Rahardjo, P. N. 2008
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT DENGAN BIOREAKTOR ANAEROBIK BIAKAN
MELEKAT DALAM SKALA LABORATORIUM
PENGAMATAN PENGURANGAN BOD, COD DAN TSSDENGAN VARIABEL WAKTU TINGGAL Petrus Nugro Rahardjo
Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Abstract
Nowadays as CPO producer Indonesia has become the secondly biggest country in the world. Enormous CPO factories are spread out in Sumatra, Java, Kalimantan and Sulawesi, but the amount of the wastewater produced become a very difficult problem. In coping with this case, a research on anaerobic treatment process by using biofilter attached culture was done in laboratorium scale. Acidity of the process was maintained on pH 6.8 to 7.4. The detention time was varried from 4 to 6 days. The results show that BOD can be reduced until 83.5%, COD 86.83% and TSS 9.35% for 6 day-detention time. Many experiments have been done by the more institutions in Indonesia, but the conclusion says that the complete treatment system suitable for handling the wastewater produced by CPO factories should use a combination of anaerobic and aerobic process.
Key Words:Anaerobic wastewater treatment, Crude Palm Oil Factory
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dalam sepuluh tahun terakhir ini di Indonesia telah terjadi perkembangan jumlah industri kelapa sawit yang cukup besar. Saat ini komoditi minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) merupakan hasil industri andalan Pemerintah Indonesia. Sekarang Indonesia sudah menjadi penghasil CPO terbesar kedua setelah negara tetangga, Malaysia. Namun sejalan dengan bertumbuh-kembangnya Pabrik Kelapa Sawit (PKS), sudah tentu jumlah limbah yang dihasilkannya juga meningkat tajam. Diketahui bahwa secara kualitas karakteristik limbah cair PKS memiliki kandungan beban bahan-bahan pencemar yang sangat tinggi. Hal itu ditunjukkan dari
beban BOD (Biochemical Oxygen Demand) yang rata-rata berkisar antara 20.000 mg/l sampai 40.000 mg/l, sementara beban COD (Chemical Oxygen Demand) rata-rata antara 25.000 mg/l sampai dengan 50.000 mg/l. Kandungan TSS (Total Suspended Solid) berkisar antara 2.000 mg/l sampai 5.000 mg/ l. Secara kuantitas jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh satu PKS rata-rata sebesar 60% dari kapasitas pengolahannya. Sebagai contoh ialah PKS PT. Kertajaya di PT Perkebunan Nasional VIII, Pandeglang, yang mempunyai kapasitas pengolahan sebesar 30 ton TBS (Tandan Buah Segar) per jamnya, ternyata memproduksi limbah cair sebesar 18 m3/jam. Pada J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 49-57 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X
pengoperasian puncak, yaitu PKS beroperasi selama 24 jam penuh, maka jumlah limbah cair yang dihasilkan sebesar 432 m3/jam. Jumlah limbah tersebut sudah tergolong cukup besar.
Dalam mengelola limbah cair, umumnya PKS yang berada di Indonesia menggunakan cara ekstensifikasi, yaitu setelah pemisahan lemak dalam unit Fatpit, kemudian air limbah dialirkan ke kolam-kolam anaerobik dengan ukuran luas yang sangat besar. Dari kolam anaerobik lalu dilanjutkan dalam kolam-kolam aerobik. Ukuran luas kolam-kolam ini minimal sebesar 20 m x 40 m. Kolam-kolam Anaerobik (Anaerob ponds) biasanya mempunyai waktu tinggal sekitar 30 hari lebih, sementara untuk kolam Aerobik waktu tinggalnya bahkan ada yang sampai 60 hari. Alasan yang ada adalah karena areal perkebunan mempunyai lahan yang sangat luas, misalnya minimum 5.000 Ha. Dengan demikian kebutuhan lahan yang luas untuk pengelolaan dan pengolahan limbah cair suatu PKS bukan menjadi masalah yang berarti. Namun masalah yang timbul adalah pada pengoperasian proses pengolahan limbah cair dan perawatan unit-unit prosesnya yang ternyata tidak dijalankan dengan benar, sehingga hasil pengolahannya pun menjadi tidak optimal. Karena masalah tersebut, maka banyak intitusi atau badan litbang melakukan risetnya masing-masing untuk mencari dan memperoleh suatu sistem pengolahan limbah cair PKS yang berdasarkan pada cara intensifikasi. Berbagai paduan jenis proses pengolahan, bahkan sampai ke perancangan unit-unit
2. METODOLOGI 2.1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
• Proses pengolahan anaerobik dengan menggunakan media biofilter biakan melekat dan dilaksanakan dalam unit berskala laboratorium.
• Pengamatan hanya ditujukan untuk memperoleh kondisi optimum untuk Td (Detention Time) dengan dasar presentasi penyisihan terhadap 3 parameter, yaitu BOD, COD dan TSS.
• Limbah cair PKS diambil dari PTP Nasional VIII, PKS PT. Kertajaya di Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten. Demikian pula untuk proses pembenihan mikrobanya yang menggunakan lumpur aktif dari PKS tersebut.
2.2. Tahap-tahap Pengolahan 2.2.1 Tahap Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan perancangan sistem pemroses dengan dasar studi literatur. Setelah itu dilakukan pembuatan perangkat pemroses dengan dasar desain tersebut dan dilanjutkan dengan melakukan proses seeding dan aklimatisasi. Hasil pelaksanaan tahapan persiapan ini dapat dilihat pada tabel berikut. 2.2.2 Tahap Running
Setelah tahapan aklimatisasi berjalan dengan baik yang ditandai oleh stabilnya
Rahardjo, P. N. 2008 Tabel 1. Spesifikasi unit-unit sistem pemroses
Tabel 2. Spesifikasi media biofilter
Tabel 3. Perangkat pendukung. anaerobik. umpan limbah cair awal (Bak Sedimentasi I), influent unit anaerobik, effluent unit anaerobik dan effluent bak sedimentasi II (lihat Gambar 1). Apabila dirasa perlu frekuensi pengambilan sampel dapat
ditambah. Pelaksanaan ujicoba proses pengolahan dengan skala laboratorium ini dilakukan di laboratorium proses pada Balai Teknologi Lingkungan, Serpong.
Gambar 1 : Sistem pengolahan dengan reaktor anaerobik media biofilter biakan melekat
Gambar 2 : Photo sistem pengolahan anaerobik di laboratorium 2.2.3 Analisa Laboratorium
Sampel air limbah selama proses
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil
Rahardjo, P. N. 2008 l, serta kondisi keasaman yang sangat
rendah, yaitu pH 3,8. Limbah cair yang ditempatkan dalam drum-drum bervolume 20 liter disimpan dalam lemari pendingin, dengan maksud agar tidak terjadi proses pengolahan atau degradasi oleh mikroba. Temperatur lemari pendingin dikontrol di bawah 5°C 3). Dengan temperatur serendah itu dan kondisi keasaman yang sangat rendah, maka dianggap tidak terjadi proses degradasi oleh mikroba.
Limbah cair segar dari tempat penyimpanan terlebih dahulu dinaikkan ke temperatur ruangan secara cepat, kemudian dialirkan secara gravitasi sedikit demi sedikit ke bak sedimentasi I. Dalam bak sedimentasi pertama ini diambil sampel pertama. Dari bak Sedimentasi kemudian dipompa ke bak Netralisasi dan dibubuhkan larutan NaOH 2M untuk menaikkan pH sampai sekitar 7. Pembubuhan NaOH berjalan secara automatis, yaitu dengan menggunakan pH kontrol. Diinginkan pH operasi berkisar dari 6,8 sampai 7,4. Jadi bila pH telah mencapai 7,4, maka pompa dosing NaOH akan berhenti dan sebaliknya bila pH turun sampai lebih rendah dari 6,8, maka pompa dosing NaOH akan automatis hidup bekerja kembali dan seterusnya. Laju alir pemompaan umpan ke dalam bak Netralisasi diatur agar mempunyai waktu tinggal selama 4 hari berada di dalam Reaktor Anaerobik. Dalam bak Netralisasi dilakukan pengadukan dengan menggunakan pengaduk magnet.
Pengadukan dilakukan dengan maksud agar umpan yang masuk ke dalam reaktor anaerobik betul-betul homogen. Dari bak Netralisasi, limbah cair yang sudah netral tersebut mengalir secara gravitasi ke dalam Reaktor Anaerobik. Pengambilan sampel kedua dilakukan tepat pada saluran inlet Reaktor Anaerobik. Dalam Reaktor ini waktu tinggal limbah cair selama 4 hari. Effluent yang keluar dari unit Reaktor Anaerobik juga langsung diambil sampelnya sebagai sampel ketiga. Kemudian effluent dari Reaktor mengalir ke unit Sedimentasi II. Effluent dari bak Sedimentasi II ini juga diambil sedikit sebagai sampel terakhir (keempat), sementara lumpur yang mengendap pada bagian dasar bak Sedimentasi II disirkulasikan ke dalam Reaktor Anaerobik kembali. Pengoperasian ini terus dijalankan sampai diperoleh data yang cukup. Setelah pengoperasian dengan waktu tinggal 4 hari selesai, kemudian laju alir pompa diperlambat lagi hingga sesuai dengan waktu tinggal 5 hari untuk unit Reaktor Anaerobik. Demikian seterusnya pengoperasian proses pengolahan dilakukan secara kontinyu dan untuk rangkaian proses terakhir waktu tinggalnya adalah 6 hari. 3.1.2 Pengurangan parameter BOD
Hasil analisa laboratorium untuk parameter BOD ditunjukkan pada Tabel berikut. Penghitungan efisiensi pengurangan beban BOD dilihat dari selisih nilai BOD pada sampel ke 2 dan sampel ke 3. Tabel 4 : Hasil analisa BOD untuk Waktu Tinggal 4 hari di Unit Anaerobik
Tabel 5. Hasil analisa BOD untuk Waktu Tinggal 5 hari di Unit Anaerobik.
Tabel 6. Hasil analisa BOD untuk Waktu Tinggal 6 hari di Unit Anaerobik.
3.1.3. Pengurangan Parameter COD Hasil analisa laboratorium untuk parameter COD ditunjukkan pada Tabel berikut:
Tabel 7. Hasil analisa COD untuk Waktu Tinggal 4 hari di Unit Anaerobik
Rahardjo, P. N. 2008 3.1.4 Pengurangan TSS
Hasil analisa laboratorium untuk parameter TSS ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 10. Hasil analisa TSS untuk Waktu Tinggal 4 hari di Unit Anaerobik
Tabel 11. Hasil analisa TSS untuk Waktu Tinggal 5 hari di Unit Anaerobik.
Tabel 12. Hasil analisa TSS untuk Waktu Tinggal 6 hari di Unit Anaerobik
Gambar 3. Hubungan Efisiensi Pengurangan Beban Pencemar dengan Waktu Tinggal.
3.2. Pembahasan
Dari hasil analisa laboratorium untuk ketiga parameter (BOD, COD dan TSS) dapat dilihat korelasinya dengan perubahan Waktu Tinggal, yaitu bahwa hasil pengolahan limbah cair PKS dengan menggunakan sistem anaerobik dan dengan media biofilter biakan melekat menunjukkan efisiensi pengurangan terbaik untuk ketiga parameter tersebut diperoleh pada Waktu Tinggal 6 hari. Dengan menghubungkan nilai rata-rata efisiensi pengurangan beban bahan pencemar dengan Waktu Tinggal dapat diperoleh kurva seperti berikut ini.
3.2.1 Perubahan Kualitas Limbah Cair Baku
Diketahui bahwa kualitas limbah cair PKS PT. Kertajaya mengandung BOD rata-rata maksimum sebesar 20.000 mg/l, COD 26.000 mg/l dan TSS 2.500 mg/l. Namun pada saat percobaan dimulai ternyata limbah cair baku segar yang berada di bak Sedimentasi pertama mempunyai kandungan BOD 18.000 s/d 19.000 mg/l, COD 20.000 s/d 22.000 mg/l dan TSS antara 1.400 sampai 1.500 mg/l. Terjadinya perubahan kualitas limbah cair segar tersebut diperkirakan karena adanya proses pengolahan biologis selama perjalanan pengangkutan dari lokasi PKS di Pandeglang sampai ke laboratorium Balai Teknologi Lingkungan di Serpong yang membutuhkan waktu tempuh selama 4 jam. Limbah cair segar yang baru diambil langsung dari pabrik tersebut dikemas dalam jerigen plastik yang bervolume 20 literan dan dalam kondisi tertutup rapat, sehingga
>80%). Namun untuk parameter TSS nilai pengurangannya hanya 9,35%.
3.2.2 Waktu Tinggal Optimal
Berdasarkan Tomo dkk.1), proses pengolahan limbah cair PKS yang paling baik adalah proses yang berlangsung anaerobik dan dalam kondisi thermopilik, yaitu proses yang berlangsung pada temperatur tinggi 35 - 75°C dan optimal pada temperatur 55 – 65°C . Namun variabel Waktu Tinggal (Detention Time) masih dapat diteliti lebih lanjut, walaupun menurut Tomo dkk. Waktu Tinggal optimal adalah 4 hari. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan (lihat Gambar 3), memang dengan meningkatnya Waktu Tinggal, maka meningkat pula Efisiensi Pengurangan bahan pencemar (BOD, COD & TSS). Tentu saja bila Waktu Tinggal terus ditingkatkan, maka hasil pengolahannya pun pasti makin baik. Namun yang dicari adalah hasil pengolahan yang telah memenuhi baku mutu lingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku (misalnya BOD < 100 mg/l). 3.2. 3 Kondisi Yang Tidak Ideal Dalam Penelitian
Pada pelaksanaan operasi di Laboratorium banyak dijumpai kondisi sistem yang tidak ideal. Ketidak-idealan tersebut antara lain:
•
Seperti yang telah diuraikan tentang adanya perubahan kualitas limbah cair segar yang digunakan, kandungan BOD dalam limbah cair baku yang masuk ke dalam unit Sedimentasi I ternyata jauh di bawahRahardjo, P. N. 2008 menjadi kecil dan terhambat. Untuk
mengatasi masalah tersebut terpaksa dilakukan penghisapan scum pada bagian permukaan unit anaerobik. Dengan adanya penghilangan skum yang terflotasi, maka telah terjadi pengurangan bahan pencemar dalam limbah cair yang sedang diolah2).
•
Bila pembentukan biofilm pada permukaan biofilter anaerobik sudah mulai menyumbat saluran-saluran yang tersedia, maka akan terjadi chanelling sehingga jalannya air limbah yang sedang diolah kemungkinan tidak mengalir dalam perioda waktu yang cukup sesuai waktu tinggal yang diharapkan. Disamping itu dengan bertambahnya volume biofilm, maka volume air limbah yang mengalir di dalam unit anaerobik juga akan berkurang, sehingga perioda waktu tinggalnya juga relatif lebih singkat. Untuk mengantisipasi masalah ini perlu dilakukan modifikasi jalannya kondisi operasi, yaitu dengan memperlambat laju alir masuk umpan air limbah baku.3.2.4 Produksi Gas Methan Dalam Proses Anaerobik
Dalam pengoperasian proses anaerobik dipastikan akan terbentuk gas Methan sebagai hasil reaksi dari proses degradasi bahan-bahan pencemar tersebut. Berdasarkan pengamatan selama proses percobaan di laboratorium, ternyata laju alir produksi gas Methan cukup berarti, yaitu sekitar 0,1 sampai 0,3 ml per 24 menit. Jadi ternyata potensi gas Methan cukup besar bila akan dimanfaatkan untuk keperluan pembangkitan energi.
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
a. Waktu tinggal optimum berdasarkan penelitian pengolahan limbah cair PKS melalui proses anaerobik dengan biofilter biakan melekat ini adalah 6 hari. Dengan waktu tinggal selama 6 hari tersebut BOD dapat diturunkan hingga rata-rata 83,50%, COD 86,83% dan TSS hanya 9,35%.
b. Produk gas Methan dalam
pengoperasian proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik dengan biofilter biakan melekat merupakan potensi yang sangat baik untuk dimanfaatkan nilai kandungan energinya.
c. Dalam pelaksanaan pengoperasian sistem pengolahan limbah cair PKS pada skala laboratorium ini masih banyak dijumpai ketidak-idealan yang terjadi, misalnya adanya penyumbatan-penyumbatan pada saluran atau selang aliran limbah cair. Karena itu untuk menjaga kontinuitas pengoperasian dibutuhkan modifikasi cara pelaksanaan penelitian ini, misalnya dengan mengurangi secara perlahan laju alir limbah cair baku.
4.2 Saran
a. Untuk lebih meningkatkan efisiensi proses pengolahan limbah cair PKS dengan sistem anaerobik ini, patut dilakukan percobaan dengan kondisi thermopilik.
b. Gas Methan sebagai hasil samping dalam pengoperasian proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik sebaiknya dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk keperluan kebutuhan energi dalam pengoperasian jalannya proses pengolahan limbah itu sendiri.
c. Untuk mengatasi permasalahan ketidak-idealan sistem pemroses yang ada pada skala laboratorium hendaknya dilakukan scale up, yang berarti menambah besar ukuran unit-unit sistem pemroses, sampai pada besar ukuran perpipaan yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA
1. Tomo HS. dkk., “Pengolahan Limbah Cair Minyak Kelapa Sawit Dengan Sistem Anaerobik – Aerobik, BPPT, Jakarta, 1997.
2. Zuhra Syaifulah, “Pengolah Limbah Cair Minyak Kelapa Sawit Dengan
Metode Pengapungan (Flotasi)”, Fak. Teknik – Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 2000.
3. Wisnuprapto dan Nurwandi, “Pengaruh Waktu Stabilisasi Terhadap Penyisihan COD Dengan Reaktor Kontak Stabilisasi Dalam Pengolahan Air Buangan Minyak Kelapa Sawit”, ITB, Bandung, 1995.