• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCIPTAAN SKENARIO BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH YANG DIVISUALISASIKAN DALAM BENTUK FILM PENDEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENCIPTAAN SKENARIO BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH YANG DIVISUALISASIKAN DALAM BENTUK FILM PENDEK"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENCIPTAAN SKENARIO BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH

YANG DIVISUALISASIKAN DALAM BENTUK FILM PENDEK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Disusun 0leh :

Nama : Yustinus Wijaya Kusuma NIM : 024114043

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO PERSEMBAHAN

Kita hidup harus dengan satu tujuan,

kita harus hidup dengan tertawa,

kita harus hidup dengan tekad,

dan yang terpenting kita harus tetap hidup walau ada seribu masalah.

Di mana ada keyakinan di situ pasti ada harapan

(Wijaya Kusuma)

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Yesus Kristus dan Bunda Maria, Bapak dan Mama yang mencintaiku,

kakaku Agnes Silvia Purwaningsih yang selalu mengasihiku, Sri Wulandari Marta

(5)

v

Peryataan Keaslian Karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagi layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Februari 2010 Penulis

(6)
(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberi kelimpahan dan tuntunan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Penciptaan Skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” yang Divisualisasikan

dalam Bentuk Film ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra

Indonesia di Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini dapat terwujud berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum. dan Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing sampai tersusunnya skripsi ini;

2. Para dosen jurusan Sastra Indonesia, yang telah dengan sabar mendidik penulis; 3. Para karyawan dan karyawati sekretariat Sastra dan BAAK yang selalu

mempermudah pengurusan administrasi;

4. Para karyawan dan karyawati Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu mempermudah peminjaman buku-buku;

5. Ayahanda, Ibunda, dan Kakanda yang telah memberi dukungan materil dan spiritual kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai;

6. Teman spesial yang selalu mendukung penggarapan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

(8)

viii

8. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia 2002 yang telah memberikan motivasi sehingga penulis selalu terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini;

9. Teman-teman “sukarelawan” yang telah berkenan membantu penulis dengan merelakan komputernya untuk di-booking dalam waktu lama;

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah banyak memberikan dukungan dan perhatian sampai selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mohon sumbangan berupa pemikiran, kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Meskipun demikian, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, terima kasih.

Yogyakarta, 28 Februari 2010 Penulis

(9)

ix ABSTRAK

Kusuma, Wijaya. 2009. Penciptaan Skenario ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” Yang Divisualisasikan Dalam Bentuk Film Pendek. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma

Skenario adalah bagian terpenting dalam pembuatan film. Proses pembuatan skenario menjadi faktor utama yang mempengaruhi kualias sebuah sinematografi. Dalam skripsi ini penulis menciptakan sebuah skenario film pendek mulai dari tahap awal pembuatan skenario sampai proses produksi film pendek.

Dari Proses pembuatan skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” dapat disimpulkan bahwa (1)sasaran cerita usia 17 tahun ke atas, (2)jenis cerita tragedi, (3)tema keluarga, (4)ide cerita berasal dari penulis yang terilhami cerita seorang teman, (5)alur maju/plot lurus, (6)grafik cerita menggunakan Grafik Aristoteles, (7)setting cerita menggunakan

outdoor dan indoor , (8)setting budaya menggunakan setting budaya Yogyakarta, (9)rencana

plot dan treatment merupakan penerapan dari plot lurus, (10)kerangka tokoh mengambarkan bentuk fisik tokoh dan psikis tokoh, (11)bahasa yang digunakan dalam scenario film pendek” Bercak Merah Di Atas Kertas Putih” adalah bahasa Indonesia yang menggunakan logat bahasa Jawa.

Produksi film dibagi menjadi tiga tahap yaitu pra-produksi, produksi, dan pasca-produksi. Pra-produksi meliputi (1)sutradara, (2)produser dan modal, (3)story board, (4)hunting lokasi, dan (5)tata kostum. Produksi meliputi (1)penata fotografi dan juru kamera, (2)pemeran, (3)tata rias, (4)tata suara dan cahaya, serta (5)tata artistik. Pasca-produksi meliputi (1)tata musik dan (2)editing.

Skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” berkisah tentang perjuangan seorang penjual tabloid mingguan bernama Boli yang berjuang mencari uang untuk membiayai operasi kanker ibunya. Berbagai tantangan harus ia lalui hingga pada akhirnya ia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa sang ibu meninggal sementara ia sendiri menjadi cacat. Nilai pantang menyerah dan pengabdian kepada orang tua menjadi hal penting yang ingin diungkapkan oleh penulis.

(10)

x

ABSTRACT

Kusuma, Wijaya. 2009. TheComposition Of “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” Scenario

Which Is Being Visualized In Short Film Model. Yogyakarta: Indonesian Literature Study

Program, Sanata Dharma University

The process of “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” scenario composition concludes that (1)the story target are adults, (2)it is a tragically kind of story, (3)family theme, (4)the story idea was taken from a true story of a friend’s experience, (5)progressive plot, (6)the story uses the Aristoteles Graphic, (7)outdoor and indoor setting, (8)Yogyakarta cultural setting, (9)plot planning and treatment as the application of progressive plot, (10)figure plan, (11)the main language is Indonesian language in Javanese language dialect.

The film production contains of three main steps; pre-production, production, and post-production. Pre-production step contains of (1)film director, (2)producer and capital, (3)story board, (4)location hunting, and (5)costume. Production; (1)director of photography and cameraman, (2)characters, (3)makeup, (4)sound system and lighting, and (5)director of artistic. Post-production is about (1)musical directing and (2)editing.

“Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” scenario is about the struggle of Boli, a newspaper vendor, in financing his mother’s cancer surgery. This man has to overcome everything even he has to accept the facts of his mother’s death and his paralysis. Not to give up easily and parenthood respect are the moral values of this story.

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

(12)

xii

1.5.1.6 Grafik Cerita……….. 7

1.5.1.7 SettingCerita……….. 11

1.5.1.8 Unsur Dramatik………. 12

1.5.1.9 Bahasa Dalam Skenario……… 13

(13)

xiii

2.1 Proses Pembuatan Skenario “Bercak Darah di Atas Kertas Putih”… ... . 27

(14)

xiv

BAB III PROSES PRODUKSI FILM “BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS

PUTIH”………. 66

3.1.2.1 Penata Fotografi dan Juru Kamera……… 70

(15)

xv

(16)

1

BAB I

PENCIPTAAN SKENARIO BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH

YANG DIVISUALISASIKAN DALAM BENTUK FILM PENDEK

1.1 Latar Belakang

Skenario adalah bagian terpenting dalam pembuatan film. Skenario merupakan intisari dari terbentuknya cerita dalam sinematografi. Kreativitas seorang penulis skenario sangat mempengaruhi kualitas film yang akan dibuat. Setiap tontonan di TV, film, dan bioskop tak lepas dari peran penulis skenario, sebab skenario adalah intisari yang lazim disebut sebagai jiwa atau roh dari terbentuknya cerita dalam sinetron atau film (Lutters, 2004:xiv).

Skenario bukanlah karya sastra yang menjadi hasil akhir sebuah karya seni. Skenario merupakan bahan baku dasar, sebagai blue print, kerja produksi. Dengan kata lain skenario merupakan patokan awal dalam pembuatan film (Widagdo, 2004:17).

(17)

2 mencari ide, membuat skenario film, hingga akhirnya divisualisasikan dalam bentuk film pendek. Dalam hal ini film menjadi hasil akhir dari penciptaan sebuah skenario.

Tema dari film ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” ialah jangan pernah

menyerah untuk menjalani hidup. Dasar dari skenario ”Bercak Darah Di atas Kertas

Putih” adalah perjuangan dan pengorbanan seorang anak untuk ibunya.

(18)

3 harus terus berjalan walau sang ibu telah meninggal. Dengan kursi roda Boli tetap berjualan koran untuk menyambung hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penciptaan skenario ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih”?

2. Bagaimana proses pembuatan film yang dibuat dari skenario ”Bercak Darah

Di Atas Kertas Putih”?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuannya dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Menghasilkan sebuah skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih dari proses awal pembuatan sampai menjadi skenario film pendek.

2. Membuat film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih sebagai hasil visualisasi dari sebuah skenario.

1.4 Manfaat Penulisan

(19)

4 “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih yang akan direalisasikan dalam bentuk film pendek, kita dapat mengetahui proses pembuatan skenario film pendek dari awal munculnya ide sampai proses akhir yaitu memproduksi film pendek. Bagi program studi Sastra Indonesia karya ini dapat menjadi bahan kajian untuk mata kuliah penulisan skenario.

1.5 Kerangka Teori

Dalam kerangka teori ini penulis menghadirkan dua bagian penting, yang pertama tentang proses penciptaan skenario dan yang kedua adalah proses produksi.

1.5.1 Proses Penciptaan Skenario

Dalam subjudul ini, penulis akan menjelaskan skenario dan tahap-tahap pembuatan skenario. Skenario adalah naskah atau script yang menjadi acuan sutradara untuk memproduksi sebuah film. Penulis skenario menciptakan sebuah cerita secara utuh, lengkap dengan dialog dan deskripsi visualnya. Namun, pekerjaan seorang penulis skenario tidak hanya berhenti sampai di atas kertas. Selain harus memikirkan agar cerita enak dibaca secara tulisan (gunanya untuk panduan sutradara, produser, kru, pemain, dll), penulis skenario juga harus membayangkan bagaimana visualisasi tulisan tersebut menjadi tontonan sinetron atau film (Lutters, 2004:xv).

(20)

5

1.5.1.1Sasaran Cerita

Sasaran cerita yaitu kepada siapa cerita tersebut akan ditujukan. Salah satunya berkaitan dengan usia. Sasaran cerita mempengaruhi tema dan cara bertutur dalam skenario. Beberapa tingkat usia yang menjadi patokan dalam membuat skenario, antara lain: Anak-anak, remaja, dewasa, dan umum (Lutters,2004:31).

1.5.1.2 Jenis Cerita

Cerita dapat dikelompokkan menjadi drama tragedi (cerita yang berakhir dengan duka lara atau kematian), drama komedi (cerita lucu yang berasal dari para pemainnya maupun situasinya), drama misteri (cerita yang sangat terasa ketegangannya baik dari unsur mahluk halus maupun klenik), drama laga (cerita yang banyak menampilkan adegan pertempuran dan perkelahian), melodrama (cerita yang memunculkan unsur yang mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan), drama sejarah (cerita yang menampilkan kisah-kisah sejarah baik tokoh maupun peristiwanya), drama dokumenter (cerita yang berisi kisah non-fiksi atau non-drama), dan drama propaganda (cerita yang bertujuan untuk mempromosikan suatu produk maupun kegiatan sosial) (Lutters,2004:35-40)

1.5.1.3 Tema Cerita

(21)

6 rumah tangga (kisah tentang problema rumah tangga atau keluarga), perselingkuhan (kisah tentang suami istri yang tertarik pada laki-laki atau wanita lain), pembauran (kisah tentang asimilasi warga pribumi dengan keturunan Cina), persahabatan (kisah tentang kesetiaan pertemanan), kepahlawanan (kisah tentang tokoh utama yang memiliki kelebihan dibanding manusia lain yang mempunyai sifat suka menolong) petualangan (kisah yang berisi penelusuran atau perjalanan seorang tokoh utama), balas dendam (kisah yang berisi tentang pembalasan atas sakit hati dari tokoh utama), dan keagamaan (kisah yang berisi tentang perjalanan religius tokoh utama), (Lutters, 2004:41-45).

1.5.1.4 Ide Cerita

Ide adalah gagasan sebuah cerita yang nantinya akan dituangkan menjadi sebuah cerita dalam skenario. Menurut Elizabeth Lutters (2004:46-50), ide didapatkan dari penulis (pengalaman pribadi penulis), karya sastra (novel, roman, cerpen, cerber, dll), film, dan produser.

(22)

7

1.5.1.5 Alur Cerita/Plot

Alur cerita sama dengan jalan cerita atau sering kita sebut plot. Plot merupakan suatu hal yang wajib ada dalam sebuah cerita, termasuk cerita skenario film. Plot yang berkaitan dengan penulisan skenario dapat dibagi menjadi plot lurus dan plot bercabang. Plot lurus adalah plot yang alur ceritanya terfokus pada konflik seputar tokoh sentral. Plot bercabang adalah plot yang alur ceritanya melebar ke tokoh-tokoh yang lain (Lutters,2004:50-51).

1.5.1.6 Grafik Cerita

Grafik cerita ibarat tangga nada dalam musik. Grafik cerita dalam skenario berkaitan juga dengan irama plot yang membangun konflik pada tiap adegan dalam skenario. Berikut ini adalah beberapa grafik konflik yang lazim digunakan dalam membuat skenario film dan sinetron (Lutters,2004:51-56).

A. Grafik Aristoteles

(23)

8 Grafik ini adalah grafik umum yang diciptakan oleh Aristoteles, seorang filsuf dan

sastrawan Yunani kuno. Saat ini masih banyak digunakan oleh beberapa penulis di Indonesia

untuk membuat skenario (teater, sinetron, atau film).

B. Grafik Fraytag’s Piramide

Grafik Fraytag’s Piramide (Lutters, 2004:52)

Grafik ini dianggap kurang baik oleh Brander Mathews dan H. Misbach Yusa Biran

sehingga Misbach membuat grafik yang menurutnya lebih baik.

C. Grafik Misbach Yusa Biran

(24)

9 Perjalanan grafik ini sama dengan grafik Aristoteles. Nilai dramatik disusun

meningkat terus. Bedanya, klimaks baru dicapai pada saat mendekati akhir cerita, disusul

sedikit saja dengan anti klimaks, lalu tamat.

Grafik tersebut adalah grafik yang dianggap baik oleh H. Misbach Yusa Biran dalam

diklat yang dituliskannya pada sekitar tahun 1980-an. Dan memang untuk beberapa cerita di

Indonesia sampai saat ini, banyak sinetron memakai gaya penulisan skenario dengan struktur

grafik tersebut.

D. Grafik Hudson

a. Ekposisi/pengenalan

b. Insiden permulaan/awal konflik

c. Pertumbuhan laku/penanjakan laku

d. Krisis atau titik balik/klimak krisis

e. Penyelesaian/penurunan laku

f. Castrope/keputusan

Grafik Hudson (Lutters, 2004:52)

E. Grafik Elizabeth Lutters (1)

(25)

10 Grafik ini mengambil gebrakan di depan, lalu turun atau reda beberapa saat, namun

selanjutnya diikuti oleh konflik yang naik, lalu datar sedikit terus naik lagi dan datar sedikit,

menyerupai anak tangga, dan seterusnya hingga mencapai puncak konflik yaitu klimaks.

Setelah itu ada katarsis atau penjernihan sedikit lalu tamat.

F. Grafik Elizabeth Lutters (2)

Grafik ini dimulai dengan gebrakan di depan, lalu konflik turun sedikit, datar

sebentar, kemudian naik terus dengan posisi agak terjal sehingga mencapai klimaks. Tidak

ada anti klimaks atau katarsis/penjernihan. Cerita diakhiri pada adegan klimaks.

Grafik Elizabeth Lutters (2)

1.5.1.7 Setting Cerita

Setting cerita adalah lokasi tempat cerita ini ingin ditempatkan atau diwadahi.

Setting bisa diartikan sebagai lokasi (tempat) dan bisa pula diartikan sebagai latar

(26)

11

a. Setting Tempat

Setting diartikan media, dapat dibedakan menjadi indoor dan outdoor. Setting

indoor selain diartikan sebagai setting di dalam ruangan (dalam rumah), juga

diartikan setting buatan di dalam studio (Lutters,2004:56).

Setting outdoor dibuat di luar studio. Biasanya digunakan dalam film atau

sinetron yang menonjolkan unsur gambar dan pemandangan. Skenario dengan setting jenis ini biasanya tidak mengunakan terlalu banyak dialog. Penulis lebih memperluas tulisan pada deskripsi visualnya sehingga penggambarannya bisa lebih detail (Lutters,2004:56).

b. Budaya

Setting dikaitkan dengan budaya tertentu. Semua unsur yang terkait dengan

setting tersebut disesuaikan dengan daerah dan budaya yang akan ditampilkan.

Setting budaya banyak dipakai untuk membuat film atau sinetron lokal

(Lutters,2004:58).

5.1.1.8 Unsur Dramatik

(27)

12 a. Konflik adalah permasalahan yang kita ciptakan untuk menghasilkan

pertentangan dalam sebuah keadaan sehingga menimbulkan unsur dramatik yang menarik. Konflik biasanya timbul jika seorang tokoh tidak mencapai apa yang diinginkannya (Lutters,2004:100).

b. Suspense disebut pula ketegangan. Ketegangan yang dimaksudkan di sini tidak

berkaitan dengan yang menakutkan melainkan menanti sesuatu yang akan terjadi (Lutters,2004:101).

c. Curiousity adalah rasa ingin tahu atau penasaran penonton terhadap sebuah

adegan yang kita ciptakan. Hal ini bisa ditimbulkan dengan cara menampilkan sesuatu yang aneh sehingga memancing keingintahuan penonton (Lutters,2004:102).

d. Surprise atau kejutan. Dalam penjabaran sebuah cerita, perasaan surprise pada

penonton timbul karena jawaban yang mereka saksikan berada di luar dugaan (Lutters,2004:102).

5.1.1.9Bahasa dalam Skenario

(28)

sehari-13 hari yang digunakan dalam dialogpun harus tepat sesuai dengan latar belakangnya (Lutters,2004:103-104).

5.1.1.10 Sinopsis

Sinopsis bukan hanya ringkasan sebuah film. Sinopsis bukanlah sebuah karya sastra untuk dipamerkan, namun yang lebih penting adalah membuat penonton memahami sekilas tentang bagaimana film tersebut disajikan. Sinopsis berisi ikhtisar film, alur cerita, konflik, maupun tokoh yang penting dan mempengaruhi plot, termasuk dalamnya informasi tempat dan waktu kejadian. (Widagdo, 2004:29).

Sinopsis adalah ringkasan cerita dalam skenario. Dalam sebuah skenario film sinopsis bukan sekedar ringkasan cerita, tetapi juga memuat semua informasi dalam skenario. Di dalam sinopsis untuk film dan sinetron, ada beberapa hal yang harus termuat, yakni isi cerita, keinginan, tujuan dari cerita, serta hambatan dan cara penanggulangannya (Lutters, 2004:61).

5.1.1.11 Rencana Plot

(29)

14

5.1.1.12 Kerangka Tokoh

Kerangka tokoh berguna untuk menjelaskan hubungan antartokoh dalam skenario. Kerangka tokoh harus dibuat agar cerita yang kita konsepkan tidak bercabang. Hal-hal yang ada dalam kerangka tokoh:

a. Nama tokoh, nama tokoh harus disesuaikan dengan banyak hal. Misalnya, seorang tokoh remaja kota trendi yang juga merupakan anak orang kaya tentu tidak terasa tepat jika diberi nama Sariyem. Pangkat atau jabatan juga harus ditulis sebagai tanda profesi atau jabatan dalam masyarakat (Lutters,2004:69).

b. Usia tokoh, usia tokoh harus diperjelas terutama saat terjadi adegan flash back, karena itulah usia di saat flash back harus dicantumkan. Menjelaskan usia tokoh juga penting untuk casting pemain dan make up pemain (Lutters,2004:69-70).

(30)

15 normal). Tipe psikis adalah penggolongan manusia berdasarkan temperamen atau bisa disamakan dengan karakter. Beberapa tipe psikis :

Sanguin, umumnya memiliki tipe fisik piknis. Sifat-sifat khasnya mudah menerima kesan, sering berjanji tapi jarang ditepati, suka menolong, bukan penakut, dan cepat bosan pada hal-hal serius (Lutters,2004:73).

Melankolis, biasanya memiliki tipe fisik leptosom. Sifat khasnya adalah semua dianggap penting, selalu curiga terhadap orang lain, serta tidak mudah membuat janji (Lutters,2004:73-74).

Koleris, memiliki tipe fisik atletis. Sifat khasnya cepat terbakar, tindakan cepat tapi tidak terkontrol, selalu tampak sibuk, mengejar kehormatan, suka melindungi dan bermurah hati, serta rapi dalam berpakaian (Lutters,2004:74).

Flegmatis, biasanya memiliki tipe fisik displastis. Sifat khasnya cool (tenang), tidak mudah marah, cenderung masa bodoh (Lutters,2004:76).

d. Status tokoh, status dalam hal ini adalah status dalam arti umum, misalnya pelajar, mahasiswa, lajang atau sudah menikah (Lutters,2004:76).

(31)

16 f. Profesi atau jabatan, pekerjaan tokoh yang ada dalam skenario atau jabatan

dalam perusahaan tokoh ( Lutters,2004:77).

g. Ciri khusus tokoh, artinya ciri-ciri fisik atau kelakuan dari tokoh-tokoh yang ada. Ciri-ciri ini perlu ditulis untuk melihat kelebihan dan kekurangan pada dirinya berkaitan dengan perannya (Lutters,2004:77-78).

h. Latar belakang tokoh, lebih merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu tokoh tersebut yang masih mempengaruhi sikap hidup tertentu tokoh (Lutters,2004:79-80).

i. Tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan. Ditinjau dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis (Altenbert dan Lewis via Nurgiyantoro, 1995:178).

Protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero – tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, serta apa yang ideal bagi kita (Altenbert dan Lewis via Nurgiyantoro, 1995:178).

(32)

17 maupun tidak langsung yang dapat bersifat batin maupun fisik (Altenbert dan Lewis via Nurgiyantoro, 1995:178).

Tritagonis adalah peran pendamping. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh sentral, tetapi bisa juga sebagai penengah atau perantara antartokoh sentral (Lutters, 2004:80-81).

Peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap, guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita (Lutters, 2004:81-82).

5.1.1.13Treatment / Scene plot

Treatment adalah pengembangan dari sebuah sinopsis yang di dalamnya

berisi plot secara detail dan padat. Bisa diartikan pula sebagai kerangka skenario yang tugas utamanya adalah membuat sketsa dari penataan konstruksi dramatik.

(33)

18

5.1.1.14Skenario

Skenario adalah penuturan secara filmis dengan penataan secara khusus. Skenario merupakan draf akhir sebuah jalinan cerita yang siap divisualisasikan menjadi sebuah karya film (Widagdo, 2004:30).

Elemen-elemen dasar dalam skenario berfungsi sebagai petunjuk atau keterangan yang mendukung cerita dan peristiwa yang disatukan dalam sebuah alur cerita skenario. Elemen-elemen yang ada adalah informasi ruang dan waktu, peristiwa, karakter tokoh, parenthetical (keterangan aksi), dialog, transisi adegan, dan shot angel (Widagdo, 2004:22-25).

Menurut Elizabeth Lutters (2004:90-97), skenario adalah naskah cerita yang sudah lengkap dengan deskripsi dan dialog, telah matang dan siap digarap dalam bentuk visual. Format pembuatan skenario bisa berbeda-beda tergantung gaya dan selera penulis skenario. Meski dari isi tidak banyak berbeda, format skenario memuat hal-hal berikut:

a. Judul scene berisi: nomor scene 1: keterangan luar/dalam ruangan yang biasanya memakai istilah exterior/interior yang menjelaskan tempat kejadian dan ruangannya (Lutters,2004:92).

(34)

19 c. Deskripsi visual: Deskripsi ini berisi tentang keterangan suasana, tempat kejadian,

dan peristiwa yang terkandung dalam scene tersebut (Lutters,2004:92-93).

d. Tokoh dialog: Bagian ini hanya menerangkan nama dari tokoh yang sedang berdialog (Lutters,2004:93).

e. Beat: Beat dalam istilah musik berarti irama/tempo. Istilah beat dalam skenario tak jauh berbeda dengan musik, hanya menitikberatkan irama/tempo tersebut ada pada emosi inner-action tokoh yang akhirnya tersirat dalam ekspresi (Lutters,2004:93).

f. Dialog: Kalimat yang nantinya akan diucapkan oleh pemain. Dialog dibutuhkan untuk menyampaikan hal-hal yang tidak bisa dilakukan hanya dengan gerak dan gambar ( Lutters,2004:94).

g. Transisi: Transisi dalam skenario berarti peralihan; peralihan dari scene satu ke

scene berikutnya. Biasanya digunakan istilah cut to, fade out, fade in atau

dissolve to (Lutters,2004:97).

1.5.2 Proses Produksi Sebuah Film

(35)

20

1.5.2.1 Pra-Produksi

Pra-produksi adalah masa persiapan sebelum produksi. Produksi sebuah film dimulai dari pra-produksi. Di dalam pra-produksi terdapat sutradara, produser, story

board, penata fotografi, juru kamera, tata artistik, kostum, tata rias, tata cahaya, tata

suara, tata musik, pemeran, dan hunting lokasi.

a. Sutradara

Sutradara menduduki posisi tertinggi dalam segi artistik. Sutradara memimpin pembuatan film tentang bagaimana yang harus tampak oleh penonton. Sutradara bertanggung jawab meliputi aspek-aspek kreatif, baik interpretative maupun teknis dari sebuah produksi film. Selain mangatur laku di depan kamera dan mengarahkan akting dan dialog, sutradara juga mengontrol sisi kamera, suara, pencahayaan, di samping hal-hal lain yang menyumbang kepada hasil akhir sebuah film (Sumarno, 1996:34).

(36)

21

b. Produser dan Modal

Produser adalah majikan dari seluruh pembuatan film dan bertanggung jawab penuh atas modal yang dibutuhkan untuk pembuatan film. Tugas utama produser yaitu mengatur mekanisme kerja yang dilakukan pada tahap produksi sesuai dengan waktu dan biaya yang telah ditentukan. Oleh karena itu produser perlu membuat working schedule atau jadwal kerja agar pelaksanaan kerja terdistribusi dan terkontrol dengan rapi sehingga pada produksi nantinya tidak ada yang terlupa yang menghambat jalannya

shooting di lapangan (Widagdo, 2004:12).

c. Story Board

Story board adalah deretan gambar-gambar sket yang kasar dan melukiskan

adegan-adegan atau bagian-bagian yang pokok dari adegan film itu. Story board juga bisa berupa gambar-gambar film dari adegan atau bagian adegan film yang bersangkutan (Mangunhardjana, 1976 :17).

Menurut Widagdo (2004:102), story board merupakan visualisasi rekaan yang berbentuk sketsa gambar seperti komik atau perkiraan hasil gambar yang nantinya akan dijadikan pedoman pengambilan gambar oleh camera operator. Sketsa gambar ini dibuat oleh storyboarder dengan instruksi dari sutradara dan pertimbangan OP

(Operator of Photography).

d. Hunting Lokasi

Hunting lokasi merupakan proses pencarian lokasi yang akan digunakan untuk

(37)

22 fotografi. Hunting lokasi dilakukan untuk meneliti lapangan atau observasi (biaya, transportasi, perijinan, perlengkapan shooting).

e. Kostum

Kostum memiliki beberapa fungsi. Pertama dan paling penting ialah membantu menghidupkan perwatakan pelaku. Kedua, individualisasi peranan. Artinya, warna dan kostum dapat membedakan seorang peranan dari peranan yang lain serta dari setting dan latar belakang. Ketiga, memberi fasilitas dan gerak pelaku (Herymawan, 1993:131-132).

1.5.2.2 Produksi

Produksi adalah proses pembuatan sebuah film (shooting film). Di sinilah sebuah skenario digarap menjadi objek visual. Bentuk dan penggambaran dipimpin langsung oleh sutradara dan dibantu beberapa crew (kru atau tim) film. Kru film yang terdapat di dalam produksi film adalah penata fotografi dan juru kamera, tata rias, pemeran, tata suara dan cahaya, serta tata artistik.

a. Penata Fotografi dan Juru Kamera

(38)

23

b. Tata Rias

Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan. Rias film berbeda dengan rias drama, hanya syarat-syaratnya yang berlainan. Rias drama menjadikan panggung untuk dilihat langsung oleh penonton, maka rias film menjadikan suasana yang dilihat oleh penonton di layar putih atau lensa kamera (Herymawan, 1993:134-135).

c. Pemeran

Pemeran menjadi bahan yang harus digarap untuk menampilkan tokoh film yang dikehendaki. Dasar yang dipakai untuk menilai adalah dasar artistik; cocok, indah, memikat. Yang dinilai adalah permainannya, acting, performance (Mangunhardjana, 1976:61).

Akting film memiliki arti kemampuan berlaku sebagai orang lain. Proses penokohan akan menggerakkan seorang pemeran menyajikan penampilan yang tepat (tanpa melupakan bantuan tata rias dan kostum), seperti cara bertingkah laku, ekspresi emosi dengan mimik dan gerak-gerik, cara berdialog, untuk tokoh cerita yang ia bawakan (Sumarno, 1996:79).

(39)

24

d. Tata Suara dan Cahaya

Proses pengolahan suara yang memadukan unsur-unsur suara yang terdiri atas dialog dan narasi, music serta efek-efek suara. Seorang penata suara memadukannya dengan cara merekam. Tata cahaya ialah suatu cara penyinaran khusus pada obyek untuk membuat obyek itu semakin jelas dari pada obyek lain di sekitarnya.

e. Tata Artistik

Tata artistik berarti menyusun segala sesuatu yang melatarbelakangi cerita film, yakni menyangkut pemikiran tentang setting. Penciptaan setting berarti penciptaan konsep visual secara keseluruhan. Itu berarti juga menyangkut pakaian-pakaian yang harus dikenakan pada tokoh film, bagaimana tata riasnya, dan barang-barang (properti) yang harus ada. Karena tugas yang beragam itu, penata artistik didampingi oleh tim kerja yang terdiri atas bagian penata kostum, bagian make up, pembangun dekorasi, dan jika diperlukan tenaga pembuat efek-efek khusus (Sumarno, 1996:66-67).

1.5.2.3 Pasca-Produksi

Pasca-produksi adalah proses akhir dari sebuah film. Di dalam pasca-produksi ini hasil dari shooting mulai mengalami editting (membuang gambar yang tidak dipakai) dan digabungkan. Musik dan efek-efek gambar mulai dimasukkan untuk menambah daya tarik dan roh sebuah film.

b. Tata musik

(40)

25 Membantu merangkaikan adegan. Artinya, sejumlah shot yang dirangkai diberi suatu musik akan berkesan terikat dalam suatu kesatuan.

Menutupi kelemahan atau cacat dalam film. Kelemahan dalam akting dan pengucapan dalam dialog dapat ditutupi dengan musik.

Menunjukan suasana batin tokoh-tokoh utama film.

Menunjukan suasana waktu dan tempat.

Mengiringi kemunculan suatu kerabat kerja atau nama-nama pendukung produksi (credit title).

Mengiringi adegan dengan ritme cepat.

Mengantisipasi adegan mendatang dan membentuk ketegangan dramatik.

Menegaskan karakter lewat musik.

c. Editting

Setelah proses pengambilan gambar, masuk ke proses editting yaitu proses penyuntingan. Tenaga pelaksananya disebut editor.

(41)

26 dibantu oleh beberapa assistant termasuk sound engineer atau sound

director (Widagdo, 2004:114).

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam proses penulisan skenario ini adalah metode deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan tahap-tahap dalam proses pembuatan skenario film. Metode adalah cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Suatu metode yang dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaian obyek yang bersangkutan (Yudiono, 1986:14).

Metode yang digunakan dalam penulisan skenario ini selain metode deskriptif juga meliputi metode klasifikasi. Metode deskriptif digunakan untuk memaparkan proses pembuatan skenario film. Metode klasifikasi digunakan untuk mengelompokkan dan menentukan skenario film yang dihasilkan.

1.7 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dapat dipaparkan sebagai berikut. Bab pertama berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, kerangka teori, sistematika penyajian, dan jadwal kegiatan. Bab dua berupa proses penciptaan skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“. Bab tiga berupa proses pembuatan

(42)

27

BAB II

PROSES PENCIPTAAN SKENARIO

Pada bab ini metode yang akan digunakan adalah metode deskripsi dan metode klasifikasi. Penulis mendeskripsikan dan mengklasifikasikan proses pembuatan skenario film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” sampai pada hasil proses

pembuatan skenario. Pada tahap awal penulis akan memulai dengan proses pembuatan skenario film kemudian memaparkan hasil dari proses pembuatan skenario film.

2.1 Proses Pembuatan Skenario

Penulis skenario menciptakan sebuah cerita secara utuh, lengkap dengan dialog dan deskripsi visualnya. Namun pekerjaan penulis skenario tidak berhenti sampai di atas kertas. Selain harus memikirkan supaya cerita enak dibaca secara tulisan (gunanya untuk dibaca sutradara, produser, kru, pemain dan lain-lain), penulis skenario juga harus ikut membayangkan bagaimana visualisasi tulisan tersebut menjadi tontonan sinetron atau film (Lutters, 2004:xv).

(43)

28 jenis cerita, tema cerita, ide cerita, alur cerita, grafik cerita, setting cerita, unsur dramatik dan bahasa skenario.

2.1.1 Sasaran Cerita

Sasaran cerita yang dituju oleh penulis adalah usia dewasa yaitu umur 17 tahun ke atas. Hal ini disebabkan skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“

memasukkan unsur-unsur kekerasan ke dalam ceritanya. Dialog-dialog yang digunakan dalam skenario film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ banyak

menggunakan kata-kata umpatan sehingga tidak pantas didengarkan oleh anak-anak di bawah usia 17 tahun.

2.1.2 Jenis Cerita

Cerita skenario yang berjudul “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ termasuk

dalam jenis drama tragedi yaitu cerita drama yang berakhir dengan duka lara atau kematian. Akhir dari skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah kematian

ibu. Kematian ibu tidak membuat Boli putus asa untuk menjalani hidup, walau dalam keadaan lumpuh Boli tetap meneruskan hidupnya dengan berjualan tabloid mingguan.

2.1.3 Tema Cerita

Tema dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah rumah

(44)

29 ibu. Kisah perjuangan anggota keluarga yang harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya juga termasuk dalam tema rumah tangga.

Dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” diceritakan tokoh Boli yang masih muda namun harus berjuang untuk mencukupi kehidupan keluarganya dengan berjualan tabloit mingguan di kota. Kondisi ibunya yang tengah sakit menambah persoalan baru bagi Boli karena harus mencari uang untuk biaya operasi. Perjuangan seorang anak untuk keluarganya inilah yang membuat tema cerita film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih “ termasuk dalam tema rumah tangga.

2.1.4 Ide Cerita

Ide cerita dalam skenario film berjudul “Bercak Darah di Atas Kertas Putih“

didapat dari penulis sendiri. Bulan September 2009, seorang teman penulis bercerita tentang ibunya yang baru saja meninggal karena penyakit kanker otak yang sudah mencapai stadium empat. Keadaan keluarga yang tidak mampu untuk membiayai membuat sang ibu meninggal. Usaha untuk mencari biaya operasi sudah dilakukan dengan sekuat tenaga tetapi biaya operasi yang mahal membuat keluarga hanya bisa pasrah dengan keadaan.

(45)

30 Penggabungan unsur perjuangan, kepasrahan, dan kemauan yang keras untuk menjalani hidup akan menjadi sebuah cerita skenario film yang menarik dan memiliki nilai-nilai kehidupan.

2.1.5 Alur Cerita

Plot yang digunakan dalam skenario film pendek berjudul “Bercak Darah Di

Atas Kertas Putih“ adalah plot lurus. Plot lurus adalah plot yang alur ceritanya

terfokus hanya pada konflik seputar tokoh sentral. Konflik dalam skenario film pendek berjudul “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ terfokus pada tokoh utama

atau sentral yaitu Boli dan tidak ada pelebaran konflik ke tokoh yang lain. Plot lurus ini digunakan oleh penulis dengan tujuan agar penonton bisa dengan mudah menerjemahkan maksud dari film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ tanpa

mengurangi sisi keindahan dari sebuah skenario film.

2.1.6 Grafik Cerita

Grafik cerita ibarat tangga nada dalam musik. Grafik cerita dalam skenario berkaitan juga dengan irama plot yang membangun konflik pada tiap adegan dalam skenario. Skenario film pendek ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” menggunakan grafik

(46)

31 dihajar oleh preman-preman yang disewa oleh Satpol PP. Akhir dari skenario film ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” adalah saat Boli membaca surat untuk ibunya

dan melanjutkan hidupnya dengan berjualan koran walau dalam keadaan kaki yang lumpuh.

2.1.7 Setting Cerita

Setting dalam skenario film pendek berjudul “Bercak Darah Di Atas Kertas

Putih“ menggunakan indoor dan outdoor setting. Indoor setting berada di dalam kamar kos, sedangkan outdoorsetting menggunakan perempatan jalan. Untuk setting budaya dalam skenario film pendek menggunakan setting budaya Jawa , terlihat pada dialog yang logat bicaranya menggunakan logat Jawa.

2.1.8 Unsur Dramatik

Unsur Dramatik adalah unsur-unsur yang dibutuhkan untuk melahirkan gerak dramatik pada cerita atau pada pikiran penontonnya. Unsur-unsur dramatik dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah:

a. Konflik yang ditampilkan penulis dalam skenario Bercak Darah Di Atas Kertas Putihadalah konflik tokoh Boli dengan keadaan. Keadaan yang membuat dia tidak bisa mencari uang untuk biaya operasi ibunya.

b. Suspense yang dimunculkan oleh penulis dalam skenario “Bercak Darah Di Atas

(47)

32

c. Curiousity yang dimunculkan penulis dalam skenario Bercak Darah Di Atas

Kertas Putihadalah surat yang ditulis oleh Boli. Begitu berharganya surat itu sampai saat Boli dipukuli oleh para preman, surat itu masih saja dia genggam. Penonton akan penasaran apa isi dari surat itu sebenarnya, sehingga Boli mempertahankannya.

d. Surprise yang dimunculkan penulis dalam skenario Bercak Darah Di Atas

Kertas Putihadalah ketegaran Boli yang masih berjualan setelah mengalami hal yang sangat menyakitkan (kelumpuhan dan meninggalnya ibu).

2.1.9 Bahasa Dalam Skenario

Bahasa dalam skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“

adalah bahasa Indonesia, yang pengucapannya menggunakan logat Jawa. Logat bahasa Jawa mempermudah pemain untuk mengucapkan dialog bahasa Indonesia, karena sebagian besar pemain dalam film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“

berasal dari Yogyakarta.

2.2 Hasil Dari Proses Pembuatan Skenario film “ Bercak Darah Di Atas

Kertas Putih

Setelah memaparkan proses pembuatan scenario film “ Bercak Darah Di Atas

Kertas Putih”, Selanjutnya penulis akan memaparkan hasil dari proses pembuatan

skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” berupa sinopsis, rencana plot,

kerangka tokoh, treatment, dan skenario.

(48)

33

SINOPSIS

BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH

Penulis Skenario : Y. Wijaya Kusuma

Pagi itu BOLI sudah bangun, tangannya mengambil surat lalu membacanya. Raut mukanya berubah setelah membaca surat itu, ternyata surat itu dari IBUnya yang memberi kabar bahwa IBU butuh uang untuk operasi Kanker otak stadium empat. Operasi harus segera dilakukan karena tumor IBU sudah mencapai stadium empat. Sakit kepala yang selama ini dianggap hanya sebatas sakit kepala biasa ternyata disebabkan adanya tumor di otak IBU.

Boli mengambil koran lalu mengayuh sepedanya menuju perempatan jalan untuk berjualan. Di tengah perjalanannya BOLI dipanggil oleh RONY dan KARISMA. RONI dan KARISMA memberitahu BOLI bahwa akan ada razia anak jalanan dan pedagang asongan selama seminggu ini. BOLI ingin tetap berjualan tetapi dipaksa oleh KARISMA dan RONI untuk tidak berjualan dulu sampai kondisi aman. BOLI mengurungkan niatnya untuk berjualan karena akan ada razia. Tetapi beban berat sangat menghantui Boli karena harus segera mengumpulkan uang untuk biaya operasi IBU.

(49)

34 membulatkan tekadnya untuk tetap berjualan apapun resikonya karena IBU tidak bisa menunggu. BOLI keluar dari kamar kos dan bertemu DOMI. DOMI menyapa BOLI. Melihat BOLI membawa tabloid, DOMI mencoba mencegah BOLI untuk berjualan karena memang kondisi belum aman betul. BOLI tidak memperdulikan DOMI. BOLI tetap melaju dengan sepedanya.

Sampai di perempatan jalan BOLI langsung berjualan. Satu persatu koran yang dibawanya habis terjual. Selesai berjualan BOLI berjalan ke sebuah warung untuk membeli kertas surat dan perangko. Setelah membeli kertas surat dan perangko BOLI menulis surat di samping jalan tempat dia berjualan tabloid mingguan. Satu demi satu kalimat dia tulis. Tiba-tiba preman-preman sewaan datang dan mengejar BOLI.

(50)

35 membawanya ke kos dan merawatnya tetapi karena tidak punya uang BOLI terpaksa hanya dirawat sendiri. Dua hari berlalu. Surat sekali lagi datang. Kali ini surat pemberitahuan bahwa IBU telah meninggal. Surat itu diterima oleh KARISMA sebab BOLI masih belum sadarkan diri. Setelah BOLI siuman RONI memberitahukan berita duka itu kepada BOLI.

Mendengar berita itu BOLI hanya terdiam dan menagis di atas kursi roda yang dipinjam RONI dari tetangga sebelah. Akhirnya BOLI bisa menerima kepergian IBUnya. RONI mengajak BOLI ke depan kamar kos. Di depan kamar kos BOLI membuka surat yang belum sempat dikirim untuk IBUnya. Surat itu berlumuran darah. Di atas kursi roda BOLI berusaha membaca surat untuk IBUnya itu. Rasa sakit tidak membuat BOLI berhenti membaca. Bu maaf aku belum bisa mengirim uang untuk IBU... Bertahan ya Bu, BOLI sedang berusaha...!

2.2.3 Rencana Plot

Rencana plot adalah pengembangan dari cerita sebuah skenario. Rencana untuk persiapan pembuatan treatment.

RENCANA PLOT

BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH

(51)

36 Pagi hari Boli terbangun dari tidurnya lalu membaca surat dari ibunya yang berisi bahwa ibu butuh uang untuk operasi kanker yang sudah mencapai stadium empat. Boli mengambil tabloid lalu naik sepeda untuk berjualan. Di tengah perjalanan Boli bertemu dengan Karisma dan Roni yang bercerita bahwa dalam seminggu ini akan ada razia dari preman-preman yang disewa oleh Satpol PP. Berita itu membuat Boli mengurungkan niatnya untuk berjualan.

Di kamar Boli kembali membaca surat dari ibunya. Beberapa hari Boli hanya diam di kamar dan tidak bisa mencari uang untuk operasi ibunya. Pikiran yang kacau ini membuat konflik batin mulai terlihat. Konflik antara berjualan atau tidak berjualan. Boli akhirnya keluar kamar dan pergi ke tempat di mana dia sering menyendiri. Roni datang lalu menegur Boli. Boli bercerita tentang kondisinya saat ini. Roni mencoba menenangkan Boli tetapi Boli tidak bisa menerima maksud baik dari Roni. Boli tidak bisa menerima keadaan yang terjadi saat ini. Keadaan yang memaksanya untuk tidak berjualan sehingga tidak bisa mencari uang untuk membantu ibunya. Faktor keadaan inilah yang membuat konflik di pikiran Boli semakin kelihatan.

(52)

37 menghalanginya. Sampai di pertigaan jalan Boli langsung berjualan. Setelah laku Boli pergi ke sebuah warung untuk membeli kertas surat dan perangko untuk membalas surat dari ibunya. Boli menulis surat di samping pertigaan tempat di mana dia berjualan.

Dari kejauhan kedua preman mendekat pada Boli. Boli melihat kedua preman itu menuju ke arahnya. Dalam keadaan gugup Boli melarikan diri. Boli sempat terjatuh ke tanah. Di sini Boli mulai teringat ibunya. Ingatan Boli itu diluapkan dengan berteriak memanggil ibu. Boli kembali bangun dan terus berlari. Merasa sudah aman, Boli memperlambat larinya. Melihat Boli memperlambat larinya kedua preman itu mempercepat laju motornya, saat tepat di belakang Boli preman itu menendang kepala Boli. Boli terjatuh. Kedua preman itu lalu berhenti dan kembali menghajar Boli hingga pingsan. Sebelum pergi seorang preman sempat mengambil uang dari saku Boli.

(53)

38 telah meninggal. Boli menangis lalu mengambil surat untuk ibunya yang belum sempat dia kirim dan membacanya untuk ibunya. Mau tidak mau Boli harus menerima keadaan bahwa ibu telah meninggal dan dia mengalami kelumpuhan. Beberapa hari berikutnya Boli keluar kamar lalu duduk di kursi roda untuk berjualan koran. Hidup harus tetap berjalan, jalani dengan tersenyum walaupun pahit adanya.

2.2.4 Kerangka Tokoh

KARAKTER TOKOH FILM

BERCAK MERAH DIATAS KERTAS PUTIH

Penulis Skenario : Y. Wijaya kusuma

A. KARAKTER UTAMA

1. KARAKTER BOLI

a. Kultural

Nama sesuai KTP atau nama asli : Boli Setiawan

(54)

39

keluarga dan pergaulan)

Tempat dan tanggal lahir : Kulonprogo, 23 April

1990

Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)

Ketrampilan khusus : Tidak ada

b. Fisikal/biologis

Tinggi badan : 168 cm

Berat badan : 40 kg

Bentuk tubuh : Leptosom

Kondisi fisik : Bugar

Warna mata : Hitam

Warna dan model rambut : Hitam, poni agak

panjang, tidak rapi

Penampilan : Celana pendek jeans

Gaya bicara : Santai, mengalir

(55)

40

Penampilan : Seadanya

Gaya baju atau baju kesukaan : Kaos oblong

Cara berjalan : Ringan, santai

c. Psikologis

Intelegensia : Kurang

Mudah tidaknya bergaul : Sangat mudah

Temperamen/watak : Optimis (selalu

berusaha)

Sifat secara umum : mandiri, hemat,

tidak mudah menyerah

Masalah utama yang harus diatasi : Keuangan

Perkembangan tokoh : - Sejak lulus SMP Boli

pergi ke kota

untuk bekerja, dan

membantu keuangan

(56)

41 - Di kota Boli tinggal di

kos, bekerja sebagai penjual tabloid

mingguan di

perempatan.

- Bertemu dengan Roni dan Karisma yang sama-sama

mengandalkan

perempatan sebagai

sumber mata

pencarian.

Persahabatan mereka sangat erat, seperti saudara.

(57)

42 Pengalaman yang membentuk sifat : Kehidupan di jalan yang keras.

d. Hubungan keluarga/pertemanan

Latar belakang keluarga/keturunan : Lahir sebagai anak

pertama

Teman dekat : Karisma dan Roni

e. Sosial – Ekonomi

Tempat tinggal : Kos

Lingkungan : Kota

Boli adalah tokoh protagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero – tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh yang selalu membangun alur.

2. KARAKTER RONI

a. Kultural

Nama sesuai KTP atau nama asli : Roni Gunawan

(58)

43 Tempat dan tanggal lahir : Wonosari, 1 Januari

1989

Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)

Agama/kepercayaan : Islam (tidak religius)

b. Fisikal – Biologis

Tinggi badan : 170 cm

Berat badan : 45 kg

Bentuk tubuh : Leptosom

Kondisi fisik : Bugar

Warna mata : Hitam

Warna dan model rambut : Hitam, agak panjang,

tidak teratur

Gaya bicara : Mengalir

Penampilan : Bersih, penutup kepala

Cara jalan : Ringan, santai

(59)

44

Intelegensia : Normal

Mudah tidaknya bergaul : Mudah bergaul

Temperamen/watak : Cuek, santai

Sifat secara umum : Cuek dengan kondisi

d. Hubungan keluarga dan pertemanan

Teman dekat : Boli, Karisma, dan

Domi e. Sosial – Ekonomi

Tempat tinggal : Kos

Lingkungan : Kota

Tokoh Roni adalah tokoh antagonis. Antagonis adalah peran yang mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Tokoh antagonis selalu berseberangan dengan tokoh protagonis. Peran antagonis juga sering menjadi tokoh sentral dalam cerita yang tugasnya menggangu dan melawan tokoh protagonis.

3. KARAKTER KARISMA

f. Kultural

(60)

45

Nama panggilan : Karisma

Tempat dan tanggal lahir : Wonosari, 29 Februari

1988

Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)

Kegemaran : Bermain gitar

g. Fisikal – Biologis

Tinggi badan : 168 cm

Berat badan : 45 kg

Bentuk tubuh : Leptosom

Kondisi fisik : Bugar

Warna mata : Hitam

Warna dan model rambut : Hitam, pendek

Gaya bicara : Mengalir

Gaya baju atau kesukaan : Kaos, topi

h. Psikologis

(61)

46 Mudah tidaknya bergaul : Mudah bergaul

Tempramen/watak : Cuek, santai

Sifat secara umum : Cuek dengan keadaan

i. Hubungan keluarga dan pertemanan

Teman dekat : Boli, Roni dan Domi

j. Sosial – Ekonomi

Tempat tinggal : Kos

Lingkungan : Kota

Tokoh Karisma adalah tokoh tritagonis. Tritagonis adalah peran pendamping, peran pembantu adalah peran pelengkap untuk mendukung rangkaian cerita. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh sentral, tetapi bisa juga sebagai penengah atau perantara antartokoh sentral. Fungsi tokoh Karisma sama dengan tokoh Roni yaitu pendukung rangkaian cerita.

4. KARAKTER DOMI

a. Kultural

(62)

47

Nama panggilan : Domi

Tempat dan tanggal lahir : Yogyakarta, 28 Februari

1987

Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)

b. Fisikal – Biologis

Tinggi badan : 172 cm

Berat badan : 45 kg

Bentuk tubuh : Leptosom

Kondisi fisik : Bugar

Gaya bicara : Tegas

Penampilan : Urakan (lusuh)

Gaya baju atau kesukaan : Kaos, celana pendek

c. Psikologis

Intelegensia : Rendah

Mudah tidaknya bergaul : Agak tertutup

(63)

48 Tokoh Domi adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap, guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.

5. KARAKTER PREMAN 1

a. Kultural

Nama panggilan : Kampret

Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)

b. Fisikal – Biologis

Tinggi badan : 170 cm

Berat badan : 55 kg

Bentuk tubuh : Atletis

Kondisi fisik : Bugar

Gaya bicara : Urakan

Penampilan : Urakan (lusuh)

c. Psikologis

(64)

49

Temperamen/watak : Keras

Tokoh Preman 1 adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.

6. KARAKTER PREMAN 2

a. Kultural

Nama panggilan : Santo

Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)

b. Fisikal – Biologis

Tinggi badan : 173 cm

Berat badan : 48 kg

Bentuk tubuh : Atletis

Kondisi fisik : Bugar

Gaya bicara : Urakan

Penampilan : Urakan (lusuh)

(65)

50

Intelegensia : Rendah

Temperamen/watak : Keras

Tokoh Preman 2 adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.

7. KARAKTER PENJUAL

a. Kultural

Nama panggilan : Ibu Wagiran

Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)

b. Fisikal – Biologis

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 58 kg

Kondisi fisik : Bugar

(66)

51 2.2.5 Treatment/Scene Plot

Treatment adalah pengembangan dari sebuah sinopsis yang di dalamnya

berisi plot secara detail dan padat. Bisa diartikan pula sebagai kerangka skenario yang tugas utamanya adalah membuat sketsa dari penataan konstruksi dramatik. Berikut ini adalah treatment film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“.

BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH

Penulis Skenario : Y. Wijaya Kusuma

Treatment/Scene Plot

02.INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. PAGI HARI

BOLI membaca surat dari IBUnya, yang memberi kabar bahwa IBU sedang sakit dan perlu uang untuk operasi secepatnya karena kondisi IBU sangat kritis. BOLI menaruh surat itu, mengambil tabloid, meletakkannya di sepeda lalu pergi.

03.EXT. JALAN: JALAN. PAGI

BOLI mengayuh sepedanya dengan cepat menuju perempatan tempat di mana ia sering berjualan.

04.EXT. SEBERANG JALAN: TEMPAT NONGKRONG. PAGI

KARISMA dan BOLI sedang berbincang serius. Membicarakan masalah razia yang akan dilakukan oleh para preman sewaan. Melihat BOLI lewat KARISMA memanggil BOLI. BOLI berhenti lalu pergi ke arah KARISMA dan RONI.

05.EXT. SEBERANG JALAN: TEMPAT NONGKRONG. PAGI

RONI dan KARISMA menasehati BOLI supaya jangan berjualan dulu karena akan ada razia dari preman-preman yang disewa oleh Satpol PP. BOLI akhirnya mengurungkan niatnya untuk berjualan karena akan ada razia. BOLI berbalik lalu menuju kosnya.

06.EXT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI . SIANG

(67)

52 07.INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. PAGI HARI

BOLI terbangun. Tangannya meraih surat dari IBUnya lagi. Dia membaca lalu menaruhnya. Berdiam sebentar lalu pergi keluar kamar.

07 EXT. LAPANGAN: LAPANGAN TENIS. PAGI HARI

BOLI terduduk lesu, pandangannya kosong. Ingin membantu IBU tapi tidak ada jalan keluar. Perasaan bersalah menghantuinya. Dari kejahuan terlihat RONI mendekat menghampiri BOLI.

08 EXT. LAPANGAN: LAPANGAN TENIS. PAGI HARI

BOLI menanyakan situasi pertigaan kepada RONI. RONI menceritakan bahwa pertigaan belum cukup aman untuk berjualan. BOLI terdiam lalu menceritakan kondisi IBUnya kepada RONI. RONI mencoba menasehati tetapi BOLI tidak bisa menerima nasehat dari RONI. BOLI lalu pergi.

09 INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. SIANG HARI

BOLI kembali ke kamar kosnya lalu berbaring dan akhirnya tertidur.

10 INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. PAGI HARI

BOLI terbangun lalu mengambil tabloid, menaruhnya di sepeda, kemudian pergi.

11 EXT. DEPAN KOS: JALAN DEPAN KOS. PAGI HARI

DOMI melihat BOLI akan berngkat berjualan. DOMI mencegah BOLI untuk berjualan karena keadaan di pertigaan semakin parah. Para PREMAN masih berkeliaran di pertigaan. BOLI tidak menghiraukan ucapan DOMI. BOLI tetap berangkat berjualan.

12 EXT. PERTIGAAN: PERTIGAAN JALAN. PAGI

BOLI menaruh sepeda lalu mengambil tabloid dan berjualan.

13 EXT. WARUNG: WARUNG PINGGIR JALAN: SIANG HARI

BOLI melangkah ke warung untuk membeli surat dan perangko guna membalas surat dari IBUnya. Setelah dari warung BOLI berjalan ke arah sepedanya.

14 EXT. PERTIGAAN: PERTIGAAN JALAN. SIANG HARI

BOLI duduk lalu menulis surat untuk IBUnya. Saat menulis surat datanglah PREMAN yang akan menangkap BOLI. Melihat keadaan semakin menakutkan BOLI berlari melewati gang.

15 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI

BOLI terjatuh dan pikirannya langsung tertuju pada IBU.

16 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI

BOLI berlari dengan kencang. BOLI menoleh ke belakang dan para PREMAN itu tidak lagi kelihatan. BOLI memperlambat larinya.

(68)

53 Melihat BOLI memperlambat larinya, PREMAN itu mendekat lalu menendang kepala BOLI. BOLI terjatuh. PREMAN itu kembali lalu menghajar BOLI sampai pingsan. Sebelum pergi PREMAN itu mengambil uang dari saku BOLI.

18 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI

KARISMA dan RONI melihat BOLI pingsan. Mereka membawa BOLI ke kos dan merawatnya

19 EXT. KAMAR: KAMAR KOS. PAGI HARI.

KARISMA menerima surat dari petugas pos untuk BOLI. KARISMA memberikan surat itu kepada RONI untuk dibaca. Ternyata surat itu berisi berita bahwa IBU telah meninggal dunia.

20 EXT. KAMAR: KAMAR KOS. PAGI HARI

Akhirnya BOLI sadarkan diri. Kakinya tak bisa digerakan sementara rahangnya masih terasa sakit. RONI menyuruh BOLI minum. RONI meminta maaf perihal RONI dan KARISMA tidak membawa BOLI ke rumah sakit karena besarnya biaya. RONI mengajak BOLI untuk berjalan-jalan pada sore hari.

21 EXT. KOS: DEPAN KOS. PAGI HARI

RONI membawa BOLI keluar kos dengan kursi roda yang ia pinjam dari tetangga di sebelah kos. RONI bercerita bahwa BOLI mendapat surat dari keluarganya di kampung yang memberi kabar bahwa IBU telah meninggal. BOLI tertunduk lesu dan menangis. Tangannya menggengam erat kursi roda seakan ia ingin berteriak tetapi tidak bisa. BOLI mengambil surat yang ia tulis untuk ibunya lalu membacanya.

22 EXT. DEPAN KAMAR KOS. PAGI HARI

BOLI keluar kamar membawa tabloid lalu duduk di atas kursi roda dan berangkat berjualan.

2.2.6 Skenario

Skenario adalah naskah atau script yang menjadi acuan sutradara dalam produksi sebuah film. Skenario diibaratkan seperti kerangka tubuh manusia sehingga skenario merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembuatan sebuah film.

Bercak Darah Di Atas Kertas Putih

Cerita dan Skenario : Y.Wijaya Kusuma

TEASER (ADEGAN PEMBUKA)

MAIN TITLE (JUDUL CERITA)

CREDIT TITLE

(69)

54 01. INT. KAMAR ( PAGI )

BOLI

(Membaca surat)

BOLI

(BOLI mengambil tabloid lalu menaruhnya di sepeda lalu pergi naik sepeda)

CUT TO

02. EXT. SEBERANG JALAN. PAGI

KARISMA dan RONI sedang berbincang-bincang serius di seberang jalan tiba-tiba BOLI lewat. Dengan cepat KARISMA memanggil BOLI

KARISMA

(Berteriak memangil BOLI)

Bol…Bol…Boli!

BOLI

(Berhenti lalu memandang ke arah KARISMA dan RONI)

KARISMA

Bol… Sini dulu!

BOLI

(Memutar sepedanya lalu melaju ke arah KARISMA dan RONI)

RONI

Nah…Gitu dong, Bol…

BOLI

Gimana? Ada apakah gerangan sehingga dikau memangil daku yang mau ngantor ini. Kalau cuma mau ngobrol apa gosip aku ga ada waktu. Buatku waktu adalah uang…!

RONI

(Ngejek Boli)

Cieeehh…

(70)

55

Emang ada apa? Kayaknya heboh banget

RONI

Pake bahasa yang mudah aja broo, bahasamu terlalu tinggi. Aku jadi ga dong

KARISMA

Begini Bol,

merurut info yang berkembang, dalam seminggu ini akan ada razia...

BOLI

Razia… Ah jangan bikin berita palsu lo. Toh kalau hanya razia paling-paling cuman ditangkep, masuk satu hari setelah itu keluar... Santai aja ga usah dibesar-besarkan dong.

KARISMA

Ya kalau razia dari Trantip sih emang satu hari masuk besok dah keluar. Razia yang satu ini termasuk razia baru Bol... Razia dari Trantip tapi dijalankan oleh para preman. Udin kemarin ketangkep terus dihajar sampai gegar

(71)

56 RONI

(Menegaskan)

Udah dihajar uangnya diambil lagi.

BOLI

Loh Trantip kok pake preman ?

KARISMA

Ya kalau trantip kan cuman nangkap aja , jadi ga bikin jera para pengamen dan penjual asongan, tapi kalau preman yang beraksi...tahu sendiri kan akibatnya...

BOLI

Terus maksud kalian?

KARISMA

Ya… Untuk sementara kita jangan jualan dulu!

Biar aman.

BOLI

Kalau ga ngantor terus kita mau makan apa?

Orang susah kok malah dibikin susah.

RONI

(Menegaskan)

Iya…

Tapi kita mau berbuat apa lagi.

CUT TO

03.INT. KAMAR BOLI. PAGI

BOLI sulit memejamkan mata walau hanya untuk sebentar, pikirannya selalu berjalan. Berita yang diberitahukan RONI dan KARISMA membuat dia tidak bisa tidur. Terus berpikir bagaimana cara agar dia bisa mendapatkan uang untuk ibunya di kampung.

(72)

57 04.INT. KAMAR BOLI. SORE

Dua hari berlalu. BOLI tetap saja tidak bisa berjualan. BOLI hanya tiduran di kamar, lalu mengambil surat di sampingnya dan membacanya sekali lagi. Setelah membaca BOLI menaruh surat itu lalu berjalan keluar.

CUT TO

05. EXT. SAMPING LAPANGAN TENIS. SORE

BOLI berjalan lesu. Sesampainya di samping lapangan tenis BOLI duduk. Pikirannya masih saja berputar. Matanya menatap jauh seakan-akan tidak ada semangat di matanya. Dari kejauhan RONI melihat BOLI duduk sendirian lalu RONI berjalan menghampiri.

RONI

Masih belum kondusif Bol, aku juga bingung. Dua hari aku mangamati situasi masih saja ada preman yang mengawasi setiap pertigaan maupun perempatan yang sering buat jualan sama anak-anak.

(73)

58 RONI

(Terdiam)

BOLI

Kata dokter ibuku harus segera dioperasi secepatnya.

Kamu tahu kan ongkos buat operasi sangat besar!

RONI

(Diam sambil melihat BOLI)

BOLI

Dan sekarang aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau begini terus keadaannya aku ga bisa membiayai operasi ibuku. Apa aku harus melihat ibuku meninggal gara-gara aku tidak bisa bisa membiayai operasi?

BOLI

(Setelah melampiaskan amarahnya BOLI duduk menangis)

RONI

(Mengambil rokok)

Rokok, Bol… Biar lebih tenang.

BOLI

Makasih, Ron.

Surat ini datang dua hari lalu Ron

dan aku ga bisa membalas surat ibuku ini karena ga punya uang.

Aaahh… Hanya membalas surat ibu saja aku tidak bisa

Aku memang anak durhaka….

RONI

Sabar Bol... Sabar… Tuhan pasti punya rencana yang indah di balik peristiwa ini Bol...

BOLI

(74)

59 Indah? Indah?

Seorang anak yang hanya bisa melihat ibunya sakit dan hampir meninggal tanpa bisa berbuat apa-apa untuk ibunya kamu sebut indah…! koran. DOMI yang melihat BOLI akan berjualan mencoba untuk mencegahnya.

DOMI

Bol… Jangan nekat!

BOLI

Apa boleh buat, apapun yang terjadi aku tetep berjualan.

Aku harus cari uang buat ibuku.

DOMI

Kamu jangan nekat Bol!

Apa kamu mau seperti Udin!

Kamu jangan nekat!

BOLI

(BOLI tetap mengayuh sepedanya untuk berjualan)

DOMI

(75)

60 CUT TO

07. EXT. PERTIGAAN JALAN. SIANG

Sampai di pertigaan jalan BOLI menaruh sepeda lalu mulai berjualan. Setelah berjualan BOLI berjalan ke arah sepeda lalu duduk. Ia merogoh sakunya dan mengambil uang hasil penjualan dan menghitungnya. BOLI berjalan ke arah warung untuk membeli kertas surat dan perangko.

CUT TO

08. EXT. WARUNG. SIANG

BOLI

(Merogoh saku lalu mengambil uang)

Bu, beli kertas surat sama perangko

PENJUAL

BOLI berjalan ke pertigaan lagi. Sampai di pertigaan BOLI duduk lalu mengambil pena di tasnya dan mulai menulis surat untuk IBUnya. Dari kejahuan dua orang PREMAN menuju ke arah BOLI dengan mengendarai motor. Melihat PREMAN menuju ke arahnya, BOLI lari dengan cepat. Sepedanya tak sempat dibawa.

BOLI

(Berlari)

CUT TO

(76)

61 BOLI terjatuh. Keringatnya bercucuran. Keringatnya menetes di jalanan.

BOLI

BOLI belum juga berdiri, napasnya terengah-engah.

12. EXT. JALAN. SIANG

PREMAN semakin mendekat ke arah BOLI. BOLI kembali berdiri lalu berlari lagi.

13. EXT. GANG. SIANG

Merasa aman BOLI mengurangi kecepatan larinya.

14. EXT. GANG. SIANG

Melihat BOLI berjalan, kedua PREMAN mempercepat laju sepeda motornya. Setelah masuk dalam jangkauan, PREMAN yang di belakang langsung memukul kepala BOLI.

PREMAN 1

(Marah)

Bajingan, ketangkap kamu sekarang...!

(BOLI tersungkur sambil memegangi kepalanya dan berusaha untuk berdiri. Melihat BOLI berusaha berdiri, kedua PREMAN itu berhenti lalu berlari ke arah BOLI)

Gambar

Grafik cerita ibarat tangga nada dalam musik. Grafik cerita dalam skenario
Grafik Fraytag’s Piramide (Lutters, 2004:52)
Grafik Elizabeth Lutters 1, (Lutters, 2004:52)
Grafik Elizabeth Lutters (2)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam UU RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1, dikatakan bahwa “Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan,

- Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah. - Nodul panas bila penangkapan yodium lebih

Komponen perlakuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan infusa daun srikaya ( Annona squamosa , L) serta pembanding kuersetin yang terbentuk dari reaksi

1) untuk memastikan bahwa dokumen ini dapat diterjemahkan ke dalam Kebijakan Umum APBD (KUA), Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS), Rencana Kerja

Komunikasi dakwah suatu proses penyampaian informasi atau pesan seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau sekelompok orang lainnya yang bersumber dari

Kepegawaian adalah salah satu bagian dari unit Urusan Tata Usaha yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pemberi informasi dan layanan terkait dengan urusan pegawai di Loka Litbang

Tujuan dari penulisan ini adalah menghitung pembebanan pada gedung Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok, menentukan dimensi dan kedalaman pondasi, menghitung daya

Misalnya strategi dalam permainan basball, permainan sepak bola saat melakukan serangan, serta memancing ternyata juga merupakan salah satu kegiatan yang yang