i
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Kriska Irma Kidmada NIM : 049114007
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
KEGIATAN AGEN SOSIAL PADA NARAPIDANA KASUS
PEMBUNUHAN
Oleh :
Kriska Irma Kidmada NIM : 049114007
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
iii
KEGIATAN AGEN SOSIAL PADA NARAPIDANA KASUS
PEMBUNUHAN
Dipersiapkan dan ditulis oleh : Kriska Irma Kidmada
NIM : 049114007
Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji pada tanggal : 4 April 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Penguji 1 : Sylvia CMYM., M.Si. ... Penguji 2 : Dra. L. Pratidarmanastiti, MS. ... Penguji 3 : A. Tanti Arini, S. Psi., M.Si. ...
Yogyakarta, 14 Juni 2011 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
Untuk ketenangan, berjalanlah dengan keyakinan bahwa anda tak pernah sendiri
v
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebaaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 14 Juni 2011
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran, kegiatan dan hubungan agen sosial dalam mikrosistem pada narapidana kasus pembunuhan. Penelitan dilakukan pada dua subjek yang memiliki karakteristik narapidana kasus pembunuhan dan berjenis kelamin laki -laki. Strategi penelitian ini menggunakan cara wawancara dalam pengumpulan data. Pertanyaan dalam wawancara disusun dengan sifat yang terbuka dan netral. Pertanyaan yang diberikan kepada subjek meliputi peran agen sosial (orang tua, saudara kandung dan tetangga), hubungan individu dengan agen sosial dan kegiatan – kegiatan agen sosial dalam mikrosistem. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa, orang tua : sebagai pendidik, orang tua kedua subjek mengajarkan subjek beribadah dan menjauhkan diri dari perbuatan negatif. Sebagai pengasuh, orang tua kedua subjek melakukan pengasuhan ketika subjek masih kecil dan merawat subjek saat sakit. Sebagai pelindung, orang tua kedua subjek melindungi saat subjek mengalami permasalahan. Komunikasi Interpersonal yang terjadi pada subjek pertama dengan orang tua adalah taraf hati atau perasaan, pada subjek kedua adalah taraf membicarakan orang lain. Orang tua kedua subjek aktif dalam kegiatan di lingkungan sekitar. Saudara kandung : sebagai pemberi dukungan emosional, saudara kandung subjek pertama sering memberikan nasehat dan membantu saat subjek mengalami masalah. Pada subjek kedua, saudara kandung tidak menjalankan perannya dengan baik. Komunikasi Interpersonal yang terjadi pada subjek pertama dengan saudara kandung adalah taraf hati atau perasaan dan pada subjek kedua taraf membicarakan orang lain. Kakak dari subjek pertama aktif dalam kegiatan di lingkungan sekitar, sedangkan kakak dari subjek kedua tidak aktif. Tetangga : dalam menanamkan nilai – nilai, tetangga dari kedua subjek menanamkan nilai – nilai yang negatif. Sebagai kontrol sosial, tetangga subjek pertama sering melerai perkelahian dan tetangga subjek kedua membubarkan warga yang minum minuman keras. Sebagai penolong, tetangga subjek pertama sering meminjami subjek barang dan tetangga subjek kedua sering membantu subjek mengeroyok orang. Komunikasi interpersonal pada kedua subjek dengan tetangga yang sebaya adalah taraf membicarakan orang lain, sedangkan dengan yang lebih tua adalah taraf basa-basi. Kegiatan dari bapak-bapak adalah rapat RT, ronda, kerja bakti dan minum minuman keras, sedangkan ibu-ibunya adalah arisan. Kegiatan dari pemuda adalah karang taruna, minum minuman keras dan menggunakan narkoba.
vii ABSTRACT
This study aimed to describe the roles, activities and relationships with social agents in microsystem on murder convict. Research carried out on two subjects that have the characteristics of male murder convict. The strategies that are used in this study are using interviews in data collection. The question in the interview is prepared openly and neutraly. The questions given to the subjects include the role of social agents (parents, siblings and neighbors), individual relationships with social agencies and activities of the social agents in microsystem. From the data obtained, parent : As an educator, both of subject’s parents has teached the subject to devout and away from negative action. As a conductor both of subject’s parents has conducted the subject started from they was a still a little child and take care when they was sick. As a patron both of subject’s parents has protected the subject get a trouble. Interpersonal Communication which happened on the first subject with the parent was heart level or feeling, at the second subject was talking about others people. Both of the subject’s parent was get involved in neighbourhood’s activity. Siblings : As an emotional support, the first subject’s sibling often give an advice and help when the subject get some trouble. On the second subject the sibling didn’t do the role as they has to be. Interpersonal Communication which happened on the first subject with the sibling was heart level or feeling, at the second subject was talking about others people. The siblings of the first subject get envolved with the neighbour’s activity and the siblings of second subject wasn’t. Neighour : When inculcated the values, the neighbours gave the negatives influence. As the social controll, the first subject’s neighbour often broke up a fight and the second subject’s neighbour often to stop drunk activity. As a helper the first subject’s neighbour often lend some goods, and the second’s neighbour often helped the subject to fight together. Interpersonal Communication which happened on the first subject with the same ages neighbour was talking about others people, at the second subject was chit chat level. The activity of gents were neighbour meeting, security, work for clearing and drunk, and the ladies were meeting for lottery. And the youngters were meeting, drunks and drugs.
viii
Nama : Kriska Irma Kidmada
Nomor Mahasiswa : 049114007
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
STUDI DESKRIPTIF GAMBARAN MIKROSISTEM PADA NARAPIDANA KASUS PEMBUNUHAN
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal Maret 2011
Yang menyatakan
Kriska Irma Kidmada
STUDI DESKRIPTIF GAMBARAN PERAN, HUBUNGAN DAN KEGIATAN AGEN SOSIAL PADA NARAPIDANA KASUS
PEMBUNUHAN
ix
terselesaikan. Proses di dalam penyelesaian penelitian ini tidaklah mudah, tetapi karena ada bantuan dari berbagai pihak, saya menjadi merasa mampu untuk melaluinya. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati saya ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Ibu Sylvia CMYM., M.Si. selaku dosen pembimbing dalam skripsi, atas nasehat, saran, dan kesabaran dalam proses penulisan skripsi ini, saya mengucapkan banyak terima kasih.
2. Bapak dan ibu tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan tak pernah berhenti memberikan doa, kasih sayang, dorongan, motivasi, dukungan materi dan moral serta ketulusan disepanjang hidupku.
3. Suamiku Hendra Setiawan yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dorongan, motivasi, dukungan materi dan moral.
4. Anak – anakku Audreynina Karendra Setiawan dan Christian Romero Setiawan, makasih buat kalian yang mau mengerti kalau mama sedang sibuk.
5. Kinanti Paramesti dan Ajeng Paramita Dwiningsih. Terima kasih buat dukungan, waktu, tenaga, cerita, semuanya lah.... Makasiih yaaa...
6. Subjek yang telah bersedia diwawancara.
x
10. Semua saudaraku...terima kasih atas doa-nya.
11. dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu atas bantuan maupun dukungan nya sehingga saya bisa melalui proses ini, saya mengucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa hasil yang dicapai jauh dari sempurna dan penulis berterima kasih atas kritik dan saran yang membangun, harapan penulis semoga penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan untuk dapat menambah ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Juni 2011
xi
HALAMAN PESETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT... vii
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 7
BAB II. LANDASAN TEORI ... 8
A. Teori Ekologi... 8
xii
4. Peran Agen Sosial Dalam Mikrosistem ... 14
5. Hubungan Individu Dengan Agen Sosial... 18
6. Kegiatan Agen Sosial ... 20
C. Narapidana Kasus Pembunuhan ... 20
1. Pengertian Narapidana ... 20
2. Pengertian Narapidana Kasus Pembunuhan... 22
3. Lembaga Pemasyarakatan... 24
4. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan ... 28
D. Mikrosistem dari Narapidana Kasus Pembunuhan ... 28
BAB III. METODE PENELITIAN... 33
A. Jenis Penelitian ... 33
B. Subjek Penelitian... 33
C. Definisi Operasional... 34
D. Metode Pengumpulan data ... 35
E. Pedoman Wawancara ... 37
F. Teknis Analisis Data ... 38
G. Kredibilitas Penelitian ... 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Pelaksanaan Penelitian ... 40
xiii
5. Latar Belakang Subjek ... 44
B. Hasil Penelitian ... 48
1. Subjek 1... 48
a. Orang tua ... 48
b. Saudara Kandung ... 52
c. Tetangga ... 53
2. Subjek 2... 54
a. Orang tua ... 54
b. Saudara Kandung ... 58
c. Tetangga ... 58
3. Ringkasan Hasil Penelitian ... 59
C. Pembahasan... 66
BAB V. KESIMPULAN ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
xiv
2. Tabel Verbatim Subjek 1 Wawancara 1... 77
3. Tabel Verbatim Subjek 1 Wawancara 2... 122
4. Tabel Verbatim Subjek 1 Wawancara 3... 139
5. Tabel Verbatim Subjek 2 Wawancara 1... 153
6. Tabel Verbatim Subjek 2 Wawancara 2... 186
7. Tabel Verbatim Subjek 2 Wawancara 3... 204
8. Tabel Tabulasi subjek 1 ... 213
9. Tabel Tabulasi subjek 2 ... 217
xvi
1. Koding subjek 1 ... 77
2. Koding subjek 2 ... 186
3. Tabulasi subjek 1... 213
4. Tabulasi subjek 2... 217
5. Tabulasi kedua subjek ... 220
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia hidup dalam lingkup sebuah negara. Negara memiliki seperangkat peraturan yang harus ditaati oleh setiap rakyat yang tinggal di dalamnya. Peraturan tersebut yang dikenal dengan sebutan hukum. Hukum dibuat untuk mengatur tingkah laku masyarakat, mengatur hubungannya dengan masyarakat lain dan dengan negara. Menurut buku yang ditulis oleh Sidharta (1999) hukum mengemban fungsi instrumental yaitu sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas, sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana pendidikan serta pengadaban masyarakat dan sarana pembaharuan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya hukum yang harusnya ditaati oleh masyarakat, banyak pula dilanggar oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dibuktikan dari berbagai media baik cetak maupun elektronik yang memberitakan berbagai kasus mengenai pelanggaran hukum yang terjadi. Setiap hari terdapat berita mengenai pelanggaran hukum yang terjadi dalam berbagai bentuk kejadian seperti pencurian, pemerkosaan, pembunuhan, korupsi dan lain sebagainya. Para pelaku tindak kriminal pun berasal dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum, pejabat, artis, bahkan orang-orang yang bekerja dalam lingkup hukum (polisi, hakim, jaksa) pun ada yang melakukan tindakan kriminal.
Dari sekian banyak pelanggaran hukum yang terjadi dan diberitakan oleh banyak media, pembunuhan merupakan tindakan kriminal yang paling keji dan tergolong dalam kejahatan terberat menurut UU no 26 tahun 2000 yaitu kejahatan kemanusiaan yang salah satu jenisnya adalah pembunuhan. Kejahatan kemanusiaan didefinisikan oleh UU no 26 tahun 2000 adalah dilakukannya perbuatan menyerang (attack) yang bersifat melanggar perikemanusiaan dan hukum, yang mengakibatkan penderitaan yang berat, atau cedera berat bagi tubuh atau mental atau kesehatan fisik. Oleh karena itu pembunuhan yang dilakukan dengan disengaja, tidak disengaja maupun pembunuhan yang dilakukan untuk membela diri bagi pelanggarnya akan mendapat hukuman yang berat yaitu sekurang-kurangnya adalah hukuman penjara (masa hukuman diputuskan hakim berdasarkan jenis pembunuhannya) dan hukuman maksimalnya adalah hukuman mati yang kesemuanya diatur dalam pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Membunuh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) didefinisikan sebagai menghilangkan (menghabisi, mencabut) nyawa seseorang. Menghilangkan nyawa seseorang seperti yang dikatakan dalam UU no 26 tahun 2000 adalah pelanggaran terhadap kemanusiaan. Berdasarkan definisi dari membunuh, dapat diketahui bahwa membunuh merupakan salah satu bentuk dari tindakan agresif dari individu. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan sifat-sifat dasar yang dimiliki manusia sebagai mahluk yang berakhlak mulia dan memiliki hati nurani.
keluarga dan masyarakat. Berdasarkan faktor keluarga, dikatakan bahwa keluarga dapat menyebabkan anak berperilaku agresif. Hal tersebut dapat terjadi diantaranya apabila orang tua menerapkan disiplin yang tidak konsisten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Selain itu sikap permisif dari orang tua juga dapat memberikan pengaruh pada perilaku anak. Sikap permisif orang tua biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap. Orang tua yang keras dan penuh tuntutan. Orang tua yang gagal memberikan hukuman sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak. Orang tua kurang memonitor dimana anak – anak berada. Orangtua yang kurang memberi aturan. Tingkat komunikasi verbal yang rendah. Gagal menjadi model yang baik. Ibu yang depresif dan mudah marah.
kritikan dan sanjungan dari masyarakat juga mempengaruhi perilaku dari individu.
Bila ditinjau dari teori psikologi perkembangan, yaitu teori ekologi Bronfenbrenner (dalam Lemme, 1995), dalam berjalannya perkembangan manusia terdapat sistem-sistem lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan dari seorang anak menuju kedewasaan, baik yang sifatnya mendukung maupun mengekang perkembangan. Seorang individu dapat terbentuk dari lingkungan yang mereka tempati. Lingkungan tersebut terbagi dalam lima sistem antara lain mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem dan kronosistem. Dalam menganalisis peneliti hanya menggunakan satu sistem yaitu mikrosistem. Hal ini dilakukan karena sistem tersebut berkaitan langsung dengan subjek. Di dalam mikrosistem, orang lain (agen sosial) secara langsung mempengaruhi subjek melalui peran, kegiatan dan hubungan yang dilakukan.
nilai kehidupan yang diberikan keluarga. Dalam hal ini, keluarga merupakan faktor penentu seorang individu menentukan pilihannya.
Sedangkan lingkungan sekitar mempunyai pengaruh besar karena membantu individu tersebut untuk mempengaruhi pilihannya. Apabila seorang individu berada dalam lingkungan dimana mampu memberikan perasaan nyaman maka individu tersebut akan betah untuk tinggal di dalamnya. Bahkan dapat terjadi kegiatan, aktifitas dan tujuan hidup pada tiap – tiap individu mampu mempengaruhi individu lainnya. Dalam hal ini, kebiasaan individu lain maupun aktifitas yang dilakukannya menyebabkan individu dapat terpengaruh. Apabila individu tindak mempunyai pondasi kuat dalam bersosialisasi akan lebih mudah terpengaruh. Individu merasa bahwa komunitas mampu menyediakan rasa bebas dan nyaman. Hal tersebut diatasLingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan.
Dalam penelitian ini pembunuh yang dijadikan subjek penelitian adalah narapidana kasus pembunuhan. Definisi narapidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana. Dengan kata lain narapidana dihukum karena telah melakukan tindak pidana atau kejahatan dan telah dibuktikan dalam proses pengadilan. Pelanggar hukum yang sudah divonis oleh hakim sebagai narapidana kemudian ditempatkan di lembaga pemasyarakatan atau yang kita kenal dengan sebutan LAPAS atau LP untuk dibina di dalamnya.
definisi tahanan adalah orang yang ditahan karena dituduh melakukan tindak pidana atau kejahatan. Kata “dituduh” berarti dikenai tuduhan dan perlu suatu proses penyidikan untuk membuktikannya. Seseorang dengan status tahanan akan menghuni rumah tahanan negara atau yang sering disebut RUTAN selama proses persidangan menunggu vonis hakim. Jika tahanan tersebut terbukti bersalah maka statusnya akan berubah menjadi narapidana dan akan menghuni lembaga pemasyarakatan, sedangkan jika tahanan tersebut tidak terbukti bersalah maka ia akan bebas.
Untuk mengetahui bagaimana seseorang individu melakukan suatu perilaku tertentu maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh agen sosial dalam mikrosistem (melalui peran, hubungan dan kegiatan yang dilakukan oleh agen sosial) pada narapidana kasus pembunuhan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran peran, kegiatan dan hubungan agen sosial dalam mikrosistem pada narapidana kasus pembunuhan?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, mengenai gambaran pengaruh agen sosial (dilihat dari peran, kegiatan dan hubungan agen sosial) dalam mikrosistem, baik sebagai penelitian lanjutan maupun penelitian lain secara lebih teliti dan menyeluruh dengan subjek narapidana kasus pembunuhan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi baru tentang narapidana, sehingga pada saat mereka berbaur kembali dalam masyarakat, masyarakat mampu membuka diri terhadap keberadaan mereka dan mampu melibatkan mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini diharapkan mampu membuka wacana baru mengenai narapidana kasus pembunuhan sehingga masyarakat mampu melihat sisi positif dari narapidana kasus pembunuhan tersebut.
c. Bagi lembaga pemasyarakatan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memberi pembinaan pada narapidana khususnya bagi narapidana kasus pembunuhan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Ekologi
Urie Bronfenbrenner mengajukan sebuah pandangan bahwa lingkungan mempunyai pengaruh yang kuat bagi perkembangan individu. Lingkungan membantu membentuk pribadi individu sesuai dengan apa yang mereka alami atau rasakan. Teori ekologi mengakui kontribusi dari faktor genetik, disamping itu secara bersamaan juga menekankan interaksi individu dengan sistem lingkungan (Lemme, 1995). Brofenbrenner memiliki pandangan yang meluas tentang lingkungan. Dimana individu terlibat dalam interaksi tatap muka dengan nilai dan sikap, ideologi, juga budaya. Perubahan dalam satu elemen, memberikan pengaruh pada elemen lain. Jadi apabila ingin mempelajari perilaku, kita harus memahami interaksi antara individu dengan lingkungan.
Teori ekologi menggambarkan tentang sistem-sistem lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan individu. Menurut Urie Brofenbrenner (dalam Papalia, 2008) perkembangan terjadi melalui proses interaksi yang regular, aktif, dua arah antara individu dengan lingkungan sehari-harinya. Orang lain atau yang sering disebut agen sosial dalam sistem-sistem lingkungan tersebut dapat mempengaruhi perkembangan individu melalui karakteristik biologis, psikologis, bakat, kemampuan serta temperamen. Setiap agen sosial memiliki peran untuk mempersiapkan individu dalam dua hal,
yaitu meneruskan nilai-nilai budaya, moral, tingkah laku, sikap dan peran individu, namun disisi lain juga mempersiapkan individu untuk berubah menjadi dewasa yang kompeten dan bertanggung jawab. Sistem-sistem lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan individu tersebut menurut Bronfenbrenner (dalam Lemme, 19595), antara lain adalah :
1. Mikrosistem
Mikrosistem adalah tingkat paling dalam dari lingkungan. Ini mencakup susunan langsung dimana individu yang sedang berkembang berinteraksi secara langsung dengan orang-orang (agen-agen sosial). Misalnya seperti orang tua, saudara kandung, tetangga. Mikrosistem, akan dibahas lebih detil dalam pokok bahasan yang selanjutnya
2. Mesosistem
Mesosistem adalah hubungan antara beberapa mikrosistem. Contohnya adalah kemampuan dari individu untuk berfungsi secara efektif pada pekerjaan dipengaruhi oleh keterkaitan antara pekerjaan dan rumah. Pekerjaan dan rumah masing-masing adalah mikrosistem, hubungan antara keduanya dan efek yang mereka miliki satu sama lain adalah bagian dari mesosistem. Stress dan konflik di rumah kemungkinan dapat mengurangi performa kerja, sementara dukungan di rumah dapat meningkatkan perfoma kerja. Contoh lainnya adalah stress di tempat kerja dapat menambah stress pada kehidupan keluarga, dan lain sebagainya.
susunan-susunan yang terkait dengannya, maka mesosistem dari individu akan bertambah. Contohnya, ketika seseorang menikah atau menjadi orangtua, aspek kehidupan seseorang lainnya terpengaruh, atau misalnya seseorang berganti pekerjaan atau pensiun.
3. Ekosistem
Eksosistem tercipta dari sebuah susunan - susunan dimana individu tidak berperanserta secara aktif, tetapi dapat mempengaruhi individu tersebut. Contohnya adalah lingkungan kerja para karyawan dapat terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi pada rapat dewan dimana mereka tidak terlibat. Dimana dalam rapat tersebut terdapat keputusan untuk mengurangi karyawan. Peristiwa tersebut memiliki pengaruh pada kehidupan rumah tangga karyawan. Hal tersebut menyebabkan suami atau istri mungkin terpengaruh sekali oleh pengalaman rekannya di tempat kerja.
4. Makrosistem
5. Kronosistem
Kronosistem adalah serangkaian peristiwa-peristiwa dalam lingkungan yang terjadi karena perubahan waktu. Misalnya dalam tahapan perkembangan seseorang terdapat rata – rata usia pernikahan yang mundur, dulu rata – rata usia pernikahan sekitar an, sekarang akhir 20-an.
B. Mikrosistem
1. Pengertian Mikrosistem
Berdasarkan teori ekologi Bronfenbrenner, mikrosistem adalah sistem lingkungan yang pertama. Menurut Bronfenbrenner mikrosistem adalah sebuah pola kegiatan, peran dan hubungan dalam sebuah lingkungan seperti rumah, sekolah, tempat kerja atau lingkungan tempat tinggal, dimana seseorang berfungsi dengan dasar rutinitas dan langsung mengalaminya (Papalia, 2008). Mikrosistem merupakan sistem yang terdekat dengan individu dimana individu terlibat secara langsung dalam interaksi dua arah dengan orang lain dalam basis kehidupan sehari-hari dan menjadi agen sosial. Pada sistem ini individu bukan merupakan penerima pasif pengalaman-pengalaman yang terjadi melainkan individu membantu membangun pengalaman-pengalaman tersebut.
meneruskan nilai-nilai budaya, moral, tingkah laku, sikap dan peran individu dalam masyarakat. Melalui peran dari agen sosial tersebut diharapkan individu dapat menjadi dewasa yang kompeten dan bertanggung jawab dalam masyarakat. Individu memiliki kemampuan menyerap nilai-nilai yang diperlihatkan oleh agen sosial. Nilai-nilai tersebut antara lain seperti cara bicara, cara bereaksi terhadap lingkungan sampai pada cara-cara berperilaku. Individu membangun reaksi emosionalnya dengan memperhatikan bagaimana cara-cara orang di sekitarnya bereaksi secara emosional pada situasi-situasi terentu. Bronfenbrenner (dalam Lemme, 1995) juga mengatakan bahwa agen-agen sosial saling berinteraksi timbal balik dan saling mempengaruhi. Apabila agen sosial memberikan pengaruh negatif maka individu akan menyerap dan memberikan pengaruh negatif juga pada orang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan mikrosistem ini merupakan sistem yang paling penting dalam peletakan dasar kepribadian seseorang.
2. Dimensi Dalam Mikrosistem
Menurut Bronfenbrenner (dalam Salkind, 2004) setiap Mikrosistem memiliki tiga dimensi yang berbeda. Tiga dimensi dalam mikrosistem tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
b. Hubungan antara individu dengan agen sosial. Hubungan menurut KBBI adalah ikatan atau pertalian keluarga, persahabatan, dan sebagainya.
c. Kegiatan dari agen-agen sosial dari mikrosistem. Kegiatan menurut KBBI adalah aktivitas yang dilakukan.
3. Agen-Agen Sosial Dalam Mikrosistem
Menurut Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2002) Mikrosistem adalah latar dimana individu hidup. Mikrosistem yang akan dibahas dalam penelitian ini terdiri dari keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Dalam mikrosistem terdapat agen-agen sosial yang diharapkan dapat mempersiapkan individu menjadi dewasa yang kompeten dan bertanggung jawab. Agen-agen sosial di dalam keluarga dan lingkungan tempat tinggal antara lain adalah sebagai berikut :
a. Orang tua
Interaksi individu yang pertama adalah dengan orang tua, yaitu dengan ayah dan ibunya. Menurut KBBI orang tua adalah ayah dan ibu kandung.
b. Saudara Kandung
c. Tetangga
Saat individu bertumbuh lebih dewasa, individu akan melakukan interaksi dengan lebih banyak orang dan lebih banyak tempat. Individu akan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitar tempat tinggalnya atau yang disebut dengan tetangga. Tetangga menurut KBBI adalah orang yang tempat tinggalnya berdekatan atau sebelah-menyebelah.
4. Peran Agen Sosial
a. Peran Orang tua
Orang tua diharapkan dapat mempersiapkan individu menjadi dewasa yang kompeten dan bertanggung jawab. Menurut Syamsu Yusuf (2009), orang tua adalah pembina pribadi yang pertama bagi anak dan merupakan tokoh yang diidentifikasi atau ditiru anak, sebaiknya orang tua memiliki kepribadian yang baik. Orang tua memiliki tugas untuk menanamkan nilai-nilai, kepercayaan, sikap, pengetahuan dan kemampuan yang dianut masyarakat pada anaknya.
Keluarga merupakan pengalaman pertama anak dalam berinteraksi sosial. Menurut Syamsu Yusuf (2009), orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis dengan anak. Hubungan orang tua dengan anak sebaiknya harmonis, penuh perhatian, kasih sayang dan menyediakan keamanan emosional pada anak. Orang tua memiliki tugas untuk memberi dukungan emosional kepada anak.
Berdasarkan tugas-tugas dari orang tua diatas menurut (Santrock, 2007 dan Yusuf 2009), peran orang tua diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Pendidik, yaitu orang tua mendidik anaknya. Mendidik menurut KBBI adalah memberi latihan, ajaran, pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Misalnya orang tua mengajarkan anak untuk beribadah, disiplin, memiliki waktu belajar di rumah.
2) Pengasuh, yaitu orang tua mengasuh anak. Mengasuh menurut KBBI adalah memberi bimbingan, bantuan, latihan supaya mampu melakukan sendiri. Misalnya orang tua melatih anak balitanya supaya dapat berjalan sendiri.
b. Peran Saudara kandung
Saudara kandung diharapkan dapat mempersiapkan individu menjadi dewasa yang kompeten dan bertanggung jawab. Diharapkan dalam hubungan persaudaraan terdapat kedekatan emosi (Lee, Mancini, dan Maxwell, 2001). Kedekatan emosi termasuk adanya rasa ingin berbagi pengalaman, kepercayaan, perhatian dan perasaan sedang dalam hubungan tersebut Scott (2001). Tugas saudara kandung ini, diwujudkan dalam peran saudara kandung yaitu pemberian dukungan emosional. Dukungan emosional menurut Sarafino (1998) adalah bentuk dukungan yang membuat individu merasa nyaman, yakin, diperlukan, dicintai sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.
c. Peran Tetangga
fungsi dalam memberikan pengaruh yang baik dalam perkembangan individu melalui nilai-nilai, norma, aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut. Fungsi tetangga tersebut diwujudkan dalam peran tetangga yaitu :
1) Penanaman nilai sosial, yaitu tetangga menanamkan nilai-nilai sosial pada individu. Nilai sosial menurut Hendropuspito adalah segala sesuatu yang dihargai oleh masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia. Misalnya nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan lain sebagainya.
2) Penolong, yaitu tetangga menolong individu. Menolong menurut KBBI adalah membantu untuk meringankan beban (penderitaan kesukaran, dsb) dan membantu supaya dapat melakukan atau supaya terlepas dari bahaya. Misalnya tetangga memberikan bantuan berupa uang pada individu yang sedang sakit parah.
Misalnya masyarakat tidak menyukai orang yang minum minuman keras, sehingga individu tidak akan melakukan hal tersebut di lingkungan masyarakat karena takut terhadap konsekuensinya, misalnya dikucilkan, ekstremnya diusir dan lain sebagainya.
5. Hubungan Individu Dengan Agen Sosial
Hubungan antara individu dengan agen sosial dapat mempengaruhi perkembangan individu Bronfenbrenner (dalam Salkind, 2004). Hubungan antara subjek dengan agen sosial sebaiknya dibina secara baik, bertahan lama dan positif. Hubungan interpersonal antara individu dengan agen sosial dapat dilihat dari :
1) Taraf kelima, adalah basa-basi. Ini merupakan taraf komunikasi paling dangkal. Biasanya terjadi antara dua orang yang bertemu secara kebetulan. Biasanya terjadi antara dua orang, yang bertemu secara kebetulan.
2) Taraf keempat, yakni membicarakan orang lain. di sini orang sudah mulai saling menanggapi, namun tetap masih pada taraf dangkal, khususnya belum mau berbicara tentang diri masing-masing. 3) Taraf ketiga adalah menyatakan gagasan dan pendapat. Kita sudah
mau saling membuka diri. Namun, pengungkapan diri tersebut masih terbatas pada taraf pikiran.
4) Taraf kedua adalah taraf hati atau perasaan. Ada yang mengatakan bahwa emosi atau perasaan adalah unsur yang membedakan orang yang satu dari yang lain.
yang hampir sempurna. Hubungan puncak yang sempurna tentu saja nyata terjadi diantara suami istri.
b. Kegiatan yang sering dilakukan bersama oleh individu dengan agen sosial. Kegiatan yang dilakukan sebaiknya kegiatan yang baik atau positif. Kegiatan menurut KBBI adalah aktivitas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang.
6. Kegiatan Agen Sosial
Menurut Bronfenbrenner (Salkind, 2004), agen-agen sosial mempengaruhi perkembangan individu dari sikap dan perilaku yang ditunjukkan. Kegiatan menurut KBBI adalah aktivitas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Kegiatan agen sosial sehari-hari yang diperlihatkan dan diperhatikan oleh subjek, dapat mempengaruhi perkembangan individu. kegiatan yang dilakukan oleh agen sosial sebaiknya adalah kegiatan yang baik atau positif. Kegiatan dari agen sosial dilihat dari setting rumah, tempat kerja dan lingkungan sekitar.
C. Narapidana Kasus Pembunuhan
1. Pengertian Narapidana
Definisi narapidana juga dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan status hukumnya, narapidana adalah orang yang dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan karena telah dijatuhi pidana dengan perampasan kemerdekaan (Kamus Peristilahan Hukum dalam Praktek, 1985).
Dalam seminar kriminologi ke-1 di Semarang tahun 1968, didapat suatu pengertian narapidana berdasar perlakuan yang dikenakan kepadanya. Berdasarkan hal tersebut pengertian narapidana adalah orang yang dipidana, hilang kemerdekaan serta menjalankan pidananya dalam lingkungan yang tertentu dan terbatas yang berakibat bermacam-macam derita (Dirdjosisworo, 1984).
Berdasarkan hakekatnya sebagai manusia, narapidana merupakan seorang manusia anggota masyarakat yang dipisahkan dari induknya (dalam hal ini adalah masyarakat), selama waktu tertentu itu ia diproses dalam lingkungan tempat tertentu dengan tujuan, metode dan sistem pemasyarakatan. Pada saatnya, narapidana itu akan kembali menjadi manusia anggota masyarakat yang baik dan taat hukum (Poernomo, 1986).
Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa narapidana adalah seseorang yang telah terbukti melakukan tindak pidana dan dalam pengadilan orang tersebut dijatuhi hukuman, selanjutnya pengadilan mengirim orang tersebut ke dalam Lembaga Pemasyarakatan.
2. Narapidana Kasus Pembunuhan
Definisi membunuh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menghilangkan (menghabisi, mencabut) nyawa seseorang, sedangkan pembunuhan didefinisikan sebagai proses atau cara atau perbuatan membunuh dan orang yang melakukan pembunuhan atau alat yang digunakan untuk membunuh disebut sebagai pembunuh.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa narapidana kasus pembunuhan adalah seseorang yang telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan dan dalam pengadilan orang tersebut dijatuhi hukuman sesuai ketentuan/pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana pembunuhan, selanjutnya pengadilan mengirim orang tersebut ke dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat beberapa ketentuan yang mengatur mengenai tindak pidana pembunuhan, yaitu yang tercantum dalam pasal-pasal berikut ini :
a. Pasal 338 mengatur mengenai pembunuhan biasa, dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 15 tahun penjara.
c. Pasal 340 mengatur mengenai pembunuhan berencana dengan ancaman pidana setinggi-tingginya pidana mati atau seumur hidup atau 20 tahun penjara.
d. Pasal 341 mengatur mengenai pembunuhan bayi / anak biasa, dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 7 tahun penjara.
e. Pasal 342 mengatur mengenai pembunuhan bayi berencana, dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 9 tahun penjara.
f. Pasal 343 mengatur mengenai mengancam orang lain / selain ibu yang terlibat pembunuhan bayi dengan ancaman pidana setinggi-tingginya sama dengan 338 atau 340.
g. Pasal 344 mengatur mengenai euthanasia dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 12 tahun penjara.
h. Pasal 345 mengatur mengenai mendorong orang lain bunuh diri, dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 4 tahun penjara.
i. Pasal 346-349 mengatur mengenai aborsi, dengan ancaman pidana setinggi-tingginya antara 4 - 12 tahun penjara.
j. Pasal 351 ayat 3 mengatur mengenai penganiayaan biasa yang mengakibatkan matinya orang, dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 7 tahun penjara.
l. Pasal 354 ayat 2 mengatur mengenai penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya orang, dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 10 tahun penjara.
m. Pasal 355 ayat 2 mengatur mengenai penganiayaan berat berencana yang mengakibatkan matinya orang, dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 15 tahun penjara.
n. Pasal 359 mengatur mengenai kelalaian yang mengakibatkan matinya orang, dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 5 tahun penjara atau satu tahun kurungan.
Setelah mendapat putusan hakim dalam pengadilan sesuai tindak pidana yang dilakukan, maka narapidana kasus pembunuhan dikirim ke Lembaga Pemasyarakatan untuk menjalani masa hukumannya dan mendapatkan pembinaan yang bertujuan mempersiapkan subjek untuk kembali hidup bermasyarakat.
3. Lembaga Pemasyarakatan
Pada perkembangannya terjadi beberapa pembaruan sistem pemenjaraan yang puncaknya terjadi ketika diselenggarakan konferensi dinas para pimpinan kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 di Lembang Bandung. Hasilnya adalah nama penjara diubah menjadi Lembaga pemasyarakatan (LP) dan nama Kepala Kepenjaraan diubah menjadi Direktorat Jendral Pemasyarakatan di bawah Departemen Kehakiman.
Lembaga pemasyarakatan sendiri sebenarnya merupakan lembaga yang berfungsi sebagai tempat proses pembinaan narapidana dengan asas Pancasila, serta memandang narapidana sebagai makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat (asas kemanusiaan yang bersifat universal). Konsep tersebut bertujuan untuk mencegah dan memperbaiki penjahat dengan menggunakan system pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan merupakan suatu kegiatan perlakuan untuk mewujudkan upaya pelaksanaan pidana pemasyarakatan terhadap narapidana.
Menurut Gunakarya (1988), terdapat macam-macam pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai berikut : a. Pembinaan kepribadian, meliputi kesadaran beragama, kesadaran
b. Pembinaan Kemandirian, meliputi ketrampilan yang mendukung usaha industri kecil yaitu bahan mentah, hingga setengah jadi. Keterampilan sesuai bakat.
Hasil pembinaan yang diharapkan adalah munculnya manusia yang sesuai dengan lingkungan masyarakat atas dasar semangat pembaharuan pidana penjara (Poernomo, 1986). Dalam penetapan SK Mentri Kehakiman RI no. JS. 4/6/3 Tahun 1997 ditetapkan klasifikasi lembaga pemasyarakatan dan Balai Bispi (Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak) dalam kelompok kelas I, kelas II dan kelas III berdasarkan besar dan kecilnya areal bangunan gedung dan kapasitas kepadatan penghunian narapidana yang ditampung.
Dalam Lembaga Pemasyarakatan, sistem perlakuan yang diberikan berasas pada upaya untuk mengembalikan narapidana menjadi anggota keluarga dan anggota masyarakat lingkungannya serta menyedarkan narapidana untuk bisa menyesuaikan dirinya dengan masyarakat yang produktif. Adapun tahap-tahap pelaksanaan pidana pada narapidana adalah sebagai berikut :
b. Tahap kedua, berlangsung antara sepertiga sampai setengah dari masa pidana sebenarnya. Tahap ini disebut pula tahap pembinaan. Sebelumnya Tim Pengamat Pemasyarakatan akan menilai kemajuan narapidana sebelum sampai pada tahap pembinaan ini.
c. Tahap ketiga (Asimilasi), proses pembinaan sudah dijalani setengah dari masa pidana sebenarnya. Apabila Tim Pengamat Pemasyarakatan menilai bahwa sudah ada kemajuan secara positif, maka proses pembinaannya diperluas. Narapidana mempunyai kesempatan berasimilasi dengan masyarakat luas tetapi masih diawasi dan dibimbing petugas Lembaga Pemasyarakatan.
d. Tahap keempat (Integrasi), bila proses pembinaan telah dijalani duapertiga dari masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya Sembilan bulan maka kepada narapidana yang bersangkutan bisa diberikan lepas bersyarat. Pengusulan lepas bersyarat dilakukan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan. Pada tahap ini tempat proses pembiaan berupa masyarakat luas. Pengawasan dan bimbingan menjadi lebih berkurang (Soemadi Pradja dan Atmasasmita, 1979).
Keempat tahap tersebut tidak selalu dialami oleh narapidana. Hal itu tergantung pada penilaian yang diberikan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan.
a. Pemidanaan bertujuan untuk : 1) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. 2) Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna, serta mampu untuk bermasyarakat. 3) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, mengembalikan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat, serta 4) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
b. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk membuat terpidana menderita dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Di Indonesia konsep pidana Pemasyarakatan dan pelaksanaannya berdasarkan asas kemanusiaan yang bersifat universal. Tujuannya adalah untuk mencegah dan memperbaiki penjahat dengan menggunakan sistem pemasyarakatan.
4. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta adalah unit pelaksana teknis di bidang pemasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Yogyakarta.
D. Mikrosistem Narapidana Kasus Pembunuhan
Bawengan, 1991), dipandang dari psikologis pelanggar hukum ditentukan sejak lahir. Pelanggar hukum lahir dengan tipe tertentu yang mentakdirkan dia menjadi pelanggar hukum / sekurang-kurangnya memberi bakat. Tipe tersebut yaitu : tengkorank yang asimetris, dagu yang memanjang, hidung pesek, janggut jarang, dan mudah merasa sakit.
Menurut Moyer (dalam Latifah, 1994) bahwa keadaan biologis pada individu, yaitu kondisi keseimbangan hormon dan zat kimia yang mengendalikan proses tubuh, dapat menyebabkan tindakan anti sosial. Apabila terjadi ketidak seimbangan pada hormon tertentu akan membuat sistem kepribadian menjadi rentan/peka terhadap salah satu situasi yang membangkitkan serangan.
Pandangan Sosiologis menyebutkan bahwa pelanggaran hukum lebih disebabkan oleh kemiskinan, diskriminasi ras dan norma lama tentang perilaku yang cenderung dikesampingkan. Selain hal itu, hidup dalam lingkungan penjahat/masyarakat yang menganggap perilaku melanggar hukum adalah hal wajar dan biasa.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku melanggar hukum dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Faktor biologis, bentuk tubuh dan kromosom tertentu mengendalikan hereditas dan memungkinkan individu melakukan pelanggaran hukum. b. Faktor sosiologis, pelanggaran hukum disebabkan oleh kemiskinan,
diskriminasi, pengesampingan norma lama, serta hidup dalam lingkungan yang menganggap bahwa pelanggaran hukum adalah hal yang biasa. c. Faktor psikologis, kepribadian yang adekuat serta gangguan mental
tertentu akan memunculkan perilaku melanggar hukum.
Sedangkan menurut Bronfenbrenner dalam teori Ekologinya mengapa seseorang melakukan perilaku atau tindakan tertentu termasuk di dalamnya adalah membunuh disebabkan karena pengaruh dari sistem-sistem dimana individu tersebut tinggal atau yang disebut dengan sistem-sistem lingkungan yang mempengaruhi proses perkembangan individu tersebut. Sistem-sistem tersebut antara lain adalah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem dan kronosistem.
Melalui peran dari agen sosial tersebut diharapkan individu dapat menjadi dewasa yang kompeten dan bertanggung jawab dalam masyarakat. Individu memiliki kemampuan menyerap nilai-nilai yang diperlihatkan oleh agen sosial. Individu membangun reaksi emosionalnya dengan memperhatikan bagaimana cara-cara orang di sekitarnya bereaksi secara emosional pada situasi-situasi terentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan Mikrosistem ini merupakan sistem yang paling penting dalam peletakan dasar kepribadian seseorang.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang termasuk dalam penelitian deskriptif – kualitatif. Penelitian ini akan dapat menjelaskan suatu realitas sosial dengan segala kompleksitasnya secara lebih dalam dan menyeluruh. Rakhmat (1993) menjelaskan bahwa metode deskriptif bertujuan mengidentifikasi masalah, memeriksa gejala yang ada dengan mengumpulkan informasi aktual secara rinci. Sedangkan penelitian kualitatif menurut Poerwandari (2001) dapat mengungkapkan kompleksitas suatu realitas yang hendak diteliti dengan penjelasan elaborative sehingga suatu penelitian dapat dipahami kedalaman, makna dan interpretasi terhadap suatu fenomena secara utuh. Dengan menggunakan metode ini, penelitian mengenai gambaran Mikrosistem dari seseorang yang menjadi narapidana pembunuhan menurut teori Ekologi Bronfenbrenner akan dapat dijelaskan secara lebih mendalam dan utuh.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan dua orang subjek, yaitu narapidana kasus pembunuhan yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta. Poerwandari (2001) menyebutkan bahwa karakteristik diarahkan pada kasus-kasus tipikal sesuai masalah penelitian, bukan diarahkan pada
jumlah sampel yang besar. Pemilihan subjek pada penelitian ini dilakukan dengan berdasar kriteria tertentu atas berlandaskan teori yang sesuai dengan tujuan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar subjek penelitian dapat mewakili fenomena yang akan diteliti. Kriteria pengambilan subjek penelitian adalah sebagai berikut :
1. Narapidana kasus pembunuhan
Subjek dalam penelitian ini adalah seseorang yang sudah dinyatakan melakukan pelanggaran hukum oleh hakim dan berstatus hukum sebagai narapidana kasus bukan tahanan yang sedang menunggu vonis hakim. Alasannya adalah bahwa penelitian ini bertujuan untuk melihat Mikrosistem dari individu yang sudah pasti melakukan tindak pidana pembunuhan dimata hukum dan sudah dijatuhi vonis oleh hakim. Sedangkan tahanan statusnya masih menunggu vonis hakim dan belum tentu individu tersebut terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan.
2. Laki - laki
Subjek pada penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut diambil dengan alasan bahwa jumlah narapidana kasus pembunuhan yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah narapidana kasus pembunuhan yang berjenis kelamin wanita.
C. Definisi Operasional
Dimensi dari mikrosistem antara lain adalah peran, hubungan dan kegiatan dari agen sosial. Agen sosial didefinisikan sebagai orang lain yang berada dalam lingkup mikrosistem, dalam penelitian ini lingkup mikrosistem yang akan dilihat adalah keluarga dan lingkungan sekitar. Keluarga terdiri dari orang tua dan saudara kandung, lingkungan sekitar terdiri dari tetangga sebagai agen sosialnya. Dimana dalam penelitian ini akan dibahas mengenai peran, hubungan dan kegiatan dari agen sosial sejak dari subjek lahir hingga berusia tujuh belas tahun. Hal tersebut dikarenakan pada usia tersebut subjek masih tinggal bersama dan berada dalam pengawasan orang tua.
Sedangkan narapidana kasus pembunuhan didefinisikan sebagai seseorang yang telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan dan dalam pengadilan orang tersebut dijatuhi hukuman sesuai ketentuan atau pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana pembunuhan, selanjutnya pengadilan mengirim orang tersebut ke dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Maka mikrosistem dari narapidana kasus pembunuhan didefinisikan sebagai peran, hubungan dan kegiatan yang dilakukan oleh orang lain dalam lingkup keluarga dan lingkungan sekitar pada narapidana kasus pembunuhan.
D. Metode Pengumpulan Data
bentuk tanya-jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Wawancara kualitatif digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tertentu (Banister dkk., dalam Poerwandari, 1998, 72).
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum. Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian, peneliti harus memikirkan bagaimana pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung (Poerwandari, 1998 : 73). Wawancara terbuka memungkinkan munculnya data yang barang kali tidak dibayangkan sebelumnya, memungkinkan responden memberikan jawaban bebas yang bermakna baginya, tanpa harus memberikan pilihan kondisi dan jawaban yang tidak sesuai dengan konteks kehidupannya (Poerwandari, 1998 : 32).
pembicaraan itu untuk diperbaiki, diubah atau ditambah sesuai persetujuan responden.
E. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara disusun berdasarkan teori Ekologi Bronfenbrenner, mengenai Mikrosistem dari seorang individu. Dalam penelitian ini akan diungkap mengenai peran, hubungan dan kegiatan dari agen-agen sosial dalam Mikrosistem, diantaranya adalah : keluarga, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan tempat kerja dari individu.
Tabel 1. Pedoman Wawancara
No. Jenis Mikrosistem Pertanyaan
1. Keluarga :
Peran Orang tua (PO) : 1. PO 1 : Pendidik 2. PO 6 : Pengasuh 3. PO 7 : Pelindung
Hubungan orang tua dengan anak (H. S – O) : 1. H. S – O 1 : Komunikasi interpersonal
2. H. S – O 2 : Kegiatan yang sering dilakukan bersama
a. Ayah dan Ibu (Orang tua)
Kegiatan sehari – hari orang tua (KO) : 1. KO 1 : di tempat kerja
2. KO 2 : di lingkungan sekitar Peran saudara kandung (PSK) :
1. PSK 1 : Pemberian dukungan emosional Hubungan Subjek dengan Saudara Kandung (H. S – SK) :
1. H S – SK 1 : Komunikasi Interpersonal 2. HS – SK 2 : Kegiatan yang sering dilakukan
bersama b. Saudara Kandung
2. Lingkungan tempat tinggal
Peran tetangga (PT) :
1. PT 1 : Penanaman nilai – nilai sosial 2. PT 2 : Penolong
3. PT 3 : Kontrol sosial
Hubungan Subjek dengan Tetangga (H. S – T) : 1. H. S – T 1 : Hubungan interpersonal
2. H. S – T 2 : Kegiatan yang sering dilakukan bersama
a. Tetangga
Kegiatan Tetangga (KT) :
1. KT 1 : Kegiatan Tetangga di lingkungan sekitar
F. Teknik Analisis Data
Pembahasan dalam penelitian ini menekankan pada analisis-analisis kualitatif deskriptif. Langkah-langkah analisis data yang dilakukan adalah : 1. Membuat transkip verbatim atas hasil wawancara. Hal ini dilakukan
dengan mendengarkan rekaman hasil wawancara secara seksama, kemudian menuliskan tiap kata yang muncul dalam suatu kertas. Agar lebih efektif, hasil wawancara yang relevan saja dengan penelitian yang dituliskan di transkip verbatim. Pada kertas tersebut diberi kolom kosong di kanan yang nantinya digunakan untuk menuliskan catatan-catatan. 2. Setelah verbatim dibuat, langkah selanjutnya adalah koding. Koding
3. Setelah koding selesai dikerjakan, kemudian dilakukan pembuatan tabel tabulasi koding. Tabel tabulasi koding, dibuat terpisah antara subjek satu dengan subjek dua.
4. Setelah kedua tabel tabulasi koding tersebut selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah menggabungkan kedua tabel tabulasi koding yang telah dibuat sebelumnya menjadi sebuah tabel tabulasi koding kedua subjek. 5. Melakukan interpretasi data dan melakukan pembahasan.
G. Kredibilitas Penelitian
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Persiapan awal yang dilakukan oleh peneliti adalah mencari referensi atau dasar teori yang akan digunakan untuk mengungkap hal yang hendak dicari dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini yaitu mengenai peran, hubungan dan kegiatan agen sosial dari narapidana. Setelah dasar teori ditemukan maka selanjutnya peneliti menyiapkan pedoman wawancara yang disesuaikan dengan hal yang hendak diungkap dengan tujuan agar apa yang dihasilkan dari penelitian ini sesuai dengan apa yang ingin diungkapkan atau sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.
Peneliti sudah melakukan rapport dengan subjek sebelum penelitian. Hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaan wawancara nantinya subjek tidak merasa canggung atau merasa tertekan dengan peneliti. Rapport juga mempunyai maksud agar subjek dapat memberikan jawaban yang sebenar-benarnya atas apa yang menjadi pertanyaan peneliti serta subjek dapat menceritakan keadaan diri subjek yang sesungguhnya tanpa merasa takut.
Pelaksanaan wawancara dimulai setelah peneliti selesai menyusun pedoman wawancara seperti penjelasan di atas, yang nantinya digunakan sebagai pedoman dalam melakukan wawancara dengan subjek. Pedoman
wawancara disusun berdasarkan atas hal yang akan diungkap dalam penelitian dan nantinya dapat memberikan gambaran yang lengkap dan aktual mengenai latar belakang seseorang menjadi narapidana.
2. Perijinan Penelitian
Proses mengurus penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengurus surat ijin penelitian dari sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang ditandatangani oleh Kaprodi Fakultas Psikologi dan ditujukan kepada Kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Yogyakarta.
b. Peneliti menyerahkan surat dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma tersebut kepada kepala Kantor Wilayah Koordiantor Urusan Pemasyarakatan di Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Wawancara dengan subjek di lakukan di dalam ruang staf Bidang Pembinaan Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan, Yogyakarta. Proses wawancara untuk pengambilan data adalah sebagai berikut:
a. Subjek 1
1) Wawancara 1
Hari, tanggal : Selasa, 2 Maret 2010 Pukul : 09. 00 – 11.30 WIB 2) Wawancara 2
Hari, tanggal : Rabu, 10 Maret 2010 Pukul : 09. 30 – 11.00 WIB 3) Wawancara 3
Hari, tanggal : Rabu, 17 Maret 2010 Pukul : 11.00 – 12.30 WIB b. Subjek 2
1) Wawancara 1
Hari, tanggal : Selasa, 2 Maret 2010 Pukul : 12. 00 – 14.00 WIB 2) Wawancara 2
Hari, tanggal : Rabu, 10 Maret 2010 Pukul : 11. 15 – 13.00 WIB 3) Wawancara 3
4. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum melakukan pengambilan data, maka peneliti melakukan kegiatan pra-penelitian, yaitu usaha mendapatkan gambaran mengenai latar belakang subjek penelitian dengan melakukan wawancara bersama staf Seksi Bimbingan Kemasyarakatan yang dalam penelitian ini berperan sebagai narasumber. Wawancara pendahuluan juga dilakukan kepada subjek penelitian.
Pengambilan data dengan wawancara dilakukan sealami mungkin, sesuai saran narasumber agar wawancara dilakukan secara spontan dan tidak terlalu formal dengan harapan narapidana selaku subjek penelitian bersedia menjawab setiap pertanyaan maupun mengungkapkan hal-hal yang dirasa perlu dalam proses pengumpulan data tanpa menimbulkan berbagai kecurigaan serta tetap menjaga privasi subjek.
Proses pengambilan data dilakukan beberapa tahap, agar mendapatkan data yang lengkap serta untuk mengkonfirmasikan data kepada responden, apakah data yang diperoleh peneliti benar-benar sesuai dengan keadaan keadaan responden.
Peneliti membawa kertas serta MP3 sebagai alat perekamnya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengambilan data. Peneliti melakukan wawancara dengan berpedoman pada guide interview yang telah dibuat sebelum wawancara dilakukan. Peneliti tidak mengalami kesulitan dalam melakukan wawancara.
5. Latar Belakang Subjek
a. Latar Belakang Subjek 1
Nama : MT alias T
Nama ayah kandung : P
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Usia masuk : 19 tahun
Pendidikan terakhir : SMP
Tanggal masuk : 11 – Juni – 2009
SK Perkara : PN Sleman 338 (Polres Sleman) Lama hukuman : 11 tahun penjara
mengajak korban berkelahi di lahan kosong. Akhirnya subjek dan korban pergi ke sebuah lahan kosong untuk berkelahi. Subjek yang terpengaruh minuman keras menjadi kalap dan memukuli korban dengan kayu hingga tewas.
Sejak kecil, subjek diasuh oleh kedua orang tuanya. Orang tua mencukupi kebutuhan makan dan pendidikan bagi subjek. Orang tua juga memberikan uang saku pada subjek meskipun tidak rutin. Saat subjek masih sekolah, subjek bekerja sampingan karena merasa kekurangan uang saku. Namun orang tua subjek tidak pernah tahu bahwa subjek memiliki pekerjaan sampingan saat masih bersekolah hingga menyebabkan subjek sering membolos.
Ayah subjek bekerja sebagai montir di bengkel motor milik sendiri. Ayah lebih sering berada di bengkel dari pada di rumah. Hampir setiap hari ayah tidur di bengkel dan pulang ke rumah setiap empat hari sekali. Ibu subjek pun sering menginap di bengkel untuk menemani ayah. Sementara subjek yang bekerja sebagai sopir jarang berada di rumah karena pekerjaannya. Hal tersebut menyebabkan subjek jarang bertemu dengan orang tuanya.
subjek. Namun sayangnya saat subjek kembali minum minuman keras dan orang tua mengetahuinya, mereka hanya diam saja. Orang tua juga mengetahui dan tidak menasehati subjek yang sering berkelahi dan berjudi.
Subjek tinggal di lingkungan sekitar yang didalamnya banyak terdapat orang yang melakukan hal – hal negatif. Misalnya minum minuman keras, berjudi dan berkelahi. Subjek yang setiap hari berinteraksi dengan tetangga di lingkungan sekitar pun kemudian ikut -ikutan minum minuman keras dan berjudi. Apabila subjek memiliki masalah dengan tetangganya, subjek menyelesaikan masalah tersebut dengan berkelahi.
b. Latar Belakang Subjek 2
Nama : IG Bin SG
Nama ayah kandung : SG Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Usia masuk : 35 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Tanggal masuk : 19 – Desember – 2008
SK Perkara : MA RI 339
Lama hukuman : 14 tahun penjara
tidak sepantasnya. Istri subjek menceritakan kejadian tersebut pada subjek. Kemudian mereka berdua merencanakan untuk melakukan pembalasan pada atasan tersebut. Subjek dan istri berangkat dari rumah membawa tas ransel yang berisi senjata tajam (golok). Sesampainya di TKP, istri subjek beralasan ingin menyelesaikan masalah dan berbicara di ruang kerja dengan atasan, sementara subjek menunggu di ruang tamu. Pada saat istri atasan menghidangkan minuman pada subjek, subjek menghabisi nyawa istri atasan. Atasan yang sedang berada di dalam, kaget mendengar teriakan istrinya lalu keluar, kemudian subjek membunuh atasan tersebut.
Sejak kecil subjek diasuh oleh kedua orang tuanya. Orang tua subjek selalu mencukupi kebutuhan subjek. Mulai dari kebutuhan makan, pendidikan hingga tempat tinggal. Pada saat subjek berkuliah di luar kota, orang tua memberikan biaya kost pada subjek. Orang tua selalu memberikan uang jajan secara rutin pada subjek. Bahkan pada saat subjek kehabisan uang dan minta kembali pun orang tua selalu memberikan. Pada saat subjek kuliah, subjek menyalahgunakan uang saku yang diberikan oleh orang tua. Subjek menggunakan uang sakunya tersebut untuk membeli narkoba.
karena ayah selalu pulang larut malam. Ibu subjek adalah ibu rumah tangga. Dalam kehidupan sehari – hari subjek lebih sering bertemu dengan ibunya.
Dalam kehidupan sehari-harinya, orang tua subjek banyak melakukan kekerasan terhadap subjek. Dalam mendidik, orang tua selalu menggunakan kekerasan dan ancaman-ancaman pada subjek. Misalnya seperti, apabila berkelahi akan mendapatkan hukuman. Apabila subjek melakukan kesalahan seperti misalnya berkelahi, minum minuman keras, merokok, membolos maka orang tua akan melakukan kekerasan pada subjek. Seperti memukul, mencambuk dan mengurung subjek.
Subjek tinggal di lingkungan sekitar dimana di dalamnya banyak orang yang melakukan hal – hal negatif. Misalnya seperti minum minuman keras dan berkelahi. Tetangga subjek mengajak subjek untuk ikut minum minuman keras dan subjek pun terpengaruh. Subjek pun sering melihat tetangganya berkelahi, sehingga subjek pun sering menyelesaikan permasalahan dengan perkelahian.
B. Hasil Penelitian
1. Subjek 1
a. Orang tua
apakah akan melakukannya atau tidak. Sedangkan ibu, saat subjek masih bersekolah memberi pengertian agar subjek memiliki waktu belajar di rumah. Tetapi sayangnya dalam hal kedisiplinan, orang tua tidak mengajarkan subjek untuk membiasakan diri bangun pagi. Orang tua juga tidak mengajarkan subjek untuk membantu pekerjaan orang tua di rumah dengan alasan karena subjek laki - laki.
Sebagai pendidik ayah pernah memukuli subjek dan ibu juga menasehati subjek saat mengetahui subjek minum minuman keras dengan tujuan agar subjek tidak mengulangi perbuatannya tersebut. Tetapi sayangnya setelah kejadian tersebut, orang tua tidak bereaksi apa pun apabila subjek kedapatan sedang minum minuman keras. Saat subjek bersikeras untuk berhenti sekolah, orang tua menasehati subjek namun nasehat yang diberikan kurang tepat. Orang tua menasehati agar subjek menyelesaikan sekolahnya namun apabila subjek memang berkeinginan untuk berhenti sekolah maka orang tua menyetujui keputusan subjek tersebut. Selain itu orang tua mengijinkan subjek mengendarai sepeda motor sedangkan subjek belum memiliki SIM.
juga tidak mengetahui bahwa subjek menggunakan Narkoba dan baru mengetahuinya ketika subjek dicari oleh pihak kepolisian.
Orang tua tidak memberi pengertian pada subjek bahwa sebagai seorang anak subjek harus mematuhi dan membantu pekerjaan orang tua di rumah. Orang tua juga tidak memberi pengertian pada subjek bahwa sebagai seorang pelajar yang baik subjek harus belajar dengan baik dan menyelesaikan sekolahnya. Berkaitan dengan agama yang dianut, orang tua tidak memberi pengertian pada subjek bahwa sebagai sebagai umat Islam subjek mempunyai kewajiban untuk menjalankan ibadah seperti sholat dan berpuasa. Dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, orang tua tidak memberi pengertian pada subjek bahwa sebagai anggota masyarakat subjek seharusnya berkelakuan baik sesuai yang diharapkan oleh masyarakat. Seperti halnya tidak minum minuman keras dan berkelahi.
Peran orang tua sebagai pelindung pada subjek pertama. Ayah pernah memberi perlindungan pada subjek namun sayangnya perlindungan tersebut kurang tepat. Saat subjek masih SD, subjek melempar pengendara motor dengan bola air plastik yang diisi air. Subjek lari ke rumah dan pengendara motor tersebut melaporkan pada pihak sekolah. Kemudian ayah subjek melindungi subjek dengan datang ke sekolah untuk memohon maaf dan menjelaskan bahwa kejadian tersebut tidak disengaja. Sedangkan ibu melindungi subjek saat menjadi buronan kasus narkoba oleh polisi. Ibu mengatakan pada polisi bahwa subjek sedang tidak berada di rumah dan ibu menyuruh subjek meninggalkan rumah melalui pintu belakang.
Mengenai hubungan orang tua dengan subjek, komunikasi interpersonal yang terjadi antara subjek dengan ibu adalah komunikasi interpersonal taraf keempat, yakni taraf membicarakan orang lain. Sedangkan komunikasi interpersonal yang terjadi antara subjek dengan ayah adalah komunikasi interpersonal taraf hati atau perasaan, karena terdapat muatan – muatan emosi di dalamnya.
b. Saudara Kandung
Saat saudara kandung subjek pertama (kakak) masih tinggal bersama dengan subjek, peran sebagai pemberi dukungan emosional dilakukannya dengan baik. Dapat dilihat saat subjek memiliki masalah, ia selalu mencurahkan isi hatinya tersebut pada kakak. Kemudian kakak selalu menasehati subjek dengan baik, bahwa apabila subjek benar harus berani membela diri namun apabila subjek salah jangan melakukan tindakan apapun, diam dan menerima. Pada saat subjek mabuk berat dan meninggalkan motornya di sembarang tempat, kakak subjek lah yang membantu mencari motor subjek hingga ditemukan. Kakak juga menasehati subjek agar tidak minum minuman keras lagi. Selain itu saat subjek memiliki masalah dengan temannya, kakak mendamaikan subjek dengan temannya tersebut.
Setelah kakak pergi bekerja di luar kota dan tinggal terpisah dengan keluarga, peran sebagai pemberi dukungan emosional tersebut tidak dilakukannya lagi dengan baik. Hal tersebut dapat terlihat dari pernyataan subjek bahwa subjek dan saudara kandung sudah tidak pernah saling mencurahkan isi hati, karena pembicaraan yang dilakukan hanya terbatas melalui telepon saja. Karena tidak pernah berinteraksi secara langsung dan pembicaraan terbatas hanya melalui telepon maka kakak pun tidak pernah menasehati subjek lagi.
terlihat dari subjek yang selalu mencurahkan isi hatinya pada kakak dan kakak memberikan nasehat pada subjek. Sedangkan pada saat subjek tinggal terpisah dengan kakak, terjadi komunikasi interpersonal taraf keempat yaitu taraf menyatakan gagasan. Hal tersebut dikarenakan pembicaraan yang dilakukan hanya terbatas melalui telepon. Pada saat telepon kakak dan subjek saling bertukar kabar mereka dan keluarga.
Kegiatan yang dilakukan di rumah oleh kakak saat masih tinggal bersama dengan subjek adalah menonton televisi dan berbincang – bincang dengan subjek. Sedangkan kegiatan kakak di lingkungan sekitar adalah mengikuti karang taruna dan ronda. Subjek tidak mengetahui kegiatan saudara kandung di rumah dan di lingkungan sekitar saat subjek dan saudara kandung tinggal berjauhan.
c. Tetangga
Dalam menanamkan nilai - nilai, tetangga menanamkan nilai-nilai yang negatif. Hal tersebut dapat dilihat dari bapak – bapak yang tinggal di lingkungan sekitar, dimana mereka sering melakukan perjudian dan minum minuman keras. Selain itu, para pemuda juga melakukan perjudian, minum minuman keras dan menggunakan narkoba. Para pemuda pun mengajak subjek untuk ikut minum minuman keras dan menggunakan narkoba.
Tetangga sebagai kontrol sosial tidak pernah melarang berlangsungnya kegiatan perjudian di lingkungan sekitar. Selain itu tidak ada tindakan yang dilakukan pada orang – orang yang minum minuman keras. Masyarakat umum juga tidak mengetahui bahwa para pemuda secara sembunyi – sembunyi menggunakan narkoba bersama – sama.
Mengenai hubungan subjek dengan tetangga, terjadi komunikasi taraf keempat dan kelima antara subjek dengan tetangganya. Subjek dengan tetangganya yang sebaya terlibat dalam komunikasi interpersonal taraf keempat yaitu taraf membicarakan orang lain. Sedangkan subjek dengan tetangganya yang lebih tua terlibat dalam komunikasi interpersonal taraf kelima yaitu taraf basa-basi atau hanya saling bertegur sapa bila berpapasan.
Kegiatan tetangga subjek pertama dan kedua di lingkungan sekitar ada yang berupa kegiatan positif dan negatif. Kegiatan tetangga subjek yang terdiri dari bapak-bapak di lingkungan sekitar antara lain adalah rapat RT, ronda, kerja bakti tetapi banyak juga yang minum minuman keras. Kegiatan tetangga subjek yang terdiri dari ibu-ibu di lingkungan sekitar adalah perkumpulan ibu-ibu dan arisan. Kegiatan pemuda di lingkungan sekitar adalah karang taruna, tetapi banyak pula pemuda yang minum minuman keras.
2. Subjek 2
a. Orang tua
sholat, mengaji dan berpuasa. Dalam hal kedisiplinan, ayah mengajarkan subjek untuk membiasakan diri bangun pagi. Ayah juga mengajarkan pada subjek bahwa merokok dan minum minuman keras tidak baik untuk dilakukan. Tetapi sayangnya ayah sering menggunakan kekerasan apabila subjek tidak menurui perintah ayah. Sedangkan ibu selalu mengancam akan melaporkan subjek pada ayah apabila melakukan kenakalan.
Dalam mendidik subjek, ayah selalu menggunakan kekerasan dalam membimbing subjek, dengan tujuan agar subjek tidak mengulangi kesalahannya kembali. Ayah melakukan kekerasan pada subjek saat mengetahui bahwa subjek sering membolos sekolah, sering keluar malam, minum minuman keras dan berkelahi. Sedangkan ibu melaporkan pada ayah apabila subjek melakukan kesalahan dan membiarkan ayah yang menghukum subjek. Orang tua juga pernah mendiamkan subjek saat mendapat DO karena tidak pernah masuk kuliah dan saat subjek berpindah keyakinan karena kecewa.
Sedangkan tanpa sepengetahuan ayah, subjek tetap makan dan minum secara diam-diam dan selalu berbuka puasa dan sahur sehingga ayah mengetahui bahwa subjek selalu menunaikan ibadah puasa. Saat subjek masih berkuliah, orang tua tidak pernah datang mengunjungi subjek di kostnya.
Orang tua tidak memberi pengertian pada subjek bahwa sebagai seorang anak subjek harus mematuhi dan membantu pekerjaan orang tua di rumah. Orang tua juga tidak memberi pengertian pada subjek bahwa sebagai seorang pelajar yang baik subjek harus belajar dengan baik dan menyelesaikan sekolahnya. Berkaitan dengan agama yang dianut, orang tua tidak memberi pengertian pada subjek bahwa sebagai sebagai umat Islam subjek mempunyai kewajiban untuk menjalankan ibadah seperti sholat dan berpuasa. Dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, orang tua tidak memberi pengertian pada subjek bahwa sebagai anggota masyarakat subjek seharusnya berkelakuan baik sesuai yang diharapkan oleh masyarakat. Seperti halnya tidak minum minuman keras dan berkelahi.
subjek. Orang tua memenuhi kebutuhan makan, pakaian dan tempat tinggal subjek (baik di rumah maupun kost). Orang tua juga memenuhi kebutuhan pendidikan subjek, sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi dan selalu memberikan uang saku pada subjek secara rutin.Bahkan apabila subjek kehabisan uang dan meminta uang pada orang tua, orang tua selalu memberikannya. Hal tersebut menyebabkan subjek menyalah gunakan uang saku yang berlebihan untuk membeli narkoba.
Peran orang tua sebagai pelindung dapat dilihat dari orang tua yang melindungi subjek saat memiliki masalah dengan temannya, dengan cara mendamaikannya. Namun ibu memarahi subjek dan ayah memukuli subjek karena kejadian tersebut.
Mengenai hubungan orang tua dengan subjek, komunikasi interpersonal yang terjadi antara subjek dengan orang tua adalah komunikasi interpersonal taraf keempat, yakni taraf membicarakan orang lain. Subjek dan orang tua sering membicarakan tentang orang – orang dalam keluarga besar.
b. Saudara Kandung
Peran saudara kandung sebagai pemberi dukungan emosional tidak dilakukan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan sejak kecil subjek dan saudara kandung jarang berinteraksi, hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan subjek bahwa sejak kecil subjek tidak pernah mencurahkan isi hati dan saling bertukar pikiran dengan saudara kandungnya. Subjek yang semasa kecil tinggal satu kamar dengan saudara kandungnya nomor enam pun demikian.
Mengenai hubungan subjek dengan saudara kandung, komunikasi interpersonal yang terjadi antara subjek kedua dengan saudara kandung adalah komunikasi interpersonal taraf keempat yaitu taraf membicarakan orang lain. Hal tersebut terlihat dari pembicaraan subjek dan saudara kandung mengenai teman – teman mereka yang tinggal berdekatan.
c. Tetangga