• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN KONVEKS DALAM RUANG EUKLIDES DIMENSI – n

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN KONVEKS DALAM RUANG EUKLIDES DIMENSI – n"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN KONVEKS

DALAM RUANG EUKLIDES DIMENSI –

n

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh:

Yohanes Lesmono Wijoyo

NIM: 021414002

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

(2)
(3)
(4)

MOTTO

Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor,

biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.

(Roma 12:11)

(5)

Kupersembahkan karya ilmiah ini kepada

Tuhan yang kekal sebagai penunjuk jalan hidupku

Bapak (alm) dan ibuku yang mengharapkan kesuksesan bagi putra-putrinya

Mas Wawan, Mas Momon dan Dian yang tersayang

Serta semua orang yang telah berjasa dalam hidupku sampai saat ini

(6)
(7)

ABSTRAK

TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN KONVEKS

DALAM RUANG EUKLIDES DIMENSI –

n

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah membahas i.) sifat-sifat dasar

himpunan konveks dalam n, dan ii.) konsep dari Teorema Caratheodory beserta konsep-konsep yang mendasarinya.

Metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode studi

pustaka, yaitu dengan mempelajari dan memahami beberapa bagian dari buku

acuan yang digunakan.

Hasil dari penulisan ini yakni diperolehnya suatu Teorema Caratheodory

yang mengatakan bahwa untuk sebarang A ndan sebarang x co(A), co(A) adalah konveks hull himpunan A, maka ada n + 1 vektor-vektor x1, …, xn+1 ∈ A

dan vektor p∈ Pn + 1, sedemikian sehingga:

1 1 1

1 +...+ + +

= p x pn xn x

di mana

(

)

≥ =

= =

+

= +

+

1

1 1

1

1 ,..., | 0, 1

n i

i i

T n

n p p p p

P p

(8)

viii

ABSTRACT

CARATHEODORY’S THEOREM ON THE CONVEX SET

IN

n

-DIMENSIONAL EUCLIDEAN SPACE

The aims of this thesis are to discuss i.) the basic concepts of convex set in

n

, and ii.) concept of Caratheodory’s Theorem and its base.

The method used in this thesis is literature study method, in which the

researcher learn some parts of the books which were used as references.

The result of this study is Caratheodory’s Theorem which stated that for

any n

A⊂ and any x ∈ co(A), co(A) is convex hull of set A, then there exist 1

+

n vectors x1, …, xn+1A and vector p∈ Pn + 1, such that

1 1 1

1 +...+ + +

= p x pn xn

x

where

(

)

≥ =

= =

+

= +

+

1

1 1

1

1 ,..., | 0, 1

n

i i i

T n

n p p p p

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas rahmat dan karuniaNya

sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami hambatan. Namun

demikian banyak pihak yang telah turut serta membantu penulis menyelesaikan

skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

banyak terima kasih khususnya kepada:

1. Tuhan yang kekal sebagai pemberi rahmat dan karunia bagi semua orang.

2. Bapak M. Andy Rudhito selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

dan juga selaku dosen pembimbing penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Y. G. Hartono, S.Si., M.Sc. dan Bapak Hongki Julie, S.Pd., M.Si.

selaku dosen penguji.

4. Ibu Domesia Novi Handayani S.Pd. selaku dosen pembimbing akademik.

5. Bapak Nardjo dan Bapak Sugeng yang membantu bidang administrasi.

6. Ibuku, Mas Wawan, Mas Momon, dan Dian yang setia memberi semangat.

7. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2002.

8. Teman-teman satu jurusan Pendidikan MIPA.

9. Teman-teman kos: Mang Juhai, Agustinus, Dono, Dagdo, Nata, Kentrung,

Budi, Andika, Niko, Krisna.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Dalam dunia pendidikan, setiap manusia dididik menjadi manusia yang

dewasa susila. Untuk menuju ke kedewasaan yang bersusila ini manusia perlu

belajar seumur hidupnya dari lingkungan sosial mereka.

Penulis sadar bahwa dalam segala hal yang dilakukan, baik perilaku

maupun kata-kata, masih jauh dari sikap manusia yang dewasa susila. Oleh karena

itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan permohonan maaf yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala tindakan dan tingkah laku yang

kurang berkenan. Semoga Tuhan berkenan memandang niat baik kita. Amin.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ...viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penulisan ... 2

D. Manfaat Penulisan ... 2

E. Pembatasan Masalah... 2

F. Metode Penulisan... 3

G. Sistematika Penulisan ... 3

H. Materi Prasyarat... 4

BAB II LANDASAN TEORI... 5

A. Vektor ... 5

B. Ruang Vektor ...10

C. Subruang Vektor...11

D. Kombinasi Linear dan Kebebasan Linear ...13

E. Basis...15

F. Perkalian Himpunan ...15

(11)

xi

H. Barisan ...21

BAB III TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN KONVEKS DALAM n ...25

A. Persamaan Garis dan Persamaan Bidang Dalam n ...25

B. Sifat-sifat Himpunan Konveks Dalam n ...38

C. Teorema Caratheodory...57

BAB IV KESIMPULAN ...69

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.A.1 Garis ...25

Gambar 3.A.2 Bidang ...30

Gambar contoh 3.A.2 Ilustrasi Teorema 3.A.4 dalam 2...37

Gambar contoh 3.A.2 Ilustrasi Teorema 3.A.4 dalam 3...37

Gambar contoh 3.B.1 Himpunan konveks dalam 2 ...39

Gambar 3.B.1 Bidang Cartesius 3...42

Gambar 3.B.2 x1 ∈ int(C) dan x2 ∈ C ...53

Gambar 3.B.3 x1 ∈ int(C), x2C dan x2C ...54

Gambar contoh 3.C Daerah himpunan A...66

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya, masalah-masalah optimisasi selalu berkaitan dengan

memaksimumkan atau meminimumkan fungsi sasaran tanpa kendala atau

dengan kendala. Salah satu cabang permasalahan optimisasi yang ada adalah

masalah optimisasi konveks, yakni jika fungsi sasaran dan fungsi kendalanya

bersifat konveks.

Untuk suatu himpunan C, C dikatakan konveks jika sebarang dua vektor

C

2 1dan x

x maka segmen garis tertutup

[

x1,x2

]

juga termuat dalam C, dan

suatu titik x dikatakan sebagai titik ekstrim himpunan konveks C jika dan

hanya jika:

1.

{

x=

α

x1+

β

x2,

α

>0,

β

>0,

α

+

β

=1,xiC

}

x=x1=x2.

2. Himpunan C\

{ }

x masih tetap konveks.

3. Tidak ada kombinasi konveks =

=

k

i i i 1

x

x α selain x1 =x2 =...=xk =x.

Untuk mengetahui syarat nomor 3 di atas, perlu dibahas mengenai

konsep-konsep dasar dari kombinasi konveks pada himpunan konveks C.

Skripsi ini akan membahas mengenai sifat-sifat dasar himpunan konveks

dalam ruang Euklides dimensi-n. Selanjutnya dari sifat-sifat dasar tersebut

secara khusus akan diturunkan Teorema Caratheodory, yaitu teorema tentang

(14)

B. Perumusan Masalah

Dari uraian tersebut, masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah

1. Bagaimanakah sifat-sifat dasar himpunan konveks dalam n ?

2. Bagaimanakah konsep dari Teorema Caratheodory beserta konsep-konsep

yang mendasarinya?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah membahas:

1. Sifat-sifat dasar himpunan konveks dalam n , dan

2. Konsep dari Teorema Caratheodory beserta konsep-konsep yang

mendasarinya.

D. Manfaat Penulisan

Teorema Caratheodory dapat digunakan sebagai acuan untuk

menunjukkan apakah suatu vektor dalam himpunan konveks dapat ditulis

sebagai kombinasi konveks dari vektor-vektor yang lainnya atau tidak. Jika

tidak maka vektor tersebut memenuhi salah satu kriteria sebagai titik ekstrim

himpunan konveks.

E. Pembatasan Masalah

Pembahasan dalam skripsi ini hanya dibatasi pada himpunan konveks

yang tidak kosong. Titik ekstrim himpunan konveks juga tidak dibahas di

(15)

F. Metode Penulisan

Metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode studi

pustaka, yaitu dengan mempelajari dan memahami beberapa bagian dari buku

acuan yang digunakan.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

E. Pembatasan Masalah

F. Metode Penulisan

G. Sistematika Penulisan

H. Materi Prasyarat

BAB II LANDASAN TEORI

A. Vektor

B. Ruang Vektor

C. Subruang Vektor

D. Kombinasi Linear dan Kebebasan Linear

E. Basis

F. Perkalian Himpunan

(16)

H. Barisan

BAB III TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN KONVEKS

DALAM n

A. Persamaan Garis dan Persamaan Bidang Dalam n

B. Sifat-sifat Himpunan Konveks Dalam n

C. Teorema Caratheodory

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

H. Materi Prasyarat

Dalam skripsi ini, diasumsikan pembaca telah mengikuti perkuliahan

Logika dan Teori Himpunan, Aljabar Matrik danVektor, Geometri Analitik

(17)

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Vektor

Vektor dalam 2

dapat dinyatakan dengan matriks berordo 2×1,

yaitu:

2 1

x x

, dan dalam 3

dapat dinyatakan dengan matriks berordo 3×1,

yaitu:

3 2 1

x x x

, dengan x1,x2,x3 adalah bilangan-bilangan real.

Secara generalisasi, dapat didefinisikan n dengan cara aljabar,

karena visualisasi geometris tidak dapat melebihi 3

.

Definisi 2.A.1 Ruang Euklides Dimensi-n

Himpunan semua matriks berordo n×1 dengan elemen-elemen bilangan real,

disebut ruang Euklides berdimensi–n,dan dilambangkan dengan n .

Elemen-elemen dalam n

disebut sebagai vektor. Vektor n

x

merupakan matriks berordo n×1. Selanjutnya vektor x ditulis sebagai

(

)

T

n

x x x1, 2,...,

=

x . Bilangan real xi, i=1,2,...,n disebut komponen dari

(18)

Definisi 2.A.2 Operasi Penjumlahan dan Perkalian Vektor dengan Skalar

Operasi penjumlahan dan perkalian vektor dengan skalar dalam n

didefinisikan sebagai berikut: jika x=

(

x1,x2,...,xn

)

T dan y=

(

y1,y2,...,yn

)

T

adalah vektor-vektor dalam n

dan α∈ , maka

(

)

T

n

n y

x y x y

x + + +

=

+y 1 1, 2 2,...,

x dan αx=

(

αx1,αx2,...,αxn

)

T

Definisi 2.A.3 Operasi Pengurangan Vektor

Suatu vektor dalam n

yang semua komponennya sama dengan nol disebut

sebagai vektor nol dan dinotasikan dengan 0=

(

0,0,...,0

)

T.

Jika x=

(

x1,x2,...,xn

)

T sebarang vektor dalam

n

, maka vektor

(

)

T

n

x x

x − −

1, 2,..., disebut sebagai negatif (atau invers terhadap operasi

penjumlahan) dari x dan dilambangkan dengan −x.

Operasi pengurangan dalam n

didefinisikan sebagai berikut:

Untuk semua x=

(

x1,x2,...,xn

)

T dan semua y=

(

y1,y2,...,yn

)

T dalam n,

berlaku:

y

x− = x+

(

y

)

y

x− =

(

x1−y1,x2 −y2,...,xnyn

)

T

Teorema 2.A.1

Untuk setiap x y z n ,

, dan skalar α,β∈ , berlaku:

a. x + y n

(19)

b. x + y = y + x.

c. x + (y + z) = (x + y) + z.

d. x + 0 = x.

e. x + (-x) = 0.

f. α (x + y) = αx + αy.

g. (α + β) x = αx + βx.

h. (αβ) x = α (βx).

i. 1x = x.

Pembuktian dapat dilihat pada James Stewart, 1999: 826.

Definisi 2.A.4 Perkalian Skalar Dua Vektor

Perkalian skalar dua vektor x dan y dalam n, dinotasikan dengan x,y dan

didefinisikan sebagai:

=

=

n

i i iy

x

1

,y x

Definisi 2.A.5 Panjang Vektor

Panjang vektor x dalam n, dinotasikan dengan x dan didefinisikan

sebagai:

2 1

1 2 2

1

, =

=

=

n

i i

x x

(20)

Teorema 2.A.2

Untuk setiap x, y, z ∈ n dan skalar α,β , berlaku:

a. αxy,zx,zy,z .

b. x,y = y,x .

c. x,x ≥0.

d. x,x =0biladanhanyabilax=0

Bukti:

Ambil tiga elemen sebarang n

z y

x, , , maka xi,yi,zi∈ di mana

n

i=1,2,..., berturut-turut adalah komponen dari x, y, z; dan ambil sebarang

β

α, ; maka:

a. α +x βy,z =

(

)

= + n i i i

i y z

x 1 β α =

(

)

= + n i i i i iz y z

x 1 β α =

(

)

(

)

= = + n i i i n i i

iz y z

x 1 1 β α = + = = n i i i n i i

iz y z

x

1 1

β

α

= α x,zy,z .

(21)

= = n

i i ix

y

1

= y,x .

c. x,x = 0

1 2

= n

i i

x .

d. x,x = = n

i i

x

1 2

= 0 bhb 22 ... 2 0

2

1 = x = = xn =

x

bhb x1 =x2 =...= xn =0

bhb x=0

Definisi 2.A.6 Besar Sudut

adalah besar sudut antara vektor x dan vektor y yang tidak nol di mana

π

θ ≤

0 .

Teorema 2.A.3

Jika adalah besar sudut antara vektor x dan vektor y, maka berlaku

θ

cos ,y x y

x =

Pembuktian dapat dilihat pada James Stewart, 1999: 831.

Akibat 2.A.1

Jika adalah besar sudut antara dua vektor x dan y yang tidak nol maka

y x

(22)

Akibat 2.A.2

Dua vektor x dan y dalam n, dikatakan saling tegak lurus atau ortogonal

jika x,y =0.

B. Ruang Vektor

Suatu vektor dengan komponen sebanyak n biasanya disebut sebagai

vektor berdimensi n. Suatu koleksi (kumpulan) yang lengkap terdiri dari

semua vektor yang berkomponen sebanyak n di mana hal-hal tentang

penjumlahan dan perkalian masih tetap berlaku bagi vektor-vektor tersebut

disebut ruang vektor.

Definisi 2.B Ruang Vektor

Misalkan V adalah himpunan di mana didefinisikan operasi-operasi

penjumlahan dan perkalian dengan skalar. Dengan ini kita mengartikan bahwa

untuk setiap pasang elemen-elemen x dan y di dalam V, kita dapat

mengasosiasikannya dengan elemen x + y yang tunggal yang juga berada di V,

dan dengan setiap elemen x di V dan setiap skalar

α

, kita dapat

mengasosiasikannya dengan elemen

α

x yang tunggal di dalam V. Himpunan

V bersama-sama dengan operasi-operasi penjumlahan dan perkalian dengan

skalar dikatakan membentuk suatu ruang vektor jika aksioma-aksioma berikut

dipenuhi:

B.1. x + y = y + x untuk setiap x dan y di V.

(23)

B.3. Terdapat elemen 0 di V sehingga x + 0 = x untuk setiap x ∈V.

B.4. Untuk setiap x ∈V, terdapat elemen -x di V sehingga x + (-x) = 0.

B.5. α (x + y) = αx + αy untuk setiap skalar

α

dan setiap x dan y di V.

B.6. (α + β) x = αx + βx untuk setiap skalar

α

dan β dan setiap x ∈ V.

B.7. (αβ) x = α (βx) untuk setiap skalar

α

dan β dan setiap x ∈ V.

B.8. 1x = x untuk setiap x ∈V.

Elemen-elemen dalam V disebut vektor. Ruang vektor yang didefinisikan di

atas sering juga disebut ruang vektor real, karena skalar yang digunakan

adalah bilangan-bilangan real.

Teorema 2.B

Jika V adalah ruang vektor dan x adalah sebarang elemen dari V, maka:

a. 0x = 0.

b. x + y = 0 berakibat y = -x (artinya, invers penjumlahan dari x adalah

tunggal).

c. (-1)x = -x.

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 107.

C. Subruang Vektor

Suatu himpunan bagian W dari suatu ruang vektor V dikatakan suatu

subruang dari V jika W adalah suatu ruang vektor yang tertutup terhadap

(24)

Definisi 2.C.1 Subruang

Jika S adalah subhimpunan tak kosong dari suatu ruang vektor V, dan S

memenuhi syarat-syarat berikut:

(i) αx S jika x ∈S untuk sebarang skalar α.

(ii) x + y S jika x ∈S dan y ∈S

maka S disebut subruang dari V.

Definisi 2.C.2 Ruang Null

Andaikan A sebarang matriks m x n berelemen skalar. Ruang null dari A

adalah himpunan semua penyelesaian untuk sistem A x = 0, dengan x n

dan dilambangkan dengan N(A). Jadi

N(A) = {x ∈ n | A x = 0 }.

Teorema 2.C

N(A) merupakan subruang dari n .

Bukti:

(i) N(A) ≠ ∅, karena sistem persamaan linear homogen (SPLH) punya

penyelesaian yaitu 0, sehingga 0 ∈ N(A).

(ii) Ambil x ∈ N(A) dan α∈ , maka A (αx) = α (Ax) = α0 = 0.

Karena itu αx ∈ N(A).

(iii) Jika x dan y ∈ N(A), maka A (x + y) = Ax + Ay = 0 + 0 = 0.

(25)

Syarat-syarat dari subruang dipenuhi oleh N(A). Jadi terbukti bahwa

N(A) merupakan subruang dari n.

D. Kombinasi Linear dan Kebebasan Linear

Definisi 2.D.1 Kombinasi Linear

Misalkan v1,v2,...,vn adalah vektor-vektor dalam suatu ruang vektor V.

Kombinasi linear dari vektor-vektor v1,v2,...,vn adalah

n nv v

v α α

α1 1+ 2 2+...+

di mana α12,...,αn∈ .

Himpunan semua kombinasi linear dari v1,v2,...,vn disebut rentang dari

n v v

v1, 2,..., , dan dilambangkan dengan Rentang

(

v1,v2,...,vn

)

.

Teorema 2.D.1

Jika v1,v2,...,vn adalah elemen-elemen dari suatu ruang vektor V, maka

(

v ,v ,...,vn

)

Rentang 1 2 adalah subruang dari V.

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 113.

Definisi 2.D.2 Himpunan Perentang

Himpunan

{

v1,v2,...,vn

}

disebut himpunan perentang untuk V jika dan hanya

jika setiap vektor dalam V dapat ditulis sebagai kombinasi linear dari

n v v

(26)

Teorema 2.D.2

a. Jika v1,v2,...,vn merentang pada suatu ruang vektor V dan salah satu dari

vektor-vektor ini dapat ditulis sebagai kombinasi linear dari n-1 vektor

yang lain, maka ke n-1 vektor itu juga merentang V.

b. Jika diberikan n vektor v1,v2,...,vn, maka kita dapat menuliskan salah

satu vektor sebagai kombinasi linear dari n-1 vektor yang lain jika dan

hanya jika terdapat skalar-skalar α1,α2,...,αn yang tidak semuanya sama

dengan nol sedemikian sehingga:

0 v v

v +α + +αn n =

α1 1 2 2 ...

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 119.

Definisi 2.D.3 Bebas Linear

Vektor-vektor v1,v2,...,vn dalam ruang vektor V disebut bebas linear jika

0 v v

v +α + +αn n =

α1 1 2 2 ...

mengakibatkan semua skalar-skalar α1,α2,...,αn harus sama dengan 0.

Definisi 2.D.4 Bergantung Linear

Vektor-vektor v1,v2,...,vn dalam ruang vektor V disebut bergantung linear

jika terdapat skalar-skalar α1,α2,...,αn yang tidak semuanya nol sehingga

0 v v

v +α + +αn n =

(27)

E. Basis

Definisi 2.E Basis

Vektor-vektor v1,v2,...,vn membentuk basis untuk ruang vektor V jika dan

hanya jika:

(i) v1,v2,...,vn bebas linear,

(ii) v1,v2,...,vn merentang V.

Teorema 2.E

Jika

{

v1,v2,...,vn

}

adalah himpunan yang merentang suatu ruang vektor V,

maka himpunan dari m vektor di mana m>n adalah bergantung linear.

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 129.

Akibat 2.E

Jika

{

v1,v2,...,vn

}

dan

{

w1,w2,...,wm

}

kedua-duanya adalah basis untuk suatu

ruang vektor V, maka n=m.

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 130.

F. Perkalian Himpunan

Misalkan A1,A2,...,Am adalah himpunan-himpunan dengan

i n

i R

A ⊆ ,

di mana i=1,2,...,m. Perkalian himpunan-himpunan yang dinotasikan dengan

= m

i i

A

1

(28)

adalah himpunan A dalam n1+n2+...+nm yang beranggotakan semua vektor yang

mungkin dalam n1+n2+...+nm yang diperoleh dengan mengambil

1

n komponen

pertama dari vektor anggota A1, kemudian n2 komponen kedua dari vektor

anggota A2, kemudian n3 komponen ketiga dari vektor anggota A3,

kemudian seterusnya hingga nm komponen terakhir dari vektor anggota Am.

Dalam notasi himpunan ditulis sebagai berikut:

(

)

{

A i m

}

A m T i i

m

i

i 1, 2,..., | , 1,2,..., 1 = ∀ ∈ = =

= x x x x x

Sebagai contoh, n

dapat dianggap sebagai hasil perkalian himpunan

dari 1

dengan dirinya sendiri sebanyak n kali.

kali n

n 1 1 1

...× × =

Jika 2

1 ⊂

A berisi vektor-vektor pada keliling lingkaran dengan

pusat di titik pusat dan berjari-jari 1, dan jika

[ ]

1 2= 0,1 ⊂

A , maka A1×A2

adalah himpunan dalam 3

yang berupa silinder dengan tinggi 1 dan alasnya

berupa lingkaran dalam bidang

(

x1,x2

)

dengan pusat di titik pusat dan

jari-jarinya sama degan 1.

Misalkan = nn2×...× nm. Untuk vektor x ,

(

)

T

m x x x

x= 1, 2,..., di mana i

(

i i in

)

T i x x x
(29)

penjumlahan dua vektor x dan y ∈ dan perkalian vektor x ∈ dengan

skalar α∈ , didefinisikan sebagai:

(

) (

)

T

m m y x y x y x y

x+ = 1+ 1, 2+ 2,..., + dan

(

)

T m x x

x

x

α

α

α

α

= 1, 2,...,

dan misalkan n=n1+n2+...+nm, maka dapat diidentifikasi sebagai ruang

vektor biasa n.

G. Topologi Metrik Dimensi – n

Misalkan V adalah suatu himpunan. Suatu fungsi d yang memetakan

bilangan real pada masing-masing pasangan vektor

(

x,y

)

dengan xV dan

V

y disebut sebagai metrik atau fungsi jarak pada V jika memenuhi syarat

berikut:

d(x, y) ≥ 0, dengan d(x, y) = 0 jika dan hanya jika x = y... (1)

d(x, y) = d(y, x), ... (2)

d(x, y) ≤ d(x, z) + d(z, y) untuk semua z ∈V... (3)

Pertidaksamaan (3) disebut sebagai pertidaksamaan segitiga.

Definisi 2.G.1 Ruang Metrik

Suatu himpunan V yang dilengkapi dengan metrik d disebut sebagai ruang

metrik.

Contoh dalam n, fungsi d didefinisikan sebagai berikut:

d(x, y) = xy =

(

)

2 1

1

2

= n

i

i i y

(30)

Akan ditunjukkan fungsi d di atas merupakan metrik pada n :

i. d(x, y) = xy ≥0.

Jika x=y maka d(x, y) = d(y, y) = yy = 0.

Jika d(x, y) = 0, maka

y

x− = 0

(

)

2 1

1

2

= n

i

i i y

x = 0

(

)

=

n

i

i i y

x

1

2

= 0

Karena

(

xiyi

)

2≥0, maka

(

xiyi

)

2=0,∀i=1,2,...,n. Sehingga

i i y

x − = 0

xi = yi

x = y

ii. d(x, y) = xy = yx = d(y, x).

iii. Untuk semua z ∈ n ,

d(x, y) = xy = xz+zyxz + zy = d(x, z) + d(z, y).

Definisi 2.G.2 Bola Terbuka dan Bola Tertutup

Suatu bola terbuka berpusat di x dengan jari-jari r>0dinotasikan oleh

(

r

)

(31)

kuang darir dan dituliskan sebagai:

(

r

)

{

r

}

B x, = y| yx <

Bola tertutup B

(

x,r

)

dengan pusat x dan jari-jari r>0 didefinisikan sebagai:

(

r

)

{

r

}

B x, = y| yx

Definisi 2.G.3 Titik Interior

Misalkan Sn

. Suatu titik x disebut sebagai titik interiorS jika ada r>0

sedemikian sehingga B

(

x,r

)

S.

Jika himpunan titik-titik interior S tidak kosong, maka kita sebut himpunan

titik-titik interior ini sebagai interior dari S dan dinotasikan dengan int(S).

Himpunan S tidak harus memiliki titik interior. Perhatikan himpunan

titik-titik pada bidang ( 2

) dengan bentuk

(

x1,0

)

dengan 0<x1 <1. Interval

1

0<x1 < ini ada pada sumbu−x1. Himpunan titik-titik pada 2

ini tidak

memiliki titik interior. Tetapi jika kita perhatikan sebagai himpunan pada 1

,

maka semua titik tersebut adalah titik interior.

Suatu himpunan S dikatakan terbuka jika semua titik pada S adalah

titik-titik interior. Definisi himpunan terbuka ini ekuivalen dengan definisi

(32)

Definisi 2.G.4 Himpunan Terbuka

Himpunan S dikatakan terbuka jika setiap titik x S, ada bilangan positif

0

>

r , yang bergantung pada x, sedemikian sehingga bola B

(

x,r

)

berada

dalam S.

Definisi 2.G.5 Titik Limit

Titik x disebut sebagai titik limit himpunan S jika untuk setiap ε >0 ada titik

x

xε ≠ sedemikian sehingga xεS dan xεB

(

x

)

. Titik xε secara umum

bergantung pada ε.

Himpunan titik-titik limit dari himpunan S dinotasikan dengan 'S .

Suatu himpunan tidak harus memiliki titik-titik limit dan suatu titik

limit tidak harus menjadi anggota himpunan tersebut. Himpunan bilangan asli

positif sebagai himpunan dalam 1

merupakan salah satu contoh himpunan

yang tidak memiliki titik limit. Sedangkan contoh untuk suatu titik limit yang

tidak harus menjadi anggota suatu himpunan, himpunan

= =

≡ | 1,n 1,2,3,...

n x x

S dalam 1. Nol adalah titik limit dari himpunan

S, tetapi nol bukan anggota S.

Definisi 2.G.6 Pemampat Himpunan dan Himpunan Tertutup

Pemampat (closure) himpunan S, dinotasikan dengan S dan didefinisikan

(33)

Himpunan S disebut tertutup jika S = S, yakni bahwa S beranggotakan semua

titik limitnya.

Suatu himpunan tidak harus memenuhi kedua sifat, yakni terbuka atau

tertutup. Perhatikan B(0, 1) dalam 2

, yakni suatu daerah lingkaran berpusat

di titik pusat dan berjari-jari 1. Secara intuitif, semua titik x dalam 2

dengan

1

=

x adalah titik-titik limit dari B(0, 1). Sekarang perhatikan himpunan

( )

,1 ∪

{

=

(

1, 2

)

| =1, 1≥0

}

=B x x x

S 0 x T x

Titik x =

(

x1,x2

)

T dengan x =1 dan x1≥0 bukan titik interior S karena

untuk titik x itu sendiri, tidak masalah seberapa kecil kita memilih ε >0,

lingkaran B

(

x

)

tidak berada dalam S. Karena itu S tidak terbuka. Namun

demikian S juga tidak tertutup, karena titik x =

(

x1,x2

)

T dengan x =1 dan

0 1 <

x adalah titik limit S tetapi tidak berada dalam S.

H. Barisan

Suatu barisan di n

adalah suatu fungsi yang memberikan sebuah

vektor xkn di mana k adalah bilangan bulat positif. Barisan vektor k x

ini biasanya ditulis sebagai

{ }

xkk=1, atau secara umum cukup ditulis

{ }

xk .

Sebarang barisan

{ }

xk dikatakan mempunyai limit y atau konvergen

ke y jika untuk sebarang ε >0 ada bilangan bulat positif K

( )

ε sedemikian
(34)

y x =

k

k

lim atau xky

Barisan yang mempunyai limit disebut konvergen, dan barisan yang

tidak mempunyai limit disebut divergen.

Teorema 2.H

Jika limx =x0

k

k , limk→∞yk =y0, dan limk→∞αk =α di mana

{ }

αk adalah barisan

dari skalar-skalar, maka lim

(

x +y

)

=x0 +y0

k k

k dan limk→∞αkxkx0.

Bukti:

i. lim

(

x +y

)

=lim x +lim y =x0+y0

∞ → ∞

→ ∞

k k k k k k

k

ii. limα x =limα ⋅lim xx0

→ ∞ → ∞

k k k k k k

k

Berikut ini diberikan lema bagi titik sebagai titik limit dari suatu

himpunan.

Lema 2.H

Titik x adalah titik limit himpunan S jika dan hanya jika ada barisan

{ }

xk dari

titik-titik anggota S sedemikian sehingga untuk setiap k bilangan bulat positif,

x

(35)

Bukti:

Misalkan x adalah titik limit S. Maka untuk setiap bilangan bulat k ada

titik xkS sedemikian sehingga xkx dan ∈

k B

k

1 , x

x . Untuk setiap

0

>

ε , ada bilangan bulat positif K

( )

ε yang memenuhi

( )

ε <ε K

1

. Karena

itu, untuk k >K

( )

ε

, diperoleh <ε k

1

dan x,1 B

(

x

)

k

B ⊂ . Dengan

demikian barisan

{ }

xk konvergen ke x.

Misalkan ada barisan

{ }

xk dari titik-titik anggota S dengan xkx dan

x

xk → . Untuk sebarang

ε

>0 dan karena xkx, ada bilangan bulat

positif K

( )

ε

sedemikian hingga, untuk k>K

( )

ε

, xkB

(

x

)

. Karena

x

xk ≠ untuk semua k, berlaku bahwa x adalah titik limit S.

Akibat 2.H.1

Untuk sebarang

{ }

xk dalam S dan

{ }

xk konvergen ke x, maka x harus

anggota S.

Bukti:

Untuk xS, tidak ada yang perlu dibuktikan. Tetapi untuk xS, maka

untuk setiap k, xkS, dan xkx. Dari lema 2.H berlaku bahwa x adalah

(36)

Akibat 2.H.2

Misalkan S adalah himpunan dalam n. Jika xS, maka ada barisan

titik-titik

{ }

xk dalam S sedemikian hingga xkx.

Bukti:

Untuk xS, maka xS atau S'. Jika xS' pernyatan akibat 2.H.2

berlaku dari lema 2.H. Jika xS dan xS', dapat diambil xk =x untuk

(37)

25 BAB III

TEOREMA CARATHEODORY

PADA HIMPUNAN KONVEKS DALAM n

A. Persamaan Garis dan Persamaan Bidang Dalam n

Dalam perkuliahan Geometri Analitik Ruang telah dibahas mengenai

langkah-langkah penentuan suatu persamaan garis dan suatu persamaan

bidang. Oleh karena itu, bentuk-bentuk persamaan garis dan persamaan bidang

dalam pembahasan berikut ini tidak disertai langkah-langkahnya, karena

diasumsikan pembaca telah mengikuti perkuliahan tersebut dan menguasai

bagaimana persamaan garis dan persamaan bidang diperoleh.

Persamaan garis yang melalui dua vektor x1 dan x2 dalam 2 dan 3,

dinyatakan dengan:

) ( 2 1

1 x x

x

x= +t − −∞<t<∞ (1)

1 x

2 x

x 0

<

t

1 0<t<

0

>

t

0 1

x

2

x

x

(38)

Pada gambar 3.1, penggal garis yang berawal dari x1 dan berakhir di

2

x , berkorespondensi dengan nilai t, 0≤t≤1 atau dalam interval

[ ]

0 . ,1

Penggal garis tersebut kemudian disebut sebagai segmen garis tertutup.

Sedangkan penggal garis yang berawal dari x1 dan berakhir di x2 tetapi tidak

memuat x1 dan x2 berkorespondensi dengan nilai t, 0<t<1 atau dalam

interval

( )

0,1 . Penggal garis tersebut kemudian disebut sebagai segmen garis

terbuka.

Sinar garis positif berawal dari x1 atau dari x2, berkorespondensi

dengan nilai t ≥ 0, dan sinar garis negatif berawal dari x1 atau dari x2,

berkorespondensi dengan nilai t ≤ 0. Sinar garis yang demikian disebut

sebagai segmen garis setengah terbuka.

Dalam n, didefinisikan garis melalui dua vektor x1 dan x2 sebagai

himpunan vektor-vektor yang memenuhi bentuk (1).

Definisi 3.A.1 Garis dalam n

Garis dalam n melalui dua vektor x1 dan x2 didefinisikan sebagai himpunan

vektor-vektor x sedemikian sehingga x=x1+t(x2x1) di mana t adalah

sebarang bilangan real. Dalam notasi himpunan ditulis sebagai:

(

)

{

x|x=x1+t x2 −x1 ,−∞<t<∞

}

Teorema 3.A.1

(39)

{

x|x=

α

x1+

β

x2,

α

+

β

=1

}

Bukti:

Dari definisi 3.A.1, Garis dalam n melalui dua vektor x1 dan x2

didefinisikan oleh:

(

)

{

x|x=x1+t x2x1 ,−∞<t<∞

}

{

x|x=x1+tx2tx1,−∞<t<∞

}

{

x|x=x1tx1+tx2,−∞<t<∞

}

{

x|x=

(

1−t

)

x1+tx2,−∞<t<∞

}

Dengan mengambil α=

(

1−t

)

danβ =t diperoleh:

{

x|x=

α

x1+

β

x2,

α

+

β

=1

}

Definisi 3.A.2 Segmen Garis Tertutup dalam n

Segmen garis tertutup yang menghubungkan vektor n

2 1,x

x dinotasikan

dengan

[

x1,x2

]

dan didefinisikan sebagai:

[

x1,x2

]

=

{

x|x=

(

1−t

)

x1+tx2,0≤t≤1

}

Untuk α =

(

1−t

)

, dan β = t, diperoleh:
(40)

Definisi 3.A.3 Segmen Garis Terbuka dalam n

Segmen garis terbuka yang menghubungkan vektor n 2 1,x

x dinotasikan

dengan

(

x1,x2

)

dan didefinisikan sebagai:

(

x1,x2

)

=

{

x|x=

(

1−t

)

x1+tx2,0<t<1

}

Untuk α =

(

1−t

)

, dan β = t, diperoleh:

(

x1,x2

) {

= x|x=

α

x1+

β

x2,

α

>0,

β

>0,

α

+

β

=1

}

Definisi 3.A.4 Segmen Garis Setengah Terbuka dalam n

(i) Segmen garis setengah terbuka dalam n yang memuat vektor x1 tetapi

tidak memuat vektor x2 dinotasikan dengan

[

x1,x2

)

dan didefinisikan

sebagai:

[

x1,x2

)

=

{

x|x=

(

1−t

)

x1+tx2,0≤t<1

}

Untuk α =

(

1−t

)

, dan β = t, diperoleh:

[

x1,x2

) {

= x|x=

α

x1+

β

x2,

α

>0,

β

≥0,

α

+

β

=1

}

(ii) Segmen garis setengah terbuka dalam n yang memuat vektor x2 tetapi

tidak memuat vektor x1 dinotasikan dengan

(

x1,x2

]

dan didefinisikan

sebagai:

(

x1,x2

]

=

{

x|x=

(

1−t

)

x1+tx2,0<t≤1

}

Untuk α =

(

1−t

)

, dan β = t, diperoleh:
(41)

Lema 3.A

Untuk sembarang y

(

x1,x2

) {

= x|x=

α

x1+

β

x2,

α

>0,

β

>0,

α

+

β

=1

}

,

berlaku:

α β

= − −

2 1

x y

x y

Bukti:

Ambil sebarang y

(

x1,x2

)

, maka y=

α

x1+

β

x2,

α

>0,

β

>0,

α

+

β

=1.

1

x

y− = αx1+βx2−x1

yx1 =

(

α

−1

)

x1+

β

x2

yx1 =

β

x2

(

1−

α

)

x1

yx1 =

β

x2

β

x1

yx1 =

β

(

x2x1

)

yx1 =

β

(

x2−x1

)

yx1 =

β

x2x1 (2)

Dengan cara yang sama didapatkan:

2

x

y− = αx1x2x2

yx2 =

α

x1+

(

β

−1

)

x2

yx2 =

α

x1

(

1−

β

)

x2

yx2 = αx1−αx2

(42)

yx2 = α

(

x1−x2

)

yx2 =

α

x1x2 (3)

Dari persamaan (2) dan persamaan (3) diperoleh:

2 1 x y x y − − = 2 1 1 2 x x x x − −

α

β

⇔ 2 1 x y x y − − = α β

Dalam 3, bidang yang melalui titik P0

(

x01,x02,x03

)

dengan garis

normal a=

(

a1,a2,a3

)

T berisi kumpulan dari titik-titik P

(

x1,x2,x3

)

sedemikian sehinga P0P tegak lurus a. Persamaan bidang ini dinyatakan

dengan:

(

1 01

)

2

(

2 02

)

3

(

3 03

)

0

1 xx +a xx +a xx =

a (4)

atau

γ

= + + 2 2 3 3

1

1x a x a x

a

di mana γ =a1x01+a2x02+a3x03. (5)

Bentuk ini merupakan bentuk umum dari persamaan bidang dalam 3.

P 0 P 0 PP a 0 x x 1 x 2 x 3 x

(43)

Dari definisi 2.A.4, maka notasi perkalian skalar persamaan bidang bentuk (4)

dan (5) dapat ditulis sebagai:

0 ,xx0 =

a atau a,x =γ, di mana γ = a,x0 (6)

Selanjutnya, setiap persamaan dalam bentuk (6) disebut sebagai persamaan

bidang dalam 3 dengan garis normal a.

Secara generalisasi, persamaan bidang dengan bentuk (6) dapat

digunakan untuk mendefinisikan suatu bidanghiper (hyperplane) dalam n.

Definisi 3.A.5 Bidang Hiper dalam n

Andaikan a adalah suatu vektor dalam n dan α adalah suatu skalar. Sebuah

bidanghiper dalam n dinotasikan dengan Hαa dan didefinisikan sebagai:

{

α

}

α = x a x =

a | ,

H

Vektor a disebut sebagai normalbidanghiper.

Teorema 3.A.3

Persamaan bidang hiper α

{

α

}

=

= x a x

a | ,

H ekuivalen dengan:

{

x| a,xx0 =0

}

di mana x0∈Haα dan a adalah normalnya. Selanjutnya persamaan bidang

hiper cukup ditulis dengan:

0 ,xx0 =

(44)

Bukti:

Misalkan x0 memenuhi definisi bidang hiperdengan normal a, maka

α

= 0 ,x

a . Jadi jika x adalah sebarang vektor lain yang memenuhi definisi

tersebut, a,x =

α

. Dengan demikian:

x

a, = a,x0

a,xa,x0 = 0

= n

i i ix

a

1

– = n

i i ix

a

1

0 = 0

(

)

=

n

i

i i i x x

a

1

0 = 0

a,xx0 = 0

Terbukti bahwa a,xx0 =0 adalah persamaan bidang hiper dalam

n yang melalui vektor 0

x dengan normal a.

Teorema ini juga mengatakan bahwa untuk sebarang dua vektor α a

x

x1, 2H ,

maka a ortogonal terhadap x1x2.

Contoh 3.A.1

Untuk mencari persamaan bidang hiper dalam 4 yang melalui titik

A

(

1,1,1,1

)

, B

(

2,0,1,0

)

, C

(

0,2,0,1

)

dan D

(

1,1,−1,0

)

, kita misalkan

(

)

T

AB=1,−1,0,−1

=

(45)

Dari akibat 2.A.2, normal bidang hiper a=

(

a1,a2,a3,a4

)

T dapat dicari

dengan menggunakan syarat sebagai berikut:

i.) apa,p =0 ⇔

(

a1,a2,a3,a4

) (

⋅ 1,−1,0,−1

)

=0

a1a2a4 =0 (7)

ii.) aqa,q =0 ⇔

(

a1,a2,a3,a4

) (

⋅ −2,2,−1,1

)

=0

⇔ −2a1+2a2−a3+a4 =0 (8)

iii.) ara,r =0 ⇔

(

a1,a2,a3,a4

) (

⋅ 1,−1,−1,−1

)

=0

a1−a2−a3−a4 =0 (9)

Dari sistem persamaan ini nilai-nilai skalar komponen vektor a

diperoleh dengan cara eliminasi dan subsitusi.

Dari persamaan (7) dan (9) diperoleh:

0 0 0 3 4 3 2 1 4 2 1 = − = − − − = − − a a a a a a a a

Subsitusi nilai a3 =0 ke persamaan (8) dan eliminasi dengan persamaan (7):

2 1 2 1 4 2 1 4 2 1 0 0 0 2 2 a a a a a a a a a a = = + − + = − − = + + −

(46)

Jadi untuk sebarang skalar

α

di mana a1 =a2 =

α

, normal

(

)

T

0 , 0 , ,

α

α

=

a . Dengan demikian, persamaan bidang hiper dalam R4 yang

melalui titik A

(

1,1,1,1

)

dengan normal a=

(

α

,

α

,0,0

)

T adalah:

(

x1−1

)

+

α

(

x2 −1

)

α

= 0

α

x1−

α

+

α

x2−

α

= 0

α

(

x1+x2

)

=2

α

Pada bidang hiper α a

H , jika α = 0 dan a 0 maka bidang hiper

ditulis dengan Ha0 =

{

x| a,x =0

}

di mana a adalah normal bidang hiper 0

a H .

Untuk menunjukkan hal ini, perhatikan langkah-langkah berikut:

Dari definisi bidang hiper Haα, untuk semua xHaα, x harus memenuhi

α =

x

a, dengan a adalah normal bidang hiper α a

H . Ambil sebarang

0

a

xH di mana a adalah normal bidang hiper 0

a

H dan 0 adalah skalar α.

Maka x memenuhi a,x =

α

di mana α =0. Jadi untuk semua xHa0,

{

| , =0

}

x a x

x .

Ambil x

{

x| a,x =0

}

, maka x memenuhi a,x =0 di mana a adalah

suatu vektor dalam n dan 0 adalah skalar. Dari definisi 3.A.5, dapat

ditentukan suatu bidang hiper Ha0 di mana a adalah normal bidang hiper

tersebut dan α =0. Jadi untuk setiap x

{

x| a,x =0

}

, 0

a

(47)

Bidang hiper 0 =

{

x| a,x =0

}

a

H mempunyai persamaan dengan

bentuk:

x

a, = 0

= n

i i i

a

1

x = 0

a1x1+a2x2+...+anxn = 0

Dari bentuk ini disimpulkan bahwa bidang hiper 0

a

H memenuhi

definisi tentang ruang null. Berdasarkan teorema 2.C bahwa N(A) merupakan

subruang dari n maka bidang hiper 0

a

H juga merupakan subruang dari n.

Teorema 3.A.4

Untuk sebarang an dan skalar α ∈ , maka 0 0

x

a

a = H +

Hα di mana

α a

x0H .

Bukti:

Misalkan sebarang α a

x

x, 0H , dan misalkan u=xx0,

Untuk xHaα a,x =

α

, dan

Untuk x0Haα a,x0 =

α

.

Selanjutnya diperoleh: a,x = a,x0

(48)

a,xx0 = 0

a,u = 0

sehingga 0

a

uH dengan a sebagai normal bidang hiper 0

a H .

Karena u=xx0 maka x=u+x0, dan karena α a

xH dan 0

a

uH , maka

α α

a a

a H x x H

H ⊆ 0+ 0 0

,

Ambil sebarang vektor 0

a

uH , α a

x0∈H , dan misalkan u=xx0,

Untuk 0

a

uH a,u =0, dan

Untuk x0Haα a,x0 =

α

Selanjutnya diperoleh:

u

a, + a,x0 = 0 +

α

a,u+x0 = α

a,xx0+x0 =

α

a,x =

α

sehingga xHaα dengan a sebagai normal bidang hiper α a

H . Karena

x x

u+ 0 = , dan karena 0

a

uH dan α a

xH , maka

α α

a a

a x H x H

H0 + 00

,

Contoh 3.A.2

(49)

Dalam 2 bidang hiper berupa garis.

x

y = ⇔

(

)

T

Ha0, a = 1,−1

2

+ = x

y ⇔ 2

a

H = 0

(

)

(

)

2

2 , 0 , 2 , 0 a a H

H + T T

2

− = x

y ⇔ −2

a

H = 0

(

)

(

)

2

0 , 2 , 0 ,

2 ∈ −

+ a

a H

H T T

Dalam 3 bidang hiper berupa bidang.

0

= + +x z

yH0,

(

1,1,1

)

T

= a a 10 = + +x z

y ⇔ 10

a

H = 0

(

)

(

)

10

10 , 0 , 0 , 10 , 0 , 0 a a H

H + T T

10

− = + +x z

yHa−10 =

(

)

(

)

10 0 10 , 0 , 0 , 10 , 0 , 0 a a H

(50)

Definisi 3.A.6 Bidang Hiper Paralel

Dua bidang hiper α1

a

H dan α2

a

H dikatakan paralel jika normal dari kedua

bidang hiper tersebut merupakan perkalian skalar antara satu dengan lainnya.

B. Sifat-sifat Himpunan Konveks Dalam n

Suatu himpunan dikatakan konveks jika sebarang dua vektor x1 dan

2

x anggota himpunan tersebut, garis yang menghubungkan kedua vektor itu

juga termuat dalam himpunan yang dibicarakan.

Definisi 3.B.1 Konveks

Himpunan C ⊆ n dikatakan konveks jika untuk setiap pasangan vektor x1,

2

x ∈ C, maka segmen garis

[

x1,x2

]

=

{

x|x=

α

x1+

β

x2,

α

≥0,

β

≥0,

α

+

β

=1

}

termuat di C.

Contoh 3.B.1

Dalam 2 gambar dari himpunan-himpunan berikut mengilustrasikan

(51)

(a)

{

(

x,y

)

|x2 +y2 ≤1

}

Konveks

(b)

(

)

< + ≤1 2

1 |

, 2 2

y x y

x

Bukan Konveks

(c)

{

(

x,y

)

| yx2

}

Konveks

(d)

{

(

x,y

)

| x+ y ≤1

}

(52)

(e)

{

(

x,y

)

| y≥1

(

1+x2

)

}

Bukan Konveks

Ruang-n ( n) adalah himpunan konveks. Walaupun sifat-sifat dari

himpunan konveks “jelas secara geometris” dalam 2 dan 3, sifat-sifat ini

perlu dibuktikan dalam n.

Untuk membuktikan hal ini, ambil sebarang y n

x, dan skalar

β

α, . Dari teorema 2.A.1.a, berlaku bahwa αx+βy n. Untuk

0 ,

0 ≥

≥ β

α di mana α +β =1, maka αxy berupa segmen garis tertutup

[

x,y

]

. Jadi

[

y

]

n

x, .

Bidang hiper α

{

α

}

=

= x a x

a | ,

H adalah konveks. Sebagai bukti,

ambil vektor x dan y Haα di mana a adalah normal bidang hiper dan α

adalah skalar. Vektor x memenuhi a,x =

α

dan vektor y memenuhi

α

=

y

a, . Akan ditunjukkan bahwa

[

x,y

]

Haα.

Ambil sebarang k

[

x,y

]

, maka untuk λ≥0,µ≥0 dan λ+µ=1

berlaku:

k = λxy

(53)

k =

(

λx1x2,...,λxn

) (

+ µy1y2,...,µyn

)

k =

(

λx1y1, λx2y2, ..., λxnyn

)

k =

(

k1, k2,...,kn

)

di mana kixiyi untuk i = 1, 2, ..., n. Vektor k memenuhi keanggotaan

himpunan bidang hiper Haα di mana a adalah normalnya yang ditunjukkan

sebagai berikut:

k

a, =

= n i i ik a 1

a,k =

(

)

= + n i i i

i x y

a

1

µ λ

a,k =

= = + n i i i n i i

i x a y

a

1 1

µ λ

a,k =

= = + n i i i n i i

ix a y

a

1 1

µ λ

a,k = λ a,xa,y

a,k = λα +µα

a,k =

(

λ+µ

)

α

a,k = α

Jadi untuk setiap k

[

x,y

]

, maka k α a H
(54)

Dalam 3 sebuah bidang menentukan dua ruang.

Gambar 3.B.1 Bidang Cartesius 3

Perhatikan bidang-zoy pada gambar 3.B.1. Bidang tersebut membagi

ruang menjadi dua bagian, yakni ruang yang memuat absis positif dan ruang

yang memuat absis negatif. Bidang-xoz juga membagi ruang menjadi dua

bagian, yakni ruang yang memuat ordinat positif dan ruang yang memuat

ordinat negatif. Sedangkan bidang-xoy membagi ruang menjadi ruang yang

memuat aplikat positif dan ruang yang memuat aplikat negatif.

Ruang yang memuat absis, ordinat dan aplikat positif selanjutnya

disebut sebagai setengah ruang positif, dan ruang yang memuat absis, ordinat

dan aplikat negatif selanjutnya disebut sebagai setengah ruang negatif.

Dalam n didefinisikan setengah ruang positif dan negatif yang

dipisahkan oleh bidang hiper Haα dan dilambangkan dengan α+

a

H dan α−

a

H .

Defini 3.B.2 Setengah Ruang dalam n

Setengah ruang positif oleh α a

H , dilambangkan dengan α+

a

H , didefinisikan

sebagai α+ =

{

>

α

}

x a x

a | ,

H dan setengah ruang negatif α−

a

H didefinisikan

sebagai α

{

α

}

< =

x a x

a | ,

(55)

Definisi 3.B.3 Setengah Ruang Tertutup dalam n

Setengah ruang positif tertutup, dilambangkan denganHαa+, didefinisikan

sebagai pemampat dari Haα+. Setengah ruang negatif tertutup Hαa

didefinisikan sebagai pemampat dari α−

a

H .

Teorema 3.B.1

Setengah ruang positif tertutup Hαa+ =

{

x| a,x ≥α

}

, dan

setengah ruang negatif tertutup Hαa− =

{

x| a,x ≤α

}

.

Bukti:

Perhatikan himpunan Hαa+ =

{

x| a,x ≥α

}

. Berdasarkan definisi 2.G.6, maka

akan ditunjukkan bahwa Hαa+ beranggotakan titik-titik limitnya.

i. Ambil x

{

x| a,x

}

maka dari definisi 3.B.2, +

aα

x H di mana a

adalah normal bidang hiper dan α adalah skalar. Akan ditunjukkan

bahwa +

aα

x H adalah titik limit Hαa+.

0

>

∀ε yang diberikan, selalu ∃yx, di mana yHαa+ dan

(

x,

ε

)

yB , sehingga +

∈ α a

x H adalah titik limit Hαa+, yakni jika diambil

ε

< −x

(56)

ii. Ambil x

{

x| a,x =

α

}

, maka dari definisi 3.A.5, xHaα di mana a

adalah normal bidang hiper dan

α

adalah skalar. Akan ditunjukkan

bahwa xHaα adalah titik limit Hαa+.

Untuk ∀

ε

>0 dapat dibentuk vektor ykx dengan

(

ykx

)

=ka di

mana k >0 dan ε k

k

1

< −x

y .

Karena vektor

(

ykx

)

=ka maka ykHaα+. Untuk menunjukkan hal

ini, perhatikan perkalian sk

Gambar

Gambar 3.A.1 Garis
Gambar 3.A.2 Bidang
Gambar dalam �2 dan �3 berikut mengilustrasikan teorema 3.A.4.
Gambar 3.B.1 Bidang Cartesius
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah: menganalisis koneksi matematika siswa dalam mengenali, memahami, dan menerapkan konsep-konsep himpunan untuk menyelesaikan

Kajian ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa setiap konsep, sifat, teorema, dan operasi yang terdapat di dalam ruang topologi ( , � ) , dengan adalah himpunan bilangan riil ℝ

Permasalahan yang dikaji dalam penulisan ini yaitu, bagaimana persamaan hiperboloida-n, persamaan garis singgung, bidang singgung dan bidang kutub hiperboloida-n dalam

Bahasan yang menarik untuk dikaji dalam ruang b-metrik diantaranya adalah mengenai konvergensi barisan serta teorema titik tetap.. Untuk mendapatkan teorema titik tetap dalam

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan bentuk umum banyaknya pohon rentangan pada graf bipartisi komplit Km,n dengan menggunakan aplikasi teorema matriks-pohon Dalam

Berikut ini diberikan beberapa teorema titik tetap dengan suatu perluasan pemetaan kontraktif di dalam ruang metrik cone lengkap memiliki titik tetap tunggal di

menggunakan teorema pohon matriks. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka. Pada penelitian ini dapat disimpulkan: 1) teorema pohon matriks menjelaskan bahwa

Pada ruang norm-n standar, yaitu ruang hasil kali dalam yang dilengkapi dengan norm-n standar, dapat diperoleh suatu norm dari norm-n dengan cara tertentu.. Tujuan makalah ini adalah