i DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Hipotesis ... 12
D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 13
E. Tujuan Penelitian ... 15
F. Manfaat Penelitian ... 16
BAB II. KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka ... 17
1. Kliping Media Massa Cetak ... 17
a. Dasar Teoritik Media. ... 17
b. Macam Macam Media Cetak ... 22
ii
2. Kliping Media Massa Cetak sebagai Sumber Pembelajaran ... 29
a. Pengertian Sumber Pembelajaran. ... 29
b. Kliping Media Massa Cetak sebagai Sumber Pembelajaran IPS. 32 3. Pembelajaran IPS ... 36
a. Pengertian IPS. ... 36
b. Proses Pembelajaran IPS... 39
4. Hasil Belajar ... 44
B. Penelitian Terdahulu ... 49
C. Paradigma Penelitian ... 52
BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 54
B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 55
C. Instrumen Penelitian ... 57
D. Karakteristik Sampel ... 64
E. Prosedur Penelitian ... 76
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 81
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 84
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 84
2. Deskripsi Keadaan Kelas Eksperimen ... 86
3. Deskripsi Keadaan Guru IPS MTs Negeri 1 Pelaihari ... 86
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 88
iii
a. Hasil Pretest ... 88
b. Hasil Postest ... 90
c. Gain Skor Hasil Belajar Siswa ... 92
2. Data Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 94
a. Hasil Pretest ... 94
b. Hasil Postest ... 96
c. Gain Skor Hasil Belajar Siswa ... 98
3. Hasil Observasi dan Wawancara ... 100
C. Uji Prasyarat Analisis ... 112
1. Normalitas... 112
2. Homogenitas ... 116
D. Uji Hipotesis ... 117
1. Perbedaan Pretest-postest pada Kelas Eksperimen... 117
2. Perbedaan Pretest-postest pada Kelas Kontrol ... 119
3. Perbedaan Gain Skor pada Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 122
E. Pembahasan ... 126
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 140
B. Rekomendasi ... 142
DAFTAR PUSTAKA ... 144
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 150
iv DAFTAR TABEL
No Tabel Halaman
1.1. Rata-rata Nilai IPS Siswa Semester Ganjil 2010/2011 di MTs Negeri 1
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan ... 10
2.1. Kemampuan Rata-rata Manusia dalam Mengingat ... 26
2.2. Definisi IPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 37
3.1. Desain Eksperimen... 54
3.2. Desain Proses Pembelajaran ... 55
3.3. Reliabilitas Tes Hasil Belajar IPS ... 60
3.4. Tingkat Kesukaran ... 61
3.5. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 62
3.6. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 63
3.7. Rata-rata Nilai IPS Siswa Kelas VIII ... 64
3.8. Jenis Kelamin Siswa ... 65
3.9. Urutan Kelahiran Siswa dalam Keluarga ... 66
3.10. Pekerjaan Orangtua Siswa (Ayah) ... 68
3.11. Penghasilan Orangtua Siswa ... 69
3.12. Pendidikan Terakhir Ayah Siswa ... 71
3.13. Pendidikan Terakhir Ibu Siswa ... 72
3.14. Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa ... 74
3.15. Kebiasaan Membaca Media Massa Cetak di Rumah Siswa ... 75
4.1. Hasil Pretest Siswa pada Kelas Eksperimen ... 88
v
4.3. Gain Skor Hasil Belajar Siswa pada Kelas Eksperimen ... 92
4.4. Hasil Pretest Siswa pada Kelas pada Kelas Kontrol ... 94
4.5. Hasil Posttest Siswa pada Kelas Kontrol ... 96
4.6. Gain Skor Hasil Belajar Siswa pada Kelas Kontrol ... 98
4.7. Data Hasil Observasi Terhadap Siswa pada Kelas Eksperimen ... 100
4.8. Data Hasil Observasi Terhadap Guru pada Kelas Eksperimen ... 101
4.9. Uji Normalitas Data Sampel ... 113
4.10. Uji Homogenitas Varians ... 116
4.11. Deskripsi Pre test dan Post test di Kelas Eksperimen ... 118
4.12. Uji-t / Uji Kesamaan dua rata-rata kelas eksperimen... 118
4.13. Deskripsi Pre test dan Post test di Kelas Kontrol ... 120
4.14. Uji-t / Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kelas Kontrol ... 121
4.15. Deskripsi Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 123
vi DAFTAR BAGAN
No Bagan Halaman
3.1. Jenis Kelamin Siswa ... 65
3.2. Urutan Kelahiran Siswa dalam Keluarga ... 67
3.3. Pekerjaan Orangtua Siswa (Ayah) ... 68
3.4. Penghasilan Orangtua Siswa ... 70
3.5. Pendidikan Terakhir Ayah Siswa ... 71
3.6. Pendidikan Terakhir Ibu Siswa ... 73
3.7. Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa ... 74
3.8. Kebiasaan Membaca Media Massa Cetak di Rumah Siswa ... 75
vii
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Halaman
2.1. Kerucut Pengalaman Belajar ... 27
2.2. Pola Pembelajaran Berbasis Media ... 28
2.3. Implementasi IPS di tingkat pendidikan dasar, menengah, dan tinggi ... 37
2.4. Konsep Dasar Pembelajaran ... 39
2.5. Paradigma Penelitian ... 52
4.1. Grafik Hasil pretest kelas Eksperimen ... 89
4.2. Grafik Hasil postest kelas Eksperimen ... 91
4.3. Grafik Gain Skor Hasil Belajar Siswa pada kelas Eksperimen... 93
4.4. Grafik Hasil pretest kelas Kontrol ... 95
4.5. Grafik Hasil postest kelas Kontrol ... 97
4.6. Grafik Gain Skor Hasil Belajar Siswa kelas Kontrol ... 99
4.7. Grafik Hasil Pretes kelas Eksperimen dan Kontrol ... 113
4.8. Grafik Histogram sebaran data pretest kelas eksperimen ... 114
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) disajikan dalam bentuk
synthetic science. Hal ini karena basis dari disiplin ini terletak pada fenomena
yang telah diobservasi di dunia nyata. Konsep, generalisasi, dan temuan-temuan
penelitian dari synthetic science ditentukan setelah fakta terjadi atau diobservasi,
dan tidak sebelumnya, namun para peneliti menggunakan logika, analisis, dan
keterampilan (skills) lainnya untuk melakukan inkuiri terhadap fenomena secara
sistematik (Welton and Mallan, 1988 : 66-67). Fenomena-fenomena tersebut
dapat berupa informasi faktual mengenai kehidupan sosial atau masalah-masalah
kontemporer yang terjadi di masyarakat yang dapat ditemukan dalam liputan
(exposure) media massa, dimana media massa diyakini dapat menggambarkan
realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan (Wronski, 1971 : 430-434).
Kondisi yang terjadi pada masa kini memperlihatkan bahwa keterkaitan
kita dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Dalam berbagai
kesempatan orang senantiasa berhadapan dengan bermacam-macam informasi
atau pesan (message) yang disampaikan media. Informasi tersebut untuk berbagai
kepentingan dalam kehidupan manusia, seperti untuk kepentingan bisnis atau
ekonomi, kekuasaan atau politik, pembentukan opini publik, hiburan
(entertainment) hingga pendidikan atau pengetahuan.
Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi
dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak
(software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru termasuk guru
IPS sebagai penyampai pesan/informasi. Guru tidak bisa lagi berperan sebagai
satu-satunya sumber informasi dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini disebabkan,
siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber-terutama dari media
massa, apakah dari siaran televisi dan radio (media massa elektronik) ataukah dari
surat kabar dan majalah (media massa cetak), atau bahkan dari internet.
Pentingnya media massa bagi kehidupan komunitas dalam ruang publik
karena media massa menjadi salah satu acuan kehidupan publik. Aktivitas
kehidupan publik pada level komunitas dapat dilihat melalui media massa baik
dalam konteks politik, ekonomi maupun sosio-kultural. Keberadaan media massa
cetak memiliki fungsi pragmatis bagi khalayak dimana media massa sebagai
penyangga kehidupan publik, media massa cetak juga menyajikan karakteristik
warga yang memiliki peran publik. Dengan demikian banyak konten dari media
massa yang sesuai dengan kepentingan pendidikan IPS. Hal ini diperkuat dengan
pendapat Sobur (2006 : 29-30) bahwa media massa (media massa cetak)
sesungguhnya berada ditengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai
kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Begitu pula dengan
pendapat Solvay Gerke dalam Dalyono (2010 : 8) bahwa media massa telah
berperan “… as stylists and missionaries of modernity as well as trend-setter or a
new way of life. They were the providers of symbolic goods of modernity”. Hal ini
berarti bahwa media massa mengkontribusi bahkan mengarahkan sikap, perilaku
dan kebiasaan hidup masyarakat termasuk generasi muda (para siswa) yang hidup
di tengah kehidupan modern dewasa ini.
Media massa cetak sebagai bagian dari media massa menurut Splaine
didasarkan pada berbagai temuan penelitian yang menyiratkan, antara lain, bahwa:
(1). Media massa telah begitu memasyarakat; (2). Media massa berkontribusi
terhadap proses sosialisasi; (3). Orang-orang lebih mengandalkan informasi yang
berasal dari media massa daripada dari orang lain; (4). Para guru IPS perlu
memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajarannya; dan (5). Para
orang tua dan pendidik, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama,
dapat meminimalisasikan kontribusi negatif media massa dan mengoptimalkan
dampak positifnya. (Dominguez and Rincon, 1992; Prinsloo and Criticos, 1994).
Mengingat pesatnya kemajuan pengetahuan dan informasi di masyarakat,
maka dalam proses belajar pun sudah tentu diperlukan suatu media agar dapat
meningkatkan proses dan kualitas pembelajaran sebagaimana tuntutan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Namun, tidak sedikit guru yang kurang
memiliki pemahaman dan keterampilan tentang media pembelajaran. Padahal
menurut Sudjana dan Rivai (2009 : 4) untuk mempertinggi kualitas pengajaran
diperlukan beberapa hal, seperti : Pertama, guru memiliki pemahaman media
pengajaran mengenai jenis, manfaat, kriteria memilih dan menggunakan media
dalam proses pembelajaran; Kedua, guru terampil membuat media pengajaran
sederhana; Ketiga, guru memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menilai
keefektifan penggunaan media dalam proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa
realitas mengenai semakin pesatnya perkembangan informasi menghadapkan
dunia pendidikan kepada situasi dimana guru bukanlah satu-satunya sumber
belajar melainkan sudah saatnya guru untuk beralih sebagai pemberi kemudahan
Media massa (media massa cetak) juga dapat menunjang keberhasilan
proses pembelajaran IPS melalui tiga cara yaitu : Pertama, media massa dapat
memperbaiki bagian content dari kurikulum IPS; Kedua, media massa dapat
dijadikan alat pembelajaran yang penting bagi IPS; Ketiga, media massa dapat
digunakan untuk menolong siswa mempelajari metodologi ilmu-ilmu sosial,
khususnya di dalam menentukan dan menginterpretasi fakta-fakta sosial (Clark,
1965 : 46-54). Namun realitas empirik memperlihatkan justru pada proses
pembelajaran IPS, guru kurang optimal baik di dalam memanfaatkan maupun
memberdayakan media massa (media massa cetak). Di dalam proses pembelajaran
IPS cenderung masih berpusat pada guru dengan kebanyakan menggunakan
metode ceramah (teacher centered), materi pembelajaran terlalu berpokus pada
buku cetak (textbook centered) dan masih jarang menggunakan media kalau
terdapat media dalam pembelajaran masih menggunakan media lama hanya satu
media (monomedia), belum mengoptimalkan penggunaan media alternatif
Penggunaan media massa cetak (media pembelajaran) dapat mempertinggi
kualitas proses belajar siswa dalam pembelajaran. Adanya peningkatan kualitas
proses belajar tersebut diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai
siswa (Sudjana dan Rivai, 2009 : 2). Peningkatan kualitas proses belajar siswa
dapat disebabkan oleh : Pertama, berkenaan dengan manfaat media pembelajaran
dalam proses belajar siswa antara lain : a) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian
setiap jam pelajaran; d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain. Kedua, berkenaan dengan taraf
berpikir siswa. Taraf berfikir dimulai dari berpikir kongkret menuju ke berpikir
abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks.
Penggunaan media pembelajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut
sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkritkan, dan
hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan (Sudjana dan Rivai, 2009 : 3).
Berbagai kegiatan dari institusi sosial dalam kehidupan publik akan
muncul dalam media massa cetak. Para siswa sebagai bagian dari publik sangat
penting untuk diakrabkan dengan media massa cetak, salah satu caranya melalui
pembelajaran IPS, dimana guru dapat menjadikan kliping media massa cetak
sebagai sumber pembelajaran dalam memahami berbagai fenomena sosial di
daerahnya. Selain itu pembelajaran IPS yang dikemas dalam bentuk
konsep-konsep berupa fakta kehidupan sehari-hari siswa kemudian konsep-konsep tersebut
disajikan kepada siswa melalui kliping media massa cetak (seperti surat kabar dan
majalah) akan meningkatkan minat belajar siswa dan juga akan dapat
memperkaya pemahaman siswa terhadap materi IPS yang dipelajarinya.
Dewasa ini di kalangan guru IPS sering terjadi kerisauan karena selama ini
materi pelajaran IPS dari sumber pembelajaran seperti buku-buku paket baik cetak
maupun elektronik masih sangat minim dengan topik-topik yang dekat dengan
kehidupan siswa. Dikhawatirkan jika sumber pembelajaran monoton buku paket
saja yang tidak memiliki hubungan ikatan emosional dengan siswa akan
menyebabkan minat belajar siswa turun dan kemudian berdampak juga pada
sebaiknya memperhatikan berbagai fenomena sosial, politik, ekonomi, budaya dan
permasalahan lingkungan (geografis) terkini (up to date) yang ada di dekat siswa.
Semua fenomena-fenomena tersebut bisa ditemukan dalam media massa cetak.
Urgensi penggunaan kliping media massa cetak dalam proses
pembelajaran di kelas juga karena adanya beberapa masalah hambatan
komunikasi yang dialami siswa. Seperti, Pertama, verbalisme yaitu siswa dapat
menyebutkan kata, tetapi tidak mengetahui artinya. Hal ini terjadi karena biasanya
guru mengajar terlalu bersifat verbalistik (ceramah), sehingga siswa cenderung
hanya menirukan apa yang dikatakan gurunya; Kedua, salah tafsir, maksudnya
dengan istilah atau kata yang sama diartikan berbeda oleh siswa. Hal ini terjadi
karena biasanya guru hanya menjelaskan secara lisan tanpa menggunakan media
pembelajaran yang lain; Ketiga, perhatian tidak berpusat (konsentrasi) karena
beberapa hal seperti, gangguan fisik, adanya hal lain yang lebih menarik perhatian
siswa, siswa melamun, cara mengajar guru membosankan, cara menyajikan bahan
pelajaran tanpa variasi, kurang adanya pengawasan dan bimbingan guru.
Keempat, tidak terjadinya pemahaman, maksudnya kurang memiliki
kebermaknaan logis dan psikologis karena apa yang diamati atau dilihat, dialami
secara terpisah sehingga tidak terjadi proses berpikir yang logis mulai dari
kesadaran hingga timbulnya konsep (Santyasa, 2007 : 5). Selain itu pentingnya
penggunaan kliping media massa cetak dalam proses pembelajaran, karena
berfungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima
(siswa), atau dapat juga dari siswa kepada siswa dan guru.
Alternatif penggunaan kliping media massa cetak dalam pembelajaran juga
media tersebut di masyarakat. Hasil survey Lembaga Penelitian, Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) di 15 kota pada 23 sampai 29 Juni 2009
yang merepresentasikan pendapat masyarakat pembaca media massa cetak di 15
kota dalam kelompok pembaca remaja (usia 12-18 tahun) dan dewasa (di atas 18
tahun) seimbang secara gender dengan jumlah sampel sebanyak 2.971 responden
dan margin of error 1,7 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen bahwa untuk
propinsi Kalimantan Selatan surat kabar harian yang paling sering dibaca, yakni
mencapai 91,1 persen, berbeda jauh dengan tabloid maupun majalah bulanan.
Mengenai cakupan sebarannya, surat kabar yang paling sering dibaca adalah surat
kabar lokal dengan proporsi 69,0 persen, selanjutnya surat kabar regional 22,4
persen dan surat kabar nasional 8,6 persen.
Menariknya, dari hasil survei tersebut terungkap bahwa rubrik yang paling
sering dibaca adalah kecelakaan, musibah, bencana mencapai 67,9 persen.
Berikutnya rubrik yang diminati pembaca adalah rubrik kriminal dan pendidikan.
Kesemua rubrik tersebut sangat relevan dengan kurikulum pendidikan IPS di
tingkat SMP/MTs. Salah satu contohnya adalah standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa kelas VIII, yaitu SK/KD nomor
6 : memahami pranata dan penyimpangan sosial yang menjadi fokus untuk
pembelajaran siswa dalam penelitian ini. Berkenaan dengan sumber pembelajaran
untuk kompetensi-kompetensi dasar lainnya dapat diperoleh dari berbagai konten
artikel, berita atau informasi yang ada dalam media massa cetak.
Relevansi penggunaan kliping media massa cetak dengan kurikulum di
sekolah diperkuat oleh hasil penelitian Stanford (1999) bahwa guru menggunakan
tertentu. Penelitian ini juga menyelidiki kelebihan dalam bekerjasama dengan
menggunakan kliping. Teknik ini ternyata membuat guru dapat dengan mudah
memperkenalkan pelajaran sains dan memungkinkan siswa untuk memikirkan
aplikasi ke dalam dunia nyata dari konsep ilmiah. Ditambahkan dari hasil
penelitian Swiderek (1998) yang menyatakan bahwa pengintegrasian berita dan
kejadian terkini dalam pembelajaran menulis adalah cara yang sangat baik yang
memungkinkan siswa untuk berpikir kritis. Kliping artikel berita mengenai isu-isu
kontroversial seperti aborsi, euthanasia dan masalah pola-pola pengasuhan
memberikan pemahaman pada siswa mengenai implikasi dari isu-isu yang mereka
dapat hubungkan pada pelajaran seperti sastra, ilmu sosial dan bidang lainnya.
Adapun proses penilaian akademik yang dapat diberlakukan, yakni dengan
menugaskan siswa untuk membuat kliping dari artikel surat kabar dan majalah.
Beberapa hasil penelitian lainnya tentang media massa menggambarkan
bahwa secara umum setelah pemanfaatan media massa terjadi peningkatan
kualitas dan hasil pembelajaran di masing-masing objek penelitian yang diteliti,
seperti penelitian Mangkoesapoetra (2003) menyatakan bahwa proses
pembelajaran IPS/Tata Negara yang memanfaatkan media massa sebagai sumber
pembelajaran melalui cooperative learning ternyata cocok untuk membangun
semangat dan kekompakan kerja kelompok serta memperlihatkan kecenderungan
hasil belajar yang lebih baik pada SMA Negeri 22 Bandung. Begitu pula dengan
hasil penelitian Kusumadewi (2007) bahwa Penggunaan media massa yang
dijadikan sebagai sumber pembelajaran sangat bermanfaat dalam kegiatan belajar
dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PKn serta efektif untuk dijadikan
(minat) dibandingkan dengan penggunaan sumber belajar lainnya pada Kelas XI
SMA Negeri 22 Bandung.
Hasil penelitian Sedjati (2009) tentang media massa terbukti dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa, karena dengan penggunaan media massa,
siswa merasa tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran dan media massa juga
dapat memberikan pengalaman baru, baik bagi guru maupun bagi siswa di SMPN
3 Bandung. Begitupula dengan hasil penelitian deskriptif dari Amalia (2009) yang
menyatakan bahwa Penggunaan dan pengembangan kliping sebagai media
pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SMA
Negeri 2 Bandung sudah cukup berperan dan efektivitas penggunaannya sudah
cukup baik dalam meningkatkan proses pembelajaran khususnya pada materi
pokok Peranan Organisasi Internasional.
Berbagai hasil penelitian empirik yang dikemukakan tersebut di atas
secara umum berkenaan dengan penelitian tentang penggunaan media massa yang
dilakukan di sekolah umum serta bukan pada bidang studi pendidikan IPS,
sehingga dibutuhkan suatu penelitian yang lebih spesifik yakni penggunaan
kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS yang bertempat di
madrasah dengan desain penelitian yang juga berbeda. Hal ini karena didorong
oleh realitas empirik lainnya sebagaimana dikemukakan (Sanusi, 1998; Somantri,
2001; Al Muchtar, 2000) bahwa dalam proses pembelajaran IPS, guru IPS kurang
optimal baik di dalam memanfaatkan maupun memberdayakan media. Dalam
proses pembelajaran IPS cenderung masih berpusat pada guru (teacher centered),
textbook centered, dan monomedia. Keadaan seperti ini juga terjadi di kalangan
tersebut ada yang bersifat umum (general) yang juga dialami oleh daerah lain dan
pada mata pelajaran lainnya, tetapi ada juga masalah spesifik khusus pada
pembelajaran IPS.
Beberapa masalah pembelajaran yang pernah mengemuka dalam forum
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPS di Kabupaten Tanah Laut, yakni:
(1) masalah bersifat umum, yakni proses belajar mengajar masih terlalu verbalitik
yang didominasi oleh pendekatan lama yang bersifat teacher centre, kelas IPS
belum dibudayakan sebagai ”laboratorium” yang mengembangkan kemampuan
berpikir dan nilai melalui pembudayaan penalaran ilmiah; (2) sebagian besar guru
IPS menyatakan bahwa prestasi atau hasil belajar IPS siswanya, seperti nilai
harian, nilai ulangan semester dan bahkan nilai ujian akhir sekolah masih
tergolong rendah. Adapun nilai IPS pada MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten
Tanah Laut Kalimantan Selatan sebagai berikut :
Tabel 1.1 Rata-rata Nilai IPS Siswa Semester Ganjil 2010/2011 di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan Kelas Rata-Rata Nilai IPS Siswa Total Rata-Rata
A B C D E F G
VII 66 68 65 66 69 67 66 66,71
VIII 67 68 66 68 67 66 66 66,86
IX 66 67 68 67 66 66 - 66,67
Sumber : MTs Negeri 1 Pelaihari
Adapun masalah spesifik yang ada dalam pembelajaran IPS di Kabupaten
Tanah Laut khususnya juga di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut
Kalimantan selatan seperti; (1) tidak tersedianya sumber belajar berupa buku-buku
IPS yang bersifat kontekstual dengan kehidupan siswa, sehingga konten buku
kedaerahaan maupun kekinian; (2) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
guru IPS terlalu berorientasi pada buku paket, sehingga tidak melakukan
pembelajaran tematik berdasarkan tema yang mengacu pada masalah-masalah
yang ada di daerah, bahkan ironisnya telah disepakati ide penggunaan buku
seragam (dari satu penerbit) buku paket IPS baik cetak ataupun elektronik untuk
dijadikan pegangan guru dalam proses belajar mengajar pada wilayah
se-kabupaten; (3) guru IPS belum menggunakan media-media pembelajaran
alternatif yang berasal dari hasil kreativitas guru sendiri. Fakta ini terlihat dari
belum terealisasinya program kerja MGMP IPS untuk membuat media
pembelajaran IPS. Alasannya guru kesulitan dan terbentur pendanaan dalam
pembuatan media pelajaran IPS. Kalaupun ada guru IPS yang menggunakan
media pembelajaran biasanya masih terfokus pada media-media lama yang biasa
dipakai di sekolah atau madrasah seperti atlas, peta dan globe; (4) guru IPS juga
belum melakukan penanaman konsep yang berkaitan dengan kajian IPS yang
berkonteks kedaerahan dan kekinian. Begitu pula dengan penanaman pola berpikir
kritis terhadap berbagai fenomena sosial, politik, ekonomi, budaya, lingkungan
(geografis) di sekitar siswa sering dimuat media massa cetak di daerah. Dari
berbagai hal tersebut di atas telah tergambarkan bahwa pembelajaran IPS di
madrasah khususnya di MTs Negeri 1 Pelaihari belum berjalan secara ideal.
Bertolak dari pemikiran di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian
mengenai pengaruh penggunaan kliping media massa cetak sebagai sumber
pembelajaran IPS di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan
Selatan.
Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka yang
menjadi masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan
posttest kelas eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak ?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan
posttest kelas kontrol yang tidak menggunakan kliping media massa cetak ?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan gain hasil belajar siswa antara
kelas eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak
dibandingkan dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan kliping media
massa cetak?
C. Hipotesis
Asumsi atau anggapan dasar penelitian dipandang sebagai landasan teori
atau titik tolak pemikiran yang digunakan dalam suatu penelitian, yang mana
kebenarannya diterima oleh peneliti. Mengacu pada perumusan masalah penelitian
di atas, maka dikemukakan sebuah hipotesis penelitian secara umum bahwa
”Penggunaan kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa”.
Untuk lebih spesifik dan jelasnya, hipotesis tersebut dapat dikembangkan
menjadi beberapa hipotesis yang lebih khusus / rinci, yaitu:
1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan posttest kelas
eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan posttest kelas
3. Terdapat perbedaan yang signifikan gain hasil belajar siswa antara kelas
eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak dengan kelas
kontrol yang tidak menggunakan kliping media massa cetak.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini adalah penggunaan kliping media massa
cetak sebagai sumber pembelajaran IPS (X) dan hasil belajar siswa (Y). Definisi
operasional masing-masing variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel penggunaan kliping media massa cetak adalah variabel independent
atau variabel bebas (X)
Penggunaan kliping media massa cetak yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah kegiatan pengguntingan atau pemotongan bagian-bagian surat kabar
maupun majalah, kemudian disusun dengan sistem tertentu dalam berbagai bidang
pengetahuan. Bidang pengetahuan yang dikliping disesuaikan dengan standar
kompetensi/kompetensi dasar (SK/KD) dan tujuan pembelajaran IPS pada tingkat
SMP/MTs. Dalam kliping ini digunakan sistem penyusunan artikel atau berita,
ulasan, dan lain sebagainya yang hanya terdiri dari satu subjek. Susunan tersebut
bahannya dari berbagai judul surat kabar maupun majalah yang beredar di kota
pelaihari seperti Kompas, Jawa Post, Banjarmasin Post, Kalimantan Post, Radar
Banjar, Barito Post, Majalah Serambi Ummah, Majalah Tempo, Majalah Hidayah,
Majalah Wanita, dll. Dalam hal ini yang dipentingkan adalah subjeknya tanpa
memperhatikan judul surat kabar maupun kronologi waktu terbitnya.
Penggunaan kliping media massa cetak merupakan kegiatan siswa dalam
mengkaji sumber pembelajaran IPS yang terdapat pada kliping tersebut di bawah
disediakan oleh guru bagi masing-masing kelompok, namun pada pertemuan
berikutnya siswa ditugaskan menyusun klipingnya sendiri di luar jam pelajaran
sesuai dengan tema pelajaran yang akan dibahas.
Penggunaan kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran
terdiri dari : (1) sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan (learning
resources by design), yakni semua sumber secara khusus telah dikembangkan
sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang
terarah dan bersifat formal; dan (2) sumber pembelajaran yang karena
dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak
secara khusus didesain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan,
diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar. (AECT, 1977; Edgar
Dale dalam Plomp dan Ely, 1996 : 16; Sadiman, 2008:83).
Prosedur dan langkah-langkah dalam pembelajaran ini divisualisasikan
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Selanjutnya Pengukuran
variabel ini dilakukan dengan observasi terhadap proses pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran.
2. Variabel hasil belajar siswa adalah variabel dependent atau variabel terikat (Y).
Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian
siswa dalam penguasaan materi atau konsep setelah melewati proses pembelajaran
dalam bentuk prestasi belajar yang ditunjukkan dengan angka berupa nilai yang
dicapai siswa dalam menyelesaikan soal atau pertanyaan yang terdapat dalam
pre-test dan post-pre-test pada pembelajaran IPS. Pengukuran variabel ini dilakukan
dengan menggunakan tes hasil belajar yang dikembangkan peneliti dengan
Variabel lain adalah status sosial ekonomi siswa, ketersediaan media
massa cetak di rumah siswa, dan kebiasaan siswa membaca media massa sebagai
intervening variabel. Status sosial ekonomi siswa dalam penelitian ini maksudnya
adalah jawaban siswa terhadap pertanyaan mengenai jenis pekerjaan, tingkat
penghasilan, dan pendidikan orang tua siswa.
E. Tujuan Penelitian
Mengacu pada latar belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya, maka
tujuan utama penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS terhadap hasil
belajar siswa di MTs Negeri 1 Pelaihari. Adapun tujuan penelitian ini sebagai
berikut :
1. Membuktikan adanya perbedaan antara hasil pretest dengan posttest kelas
eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak.
2. Membuktikan adanya perbedaan antara hasil pretest dengan posttest kelas
kontrol yang tidak menggunakan kliping media massa cetak.
3. Membuktikan adanya perbedaan gain hasil belajar siswa antara kelas
eksperimen yang menggunakan kliping media massa cetak dengan kelas
kontrol yang tidak menggunakan kliping media massa cetak.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan memberikan beberapa manfaat, antara lain :
1. Sebagai pedoman mengenai cara penggunaan kliping media massa cetak
2. Memberikan kontribusi pemikiran kepada stakeholder pendidikan sebagai
bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pendidikan IPS di daerah.
3. Sebagai bahan masukan bagi guru IPS untuk menerapkan pembelajaran IPS
dengan menggunakan kliping media massa cetak.
4. Sebagai bahan untuk membantu mengembangkan wawasan para pengawas
dan perekayasa kurikulum di tingkat kabupaten/kota tentang penerapan
pembelajaran dengan menggunakan kliping media massa cetak.
5. Memberikan kontribusi untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan
nonequivalen groups pretest dan posttest design. Desain penelitian digambarkan
pada tabel 3.1. berikut ini :
Tabel 3.1 Desain Eksperimen
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksprimen O X O
Kontrol O - O
Sumber: diadaptasi dari Sukmadinata (2010:207)
Keterangan :
O : Tes awal (sebelum perlakuan)/tes akhir (setelah perlakuan) pada kelas
eksprimen dan kelas kontrol
X : Perlakuan dengan pembelajaran menggunakan kliping media massa cetak
sebagai sumber pembelajaran IPS di kelas eksperimen
Penelitian kuasi eksperimen ini melibatkan dua kelas siswa, yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas tersebut diberi pretest dan posttest,
dengan perlakuan yang berbeda dalam pembelajaran. Siswa pada kelas
eksperimen diberi perlakuan dengan pembelajaran menggunakan kliping media
massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS, sedangkan siswa pada kelas
kontrol tidak diberi perlakuan yang sama, tetapi menggunakan pembelajaran biasa
ceramah dan tanya jawab. Peneliti kemudian membandingkan skor perbedaan
rerata antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen (kelas yang diberi perlakuan).
Untuk lebih jelasnya, desain dari proses pembelajaran IPS kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol terlihat pada tabel 3.2. berikut.
Tabel 3.2
Desain Proses Pembelajaran
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol - Pretest dan kuisioner
- Perlakuan :
1. Pembelajaran IPS dengan menggunakan kliping media massa cetak.
2. Guru membuka pelajaran dan memberikan penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa. 3. Siswa belajar IPS melalui kliping
media massa cetak dengan melakukan diskusi kelompok. 4. Latihan soal dan evaluasi dengan
menjawab soal melalui kliping. 5. Guru menutup pembelajaran - Posttest
- Pretest dan kuisioner - Kegiatan belajar mengajar :
1. Pembelajaran IPS secara konvensional
2. Guru membuka pelajaran dan memberikan penjelasan tentang materi pelajaran.
3. Siswa belajar IPS dengan mendengarkan ceramah dari guru, melakukan tanya jawab, membaca buku paket dan mengamati gambar. 4. Latihan soal dan evaluasi dengan
menjawab LKS.
5. Guru menutup pembelajaran - Posttest
B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah
Laut Kalimantan Selatan, yang terletak di jalan Datu Insad Kecamatan Pelaihari
Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan. Alasan pemilihan lokasi
penelitian ini didasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya : (1) Status
akreditasi madrasah yang dimilikinya adalah A, sedangkan madrasah lainnya
nilainya adalah B; (2) Proses belajar mengajar di madrasah ini secara umum
menjadi acuan bagi madrasah lainnya di kabupaten Tanah Laut; (3) Memiliki
ketersediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasana, serta
dukungan dana dari komite madrasah yang memadai untuk kemajuan madrasah,
Siswa-siswa MTs Negeri 1 Pelaihari memiliki akses terhadap media massa cetak
yang lebih baik daripada madrasah lainnya karena letaknya yang berada di pusat
kota kabupaten.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa dari kelas VII sampai kelas IX
yang terdaftar dalam semester genap tahun pelajaran 2010/2011 di MTs Negeri 1
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan yang berjumlah 614 orang
siswa. Terbagi ke dalam kelas VII sebanyak 7 kelas, kelas VIII sebanyak 7 kelas
dan kelas IX sebanyak 6 kelas. Rerata jumlah siswa setiap kelas sebanyak 31-32
orang siswa.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. Pertimbangan
penetapan siswa kelas VIII (delapan) dalam penelitian ini, karena siswa di kelas
VII (tujuh) merupakan siswa baru di madrasah sehingga masih perlu beradaptasi
dengan pola belajar di lingkungan madrasah, sedangkan siswa kelas IX (sembilan)
dalam persiapan menghadapi Ujian Nasional. Oleh karena itu kelas VIII (delapan)
dianggap paling ideal untuk penelitian ini.
Sampel penelitian untuk keperluan eksperimen ini hanya dibutuhkan satu
kelas dan satu kelas untuk kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang akan
dikenai perlakuan dengan pembelajaran menggunakan kliping media massa cetak,
sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang tidak dikenai perlakuan yang sama,
tetapi pembelajaran biasa menggunakan ceramah dan tanya jawab. Penentuan
kelas eksperimen dan kelas kontrol ditentukan secara random (acak). Randomisasi
dilakukan dengan cara sederhana, yakni dengan teknik undian. Tujuh kelas VIII di
MTs Negeri 1 Pelaihari masing-masing diberi nomor urut dan dimasukkan ke
siswa 31 orang sebagai kelompok eksperimen dan VIII B dengan jumlah siswa
31 orang kelompok kontrol.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil
belajar IPS siswa dalam penelitian ini adalah tes. Zainul dan Nasoetion (1993:3-4)
mendefinisikan tes sebagai suatu pernyataan atau gagasan atau tugas atau
seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang
trait/atribut pendidikan atau psikologik yang setiap butirnya mempunyai jawaban
atau ketentuan yang dianggap benar. Adapun tes yang dilakukan adalah pretest
dan posttest. Pretest adalah tes yang diberikan sebelum pembelajaran dimulai
yang bertujuan mengetahui sejauh manakah siswa telah menguasai materi yang
akan diberikan (entry behavior), sedangkan posttest adalah tes yang diberikan
sesudah proses pembelajaran diselesaikan yang bertujuan untuk mengetahui
sejauh manakah siswa telah menguasai materi yang telah diajarkan (acievement).
Perbedaan hasil kedua jenis tes ini akan ditentukan oleh proses belajar dan
mengajar, karena jika proses belajar dan mengajar ”baik” maka akan terdapat
perbedaan yang besar antara hasil posttest dan pretest (Zainul dan Nasoetion,
1993 : 35).
Instrumen penelitian ini berupa soal tes hasil belajar IPS siswa yang
berbentuk soal pilihan ganda yang dikembangkan oleh peneliti dibawah
bimbingan ahli. Instrumen penelitian yang digunakan harus memiliki validitas dan
reliabilitas, sebab instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting
Pengembangan instrumen di atas dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Membuat kisi-kisi tes (lampiran 6 halaman 165)
2. Menulis butir tes (lampiran 7 halaman 167)
3. Mengkonsultasikan rancangan tes dengan ahli/pembimbing dan guru IPS
4. Melakukan uji coba tes
5. Menganalisis karakteristik perangkat tes (tingkat validitas dan realibilitas)
6. Menganalisis karakteristik butir soal (tingkat kesukaran dan daya pembeda)
7. Merevisi tes yang butirnya jelek.
8. Mempersiapkan dan menggandakan tes yang digunakan dalam penelitian.
Karakteristik perangkat tes yang baik dapat dilihat dari validitas,
reliabilitas dan karakteristik butir soalnya seperti tingkat kesukaran dan pembeda
soal.
1. Validitas
Pada instrumen penelitian yang berbentuk tes, dilakukan pengujian
validitas isi (content validity). Validitas isi ialah ukuran yang menunjukkan sejauh
mana skor dalam tes berasosiasi dengan penguasaan peserta tes dalam bidang
studi yang diuji melalui perangkat tes tersebut. Prosesnya dapat dilakukan dengan
dengan membandingkan antara isi instrumen tes dengan materi pelajaran yang
telah diajarkan. Jika isi instrumen di luar materi pelajaran yang telah ditetapkan,
berarti instrumen tes tersebut tidak mempunyai validitas isi. Secara teknis
pengujian validitas isi dalam penelitian ini menggunakan kisi-kisi soal tes (Zainul
Dalam menentukan apakah butir soal merupakan alat ukur yang sesuai
untuk mengukur suatu hasil belajar, maka peneliti berkonsultasi dengan
ahli/pembimbing dan tiga orang guru IPS MTs Negeri 1 Pelaihari dalam rangka
menganalisis isi butir soal tes tersebut. Analisis dilakukan dengan mengadakan
kajian terhadap kisi-kisi soal tes tersebut. Setelah ketiga orang guru IPS tersebut
menganalisis kisi-kisi soal tes, maka mereka menyimpulkan bahwa ternyata
semua butir soal telah mengukur indikator pelajaran pada kompetensi dasar yang
ingin dicapai. Kemudian dalam menentukan tingkat validitasnya juga dilakukan
uji statistikal dan ternyata hasilnya semua butir soal telah valid.
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas tes diperlukan intuk mengetahui sejauh mana suatu tes
memang dapat dipercaya sebagai alat ukur yang akan dapat menggambarkan
kemampuan peserta tes. Konsep reliabilitas secara umum dapat diartikan sebagai
suatu alat ukur yang dapat diyakini memberikan informasi yang konsisten dan
tidak mendua tentang karakteristik peserta tes yang diujikan. Suatu tes dikatakan
reliabel bila skor tes yang diperoleh melalui tes itu merupakan skor yang
sesungguhnya menggambarkan kemampuan peserta tes (Zainul dan Nasoetion,
1993 : 162).
Reliabilitas tes hasil belajar IPS dalam penelitian ini diuji dengan konsep
konsistensi internal yang dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali
saja. Kemudian dengan bantuan SPSS Versi 19.0 for Windows data yang
diperoleh dianalisis dengan Alpha (cronbach) yang didasarkan pada rerata
korelasi antar-item. Estimasi reliabilitas koefisien alpha dari Cronbach bahwa
(instrument). Hasil pengujian reliabilitas tes hasil belajar IPS yang digunakan
[image:30.595.111.515.176.619.2]dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.3`berikut :
Tabel 3.3
Reliabilitas Tes Hasil Belajar IPS
Estimasi Reliabilitas Jumlah Butir Koefisien
Koefisien Alpha Cronbach 30 0,8805
Sumber: diolah dari data primer
Dari tabel 3.3 tampak bahwa hasil pengujian reliabilitas alat pengumpul
data untuk instrumen tes hasil belajar IPS memiliki koefisien sebesar 0,8805. Hal
ini menunjukkan bahwa tes hasil belajar IPS memiliki koefisien alpha cukup
tinggi. Koefisien sebesar itu secara statistik adalah reliabel. Oleh karena instrumen
tes hasil belajar IPS telah mendapat validasi dari ahli/pembimbing dan guru IPS
serta juga didasarkan pada hasil pengujian statistikal uji coba instrumen yang
hasilnya sudah valid dan reliabel seluruh butirnya, maka instrumen dapat
digunakan untuk pengukuran dalam rangka pengumpulan data hasil belajar IPS.
3. Karakteristik Butir Soal
Untuk mengetahui mutu atau kualitas instrumen tes hasil belajar, maka
perlu dipahami karakteristik butir soal. Setelah dilakukan uji coba dalam
penelitian ini maka diketahui karakteristik butir soalnya, yaitu :
a. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi peserta tes menjawab benar
terhadap butir soal tersebut. Tingkat kesukaran butir soal dilambangkan dengan P.
Semakin besar nilai P (yang berarti semakin besar proporsi yang menjawab benar
butir soal itu mudah. Tingkat kesukaran butir soal berkisar antara 0.0 sampai
dengan 1.0. Bila soal mempunyai tingkat kesukaran 0.0 berarti tak seorangpun
peserta tes dapat menjawab butir soal tes tersebut dengan benar. Bila tingkat
kesukaran 1.0 berarti bahwa semua peserta tes dapat menjawab butir soal itu
secara benar. Untuk tes hasil belajar tingkat kesukaran yang dianggap baik adalah
bila berkisar sekitar 0.50 (Zainul dan Nasoetion, 1993 :150-151). Tingkat
[image:31.595.112.514.221.592.2]kesukaran butir dapat dibagi ke dalam tiga kelompok sebagaimana terlihat pada
tabel 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4. Tingkat Kesukaran
Tingkat Kesukaran Nilai P
Sukar
Sedang
Mudah
0,00 – 0,25
0,26 – 0,75
0,76 – 1,00
Sumber : Zainul dan Nasoetion (1993:153)
Dalam penelitian ini perhitungan Tingkat Kesukaran (P) dilakukan melalui
pengolahan data dengan bantuan program Microsoft Excel for windows. Adapun
tabel hasil perhitungan terdapat pada lampiran 10 (halaman 174). Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa tingkat kesukaran 30 butir soal test hasil belajar
IPS dalam penelitian ini memiliki nilai kriteria sukar sebanyak 4 butir soal, mudah
sebanyak 2 butir soal, dan kebanyakan memiliki kriteria sedang sebanyak 24 butir
soal. Artinya secara umum kriteria soal tes hasil belajar dalam penelitian ini
adalah baik. Adapun rangkuman hasil perhitungan tingkat kesukaran soal dapat
Tabel 3.5
Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal No Tingkat
Kriteria No Tingkat Kriteria
Soal Kesukaran Soal Kesukaran
1 0.50 Sedang 16 0.78 mudah
2 0.50 Sedang 17 0.25 Sukar
3 0.68 Sedang 18 0.70 Sedang
4 0.58 Sedang 19 0.55 Sedang
5 0.53 Sedang 20 0.55 Sedang
6 0.70 Sedang 21 0.65 Sedang
7 0.23 Sukar 22 0.55 Sedang
8 0.50 Sedang 23 0.38 Sedang
9 0.30 Sedang 24 0.55 Sedang
10 0.65 Sedang 25 0.60 Sedang
11 0.80 mudah 26 0.40 Sedang
12 0.65 Sedang 27 0.23 Sukar
13 0.25 Sukar 28 0.40 Sedang
14 0.63 Sedang 29 0.58 Sedang
15 0.60 Sedang 30 0.55 Sedang
Sumber: diolah dari data primer
b. Daya Pembeda
Daya pembeda butir ialah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan
butir soal membedakan kelompok yang berprestasi tinggi (kelompok atas) dari
kelompok yang berprestasi rendah (kelompok bawah) diantara para peserta tes
(Zainul dan Nasoetion, 1993 :156). Dalam penelitian ini perhitungan Indeks
Diskriminasi (D) dilakukan melalui pengolahan data dengan bantuan program
Microsoft Excel for windows. Adapun tabel hasil perhitungan daya pembeda pada
lampiran 11 halaman 175.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks daya pembeda soal test
hasil belajar IPS dalam penelitian ini memiliki nilai antara 0,36 – 0,75. Artinya
Adapun rangkuman hasil perhitungan daya pembeda soal dapat dilihat
[image:33.595.112.515.146.627.2]pada tabel 3.6 berikut ini :
Tabel 3.6
Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal No Daya
Kriteria No Daya Kriteria
Soal Pembeda Soal Pembeda
1 0.55 Baik 16 0.64 Baik
2 0.55 Baik 17 0.64 Baik
3 0.73 Baik sekali 18 0.64 Baik
4 0.64 Baik 19 0.64 Baik
5 0.55 Baik 20 0.55 Baik
6 0.82 Baik sekali 21 0.45 Baik
7 0.45 Baik 22 0.45 Baik
8 0.45 Baik 23 0.73 Baik sekali
9 0.55 Baik 24 0.55 Baik
10 0.45 Baik 25 0.55 Baik
11 0.45 Baik 26 0.55 Baik
12 0.45 Baik 27 0.45 Baik
13 0.36 Cukup 28 0.64 Baik
14 0.45 Baik 29 0.45 Baik
15 0.73 Baik sekali 30 0.55 Baik
Sumber: diolah dari data primer
Selain instrumen berupa tes hasil belajar IPS, peneliti juga menggunakan
kuisioner (lampiran 13, halaman 177) dalam rangka pengumpulan data mengenai
terdapat tidaknya kesamaan karakteristik keadaan sampel penelitian. Kemudian
Untuk melengkapi informasi hasil penelitian sehubungan dengan proses
pembelajaran, maka digunakan pedoman observasi terhadap guru dan siswa serta
D. Karakteristik Sampel
Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan diketahui rerata nilai IPS siswa
MTs Negeri 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan pada semester
[image:34.595.112.516.207.607.2]ganjil 2010/2011 seperti yang ada pada tabel berikut ini.
Tabel 3.7 Rerata Nilai IPS Siswa Kelas VIII pada semester ganjil 2010/2011 di MTs Negeri 1 Pelaihari
Kelas Rerata Nilai IPS Siswa Total Rerata
A B C D E F G
VIII 67 68 66 68 67 66 66 66,86
Sumber : MTs Negeri 1 Pelaihari
Dari data pada tabel di atas terlihat bahwa nilai kelas VIII B sebagai kelas
eksperimen dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol memiliki persamaan nilai
rerata, yakni sebesar 68. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
siswa dalam mata IPS pada kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen tidak
berbeda secara signifikan, karena itu layak untuk dijadikan subjek penelitian.
Artinya variabel kecerdasan atau kemampuan IPS siswa tidak perlu menjadi
perhatian untuk dikaji lebih lanjut dalam melihat pengaruhnya terhadap hasil
penelitian.
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui penyebaran kuisioner kepada
para siswa, maka dapat diketahui karakteristik subjek penelitian lainnya seperti
jenis, kelamin, urutan kelahiran anak, pekerjaan orang tua (ayah), penghasilan
orang tua setiap bulan, pendidikan terakhir ayah dan ibu. Selain itu juga
dikemukakan ketersediaan secara rutin media massa cetak baik surat kabar
maupun majalah di rumah serta kebiasaan siswa dalam membaca media massa
Dari 62 orang siswa yang menjadi subjek penelitian, komposisi jenis
kelamin siswa hampir berimbang, terdiri dari 30 orang siswa laki-laki (48,39%)
dan 32 orang siswa perempuan (51,61%). Begitu juga jika dilihat dari aspek
kelompok perlakuan, jumlah siswa kelompok eksperimen dengan jumlah siswa
kelompok kontrol juga berimbang, yakni 31 orang siswa (50%) kelompok
eksperimen dan (50%) kontrol. Dengan distribusi yang berimbang ini diharapkan
hasil penelitian dapat digeneralisasikan lebih baik.
Tabel 3.8 berikut adalah tabel jenis kelamin siswa yang menjadi subjek
[image:35.595.108.513.226.732.2]penelitian :
Tabel 3.8 Jenis Kelamin Siswa Jenis Kelamin Siswa
Kelompok
Total Eksperimen Kontrol
f % f % f %
Laki-laki 15 48,39 15 48,39 30 48,39
Perempuan 16 51,61 16 51,61 32 51,61
Total 31 50 31 50 62 100
Sumber: diolah dari data primer
Jika jenis kelamin siswa digambarkan dalam bentuk bagan, maka akan
memperlihatkan gambaran seperti tanpak pada bagan 3.1 berikut :
Bagan 3.1 Jenis Kelamin Siswa
Sumber: diolah dari data primer 0
5 10 15 20
eksperimen kontrol
ju
m
la
h
Kelompok Perlakuan
laki-laki
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin siswa yang
terdapat pada kelompok kontrol dengan jenis kelamin siswa yang terdapat pada
kelompok eksperimen tidak berbeda secara signifikan, karena itu layak untuk
dijadikan subjek penelitian.
Dilihat dari urutan kelahiran dalam keluarga, subjek penelitian ini juga
cukup beragam, namun proporsi tertinggi adalah anak sulung yang terdiri dari 28
orang siswa (45,16%), kemudian anak kedua 13 orang siswa (20,97%), anak
keempat 10 orang siswa (16,13%), selanjutnya anak ketiga 8 orang siswa
(12,90%) dan hanya 3 orang siswa (4,84%) yang merupakan anak kelima atau
lebih. Meskipun cukup banyak siswa dari keluarga kecil dengan dua anak, namun
terdapat sekitar 18 (29,03%) keluarga siswa yang mempunyai lebih dari tiga orang
anak.
Urutan kelahiran siswa dalam keluarga pada masing-masing kelompok
[image:36.595.109.515.235.698.2]eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada tabel 3.9 berikut ini :
Tabel 3.9
Urutan Kelahiran Siswa dalam Keluarga Urutan kelahiran siswa
dalam keluarga
Kelompok
Total Eksperimen Kontrol
f % f % f %
Anak pertama 13 20,97 15 24,19 28 45,16
Anak kedua 7 11,29 6 9,68 13 20,97
Anak ketiga 3 4,84 5 8,06 8 12,90
Anak keempat 6 9,68 4 6,45 10 16,13
Anak kelima 2 3,23 1 1,61 3 4,84
Total 31 50 31 50 62 100
Jika urutan kelahiran siswa dalam keluarga digambarkan dalam bentuk
bagan, maka akan memperlihatkan gambaran seperti tanpak pada bagan 3.2
berikut :
Bagan 3.2
Urutan Kelahiran Siswa dalam Keluarga
Sumber: diolah dari data primer
Perbedaan karakteristik siswa dalam urutan kelahiran kelompok
eksperimen dan kontrol tidak dijadikan variabel dalam penelitian ini. Landasan
teoritik untuk memposisikan urutan kelahiran tidak ada. Meskipun demikian
karakteristik ini dikemukakan karena dalam realita ada informasi yang
menyatakan bahwa ada perbedaan perlakuan antara anak pertama, anak kedua dan
seterusnya dalam hal pendidikan. Pengaruh perlakuan tersebut terhadap hasil
belajar masih perlu dikaji.
Pekerjaan orang tua (ayah) siswa sangatlah bervariasi. Secara berurutan
berdasarkan besarnya jumlah persentasi yaitu Pegawai atau TNI 15 orang
(24,19%), pegawai swasta atau BUMN 14 orang (22,58%), wiraswasta 11 orang
sisanya 5 orang (8,06%) mempunyai pekerjaan selain yang disebutkan tadi.
Pekerjaan orang tua siswa (ayah) pada masing-masing kelompok eksperimen dan
[image:38.595.114.516.199.724.2]kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 3.10 berikut :
Tabel 3.10
Pekerjaan Orangtua Siswa (Ayah) Pekerjaan Orangtua siswa
(Ayah)
Kelompok
Total Eksperimen Kontrol
f % f % f %
PNS/TNI/Polri 8 12,90 7 11,29 15 24,19
Pegawai Swasta/BUMN 7 11,29 7 11,29 14 22,58
Wiraswasta 5 8,06 6 9,68 11 17,74
Pedagang 4 6,45 5 8,06 9 14,52
Petani/Buruh 5 8,06 3 4,84 8 12,90
Lain-lain 2 3,23 3 4,84 5 8,06
Total 31 50 31 50 62 100
Sumber: diolah dari data primer
Pekerjaan orangtua siswa (ayah) jika digambarkan dalam bentuk bagan,
maka akan tampak seperti pada bagan 3.3 berikut :
Bagan 3.3
Pekerjaan Orangtua Siswa (Ayah)
Penghasilan orang tua siswa setiap bulan sangatlah bervariasi, yang
berjumlah kurang dari Rp 500.000 ada 5 orang siswa (8,06%), 5 orang siswa
(8,06%) mengaku orang tuanya mempunyai penghasilan antara Rp 501.000 - Rp
750.000, 7 orang siswa (11,29%) antara Rp 751.000 - Rp 1.000.000, dan 12
orang siswa (19,35%) antara Rp 1.001.000 - Rp 1.500.000. Kemudian 18 orang
siswa (29,03%) menjawab orang tuanya berpenghasilan Rp 1.501.000 – Rp
2.000.000. Sedangkan yang berpenghasilan diatas Rp 2.001.000 ada 15 orang
siswa (24,19%). Jadi secara umum orang tua siswa yang menjadi subjek penelitian
ini mempunyai penghasilan antara Rp 1.001.000-1.500.000 yang kira-kira berada
pada tingkat menengah. Penghasilan orang tua siswa dapat dilihat pada tabel 3.11
[image:39.595.109.514.221.647.2]di bawah ini :
Tabel 3.11
Penghasilan Orangtua Siswa
Penghasilan Orangtua siswa
Kelompok
Total Eksperimen Kontrol
f % f % f %
< Rp 500.000 3 4,84 2 3,23 5 8,06
Rp 500.000 – Rp 750.000 2 3,23 3 4,84 5 8,06
Rp 751.000 – Rp 1.000.000 3 4,84 4 6,45 7 11,29
Rp 1.001.000 – Rp 1.500.000 7 11,29 5 8,06 12 19,35
Rp 1.501.000 – Rp 2.000.000 10 16,13 8 12,90 18 29,03
> Rp 2.001.000 6 9,68 9 14,52 15 24,19
Total 31 50 31 50 62 100
Sumber: diolah dari data primer
Gambaran penghasilan orangtua siswa jika dikonversikan dalam bentuk
Bagan 3.4
Penghasilan Orangtua Siswa
Sumber: diolah dari data primer
Secara statistik dapat dilihat bahwa komposisi perbandingan penghasilan
orang tua siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol cukup seimbang atau
tidak berbeda secara signifikan. Artinya variabel penghasilan orang tua siswa
tidak perlu menjadi perhatian untuk dikaji lebih lanjut dalam melihat pengaruhnya
terhadap hasil penelitian.
Sementara itu persentase tertinggi pendidikan terakhir ayah siswa adalah
SLTA yaitu 23 orang (37,10%). Secara terperinci mulai dari jenjang SD yaitu 7
orang (11,29%), berpendidikan SLTP ada 10 orang (16,13%). Sedangkan
berpendidikan sarjana muda/D3 ada 10 orang (16,13%), S1/Sarjana ada 11 orang
(17,74%), dan S2/Magister ada 1 orang (1,61%). Pendidikan terakhir ayah siswa
ini dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut ini : 0
2 4 6 8 10 12
Ju
m
la
h
Kelompok Eksperimen
Tabel 3.12
Pendidikan Terakhir Ayah Siswa
Sumber: diolah dari data primer
Gambaran pendidikan terakhir ayah siswa jika dikonversikan dalam
bentuk bagan maka akan tampak seperti pada bagan 3.5 berikut :
Bagan 3.5
Pendidikan Terakhir Ayah Siswa
Sumber: diolah dari data primer 0
2 4 6 8 10 12 14
Ju
m
la
h
Eksperimen
Kontrol Pendidikan Terakhir Ayah Siswa
Kelompok
Total Eksperimen Kontrol
f % f % f %
SD 3 4,84 4 6,45 7 11,29
SLTP dan sederajat 6 9,68 4 6,45 10 16,13
SLTA dan sederajat 10 16,13 13 20,97 23 37,10
D3/Sarjana muda 6 9,68 4 6,45 10 16,13
S1/Sarjana 6 9,68 5 8,06 11 17,74
S2/Magister 0 0,00 1 1,61 1 1,61
S3/Doktor 0 0,00 0 0,00 0 0,00
[image:41.595.110.512.138.697.2]Secara statistik dapat dilihat bahwa pendidikan terakhir ayah siswa yang
berada pada kelompok eksperimen dengan pendidikan ayah siswa pada kelompok
kontrol tidak berbeda secara signifikan. Artinya variabel pendidikan ayah tidak
perlu menjadi perhatian untuk dikaji lebih dalam melihat pengaruhnya terhadap
hasil penelitian.
Selanjutnya, pendidikan terakhir ibu siswa tampak terdistribusi dari SD
hingga S1/Sarjana, walaupun secara umum pendidikan ibu dari subjek penelitian
ini masih pada jenjang SLTA. Untuk lebih jelasnya pendidikan terakhir ibu siswa
adalah SD ada 4 orang (6,45%), SLTP ada 14 orang (22,58%), SLTA 33 orang
(53,23%), Sarjana muda/D3 ada 4 orang (6,45%) dan S1/Sarjana ada 7 orang
(11,29%). Pendidikan terakhir ibu siswa pada masing-masing kelompok
[image:42.595.110.514.231.689.2]eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut:
Tabel 3.13
Pendidikan Terakhir Ibu Siswa
Pendidikan Terakhir Ibu Siswa
Kelompok
Total Eksperimen Kontrol
f % f % f %
SD 3 4,84 1 1,61 4 6,45
SLTP dan sederajat 7 11,29 7 11,29 14 22,58
SLTA dan sederajat 15 24,19 18 29,03 33 53,23
D3/Sarjana muda 3 4,84 1 1,61 4 6,45
S1/Sarjana 3 4,84 4 6,45 7 11,29
S2/Magister 0 0,00 0 0,00 0 0,00
S3/Doktor 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Total 31 50 31 50 62 100
Untuk lebih jelasnya, pendidikan terakhir ibu siswa dapat digambarkan
seperti pada bagan 3.6 berikut :
Bagan 3.6
Pendidikan Terakhir Ibu Siswa
Sumber: diolah dari data primer
Secara statistik dapat dilihat bahwa pendidikan terakhir ibu siswa yang
berada pada kelompok eksperimen dengan pendidikan ibu siswa pada kelompok
kontrol tidak berbeda secara signifikan. Artinya variabel pendidikan ibu tidak
perlu menjadi perhatian untuk dikaji dalam melihat pengaruhnya terhadap hasil
penelitian.
Fakta lain yang dilihat adalah ketersediaan secara rutin media massa cetak
baik surat kabar maupun majalah di rumah siswa pada masing-masing kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 3.14 berikut : 0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Ju
m
la
h
Eksperimen
Tabel 3.14
Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa
Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa
Kelompok
Total Eksperimen Kontrol
f % f % f %
Ya 15 24,19 10 16,13 25 40,32
Tidak 16 25,81 21 33,87 37 59,68
Total 31 50 31 50 62 100
Sumber: diolah dari data primer
Jika dikonversikan kedalam bentuk bagan maka ketersediaan secara rutin
media massa cetak di rumah siswa akan tampak seperti pada bagan 3.7 berikut :
Bagan 3.7
Ketersediaan Secara Rutin Media Massa Cetak di Rumah Siswa
Sumber: diolah dari data primer
Secara statistik dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dalam hal ketersediaan media massa cetak di rumah siswa antara
kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Artinya variabel ketersediaan
media massa cetak di rumah siswa tidak perlu menjadi perhatian untuk dikaji
lebih dalam melihat pengaruhnya terhadap hasil penelitian. 0
5 10 15 20
Eksperimen Kontrol
Ju
m
la
h
Ya
Selanjutnya kebiasaan siswa dalam membaca media massa cetak baik
Surat kabar maupun majalah di rumahnya pada masing-masing kelompok
[image:45.595.110.512.202.616.2]eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 3.15 berikut :
Tabel 3.15
Kebiasaan Membaca Media Massa Cetak di Rumah Siswa Kebiasaan Membaca Media
Massa Cetak di Rumah Siswa
Kelompok
Total Eksperimen Kontrol
f % f % F %
Selalu 9 14,52 7 11,29 16 25,81
Kadang-Kadang 21 33,87 22 35,48 43 69,35
Tidak pernah 1 1,61 2 3,23 3 4,84
Total 31 50 31 50 62 100
Sumber: diolah dari data primer
Jika dikonversikan kedalam bentuk bagan maka kebiasaan membaca
media massa cetak di rumah siswa akan tampak seperti pada bagan 3.8 berikut :
Bagan 3.8
Kebiasaan Membaca Media Massa Cetak di Rumah Siswa
Sumber: diolah dari data primer
Secara statistik dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan atau hampir sama dalam hal kebiasaan membaca media massa cetak di
rumah siswa antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Artinya
variabel kebiasaan membaca media massa cetak di rumah siswa tidak perlu 0
5 10 15 20 25
Selalu Kadang-Kadang Tidak pernah
Ju
m
la
h
Eksperimen
menjadi perhatian untuk dikaji lebih dalam melihat pengaruhnya terhadap hasil
penelitian.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 6 (enam) pertemuan di MTs Negeri 1
Pelaihari. Waktu pelaksanaan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011,
yaitu pada bulan Februari s.d April 2011. Setiap pertemuan dialokasikan waktu 2
x 40 menit sesuai jadwal jam pelajaran IPS di di MTs Negeri 1 Pelaihari. Rincian
pertemuan sebagai berikut : 2 (dua) kali pertemuan untuk pre-test dan post-test,
sedangkan sisanya sebanyak 4 (empat) kali pertemuan digunakan untuk kegiatan
pembelajaran.
Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengadakan studi pendahuluan di MTs Negeri 1 Pelaihari kabupaten Tanah
Laut Kalimantan Selatan dan berdiskusi dengan guru IPS kelas VIII untuk
memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran IPS dan hasil belajar
siswa.
2. Melaksanakan studi dokumentasi dan ramdomisasi kelas dengan cara diundi
untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Melakukan persiapan penelitian dengan menyusun materi pelajaran, instrumen
penelitian, dan uji coba serta menganalisis data hasil uji coba instrumen.
4. Memberikan tes awal (pre-test) dan kuisioner pada siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Pre-test dan kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui kesamaan
kondisi subjek antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jika kondisi subjek
penelitian tidak sama atau hampir tidak sama, maka perlakuan tidak bisa
5. Melakukan desiminasi pengetahuan tentang cara penyusunan dan
langkah-langkah penggunaan kliping media massa cetak terhadap guru IPS di MTs
Negeri 1 Pelaihari kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Kegiatan ini
dilakukan sebelum pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen.
6. Memberikan perlakuan terhadap kelas eksperimen. Pada kelas ekperimen
dilakukan pembelajaran dengan menggunakan kliping media massa cetak
sebagai sumber pembelajaran IPS. Adapun aktivitas yang dilakukan di kelas
eksperimen sebagai berikut :
a. Pada pertemuan pertama guru membuka pembelajaran dan memberikan
penjelasan tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa, kemudian guru
membagi siswa kedalam 6 kelompok diskusi setiap kelompok terdiri dari
5-6 orang siswa.
b. Guru membagikan kliping yang telah disediakannya beserta 5 buah soal
yang sama tentang ”masalah sosial dan pengendalian penyimpangan sosial”
kepada masing-masing kelompok siswa. Siswa dipersilakan minta informasi
atau tanggapan kepada guru tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pembelajaran.
c. Berdasarkan sumber-sumber yang terdapat dalam kliping tersebut, siswa
melakukan diskusi kelompok dan menjawab secara tertulis permasalahan
yang dikemukakan dari 5 buah soal tersebut.
d. Salah satu kelompok siswa maju untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya. Kemudian salah satu anggotanya bertindak sebagai
moderator untuk memandu jalannya presentasi dan tanggapan dari
e. Guru mengamati dan memberikan evaluasi terhadap kelompok / perorangan
yang menjawab soal melalui informasi dari kliping.
f. Guru dan siswa membuat kesimpulan pembelajaran.
g. Sebelum menutup pembelajaran guru memberikan tugas kepada
masing-masing kelompok untuk membuat kliping dengan tema ”masalah
penyimpangan sosial dan pengendaliannya”.
h. Pada pertemuan kedua guru melaksanakan pembelajaran sebagaimana poin
a sampai e di atas, namun bedanya pada pertemuan ini digunakan kliping
yang telah dibuat sendiri oleh siswa.
i. Siswa menyerahkan kepada guru ringkasan hasil diskusi kelompok dan
kliping hasil tugas individu mereka.
j. Guru menutup pembelajaran setelah membuat kesimpulan pembelajaran
bersama siswa.
7. Pembelajaran di kelas kontrol melakukan pembelajaran tidak menggunakan
kliping media massa cetak sebagai sumber pembelajaran IPS, tetapi
menggunakan pembelajaran biasa dengan media cetak gambar. Adapun
aktivitas yang dilakukan di kelas kontrol sebagai berikut :
a. Guru membuka pembelajaran
b. Guru memberikan