• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM_8182586dc6_BAB VIIIBab 8. ASPEK LINGKUNGAN & SOSIAL.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM_8182586dc6_BAB VIIIBab 8. ASPEK LINGKUNGAN & SOSIAL.pdf"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 8

Aspek Lingkungan dan Sosial

RPI2-JM Bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan

sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek

lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting

lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi

perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. Salah satu acuan yang digunakan dalam

Aspek Lingkungan Kabupaten adalah dengan mengacu pada Hasil Kajian Lingkungan Hidup

Strategis Kabupaten.

Safeguardsosial dan lingkungan di bidang keciptakaryaan sangat dibutuhkan, sehingga pada setiap program/ kegiatan yang ada dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah

(RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Selatan tetap memperhatikan kelayakan

sosial dan kelayakan lingkungannya.

Tujuan safeguardsosial dan lingkungan ini adalah untuk meminimalisasi dampak sosial dan lingkungan (dampak negatif) akibat adanya rencana program/ kegiatan investasi bidang

keciptakaryaan di Kabupaten Kabupaten Lampung Selatan baik pada saat pra konstruksi,

konstruksi dan pasca konstruksi.

Semua kegiatan investasi di bidang keciptakakaryaan yang diperkirakan menimbulkan

dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup memerlukan kajian lingkungan berupa

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Rencana kegiatan yang wajib AMDAL

(2)

Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL, maka pihak

pemilik kegiatan (pemrakarsa) wajib melaksanakan studi AMDAL. Studi AMDAL akan

mengidentifikasi kemungkinan terjadinya dampak penting terhadap lingkungan hidup, baik

lingkungan alam maupun sosial di sekitar lokasi kegiatan.

Sedangkan kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah

dikelola dengan teknologi yang tersedia tetap menyusun kajian lingkungan berupa Upaya

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)

sebagai upaya dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh pemilik kegiatan

(pemrakarsa). Pedoman pelaksanaan UKL-UPL tertuang dalam Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.

Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan

menyusun UKL-UPL. Sedangkan kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen

pengelolaan lingkungan hidup sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan

perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan

kewajiban AMDAL. Untuk kasus seperti ini, kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan

Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 30 tahun 2001 tentang

Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan. Audit Lingkungan Wajib

merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara

otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang

aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

8.1 ASPEK LINGKUNGAN

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang

Cipta Karya oleh pemerintahan kabupaten/kota telah mengakomodasikan prinsip

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan

pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup :

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas

(3)

Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan - Upaya Pemantauan

Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

2. UU NO. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Janga Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan

prinsip-prinsip pembangunan kualitas lingkungan secara berkelanjutan secara konsisten

di segala bidang”

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional 2010–2014 :

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu

lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan,

penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya

tampung lingkungan ; peningkatan kapasitas adaptasidan mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

Strategis :

“Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLS digunakan untuk

menyiapkan alternarif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan”

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan :

“Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen

Amdal, UKL, dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan

Hidup atau disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau

UKL dan UPL.

8.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Lingkungan hidupmenurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunyaa, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia

(4)

Keberlanjutan (sustainability), konsep keberlanjutan yang digunakan disini berasosiasi dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang diperkenalkan olehWorld Commission on Environment and Development sebagaimana tertuang dalam laporan Brundtland: “pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan generasi masa kinitanpa mengorbankan

kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka”. Wikipedia

mendefinisikan keberlanjutan sebagai karakteristik suatu proses atau kondisi tertentu yang

dapat terus bertahan untuk jangka waktu yang tak terbatas. Sementara Partidario (2007)

mendefinisikan keberlanjutan sebagai suatu proses atau kondisi tertentu yang dicapai

sebagai hasil pembangunan berkelanjutan yang berlangsung dalam jangka panjang waktu

yang panjang.

Strategis, merupakan konsepsi yang lahir dari ilmu kemiliteran dan umumnya merujuk pada kajian atau perencanaan sarana atau alat-alat untuk pencapaian tujuan suatu kebijakan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa 1995), mendefinisikan strategi sebagai ilmu dan seni menggunakan

semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu di perang dan damai;

atau sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.

Oxford Dictionary (2005) mendefinisikan strategis sebagai suatu tindakan yang ditempuh

dalam tahap perencanaan dengan maksud agar tujuan atau manfaat tertentu dapat dicapai

(Oxford Dictionary 2005).

Dapat disimpulkan “strategis” mengandung arti perbuatan atau aktivitas yang dilakukan

sejak awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil akhir

yang akan diraih. Dalam konteks KLHS, perbuatan dimaksud adalah suatu kajian yang dapat menjamin dipertimbangkannya sejak dini aspek lingkungan hidup dalam proses pengambilan keputusan di aras kebijakan, rencana atau program.

Bila pertimbangan lingkungan hidup dimaksud dikaji di tahap proyek, sebagaimana dikenal

sebagai AMDAL, maka kajian tersebut tidak tergolong sebagai yang bersifat strategik.

Sejalan dengan pengertian tersebut, pendekatan strategis dalam Kebijakan, Rencana dan

Program (KRP) dengan demikian bukanlah untuk mencari tahu apa yang akan terjadi di

masa depan, melainkan untuk merencanakan dan mengendalikan langkah-langkah yang

akan ditempuh sedemikian rupa sehingga terbangun atau terbentuk route untuk menuju

(5)

Kebijakan, Rencana dan Program (KRP),walau atribut yang membedakan ketiga istilah seringkali tidak jelas, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai berikut (UNEP

2002: 499; Partidário 2004):

Kebijakan (Policy): arah yang hendak ditempuh (road-map) berdasarkan tujuan yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk

mengimplementasikan tujuan.

Rencana (Plan): desain, prioritas, opsi, sarana dan langkah-langkah yang akan ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan

kesesuaian sumber daya.

Program (Programme): serangkaian komitmen, pengorganisasian aktivitas atau sarana yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada

kebijakan dan rencana yang telah digariskan.

A. Pemahaman Terhadap KLHS

Kajian Lingkungan Hidup Strategisyang selanjutnya disingkatKLHSdalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan

Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah proses mengintegrasikan pembangunan

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam pengambilan keputusan

terhadap kebijakan, rencana, dan/atau program yang selanjutnya disingkat KRP.

KLHS pun merupakan rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif

untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan

terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau

program. (UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup).

Makna strategis mengandung arti perbuatan atau aktivitas sejak awal proses pengambilan

keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil akhir yang akandiraih. Dalam konteks

KLHS perbuatan dimaksud adalah suatu proses kajian yang dapat menjamin

dipertimbangkannya hal-hal yang prioritas dari aspek pembangunan berkelanjutan dalam

proses pengambilan keputusan pada kebijakan, rencana dan/atau program sejak dini.

Pendekatan strategis dalam kebijakan, rencana dan/atau program bukanlah sekedar untuk

memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan, melainkan juga untuk merencanakan

(6)

lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi

masa kini dan masa depan.

Tujuan utama KLHS adalah untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah

menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan. Selama ini, prosespembangunan yang

terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang

mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara optimal.

Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada tataran kegiatan atau proyek melalui berbagai

instrumen seperti antara lain AMDAL, dipandang belum menyelesaikan berbagai

persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat berbagai persoalan lingkungan

hidup berada pada tataran kebijakan, rencana dan/atau program.

KLHS bermanfaat untuk memfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama antar

pelaku pembangunan, dimana seluruh pihak yang terkait penyusunan danevaluasi

kebijakan, rencana dan/atau program dapat secara aktif mendiskusikan seberapa jauh

substansi kebijakan, rencana dan/atau program yang dirumuskan telah mempertimbangkan

prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses KLHS, diharapkan

pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program

dapat mengetahui dan memahami pentingnya menerapkan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program.

KLHS dilaksanakan berdasarkan prinsip:

a. Terpadu;

• Memastikan bahwa kajian dampak lingkungan tepat untuk semua tahap keputusan strategik dan relevan untuk tercapainya pembangunan keberlanjutan.

• Memuat saling keterkaitan antara aspek biofisik, sosial dan ekonomi.

• Terkait secara hirarkis dengan kebijakan di sektor tertentu dan antar wilayah, dan bilamana perlu, dengan proyek turunannya yang wajib AMDAL.

b. Berkelanjutan;

• Memfasilitasi identifikasi alternatif atau opsi-opsi pembangunan termasuk alternatif proposal yang lebih menjamin pencapaian keberlanjutan.

c. Fokus;

(7)

• Konsentrasi pada isu-isu penting dan mendasar pembangunan berkelanjutan.

• Sesuai dengan karakteristik proses pengambilan keputusan.

• Efektif biaya dan waktu. d. Transparan;

• Arus informasi dalam keseluruhan rangkaian proses bersifat bebas

• Informasi dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan

• Informasi yang tersedia memadai dan dapat dipahami e. Akuntabel;

• Jelasnya tanggung jawab instansi yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan yang bersifat strategik.

• Dilakukan secara profesional, tegas, adil, tidak berpihak, danseimbang.

• Proses dapat diawasi dan diverifikasi oleh pihak independen.

• Proses pengambilan keputusan terdokumentasi dan dapat dibenarkan. f. Partisipatif;

• Para pihak yang berkepentingan, masyarakat yang terkena dampak, dan instansi pemerintah dilibatkan dan diinformasikan secara memadai di sepanjang proses

pengambilan keputusan.

• Masukan dan pertimbangan yang diberikan dalam pengambilan keputusan terdokumentasi secara eksplisit.

g. Interaktif.

• Siklus proses bersifat dinamis dan terus memperbaiki hasil.

• Memastikan ketersediaan hasil kajian pada kondisi sedini apapun untuk mempengaruhi proses perencanaan selanjutnya.

• Memastikan ketersediaan informasi aktual yang memadai untuk memberi basis proses pengambilan keputusan selanjutnya.

Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan KLHS terhadap rancangan atau

dokumen KRP yang:

1. Menimbulkan konsekuensi adanya rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib

dilengkapi dengan dokumen analisismengenai dampak lingkungan; dan/atau

2. Berpotensi :

a. Meningkatkan risiko perubahan iklim;

(8)

c. Meningkatkan intensitas bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran

hutan dan lahan terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis;

d. Menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam terutama pada daerah yang

kondisinya telah tergolong kritis;

e. Mendorong perubahan penggunaan dan/atau alih fungsi kawasan hutan terutama

pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis;

f. Meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan

penghidupan (livelihood sustainability) sekelompok masyarakat; dan/atau

g. Meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan

menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan

dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya

berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam

siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat

KLHS bersifat khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah [RTRW].

KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan

evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap

(komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari

beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas.

B. Kerangka Kerja KLHS

Prosedur penyelenggaraan KLHS untuk setiap pendekatan berbeda, namun secara generik

(9)

Gambar 8.1Kerangka Kerja KLHS

Kegiatan penapisan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan KLHS terhadap sebuah

konsep/muatan rencana tata ruang. Langkah ini diperlukan atas alasan-alasan: a)

memfokuskan telaah pada KRP yang memiliki nilai strategik, b) memfokuskan telaah

pada KRP yang diindikasikan akan memberikan konsekuensi penting pada kondisi

lingkungan hidup, dan c) memberikan gambaran umum metodologi pendekatan yang akan

digunakan. Karena penyusunan RTRW wajib dilakukan maka tahap penapisan tidak

diperlukan.

1. Pelingkupan

Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka untuk mengidentifikasi

isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul berkenaan dengan

rencana KRP RTR Wilayah dan Kawasan. Berkat adanya pelingkupan ini, pokok

bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan pada isu-isu atau konsekuensi

(10)

2. Telaah dan Analisis Teknis

Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai

konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RTRW; serta pengujian

efektivitas RTRW dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Telaah dan analisis

teknis mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda, serta teknik analisis yang sesuai

dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai

dengan kebutuhan rekomendasi, dan c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh

informasi, kepentingan dan aspirasi yang dij aring. Jenis-jenis kerangka telaah yang

lazim dibutuhkan, antara lain:

a. Telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan,

b. Telaah hubungan timbal balik kegiatan manusia dan fungsi ekosistem.

c. Telaah kerentanan masyarakat dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim

dan bencana lingkungan.

d. Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

3. Pengembangan Alternatif

Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi pokok/dasar RTRW

(misalnya: pilihan struktur dan pola ruang), b) program atau kegiatan penerapan

muatan RTRW (misalnya: pilihan intensitas pemanfaatan ruang), dan/atau c)

kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya: penerapan kode

bangunan yang hemat energi).

4. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dilakukan untuk memilih alternatif terbaik yang bisa

dilaksanakan yang dipercaya dapat mewujudkan tujuan penataan ruang dalam kurun

waktu yang ditetapkan. Alternatif terpilih tidak hanya dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi dan keadilan sosial akan tetapi juga dapat menjamin terpeliharanya fungsi

lingkungan secara terus menerus. Berbagai metodologi yang lazim diterapkan dalam

pengambilan keputusan, antara lain: compatibility [internal dan eksternal] appraisal, benefit-cost ratio, analisis skenario dan multikriteria, analisis risiko, survai opini untuk menentukan prioritas, dll.

5. Pemantauan dan Tindak Lanjut

Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak lanjut dapat diatur

berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pada dasarnya efektivitas penerapan

(11)

rencananya, sehingga tata laksananya bisa mengikuti aturan pemantauan efektivitas

RTRW.

6. Partisipasi dan Konsultasi Masyarakat

Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen kegiatan diwarnai

berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat. Namun demikian, tingkat

keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi tergantung pada aras(level of detail) RTRW, peraturan perundangan yang mengatur keterlibatan masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari pimpinan organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat

maupun daerah.

Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat nasional atau

provinsi, maka keterlibatan atau partisipasi masyarakat harus lebih luas dan intens

dibanding KLHS pada tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS diaplikasikan untuk

tingkat kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat atau

konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan efektif. Hal ini disebabkan

cakupan muatan RTRW yang bersifat operasional memiliki ragam penerapan yang

variatif dan bersinggungan langsung dengan kegiatan masyarakat.

Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk

menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan tanggapan dalam proses KLHS.

Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya tata laksana penyaluran aspirasi masyarakat,

termasuk pada tahap pengambilan keputusan.

7. Internalisasi KLHS dalam Proses Penyusunan RTRW

Komponen-komponen kerja KLHS dilaksanakan dengan memperhatikan proses formal

yang berjalan. Kombinasi berbagai alternatif pelaksanaannya sangat ditentukan oleh

kekhususan proses pengambilan keputusan yang sedang terjadi pada masing-masing

RTRW.

Dalam kasus dimana proses perencanaan RTRW belum terbentuk atau dilaksanakan,

seluruh komponen kerja KLHS bisa dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari

langkah-langkah pekerjaan penyusunan RTRW. Pada situasi dimana KLHS hadir

sebagai kebutuhan untuk mendukung proses pengambilan keputusan di tahap akhir

proses perencanaan, proses kerjanya bisa terpisah (stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara kedua hal diatas akan terjadi, misalnya pengintegrasian

beberapa komponen kerja di tahap-tahap tertentu dan memisahkannya pada tahap yang

(12)

atas alasan-alasan tertentu tanpa mengurangi nilai penting dari pelaksanaan KLHS itu

sendiri.

C. Metode Pendekatan dan Analisis

Kini telah hadir beraneka macam pendekatan, dan metode KLHS yang telah

dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan, tantangan dan masalah lingkungan yang

dihadapi. Pedoman ini tidak mengharuskan digunakannya pendekatan dan metode tertentu

untuk KLHS di Indonesia. Penyelenggara KLHS dapat memilih pendekatan dan metode

yang sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi sepanjang tujuan, prinsip dan nilai-nilai

yang terkandung dalam KLHS terpenuhi.

Berdasarkan pengalaman penggunaan terbaik (best practice) yang tersedia hingga saat ini,

dikenal beberapa bentuk pendekatan KLHS sebagai berikut :

a. KLHS dengan kerangka dasar analisis mengenai dampak lingkungan hidup; yaitu

model pendekatan yang mengikuti langkah-langkah prosedur bekerja AMDAL dan

menekankan kajiannya pada efek dan dampak yang ditimbulkan KRP terhadap

lingkungan hidup. Pendekatan seperti ini diantaranya dikembangkan oleh United Nations Economic Comissions for Europe (UNECE) pada Tahun 2003 dan saat ini diadopsi oleh sebagian negara di dunia.

b. KLHS sebagai kajian penilaian keberlanjutan lingkungan hidup (environmental

appraisal); yaitu model yang menempatkan posisi KLHS sebagai alat uji kebijakan untuk menjamin keberlangsungan lingkungan hidup. Pendekatan yang menempatkan

KLHS secara khusus berpijak pada sudut pandang lingkungan hidup ini antara lain

dikembangkan olehCanadian Environmental Assessment Agency (CEAA) pada tahun 2004.

c. KLHS sebagai kajian terpadu/penilaian keberlanjutan (integrated

assessment/sustainability appraisal); yaitu model yang menempatkan posisi KLHS sebagai bagian dari uji kebijakan untuk menjamin keberlanjutan secara holistik.

Berbeda dengan butir b, pendekatan ini menempatkan sudut pandang keterpaduan

aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Pola seperti ini banyak diadopsi

Negara-negara di Eropa setelah dikembangkan sebagai protokol oleh European Commission pada tahun 2005.

d. KLHS sebagai bagian dari kerangka pengelolaan sumberdaya alam yang

(13)

sistem dan strategi perencanaan penggunaan lahan dan sumberdaya alam. Model

seperti ini banyak diadopsi secara beragam di negara-negara berkembang yang masih

memiliki kesulitan mengintegrasikan aspek lingkungan hidup secara konkrit dalam

perencanaan pembangunannya.

Aplikasi-aplikasi pendekatan di atas dapat diterapkan dalam bentuk kombinasi, sesuai

dengan : hirarki dan jenis RTRW yang akan dihasilkan/ditelaah, lingkup isu mengenai

sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang menjadi fokus, konteks kerangka hukum

RTRW yang dihasilkan/ditelaah, kapasitas institusi dan sumberdaya manusia aparatur

pemerintah selaku pelaksana dan pengguna KLHS, serta tingkat kemauan politis atas

manfaat KLHS terhadap RTRW.

Berdasarkan keterbatasan waktu dan kebutuhannya, maka dalam penyusunan KLHS RTRW

Kabupaten Lampung Selatan dilakukan dengan pendekatan Metode Cepat (Quick Appraisal),

dimana metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih mengandalkan

pengalaman dan pandangan para pakar (profesional judgement) dan cenderung bersifat

kualitatif. Metode ini dipilih ketika satu kebijakan, rencana dan/atau program segera

memerlukan pandangan KLHS, tidak tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian

yang lebih detil. Namun prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program

berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi.

Metode ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Identifikasi dan perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan

2. Subtansi RTRW

3. Pengaruh pengaruh antara suatu komponen kebijakan, rencana dan/atau program dengan

potensi dampak dan/atau risiko lingkungan hidup

4. Alternatif mitigasi sebagai upaya pengendalian dan pencegahan terjadinya dampak dari

proses pembangunan yang tidak diinginkan.

5. Rekomendasi, merupakan usulan perbaikan muatan kebijakan, rencana dan/atau program

berdasarkan hasi perumusan alternative penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau

(14)

Tabel 8.1Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

No Kriteria Penapisan

Penilaian

Uraian Pertimbangan Kesimpulan (Signifikan/Tidak) 1 Perubahan Iklim Analisis Resiko terhadap

pembangunan

3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,

dan/atau kebakaran hutan dan lahan

Analisis Resiko terhadap

4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya

5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau

6 Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya

7 Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan

*) didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau program yang ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup

Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam

RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen

Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM

Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan,

dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan

(15)

Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap

kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung Dinas Lingkungan Hidup (BPLHD)

dapat menyusun KLHS tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan,

dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi

masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

• Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;

• Pedoman Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya

• Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

• Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

• Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan

berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS

Tabel 8.2Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam

Penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat dan Pemangku Kepentingan

Contoh Lembaga

Pembuat keputusan a. Bupati/Walikota b. DPRD

Penyusun kebijakan, rencana dan/atau program

Dinas PU-Cipta Karya

Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya

b. BPLHD Masyarakat yang memiliki

informasi dan/atau keahlian (perorangan/tokoh/ kelompok)

a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya b. Asosiasi profesi

c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup

d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup e. Perorangan/tokoh

f. kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA Masyarakat terkena Dampak a. Lembaga Adat

b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh masyarakat d. Organisasi masyarakat

(16)

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi,

dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;

2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan

3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Tabel 8.3Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Pengelompokan Isu-isu Pembangunan

Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat Lingkungan Hidup Permukiman

Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air

Penentuan capaian tujuan

pembangunan berkelanjutan pada Aspek Lingkungan Hidup Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak

berfungsi maksimal

Contoh: pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah permukiman

Penentuan capaian tujuan

pembangunan berkelanjutan pada Aspek Lingkungan Hidup

Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan

Penentuan capaian tujuan

pembangunan berkelanjutan pada Aspek Lingkungan Hidup Ekonomi

Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir

Pembangunan berkelanjutan

Sosial

Isu 5: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit

Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh

Pembangunan berkelanjutan

c) Identifikasi Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP)

Tabel 8.4Identifikasi KRP

No Komponen kebijakan /

rencana / program Kegiatan

Lokasi (Kecamatan / Kelurahan (jika ada)) 1 Pengembangan Permukiman Belum ada identifikasi KRP

2 Penataan Bangunan dan Lingkungan Belum ada identifikasi KRP 3 Pengembangan Air Minum Belum ada identifikasi KRP 4 Pengembangan Penyehatan

Lingkungan Permukiman

(17)

d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di suatu Wilayah

Tabel 8.5Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

No

Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek-Aspek Pembangunan Berkelanjutan**

Belum ada kajian KRP

-2 Penataan Bangunan & Lingkungan

Belum ada kajian KRP

-3 Pengembangan Air Minum

Belum ada kajian KRP

-4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

Belum ada kajian KRP

-Ket:*) Program sesuai dengan Renstra Cipta Karya

**) ditentukan melalui diskusi antar pemangku kepentingan, dengan melihat data dan kondisi eksisting seperti peta, data angka, dll.

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk

mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan

berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau

program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan

berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan

atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada.

Tabel 8.6Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

No Komponen kebijakan, rencana dan/atau program

Alternatif Penyempurnaan KRP

1 Pengembangan Permukiman a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.

c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program.

d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program. 2 Penataan Bangunan & Lingkungan

3 Pengembangan Air Minum

(18)

3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

Tabel 8.7Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

No Komponen Kebijakan,

Rencana dan/atau Program

Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS 1 Pengembangan Permukiman

Penyusunan KRP 2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

3 Pengembangan Air minum

4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

Penyusunan KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan lingkungan

dalam RPI2-JM. KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran

rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan

adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH.

8.1.2 AMDAL, UKL–UPL DAN SPPLH

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis rencana usaha dan/atau

kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008

Tentang Penetapan Jenis Rencana Usha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang

Wajib dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan

Lingkungan Hidup, yaitu :

1. Proyek wajib AMDAL

2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH

Tabel 8.8Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

a) Rujukan Peraturan Perundangan

i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum KLHS

i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana

usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL b) Pengertian

Umum

Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsippembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,

Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

(19)

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

dan/atauprogram. aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta

menyebabkan dampak terhadap lingkungan. c) Kewajiban

pelaksanaan

Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)

d) Keterkaitan studi lingkungan dengan:

i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM

ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan

Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan

e) Mekanisme pelaksanaan

i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;

ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau

program; dan

iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai penyusun AMDAL ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi

penilai AMDAL yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.

iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau

ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

iv. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan

f) Muatan Studi Lingkungan

i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan

ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu strategis terkait pembangunan berkelanjutan iii. Alternatif rekomendasi untuk

rencana/program

i. Kerangka acuan; ii. Andal; dan iii. RKL-RPL.

Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

f) Muatan Studi Lingkungan

i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan

ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu strategis terkait pembangunan berkelanjutan iii. Alternatif rekomendasi untuk

rencana/program

i. Kerangka acuan; ii. Andal; dan iii. RKL-RPL.

Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.

Keputusan Menteri, gubernur dan

(20)

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.

atau ketidak layakan lingkungan

ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan

iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL RPL.

i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKLRPL) didanai oleh pemrakarsa,

ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD

iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.

iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota

j) Partisipasi Masyarakat

Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS

Masyarakat yang dilibatkan adalah: i. Yang terkena dampak;

ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk

keputusan dalam proses AMDAL k) Atribut Lainnya:

a. Posisi

Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan

b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif c. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan

pembangunan berkelanjutan

Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan

d. Dampak kumulatif

Peringatan dini atas adanya dampak komulatif

Mengendalikan dan meminimalkan dampak negatif

f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan

untuk mengarahkan visi dan kerangka umum

Sempit, dalam dan rinci

h. Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu

Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir

i. Fokus pengendalian dampak

Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan

(21)

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

j. Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan KLHS

Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan AMDAL

Jenis kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen

AMDAL adalah sebagai berikut :

Tabel 8.9Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran

A Persampahan

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg sistem Control landfill/sanitary landfill :

- luas kawasan TPA, atau ≥ 10 ha

- Kapasitas Total ≥ 100.000 ton

b. TPA di daerah pasang surut : - luas landfill, atau - Kapasitas Total

Semua

kapasitas/besaran c. Pembangunan transfer station :

- Kapasitas ≥ 500 ton/hari

d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu :

- Kapasitas ≥ 500 ton/hari

e. Pengolahan dengan insinerator :

- Kapasitas Semua kapasitas

f. Composting Plant :

- Kapasitas ≥ 500 ton/hari

g. Transportasi sampah dengan kereta api :

- Kapasitas ≥ 500 ton/hari

B Pembangunan Perumahan/Permukiman

a. Kota metropolitan, luas : ≥ 25 ha

b. Kota Besar, luas : ≥ 50 ha

c. Kota sedang dan kecil, luas : ≥ 100 ha

d. keperluan settlement transmigrasi : ≥ 2.000 ha

C Air Limbah Domestik

a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang :

- luas, luas ≥ 2 ha

- Kapasitasnya ≥ 11 m³/hari

b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya :

- luas, luas ≥ 3 ha

- Kapasitasnya ≥ 2,4 ton/hari

c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah :

- Luas layanan, atau ≥ 500 ha

- Debit air limbah ≥ 16.000 m³/hari

D Pembangunan Saluaran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman

a. Kota besar/metropolitan, panjang : ≥ 5 km

b. Kota sedang, panjang : ≥ 10 km

E Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan a. Pembangunan jaringan distribusi :

(22)

No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran b. Pembangunan jaringan trnasmisi :

- Panjang ≥ 10 km

Sumber : Permen LH 5/2012

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi

dokumen AMDAL menjadikan tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajb

dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta Karya dan batasan

kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin sebagai berikut.

Tabel 8.10Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

a. Persampahan

i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang :

• Luas Kawasan, atau < 10 Ha • Kapasitas total < 10.000 ton ii. TPA daerah pasang surut

• Luas landfill, atau < Ha • Kapasitas Total < 5.000 ton iii. Pembangunan Transfer Station

• Kapasitas < 1.000 ton/hari

iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu • Kapasitas < 500 ton

v. Pembangunan Incenererator • Kapasitas < 500 ton/hari

iv. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos • Kapasitas > 50 s.d < 100 ton/ha

b. Air Limbah Domestik/ Permukiman

i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang :

• Luas < 2 Ha

• Atau Kapasitas < 11 m³/hari

ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) • Luas < 3 Ha

• Atau bahan organik < 2,4 ton/hari

iii. Pembangunan Sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman

• Luas < 5.00 Ha

• Atau debit air limbah < 16.000 m³/hari c. Drainase

Permukiman Perkotaann

i. Pembangunan saluran primer dan sekunder : • Panjang < 5 km

ii. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman • Luas kolam retensi/polder (1-5) ha

d. Air Minum

i. Pembangunan jaringan distribsi : • luas layanan : 100 ha s.d < 500 ha ii. Pembangunan jaringan pipa tranmisi

• Metropolitan/besar, Panjang : 5 s.d < 10 km

iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukiman lainnya (debit)

(23)

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

iv. Pembangunan Instalansi Pengolahan air lengkap • Debit : 50 lps s.d < 100 lps

v. Pengambilan air tanah dalam (debit) untuk kebutuhan :

• Pelayanan masyarakat oleh penyelenggaraan SPAM : 2,5 lps < 5 lps • Kegiatan lain dengan tujuan komersil : 1,0 lps - < 50 lps

e. Pembangunan Gedung

i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah :

1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan : 5000 m2 s.d 10.000 m2

2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d 10.000 m2

3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratuium, dan bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d 10.000 m2

4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalansi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

ii. Pembangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum :

1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan : 5000 m2 s.d 10.000 m2

2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gerejatermasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d 10.000 m2

3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan, laboratuium, dan bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d 10.000 m2

4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalansi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

Semua bangunan yang tidak dipersyaratan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air :

1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan : 5000 m2 s.d 10.000 m2

2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d 10.000 m2

3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan, pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, labotarurium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d 10.000 m2

4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalansi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

Semua bangunan yang tidak dipersyaratan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

f. Perkembangan kawasan

permukiman baru

i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja :

• Jumlah hunian : < 500 unit rumah ; • Luas kawasan : < 10 ha

(24)

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

• Luas kawasan :< 10 ha

iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/Lingkungan Siap Bangun)

• Jumlah hunian : < 500 unit rumah ; • Luas kawasan : < 10 ha

g. Peningkatan Kualitas Permukiman

i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk ;

• Luas Kawasan : < 10 ha ;

ii. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman • Luas kawasan : < 10 ha ;

iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/Lingkungan Siap Bangun)

• Luas kawasan : < 10 ha h. Penanganan

Kawasan Kumuh Perkotaan

i. Penangan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertaidengan pemindahan penduduk, dan dapat di kombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun ;

• Luas Kawasan : < 5 ha ;

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 tahun 2008

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi

dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib

dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Hidup (SPPLH).

Tabel 8.11Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya

No Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH

1 Pengembangan Permukiman - - -

-2 Penataan Bangunan

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada

masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/ pengelolaan.

Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur prmukiman seharusnya menyentuh

(25)

kemiskinan serta pengarusutaman gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan

masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk

dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca

pembangunngan atau pengelolaan perlu diidenifikasi apakah keberadaan infratruktur bidang

Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial

ekonomi masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial

adalah sebagai berikut :

1. UU No. 17/2007 tentang Rencanan Pembangunan Jangka Panjang Nasional :

 Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan

dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang

beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah

terpencil, tetinggal, dan wilayah tertinggal

 Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat

nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

2. UU No. 2/2002 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

:

 Pasal 3 : Pengadan Tanah untuk kepentingan Umum Bertujuan menyediakan tanah

bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak

yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014 :

 Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemisikinan dan penciptaan kesempatan kerja,

termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan

pembangunan infrastruktur dasar.

 Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemisikinan

 Pasal 1 : program penanggulangan kemisikinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh

(26)

kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,

pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka

meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional

 Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutaman gender guna

terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi

atas kebijakan dan program pembangunan nasioanal yang berperspektif gender

sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

8.2.1 ASPEK SOSIAL PADA PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

8.2.1.1 Kemiskinan

Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu

melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti

adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga

yang di sasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,

karakteristik, dan kebutuhan penanganannya.

Tabel 8.12Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin

No Lokasi Kelurahan Kondisi

(27)

No Lokasi Kelurahan Kondisi

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan

keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin yaitu :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang.

2. Jenis lantai tempat tinggal terbat dari tanah/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa

diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memaak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poloklonik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga : petani dengan luas lahan 500 m², buruh tani,

nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan

pendapatan di bawah Rp. 600.000,- perbulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.000,-seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal

(28)

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah

tangga miskin.

8.2.1.2 Pengarusutamaan Gender

Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang

Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya

meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,

Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat

(PAMSIMAS), Program Pembantuan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support(RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat

bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal

untuk mengetahui bentuk respinsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hinga

permasalahan yang timbul sebagai pembelajaran di masa datang daerah.

Tabel 8.13Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Lampung Selatan

No Program /

Kegiatan Lokasi Tahun

Bentuk Keterlib

atan/ Akses

Tingkat Partisipasi Perempuan

(jumlah)

Kontrol Pangambilan

Keputusan oleh Perempuan

Manfaat

Permasalahan yang Perlu Diantisipasi

di Masa Datang Pemberdayaan Masyarakat

a PNPM

Perkotaan

- - - -

-b PISEW - - - -

-c PAMSIMAS - - - -

-d PPIP - - - -

-e RIS PNPM - - - -

-f SANIMAS - - - -

-Non Pemberdayaan Masyarakat a Penyusun

an RTBL

- - - -

(29)

8.2.2 ASPEK SOSIAL PADA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi

berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat

penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,

pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman

kembali.

1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,

terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan

bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi

mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam

proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan

program bidang Cipta Karya, persiapan, AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan

bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi diatas tanah

yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih

dari satu tahun. Prinsip pertama pengadan tanah adalah bahwa semua langkah yang

diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan

standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlemnt)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya

kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana

pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus

dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang

ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas

kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali

kehidupannya dilokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan

kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika di perlukan dan sesuai

(30)

Tabel 8.14Kegiatan Pembangunan Cipta Karya yang Membutuhkan Konsultasi, Pemindahan Penduduk dan Pemberian Kompensasi serta Permukiman Kembali

No.

Komponen Program dan

Kegiatan

Tahap I Tahap II Arahan Lokasi

Konsultasi

8.2.3 ASPEK SOSIAL DAN PASCA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnnya memberi manfaat bagi

masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara

sederhana dapat terukur, seprti kemudahan mancapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu

tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh

penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

Tabel 8.15 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Gambar

Gambar 8.1 Kerangka Kerja KLHS
Tabel 8.1 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
Tabel 8.2 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam
Tabel 8.4 Identifikasi KRP
+7

Referensi

Dokumen terkait

KESATU : Membentuk Komisi Hasil Perikanan yang terdiri dari Pelindung, Pengarah, Subkomisi yang meliputi Tuna, Udang, Rumput Laut, Ikan Hias, Mutiara, dan Catfish

Bagi peneliti, manfaat penelitian ini bagi peneliti yaitu dapat memberikan pengalaman kepada para guru dan memberikan contoh kepada siswa dalam proses peningkatan perilaku

Untuk mendapatkan nilai tahanan pentanahan pada gardu distribusi dilakukan dengan cara pengukuran langsung menggunakan digital earth tester dengan cara tidak

This thesis mainly focused to describe the students’ mastery in writing of the eighth year students of SMP N 1 Gantiwarno in the Academic Year 2018/2019.The problem

Pada penelitian ini, peneliti membahas tentang bagaimana penerimaan remaja mengenai program Genre (Generasi Berencana) melalui iklan layanan masyarakat “Generasi

6) Membimbing peserta didik dalam melaksanakan praktik interpretasi dan digitasi citra. 7) Melakukan verifikasi hasil praktik interpretasi citra dari masing- masing

Jumlah net income yang tampak dalam laporan keuangan laba rugi ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses pembuatan selai nangka dengan penambahan ekstrak kayu manis, mengetahui formulasi terbaik, analisis kimia yang