vii
ABSTRAK………i
KATA PENGANTAR..………..ii
UCAPAN TERIMA KASIH...iv
DAFTAR ISI………..vii
DAFTAR TABEL………..xv
DAFTAR LAMPIRAN………....xvi
BAB 1 PENDAHULUAN……….1
1.1 Latar Belakang Masalah...….……….1
1.2 Pembatasan Masalah..………...13
1.3 Perumusan Masalah.…….………14
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….15
1.4.1 Tujuan Penelitian………15
1.4.2 Manfaat Penelitian………..16
1.5 Anggapan Dasar………16
1.6 Definisi Operasional……….17
BAB 2 PENDEKATAN STRUKTURAL, RESPON PEMBACA, DAN MODEL PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA………...19
viii
2.1.2 Perkembangan Strukturalisme………26
2.1.3 Pascastrukturalisme………30
2.1.4 Kajian Struktural...………..31
2.2 Respon Pembaca………...33
2.3 Novel………....39
2.3.1 Pengertian Novel………....39
2.3.2 Ciri-ciri Novel………....41
2.3.3 Jenis-jenis Novel………....41
2.3.4 Unsur-unsur Intrinsik Novel………...43
2.3.4.1 Tema………..43
2.3.4.2 Latar (setting)………....45
2.3.4.3 Tokoh dan Penokohan………...46
2.3.4.4 Alur (plot)………..48
2.3.4.5 Sudut Pandang (point of view)………..52
2.3.4.6 Gaya (style)………...54
2.3.4.7 Amanat………..55
2.4 Apresiasi Novel………56
2.4.1 Pengertian Apresiasi Novel.………..56
2.4.2 Tingkatan Apresiasi Novel………58
2.4.3 Kegiatan Apresiasi Novel………..59
ix
2.5 Film………..64
2.5.1 Pengertian Film………..64
2.5.2 Unsur-unsur Pembentuk Film………66
2.5.2.1 Unsur Naratif dan Unsur Sinematik Film……….66
2.5.3 Struktur Film………..68
2.5.3.1 Shot………68
2.5.3.2 Adegan (Scene)………...68
2.5.3.3 Sekuen (Sequence)………....69
2.6 Adaptasi Novel Menjadi Film………...70
2.7 Model Pembelajaran………72
2.7.1 Pengertian Model Pembelajaran………72
2.5.2 Rumpun Model Pembelajaran………...73
BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN……….77
3.1 Metode Penelitian………...77
3.2 Teknik Penelitian………....78
3.3.1 Instrumen Pengumpulan Data………..78
3.3.1.1 Pedoman Apresiasi Novel………...78
3.3.1.2 Panduan Analisis Teks Respon Pembaca………80
3.3 Prosedur Penelitian……….82
3.4 Desain Penelitian.………...83
x
KARYA ANDREA HIRATA DAN ADAPTASINYA DALAM
BENTUK FILM…...85
4.1 Pendahuluan………...85
4.2 Struktur Novel dan Film Sang Pemimpi………....86
4.2.1 Pengaluran Novel dan Film Sang Pemimpi………..86
4.2.1.1 Analisis Pengaluran Novel dan Film Sang Pemimpi…...86
4.2.1.2 Hasil Analisis Perbandingan Pengaluran antara Novel dan Film Sang Pemimpi……….165
4.2.1.3 Simpulan Hasil Analisis Perbandingan Pengaluran antara Novel dan Film Sang Pemimpi………..166
4.2.2 Latar dalam Novel dan Film Sang Pemimpi………..172
4.2.2.1 Analisis Latar Tempat dalam Novel dan Film Sang Pemimpi ….………..………....172
4.2.2.2 Analisis Latar Waktu dalam Novel dan Film Sang Pemimpi…………...………...185
4.2.2.3 Analisis Latar Sosial dalam Novel dan Film Sang Pemimpi………...188
4.2.2.4 Hasil Analisis Perbandingan Latar antara Novel dan Film Sang Pemimpi………..194
xi
Sang Pemimpi………...198
4.2.3.1 Ikal………...199
4.2.3.2 Arai………...206
4.2.3.3 Jimbron……….212
4.2.3.4 Ayah……..………...216
4.2.3.5 Ibu………217
4.2.3.6 Pak Mustar………...219
4.2.3.7 Pak Julian Ichsan Balia…...……….222
4.2.3.8 Bang Zaitun………..223
4.2.3.9 Laksmi………..226
4.2.3.10 Zakiah Nurmala……….227
4.2.3.11 Bang Rokib………228
4.2.3.12 Hasil Analisis Perbandingan Tokoh dan Penokohan antara Novel dan Film Sang Pemimpi………...229
4.2.3.13 Simpulan Hasil Analisis Perbandingan Tokoh dan Penokohan antara Novel dan Film Sang Pemimpi....231
4.2.4 Sudut Pandang dalam Novel dan Film Sang Pemimpi……...232
4.2.4.1 Hasil Analisis Perbandingan Sudut Pandang antara Novel dan Film Sang Pemimpi………..238
xii
4.2.5.1 Hasil Analisis Perbandingan Gaya antara Novel dan Film Sang Pemimpi……….246 4.2.5.2 Simpulan Hasil Analisis Perbandingan Gaya antara
Novel dan Film Sang Pemimpi………....248 4.2.6 Tema dalam Novel dan Film Sang Pemimpi………...248 4.2.6.1 Hasil Analisis Perbandingan Tema antara Novel
dan Film Sang Pemimpi………..248 4.2.6.2 Simpulan Hasil Analisis Perbandingan Tema antara
Novel dan Film Sang Pemimpi………...250 4.2.7 Amanat dalam Novel dan Film Sang Pemimpi………...251
4.2.7.1 Hasil Analisis Perbandingan Amanat antara Novel dan Film Sang Pemimpi……….251 4.2.7.2 Simpulan Hasil Analisis Perbandingan Amanat
antara Novel dan Filn Sang Pemimpi………254 4.2.8 Hubungan Antarunsur dalam Novel dan Film
Sang Pemimpi……….255 4.2.9 Analisis dan Pembahasan Respon Pembaca terhadap Unsur Intrinsik dan Adaptasi Novel Sang Pemimpi ke dalam
xiii
Unsur Intrinsik dalam Novel dan Film
Sang Pemimpi………318
4.2.9.2.2 Hasil Analisis Respon Pembaca terhadap Adaptasi Novel Sang Pemimpi ke dalam Bentuk Film………328 4.2.9.3 Pembahasan Hasil Analisis Respon Pembaca……...333
4.2.9.3.1 Pembahasan Hasil Analisis Respon Pembaca terhadap Unsur Intrinsik dalam Novel dan Film Sang Pemimpi…………...334 4.2.9.3.2 Pembahasan Hasil Analisis Respon
Pembaca terhadap Adaptasi Novel Sang Pemimpi ke dalam Bentuk Film………….342 4.2.9.3.3 Simpulan Hasil Analisis Respon Pembaca
Terhadap Unsur Intrinsik dan Adaptasi Novel Sang Pemimpi ke dalam
Bentuk Film………345 BAB 5 MODEL RESPON PEMBACA DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI NOVEL DAN ADAPTASINYA DALAM
xiv
Apresiasi Novel dan Adaptasinya dalam Bentuk Film di SMP…...353
5.2.1 Nama Model………....353
5.2.2 Orientasi Model………...353
5.2.3 Tahapan Model (Sintak)………..353
5.2.4 Sistem Sosial yang Diharapkan dalam Model………353
5.2.5 Dampak Instruksional dan Penyerta………...354
5.2.6 Model yang Ditawarkan……….354
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan………...357
6.2 Saran………....360
DAFTAR PUSTAKA………...364
LAMPIRAN-LAMPIRAN……….366
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengalihan sebuah karya sastra ke bentuk atau media lain telah lama
dilakukan. Paling banyak dikenal adalah perubahan bentuk sebuah puisi menjadi
sebuah lagu (musikalisasi puisi). Tentu bukan hal yang asing jika disinggung
puisi-puisi Taufik Ismail yang dilagukan oleh Bimbo atau novel Hilman yaitu
Lupus yang diangkat ke layar perak. Pengalihan atau perubahan bentuk karya seni
tersebut adalah hal yang biasa. Dalam hal ini, adaptasi atau perubahan bentuk
(media) karya sastra menjadi sebuah film menurut Eneste (1991: 11) disebut
ekranisasi. Ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan/pengangkatan
sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa Perancis berarti layar).
Perubahan bentuk atau media ini tentu tidak bisa menghindari munculnya
perubahan. Cerita, tokoh, alur, latar, dan bahkan tema, bisa mengalami perubahan
dari bentuk asli (karya sastra) dalam bentuk film. Apabila teks karya sastra
berbicara melalui bahasa dan kata-kata, maka film berbicara menggunakan bentuk
visual (gambar).
Karya sastra mengajak pembaca berimajinasi secara bebas mengikuti
cerita. Pembaca bebas memiliki imajinasi tentang gambaran tokoh, latar, dan
suasana dalam cerita. Di samping itu, dalam sebuah karya sastra tidak jarang
pengarang berhasil memancing rasa penasaran pembaca dengan permainan
sebuah karya sastra. Seorang pengarang membangun cerita menggunakan
kata-kata.
Berbeda dengan karya sastra, film berbicara menggunakan gambar.
Penulis skenario, menurut Pudovkin (Eneste, 1991: 16), bergulat dengan plastic material. Penulis skenario harus cermat memilih materi yang bisa membawa
gambaran yang tepat bagi filmnya. Pemilihan materi sebuah rumah mewah
dengan isi perabotan yang juga mewah kiranya telah cukup memberi gambaran
kepada penonton bahwa tokoh yang digambarkan adalah seorang yang kaya.
Penentuan lokasi shooting di pedesaan cukup memberi gambaran mengenai latar
cerita. Inilah yang disebut plastic material.
Satu perbedaan yang mendasar pada proses pembuatannya, karya sastra
adalah sebuah karya individu. Pengarang bergulat dengan dirinya sendiri untuk
menghasilkan sebuah karya sastra. Kecermatannya menyusun kata-kata pada
akhirnya bisa membawa pembaca pada alam imajinasi. Namun, film adalah
sebuah bentuk karya seni yang melibatkan beberapa orang dari bidang (seni) yang
berbeda.
Terdapat beberapa unsur mendasar dalam film. Setelah skenario disiapkan
penulis, sutradara tidak bisa meninggalkan peran juru kamera, juru rias, sound effect, penyunting, dan tentu saja aktor. Eneste (1991: 18) menyebut film sebagai
gabungan beberapa ragam kesenian: musik, seni rupa, drama, sastra ditambah
unsur fotografi. Film juga disebutnya sebagai total art, pan art, atau collective art. Ekranisasi juga menimbulkan beberapa perubahan pada sebuah karya
dalam waktu yang relatif lebih singkat (durasi rata-rata film 90 menit). Hal ini
tentu menyebabkan adanya beberapa pengurangan atau penghilangan beberapa
bagian dari karya aslinya. Contohnya, film Ayat-Ayat Cinta yang diangkat dari novel dengan judul sama. Terdapat beberapa tokoh yang tidak ditampilkan dalam
filmnya, misalnya Tuan Boutross ayah Maria.
Ekranisasi juga salah satu bentuk interpretasi atau resepsi pembaca (dalam
hal ini penulis skenario). Oleh karena itu, bukan tidak mungkin dalam filmnya
terdapat penambahan dari karya aslinya. Di samping itu, sutradara juga bisa
memberi interpretasi sendiri terhadap skenario sehingga terjadilah resepsi atas
resepsi. Contohnya, film The Scarlet Letter. Dalam filmnya yang dibintangi Demi Moore, muncul tokoh Mituba yang tidak ada dalam novelnya. Film Ayat-Ayat Cinta menampilkan kehidupan poligami tokoh Fahri yang tidak terdapat dalam
novelnya. Ini adalah satu bentuk interpretasi pembaca dalam rangka melahirkan
karya baru.
Perubahan yang bervariasi juga menjadi sebuah kemungkinan dalam
ekranisasi. Contohnya, film William Shakespeare’s Romeo+Juliet. Perubahan besar muncul dalam film tersebut. Drama Elizabethan karya Shakespeare
ditampilkan dengan wajah yang berbeda yaitu dengan latar waktu abad 20 dan
latar tempat yang berbeda pula. Romeo tidak lagi berpedang tetapi berpistol dan
tidak lagi berkereta kuda tetapi mengendarai mobil.
Kegiatan memfilmkan novel di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak
awal tahun 1990-an. Sederet judul novel Indonesia telah diangkat ke layar lebar.
judul seperti “Rara Mendut”, “Salah Asuhan”, “Atheis”, Ronggeng Dukuh
Paruk”, “Si Doel Anak Betawi” adalah beberapa judul yang telah ditransformasi
ke dalam bentuk film. Perkembangan adaptasi sebuah novel menjadi film kian
melejit dan mendapat tanggapan serta antusias masyarakat yang cukup banyak,
dapat terlihat dari era pemfilman “Ada Apa dengan Cinta” oleh Hanung
Bramantyo. Booming ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sukses ini kemudian dilanjutkan dengan pemfilman dwilogi “Ketika Cinta Bertasbih”, dan
“Laskar Pelangi”.
Kalau pada dekade awal fenomena pemfilman karya sastra (novel)
Indonesia masih diisi dengan diskusi dan berita ketidakpuasan beberapa pihak,
terutama penulis novel, atas hasil pemfilman novelnya, pada dewasa ini mestinya
yang demikian ini tidak perlu terjadi lagi. Bagaimanapun film, meskipun diangkat
atau diadaptasi dari sebuah novel, ia tetap menjadi karya sendiri. Ia lahir sebagai
teks baru yang tidak bisa dituntut untuk harus sama persis dengan novel sebagai
hipogramnnya. Atau dengan istilah lain, perdebatan soal orisinalitas tidak perlu
lagi mengemuka.
Ekranisasi adalah bentuk intertekstual dan resepsi terhadap sebuah karya.
Seorang pembaca yang aktif akan melahirkan sebuah karya baru sebagai wujud
apresiasi terhadap sebuah karya. Perubahan yang muncul merupakan wujud dari
apa yang disebut Jauss sebagai horizon harapan pembaca. Kolker (2002: 128)
menyebutkan bahwa intertekstualitas (dalam film) adalah sebuah persepsi
beberapa teks dengan mempertimbangkan budaya yang berkembang pada saat itu.
Salah satu kajian yang dapat dipergunakan untuk menganalisis
perbandingan karya sastra yaitu kajian struktural. Kajian atau pendekatan
struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Ia
mendapat pengaruh langsung dari teori Saussure yang mengubah studi linguistik
dari pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Studi linguistik tidak lagi
ditekankan pada sejarah perkembangannya, melainkan pada hubungan
antarunsurnya.
Masalah unsur dan hubungan antarunsur merupakan hal yang penting
dalam pendekatan struktural. Unsur bahasa misalnya, terdiri atas unsur fonologi,
morfologi, dan sintaksis, maka dalam studi linguistik pun dikenal adanya studi
fonetik, fonemik, morfologi, dan sintaksis. Cara kerja yang demikian, yaitu
adanya pandangan keotonomian terhadap suatu objek, juga dibawa ke studi
kesastraan. Sebuah karya sastra juga memiliki sifat keotonomian, sehingga
pembicaraan terhadapnya juga tak perlu dikaitkan dengan hal lain yang ada di luar
karya itu.
Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum Strukturalisme adalah
sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur
pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai
susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi
komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams,
1981: 68). Di pihak yang lain, unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling
menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu
atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian
akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan
bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana.
Selain istilah struktural di atas, dunia kesastraan (juga: linguistik)
mengenal istilah strukturalisme. Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah
satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur
pembangun karya yang bersangkutan. Jadi, strukturalisme (disamakan dengan
pendekatan objektif) dapat dipertentangkan dengan pendekatan yang lain, seperti
pendekatan mimetik, ekspresif, dan pragmatik (Abrams, 1981: 189). Namun, di
phak lain, strukturalisme, menurut Hawkes (1978, lewat Pradopo, 1987: 119-120),
pada dasarnya juga dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia
kesastraan yang lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda.
Dengan demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu baru
mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang
lain yang terkandung di dalamnya. Kedua pengertian tersebut tak perlu
dipertentangkan, namun justru dapat dimanfaatkan secara saling melengkapi.
Analisis perbandingan struktur karya sastra, yang dalam hal ini novel dan
film, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan
fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik yang bersangkutan. Mula-mula
diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya, bagaimana keadaan
peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah
dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna
membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana
hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya dengan
pemplotan yang tak selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan,
dengan latar dan sebagainya.
Dengan demikian, pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan
secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang
secara bersama menghasilkan sebuah kesatuan. Analisis struktural tak cukup
dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya
peristiwa, plot, tokoh, latar atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah
menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang
diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai.
Sebuah karya akan bermakna jika mendapat sambutan dari pembacanya.
Seperti yang dikemukakan oleh Teeuw (1983: 59), karya sastra itu sangat erat
hubungannya dengan pembaca, yaitu karya sastra itu ditujukan kepada pembaca,
bagi kepentingan masyarakat pembaca. Di samping itu, pembacalah yang
menentukan makna dan nilai karya sastra. Karya sastra tidak mempunyai arti
tanpa ada pembaca yang menanggapinya. Karya sastra itu mempunyai nilai karena
ada pembaca yang menilai.
Teori yang berhubungan dengan sambutan atau respon pembaca terhadap
karya sastra adalah resepsi sastra. Resepsi sastra merupakan pendekatan penelitian
yang menitikberatkan pada bagaimana suatu karya sastra diterima oleh pembaca.
Oleh karena itu, kajian ini mengalihkan studi sastra yang biasanya berorientasi
teks sastra ditulis untuk disajikan kepada pembaca. Jauss menggunakan istilah
”cakrawala harapan”, baik yang bersifat estetik maupun nonestetik sebagai
pengalaman literer, yakni penerimaan dan pengolahan dalam batin pembaca.
Dengan kata lain, konkretisasi pembaca terhadap teks sastra sebagaimana
dipahami pembaca yang bersangkutan menjadi objek penelitian.
Penghayatan dan pemahaman pembaca terhadap teks sastra tidak dapat
dilepaskan dari cakrawala harapan dan pengalamannya. Hal ini mengimplikasikan
bahwa pembaca dalam kaca mata resepsi sastra bisa berbeda-beda. Segers (2000:
47) membedakan pembaca ke dalam tiga tipe, yakni pembaca ideal atau pembaca
ahli; pembaca implisit atau pembaca yang kompeten; dan pembaca riil yakni
pembaca yang sesungguhnya yang kontemporer. Seperti halnya Segers, penulis
berpendapat bahwa pembaca riil memberikan arti individual terhadap struktur
yang direpresentasikan oleh pengarang sehingga tipe pembaca ini lebih penting
bagi penelitian resepsi sastra daripada dua tipe pembaca lainnnya.
Salah satu karya yang layak mendapat apresiasi adalah novel mega best seller karya Andrea Hirata berjudul "Sang Pemimpi" yang diangkat ke layar lebar oleh sutradara muda Riri Riza dengan produser Mira Lesmana. Novel “Sang
Pemimpi” merupakan kelanjutan dari “Laskar Pelangi” dan bagian kedua dari
tetralogi Andrea Hirata. Novel bagian ketiga dan keempat berjudul “Edensor” dan
“Maryamah Karpov” juga telah beredar di masyarakat.
Selain mendapatkan respon yang cukup baik di masyarakat, film “Sang
Pemimpi” yang merupakan hasil adaptasi dari bentuk novelnya, berhasil merebut
di Italia, tanggal 23 April-1 Mei 2010 dan mendapatkan penghargaan dalam
Festival Film Cinema Asia 2010 yang digelar di Belanda. Selain itu, film “Sang
Pemimpi” merupakan film Indonesia pertama yang menjadi pembuka dalam
Jakarta International Film Festival (JiFFest) 2009 pada 4 Desember 2009.
Proses adaptasi novel ke dalam bentuk film hendaknya menjadi peluang
bagi kita, khususnya pengajar, sebagai salah satu alternatif bahan pembelajaran
sastra di sekolah. Jika selama ini guru dan siswa hanya terfokus kepada teks,
hadirnya film hendaknya bisa menjadi pelengkap sekaligus sebagai proses
pendalaman untuk memahami dan membandingkan persamaan maupun perbedaan
di antara keduanya.
Menurut Hartoko (1986: 1), dalam lingkungan akademik seperti sekolah,
pengajaran sastra merupakan salah satu pengajaran penting, dan merupakan suatu
bagian dari pelajaran bahasa. Pentingnya pengajaran sastra untuk diajarkan di
sekolah-sekolah terbukti di dalam kurikulum yang sampai saat ini masih tetap
dicantumkan.
Pengajaran sastra termasuk ke dalam pengajaran yang sudah tua umurnya hingga sekarang tetap bertahan dalam kurikulum pengajaran di sekolah. Bertahannya pengajaran sastra dalam kurikulum sekolah, tentulah disebabkan oleh nilai pengajaran sastra untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran sastra mempunyai peranan dalam mencapai berbagai aspek dari tujuan pendidikan dan pengajaran, seperti aspek pendidikan susila, sosial, perasaan, sikap penilaian, dan keagamaan (Rusyana, 1982: 5).
Menurut Rusyana (1982: 6), tujuan pengajaran sastra adalah untuk beroleh
pengalaman dan pengetahuan tentang sastra. Kurikulum sekolah mencantumkan
pengajaran sastra dengan tujuan agar siswa tidak hanya mengetahui pelajaran
sastra. Adanya pengajaran sastra di dalam kurikulum memperlihatkan betapa
pentingnya nilai-nilai yang terdapat di dalam sastra. Nilai-nilai tersebut tentu akan
memberi manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Di sinilah peran seorang
pengajar bahasa Indonesia terasa sangat penting. Melalui usaha seorang guru,
setidaknya apa yang direncanakan oleh pemerintah mengenai pengetahuan sastra
akan mencapai sasaran.
Selaras dengan tujuan pengajaran sastra yang diungkapkan oleh Rusyana,
di dalam kurikulum pun dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran sastra itu pada
hakikatnya adalah agar siswa mampu memahami, menghayati karya sastra,
mampu menggali nilai-nilai moral, sosial, dan budaya dalam karya sastra
Indonesia dan karya sastra terjemahan yang bermanfaat bagi kehidupan serta
mampu menulis prosa, puisi, dan drama, serta mampu memahami kritik dan esei
sastra.
Pelaksanaan pembelajaran sastra di sekolah-sekolah merupakan kegiatan
yang bersangkut-paut dengan berbagai komponen. Pelaksanaan pembelajaran
melibatkan komponen siswa, komponen guru, komponen pemilihan materi bahan
ajar, metode yang digunakan, sumber pelajaran yang dipilih, sarana pendukung
yang disiapkan, serta aspek-aspek pendukung lainnya, seperti pengetahuan teori
pengkajian sastra yang dipilih.
Seorang guru sastra juga merupakan guru bahasa. Hal ini karena media
yang digunakan untuk mengajarkan sastra adalah bahasa. Bahasa, baik lisan
maupun tulisan, merupakan bahan pokok sastra. Jika boleh kita katakan demikian,
kumpulan dan sejumlah bentuk bahasa yang khusus, yang digunakan dalam
berbagai pola yang sistematis untuk menyampaikan segala perasaan dan pikiran.
“Sastra sebagai bentuk kegiatan kreatif manusia yang mempergunakan bahasa
sebagai mediumnya sangat erat sangkut- pautnya dengan bahasa” (Rusyana, 1984:
298). Oleh karena itu, seorang guru sastra harus menguasai bahasa sebaik-baiknya
agar dapat diteladani oleh siswa. Melihat kenyataan ini, dapat diperkirakan sejauh
mana peranan seorang guru sastra bagi kelangsungan proses belajar mengajar,
khususnya di dalam bidang seni sastra.
Untuk memahami karya sastra dengan lebih mendalam, baik bagi guru
maupun siswa, akan sangat menolong apabila kita mau memahami tiga dorongan
yang mendasari kehidupan manusia yang menjadi pusat perhatian kegiatan
penulisan sastra sejak awal zaman hingga sekarang, yaitu yang bersifat religius,
yang bersifat sosial, dan personal. Dari ketiga hal tersebut, kita perlu
menggarisbawahi bahwa sebagian besar kepuasan kita dalam membaca karya
sastra berasal dari kemampuan dan keterbiasaan kita mengapresiasi karya sastra.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Badudu (2003) dalam sebuah
makalahnya yang berjudul Pengajaran Sastra di Sekolah.
siswa-siswanya dengan cara dan gayanya yang baik dan menarik dalam membahas karya-karya sastra. Untuk mecapai tujuan di atas itu, seorang guru yang baik harus memperkaya dirinya dengan pengetahuan sastra baik ilmu (teori) sastra maupun dengan penguasaannya atas isi karya sastra yang tersebar dari sastra lama, sampai sastra baru, kemudian sastra modern. Guru harus mengikuti perkembangan sastra, membaca karya-karya mutakhir yang muncul sehingga dia tidak ketinggalan “kereta api”.
Untuk mecapai tujuan pembelajaran tersebut, melalui kegiatan
pembelajaran di kelas, guru menggunakan berbagai metode dan teknik
pembelajaran yang tepat. Ketepatan pemilihan metode dan teknik pembelajaran
yang dipilih oleh guru sangat menentukan keberhasilan tujuan pembelajaran
sastra. Guru dituntut memiliki kemampuan dalam memilih metode yang tepat,
yang sesuai dengan karakteristik bahan ajar yang akan disampaikan. Oleh karena
itu, kompetensi dan kreativitas guru di bidang yang satu ini perlu terus menerus
ditingkatkan agar mampu mendorong tercapainya tujuan pembelajaran sastra di
sekolah.
Pada penelitian ini, penulis akan melakukan kajian perbandingan terhadap
novel ”Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata dan adaptasinya dalam bentuk film.
Harapannya yaitu dapat menentukan persamaan maupun perbedaan struktur pada
kedua karya tersebut. Hasil kajian perbandingan akan penulis aplikasikan terhadap
pembelajaran apresiasi sastra untuk menelaah respon siswa terhadap adaptasi
novel ”Sang Pemimpi” ke dalam bentuk film.
Objek dari penelitian ini yaitu novel ”Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata
yang diterbitkan oleh Bentang dan merupakan cetakan ke-26 (edisi revisi). Objek
penelitian yang kedua adalah film ”Sang Pemimpi” yang disutradarai oleh Riri
Mizan. Selain sebagai objek penelitian, novel dan film “Sang Pemimpi” akan
dijadikan sebagai alternatif bahan pembelajaran apresiasi sastra, khususnya di
sekolah menengah pertama.
Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
sebelumnya, penulis mengajukan penelitian dengan judul ”Pembelajaran
Apresiasi Sastra Melalui Pendekatan Struktural dan Respon Pembaca terhadap
Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata dan Adaptasinya ke dalam Bentuk
Film serta Model Pembelajarannya di SMP Al Azhar Syifa Budi Parahyangan”.
Sebelumnya, penelitian mengenai adaptasi karya sastra pernah dilakukan oleh
Firman Venayaksa dengan judul “Adaptasi Film Biola Tak Berdawai ke Dalam
Novel: Kajian Perbandingan” dan Suseno W.S. dengan judul “Filmisasi Karya
Sastra Indonesia: Kajian Ekranisasi pada Cerpen dan Film “Tentang Dia”.
1.2 Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian terhadap objek yang akan diteliti, maka
penulis mencoba membatasi permasalahan agar arah masalah tersebut jelas dan
tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan serta tidak mengaburkan masalah yang
sebenarnya.
Sebuah masalah yang cukup jelas, tidak disalahkan untuk langsung dipergunakan sebagai topik sebuah karangan. Asal saja penulisnya mempunyai kemampuan yang cukup, dalam arti yang luas untuk mengolah masalah itu, termasuk di dalamnya soal waktu dan pengetahuannya yang menyeluruh tentang hal itu. Tetapi kalau ia hanya memiliki kemampuan terbatas, sebaiknya masalah itu dibatasi (Syamsudin, 1985: 2).
“Janganlah memilih suatu masalah yang memiliki scope terlalu luas,
(Kartono, 1986: 57). Sesuai dengan kedua pendapat di atas dan mengukur
kemampuan yang ada pada penulis, masalah penelitian ini akan dibatasi pada:
a. Pembelajaran apresiasi sastra menggunakan pendekatan struktural dan respon
pembaca yang membahas dan melibatkan novel dan film Sang Pemimpi;
b. Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan film Sang Pemimpi arahan sutradara Riri Riza menjadi objek sasaran dalam pembelajaran apresiasi
sastra;
c. Pembelajaran apresiasi sastra difokuskan terhadap persamaan dan perbedaan
unsur intrinsik antara novel dan film Sang Pemimpi, dan respon siswa
terhadap adaptasi novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata ke dalam bentuk film;
d. Pembatasan pada rancangan model apresiasi menggunakan teori model
pembelajaran dari Joyce dkk serta tahapan-tahapan (sintak) apresiasi dari
Moody; sedangkan pemilihan bahan ajar menggunakan novel dan film Sang Pemimpi yang sebelumnya telah dikaji oleh peneliti.
1.3 Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis
merumuskan beberapa masalah untuk memperjelas arah penelitian dan untuk
menghindari penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi pada tujuan
utama. Perumusan masalah itu sebagai berikut:
a. Apakah pembelajaran apresiasi sastra dengan pendekatan struktural dan
b. Bagaimanakah respon siswa terhadap persamaan dan perbedaan unsur-unsur
intrinsik yang terdapat di dalam novel dan film Sang Pemimpi?
c. Bagaimanakah respon siswa terhadap adaptasi novel Sang Pemimpi ke dalam bentuk film?
d. Bagaimanakah rancangan model pembelajaran apresiasi sastra yang efektif di
sekolah menengah pertama dengan menggunakan pendekatan struktural dan
respon pembaca terhadap novel dan film Sang Pemimpi?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Suatu penelitian dapat dikatakan berhasil apabila tardapat kesesuaian
antara tujuan yang ingin dicapai dengan hasil yang didapat. Adapun tujuan
penelitian ini adalah:
a. mengetahui tingkat efektifitas pendekatan struktural dan respon pembaca
dalam meningkatkan apreasiasi siswa terhadap karya sastra;
b. mengetahui dan menganalisis respon siswa terhadap persamaan dan
perbedaan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam novel dan film Sang
Pemimpi;
c. mengetahui respon siswa terhadap adaptasi novel Sang Pemimpi ke dalam
bentuk film;
d. merancang model pembelajaran apresiasi sastra yang efektif di sekolah
menengah pertama dengan menggunakan pendekatan struktural dan respon
1.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan juga
memberikan kontribusi yang besar bagi dunia pendidikan, menambah wawasan
pengkajian kesusastraan khususnya novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan
membandingkannya dengan film sebagai sebuah proses adaptasi melalui kajian
structural dan respon pembaca, dan bagi institusi dapat dijadikan sebagai alternatif
model pembelajaran apresiasi sastra di SMP.
1.5 Anggapan Dasar
Penelitian ini penulis susun berdasarkan beberapa anggapan dasar.
Anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya dapat
diterima oleh peneliti (Surakhmad, 1980: 40). Bertitik tolak pada pendapat
Surakhmad di atas, yang menjadi anggapan dasar atau asumsi dari penelitian ini
adalah:
a. pembelajaran sastra bertujuan agar siswa dapat mengapresiasi karya sastra
dengan baik;
b. pembelajaran sastra akan mencapai hasil yang maksimal apabila
menggunakan pendekatan yang tepat untuk memahami sebuah karya;
c. pembelajaran sastra akan mencapai hasil yang maksimal apabila pemilihan
bahan yang akan diajarkan tepat serta sesuai dengan perkembangan jiwa
siswa;
d. karya sastra khususnya novel menjadi salah satu bahan ajar di dalam
e. novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata beserta filmnya merupakan salah satu kekayaan kesusastraan yang harus dimaknai oleh masyarakat kita.
1.6 Definisi Operasional
a. Adaptasi novel Sang Pemimpi ke dalam bentuk film ialah pengolahan kembali suatu karya sastra dari satu jenis ke jenis yang lain dengan
mempertahankan lakuan, tokoh, serta gaya dan nada aslinya.
b. Analisis ialah penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan
sebagainya) untuk mengetahui apakah sebab-sebabnya dan bagaimanakah
duduk perkaranya, dan sebagainya. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa
menganalisis berarti menyelidiki novel Sang Pemimpi dan adaptasinya ke dalam bentuk film dengan menguraikan bagian-bagiannya.
c. Apresiasi sastra novel Sang Pemimpi di kelas pembelajaran sastra ialah suatu kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh melalui kepekaan
pikiran dan perasaan untuk dapat mengenal, memahami, dan menikmati karya
sastra sehingga timbul pengertian, penghargaan atau penilaian apakah karya
sastra yang diapresiasi itu baik atau buruk, bermanfaat atau tidak, dan
lain-lain.
d. Film Sang Pemimpi ialah lakon atau gambar hidup dari isi cerita.
e. Kajian atau pendekatan struktural novel Sang Pemimpi dan adaptasinya ke dalam bentuk film ialah salah satu kajian yang digunakan untuk mendekati
beserta unsur-unsurnya dan bagaimana keterkaitan antarunsur tersebut secara
bersama menghasilkan sebuah makna yang utuh.
BAB 3
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian
deskriptif. Dengan metode deskriptif masalah yang terjadi dapat dipecahkan
dengan melihat gambaran suatu keadaan seobjektif mungkin. Menurut Surakhmad
(1980: 139), metode deskriptif yaitu cara untuk memecahkan masalah yang aktual
dengan jalan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, menganalisis, dan
menginterpretasikan data.
Karena metode deskriptif yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif, maka penelitian ini tidak bermaksud untuk menjawab suatu
hipotesis, tetapi ditekankan untuk lebih memahami masalah yang diteliti. Sesuai
dengan metode deskriptif itulah, penelitian ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan, menyusun, memeriksa, mengklasifikasikan, menganalisis, serta
menginterpretasikan data.
Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu komposisi
atau struktur karya sastra berupa novel yang berjudul Sang Pemimpi karya Andrea
Hirata serta adaptasinya ke dalam bentuk film. Selain itu, penelitian ini
dimaksudkan untuk mengatahui sejauh mana respon siswa terhadap proses
adapatasi sebuah novel menjadi film dengan membandingkan struktur di antara
3.2. Teknik Penelitian
Sesuai dengan pendekatan serta metode penelitian, teknik penelitian yang
akan digunakan penulis adalah telaah pustaka. Telaah pustaka atau studi pustaka,
digunakan untuk mencari sejumlah teori yang relevan untuk dijadikan sebagai
acuan dalam mengapresiasi karya sastra khususnya novel di sekolah menengah
pertama. Selain telaah pustaka, penulis akan menggunakan panduan analisis
struktur novel dan angket yang berisi 10 buah pertanyaan dengan tujuan untuk
menggali informasi tentang respon siswa terhadap adaptasi novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata ke dalam bentuk film.
3.2.1 Instrumen Pengumpulan Data
Sesuai dengan teknik pengolahan data, instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi dua hal, yaitu (1) panduan analisis struktur novel agar
proses apresiasi siswa lebih terarah; dan (2) angket yang berisi 10 buah
pertanyaan dengan tujuan untuk menganalisis respon siswa terhadap adaptasi
novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata ke dalam bentuk film.
3.2.1.1 Pedoman Apresiasi Novel
Sebagai tahapan awal untuk mengetahui respon siswa terhadap adaptasi
novel Sang Pemimpi ke dalam bentuk film, siswa diwajibkan membaca novel secara utuh. Proses pembacaan novel dilakukan di kelas selama lima kali
pertemuan atau tatap muka. Setelah membaca novel, siswa menuliskan hasil
penokohan, alur atau jalan cerita, latar, bahasa yang digunakan pengarang, sudut
pandang pencerita, dan nilai moral atau amanat.
Untuk membantu siswa mengapresiasi struktur novel Sang Pemimpi, peneliti memberikan panduan sederhana agar tujuan dari penelitian dapat tercapai.
Selain itu, panduan ini akan sangat berguna bagi siswa untuk melakukan respon
terhadap adaptasi novel Sang Pemimpi menjadi sebuah film. Berikut ini merupakan contoh panduan bagi siswa untuk mengapresiasi struktur novel Sang
Pemimpi.
Pedoman Apresiasi Novel
Nama :
Kelas :
Hari, tanggal :
3.2.1.2 Panduan Analisis Teks Respon Pembaca
Untuk mengetahui deskripsi respon pembaca terhadap adaptasi novel Sang
Pemimpi ke dalam bentuk film yang menjadi salah satu kajian dalam penelitian ini, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a. menyebutkan identitas pembaca, di antaranya nama dan tanggal penulisan
teks resepsi oleh siswa;
b. menganalisis teks respon pembaca terhadap adaptasi novel Sang Pemimpi ke
dalam bentuk film yang difokuskan pada bagaimana siswa meresepsi tema,
tokoh dan penokohan, alur atau jalan cerita, latar, bahasa yang digunakan
pengarang, sudut pandang pencerita, dan nilai moral atau amanat; serta
mengkaji bagaimana siswa mengisi ”ruang kosong” dalam unsur-unsur
tersebut berdasarkan cakrawala harapannya;
c. menganalisis kecenderungan teks resepsi pembaca terhadap adaptasi novel
Sang Pemimpi ke dalam bentuk film berdasarkan kesan dan alasan siswa serta
kecenderungan lain yang tampak pada respon siswa di antaranya apakah
respon tersebut cenderung homogen atau heterogen;
d. menarik simpulan tentang respon pembaca terhadap adaptasi novel Sang
Pemimpi ke dalam bentuk film.
Berikut ini merupakan pedoman analisis respon pembaca terhadap
Nama :
Hari, tanggal :
1. Adakah perbedaan tema dari novel yang kamu baca dengan film kamu simak?
Jelaskan!
2. Adakah perbedaan tokoh dari novel yang kamu baca dengan film kamu
simak? Jelaskan!
3. Adakah perbedaan penokohan dari novel yang kamu baca dengan film kamu
simak? Jelaskan!
4. Adakah perbedaan alur atau jalan cerita dari novel yang kamu baca dengan
film kamu simak? Jelaskan!
5. Adakah perbedaan latar waktu dan tempat dari yang kamu baca dengan film
kamu simak? Jelaskan!
6. Adakah perbedaan sudut pandang penceritaan dari novel yang kamu baca
dengan film kamu simak? Jelaskan!
7. Adakah perbedaan bahasa yang digunakan dari novel yang kamu baca
dengan film kamu simak? Mana yang lebih kamu pahami? Jelaskan!
8. Apa keunggulan novel yang kamu baca dibandingkan dengan film yang kamu
simak? Jelaskan!
9. Apakah film yang kamu simak dapat membantu pemahaman terhadap novel
yang dibaca? Jelaskan!
10. Apakah kamu merasa puas dengan versi film yang kamu simak dibandingkan
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur atau langkah-langkah yang penulis lakukan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
(1) mengidentifikasi masalah berdasarkan bacaan dan pengamatan;
(2) menelaah isi berbagai pustaka yang mendukung terungkapnya masalah
penelitian dan teori landasan penelitian;
(3) menetapkan dan merumuskan masalah penelitian;
(4) menetapkan tujuan penelitian;
(5) menetapkan sumber data penelitian yaitu novel dan film Sang Pemimpi dan
respon pembaca terhadap adaptasi novel ke dalam bentuk film di SMP Al
Azhar Syifa Budi Parahyangan;
(6) menentukan pendekatan, metode, dan instrumen penelitian;
(7) menganalisis dan membandingkan komposisi atau struktur yang terdapat di
dalam novel dan film Sang Pemimpi;
(8) mengumpulkan dan menganalisis teks resepsi atau respon pembaca terhadap
adaptasi novel Sang Pemimpi ke dalam bentuk film sesuai dengan pendekatan, metode, dan instrumen penelitian yang telah ditetapkan;
(9) hasil dari analisis terhadap struktur dan respon pembaca dijadikan sebagai
rancangan model apresiasi novel di SMP;
(10) menyusun simpulan hasil penelitian;
3.4 Desain Penelitian
Seperti yang telah diterangkan di dalam metode penelitian, penelitian yang
penulis lakukan yaitu penelitian yang bersifat kualitatif dengan dengan
mempergunakan metode analisis, yaitu cara memecahkan masalah yang aktual
dengan jalan mengumpulkan bahan, menyusun, mengklasifikasi, menganalisis,
dan menginterpretasikan (Surakhmad, 1980: 139). Untuk menerapkan metode
tersebut diperlukan langkah-langkah sistematis untuk menelusuri struktur novel
Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan adaptasinya dalam bentuk film serta respon pembaca terhadap proses adaptasi ini. Hal ini dapat dilihat dalam bagan
berikut.
Bagan Rancangan Penelitian
Novel dan Film Sang Pemimpi
Menganalisis dan Membandingkan Struktur Novel dan Film Sang Pemimpi
Alur Latar Tokoh Sudut Pandang Gaya Tema Amanat
Menganalisis Respon Pembaca terhadap Struktur novel Novel Sang Pemimpi dan
Adaptasinya dalam Bentuk Film
Medel Pembelajaran Apresiasi Novel
3.5 Sumber Data
Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
novel ”Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang dan
merupakan cetakan ke-26 (edisi revisi). Objek penelitian yang kedua adalah film
”Sang Pemimpi” yang disutradarai oleh Riri Riza dengan produser Mira Lesmana
BAB 5
MODEL PEMBELAJARAN APRESIASI NOVEL DAN ADAPTASINYA DALAM BENTUK FILM
5.1 Pemilihan Bahan
Bahan pembelajaran yang tepat dan sesuai merupakan hal utama yang
harus diperhatikan dalam pembelajaran apresiasi sastra di sekolah. Untuk itu ada
beberapa kriteria atau beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan ketika memilih
bahan pembelajaran apresiasi sastra. Aspek-aspek atau kriteria-kriteria tersebut
meliputi aspek kesusastraan, pendidikan, bahasa, psikologi, dan latar belakang
budaya.
Setelah menganalisis struktur novel film Sang Pemimpi karya Andrea Hirata, peneliti menyimpulkan bahwa novel tersebut tepat untuk dijadikan sebagai
bahan pembelajaran apresiasi sastra terutama di Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Untuk memperdalam apresiasi siswa, maka peneliti menganalisis struktur
film Sang Pemimpi sebagai karya adaptasi dari novelnya. Hal yang menjadi fokus perhatian dalam pemilihan bahan ini yaitu mengenai struktur intrinsik dalam
novel dan film sebagai landasan untuk mengetahui respon pembaca terhadap
adaptasi novel Sang Pemimpi ke dalam bentuk film.
Selain isi cerita yang sangat menarik dan dan bermanfaat, novel dan film
Sang Pemimpi sangat sederhana dalam hal pelukisan peristiwa, tokoh-tokoh, dan
unsur-unsur lain yang terdapat di dalamnya. Dalam hal ini, baik pengarang
yang bersahabat tanpa mengurangi kandungan isinya sehingga siswa tidak akan
kesulitan dalam memahami isi cerita secara keseluruhan.
Dari segi psikologis, novel dan film Sang Pemimpi mengungkapkan pergulatan batin tokoh-tokohnya yang dari awal hingga akhir cerita tidak pernah
terlepas dari penderitaan yang dialaminya. Rasa hormata terhadap orangtua, cinta
terhadap lawan jenis, kebencian, harga diri, dan perasaan lainnya yang telah dikaji
peneliti menjadi gambaran yang muncul pada tokoh-tokoh dalam novel dan film
ini.
Apabila dilihat dari segi latar belakang budaya, novel dan film Sang Pemimpi begitu kental dengan nilai-nilai budaya masyarakat Melayu di Pulau
Belitong. Pemilihan novel dan film ini juga didasari agar siswa semakin
mengatahui dan mengenal keragaman budaya bangsa kita. Dengan kedekatan latar
belakang budaya diharapkan siswa tidak akan terlalu kesulitan untuk
mengapresiasi novel ini.
Melalui kriteria-kriteria tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa
novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan adaptasinya dalam bentuk film dianggap memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai bahan pembelajaran
5.2 Rancangan Model Pembelajaran Apresiasi Novel dan Adaptasinya
dalam Bentuk Film di SMP 5.2.1 Nama Model
Sesuai dengan proses yang dilakukan dan tujuan pembuatan model, model
ini peneliti namakan “Model Pembelajaran Apresiasi Sastra”.
5.2.2 Orientasi Model
Perancangan model ini bertitik tolak dari data yang didapatkan di
lapangan, yaitu adanya teks respon pembaca terhadap novel Sang Pemimpi dan
adaptasinya dalam bentuk film. Teks respon pembaca yang dimaksud merupakan
tanggapan siswa di SMP Al Azhar Syifa Budi Parahyangan.
5.2.3 Tahapan Model (Sintak)
Model yang peneliti gunakan mengadopsi prosedur pengajaran sastra dari
Moody, yakni palacakan pendahuluan, penemuan sikap praktis, introduksi,
penyajian karya, diskusi, dan pengukuhan. Tahap pertama dan kedua dilakukan
pada tahap persiapan dan pemilihan bahan.
5.2.4 Sistem Sosial yang Diharapkan dalam Model
Model ini menuntut siswa yang telah membaca novel Sang Pemimpi sebelumnya. Siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir operasional yang
menuntut keterbukaan dalam menerima pendapat dan pengalaman orang lain.
terhadap karya sastra. Oleh sebab itu, siswa bertindak aktif, sedangkan guru
bertindak sebagai fasilitator yaitu pengarah diskusi agar tetap berfokus pada
proses bertukarnya pengalaman penerimaan siswa terhadap karya sastra. kegiatan
implementasi model sebaiknya dilakukan secara terarah sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan dilakukan dalam kondisi yang kondusif.
5.2.5 Dampak Instruksional dan Penyerta
Dampak instruksional yang diharapkan dari model ini adalah (1)
meningkatnya pemahaman siswa terhadap novel dengan menghadirkan bentuk
adaptasinya berupa film, (2) berkembangnya apresiasi siswa terhadap karya sastra
khususnya novel, (3) tumbuhnya kreativitas berpikir dalam mengemukakan
pengalaman sastra dari sudut pandang yang berbeda sehingga apresiasi siswa
semakin mendalam.
Adapun dampak penyerta dari model ini adalah (1) menumbuhkan
kesadaran untuk menggali pengalaman diri, (2) membiasakan bersikap toleran
terhadap perbedaan pendapat, (3) menumbuhkan perhargaan terhadap karya orang
lain, dan (4) menumbuhkan sikap berpikir kritis.
5.2.6 Model yang Ditawarkan
Berikut ini merupakan contoh rancangan model respon pembaca dalam
pembelajaran apresiasi novel dan adaptasinya ke dalam bentuk film di SMP
TABEL 5.1 unsur intrinsik karya sastra dan adaptasi novel menjadi sebuah film.
Ceramah
2. Penyajian Karya (Kegiatan 2)
Siswa membaca novel dan menyimak film Sang Pemimpi kemudian mencatat unsur intrinsik yang terdapat di dalam kedua karya tersebut.
Inkuiri
3. Diskusi I (Kegiatan 3)
1. Siswa menyampaikan respon terhadap unsur intrinsik dalam novel Sang Pemimpi. 2. Siswa menyampaikan respon terhadap
unsur intrinsik dalam film Sang Pemimpi.
Tanya Jawab
4. Diskusi II (Kegiatan 4)
1. Siswa menyampaikan respon terhadap persamaan unsur intrinsik yang terdapat di dalam novel dan film Sang Pemimpi. 2. Siswa menyampaikan respon terhadap dan
perbedaan unsur intrinsik yang terdapat di dalam novel dan film Sang Pemimpi. 3. Siswa menyampaikan respon terhadap
adaptasi novel Sang Pemimpi menjadi sebuah film.
5. Pengukuhan (Kegiatan 5)
1. Guru mengajukan pertanyaan tentang persamaan dan perbedaan unsur intrinsik yang terdapat di dalam novel dan film Sang Pemimpi.
2. Guru mengajukan pertanyaan tentang adaptasi novel Sang Pemimpi menjadi sebuah film.
3. Guru bersama-sama siswa menarik kesimpulan tentang unsur intrinsik yang terdapat di dalam novel dan film Sang Pemimpi serta adaptasi novel Sang
Pemimpi ke dalam bentuk film berdasarkan respon siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Amminudin, dkk. 2002. Analisis Wacana Dari Linguistik Sampai Dekonstruksi.
Yogyakarta: Kanal.
Badudu, J.S. 2003. Pengajaran Sastra di Sekolah. Makalah pada Seminar Nasional Paradigma Baru Pengajaran Sastra: Antara Harapan dan
Tantangan. FKM Program Pascasarjana Universitas Pendidiakan Indonesia.
Beach, R. A. 1993. Teacher’s Introduction to Reader Respons Theories. Urbana:
The National Council of Teachers of English
Bluestone, George. 1957. Novels into Film. London: University of California Press.
Boggs, Joseph. M. 1992. Cara Menilai Sebuah Film (terjemahan Asrul Sani). Jakarta: Yayasan Citra.
Dahlan, M. Djawad. 1984. Model-Model Mengajar. Bandung: CV Diponegoro. Davis, R.C. 1886. Contemporary Literacy Criticism: Modernism Through
Post-Structuralis. New York: Longman.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
Eneste, Pamusuk. 1991. Novel dan Film. Flores: Nusa Indah.
Fokkema, D.W. 1998. Teori Sastra Abad Dua Puluh. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gianetti, Louis. 2002. Understanding Movies. New Jersey: Prentice Hall.
Jassin, H.B. 1985. Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei IV.
Jakarta: PT Gramedia
Jauss, Hans Robert. 1974. Literary History as a Challenge to Literary Theory dalam Ralph Cohen (ed). New Directions in Literary History. London:
Routledge & Kegan Paul.
Jauss, Hans Robert. 1982. Toward an Aesthetic of Reception. Minneapolis:
University of Minnesota Press.
Jost, Francois. 1974. Introduction to Comparative Literature. Indianapolis and New York: Pegasus.
Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. Keraf, Gorys. 1979. Bahasa dan Sastra Indonesia. Semarang: Intan. .
Luxemburg, Jan Van. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia. Luxemburg, Jan Van. 1989. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta:
Gama Media.
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Rusyana,Yus. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang. Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung:
Santosa, Puji. 2003. Bahtera Kandas di Bukit. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar. Malang: UMM Press.
Sayuti, Suminto A. 1996. Apresiasi Prosa Fiksi. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Segers, Rien T. 2000. Evaluasi Teks Sastra (terjemahan Suminto A. Sayuti).
Yogyakarta: Adicita.
Sudjiman, Panuti. 1984. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sudjana, Nana. 1991. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda Karya.
Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Sumarjo, Jakob. 1979. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: Nur Cahya. Sumarjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusatraan. Bandung: Alumni.
Sumardjo, Jakob dan K.M., Saini. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Surakhmad, Winarno. 1990. Pengatar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.
Suwondo, Tito. 2003. Studi Sastra Beberapa Alternatif. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widia.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra (Pengantar Teori Sastra). Jakarta: Pustaka Jaya.