• Tidak ada hasil yang ditemukan

Industri Batik Lasem Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah Tahun 1970 – 1990

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Industri Batik Lasem Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah Tahun 1970 – 1990"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

i

Industri Batik Lasem

Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah

Tahun 1970 – 1990

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Oleh

RENI AGUSTIN NIM :034314011

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

SKRIPSI

Industri Batik Lasem

Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah

Tahun 1970 – 1990

OLEH Reni Agustin NIM : 034314011

Telah dipertahankan didepan penguji Pada tanggal

Dan dinyatakan memenuhi syarat

(5)

v MOTTO

“ KETIKA ORANG TERTAWA MENGEJEKU, AKU HANYA BERKATA SEMOGA TAWA MEREKA ITU SEMAKIN

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tiada Kebahagiaan yang lebih hebat selain dapat mempersembahkan skripsi ini kepada :

Allah SWT, atas kebesaranNya yang telah mengijinkan aku untuk

menyelesaikan tugas yang tidak ringan ini ALLAHU AKBAR…

• Ibuku SOEKATMI yang tak pernah menuntut tetapi selalu membiarkan aku dengan nasihatnya yang selalu menjadi nafasku…doa yang selalu menjadi nyawaku dan kesabaran yang selalu menjadi jiwaku….”mum aku bisa…”maaf belum bisa buat kalian bangga….

• Bapakku A. DARYONO yang manjadi PAHLAWAN HIDUPKU dan Manusia terbaik dalam hidupku…”bis ini reni kerja cari duit buat naikin haji bapak ibu” maturnuwun….

• Adeku FAJAR DIAN MARTANTI ( ANJA ) yang menjadi malaikat kecilku dan spirit buat aku…

Keluarga besarku atas semua doa dan bantuanya

Mas Nanto n Keluarga, yang selalu mengajarkan tentang pentingnya harga

diri sehingga aku menjadi orang yang kuat dan selalu lebih kuat, selalu mengajarkan aku tentang apa itu hidup…terimakasih karena selalu mengkritik aku.

Wahyu Pramestiadi dan keluarga dengan doa yang tak pernah putus…

(7)

vii

• Anak-anak kos 156 keluarga baruku di jogja,mb.sri,mb melda, valent, Nyit2,

intan, as3, sella, nawang, mb ella, teteh enoy,…yang selalu tertawa dengan

onarku.

• Keluargaku anak-anak kontrakan, Henythehood,Mas Dani, Pakde, Gundul,

Diaz,Billy, doto, Edwin,Gatot, Kodok…cuy…gw lulus !!!!!!

(8)

viii

Halaman Pernyataan Keaslian karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta Penulis

(9)

ix

Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan serta menganalisis perkembangan Industri Batik Lasem yang ada di kecamatan Lasem Kabupaten Rembang, pada tahun 1970 – 1990. Untuk membantu terselesaikannya penulisan ini tidak hanya melakukan pendekatan sejarah saja akan tetapi juga menggunakan ilmu Bantu lain seperti antropologi dan sosiologi sebagai ilmu pendukung guna mendapatkan hasil penulisan yang baik.

Dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan teori fungsional dari Brownislow Malinowski, antropolog, yang menyatakan bahwa tugas akhir dari semua kebudayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan psikologis manusia.. Penggunaan teori ini lebih disebabkan oleh kedekatan dengan topik penulisan ini yang membahas batik sebagai bentuk dan fungsi kebudayaan bagi masyarakat Lasem. Selain menggunakan teori fungsional dari Malinowski, penelitian ini juga menggunakan teori fungsional dari seorang sosiolog bernama Talcott Parsons yang dinilai lebih ilmiah dan empiris, di mana hipotesisnya di uji melalui penelitian-penelitian yang sistematik, seperti pengamatan

Penelitian ini menunjukan bahwa batik Lasem merupakan batik yang dihasilkan dari sebuah proses akulturasi antara budaya Jawa dan Tionghoa.Akulturasi yang terbentuk dengan selaras dan seimbang menghasilkan sebuah karya yang begitu indah yang dituangkan dalam sebuah kain yang selanjutnya menghasilkan batik yang indah. Akulturasi budaya yang terjadi di Lasem tidak hanya dituangkan pada sebuah lembar kain, akan tetapi mencakup semua aspek kehidupan masyarakat Lasem.

(10)

x ABSTRACT

Industrial of Batik of Lasem In Lasem Central Java 1970 - 1990

Reni Agustin 034314011

The aimed of this theses are to description and analyse growth of Industry Batik of Lasem which in district of Lasem, Rembang Regency, in the year 1970 - 1990. For assist this writing not only use historical approach, but sociological and anthropological approach use to get result of good writing.

Functional theory of Brownislow Malinowski, as anthropologist, expressing that that duty of is end of all cultures is to ful fill requirement of biology and psychological of human being. Usage of this is theory more because of contiguity with this writing topic which study batik as culture function and form for society of Lasem. Besides using functional theory of Malinowski, this research also use functional theory of more empirical and erudite assessed an sociologist named Talcott Parsons, where the hypothesis of in test pass through systematic research,

This Research of indicate that batik of Lasem is yielded batik from a acculturation process among Java culture and of Tionghoa. Acculturation formed with harmony and well balanced yield a masterpiece which so respect which poured in a cloth later on yields beautiful batik. Cultural acculturation that happened in Lasem not only poured at a cloth sheet, however including all aspects life of society of Lasem.

(11)
(12)

xii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Kebesaran-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Industri Batik Lasem, Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah Tahun 1970 – 1990.” Penulisan Skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan , bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Sanata Dharma, Romo Dr. P. Wiryono Priyotamtomo, S.J. 2. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma yang banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Silverio R.L.Aji Sampurna, M.Hum. Selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengkoreksi skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak Drs. Purwanta, M.A, bapak Prof. Dr P.J Suwarno SH, bapak Drs. Sandiwan Suharso, Romo Dr. F.X Baskara T. Wardaya, dan semua Dosen jurusan Ilmu Sejarah yang telah meberikan bekal ilmunya kepada penulis. 5. Pimpinan UPT. Perpustakaan dan seluruh staf Universitas Sanata Dharma

yang telah memberikan kemudahan dalam pencarian data dan sumber pustaka yang penulis butuhkan untuk penulisan skripsi ini.

6. Mas Tri Sekretaris Sastra yang dengan segenap hati selalu memberi kemudahan kepada penulis.

(13)

xiii

8. Teman- teman angkatan 03 jurusan Ilmu Sejarah : Qeqe, Atik, Ndari, Domi, Anggi, Dedi, Yoga, Iren, Hafda, Ruperno.

9. Teman-teman di Ilmu Sejarah : Daniel’02, Villa’02,Agus’04, Eka Rama’02, Nana ’02, eno ’01, Eka’01 dan semua teman teman yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu, makasih buat spiritnya.

10.masyarakat Lasem, Bp. Sigit wicaksono, staf kecamtan Lasem, Disperindakop kabupaten Rembang, Dinas Pariwisata Kabupaten Rembang.

11.Semua pihak yang terlibat dalam penulisan ini, penulis ucapkan banyak sekali terimakasih.

Penulis menyadari betul atas kekurangan dan kelemahan yang ada pada skripsi ini. Maka penulis sangat menerima adanya kritik dan saran yang bersifat membangun agar lebih sempurna. Akhirnya terlepas dari semua kekurangan dan kelemahan tersebut, dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta,

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii

HALAMAN PENGESAHAN………..…. iii

HALAMAN MOTTO……….……... iv

HALAMAN PERSEMBANHAN………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..… vii

ABSTRAK………,…... viii A. Latar Belakang Masalah………...….... 1

B. Identifikasi Masalah………….………...….. 9 KEHARMONISAN ANTARA JAWA DAN TIONGHOA……….. 20

A. Sekilas Tentang Sejarah Lasem……….. 20

B. Kondisi Fisik Lasem………..………. 26

1. Latek Geografis…………..………... 26

2. Iklim………..……….. 27

3. Kondisi Perairan di Pantai Lasem…..……….… 27

4. Lasem Sebagai Kota Tua Dengan Berbagai Aset Wisata...… 28

C. Sosial Ekonomi Masyarakat Lasem……….... 30

D. Religi Masyarakat Lasem……….... 32

1. Lasem Sebagai Kota Tua Yang Kental Dengan Nuansa Islam……….... 33

2. Lasem Kota Tua dengan Etnis Tionghoa Yang Masih Sangat Kental Dengan Religinya………...……… 35 E. Etnis Jawa Dan Tionghoa Di Lasem………..……… 36

BAB KETIGA : MOTIF, WARNA, SERTA PROSE PEMBUATAN BATIK LASEM……….. 40

A. Budaya Jawa Pada Batik Lasem………..…..…… 42

(15)

xv

C. Pola Warna Dan Proses Pembatikan Di Lasem………..….…….….... 47

1. Pola Warna……….... 47

2. Pembatikan Di Lasem……….. 51

BAB EMPAT : MASA KEEMASAN BATIK LASEM (1970)..… 53

A. Perkembangan Batik Lasem tahun 1970……….. 53

1. Industri Batik Lasem Pernah menjadi Satu dari Enam Besar Sentra Industri batik di Indonesia………... 57

2. Aspek Sumber Daya Manusia……..……… 58

3. Aspek Permodalan………....………..……… 60

4. Aspek Produktivitas………...………. 62

B. Daerah Pemasaran Batik Lasem……….. 63

a. Aspek Pemasaran………. 63

b. Daerah Pemasaran………...……….…..…. 64

c. Pemasaran Lokal dan Luar Negeri……….……. 64

d. Segmen Pasar……….. 65

e. Volume Pasar……….………. 65

f. Saluran Distribusi……… 65

g. Sistem Promosi Batik Lasem……….. 66

C. Peran Pemerintah Dalam Perkembangan Industri Batik di Lasem.... 66

1. Peran Dinas Perindustrian……….. 67

2. Peran Dinas Pariwisata……….. 68

D. Pengaruh Perkembangan Industri Batik Lasem Untuk Masyarakat Lasem ……… 69

1. Penyerapan Tenaga Kerja…....……….. 70

2. Peningkatan Perekonomian……… 71

BAB LIMA : INDUSTRI KERAJINAN BATIK DI LASEM TAHUN 1980 – 1990……… 72

A. INDUSTRI……… 72

1. Munculnya Industri Batik Modern………... 74

a. Batik Cap……… 75

b. Batik Printing……….. 78

2. Dampak Munculnya Batik Cap Dan Printing……… 79

1. Dampak Positif………. 80

2. Dampak Negatif………... 80

3. Beredarnya Batik Tiruan……… 82

B. Faktor Kemunduran Industri Batik……… 83

1. Penurunan Daya Beli terhadap hasil Kerajinan……… 85

a. Inovasi dan Ide Kreatif………...……… 85

b. Permintaan Pasar yang Tidak Menentu…………..….……. 86

c. Kurangnya Promosi.………..……… 86

2. Kurangnya Perhatian Pemerintah Terhadap Pengrajin…….. 87

C. Kemunduran Industri Batik di Lasem……….. 88

1. Semakin Maraknya Batik Cap dan Batik Printing……….... 88

2. Semakin kurangnya Generasi Pembatik di Lasem……….... 90

3. Kurangnya Minat Untuk Memahami Batik Tradisional……... 91

D. Peran Pemerintah………... 92

(16)

xvi

BAB VI PENUTUP………..………... 99

DAFTAR PUSTAKA………...………... 103

DAFTAR INFORMAN... 106

LAMPIRAN…………... 107

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

1. Tempat Bersejarah Di Lasem Hal.28.

2. Penduduk, Luas Desa, Serta Kepadatan Penduduk Perdesa Tahun 1980 Hal.30.

3. Kecamatan, Desa, Banyaknya Industri Batik di Lasem pada Tahun 1970. Hal.54.

4. Modal Awal, Jumlah Pengusaha,Prosentase. Hal. 60.

5. Pendapatan rata-rata Pengusaha dan Pekerja Batik Di Lasem pada Tahun 1980. Hal. 68.

DAFTAR BAGAN

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan adat istiadat. Wujud dari kegiatan peradaban dari tiap-tiap suku di Indonesia menghasilkan sebuah karya seni yang menjadi identitas bagi setiap kelompok masyarakat di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan pada setiap kelompok didasarkan pada kepercayaan masing-masing kelompok. Dilihat dari keanekaragaman kelompok yang terdapat di Indonesia, maka berpengaruh pula terhadap kebudayaanya. Kebuadayaan yang dihasilkan pada setiap suku bangsa yang ada di Indonesia menjadi sebuah budaya yang majemuk sesuai dengan sejarahnya sendiri.

(19)

2

Membatik bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa bukan sesuatu yang asing. Kata “batik” sendiri pada awalnya adalah berasal dari kata “tik” yang mempunyai arti titik.1 “ Batik” sendiri mempunyai arti bertitik, karena proses membatik diawali dengan memberikan titik-titik serta garis pada sebuah kain, untuk selanjutnya titik dan garis tersebut dikembangkan menjadi pola yang indah. Membatik juga dikategorikan dalam kegiatan melukis, ini dikarenakan metode membatik atau melukis di atas kain mempunyai kesamaan dengan metode melukis di atas kanvas. Perbedaannya terdapat pada bahan yang digunakan untuk melukis, melukis yang dilakukan di atas kanvas dengan menggunakan kuas dan cat air, sedangkan membatik menggunakan canting dan lilin.

Dari zaman ke zaman kesenian membatik terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan batik disesuaikan dengan tuntutan zaman serta situasi dan kondisi masyarakat. Perkembangan yang terjadi dalam kasenian membatik ini bukan saja dalam fungsi tetapi juga meliputi motif, bahan, serta proses pembuatanya. Batik mempunyai sifat yang universal, batik merupakan seni tekstil yang fleksibel sehingga dapat diterapkan pada karya seni yang lain, baik itu seni pahat maupun seni yang berbentuk hiasan.2

Asal mula batik sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Beberapa sumber termasuk perajin batik dan para sejarawan berpendapat batik

1

Chandra Irawan Soekamto, 1984. Batik dan Membatik, Jakarta, Akodama, hal. 9

2

(20)

3

muncul pada sekitar abad ke-VI-VII yang dibawa oleh para pedagang dan penyebar agama Hindu-Budha.3 Selain para pedagang dan penyebar agama Hindu Budha, masuknya batik juga di bawa oleh para pedagang asal Tionghoa pada tahun 1479 di pesisir pantai utara Jawa, banyaknya pendatang yang membawa batik semakin menambah keragaman corak serta bentuk batik di Jawa. Dalam perkembangannya kesenian batik dari India dan Tionghoa dapat diterima, khususnya oleh masyarakat Jawa. Semenjak zaman Majapahit kemudian terus berkembang pada kerajaan-kerajaan berikutnya hingga abad XIX.4 Akulturasi tersebut menghasilkan ragam motif batik yang berbeda-beda dalam setiap daerah penghasil batik.

Selanjutnya kesenian batik, dapat berkembang menjadi sebuah tradisi yang masih dilakukan oleh sebagian masyarakat di Jawa sampai saat ini, pada awalnya batik merupakan pakaian yang dipakai para bangsawan keraton, akan tetapi pada kelanjutanya batik menjadi pakaian adat masyarakat jawa, bahkan pakaian batik dijadikan sebagai pakaian nasional oleh pemerintah. Seiring perkembangan batik yang semakin diminati oleh sebagian besar masyarakat, beberapa daerah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan para pegawai negeri sipilnya untuk menggunakan batik pada hari jumat. Batik pun sekarang berkembang bukan hanya sebagai pakaian adat dan tren akan tetapi sudah menjadi identitas nasional.

3

Ueoka, Takamasa. 2001. “Batik: Sejarah dan Daya Tarik.” Skripsi: Jurusan: Bahasa Indonesia dan Kebudayaan Asia Tenggara. Osaka Jepang, Universitas Setsunan.hal. 9

4

(21)

4

Batik disamping memiliki keindahan, juga mengandung filosofi yang cukup mendalam pada setiap motifnya. Setiap daerah yang menjadi pusat penghasil batik memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing, ciri khas yang sekaligus menjadi identitas pada masing-masing daerah ini dapat dilihat baik dari motif maupun penggunaan warna. Meskipun demikian, sering perkembangannya terdapat perbedaan serta persamaan antara daerah penghasil batik satu dengan lainnya.

Perbedaan tersebut disebabkan karena beberapa faktor antara lain latar belakang budaya, lingkungan serta letak geografis masing masing daerah penghasil batik. Sedangkan persamaannya disebabkan adanya hubungan dagang, pemerintahan, adat, budaya maupun agama.5

Batik merupakan suatu kerajinan daerah yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jawa Tengah. Khusus bagi daerah-daerah penghasil batik tulis kain tradisional seperti Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta. Tiap-tiap daerah penghasil batik memiliki perbedaan yang mendasar sebagai ciri khas, misal dalam hal warna serta motif. Sebagi contohnya batik Sidomukti khas Solo dan batik Sidomukti khas Yogyakarta. Batik Sidomukti khas Solo memakai warna coklat sebagai warna yamg mendominasi, sedangkan batik Sidomukti khas Yogyakarta lebih di dominasi oleh warna putih. Batik yang berasal dari Yogyakarta dan Solo lebih menonjolkan simbol filosofi serta makna-makna dari sudut pandang magis.

5

(22)

5

Selain batik Solo dan Yogyakarta yang khas dengan warna warna natural dan masih kental dengan filosofi jawa, hadir juga batik Pekalongan yang muncul dengan warna-warna yang lebih berani, seperti merah, biru, hijau, kuning serta warna yang lain. Keragaman warna yang menjadi ciri khas batik Pekalongan lebih disebabkan oleh faktor geografis, ini dikarenakan melihat letak Pekalongan sebagai kota pantai di pesisir utara Jawa. Pekalongan sebagai kota pesisir pantai merupakan tempat berkumpulnya para pedagang dari berbagai daerah, ini tentu saja membuat batik Pekalongan lebih mempunyai warna yang beragam karena merupakan hasil dari percampuran budaya yang dibawa para pedagang dari berbagai wilayah.

(23)

6

merupakan corak Jawa Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta), seperti parang, kawung, dan udan liris.

Batik Lasem merupakan salah satu bukti terjadinya akulturasi budaya yang dinamis pada masyarakat Lasem, ini terlihat dari percampuran corak yang menjadi symbol akuturasi budaya. Selain kental dengan motif khas budaya Tionghoa, batik Lasem juga memasukan corak yang dihasilkan oleh masyarakat asli Lasem. Corak asli Lasem sendiri adalah merupakan corak batik asli dari hasil karya masyarakat Lasem. sebagai masyarakat pribumi sebelum masuknya orang-orang Tionghoa ke Lasem, masyarakat di Lasem memang sudah banyak yang menggantungkan hidupnya dengan membatik. Corak asli dari masyarakat Lasem ini dapat terlihat dari motif latohan, gunung ringgit serta kricak.

Sampai dengan saat ini pengaruh budaya Tionghoa masih begitu kental tertuang dalam setiap kain batik yang dihasilkan oleh para pengarajin batik Lasem. Selanjutnya sebagai salah satu bukti eksistensi batik Lasem yang mempunyai nilai tinggi, adalah batik Lasem berkembang menjadi pemasok batik yang cukup besar. Direktur IPI William Kwan HL menyebutkan, pemasaran batik Lasem tidak hanya di Jawa, tetapi juga merambah Sumatera, Bali, Sulawesi, Semenanjung Malaka (Pulau Penang, Johor, dan Singapura), wilayah Asia Timur (terutama Jepang), bahkan Suriname. ”Suriname termasuk yang terbanyak. Dulu, hampir tiap bulan ayah saya mengirim batik hingga 500 lembar kain.”6

6

(24)

7

Kreasi batik mulai berkembang pada tahun 1970-an. Banyaknya permintaan memunculkan metode baru dalam membatik untuk mempersingkat proses produksi, yakni dengan menggunakan metode cap serta printing sebagai alternatifnya. Proses pembuatan batik dengan cap sangat sederhana, karena tinggal mencap dengan stempel yang telah di beri motif ke sebuah kain, sedang printing adalah metode dengan menggunakan teknik sablon. Dengan metode cap

serta printing para pembatik dapat membuat sebuah batik dengan waktu kurang dari satu hari.

Selain menggunakan metode cap dan printing, perkembangan proses pembuatan batik juga terjadi dalam hal pewarnaan. Hal ini terjadi dengan adanya penggunaan zat warna sintetis seperti naptol. Penggunan zat warna sintetis jauh lebih cepat dibanding proses tradisional dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan. Kelebihan lain dari zat warna sintetis adalah lebih tahan lama terhadap sinar matahari maupun gosokan jika dibandingkan dengan zat warna alam.7 Munculnya batik cap dan printing membuat kreasi berkembang. Batik tidak hanya digunakan untuk membuat busana saja, tetapi juga berupa kain seprei, gorden, taplak serta penutup kepala bagi wanita dan masih banyak kreasi lainya yang dapat dihasilkan dari kain batik.

Bersamaan dengan semakin banyaknya minat terhadap batik yang awalnya hanya menjadi konsumsi golongan tertentu dan hanya menjadi pakaian adat saja, perhatian mulai muncul dari para pelukis di Indonesia. Para pelukis Indonesia

7

(25)

8

mulai menaruh perhatiannya terhadap perkembangan batik.8 Ini dapat dilihat dari para pelukis yang mulai membuat kreasi motif-motif batik baru yang mendobrak kehalusan dan keanggunan batik dalam sebuah kanvas. Sejak saat itu batik mulai berkembang dengan motif dan kreasi baru, yang lebih beragam tanpa meninggalkan khasanah batik yang kental dengan budaya Jawa.

Dampak dari munculnya batik cap dan printing membuat perusahaan batik tradisional mengalami kemunduran karena kalah bersaing. Hasil batik cap dan printing sangat berbeda dengan batik tulis tangan, baik dari segi kualitas maupun

harga. Dari batik kain yang dihasilkan dari metode tradisional memiliki tingkat kehalusan yang lebih tinggi. Jika dilihat dari harga, memiliki selisih yang cukup banyak, batik cap dan printing dijual dengan harga yang lebih murah, selisihnya bisa mencapai 50% daripada harga batik tulis tradisional. Hal itu membuat masyarakat dan wisatawan beralih dari batik tulis tradisional ke batik cap dan printing.

Keadaan itu membuat para pengusaha batik tradisional mengalami keterpurukan, bahkan mengalami kebangkrutan. Hal ini disebabkan semakin menurunnya daya jual batik tradisional, karena kalah bersaing dengan batik cap serta batik printing yang mulai menjadi trend di awal tahun 1980 an.9 Selain itu, dicabutnya ijin importir tunggal GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) oleh pemerintah pada tahun 1966 menjadi faktor naiknya harga bahan baku batik.

8

Chandra Irawan Soekanto, op. cit, hal. 16. 9

(26)

9

Keadaan ini membuat batik Lasem banyak sekali mengalami kemerosotan dalam produksi batik, dikarenakan banyaknya pasar batik yang mulai beralih pada batik cap yang lebih murah, juga karena mulai kurang berminatnya para keturunan dari pembatik di Lasem.

B. Identifikasi Masalah

Pemilihan topik batik Lasem di sini karena batik Lasem mempunyai ciri khas tersendiri dibandingkan dengan batik dari daerah lain. Ini dikarenakan di dalam batik Lasem terdapat unsur percampuran budaya yang dapat dilihat pada motifnya. Pengambilan topic batik Lasem juga dikarenakan nilai histories batik Lasem,di mana batik Lasem merupakan bentuk dari akulturasi budaya antara Jawa dan Tionghoa. Maka dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya adalah pendekatan social, pendekatan psikologi serta pendekatan budaya. Pendekatan psikologi dipakai untuk melihat masyarakat lasem secara psikologis. Pendekatan sosial dipakai untuk melihat masyarakat Lasem sebagai kelompok masyarakat yang masih tetap mempertahankan peninggalan nenek moyang. Pendekatan budaya adalah untuk melihat masyarakat Lasem terutama pada budayanya, ini dikarenakan batik merupakan salah satu bentuk keharmonisan kehidupan dua etnis yang berbeda, serta batik merupakan salah satu identitas budaya masyarakat Lasem.

(27)

10 C. Batasan Masalah

Kreasi batik mulai berkembang pada tahun 1970-an. Banyaknya permintaan memunculkan metode baru dalam membatik untuk mempersingkat proses produksi, yakni dengan menggunakan metode cap serta printing sebagai alternatifnya. Proses pembuatan batik dengan cap sangat sederhana, karena tinggal mengecap,dengan alat cap yang telah diberi motif ke sebuah kain.sedang printing menggunakan teknik sablon. Dengan metode cap serta printing para pembatik dapat membuat sebuah batik dengan waktu kurang dari satu hari.

Hal itu juga menyebabkan kemunduran batik Lasem. Selama tahun 1970-an, akan dilihat kemunduran batik Lasem sebagai akibat dari munculnya batik cap dan printing. Pengambilan tahun 1970 - 1980 karena pada tahun ini kondisi batik Lasem berada pada keadaan yang kritis, karena krisis ekonomi, kurang nya minat para generasi muda di Lasem,serta kemunduran industri batik secara nasional.

D. Rumusan Masalah

Untuk mengetahui secara detail dan jelas tentang BATIK LASEM TAHUN 1970 - 1990, maka akan dikaji empat permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang kemunculan Batik Lasem ?

2. Bagaimana bentuk batik Lasem setelah mendapat pengaruh dari Tionghoa? 3. Batik Lasem berada pada masa kejayaan pada tahun 1970an ?

(28)

11 E. Tujuan Penelitian

Secara Akademis : Berdasarkan pokok permasalahan di atas yaitu untuk :

1. Melihat batik lasem sebagai salah satu bentuk akulturasi 2 budaya yang berbeda etnis, yaitu budaya Jawa dan Tionghoa yang berjalan harmonis sampai

2. Mendeskripsikan bagaimana kehidupan masyarakat Lasem sebaagai cerminan kahidupan 2 etnis yang terjalin dengan harmonis sampai saat ini dari sudut pandang historis.

3. Mendeskripsikan batik Lasem, mulai dari sejarah, motif, serta keadaan industri batik lasem pada tahun 1970 – 1990.

.

Secara Praktis :

Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar strata satu ( S1 ).

F. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan di sini akan di bagi menjadi 2 yaitu :

Secara Akademis :

(29)

12

Dan diharapkan dapat memberikan informasi pada rekan–rekan mahasiswa / mahasiswi yang mengambil jurusan yang sama, selanjutnya dapat dijadikan studi perbandingan.

2. Bagi penulis peneltian ini sangat bermanfaat, karena penulis dapat berlatih kerja ilmiah, dimulai dengan mengumpulkan sumber hingga merumuskan permasalahan-permasalahan dan kemudian menuliskannya secara historis.

Secara praktis :

1. Bagi masyarakat secara umum, diharapkan dapat memberikan informasi tentang batik Lasem sebagai salah satu batik yang mempunyai keunikan, ini dikarenakan dalam batik Lasem tersimpan banyak sekali makna kebersamaan dalam perbedaan budaya.

2. Bagi masyarakat Rembang diharapkan penulisan ini dapat memicu semangat untuk terus menjaga kelestarian batik Lasem, sebagai warisan nenek moyang. Dan diharapakan selanjutnya dapat menjadi semangat untuk bersama memajukan indutri batik Lasem sebagai salah satu identitas dari kota Rembang dan Lasem pada khususnya.

(30)

13 G. Kajian Pustaka

Kajian tentang batik telah banyak dilakukan, tetapi penelitian tentang batik Lasem sebagai akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa masih sedikit. Salah satunya adalah skripsi karya Siska Narulia; Koperasi Batik PPBI Yogyakarta Tahun 1950-1980, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Dalam penelitian ini membahas mengenai peran serta Koperasi Pengusaha Batik Indonesia pada tahun 1950 sampai dengan kesulitan bahan baku yang dihadapi para pembatik tahun 1980. Skripsi ini masih memiliki kelemahan, yakni hanya membahas kesulitan para pembatik dalam bahan baku tanpa memaparkan bagaimana cara pembatik untuk terus dapat melanjutkan usaha pembatikan.

Sumber kedua yakni buku Departemen Perindustrian, 1977. Batik Dengan Proses dan Corak Baru, Jakarta, Departemen Perindustrian. Dalam buku ini

memaparkan tentang proses pembuatan batik dengan metode baru yakni cap serta printing. Selain itu juga mengulas mengenai corak-corak baru dalam batik dengan tema dan corak bebas. Buku tersebut masih memiliki kelemahan, yakni tidak membahas perubahan yang mendasar dalam proses pembuatan batik, seperti misal dalam media yang digunakan. Seperti yang telah diuraikan pada bagian lain sebelum ini bahwa kajian yang mengangkat tentang perkembangan batik Lasem masih sangat langka. Kebanyakan hanya mengkaji tentang batik kain tradisional serta perubahan metode baru dalam membatik.

(31)

14

sekarang ini. Disini penulis mencoba mengkaji batik Lasem secara historis. Mulai dari pembahasan tentang sejarah sampai motif yang terkandung dalam batik Lasem, karena motif batik Lasem adalah sebuah hasil dari persilangan budaya, dalam skripsi ini juga akan ditulis tentang kemunduran yang terjadi dalam indutri batik Lasem, dan perkembanganya. Penulisan skripsi ini mengambil periode 1970 – 1990, pengambilan periode ini dikarenakan pada periode tahun ini terdapat kemunduran dalam industri batik Nasional, yang tentu saja akan sangat berdampak pada industri natik di Lasem.

H. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi berjudul “Batik Lasem Periode 1970-1990” penulis menggunakan metode penelitian sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu secara imaginatif dari fakta-fakta yang diperoleh melalui proses historiografi.10 Adapun langkah-langkah dalam metode penelitian yakni heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Heuristik merupakan suatu proses pengumpulan data yang diperoleh dari literatur dan wawancara. Langkah selanjutnya ialah kritik sumber (verifikasi data), bertujuan untuk mengetahui otentitas (keaslian) dan kredibilitas sumber.11 Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran

10 Lois Gottschalk, 1969. Mengerti Sejarah, Universitas Indonesia, Jakarta, hal berapa

11

(32)

15

yang diperoleh dari literatur-literatur tersebut. Langkah berikutnya adalah interpretasi data, yakni tahap penguraian informasi, fakta dan relasi satu dengan lainnya tanpa meninggalkan ketentuan dalam penelitian sejarah. Dalam penelitian ini dituntut untuk mencermati dan mengungkapkan data secara akurat, maka untuk mengurangi unsur subyektifitas, diperlukan pengolahan data dan analisis secara cermat.12 Historiografi merupakan langkah terakhir dalam metode penelitian sejarah. Langkah tersebut merupakan suatu proses rekonstruksi dari rentetan peristiwa-peristiwa masa lampau berdasarkan data-data yang sudah diperoleh dan diuji kebenarannya. Proses ini dikatakan berhasil apabila mampu menghasilkan sintesis dari tesis dan analisis yang telah diolah.

I. Landasan Teori

Akulturasi merupakan proses social yang timbul pada suatu kelompok masyarakat dengan kebudayaan yang sudah mereka miliki sebagai kebudayaan asli, dihadapkan pada kebudayaan asing yang baru masuk. Sehingga terjadi proses penyebaran budaya asing sebagai budaya baru pada suatu kelompok masyrakat tertentu, kebudayaan asing yang baru datang tersebut pada prosesnya ternyata dapat diterima oleh masyarakat asli sehingga terjadi percampuran yang dinamis tanpa meninggalkan kebudayaan asli dari kelompok masyarakat tertentu.

12

(33)

16

Selain menggunakan teori akulturasi diatas dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan teori Brownislow Malinowski, menyatakan bahwa di mana-mana manusia mempunyai kebutuhan bersama yang bersifat biologis dan psikologis, dan bahwa tugas akhir dari semua kebudayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Malinowski memberi tiga tingkat kebutuhan yang fundamental, yang katanya harus dipecahkan oleh setiap kebudayaan :

• Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan pangan dan prokreasi.

• kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan akan hukum dan pendidikan.

• Kebudayaan harus memnuhi kebutuhan integratif, seperti agama dan pendidikan.

Selain menggunakan teori dari Malinowski, penulisan ini juga mencoba menggunakan pandangan dari Talcott Parsons “ Teori fungsional”. Penggunaan teori ini karena “Teori Fungsional” dekat dengan topic tulisan.”Teori Fungsional” adalah teori yang menjelaskan tentang fungsi. Teori ini dinilai lebih ilmiah dan empiris, dimana hipotesisnya diuji melalui penelitian-penelitian yang sistematik, seperti pengamatan (observation )13

13

(34)

17

Batik Lasem yang muncul dengan keindahanya, menyajikan motif yang berbeda dengan batik dari daerah lain ini menjadikan batik Lasem mempunyai nilai tersendiri. Diawali dari kedatangan Na Li Ni di Lasem yang membawa motif khas dari Negeri Campa dan kemudian dimasukan ke dalam batik Lasem yang memang sudah ada sejak zaman dulu. Selanjutnya terjadilah akulturasi Budaya yang sinergi dan menjadikan batik Lasem menjadi batik yang mempunyai motif perpaduan antara Jawa dan Tionghoa.

Batik Lasem adalah bentuk dari sebuah proses akulturasi antara dua etnis yang berbeda. Tidak hanya batik saja yang menjadi bentuk akulturasi budaya di Lasem, akan tetapi masyarakatnya yang hidup secara harmonis juga menjadi bukti akulturasi yang bisa dilihat sampai sekarang, ini terlihat dari banyaknya warga keturunan tionghoa yang menikah dengan pribumi.

Selain itu fungsi batik Lasem juga menjadi pemersatu antara dua etnis, ini terlihat dari industri Batik Lasem yang banyak mempekerjakan para penduduk lokal sebagai tenaga pemabatik, sedangkan orang–orang dari etnis Tionghoa sebagai pemilik perusahaan. Tentu saja keselarasan hidup yang terus berjalan sampai saat ini menjadi symbol bahwa walaupun berbeda etnis akan tetapi mereka dapat hidup secara harmonis.

J. Sistematika Penulisan

(35)

18

Bab I, memuat pendahuluan, latarbelakang permasalahan dan rumusan masalah. Selain itu juga mengemukakan mengenai tujuan penulisan dan manfaat penulisan, kajian pustaka, metode penelitian, landasan teori, hipotesis serta sistematika penulisan.

Bab II,menguraikan tentang gambaran kota Lasem secara garis besar.

BAB III, menguraikan tentang bagaimana bentuk dari batik batik Tionghoa dan batik Lasem sebelum dan sesudah terjadinya akulturasi .

BAB IV Menguraikan bagaimana keadaan batik Lasem pada tahun 1970an pengambilan periode tahun 1970an ini diambil karena pada tahun 1970an batik Lasem mengalami kejayaan.

BAN V Menguraikan bagaimana keadaan batik Lasem pada tahun 1980-1990.Mulai dari munculnya batik cap dan print,dampak negative dan positif, faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan industri batik Lasem, serta bagaimana industri batik Lasem bertahan dalam situasi yang sulit.

Bab VI berisi simpulan dari apa yang telah telah di uraikan diatas. Simpulan

(36)

19 BAB II

LASEM KOTA TUA SEBAGAI BUKTI KEHARMONISAN ANTARA JAWA – TIONGHOA

A. Sekilas tentang Sejarah Lasem

Lasem merupakan Kota kecil yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Rembang. Lasem terletak 12 km di sebelah timur Kota Rembang merupakan salah satu kota di pesisir pantai utara. Lasem adalah Kota tua dengan keunikan yang berbeda dengan wilayah lainya, keunikan ini terletak pada masyarakatnya yang dapat hidup secara harmonis dengan pebedaan etnik yaitu Jawa dan Tionghoa. Bahkan sampai saat ini keharmonisan yang terjalin menjadikan saling ketergantungan antar dua etnik ini.14

Sejarah Lasem yang cukup panjang dan tua tidak terlepas dari letak geografis Lasem yang berada di Pesisir Pantai utara Jawa. Lasem di yakini menjadi pintu masuk awal migrasi orang Tionghoa di pulau Jawa. Sebagai Kota pecinan di Jawa yang sudah berumur ratusan tahun, tentu saja warga Lasem juga mempunyai peranan penting dalam Sejarah Perjuangan mengusir Penjajah dari Nusantara. Sebagai Kota tua dengan masyarakat Tionghoanya yang relatif banyak, Lasem masih sangat kental dengan adat serta budaya Tionghoa. Inilah yang menjadi keunikan tersendiri dari Lasem, karna dari Lasem sebuah kota kecil di ujung timur Jawa tengah kita dapat belajar toleransi antar dua etnik yang berbeda.

14

(37)

20

Menulis Sejarah Lasem tentu saja tidak terlepas dari sejarah Kota Rembang. Ini dikarenakan Lasem merupakan bagian wilayah dari Kota Rembang. Rembang baik sebagai Kota Kecamatan, Karesidenan, maupun Kabupaten sudah dikenal sejak zaman dahulu. Pada zaman klasik sejarah Rembang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kota Lasem, sehingga dari sisi histories dua wilayah ini tidak dapat dipisahkan. Rembang pada masa Klasik merupakan wilayah dari Lasem, akan tetapi pada masa pemerintahan colonial terjadi pergerseran kekuasaan, sehingga Rembang dirubah menjadi sebuah Kabupaten dan Lasem menjadi wilayah dari Kabupaten Rembang.

Pada Masa kekuasaan Majapahit, Rembang memang tidak terdapat aktivitas yang dapat diceritakan, ini dikarenakan keterbatasan sumber yang menceritakan aktifitas historis dari Rembang. Akan tetapi penulisan tentang Rembang dengan kegiatan baharinya sudah mulai banyak ditulis pada Masa kekuasaan Pra Kolonial dan Mataram.

Pada masa kekuasaan Majapahit, Rembang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Lasem.15 Tome Pires juga menyebutkan di Rembang juga terdapat pembuatan kapal-kapal dagang Demak.16 Akan tetapi karena keterbatasan sumber aktifitas pelabuhan Rembang tidak banyak dijelaskan. Pada masa

15

Lasem Merupakan salah satu daerah kekuasaan Majapahit yang terletak di bagian utara wilayah Kerajaan Majapahit dan sebelah barat Matahun,yaitu daerah kasem sekarang. Lihat : Titi surti Nastiti dan Nurhadi Rangkuti,Laporan Penelitian Ekskavasi Caruban,Lasem, Jawa Tengah ( Jakarta Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 ), hlm.8.

16

(38)

21

pemerintahan Daendeles ( 1808 – 1811 ) di temukan sumber yang mengatakan bahwa perfectur ( semacam karesidenan ) Rembang dibagi atas empat Kabupaten yaitu Juana, Rembang, Lasem, Tuban.17 Akan tetapi pada masa kultur stetsel, berbagai sumber Kolonial khususnya Culturverslagen menyebutkan bahwa Lasem hanya merupakan daerah yang merupakan bagian dan termasuk dalam wilayah kabupaten Rembang.18 Pada masa itu Lasem dikepalai oleh seorang Demang. Dengan melihat Demang sebagai kepala wilayah Lasem, maka menurut system pemerintahan Pribumi pada saat itu, maka wilayah Lasem hanya menjadi onder district atau bisa disejajarkan dengan Kecamatan pada saat ini.

Walaupun wilayah Lasem hanya sebagai onder district atau setingkat dengan kecamatan, Lasem mempunyai peranan penting bagi perekonomian di Rembang. Pentingnya keberadaan Lasem ini sudah dimulai sejak dulu. Ini terbukti pada masa pemerintahan Mataram Islam, Lasem sudah mempunyai fungsi penting bagi perdagangan dan hubungan Luar Negeri.19

Melihat peranan Lasem yang sudah menjadi titik penting Kabupaten Rembang, sudah barang tentu sejarah Lasem menarik untuk disimak. Lasem sering di sebut “ Tiongkok kecil ” ini dikarenakan di Lasem terdapat banyak

17

Laporan Daendeles Tahun 1814, Staat der Nederlandsch Oost-Indische Bezittingen ( 1908 – 1811 ), Ordonantie No.1169, 1 September 1808, Koleksi ARNAS.

18 “Van Rembang Naar Toeban” dalam Tijdscrift Voor Nederlandsch Indie ( TNI ). 1850,1,hlm.46.

19

(39)

22

sekali Warga Tionghoa yang menetap di Lasem, dan kebanyakan dari warga tionghoa yang sudah menetap lama mereka selanjutnya menikah dengan warga asli sehingga terbentuklah keluarga dari hasil perkawinan campur, anak yang di hasilkan dari perkwinan dua etnik yang berbeda ini disebut Tionghoa Peranakan. Keunikan yang ada di Lasem ini memang tidak banyak ditemukan di wialayah lain. Lasem dengan keharmonisan masyarakatnya yang hidup berdampingan antara dua etnik sampai saat ini masih sangat terjaga, ini membuat Lasem sebagai wilayah yang dapat dijadikan symbol keharmonisan didalam sebuah perbedaan.

(40)

23

Tionghoa terhadap Belanda di berbagai wilayah,dan Lasem menjadi salah satu wilayah yang juga mengobarkan perlawanana terhadap kolonial.pemberontakan yang dideklarasikan oleh warga Tionghoa mendapat respon yang baik dari para pemimpin dibeberapa daerah dan Panji Margono adalah salah satunya yang menerima tawaran untuk membantu pemberontakan itu.

Dalam perjuangan melawan Belanda, Panji Margono, Oey Ing Kiat dan Tan Kee Wie meninggal dalam perang, kekuatan Belanda bertambah karena mendapat bantuan dari Madura yang dipimpin oleh Tjakraningrat, sehingga pemberontakan yang dilakukan oleh Jawa dan Tionghoa dapat dipukul mundur. Perjuangan yang menjadi lambang bersatunya Jawa dan Tionghoa inilah yang selanjutnya menjadi pelopor kerukunan hidup antara Jawa – Tionghoa yang dapat terus terjaga sampai saat ini. Bahkan saat Belanda mengeluarkan politik Devide At Impera yang bertujuan untuk membedakan strata social pada setiap Negara jajahanya, tidak brrlaku di lasem. Pembagian Strata sosial yang menempatkan warga Eropa pada tingkatan pertama, warga Tionghoa, Arab serta para pendatang pada urutan ke dua, dan warga Pribumi pada urutan paling bawah. Akan tetapi politik Belanda ini tidak berlaku di Lasem, antara Jawa – Tionghoa tidak terjadi perbedaan strata serta tidak terjadi eksklusifitas antara dua etnik ini. Jawa – Tionghoa di Lasem dapat hidup membaur, dan saling menghormati sikap toleransi ini yang sampai saat ini dapat dijaga oleh masyarakat Lasem.

(41)

24

campur ini yang selanjutnya menghasilkan banyak persilangan kebudayaan, sebagai contohnya pada perayaan Cap Go Meh yang merupakan Hari Raya orang Tionghoa banyak juga diikuti oleh orang Jawa, dalam perayaan hari besar orang Tionghao ini orang Jawa bukan hanya menjadi penonton, akan tetapi mereka terlibat secara langsung, tidak jarang orang Jawa ikut menggotong patung-patung Kemsin atau patung Dewa yang diarak pada perayaan tersebut. Contoh yang lain adalah didirikanya Kelenteng Gie Yong Bio di Desa Babagan Lasem, kelenteng Gia Yong Bio ini didalamnya terdapat patung Panji Margono, ini sabagai bentuk penghormatan warga Tionghoa terhadap Panji Margono yang orang Jawa. Penghormatan yang diberikan warga Tionghoa terhadap Panji Margono yang seorang jawa tentu saja dapat menimbulkan sikap yang sama pada orang Jawa untuk bersikap sebaliknya pada masyarkat Tionghoa.

(42)

25 B. Kondisi Fisik Lasem.

1. Letak Geografis.

Lasem yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Rembang terletak di 12 km sebelah timur dari pusat Kota Rembang. Lasem berada pada koordinat 6º 42’ Lintang Selatan dan 111º 25’ Bujur Timur. Lasem terletak 0 – 806 berada diatas permukaan laut, cuaca daerah Lasem relative cukup panas berkisar antara 25º – 35ºC dengan curah hujan rata rata 1.044 cm/tahun. Kecamatan Lasem sebelah utara dibatasi oleh Kecamatan Rembang, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Gunem, sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Bulu, dan disebelah barat dibatasi oleh Kecamatan Sumber.20

Secara Geografis Kecamatan Lasem dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu 1) daerah yang mempunyai wilayah pantai, daerah pantai ini berpusat di Caruban dan Bonang Binagun, 2) Dataran rendah, wilayah dataran rendah ini adalah daerah yang menjadi pusat dari Kota Lasem dan sekitarnya,wilayah dataran rendah juga meliputi daerah yang terdapat aliran sungai Lasem, 3) Daerah Pegunungan, daerah pegunungan ini meliputi wilayah yang berada di dataran tinggi,diantaranya adalah gunung ngeblek, gunung idjo, gunung sertra dan lainya.

Kecamatan Lasem terbagi menjadi 20 desa. Luas wilayah Lasem yang meluputi 20 kecamatan adalah 4503 Ha atau 4,43 % dari luas Kabupaten Rembang secara keseluruhan.

20

(43)

26 2. Iklim

Lasem yang merupakan daerah pantai mempunyai cuaca yang cukup panas. Daerah Lasem yang merupakan daerah pesisir terdiri dari musim kemarau yang jatuh pada bulan juni sampai bulan oktober. Musim pancaroba pada bulan November – Desember dan Bulan April – Bulan Mei.21 Sedangkan musim yang terakhir adalah musim hujan yang terjadi pada bulan januari – bulan Maret. Curah hujan di kecamatan lasem dapat dikatakan relative sedikit sekali, rata rata kurang dari 1500 mm/tahun. Jumlah rata-rata hujan 60 hari/tahun.22

3. Kondisi Perairan Pantai di Lasem.

Karakteristik non biofisik disepanjang pantai di daerah Lasem menunjukan bahwa pasang surut yang terjadi di perairan Lasem cenderung mempunyai pola campuran dan condong ditentukan oleh hari dan tanggal. Amplituda perairan Lasem juga relative besar, yaitu berkisar antara 30 – 40 cm dan tertinggi 160 – 180 cm dan ini terjadi sepanjang tahun.

Sedangkan arah dan kecepatan yang ada di perairan Lasem di penggaruhi oleh pola arus di Laut Jawa. Pola arus yang terjadi di Laut Jawa sangat berfariasi, Pola arus ini juga dipengaruhi oleh musim yang ada di Indonesia. Wilayah Pantai biasanya mengenal Musim Barat dan Musim Timur, dua musim ini sangat

21

Pancaroba : musim yang berada pada pergantian musim yaitu musim kemarau ke musim hujan, ataupun sebaliknya.

22

(44)

27

menentukan besar gelombang yang ada. Dua musim ini dijadikan patokan para nelayan untuk pergi melaut. Musim barat terjadi pada bulan Desember – Januari, arus bergerak dengan cepat dari barat menuju ke timur, dan biasanya pada Musim Barat ini gelombang yang terjadi di laut besar. Sedangkan Musim Timur yang berlangsung pada bulan Juni – Agustus, pada Musim Timur ini arus bergerak lebih lambat.

Lasem yang pada Zaman dahulu mempunyai sungai besar, bahkan pernah menjadi jalur perdagangan yang penting. Sungai itu sekarang sudah tidak ada lagi ini di karenakan terjadinya proses pendangkalan dan semakin banyaknya rumah penduduk. Ini yang menyebabkan Lasem tidak mempunyai sungai besar, dan tentu saja faktor sungai mempengaruhi pola arus yang terjadi di perairan Lasem, dengan tidak adanya sungai yang besar di Lasem, arus di lasem relative tenang.

4. Lasem Sebagai kota tua dengan berbagai aset wisata.

Lasem yang terletak di wilayah pantai utara, mempunyai garis sejarah yang panjang. Dari letak geografisnya yang berada pada wilayah pantai utara jawa, tentu saja dapat kita lihat lasem adalah sebuah kota pantai dengan aktifitas perdagangan yang ramai pada zaman dulu.

(45)

28

Tabel 1. tempat bersejarah di Lasem.

No NAMA TEMPAT BERSEJARAH LETAK SPESIFIKASI

1

Sumber Tabel 1 : “Warisan Pusaka Budaya Kabupaten Rembang untuk

Pengembangan Obyek Wisata Bersejarah Di Kabupaten Rembang”. Kerjasama Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang dengan Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim Universitas Diponegoro Tahun 2003.

(46)

29 C. Sosial Ekonomi Masyarakat Lasem.

Wialayah Lasem yang berpenduduk sekitar 36.473 jiwa pada tahun 1980 berada pada keadaan yang relative miskin. Ini selain disebabkan oleh lemahnya sumberdaya manusia masyarakat Lasem pada saat itu juga disebabkan oleh letak Lasem yang merupakan kota pantai mempunyai wilayah yang tandus dan gersang. Adapun gambaran desa-desa, luas desa serta kepadatan penduduk per desa di tampilkan pada table 2 berikut :

Tabel 2. Penduduk, Luas Desa, serta Kepadatan Penduduk per Desa 1980

No Desa Jumlah

(47)

30

Dengan Jumlah penduduk yang telah disebutkan diatas yang terbagi dalam 20 Desa tentu saja Lasem dapat dikatakan mempunyai penduduk yang relative padat. Wilayah persebaran penduduk Lasem terbagi menjadi 3, yang pertama adalah panduduk Lasem yang berada pada sepanjang pantai, ke dua penduduk lasem yang tinggal pada pusat kota Lasem, dan yang ketiga penduduk yang tinggal pada daerah pedalaman di Lasem.

Penduduk yang tinggal di wilayah pantai rata rata bekerja pada sector kelautan serta sebagian membuka tambak, baik itu tambak garam maupun tambak ikan. Sedangkan untuk penduduk yang tinggal diwilayah pusat kota Lasem, kebanyakan adalah bekerja menjadi pedagang serta sebagian menjadi pengusaha. Pendudk Lasem yang ada di wilayah pedalaman mereka sebagian besar adalah menjadi petani. Seperti yang diungkapkan oleh Jammes C Scott, bahwa para petani di Asia Tenggara mempunyai etika Subsistensi dengan moral ekonomi yang di sebut dengan “Safeti First”.23

Lasem pada periode 1970 – 1980 merupakan wilayah yang relative miskin,ini dikarenakan sumber daya manusia yang masih cukup rendah pada masa itu. Selain faktor masyarakatnya, keadaan wilayah Lasem juga bisa dibilang tandus. Ini tentu saja berdampak pada sebagian besar masyarakat di Lasem. Selain di karenakan beberapa faktor diatas, juga disebabkan oleh orang Rembang

23

(48)

31

cenderung memiliki gaya hidup rendah, sehingga orang lebih tergantung dari tanah dan segala dampak yang di timbulkan.24

Kondisi ini tentu saja berdampak dengan adanya sikap ekslusif yang ditunjukan oleh warga Tionghoa, ini dikarenakan warga Tionghoa yang bermukim di Lasem kebanyakan adalah dari golongan yang berada diatas level penduduk pribumi. Ini terlihat dari banyaknya para penduduk asli yang bekerja pada orang orang tionghoa.Akan tetapi untuk hubungan secara social tidak ada jarak antara jawa dan Tionghoa. Sikap inilah yang selanjutnya terus dijaga oleh masyarakat lasem sampai saat ini.

D. Religi Masyarakat Lasem.

Lasem sebagai kota yang mempuyai keunikan dengan keseimbangan social antara Jawa dan Tionghoa. Bukti dari keselarasan itu adalah dapat dilihat pula dalam kehidupan beragama. Di Lasem terdapat beberapa Klenteng yang merupakan tempat peribadatan orang Tionghoa, Lasem juga dikenal sebagai kota yang masih sangat kental dengan agama islam yang memang merupakan agama dari sebagian besar masyarakat Lasem, ini dapat dilihat dari beberapa pondok pesantren yang ada di Lasem. Selain agama yang dianut adalah Islam, Budha dan Hindu beberapa masyarakat Lasem juga memluk agama Kristen dan Katolik.

24

(49)

32

1. Lasem sebagai kota yang kental dengan Nuansa Islam.

Lasem selain dikenal dengan akulkturasi budaya antara masyarakat tionghoa dengan jawa juga sangat dikenal dengan kota dengan nuansa islam yang sangat kental terbukti dengan banyaknya ulama ulama besar yang lahir dari kota kecil ini. Perkembangan agama islam di Indonesia terutama di Jawa yang sangat pesat pada abad ke 15 membawa Lasem pada saat itu hingga saat ini menjadi salah satu kota sebagai pusat agama yang cukup diperhitungkan di wilayah pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lasem sebagai kota religi yang sudah diperhitungkan dengan banyaknya pusat pendidikan agama islam berupa pondok pesantren yang masih eksis sampai saat ini. Kuatnya Islam di Lasem juga tidak terlepas dari orang orang Tionghoa yang pada awalnya juga menyebarkan agama Islam di Nusantara.

(50)

33

Sistem Kolonial yang ada pada saat itu membatasi system pendidikan serta pengetahuan masyarakat pribumi mengundang keprihatinan sejumlah ulama di Lasem. Pendidikan yang hanya diberikan pada anak-anak dari keturnana ningrat dan Golongan Bangsa Eropa, membuat nasib pribumi semakin memprihatinkan. Dengan keadaan seperti itu ulama-ulama di Lasem mendirikan pesantren-pesantren yang ditujukan untuk kaum pribumi agar tidak jauh tertinggal, ini merupakan sikap yang ditunjukan atas ketidak setujuan diskriminasi yang diterapkan oleh Colonial Belanda. Diantara puluhan ulama yang ada di Lasem yang paling terkenal karena perjuangan pada masa itu adalah KH.Ma’sum, KH. Baidlowi dan KH Kholil25 dan masih banyak tokoh-tokoh islam dari Lasem yang mempunyai peran penting. Selain tokoh-tokoh ulama besar yang lahir dari Lasem, bukti lain lasem sebagai kota santri adalah Masji Jami’ Lasem. Letak Majid Jami’ Lasem yang tepat berada disebelah barat alun-alun kota lasem dan berada disekitar pasar dan pusat pemrintahan Lasem, sama dengan konsep pemerintahan di Jawa pada masa Kerajaan Demak hingga Mataram Islam.

Dari beberapa bukti yang sudah dipaparkan diatas, Lasem selain terdapat kerukunan umat beraga dan etnik antara Jawa dan Tionghoa.Lasem juga merupakan kota dengan kultur islam yang sangat kuat dan masih bisa dilihat sampai saat ini.

(51)

34

2. Lasem Sebagai Kota dengan Etnik Tionghoa yang masih sangat kental

dengan Religinya.

Kerukunan yang berjalan selaras di Lasem antara Jawa dan Tionghoa di Lasem memang jarang ditemui di daerah lain. Besarnya jumlah warga Tionghoa di Lasem dapat membaur dengan baik. Warga Tionghoa yang ada di Lasem kebanyakan adalah penganut agama hindu dan budha. Ajaran Confusianisme dalam masyarakat Tionghoa yang masih sangat kuat dalam kehidupan masyarakat Tionghoa Lasem, mengajarkan tentang cinta kasih, etika, estetika dan yang paling kuat adalah ajaran penghormatan pada leluhur.26 Selain memeluk agama Hindu dan Budha masyarakat Tionghoa di Lasem memeluk agama Nung Chiou.27

Lasem sebagai salah satu kota tujuan imigran bangsa Cina yang besar di Jawa pada abad 14 – 15, selain Lasem ada juga ada Sampotoalang dan Ujung Galuh yang menjadi kota tujuan imigran dari Cina.28 Di Lasem terdapat beberapa tempat peribadatan orang cina yang berupa klenteng. Kelenteng yang ada di Lasem adalah Klenteng Cu an Kong yang berada di Jl. Dasun, Klenteng Gie Yong

26

Wawancara dengan bp.Sigit Wicaksono. Di kediamanya desa Babagan Lasem. Tanggal 27 Februari 2009.

27

Nung Chiaou adalah agama leluhur yang di turunkan dari para kaum tani.Agama ini berisi tentang penghormatan terhadap leluhur serta penghormatan terhadap Tuhan.Wawancara dengan Bapak Sigit Wicaksono, di kediamannya desa babagan lasem.Tanggal 27 februari 2009.

(52)

35

Kong Co di Jl. Babagan, Klenteng Poo An Bio di Jl. Karangturi VII No.15 Lasem. Tiga Klenteng ini membuktikan bahwa selain kota yang masih sangat kuat agama islamnya Lasem juga menjadi kota yang mempunyai penduduk Tionghoa cukup banyak, dengan budaya serta religinya yang masih bisa terjaga sampai saat ini.

E. Etnis Tionghoa dan Jawa di Lasem.

Sejarah panjang akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa di Lasem memang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Di awali dengan kedatangan Bi Nang Un yang merupakan anak buah dari Cheng Ho pada Tahun 1335, yang mendaratkan kapal dagangnya pertama kali di perairan Lasem tepatnya di pantai Regol sebelah utara Lasem, mengawali datangnya bangsa Tionghoa di Lasem. Kedatangan Bi Nang Un dan pasukanya ke Lasem pada tujuan awalnya adalah untuk melakukan perdagangan. Akan tetapi hubungan itu berlanjut menjadi hubungan sosial yang terjalin dengan baik. Berawal dari semangat yang sama untuk melawan Colonial Belanda, hubungan ini berlanjut menjadi hubungan keseharian yang terjalin dalam kehidupan masyarakat Jawa dan Tionghoa di Lasem sehari hari.

(53)

36

Lasem merupakan salah satu wilayah perdagangan Tionghoa yang ramai disamping Rembang, Tuban, Juwana, Jepara dan pantai lain di utara Jawa.

Nuansa Tionghoa yang masih sangat kental dirasakan di Lasem terlihat dari arsitektur rumah-rumah masyarakat Tionghoa. Tembok- tembok tinggi dan kokoh menjadi cirri khas bangsa tionghoa. Tembok tinggi itu membentuk lorong- lorong putih yang sangat khas dengan bangunan Tionghoa, seolah kita berada pada Negara Cina tempat dari mana Komunitas Tionghoa berasal. Selain dari bangunan tempat tinggal Nuansa Tionghoa di Lasem juga terlihat dari beberapa rumah ibadah orang Tionghoa berupa Kelenteng. Kelenteng yang ada di Lasem masih terlihat kokoh dan sangat terawat.

Kedatangan bangsa Tionghoa yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu di Nusantara membawa sesuatu yang berbeda pada tempat yang menjadi tujuan kedatangan bangsa Tionghoa ini. Perubahan yang yang terjadi tentu saja adalah perubahan pada budaya. Budaya yang dibawa orang orang Tionghoa dapat membaur degan budaya lokal, dan selanjutnya membentuk akulturasi budaya yang unik. Kedatangan bangsa Tionghoa di Lasem dipercaya hanya terdiri atas laki-laki saja, ini karena perjalanan yang mereka lakukan sangatlah berbahaya dan memakan waktu yang cukup lama.29 Selanjutnya orang-orang Tionghoa yang ada di Lasem melakukan pernikahan dangan gadis gadis lokal, pernikahan ini selanjutnya menghasilkan Tionghoa peranakan.

29

(54)

37

Tionghoa Lasem memang berbeda dengan Tionghoa di wilayah lain, sikap eksklusifitas yang ditunjukan orang orang Tionghoa di daerah lain tidak terjadi di Lasem. Terbukti dalam semua aspek kehidupan mereka dapat saling menghormati, tidak jarang kita dapat menemui sekelompok orang yang bercengkerama, pasti terdapat beberapa orang tionghoa. Ini merupakan bukti bahwa Tiong hoa di Lasem dapat membaur degan masyrakat lokal di Lasem.

Selain membaur dalam kehidupan sehari hari, keselarasan yang terjadi dalam kehidupan Tionghoa di Lasem adalah dalam kehidupan ekonomi. Etnis Tionghoa di Lasem yang kebanyakan melakukan usaha dagang, tidak jarang memperkerjakan orang jawa, hubungan yang terjalin pun bukan sebagai majikan dan bawahan akan tetapi lebih pada hubungan kerjasama yang saling menghormati. Selain itu Industri batik yang ada di Lasem menjadi salah satu usaha yang banyak dilakukan olah orang orang Tionghoa Lasem, dalam industri batik ini orang-orang Tionghao Lasem mempekerjakan orang Jawa sebagai tenaga pembatik.

(55)

38

(56)

39 BAB III

M0TIF, WARNA SERTA PROSES PEMBUATAN BATIK LASEM

Lasem merupakan salah satu daerah penghasil batik di Indonesia. Memang Industri batik yang ada di Lasem tidak sebesar indutri batik yang ada di kota penghasil Batik seperti Solo, Yogyakarta, Pekalongan dan Cirebon. Akan tetapi batik yang dihasilkan dari Industri batik di Lasem mempunyai keunikan tersendiri yang mungkin tidak dijumpai pada batik yang dihasilkan dari kota penghasil batik lainya. Batik Lasem merupakan salah satu batik pesisiran dan sering disebut dengan batik Encim.30 Walapun Industi batik di Lasem masih kalah besar bila dibandingkan dengan industri batik dari wilayah lain , akan tetapi batik Lasem mempunyai daerah pemasaran yang cukup luas pada masa kejayaanya. Sebagai buktinya adalah pada abad ke-19 batik Lasem sudah mulai memasarkan produknya dibeberapa wilayah Nusantara dan beberapa wilayah di Luar Negeri, daerah pemasaran dalam Negeri meliputi Sumatra, beberapa wilayah di Pulau Sulawesi salah satunya Manado, dan daerah pemasaran di Luar Negeri diantaranya Malaysia, Singapura, Semenanjung Malaka, Suriname dan beberapa kota di Benua Eropa, yaitu Inggris dan Belanda.

30

(57)

40

Batik Lasem memang barbeda dengan batik yang dihasilkan dari wilayah lain, Batik Lasem mempunyai keunikan serta ciri khas tersendiri. Keunikan ini terlihat pada motif yang ada didalam batik Lasem.Motif yang ada dalam batik Lasem merupakan motif yang dihasilkan dari sebuah proses akulturasi dari dua budaya yang berbeda. Motif ini dihasilkan dari silang budaya yang berjalan dengan sinergis yaitu antara budaya Jawa – Tionghoa. Motif yang ada pada batik Lasem sangat sarat dengan makna baik makna yang berasal dari budaya Tionghoa maupun Jawa.

Batik yang dihasilkan dari industri batik Lasem adalah sebagai hasil persilangan budaya antara Jawa dan Tionghoa, ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sejarah kedatangan bangsa Tionghoa di Lasem. Bangsa Tionghoa yang selanjutnya membawa perubahan penting di Lasem dalam segi soial dan budaya tentu saja membawa pengaruh penting dalam motif yang dihasilkan pada batik Lasem. Pengaruh bangsa Tionghoa yang sangat besar tentu saja tidak hanya pada Motif akan tetapi pada Industri Batik Lasem. Masyarakat Tionghoa merupakan kunci dari kemajuan Industri Batik di Lasem. Ini dapat dilihat dari hampir semua pengusaha batik adalah orang Tionghoa.

(58)

41

A.Motif Jawa Pada Batik Lasem.

Batik merupakan kesenian Tradisional yang sudah tidak asing lagi di Indonesia pada umumnya,dan Jawa Tengah khusunya. Batik pada setiap daerah penghasil batik mempunyai ciri khas tersendiri, ini juga digunakan sebagai identitas pada setiap daerah penghasil batik.

“Berkembangnya batik terjadi semenjak berdirinya kerajaan Mataram. Tiap-tiap daerah penghasil batik memilki perbedaan yang mendasar sebagai cirri khas, misal dalam warna. Batik Sidomukti buatan Solo memilki warna yang bebeda dengan buatan Yogyakarta. Sidomukti buatan Yogyakarta berwarna putih dominan, sedangkan Sidomukti buatan Solo berwarna coklat dominan. Hal ini karena batik Solo dan Yogyakarta lebih menonjolkan simbol, filosofi serta makna magis didalam batik.

Berbeda dengan batik Solo dan Yogyakarta yang memilki warna sederhana yakni dominan putih dan coklat, batik Pekalongan cenderung kaya akan warna misal kuning,merah, hijau dan lainya. Hal ini disebabkan Pekalongan terletak di pesisisr pantai, dimana para pedagang waktu itu melakukan transaksi. Para pedagang yang datang dari berbagai daerah tersebut membawa pengaruh dalam motif batik yang digunakan. Maka batik Pekalongan kaya akan warna, bermotif bebas, naturalis, serta realistis.”31

Batik Lasem merupakan salah satu bentuk batik yang unik dan merupakan salah satu farian klasik atau yang biasa disebut dengan pola dan corak yang punya ke khasan tersendiri.32 Kekhasan serta pakem yang sudah ada turun menurun terdapat pada motif. Selain mendapat sebutan batik pesisiran, dan batik “Encim” batik Lasem sering disebut batik kendoro kendiri atau batik pesisir Laseman. Pada

31

. Batik Indo Admin, 2003, “Batik”. Posted in Batik Indonesia, 9 Januari, 2003.,hal. 3

32

(59)

42

batik Lasem terdapat motif yang dipengaruhi oleh budaya Tionghoa, ini dikarenakan Bangsa Tionghoa yang sudah menetap lama di Lasem lambat laun membaur dan menghasilkan sebuah akulturasi yang kaya dan positif.

Motif yang dihasilkan dari proses akulturasi Jawa – Tionghoa menghasilkan pola yang cantik, dan sarat dengan nilai filosoifis dari sebuah budaya. Kedatangan Bangsa Tionghoa pada sekitar Tahun 1335 membawa pengaruh besar dalam batik Lasem. Adalah Putri Na Li Ni yang merupakan istri dari Bhi Nang Un, mengajarkan motif budaya Tionghoa pada masyarakat Lasem yang memang sudah mengenal batik tetapi dengan motif terbatas.

Motif gaya Jawa atau motif yang dihasilkan oleh para perajin batik yang merupakan orang Lasem asli dapat dilihat dari gambar Latohan,watu kricak,pasiran,gunung ringgit, dari beberapa motif yang dihasilkan dari

masyarakat asli Lasem diatas masing – masing memiliki makna.

1. Latohan: Motif latohan ini berupa bentuk seperti bunga dengan bulatan-bulatan kecil. Latohan ini diambil dari nama Latoh yang merupakan salah satu jenis tanaman laut yang sering di konsumsi oleh masyarakat Lasem.

(60)

43

jalan yang dilakukan oleh Deandels. Kerja Paksa yang menelan banyak korban di Lasem ini membuat para penduduk Lasem merasa prihatin, dan ini menjadi bentuk keprihatinan masyarakat Lasem.

3. Gunung Ringgit: Gunung rinngit ini memnyerupai gunungan yang sering di gunakan pada pewayangan.

Sedang yang tampak sebagai ornament gaya Jawa Tengah seperti garuda atau sawat yang bentuknya kecil sebagai ornament pengisi dan ornament burung merak yang di stilir dari samping dan menonjol ekornya.33 Selain motif diatas motif batik lasem juga mendapat pengaruh dari motif-motif keraton yang banyak terdapat di batik Solo dan Yogyakarta misalnya parang, kawung, sekar jagad. Motif parang dan kawung melambangakan kekuatan dan sering digunakan oleh para bangsawan Keraton dan tidak sembarang orang bisa memakainya. Motif yang ada di Lasem memang mempunyai ragam yang sangat khas. Banyaknya pengaruh budaya yang ada pada motif batik Lasem membuat batik ini mempunyai makna Filosofis.

Untuk motif Latohan, Watu Pecah dan Gunung Ringgit merupakan motif yang dihasilkan dari kreasi masyarakat asli Lasem.34 Nilai Sosial Filosofis merupakan salah satu kelebihan dari batik Lasem, akan tetapi selain mengandung nilai sosial filosofis, batik Lasem juga mengandung nilai estetika yang sangat

33 Bairul Anas, 1983, Indonesia Indah “BATIK” 34

(61)

44

tinggi. Ini karena batik Lasem merupakan paduan dari unsur Tionghoa dengan budaya yang kaya, penduduk lokal yang merupakan masyarakat pesisiran yang kaya budaya karena merupakan tempat berkumpulnya pedagang dengan berbagai kebudayaan, dan pola keraton yang sarat akan makna dengan kebudayaan jawa yang penuh dengan makna dan nilai.

B. Budaya Tionghoa pada Motif Batik Lasem.

Bangsa Tionghoa memberi pengaruh yang besar pada peradaban kaum pribumi di Nusantara. Memang pengaruh Bangsa Tionghoa tidak sebesar pengaruh yang diberikan oleh bangsa India. Pengaruh kebudayaan bangsa Tionghoa, menjadi sangat menentukan karena pengaruh yang diberikan lebih bersifat teknis hampir disemua bidang social, seperti pertanian, pengobatan, perdagangan, perkapalan, pakaian serta makanan. Secara berangsur angsur sejalan dengan kehidupan social mereka kebudayaan Tionghoa dapat membaur dan selanjutnya menghasilkan akulturasi budaya.

Pengaruh Tionghoa dalam pakaian sangat jelas terlihat dalam batik Lasem. Penggunaan gaya-gaya ornament Tionghoa dalam motif batik Lasem membuat ragam motif batik lasem menjadi kaya dan Indah. Gaya motif Tionghoa ini terlihat dari gambar-gambar yang melambangkan kebudayaan Tionghoa. Motif ini meliputi motif fauna yaitu motif burung hong, peksi huk, baga ( Liong ), Kilin, ayam hutan,ikan emas,kelelawar, kupu-kupu, kura kura-kura, udang dan kepiting.

(62)

45

Magnolia, sakura dan Bambu. Di luar motfif Fauna dan Floral tadi ada juga motif

khas tionghoa yaitu banji, kipas, delapan dewa, sampe’ engtai, dewi bulan dan

koin uang.

Motif Tionghoa ini mempunyai nilai filosofi pada setiap motifnya. Makna filosofi yang terkandung di dalam motif adalah :

1. Kupu – Kupu: Merupakan lambang dari cinta kasih, dimana masyarakat tionghoa adalah orang-orang yang selalu menyebarkan sikap cinta kasih pada siapapun.

2. Kilin : Melambangkan kebijaksanaan.

3. Naga (Liong): Mempunyai makna keagungan, Naga sering dipakai sebagai simbol kerajaan di Negaranya yang menggambarkan keagungan sebuah kerajaan.

4. Burung Hong / Phoenix: Burung Hong ini sebagai symbol kebaikan. Burung Hong bagi masyarakat Tionghoa adalah merupkan burung dewa.

5. Kelelawar: Sebagai lambang Panjang umur.

6. Sedangkan motif floral lebih bermakna keondahan, karena kebanyakan flora yang dipakai adalah gambar-gambar bunga.ini melambangkan keindahan, sesuai dengan batik yang menawarkan keindahan.

Gambar

Tabel 1. tempat bersejarah di Lasem.
Tabel 2. Penduduk, Luas Desa, serta Kepadatan Penduduk per Desa 1980
Tabel 3 Kecamatan, Desa dan banyaknya industri batik Lasem pada Tahun 1970
Tabel 4 hasil observasi dan wawancara tentang Modal awal pengusaha Industri batik Lasem pada tahun 1970 dengan para pengusaha batik Lasem
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1) Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kualitas barang dengan perilaku membeli batik tulis Lasem di

persaingan diantara pengusahapun semakin ketat untuk itu mereka dituntut untuk bisa unggul dalam persaingan di industri batik Lasem dengan berbagai strategi dan pemanfaatan

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan berikut: 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar dari perancangan wisata edukasi batik Lasem di kecamatan Lasem dengan pendekatan

Hal tersebut dilakukan tentu dengan tujuan supaya UMKM batik Lasem akan memiliki pemasaran kewirausahaan yang baik, karena dengan memiliki ciri khas yang

terbentuknya struktur usaha yang jelas. Hipotesis 5: faktor kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap potensi perkembangan klaster batik Lasem. Hipotesis 5 ditunjukkan oleh

1) Tradisi batik yang ada di desa Karangturi sudah terjadi sejak lama secara turun temurun. Batik Lasem dulunya hanya memiliki warna coklat atau sogan, dan hanya bisa

Berdasarkan hasil penelitian memang belum pernah ditemukan kasusu pelanggaran Hak Cipta terhadap Batik Lasem yang mengemuka hingga harus melalui proses di Pengadilan, meskipun

Berdasarkan hasil penelitian maka telah teridentifikasi risiko bisnis dan pengelompokan indikator dalam ketidakpastian bisnis di usaha batik tulis lasem dengan berdasar pada area bisnis