahaan maupun kekinian; (2) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar

guru IPS terlalu berorientasi pada buku paket, sehingga tidak melakukan

pembelajaran tematik berdasarkan tema yang mengacu pada masalah-masalah

yang ada di daerah, bahkan ironisnya telah disepakati ide penggunaan buku

seragam (dari satu penerbit) buku paket IPS baik cetak ataupun elektronik untuk

dijadikan pegangan guru dalam proses belajar mengajar pada wilayah

se-kabupaten; (3) guru IPS belum menggunakan media-media pembelajaran

alternatif yang berasal dari hasil kreativitas guru sendiri. Fakta ini terlihat dari

belum terealisasinya program kerja MGMP IPS untuk membuat media

pembelajaran IPS. Alasannya guru kesulitan dan terbentur pendanaan dalam

pembuatan media pelajaran IPS. Kalaupun ada guru IPS yang menggunakan

media pembelajaran biasanya masih terfokus pada media-media lama yang biasa

dipakai di sekolah atau madrasah seperti atlas, peta dan globe; (4) guru IPS juga

belum melakukan penanaman konsep yang berkaitan dengan kajian IPS yang

berkonteks kedaerahan dan kekinian. Begitu pula dengan penanaman pola berpikir

kritis terhadap berbagai fenomena sosial, politik, ekonomi, budaya, lingkungan

(geografis) di sekitar siswa sering dimuat media massa cetak di daerah. Dari

berbagai hal tersebut di atas telah tergambarkan bahwa pembelajaran IPS di

madrasah khususnya di MTs Negeri 1 Pelaihari belum berjalan secara ideal.

Bertolak dari pemikiran di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian

mengenai pengaruh penggunaan kliping media massa cetak sebagai sumber

pembelajaran IPS di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan

Selatan.

(19)

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka yang

menjadi masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan

posttest kelas eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak ?

2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan

posttest kelas kontrol yang tidak menggunakan kliping media massa cetak ?

3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan gain hasil belajar siswa antara

kelas eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak

dibandingkan dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan kliping media

massa cetak?

C. Hipotesis

Asumsi atau anggapan dasar penelitian dipandang sebagai landasan teori

atau titik tolak pemikiran yang digunakan dalam suatu penelitian, yang mana

kebenarannya diterima oleh peneliti. Mengacu pada perumusan masalah penelitian

di atas, maka dikemukakan sebuah hipotesis penelitian secara umum bahwa

”Penggunaan kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa”.

Untuk lebih spesifik dan jelasnya, hipotesis tersebut dapat dikembangkan

menjadi beberapa hipotesis yang lebih khusus / rinci, yaitu:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan posttest kelas

eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan posttest kelas

(20)

3. Terdapat perbedaan yang signifikan gain hasil belajar siswa antara kelas

eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak dengan kelas

kontrol yang tidak menggunakan kliping media massa cetak.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini adalah penggunaan kliping media massa

cetak sebagai sumber pembelajaran IPS (X) dan hasil belajar siswa (Y). Definisi

operasional masing-masing variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel penggunaan kliping media massa cetak adalah variabel independent

atau variabel bebas (X)

Penggunaan kliping media massa cetak yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah kegiatan pengguntingan atau pemotongan bagian-bagian surat kabar

maupun majalah, kemudian disusun dengan sistem tertentu dalam berbagai bidang

pengetahuan. Bidang pengetahuan yang dikliping disesuaikan dengan standar

kompetensi/kompetensi dasar (SK/KD) dan tujuan pembelajaran IPS pada tingkat

SMP/MTs. Dalam kliping ini digunakan sistem penyusunan artikel atau berita,

ulasan, dan lain sebagainya yang hanya terdiri dari satu subjek. Susunan tersebut

bahannya dari berbagai judul surat kabar maupun majalah yang beredar di kota

pelaihari seperti Kompas, Jawa Post, Banjarmasin Post, Kalimantan Post, Radar

Banjar, Barito Post, Majalah Serambi Ummah, Majalah Tempo, Majalah Hidayah,

Majalah Wanita, dll. Dalam hal ini yang dipentingkan adalah subjeknya tanpa

memperhatikan judul surat kabar maupun kronologi waktu terbitnya.

Penggunaan kliping media massa cetak merupakan kegiatan siswa dalam

mengkaji sumber pembelajaran IPS yang terdapat pada kliping tersebut di bawah

(21)

disediakan oleh guru bagi masing-masing kelompok, namun pada pertemuan

berikutnya siswa ditugaskan menyusun klipingnya sendiri di luar jam pelajaran

sesuai dengan tema pelajaran yang akan dibahas.

Penggunaan kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran

terdiri dari : (1) sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan (learning

resources by design), yakni semua sumber secara khusus telah dikembangkan

sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang

terarah dan bersifat formal; dan (2) sumber pembelajaran yang karena

dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak

secara khusus didesain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan,

diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar. (AECT, 1977; Edgar

Dale dalam Plomp dan Ely, 1996 : 16; Sadiman, 2008:83).

Prosedur dan langkah-langkah dalam pembelajaran ini divisualisasikan

dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Selanjutnya Pengukuran

variabel ini dilakukan dengan observasi terhadap proses pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran.

2. Variabel hasil belajar siswa adalah variabel dependent atau variabel terikat (Y).

Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian

siswa dalam penguasaan materi atau konsep setelah melewati proses pembelajaran

dalam bentuk prestasi belajar yang ditunjukkan dengan angka berupa nilai yang

dicapai siswa dalam menyelesaikan soal atau pertanyaan yang terdapat dalam

pre-test dan post-pre-test pada pembelajaran IPS. Pengukuran variabel ini dilakukan

dengan menggunakan tes hasil belajar yang dikembangkan peneliti dengan

(22)

Variabel lain adalah status sosial ekonomi siswa, ketersediaan media

massa cetak di rumah siswa, dan kebiasaan siswa membaca media massa sebagai

intervening variabel. Status sosial ekonomi siswa dalam penelitian ini maksudnya

adalah jawaban siswa terhadap pertanyaan mengenai jenis pekerjaan, tingkat

penghasilan, dan pendidikan orang tua siswa.

E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada latar belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya, maka

tujuan utama penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh penggunaan

kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS terhadap hasil

belajar siswa di MTs Negeri 1 Pelaihari. Adapun tujuan penelitian ini sebagai

berikut :

1. Membuktikan adanya perbedaan antara hasil pretest dengan posttest kelas

eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak.

2. Membuktikan adanya perbedaan antara hasil pretest dengan posttest kelas

kontrol yang tidak menggunakan kliping media massa cetak.

3. Membuktikan adanya perbedaan gain hasil belajar siswa antara kelas

eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak dengan kelas

kontrol yang tidak menggunakan kliping media massa cetak.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan memberikan beberapa manfaat, antara lain :

1. Sebagai pedoman mengenai cara penggunaan kliping media massa cetak

(23)

2. Memberikan kontribusi pemikiran kepada stakeholder pendidikan sebagai

bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pendidikan IPS di daerah.

3. Sebagai bahan masukan bagi guru IPS untuk menerapkan pembelajaran IPS

dengan menggunakan kliping media massa cetak.

4. Sebagai bahan untuk membantu mengembangkan wawasan para pengawas

dan perekayasa kurikulum di tingkat kabupaten/kota tentang penerapan

pembelajaran dengan menggunakan kliping media massa cetak.

5. Memberikan kontribusi untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan

nonequivalen groups pretest dan posttest design. Desain penelitian digambarkan

pada tabel 3.1. berikut ini :

Tabel 3.1 Desain Eksperimen

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksprimen O X O

Kontrol O - O

Sumber: diadaptasi dari Sukmadinata (2010:207)

Keterangan :

O : Tes awal (sebelum perlakuan)/tes akhir (setelah perlakuan) pada kelas

eksprimen dan kelas kontrol

X : Perlakuan dengan pembelajaran menggunakan kliping media massa cetak

sebagai sumber pembelajaran IPS di kelas eksperimen

Penelitian kuasi eksperimen ini melibatkan dua kelas siswa, yaitu kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas tersebut diberi pretest dan posttest,

dengan perlakuan yang berbeda dalam pembelajaran. Siswa pada kelas

eksperimen diberi perlakuan dengan pembelajaran menggunakan kliping media

massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS, sedangkan siswa pada kelas

kontrol tidak diberi perlakuan yang sama, tetapi menggunakan pembelajaran biasa

ceramah dan tanya jawab. Peneliti kemudian membandingkan skor perbedaan

rerata antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen (kelas yang diberi perlakuan).

(25)

Untuk lebih jelasnya, desain dari proses pembelajaran IPS kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol terlihat pada tabel 3.2. berikut.

Tabel 3.2

Desain Proses Pembelajaran

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol - Pretest dan kuisioner

- Perlakuan :

1. Pembelajaran IPS dengan menggunakan kliping media massa cetak.

2. Guru membuka pelajaran dan memberikan penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa. 3. Siswa belajar IPS melalui kliping

media massa cetak dengan melakukan diskusi kelompok. 4. Latihan soal dan evaluasi dengan

menjawab soal melalui kliping. 5. Guru menutup pembelajaran - Posttest

- Pretest dan kuisioner - Kegiatan belajar mengajar :

1. Pembelajaran IPS secara konvensional

2. Guru membuka pelajaran dan memberikan penjelasan tentang materi pelajaran.

3. Siswa belajar IPS dengan mendengarkan ceramah dari guru, melakukan tanya jawab, membaca buku paket dan mengamati gambar. 4. Latihan soal dan evaluasi dengan

menjawab LKS.

5. Guru menutup pembelajaran - Posttest

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah

Laut Kalimantan Selatan, yang terletak di jalan Datu Insad Kecamatan Pelaihari

Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan. Alasan pemilihan lokasi

penelitian ini didasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya : (1) Status

akreditasi madrasah yang dimilikinya adalah A, sedangkan madrasah lainnya

nilainya adalah B; (2) Proses belajar mengajar di madrasah ini secara umum

menjadi acuan bagi madrasah lainnya di kabupaten Tanah Laut; (3) Memiliki

ketersediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasana, serta

dukungan dana dari komite madrasah yang memadai untuk kemajuan madrasah,

(26)

Siswa-siswa MTs Negeri 1 Pelaihari memiliki akses terhadap media massa cetak

yang lebih baik daripada madrasah lainnya karena letaknya yang berada di pusat

kota kabupaten.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa dari kelas VII sampai kelas IX

yang terdaftar dalam semester genap tahun pelajaran 2010/2011 di MTs Negeri 1

Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan yang berjumlah 614 orang

siswa. Terbagi ke dalam kelas VII sebanyak 7 kelas, kelas VIII sebanyak 7 kelas

dan kelas IX sebanyak 6 kelas. Rerata jumlah siswa setiap kelas sebanyak 31-32

orang siswa.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. Pertimbangan

penetapan siswa kelas VIII (delapan) dalam penelitian ini, karena siswa di kelas

VII (tujuh) merupakan siswa baru di madrasah sehingga masih perlu beradaptasi

dengan pola belajar di lingkungan madrasah, sedangkan siswa kelas IX (sembilan)

dalam persiapan menghadapi Ujian Nasional. Oleh karena itu kelas VIII (delapan)

dianggap paling ideal untuk penelitian ini.

Sampel penelitian untuk keperluan eksperimen ini hanya dibutuhkan satu

kelas dan satu kelas untuk kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang akan

dikenai perlakuan dengan pembelajaran menggunakan kliping media massa cetak,

sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang tidak dikenai perlakuan yang sama,

tetapi pembelajaran biasa menggunakan ceramah dan tanya jawab. Penentuan

kelas eksperimen dan kelas kontrol ditentukan secara random (acak). Randomisasi

dilakukan dengan cara sederhana, yakni dengan teknik undian. Tujuh kelas VIII di

MTs Negeri 1 Pelaihari masing-masing diberi nomor urut dan dimasukkan ke

(27)

siswa 31 orang sebagai kelompok eksperimen dan VIII B dengan jumlah siswa

31 orang kelompok kontrol.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil

belajar IPS siswa dalam penelitian ini adalah tes. Zainul dan Nasoetion (1993:3-4)

mendefinisikan tes sebagai suatu pernyataan atau gagasan atau tugas atau

seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang

trait/atribut pendidikan atau psikologik yang setiap butirnya mempunyai jawaban

atau ketentuan yang dianggap benar. Adapun tes yang dilakukan adalah pretest

dan posttest. Pretest adalah tes yang diberikan sebelum pembelajaran dimulai

yang bertujuan mengetahui sejauh manakah siswa telah menguasai materi yang

akan diberikan (entry behavior), sedangkan posttest adalah tes yang diberikan

sesudah proses pembelajaran diselesaikan yang bertujuan untuk mengetahui

sejauh manakah siswa telah menguasai materi yang telah diajarkan (acievement).

Perbedaan hasil kedua jenis tes ini akan ditentukan oleh proses belajar dan

mengajar, karena jika proses belajar dan mengajar ”baik” maka akan terdapat

perbedaan yang besar antara hasil posttest dan pretest (Zainul dan Nasoetion,

1993 : 35).

Instrumen penelitian ini berupa soal tes hasil belajar IPS siswa yang

berbentuk soal pilihan ganda yang dikembangkan oleh peneliti dibawah

bimbingan ahli. Instrumen penelitian yang digunakan harus memiliki validitas dan

reliabilitas, sebab instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting

(28)

Pengembangan instrumen di atas dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Membuat kisi-kisi tes (lampiran 6 halaman 165)

2. Menulis butir tes (lampiran 7 halaman 167)

3. Mengkonsultasikan rancangan tes dengan ahli/pembimbing dan guru IPS

4. Melakukan uji coba tes

5. Menganalisis karakteristik perangkat tes (tingkat validitas dan realibilitas)

6. Menganalisis karakteristik butir soal (tingkat kesukaran dan daya pembeda)

7. Merevisi tes yang butirnya jelek.

8. Mempersiapkan dan menggandakan tes yang digunakan dalam penelitian.

Karakteristik perangkat tes yang baik dapat dilihat dari validitas,

reliabilitas dan karakteristik butir soalnya seperti tingkat kesukaran dan pembeda

soal.

1. Validitas

Pada instrumen penelitian yang berbentuk tes, dilakukan pengujian

validitas isi (content validity). Validitas isi ialah ukuran yang menunjukkan sejauh

mana skor dalam tes berasosiasi dengan penguasaan peserta tes dalam bidang

studi yang diuji melalui perangkat tes tersebut. Prosesnya dapat dilakukan dengan

dengan membandingkan antara isi instrumen tes dengan materi pelajaran yang

telah diajarkan. Jika isi instrumen di luar materi pelajaran yang telah ditetapkan,

berarti instrumen tes tersebut tidak mempunyai validitas isi. Secara teknis

pengujian validitas isi dalam penelitian ini menggunakan kisi-kisi soal tes (Zainul

(29)

Dalam menentukan apakah butir soal merupakan alat ukur yang sesuai

untuk mengukur suatu hasil belajar, maka peneliti berkonsultasi dengan

ahli/pembimbing dan tiga orang guru IPS MTs Negeri 1 Pelaihari dalam rangka

menganalisis isi butir soal tes tersebut. Analisis dilakukan dengan mengadakan

kajian terhadap kisi-kisi soal tes tersebut. Setelah ketiga orang guru IPS tersebut

menganalisis kisi-kisi soal tes, maka mereka menyimpulkan bahwa ternyata

semua butir soal telah mengukur indikator pelajaran pada kompetensi dasar yang

ingin dicapai. Kemudian dalam menentukan tingkat validitasnya juga dilakukan

uji statistikal dan ternyata hasilnya semua butir soal telah valid.

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas tes diperlukan intuk mengetahui sejauh mana suatu tes

memang dapat dipercaya sebagai alat ukur yang akan dapat menggambarkan

kemampuan peserta tes. Konsep reliabilitas secara umum dapat diartikan sebagai

suatu alat ukur yang dapat diyakini memberikan informasi yang konsisten dan

tidak mendua tentang karakteristik peserta tes yang diujikan. Suatu tes dikatakan

reliabel bila skor tes yang diperoleh melalui tes itu merupakan skor yang

sesungguhnya menggambarkan kemampuan peserta tes (Zainul dan Nasoetion,

1993 : 162).

Reliabilitas tes hasil belajar IPS dalam penelitian ini diuji dengan konsep

konsistensi internal yang dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali

saja. Kemudian dengan bantuan SPSS Versi 19.0 for Windows data yang

diperoleh dianalisis dengan Alpha (cronbach) yang didasarkan pada rerata

korelasi antar-item. Estimasi reliabilitas koefisien alpha dari Cronbach bahwa

(30)

(instrument). Hasil pengujian reliabilitas tes hasil belajar IPS yang digunakan

[image:30.595.111.515.176.619.2]

dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.3`berikut :

Tabel 3.3

Reliabilitas Tes Hasil Belajar IPS

Estimasi Reliabilitas Jumlah Butir Koefisien

Koefisien Alpha Cronbach 30 0,8805

Sumber: diolah dari data primer

Dari tabel 3.3 tampak bahwa hasil pengujian reliabilitas alat pengumpul

data untuk instrumen tes hasil belajar IPS memiliki koefisien sebesar 0,8805. Hal

ini menunjukkan bahwa tes hasil belajar IPS memiliki koefisien alpha cukup

tinggi. Koefisien sebesar itu secara statistik adalah reliabel. Oleh karena instrumen

tes hasil belajar IPS telah mendapat validasi dari ahli/pembimbing dan guru IPS

serta juga didasarkan pada hasil pengujian statistikal uji coba instrumen yang

hasilnya sudah valid dan reliabel seluruh butirnya, maka instrumen dapat

digunakan untuk pengukuran dalam rangka pengumpulan data hasil belajar IPS.

3. Karakteristik Butir Soal

Untuk mengetahui mutu atau kualitas instrumen tes hasil belajar, maka

perlu dipahami karakteristik butir soal. Setelah dilakukan uji coba dalam

penelitian ini maka diketahui karakteristik butir soalnya, yaitu :

a. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi peserta tes menjawab benar

terhadap butir soal tersebut. Tingkat kesukaran butir soal dilambangkan dengan P.

Semakin besar nilai P (yang berarti semakin besar proporsi yang menjawab benar

(31)

butir soal itu mudah. Tingkat kesukaran butir soal berkisar antara 0.0 sampai

dengan 1.0. Bila soal mempunyai tingkat kesukaran 0.0 berarti tak seorangpun

peserta tes dapat menjawab butir soal tes tersebut dengan benar. Bila tingkat

kesukaran 1.0 berarti bahwa semua peserta tes dapat menjawab butir soal itu

secara benar. Untuk tes hasil belajar tingkat kesukaran yang dianggap baik adalah

bila berkisar sekitar 0.50 (Zainul dan Nasoetion, 1993 :150-151). Tingkat

[image:31.595.112.514.221.592.2]

kesukaran butir dapat dibagi ke dalam tiga kelompok sebagaimana terlihat pada

tabel 3.4 di bawah ini.

Tabel 3.4. Tingkat Kesukaran

Tingkat Kesukaran Nilai P

Sukar

Sedang

Mudah

0,00 – 0,25

0,26 – 0,75

0,76 – 1,00

Sumber : Zainul dan Nasoetion (1993:153)

Dalam penelitian ini perhitungan Tingkat Kesukaran (P) dilakukan melalui

pengolahan data dengan bantuan program Microsoft Excel for windows. Adapun

tabel hasil perhitungan terdapat pada lampiran 10 (halaman 174). Hasil

perhitungan menunjukkan bahwa tingkat kesukaran 30 butir soal test hasil belajar

IPS dalam penelitian ini memiliki nilai kriteria sukar sebanyak 4 butir soal, mudah

sebanyak 2 butir soal, dan kebanyakan memiliki kriteria sedang sebanyak 24 butir

soal. Artinya secara umum kriteria soal tes hasil belajar dalam penelitian ini

adalah baik. Adapun rangkuman hasil perhitungan tingkat kesukaran soal dapat

(32)
[image:32.595.111.516.110.606.2]

Tabel 3.5

Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal No Tingkat

Kriteria No Tingkat Kriteria

Soal Kesukaran Soal Kesukaran

1 0.50 Sedang 16 0.78 mudah

2 0.50 Sedang 17 0.25 Sukar

3 0.68 Sedang 18 0.70 Sedang

4 0.58 Sedang 19 0.55 Sedang

5 0.53 Sedang 20 0.55 Sedang

6 0.70 Sedang 21 0.65 Sedang

7 0.23 Sukar 22 0.55 Sedang

8 0.50 Sedang 23 0.38 Sedang

9 0.30 Sedang 24 0.55 Sedang

10 0.65 Sedang 25 0.60 Sedang

11 0.80 mudah 26 0.40 Sedang

12 0.65 Sedang 27 0.23 Sukar

13 0.25 Sukar 28 0.40 Sedang

14 0.63 Sedang 29 0.58 Sedang

15 0.60 Sedang 30 0.55 Sedang

Sumber: diolah dari data primer

b. Daya Pembeda

Daya pembeda butir ialah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan

butir soal membedakan kelompok yang berprestasi tinggi (kelompok atas) dari

kelompok yang berprestasi rendah (kelompok bawah) diantara para peserta tes

(Zainul dan Nasoetion, 1993 :156). Dalam penelitian ini perhitungan Indeks

Diskriminasi (D) dilakukan melalui pengolahan data dengan bantuan program

Microsoft Excel for windows. Adapun tabel hasil perhitungan daya pembeda pada

lampiran 11 halaman 175.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks daya pembeda soal test

hasil belajar IPS dalam penelitian ini memiliki nilai antara 0,36 – 0,75. Artinya

(33)

Adapun rangkuman hasil perhitungan daya pembeda soal dapat dilihat

[image:33.595.112.515.146.627.2]

pada tabel 3.6 berikut ini :

Tabel 3.6

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal No Daya

Kriteria No Daya Kriteria

Soal Pembeda Soal Pembeda

1 0.55 Baik 16 0.64 Baik

2 0.55 Baik 17 0.64 Baik

3 0.73 Baik sekali 18 0.64 Baik

4 0.64 Baik 19 0.64 Baik

5 0.55 Baik 20 0.55 Baik

6 0.82 Baik sekali 21 0.45 Baik

7 0.45 Baik 22 0.45 Baik

8 0.45 Baik 23 0.73 Baik sekali

9 0.55 Baik 24 0.55 Baik

10 0.45 Baik 25 0.55 Baik

11 0.45 Baik 26 0.55 Baik

12 0.45 Baik 27 0.45 Baik

13 0.36 Cukup 28 0.64 Baik

14 0.45 Baik 29 0.45 Baik

15 0.73 Baik sekali 30 0.55 Baik

Sumber: diolah dari data primer

Selain instrumen berupa tes hasil belajar IPS, peneliti juga menggunakan

kuisioner (lampiran 13, halaman 177) dalam rangka pengumpulan data mengenai

terdapat tidaknya kesamaan karakteristik keadaan sampel penelitian. Kemudian

Untuk melengkapi informasi hasil penelitian sehubungan dengan proses

pembelajaran, maka digunakan pedoman observasi terhadap guru dan siswa serta

(34)

D. Karakteristik Sampel

Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan diketahui rerata nilai IPS siswa

MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan pada semester

[image:34.595.112.516.207.607.2]

ganjil 2010/2011 seperti yang ada pada tabel berikut ini.

Tabel 3.7 Rerata Nilai IPS Siswa Kelas VIII pada semester ganjil 2010/2011 di MTs Negeri 1 Pelaihari

Kelas Rerata Nilai IPS Siswa Total Rerata

A B C D E F G

VIII 67 68 66 68 67 66 66 66,86

Sumber : MTs Negeri 1 Pelaihari

Dari data pada tabel di atas terlihat bahwa nilai kelas VIII B sebagai kelas

eksperimen dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol memiliki persamaan nilai

rerata, yakni sebesar 68. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

siswa dalam mata IPS pada kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen tidak

berbeda secara signifikan, karena itu layak untuk dijadikan subjek penelitian.

Artinya variabel kecerdasan atau kemampuan IPS siswa tidak perlu menjadi

perhatian untuk dikaji lebih lanjut dalam melihat pengaruhnya terhadap hasil

penelitian.

Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui penyebaran kuisioner kepada

para siswa, maka dapat diketahui karakteristik subjek penelitian lainnya seperti

jenis, kelamin, urutan kelahiran anak, pekerjaan orang tua (ayah), penghasilan

orang tua setiap bulan, pendidikan terakhir ayah dan ibu. Selain itu juga

dikemukakan ketersediaan secara rutin media massa cetak baik surat kabar

maupun majalah di rumah serta kebiasaan siswa dalam membaca media massa

(35)

Dari 62 orang siswa yang menjadi subjek penelitian, komposisi jenis

kelamin siswa hampir berimbang, terdiri dari 30 orang siswa laki-laki (48,39%)

dan 32 orang siswa perempuan (51,61%). Begitu juga jika dilihat dari aspek

kelompok perlakuan, jumlah siswa kelompok eksperimen dengan jumlah siswa

kelompok kontrol juga berimbang, yakni 31 orang siswa (50%) kelompok

eksperimen dan (50%) kontrol. Dengan distribusi yang berimbang ini diharapkan

hasil penelitian dapat digeneralisasikan lebih baik.

Tabel 3.8 berikut adalah tabel jenis kelamin siswa yang menjadi subjek

[image:35.595.108.513.226.732.2]

penelitian :

Tabel 3.8 Jenis Kelamin Siswa Jenis Kelamin Siswa

Kelompok

Total Eksperimen Kontrol

f % f % f %

Laki-laki 15 48,39 15 48,39 30 48,39

Perempuan 16 51,61 16 51,61 32 51,61

Total 31 50 31 50 62 100

Sumber: diolah dari data primer

Jika jenis kelamin siswa digambarkan dalam bentuk bagan, maka akan

memperlihatkan gambaran seperti tanpak pada bagan 3.1 berikut :

Bagan 3.1 Jenis Kelamin Siswa

Sumber: diolah dari data primer 0

5 10 15 20

eksperimen kontrol

ju

m

la

h

Kelompok Perlakuan

laki-laki

(36)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin siswa yang

terdapat pada kelompok kontrol dengan jenis kelamin siswa yang terdapat pada

kelompok eksperimen tidak berbeda secara signifikan, karena itu layak untuk

dijadikan subjek penelitian.

Dilihat dari urutan kelahiran dalam keluarga, subjek penelitian ini juga

cukup beragam, namun proporsi tertinggi adalah anak sulung yang terdiri dari 28

orang siswa (45,16%), kemudian anak kedua 13 orang siswa (20,97%), anak

keempat 10 orang siswa (16,13%), selanjutnya anak ketiga 8 orang siswa

(12,90%) dan hanya 3 orang siswa (4,84%) yang merupakan anak kelima atau

lebih. Meskipun cukup banyak siswa dari keluarga kecil dengan dua anak, namun

terdapat sekitar 18 (29,03%) keluarga siswa yang mempunyai lebih dari tiga orang

anak.

Urutan kelahiran siswa dalam keluarga pada masing-masing kelompok

[image:36.595.109.515.235.698.2]

eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada tabel 3.9 berikut ini :

Tabel 3.9

Urutan Kelahiran Siswa dalam Keluarga Urutan kelahiran siswa

dalam keluarga

Kelompok

Total Eksperimen Kontrol

f % f % f %

Anak pertama 13 20,97 15 24,19 28 45,16

Anak kedua 7 11,29 6 9,68 13 20,97

Anak ketiga 3 4,84 5 8,06 8 12,90

Anak keempat 6 9,68 4 6,45 10 16,13

Anak kelima 2 3,23 1 1,61 3 4,84

Total 31 50 31 50 62 100

(37)

Jika urutan kelahiran siswa dalam keluarga digambarkan dalam bentuk

bagan, maka akan memperlihatkan gambaran seperti tanpak pada bagan 3.2

berikut :

Bagan 3.2

Urutan Kelahiran Siswa dalam Keluarga

Sumber: diolah dari data primer

Perbedaan karakteristik siswa dalam urutan kelahiran kelompok

eksperimen dan kontrol tidak dijadikan variabel dalam penelitian ini. Landasan

teoritik untuk memposisikan urutan kelahiran tidak ada. Meskipun demikian

karakteristik ini dikemukakan karena dalam realita ada informasi yang

menyatakan bahwa ada perbedaan perlakuan antara anak pertama, anak kedua dan

seterusnya dalam hal pendidikan. Pengaruh perlakuan tersebut terhadap hasil

belajar masih perlu dikaji.

Pekerjaan orang tua (ayah) siswa sangatlah bervariasi. Secara berurutan

berdasarkan besarnya jumlah persentasi yaitu Pegawai atau TNI 15 orang

(24,19%), pegawai swasta atau BUMN 14 orang (22,58%), wiraswasta 11 orang

(38)

sisanya 5 orang (8,06%) mempunyai pekerjaan selain yang disebutkan tadi.

Pekerjaan orang tua siswa (ayah) pada masing-masing kelompok eksperimen dan

[image:38.595.114.516.199.724.2]

kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 3.10 berikut :

Tabel 3.10

Pekerjaan Orangtua Siswa (Ayah) Pekerjaan Orangtua siswa

(Ayah)

Kelompok

Total Eksperimen Kontrol

f % f % f %

PNS/TNI/Polri 8 12,90 7 11,29 15 24,19

Pegawai Swasta/BUMN 7 11,29 7 11,29 14 22,58

Wiraswasta 5 8,06 6 9,68 11 17,74

Pedagang 4 6,45 5 8,06 9 14,52

Petani/Buruh 5 8,06 3 4,84 8 12,90

Lain-lain 2 3,23 3 4,84 5 8,06

Total 31 50 31 50 62 100

Sumber: diolah dari data primer

Pekerjaan orangtua siswa (ayah) jika digambarkan dalam bentuk bagan,

maka akan tampak seperti pada bagan 3.3 berikut :

Bagan 3.3

Pekerjaan Orangtua Siswa (Ayah)

(39)

Penghasilan orang tua siswa setiap bulan sangatlah bervariasi, yang

berjumlah kurang dari Rp 500.000 ada 5 orang siswa (8,06%), 5 orang siswa

(8,06%) mengaku orang tuanya mempunyai penghasilan antara Rp 501.000 - Rp

750.000, 7 orang siswa (11,29%) antara Rp 751.000 - Rp 1.000.000, dan 12

orang siswa (19,35%) antara Rp 1.001.000 - Rp 1.500.000. Kemudian 18 orang

siswa (29,03%) menjawab orang tuanya berpenghasilan Rp 1.501.000 – Rp

2.000.000. Sedangkan yang berpenghasilan diatas Rp 2.001.000 ada 15 orang

siswa (24,19%). Jadi secara umum orang tua siswa yang menjadi subjek penelitian

ini mempunyai penghasilan antara Rp 1.001.000-1.500.000 yang kira-kira berada

pada tingkat menengah. Penghasilan orang tua siswa dapat dilihat pada tabel 3.11

[image:39.595.109.514.221.647.2]

di bawah ini :

Tabel 3.11

Penghasilan Orangtua Siswa

Penghasilan Orangtua siswa

Kelompok

Total Eksperimen Kontrol

f % f % f %

< Rp 500.000 3 4,84 2 3,23 5 8,06

Rp 500.000 – Rp 750.000 2 3,23 3 4,84 5 8,06

Rp 751.000 – Rp 1.000.000 3 4,84 4 6,45 7 11,29

Rp 1.001.000 – Rp 1.500.000 7 11,29 5 8,06 12 19,35

Rp 1.501.000 – Rp 2.000.000 10 16,13 8 12,90 18 29,03

> Rp 2.001.000 6 9,68 9 14,52 15 24,19

Total 31 50 31 50 62 100

Sumber: diolah dari data primer

Gambaran penghasilan orangtua siswa jika dikonversikan dalam bentuk

(40)

Bagan 3.4

Penghasilan Orangtua Siswa

Sumber: diolah dari data primer

Secara statistik dapat dilihat bahwa komposisi perbandingan penghasilan

orang tua siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol cukup seimbang atau

tidak berbeda secara signifikan. Artinya variabel penghasilan orang tua siswa

tidak perlu menjadi perhatian untuk dikaji lebih lanjut dalam melihat pengaruhnya

terhadap hasil penelitian.

Sementara itu persentase tertinggi pendidikan terakhir ayah siswa adalah

SLTA yaitu 23 orang (37,10%). Secara terperinci mulai dari jenjang SD yaitu 7

orang (11,29%), berpendidikan SLTP ada 10 orang (16,13%). Sedangkan

berpendidikan sarjana muda/D3 ada 10 orang (16,13%), S1/Sarjana ada 11 orang

(17,74%), dan S2/Magister ada 1 orang (1,61%). Pendidikan terakhir ayah siswa

ini dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut ini : 0

2 4 6 8 10 12

Ju

m

la

h

Kelompok Eksperimen

(41)

Tabel 3.12

Pendidikan Terakhir Ayah Siswa

Sumber: diolah dari data primer

Gambaran pendidikan terakhir ayah siswa jika dikonversikan dalam

bentuk bagan maka akan tampak seperti pada bagan 3.5 berikut :

Bagan 3.5

Pendidikan Terakhir Ayah Siswa

Sumber: diolah dari data primer 0

2 4 6 8 10 12 14

Ju

m

la

h

Eksperimen

Kontrol Pendidikan Terakhir Ayah Siswa

Kelompok

Total Eksperimen Kontrol

f % f % f %

SD 3 4,84 4 6,45 7 11,29

SLTP dan sederajat 6 9,68 4 6,45 10 16,13

SLTA dan sederajat 10 16,13 13 20,97 23 37,10

D3/Sarjana muda 6 9,68 4 6,45 10 16,13

S1/Sarjana 6 9,68 5 8,06 11 17,74

S2/Magister 0 0,00 1 1,61 1 1,61

S3/Doktor 0 0,00 0 0,00 0 0,00

[image:41.595.110.512.138.697.2]
(42)

Secara statistik dapat dilihat bahwa pendidikan terakhir ayah siswa yang

berada pada kelompok eksperimen dengan pendidikan ayah siswa pada kelompok

kontrol tidak berbeda secara signifikan. Artinya variabel pendidikan ayah tidak

perlu menjadi perhatian untuk dikaji lebih dalam melihat pengaruhnya terhadap

hasil penelitian.

Selanjutnya, pendidikan terakhir ibu siswa tampak terdistribusi dari SD

hingga S1/Sarjana, walaupun secara umum pendidikan ibu dari subjek penelitian

ini masih pada jenjang SLTA. Untuk lebih jelasnya pendidikan terakhir ibu siswa

adalah SD ada 4 orang (6,45%), SLTP ada 14 orang (22,58%), SLTA 33 orang

(53,23%), Sarjana muda/D3 ada 4 orang (6,45%) dan S1/Sarjana ada 7 orang

(11,29%). Pendidikan terakhir ibu siswa pada masing-masing kelompok

[image:42.595.110.514.231.689.2]

eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut:

Tabel 3.13

Pendidikan Terakhir Ibu Siswa

Pendidikan Terakhir Ibu Siswa

Kelompok

Total Eksperimen Kontrol

f % f % f %

SD 3 4,84 1 1,61 4 6,45

SLTP dan sederajat 7 11,29 7 11,29 14 22,58

SLTA dan sederajat 15 24,19 18 29,03 33 53,23

D3/Sarjana muda 3 4,84 1 1,61 4 6,45

S1/Sarjana 3 4,84 4 6,45 7 11,29

S2/Magister 0 0,00 0 0,00 0 0,00

S3/Doktor 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Total 31 50 31 50 62 100

(43)

Untuk lebih jelasnya, pendidikan terakhir ibu siswa dapat digambarkan

seperti pada bagan 3.6 berikut :

Bagan 3.6

Pendidikan Terakhir Ibu Siswa

Sumber: diolah dari data primer

Secara statistik dapat dilihat bahwa pendidikan terakhir ibu siswa yang

berada pada kelompok eksperimen dengan pendidikan ibu siswa pada kelompok

kontrol tidak berbeda secara signifikan. Artinya variabel pendidikan ibu tidak

perlu menjadi perhatian untuk dikaji dalam melihat pengaruhnya terhadap hasil

penelitian.

Fakta lain yang dilihat adalah ketersediaan secara rutin media massa cetak

baik surat kabar maupun majalah di rumah siswa pada masing-masing kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 3.14 berikut : 0

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Ju

m

la

h

Eksperimen

(44)
[image:44.595.112.512.133.608.2]

Tabel 3.14

Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa

Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa

Kelompok

Total Eksperimen Kontrol

f % f % f %

Ya 15 24,19 10 16,13 25 40,32

Tidak 16 25,81 21 33,87 37 59,68

Total 31 50 31 50 62 100

Sumber: diolah dari data primer

Jika dikonversikan kedalam bentuk bagan maka ketersediaan secara rutin

media massa cetak di rumah siswa akan tampak seperti pada bagan 3.7 berikut :

Bagan 3.7

Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa

Sumber: diolah dari data primer

Secara statistik dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan dalam hal ketersediaan media massa cetak di rumah siswa antara

kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Artinya variabel ketersediaan

media massa cetak di rumah siswa tidak perlu menjadi perhatian untuk dikaji

lebih dalam melihat pengaruhnya terhadap hasil penelitian. 0

5 10 15 20

Eksperimen Kontrol

Ju

m

la

h

Ya

(45)

Selanjutnya kebiasaan siswa dalam membaca media massa cetak baik

Surat kabar maupun majalah di rumahnya pada masing-masing kelompok

[image:45.595.110.512.202.616.2]

eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 3.15 berikut :

Tabel 3.15

Kebiasaan Membaca Media Massa Cetak di Rumah Siswa Kebiasaan Membaca Media

Massa Cetak di Rumah Siswa

Kelompok

Total Eksperimen Kontrol

f % f % F %

Selalu 9 14,52 7 11,29 16 25,81

Kadang-Kadang 21 33,87 22 35,48 43 69,35

Tidak pernah 1 1,61 2 3,23 3 4,84

Total 31 50 31 50 62 100

Sumber: diolah dari data primer

Jika dikonversikan kedalam bentuk bagan maka kebiasaan membaca

media massa cetak di rumah siswa akan tampak seperti pada bagan 3.8 berikut :

Bagan 3.8

Kebiasaan Membaca Media Massa Cetak di Rumah Siswa

Sumber: diolah dari data primer

Secara statistik dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan atau hampir sama dalam hal kebiasaan membaca media massa cetak di

rumah siswa antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Artinya

variabel kebiasaan membaca media massa cetak di rumah siswa tidak perlu 0

5 10 15 20 25

Selalu Kadang-Kadang Tidak pernah

Ju

m

la

h

Eksperimen

(46)

menjadi perhatian untuk dikaji lebih dalam melihat pengaruhnya terhadap hasil

penelitian.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam 6 (enam) pertemuan di MTs Negeri 1

Pelaihari. Waktu pelaksanaan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011,

yaitu pada bulan Februari s.d April 2011. Setiap pertemuan dialokasikan waktu 2

x 40 menit sesuai jadwal jam pelajaran IPS di di MTs Negeri 1 Pelaihari. Rincian

pertemuan sebagai berikut : 2 (dua) kali pertemuan untuk pre-test dan post-test,

sedangkan sisanya sebanyak 4 (empat) kali pertemuan digunakan untuk kegiatan

pembelajaran.

Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengadakan studi pendahuluan di MTs Negeri 1 Pelaihari kabupaten Tanah

Laut Kalimantan Selatan dan berdiskusi dengan guru IPS kelas VIII untuk

memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran IPS dan hasil belajar

siswa.

2. Melaksanakan studi dokumentasi dan ramdomisasi kelas dengan cara diundi

untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Melakukan persiapan penelitian dengan menyusun materi pelajaran, instrumen

penelitian, dan uji coba serta menganalisis data hasil uji coba instrumen.

4. Memberikan tes awal (pre-test) dan kuisioner pada siswa kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Pre-test dan kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui kesamaan

kondisi subjek antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jika kondisi subjek

penelitian tidak sama atau hampir tidak sama, maka perlakuan tidak bisa

(47)

5. Melakukan desiminasi pengetahuan tentang cara penyusunan dan

langkah-langkah penggunaan kliping media massa cetak terhadap guru IPS di MTs

Negeri 1 Pelaihari kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Kegiatan ini

dilakukan sebelum pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen.

6. Memberikan perlakuan terhadap kelas eksperimen. Pada kelas ekperimen

dilakukan pembelajaran dengan menggunakan kliping media massa cetak

sebagai sumber pembelajaran IPS. Adapun aktivitas yang dilakukan di kelas

eksperimen sebagai berikut :

a. Pada pertemuan pertama guru membuka pembelajaran dan memberikan

penjelasan tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa, kemudian guru

membagi siswa kedalam 6 kelompok diskusi setiap kelompok terdiri dari

5-6 orang siswa.

b. Guru membagikan kliping yang telah disediakannya beserta 5 buah soal

yang sama tentang ”masalah sosial dan pengendalian penyimpangan sosial”

kepada masing-masing kelompok siswa. Siswa dipersilakan minta informasi

atau tanggapan kepada guru tentang hal-hal yang berkaitan dengan

pembelajaran.

c. Berdasarkan sumber-sumber yang terdapat dalam kliping tersebut, siswa

melakukan diskusi kelompok dan menjawab secara tertulis permasalahan

yang dikemukakan dari 5 buah soal tersebut.

d. Salah satu kelompok siswa maju untuk mempresentasikan hasil diskusi

kelompoknya. Kemudian salah satu anggotanya bertindak sebagai

moderator untuk memandu jalannya presentasi dan tanggapan dari

(48)

e. Guru mengamati dan memberikan evaluasi terhadap kelompok / perorangan

yang menjawab soal melalui informasi dari kliping.

f. Guru dan siswa membuat kesimpulan pembelajaran.

g. Sebelum menutup pembelajaran guru memberikan tugas kepada

masing-masing kelompok untuk membuat kliping dengan tema ”masalah

penyimpangan sosial dan pengendaliannya”.

h. Pada pertemuan kedua guru melaksanakan pembelajaran sebagaimana poin

a sampai e di atas, namun bedanya pada pertemuan ini digunakan kliping

yang telah dibuat sendiri oleh siswa.

i. Siswa menyerahkan kepada guru ringkasan hasil diskusi kelompok dan

kliping hasil tugas individu mereka.

j. Guru menutup pembelajaran setelah membuat kesimpulan pembelajaran

bersama siswa.

7. Pembelajaran di kelas kontrol melakukan pembelajaran tidak menggunakan

kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS, tetapi

menggunakan pembelajaran biasa dengan media cetak gambar. Adapun

aktivitas yang dilakukan di kelas kontrol sebagai berikut :

a. Guru membuka pembelajaran

b. Guru memberikan

Gambar

Tabel 1.1  Rata-rata Nilai IPS Siswa Semester Ganjil 2010/2011 di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan
Tabel 3.1 Desain Eksperimen
Tabel 3.2
Tabel 3.3 Reliabilitas Tes Hasil Belajar IPS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum melaksanakan praktek mengajar, praktikan membuat RPP sesuai dengan kompetensi yang akan diajarkan. Praktikan mendapat kesempatan untuk mengajar

Beberapa penelitian mengenai ujian esai berbahasa Indonesia adalah Penilaian Esai Jawaban Bahasa Indonesia Menggunakan Metode SVM-LSA dengan Fitur Generik yang menghasilkan

Saya mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sedang melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Mutu Produk dan Layanan Purna Jual Terhadap

Dukungan stakeholders, guru mata pelajaran lain dan komponen sekolah lainnya dalam menunjang program penerapan habituasi melalui pendidikan kewarganegaraan untuk

Sig. Hasil analisis IPA dapat dilihat pada Gambar 2. Kuadran I pada Gambar 2, menunjukkan atribut yang memiliki kepentingan tinggi akan tetapi dalam

menggunakan angkot dengan alasan secara keseluruhan yaitu akses angkutan kota untuk ke tempat tujuan cukup mudah, fasilitas yang ada di angkutan kota seperti tempat duduk

Perseroan Terbatas sebagai sarana untuk mewujudkan demokrasi ekonomi demi kesejahteraan sosial sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang- Undang Dasar Tahun 1945, haruslah dapat

[r]