i
PENCIPTAAN SKENARIO BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
YANG DIVISUALISASIKAN DALAM BENTUK FILM PENDEK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Disusun 0leh :
Nama : Yustinus Wijaya Kusuma NIM : 024114043
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO PERSEMBAHAN
Kita hidup harus dengan satu tujuan,
kita harus hidup dengan tertawa,
kita harus hidup dengan tekad,
dan yang terpenting kita harus tetap hidup walau ada seribu masalah.
Di mana ada keyakinan di situ pasti ada harapan
(Wijaya Kusuma)
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Yesus Kristus dan Bunda Maria, Bapak dan Mama yang mencintaiku,
kakaku Agnes Silvia Purwaningsih yang selalu mengasihiku, Sri Wulandari Marta
v
Peryataan Keaslian Karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagi layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Februari 2010 Penulis
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberi kelimpahan dan tuntunan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Penciptaan Skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” yang Divisualisasikan
dalam Bentuk Film ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra
Indonesia di Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini dapat terwujud berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum. dan Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing sampai tersusunnya skripsi ini;
2. Para dosen jurusan Sastra Indonesia, yang telah dengan sabar mendidik penulis; 3. Para karyawan dan karyawati sekretariat Sastra dan BAAK yang selalu
mempermudah pengurusan administrasi;
4. Para karyawan dan karyawati Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu mempermudah peminjaman buku-buku;
5. Ayahanda, Ibunda, dan Kakanda yang telah memberi dukungan materil dan spiritual kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai;
6. Teman spesial yang selalu mendukung penggarapan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;
viii
8. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia 2002 yang telah memberikan motivasi sehingga penulis selalu terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini;
9. Teman-teman “sukarelawan” yang telah berkenan membantu penulis dengan merelakan komputernya untuk di-booking dalam waktu lama;
10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah banyak memberikan dukungan dan perhatian sampai selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mohon sumbangan berupa pemikiran, kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Meskipun demikian, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, terima kasih.
Yogyakarta, 28 Februari 2010 Penulis
ix ABSTRAK
Kusuma, Wijaya. 2009. Penciptaan Skenario ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” Yang Divisualisasikan Dalam Bentuk Film Pendek. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma
Skenario adalah bagian terpenting dalam pembuatan film. Proses pembuatan skenario menjadi faktor utama yang mempengaruhi kualias sebuah sinematografi. Dalam skripsi ini penulis menciptakan sebuah skenario film pendek mulai dari tahap awal pembuatan skenario sampai proses produksi film pendek.
Dari Proses pembuatan skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” dapat disimpulkan bahwa (1)sasaran cerita usia 17 tahun ke atas, (2)jenis cerita tragedi, (3)tema keluarga, (4)ide cerita berasal dari penulis yang terilhami cerita seorang teman, (5)alur maju/plot lurus, (6)grafik cerita menggunakan Grafik Aristoteles, (7)setting cerita menggunakan
outdoor dan indoor , (8)setting budaya menggunakan setting budaya Yogyakarta, (9)rencana
plot dan treatment merupakan penerapan dari plot lurus, (10)kerangka tokoh mengambarkan bentuk fisik tokoh dan psikis tokoh, (11)bahasa yang digunakan dalam scenario film pendek” Bercak Merah Di Atas Kertas Putih” adalah bahasa Indonesia yang menggunakan logat bahasa Jawa.
Produksi film dibagi menjadi tiga tahap yaitu pra-produksi, produksi, dan pasca-produksi. Pra-produksi meliputi (1)sutradara, (2)produser dan modal, (3)story board, (4)hunting lokasi, dan (5)tata kostum. Produksi meliputi (1)penata fotografi dan juru kamera, (2)pemeran, (3)tata rias, (4)tata suara dan cahaya, serta (5)tata artistik. Pasca-produksi meliputi (1)tata musik dan (2)editing.
Skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” berkisah tentang perjuangan seorang penjual tabloid mingguan bernama Boli yang berjuang mencari uang untuk membiayai operasi kanker ibunya. Berbagai tantangan harus ia lalui hingga pada akhirnya ia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa sang ibu meninggal sementara ia sendiri menjadi cacat. Nilai pantang menyerah dan pengabdian kepada orang tua menjadi hal penting yang ingin diungkapkan oleh penulis.
x
ABSTRACT
Kusuma, Wijaya. 2009. TheComposition Of “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” Scenario
Which Is Being Visualized In Short Film Model. Yogyakarta: Indonesian Literature Study
Program, Sanata Dharma University
The process of “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” scenario composition concludes that (1)the story target are adults, (2)it is a tragically kind of story, (3)family theme, (4)the story idea was taken from a true story of a friend’s experience, (5)progressive plot, (6)the story uses the Aristoteles Graphic, (7)outdoor and indoor setting, (8)Yogyakarta cultural setting, (9)plot planning and treatment as the application of progressive plot, (10)figure plan, (11)the main language is Indonesian language in Javanese language dialect.
The film production contains of three main steps; pre-production, production, and post-production. Pre-production step contains of (1)film director, (2)producer and capital, (3)story board, (4)location hunting, and (5)costume. Production; (1)director of photography and cameraman, (2)characters, (3)makeup, (4)sound system and lighting, and (5)director of artistic. Post-production is about (1)musical directing and (2)editing.
“Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” scenario is about the struggle of Boli, a newspaper vendor, in financing his mother’s cancer surgery. This man has to overcome everything even he has to accept the facts of his mother’s death and his paralysis. Not to give up easily and parenthood respect are the moral values of this story.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
xii
1.5.1.6 Grafik Cerita……….. 7
1.5.1.7 SettingCerita……….. 11
1.5.1.8 Unsur Dramatik………. 12
1.5.1.9 Bahasa Dalam Skenario……… 13
xiii
2.1 Proses Pembuatan Skenario “Bercak Darah di Atas Kertas Putih”… ... . 27
xiv
BAB III PROSES PRODUKSI FILM “BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS
PUTIH”………. 66
3.1.2.1 Penata Fotografi dan Juru Kamera……… 70
xv
1
BAB I
PENCIPTAAN SKENARIO BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
YANG DIVISUALISASIKAN DALAM BENTUK FILM PENDEK
1.1 Latar Belakang
Skenario adalah bagian terpenting dalam pembuatan film. Skenario merupakan intisari dari terbentuknya cerita dalam sinematografi. Kreativitas seorang penulis skenario sangat mempengaruhi kualitas film yang akan dibuat. Setiap tontonan di TV, film, dan bioskop tak lepas dari peran penulis skenario, sebab skenario adalah intisari yang lazim disebut sebagai jiwa atau roh dari terbentuknya cerita dalam sinetron atau film (Lutters, 2004:xiv).
Skenario bukanlah karya sastra yang menjadi hasil akhir sebuah karya seni. Skenario merupakan bahan baku dasar, sebagai blue print, kerja produksi. Dengan kata lain skenario merupakan patokan awal dalam pembuatan film (Widagdo, 2004:17).
2 mencari ide, membuat skenario film, hingga akhirnya divisualisasikan dalam bentuk film pendek. Dalam hal ini film menjadi hasil akhir dari penciptaan sebuah skenario.
Tema dari film ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” ialah jangan pernah
menyerah untuk menjalani hidup. Dasar dari skenario ”Bercak Darah Di atas Kertas
Putih” adalah perjuangan dan pengorbanan seorang anak untuk ibunya.
3 harus terus berjalan walau sang ibu telah meninggal. Dengan kursi roda Boli tetap berjualan koran untuk menyambung hidupnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penciptaan skenario ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih”?
2. Bagaimana proses pembuatan film yang dibuat dari skenario ”Bercak Darah
Di Atas Kertas Putih”?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Menghasilkan sebuah skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ dari proses awal pembuatan sampai menjadi skenario film pendek.
2. Membuat film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ sebagai hasil visualisasi dari sebuah skenario.
1.4 Manfaat Penulisan
4 “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ yang akan direalisasikan dalam bentuk film pendek, kita dapat mengetahui proses pembuatan skenario film pendek dari awal munculnya ide sampai proses akhir yaitu memproduksi film pendek. Bagi program studi Sastra Indonesia karya ini dapat menjadi bahan kajian untuk mata kuliah penulisan skenario.
1.5 Kerangka Teori
Dalam kerangka teori ini penulis menghadirkan dua bagian penting, yang pertama tentang proses penciptaan skenario dan yang kedua adalah proses produksi.
1.5.1 Proses Penciptaan Skenario
Dalam subjudul ini, penulis akan menjelaskan skenario dan tahap-tahap pembuatan skenario. Skenario adalah naskah atau script yang menjadi acuan sutradara untuk memproduksi sebuah film. Penulis skenario menciptakan sebuah cerita secara utuh, lengkap dengan dialog dan deskripsi visualnya. Namun, pekerjaan seorang penulis skenario tidak hanya berhenti sampai di atas kertas. Selain harus memikirkan agar cerita enak dibaca secara tulisan (gunanya untuk panduan sutradara, produser, kru, pemain, dll), penulis skenario juga harus membayangkan bagaimana visualisasi tulisan tersebut menjadi tontonan sinetron atau film (Lutters, 2004:xv).
5
1.5.1.1Sasaran Cerita
Sasaran cerita yaitu kepada siapa cerita tersebut akan ditujukan. Salah satunya berkaitan dengan usia. Sasaran cerita mempengaruhi tema dan cara bertutur dalam skenario. Beberapa tingkat usia yang menjadi patokan dalam membuat skenario, antara lain: Anak-anak, remaja, dewasa, dan umum (Lutters,2004:31).
1.5.1.2 Jenis Cerita
Cerita dapat dikelompokkan menjadi drama tragedi (cerita yang berakhir dengan duka lara atau kematian), drama komedi (cerita lucu yang berasal dari para pemainnya maupun situasinya), drama misteri (cerita yang sangat terasa ketegangannya baik dari unsur mahluk halus maupun klenik), drama laga (cerita yang banyak menampilkan adegan pertempuran dan perkelahian), melodrama (cerita yang memunculkan unsur yang mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan), drama sejarah (cerita yang menampilkan kisah-kisah sejarah baik tokoh maupun peristiwanya), drama dokumenter (cerita yang berisi kisah non-fiksi atau non-drama), dan drama propaganda (cerita yang bertujuan untuk mempromosikan suatu produk maupun kegiatan sosial) (Lutters,2004:35-40)
1.5.1.3 Tema Cerita
6 rumah tangga (kisah tentang problema rumah tangga atau keluarga), perselingkuhan (kisah tentang suami istri yang tertarik pada laki-laki atau wanita lain), pembauran (kisah tentang asimilasi warga pribumi dengan keturunan Cina), persahabatan (kisah tentang kesetiaan pertemanan), kepahlawanan (kisah tentang tokoh utama yang memiliki kelebihan dibanding manusia lain yang mempunyai sifat suka menolong) petualangan (kisah yang berisi penelusuran atau perjalanan seorang tokoh utama), balas dendam (kisah yang berisi tentang pembalasan atas sakit hati dari tokoh utama), dan keagamaan (kisah yang berisi tentang perjalanan religius tokoh utama), (Lutters, 2004:41-45).
1.5.1.4 Ide Cerita
Ide adalah gagasan sebuah cerita yang nantinya akan dituangkan menjadi sebuah cerita dalam skenario. Menurut Elizabeth Lutters (2004:46-50), ide didapatkan dari penulis (pengalaman pribadi penulis), karya sastra (novel, roman, cerpen, cerber, dll), film, dan produser.
7
1.5.1.5 Alur Cerita/Plot
Alur cerita sama dengan jalan cerita atau sering kita sebut plot. Plot merupakan suatu hal yang wajib ada dalam sebuah cerita, termasuk cerita skenario film. Plot yang berkaitan dengan penulisan skenario dapat dibagi menjadi plot lurus dan plot bercabang. Plot lurus adalah plot yang alur ceritanya terfokus pada konflik seputar tokoh sentral. Plot bercabang adalah plot yang alur ceritanya melebar ke tokoh-tokoh yang lain (Lutters,2004:50-51).
1.5.1.6 Grafik Cerita
Grafik cerita ibarat tangga nada dalam musik. Grafik cerita dalam skenario berkaitan juga dengan irama plot yang membangun konflik pada tiap adegan dalam skenario. Berikut ini adalah beberapa grafik konflik yang lazim digunakan dalam membuat skenario film dan sinetron (Lutters,2004:51-56).
A. Grafik Aristoteles
8 Grafik ini adalah grafik umum yang diciptakan oleh Aristoteles, seorang filsuf dan
sastrawan Yunani kuno. Saat ini masih banyak digunakan oleh beberapa penulis di Indonesia
untuk membuat skenario (teater, sinetron, atau film).
B. Grafik Fraytag’s Piramide
Grafik Fraytag’s Piramide (Lutters, 2004:52)
Grafik ini dianggap kurang baik oleh Brander Mathews dan H. Misbach Yusa Biran
sehingga Misbach membuat grafik yang menurutnya lebih baik.
C. Grafik Misbach Yusa Biran
9 Perjalanan grafik ini sama dengan grafik Aristoteles. Nilai dramatik disusun
meningkat terus. Bedanya, klimaks baru dicapai pada saat mendekati akhir cerita, disusul
sedikit saja dengan anti klimaks, lalu tamat.
Grafik tersebut adalah grafik yang dianggap baik oleh H. Misbach Yusa Biran dalam
diklat yang dituliskannya pada sekitar tahun 1980-an. Dan memang untuk beberapa cerita di
Indonesia sampai saat ini, banyak sinetron memakai gaya penulisan skenario dengan struktur
grafik tersebut.
D. Grafik Hudson
a. Ekposisi/pengenalan
b. Insiden permulaan/awal konflik
c. Pertumbuhan laku/penanjakan laku
d. Krisis atau titik balik/klimak krisis
e. Penyelesaian/penurunan laku
f. Castrope/keputusan
Grafik Hudson (Lutters, 2004:52)
E. Grafik Elizabeth Lutters (1)
10 Grafik ini mengambil gebrakan di depan, lalu turun atau reda beberapa saat, namun
selanjutnya diikuti oleh konflik yang naik, lalu datar sedikit terus naik lagi dan datar sedikit,
menyerupai anak tangga, dan seterusnya hingga mencapai puncak konflik yaitu klimaks.
Setelah itu ada katarsis atau penjernihan sedikit lalu tamat.
F. Grafik Elizabeth Lutters (2)
Grafik ini dimulai dengan gebrakan di depan, lalu konflik turun sedikit, datar
sebentar, kemudian naik terus dengan posisi agak terjal sehingga mencapai klimaks. Tidak
ada anti klimaks atau katarsis/penjernihan. Cerita diakhiri pada adegan klimaks.
Grafik Elizabeth Lutters (2)
1.5.1.7 Setting Cerita
Setting cerita adalah lokasi tempat cerita ini ingin ditempatkan atau diwadahi.
Setting bisa diartikan sebagai lokasi (tempat) dan bisa pula diartikan sebagai latar
11
a. Setting Tempat
Setting diartikan media, dapat dibedakan menjadi indoor dan outdoor. Setting
indoor selain diartikan sebagai setting di dalam ruangan (dalam rumah), juga
diartikan setting buatan di dalam studio (Lutters,2004:56).
Setting outdoor dibuat di luar studio. Biasanya digunakan dalam film atau
sinetron yang menonjolkan unsur gambar dan pemandangan. Skenario dengan setting jenis ini biasanya tidak mengunakan terlalu banyak dialog. Penulis lebih memperluas tulisan pada deskripsi visualnya sehingga penggambarannya bisa lebih detail (Lutters,2004:56).
b. Budaya
Setting dikaitkan dengan budaya tertentu. Semua unsur yang terkait dengan
setting tersebut disesuaikan dengan daerah dan budaya yang akan ditampilkan.
Setting budaya banyak dipakai untuk membuat film atau sinetron lokal
(Lutters,2004:58).
5.1.1.8 Unsur Dramatik
12 a. Konflik adalah permasalahan yang kita ciptakan untuk menghasilkan
pertentangan dalam sebuah keadaan sehingga menimbulkan unsur dramatik yang menarik. Konflik biasanya timbul jika seorang tokoh tidak mencapai apa yang diinginkannya (Lutters,2004:100).
b. Suspense disebut pula ketegangan. Ketegangan yang dimaksudkan di sini tidak
berkaitan dengan yang menakutkan melainkan menanti sesuatu yang akan terjadi (Lutters,2004:101).
c. Curiousity adalah rasa ingin tahu atau penasaran penonton terhadap sebuah
adegan yang kita ciptakan. Hal ini bisa ditimbulkan dengan cara menampilkan sesuatu yang aneh sehingga memancing keingintahuan penonton (Lutters,2004:102).
d. Surprise atau kejutan. Dalam penjabaran sebuah cerita, perasaan surprise pada
penonton timbul karena jawaban yang mereka saksikan berada di luar dugaan (Lutters,2004:102).
5.1.1.9Bahasa dalam Skenario
sehari-13 hari yang digunakan dalam dialogpun harus tepat sesuai dengan latar belakangnya (Lutters,2004:103-104).
5.1.1.10 Sinopsis
Sinopsis bukan hanya ringkasan sebuah film. Sinopsis bukanlah sebuah karya sastra untuk dipamerkan, namun yang lebih penting adalah membuat penonton memahami sekilas tentang bagaimana film tersebut disajikan. Sinopsis berisi ikhtisar film, alur cerita, konflik, maupun tokoh yang penting dan mempengaruhi plot, termasuk dalamnya informasi tempat dan waktu kejadian. (Widagdo, 2004:29).
Sinopsis adalah ringkasan cerita dalam skenario. Dalam sebuah skenario film sinopsis bukan sekedar ringkasan cerita, tetapi juga memuat semua informasi dalam skenario. Di dalam sinopsis untuk film dan sinetron, ada beberapa hal yang harus termuat, yakni isi cerita, keinginan, tujuan dari cerita, serta hambatan dan cara penanggulangannya (Lutters, 2004:61).
5.1.1.11 Rencana Plot
14
5.1.1.12 Kerangka Tokoh
Kerangka tokoh berguna untuk menjelaskan hubungan antartokoh dalam skenario. Kerangka tokoh harus dibuat agar cerita yang kita konsepkan tidak bercabang. Hal-hal yang ada dalam kerangka tokoh:
a. Nama tokoh, nama tokoh harus disesuaikan dengan banyak hal. Misalnya, seorang tokoh remaja kota trendi yang juga merupakan anak orang kaya tentu tidak terasa tepat jika diberi nama Sariyem. Pangkat atau jabatan juga harus ditulis sebagai tanda profesi atau jabatan dalam masyarakat (Lutters,2004:69).
b. Usia tokoh, usia tokoh harus diperjelas terutama saat terjadi adegan flash back, karena itulah usia di saat flash back harus dicantumkan. Menjelaskan usia tokoh juga penting untuk casting pemain dan make up pemain (Lutters,2004:69-70).
15 normal). Tipe psikis adalah penggolongan manusia berdasarkan temperamen atau bisa disamakan dengan karakter. Beberapa tipe psikis :
Sanguin, umumnya memiliki tipe fisik piknis. Sifat-sifat khasnya mudah menerima kesan, sering berjanji tapi jarang ditepati, suka menolong, bukan penakut, dan cepat bosan pada hal-hal serius (Lutters,2004:73).
Melankolis, biasanya memiliki tipe fisik leptosom. Sifat khasnya adalah semua dianggap penting, selalu curiga terhadap orang lain, serta tidak mudah membuat janji (Lutters,2004:73-74).
Koleris, memiliki tipe fisik atletis. Sifat khasnya cepat terbakar, tindakan cepat tapi tidak terkontrol, selalu tampak sibuk, mengejar kehormatan, suka melindungi dan bermurah hati, serta rapi dalam berpakaian (Lutters,2004:74).
Flegmatis, biasanya memiliki tipe fisik displastis. Sifat khasnya cool (tenang), tidak mudah marah, cenderung masa bodoh (Lutters,2004:76).
d. Status tokoh, status dalam hal ini adalah status dalam arti umum, misalnya pelajar, mahasiswa, lajang atau sudah menikah (Lutters,2004:76).
16 f. Profesi atau jabatan, pekerjaan tokoh yang ada dalam skenario atau jabatan
dalam perusahaan tokoh ( Lutters,2004:77).
g. Ciri khusus tokoh, artinya ciri-ciri fisik atau kelakuan dari tokoh-tokoh yang ada. Ciri-ciri ini perlu ditulis untuk melihat kelebihan dan kekurangan pada dirinya berkaitan dengan perannya (Lutters,2004:77-78).
h. Latar belakang tokoh, lebih merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu tokoh tersebut yang masih mempengaruhi sikap hidup tertentu tokoh (Lutters,2004:79-80).
i. Tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan. Ditinjau dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis (Altenbert dan Lewis via Nurgiyantoro, 1995:178).
Protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero – tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, serta apa yang ideal bagi kita (Altenbert dan Lewis via Nurgiyantoro, 1995:178).
17 maupun tidak langsung yang dapat bersifat batin maupun fisik (Altenbert dan Lewis via Nurgiyantoro, 1995:178).
Tritagonis adalah peran pendamping. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh sentral, tetapi bisa juga sebagai penengah atau perantara antartokoh sentral (Lutters, 2004:80-81).
Peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap, guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita (Lutters, 2004:81-82).
5.1.1.13Treatment / Scene plot
Treatment adalah pengembangan dari sebuah sinopsis yang di dalamnya
berisi plot secara detail dan padat. Bisa diartikan pula sebagai kerangka skenario yang tugas utamanya adalah membuat sketsa dari penataan konstruksi dramatik.
18
5.1.1.14Skenario
Skenario adalah penuturan secara filmis dengan penataan secara khusus. Skenario merupakan draf akhir sebuah jalinan cerita yang siap divisualisasikan menjadi sebuah karya film (Widagdo, 2004:30).
Elemen-elemen dasar dalam skenario berfungsi sebagai petunjuk atau keterangan yang mendukung cerita dan peristiwa yang disatukan dalam sebuah alur cerita skenario. Elemen-elemen yang ada adalah informasi ruang dan waktu, peristiwa, karakter tokoh, parenthetical (keterangan aksi), dialog, transisi adegan, dan shot angel (Widagdo, 2004:22-25).
Menurut Elizabeth Lutters (2004:90-97), skenario adalah naskah cerita yang sudah lengkap dengan deskripsi dan dialog, telah matang dan siap digarap dalam bentuk visual. Format pembuatan skenario bisa berbeda-beda tergantung gaya dan selera penulis skenario. Meski dari isi tidak banyak berbeda, format skenario memuat hal-hal berikut:
a. Judul scene berisi: nomor scene 1: keterangan luar/dalam ruangan yang biasanya memakai istilah exterior/interior yang menjelaskan tempat kejadian dan ruangannya (Lutters,2004:92).
19 c. Deskripsi visual: Deskripsi ini berisi tentang keterangan suasana, tempat kejadian,
dan peristiwa yang terkandung dalam scene tersebut (Lutters,2004:92-93).
d. Tokoh dialog: Bagian ini hanya menerangkan nama dari tokoh yang sedang berdialog (Lutters,2004:93).
e. Beat: Beat dalam istilah musik berarti irama/tempo. Istilah beat dalam skenario tak jauh berbeda dengan musik, hanya menitikberatkan irama/tempo tersebut ada pada emosi inner-action tokoh yang akhirnya tersirat dalam ekspresi (Lutters,2004:93).
f. Dialog: Kalimat yang nantinya akan diucapkan oleh pemain. Dialog dibutuhkan untuk menyampaikan hal-hal yang tidak bisa dilakukan hanya dengan gerak dan gambar ( Lutters,2004:94).
g. Transisi: Transisi dalam skenario berarti peralihan; peralihan dari scene satu ke
scene berikutnya. Biasanya digunakan istilah cut to, fade out, fade in atau
dissolve to (Lutters,2004:97).
1.5.2 Proses Produksi Sebuah Film
20
1.5.2.1 Pra-Produksi
Pra-produksi adalah masa persiapan sebelum produksi. Produksi sebuah film dimulai dari pra-produksi. Di dalam pra-produksi terdapat sutradara, produser, story
board, penata fotografi, juru kamera, tata artistik, kostum, tata rias, tata cahaya, tata
suara, tata musik, pemeran, dan hunting lokasi.
a. Sutradara
Sutradara menduduki posisi tertinggi dalam segi artistik. Sutradara memimpin pembuatan film tentang bagaimana yang harus tampak oleh penonton. Sutradara bertanggung jawab meliputi aspek-aspek kreatif, baik interpretative maupun teknis dari sebuah produksi film. Selain mangatur laku di depan kamera dan mengarahkan akting dan dialog, sutradara juga mengontrol sisi kamera, suara, pencahayaan, di samping hal-hal lain yang menyumbang kepada hasil akhir sebuah film (Sumarno, 1996:34).
21
b. Produser dan Modal
Produser adalah majikan dari seluruh pembuatan film dan bertanggung jawab penuh atas modal yang dibutuhkan untuk pembuatan film. Tugas utama produser yaitu mengatur mekanisme kerja yang dilakukan pada tahap produksi sesuai dengan waktu dan biaya yang telah ditentukan. Oleh karena itu produser perlu membuat working schedule atau jadwal kerja agar pelaksanaan kerja terdistribusi dan terkontrol dengan rapi sehingga pada produksi nantinya tidak ada yang terlupa yang menghambat jalannya
shooting di lapangan (Widagdo, 2004:12).
c. Story Board
Story board adalah deretan gambar-gambar sket yang kasar dan melukiskan
adegan-adegan atau bagian-bagian yang pokok dari adegan film itu. Story board juga bisa berupa gambar-gambar film dari adegan atau bagian adegan film yang bersangkutan (Mangunhardjana, 1976 :17).
Menurut Widagdo (2004:102), story board merupakan visualisasi rekaan yang berbentuk sketsa gambar seperti komik atau perkiraan hasil gambar yang nantinya akan dijadikan pedoman pengambilan gambar oleh camera operator. Sketsa gambar ini dibuat oleh storyboarder dengan instruksi dari sutradara dan pertimbangan OP
(Operator of Photography).
d. Hunting Lokasi
Hunting lokasi merupakan proses pencarian lokasi yang akan digunakan untuk
22 fotografi. Hunting lokasi dilakukan untuk meneliti lapangan atau observasi (biaya, transportasi, perijinan, perlengkapan shooting).
e. Kostum
Kostum memiliki beberapa fungsi. Pertama dan paling penting ialah membantu menghidupkan perwatakan pelaku. Kedua, individualisasi peranan. Artinya, warna dan kostum dapat membedakan seorang peranan dari peranan yang lain serta dari setting dan latar belakang. Ketiga, memberi fasilitas dan gerak pelaku (Herymawan, 1993:131-132).
1.5.2.2 Produksi
Produksi adalah proses pembuatan sebuah film (shooting film). Di sinilah sebuah skenario digarap menjadi objek visual. Bentuk dan penggambaran dipimpin langsung oleh sutradara dan dibantu beberapa crew (kru atau tim) film. Kru film yang terdapat di dalam produksi film adalah penata fotografi dan juru kamera, tata rias, pemeran, tata suara dan cahaya, serta tata artistik.
a. Penata Fotografi dan Juru Kamera
23
b. Tata Rias
Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan. Rias film berbeda dengan rias drama, hanya syarat-syaratnya yang berlainan. Rias drama menjadikan panggung untuk dilihat langsung oleh penonton, maka rias film menjadikan suasana yang dilihat oleh penonton di layar putih atau lensa kamera (Herymawan, 1993:134-135).
c. Pemeran
Pemeran menjadi bahan yang harus digarap untuk menampilkan tokoh film yang dikehendaki. Dasar yang dipakai untuk menilai adalah dasar artistik; cocok, indah, memikat. Yang dinilai adalah permainannya, acting, performance (Mangunhardjana, 1976:61).
Akting film memiliki arti kemampuan berlaku sebagai orang lain. Proses penokohan akan menggerakkan seorang pemeran menyajikan penampilan yang tepat (tanpa melupakan bantuan tata rias dan kostum), seperti cara bertingkah laku, ekspresi emosi dengan mimik dan gerak-gerik, cara berdialog, untuk tokoh cerita yang ia bawakan (Sumarno, 1996:79).
24
d. Tata Suara dan Cahaya
Proses pengolahan suara yang memadukan unsur-unsur suara yang terdiri atas dialog dan narasi, music serta efek-efek suara. Seorang penata suara memadukannya dengan cara merekam. Tata cahaya ialah suatu cara penyinaran khusus pada obyek untuk membuat obyek itu semakin jelas dari pada obyek lain di sekitarnya.
e. Tata Artistik
Tata artistik berarti menyusun segala sesuatu yang melatarbelakangi cerita film, yakni menyangkut pemikiran tentang setting. Penciptaan setting berarti penciptaan konsep visual secara keseluruhan. Itu berarti juga menyangkut pakaian-pakaian yang harus dikenakan pada tokoh film, bagaimana tata riasnya, dan barang-barang (properti) yang harus ada. Karena tugas yang beragam itu, penata artistik didampingi oleh tim kerja yang terdiri atas bagian penata kostum, bagian make up, pembangun dekorasi, dan jika diperlukan tenaga pembuat efek-efek khusus (Sumarno, 1996:66-67).
1.5.2.3 Pasca-Produksi
Pasca-produksi adalah proses akhir dari sebuah film. Di dalam pasca-produksi ini hasil dari shooting mulai mengalami editting (membuang gambar yang tidak dipakai) dan digabungkan. Musik dan efek-efek gambar mulai dimasukkan untuk menambah daya tarik dan roh sebuah film.
b. Tata musik
25 Membantu merangkaikan adegan. Artinya, sejumlah shot yang dirangkai diberi suatu musik akan berkesan terikat dalam suatu kesatuan.
Menutupi kelemahan atau cacat dalam film. Kelemahan dalam akting dan pengucapan dalam dialog dapat ditutupi dengan musik.
Menunjukan suasana batin tokoh-tokoh utama film.
Menunjukan suasana waktu dan tempat.
Mengiringi kemunculan suatu kerabat kerja atau nama-nama pendukung produksi (credit title).
Mengiringi adegan dengan ritme cepat.
Mengantisipasi adegan mendatang dan membentuk ketegangan dramatik.
Menegaskan karakter lewat musik.
c. Editting
Setelah proses pengambilan gambar, masuk ke proses editting yaitu proses penyuntingan. Tenaga pelaksananya disebut editor.
26 dibantu oleh beberapa assistant termasuk sound engineer atau sound
director (Widagdo, 2004:114).
1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam proses penulisan skenario ini adalah metode deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan tahap-tahap dalam proses pembuatan skenario film. Metode adalah cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Suatu metode yang dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaian obyek yang bersangkutan (Yudiono, 1986:14).
Metode yang digunakan dalam penulisan skenario ini selain metode deskriptif juga meliputi metode klasifikasi. Metode deskriptif digunakan untuk memaparkan proses pembuatan skenario film. Metode klasifikasi digunakan untuk mengelompokkan dan menentukan skenario film yang dihasilkan.
1.7 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dapat dipaparkan sebagai berikut. Bab pertama berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, kerangka teori, sistematika penyajian, dan jadwal kegiatan. Bab dua berupa proses penciptaan skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“. Bab tiga berupa proses pembuatan
27
BAB II
PROSES PENCIPTAAN SKENARIO
Pada bab ini metode yang akan digunakan adalah metode deskripsi dan metode klasifikasi. Penulis mendeskripsikan dan mengklasifikasikan proses pembuatan skenario film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” sampai pada hasil proses
pembuatan skenario. Pada tahap awal penulis akan memulai dengan proses pembuatan skenario film kemudian memaparkan hasil dari proses pembuatan skenario film.
2.1 Proses Pembuatan Skenario
Penulis skenario menciptakan sebuah cerita secara utuh, lengkap dengan dialog dan deskripsi visualnya. Namun pekerjaan penulis skenario tidak berhenti sampai di atas kertas. Selain harus memikirkan supaya cerita enak dibaca secara tulisan (gunanya untuk dibaca sutradara, produser, kru, pemain dan lain-lain), penulis skenario juga harus ikut membayangkan bagaimana visualisasi tulisan tersebut menjadi tontonan sinetron atau film (Lutters, 2004:xv).
28 jenis cerita, tema cerita, ide cerita, alur cerita, grafik cerita, setting cerita, unsur dramatik dan bahasa skenario.
2.1.1 Sasaran Cerita
Sasaran cerita yang dituju oleh penulis adalah usia dewasa yaitu umur 17 tahun ke atas. Hal ini disebabkan skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“
memasukkan unsur-unsur kekerasan ke dalam ceritanya. Dialog-dialog yang digunakan dalam skenario film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ banyak
menggunakan kata-kata umpatan sehingga tidak pantas didengarkan oleh anak-anak di bawah usia 17 tahun.
2.1.2 Jenis Cerita
Cerita skenario yang berjudul “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ termasuk
dalam jenis drama tragedi yaitu cerita drama yang berakhir dengan duka lara atau kematian. Akhir dari skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah kematian
ibu. Kematian ibu tidak membuat Boli putus asa untuk menjalani hidup, walau dalam keadaan lumpuh Boli tetap meneruskan hidupnya dengan berjualan tabloid mingguan.
2.1.3 Tema Cerita
Tema dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah rumah
29 ibu. Kisah perjuangan anggota keluarga yang harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya juga termasuk dalam tema rumah tangga.
Dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” diceritakan tokoh Boli yang masih muda namun harus berjuang untuk mencukupi kehidupan keluarganya dengan berjualan tabloit mingguan di kota. Kondisi ibunya yang tengah sakit menambah persoalan baru bagi Boli karena harus mencari uang untuk biaya operasi. Perjuangan seorang anak untuk keluarganya inilah yang membuat tema cerita film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih “ termasuk dalam tema rumah tangga.
2.1.4 Ide Cerita
Ide cerita dalam skenario film berjudul “Bercak Darah di Atas Kertas Putih“
didapat dari penulis sendiri. Bulan September 2009, seorang teman penulis bercerita tentang ibunya yang baru saja meninggal karena penyakit kanker otak yang sudah mencapai stadium empat. Keadaan keluarga yang tidak mampu untuk membiayai membuat sang ibu meninggal. Usaha untuk mencari biaya operasi sudah dilakukan dengan sekuat tenaga tetapi biaya operasi yang mahal membuat keluarga hanya bisa pasrah dengan keadaan.
30 Penggabungan unsur perjuangan, kepasrahan, dan kemauan yang keras untuk menjalani hidup akan menjadi sebuah cerita skenario film yang menarik dan memiliki nilai-nilai kehidupan.
2.1.5 Alur Cerita
Plot yang digunakan dalam skenario film pendek berjudul “Bercak Darah Di
Atas Kertas Putih“ adalah plot lurus. Plot lurus adalah plot yang alur ceritanya
terfokus hanya pada konflik seputar tokoh sentral. Konflik dalam skenario film pendek berjudul “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ terfokus pada tokoh utama
atau sentral yaitu Boli dan tidak ada pelebaran konflik ke tokoh yang lain. Plot lurus ini digunakan oleh penulis dengan tujuan agar penonton bisa dengan mudah menerjemahkan maksud dari film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ tanpa
mengurangi sisi keindahan dari sebuah skenario film.
2.1.6 Grafik Cerita
Grafik cerita ibarat tangga nada dalam musik. Grafik cerita dalam skenario berkaitan juga dengan irama plot yang membangun konflik pada tiap adegan dalam skenario. Skenario film pendek ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” menggunakan grafik
31 dihajar oleh preman-preman yang disewa oleh Satpol PP. Akhir dari skenario film ”Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” adalah saat Boli membaca surat untuk ibunya
dan melanjutkan hidupnya dengan berjualan koran walau dalam keadaan kaki yang lumpuh.
2.1.7 Setting Cerita
Setting dalam skenario film pendek berjudul “Bercak Darah Di Atas Kertas
Putih“ menggunakan indoor dan outdoor setting. Indoor setting berada di dalam kamar kos, sedangkan outdoorsetting menggunakan perempatan jalan. Untuk setting budaya dalam skenario film pendek menggunakan setting budaya Jawa , terlihat pada dialog yang logat bicaranya menggunakan logat Jawa.
2.1.8 Unsur Dramatik
Unsur Dramatik adalah unsur-unsur yang dibutuhkan untuk melahirkan gerak dramatik pada cerita atau pada pikiran penontonnya. Unsur-unsur dramatik dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah:
a. Konflik yang ditampilkan penulis dalam skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“ adalah konflik tokoh Boli dengan keadaan. Keadaan yang membuat dia tidak bisa mencari uang untuk biaya operasi ibunya.
b. Suspense yang dimunculkan oleh penulis dalam skenario “Bercak Darah Di Atas
32
c. Curiousity yang dimunculkan penulis dalam skenario “Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih“ adalah surat yang ditulis oleh Boli. Begitu berharganya surat itu sampai saat Boli dipukuli oleh para preman, surat itu masih saja dia genggam. Penonton akan penasaran apa isi dari surat itu sebenarnya, sehingga Boli mempertahankannya.
d. Surprise yang dimunculkan penulis dalam skenario “Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih“ adalah ketegaran Boli yang masih berjualan setelah mengalami hal yang sangat menyakitkan (kelumpuhan dan meninggalnya ibu).
2.1.9 Bahasa Dalam Skenario
Bahasa dalam skenario film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“
adalah bahasa Indonesia, yang pengucapannya menggunakan logat Jawa. Logat bahasa Jawa mempermudah pemain untuk mengucapkan dialog bahasa Indonesia, karena sebagian besar pemain dalam film “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“
berasal dari Yogyakarta.
2.2 Hasil Dari Proses Pembuatan Skenario film “ Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih”
Setelah memaparkan proses pembuatan scenario film “ Bercak Darah Di Atas
Kertas Putih”, Selanjutnya penulis akan memaparkan hasil dari proses pembuatan
skenario “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih” berupa sinopsis, rencana plot,
kerangka tokoh, treatment, dan skenario.
33
SINOPSIS
BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
Penulis Skenario : Y. Wijaya Kusuma
Pagi itu BOLI sudah bangun, tangannya mengambil surat lalu membacanya. Raut mukanya berubah setelah membaca surat itu, ternyata surat itu dari IBUnya yang memberi kabar bahwa IBU butuh uang untuk operasi Kanker otak stadium empat. Operasi harus segera dilakukan karena tumor IBU sudah mencapai stadium empat. Sakit kepala yang selama ini dianggap hanya sebatas sakit kepala biasa ternyata disebabkan adanya tumor di otak IBU.
Boli mengambil koran lalu mengayuh sepedanya menuju perempatan jalan untuk berjualan. Di tengah perjalanannya BOLI dipanggil oleh RONY dan KARISMA. RONI dan KARISMA memberitahu BOLI bahwa akan ada razia anak jalanan dan pedagang asongan selama seminggu ini. BOLI ingin tetap berjualan tetapi dipaksa oleh KARISMA dan RONI untuk tidak berjualan dulu sampai kondisi aman. BOLI mengurungkan niatnya untuk berjualan karena akan ada razia. Tetapi beban berat sangat menghantui Boli karena harus segera mengumpulkan uang untuk biaya operasi IBU.
34 membulatkan tekadnya untuk tetap berjualan apapun resikonya karena IBU tidak bisa menunggu. BOLI keluar dari kamar kos dan bertemu DOMI. DOMI menyapa BOLI. Melihat BOLI membawa tabloid, DOMI mencoba mencegah BOLI untuk berjualan karena memang kondisi belum aman betul. BOLI tidak memperdulikan DOMI. BOLI tetap melaju dengan sepedanya.
Sampai di perempatan jalan BOLI langsung berjualan. Satu persatu koran yang dibawanya habis terjual. Selesai berjualan BOLI berjalan ke sebuah warung untuk membeli kertas surat dan perangko. Setelah membeli kertas surat dan perangko BOLI menulis surat di samping jalan tempat dia berjualan tabloid mingguan. Satu demi satu kalimat dia tulis. Tiba-tiba preman-preman sewaan datang dan mengejar BOLI.
35 membawanya ke kos dan merawatnya tetapi karena tidak punya uang BOLI terpaksa hanya dirawat sendiri. Dua hari berlalu. Surat sekali lagi datang. Kali ini surat pemberitahuan bahwa IBU telah meninggal. Surat itu diterima oleh KARISMA sebab BOLI masih belum sadarkan diri. Setelah BOLI siuman RONI memberitahukan berita duka itu kepada BOLI.
Mendengar berita itu BOLI hanya terdiam dan menagis di atas kursi roda yang dipinjam RONI dari tetangga sebelah. Akhirnya BOLI bisa menerima kepergian IBUnya. RONI mengajak BOLI ke depan kamar kos. Di depan kamar kos BOLI membuka surat yang belum sempat dikirim untuk IBUnya. Surat itu berlumuran darah. Di atas kursi roda BOLI berusaha membaca surat untuk IBUnya itu. Rasa sakit tidak membuat BOLI berhenti membaca. Bu maaf aku belum bisa mengirim uang untuk IBU... Bertahan ya Bu, BOLI sedang berusaha...!
2.2.3 Rencana Plot
Rencana plot adalah pengembangan dari cerita sebuah skenario. Rencana untuk persiapan pembuatan treatment.
RENCANA PLOT
BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
36 Pagi hari Boli terbangun dari tidurnya lalu membaca surat dari ibunya yang berisi bahwa ibu butuh uang untuk operasi kanker yang sudah mencapai stadium empat. Boli mengambil tabloid lalu naik sepeda untuk berjualan. Di tengah perjalanan Boli bertemu dengan Karisma dan Roni yang bercerita bahwa dalam seminggu ini akan ada razia dari preman-preman yang disewa oleh Satpol PP. Berita itu membuat Boli mengurungkan niatnya untuk berjualan.
Di kamar Boli kembali membaca surat dari ibunya. Beberapa hari Boli hanya diam di kamar dan tidak bisa mencari uang untuk operasi ibunya. Pikiran yang kacau ini membuat konflik batin mulai terlihat. Konflik antara berjualan atau tidak berjualan. Boli akhirnya keluar kamar dan pergi ke tempat di mana dia sering menyendiri. Roni datang lalu menegur Boli. Boli bercerita tentang kondisinya saat ini. Roni mencoba menenangkan Boli tetapi Boli tidak bisa menerima maksud baik dari Roni. Boli tidak bisa menerima keadaan yang terjadi saat ini. Keadaan yang memaksanya untuk tidak berjualan sehingga tidak bisa mencari uang untuk membantu ibunya. Faktor keadaan inilah yang membuat konflik di pikiran Boli semakin kelihatan.
37 menghalanginya. Sampai di pertigaan jalan Boli langsung berjualan. Setelah laku Boli pergi ke sebuah warung untuk membeli kertas surat dan perangko untuk membalas surat dari ibunya. Boli menulis surat di samping pertigaan tempat di mana dia berjualan.
Dari kejauhan kedua preman mendekat pada Boli. Boli melihat kedua preman itu menuju ke arahnya. Dalam keadaan gugup Boli melarikan diri. Boli sempat terjatuh ke tanah. Di sini Boli mulai teringat ibunya. Ingatan Boli itu diluapkan dengan berteriak memanggil ibu. Boli kembali bangun dan terus berlari. Merasa sudah aman, Boli memperlambat larinya. Melihat Boli memperlambat larinya kedua preman itu mempercepat laju motornya, saat tepat di belakang Boli preman itu menendang kepala Boli. Boli terjatuh. Kedua preman itu lalu berhenti dan kembali menghajar Boli hingga pingsan. Sebelum pergi seorang preman sempat mengambil uang dari saku Boli.
38 telah meninggal. Boli menangis lalu mengambil surat untuk ibunya yang belum sempat dia kirim dan membacanya untuk ibunya. Mau tidak mau Boli harus menerima keadaan bahwa ibu telah meninggal dan dia mengalami kelumpuhan. Beberapa hari berikutnya Boli keluar kamar lalu duduk di kursi roda untuk berjualan koran. Hidup harus tetap berjalan, jalani dengan tersenyum walaupun pahit adanya.
2.2.4 Kerangka Tokoh
KARAKTER TOKOH FILM
BERCAK MERAH DIATAS KERTAS PUTIH
Penulis Skenario : Y. Wijaya kusuma
A. KARAKTER UTAMA
1. KARAKTER BOLI
a. Kultural
Nama sesuai KTP atau nama asli : Boli Setiawan
39
keluarga dan pergaulan)
Tempat dan tanggal lahir : Kulonprogo, 23 April
1990
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
Ketrampilan khusus : Tidak ada
b. Fisikal/biologis
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 40 kg
Bentuk tubuh : Leptosom
Kondisi fisik : Bugar
Warna mata : Hitam
Warna dan model rambut : Hitam, poni agak
panjang, tidak rapi
Penampilan : Celana pendek jeans
Gaya bicara : Santai, mengalir
40
Penampilan : Seadanya
Gaya baju atau baju kesukaan : Kaos oblong
Cara berjalan : Ringan, santai
c. Psikologis
Intelegensia : Kurang
Mudah tidaknya bergaul : Sangat mudah
Temperamen/watak : Optimis (selalu
berusaha)
Sifat secara umum : mandiri, hemat,
tidak mudah menyerah
Masalah utama yang harus diatasi : Keuangan
Perkembangan tokoh : - Sejak lulus SMP Boli
pergi ke kota
untuk bekerja, dan
membantu keuangan
41 - Di kota Boli tinggal di
kos, bekerja sebagai penjual tabloid
mingguan di
perempatan.
- Bertemu dengan Roni dan Karisma yang sama-sama
mengandalkan
perempatan sebagai
sumber mata
pencarian.
Persahabatan mereka sangat erat, seperti saudara.
42 Pengalaman yang membentuk sifat : Kehidupan di jalan yang keras.
d. Hubungan keluarga/pertemanan
Latar belakang keluarga/keturunan : Lahir sebagai anak
pertama
Teman dekat : Karisma dan Roni
e. Sosial – Ekonomi
Tempat tinggal : Kos
Lingkungan : Kota
Boli adalah tokoh protagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero – tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh yang selalu membangun alur.
2. KARAKTER RONI
a. Kultural
Nama sesuai KTP atau nama asli : Roni Gunawan
43 Tempat dan tanggal lahir : Wonosari, 1 Januari
1989
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
Agama/kepercayaan : Islam (tidak religius)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 45 kg
Bentuk tubuh : Leptosom
Kondisi fisik : Bugar
Warna mata : Hitam
Warna dan model rambut : Hitam, agak panjang,
tidak teratur
Gaya bicara : Mengalir
Penampilan : Bersih, penutup kepala
Cara jalan : Ringan, santai
44
Intelegensia : Normal
Mudah tidaknya bergaul : Mudah bergaul
Temperamen/watak : Cuek, santai
Sifat secara umum : Cuek dengan kondisi
d. Hubungan keluarga dan pertemanan
Teman dekat : Boli, Karisma, dan
Domi e. Sosial – Ekonomi
Tempat tinggal : Kos
Lingkungan : Kota
Tokoh Roni adalah tokoh antagonis. Antagonis adalah peran yang mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Tokoh antagonis selalu berseberangan dengan tokoh protagonis. Peran antagonis juga sering menjadi tokoh sentral dalam cerita yang tugasnya menggangu dan melawan tokoh protagonis.
3. KARAKTER KARISMA
f. Kultural
45
Nama panggilan : Karisma
Tempat dan tanggal lahir : Wonosari, 29 Februari
1988
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
Kegemaran : Bermain gitar
g. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 45 kg
Bentuk tubuh : Leptosom
Kondisi fisik : Bugar
Warna mata : Hitam
Warna dan model rambut : Hitam, pendek
Gaya bicara : Mengalir
Gaya baju atau kesukaan : Kaos, topi
h. Psikologis
46 Mudah tidaknya bergaul : Mudah bergaul
Tempramen/watak : Cuek, santai
Sifat secara umum : Cuek dengan keadaan
i. Hubungan keluarga dan pertemanan
Teman dekat : Boli, Roni dan Domi
j. Sosial – Ekonomi
Tempat tinggal : Kos
Lingkungan : Kota
Tokoh Karisma adalah tokoh tritagonis. Tritagonis adalah peran pendamping, peran pembantu adalah peran pelengkap untuk mendukung rangkaian cerita. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh sentral, tetapi bisa juga sebagai penengah atau perantara antartokoh sentral. Fungsi tokoh Karisma sama dengan tokoh Roni yaitu pendukung rangkaian cerita.
4. KARAKTER DOMI
a. Kultural
47
Nama panggilan : Domi
Tempat dan tanggal lahir : Yogyakarta, 28 Februari
1987
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 172 cm
Berat badan : 45 kg
Bentuk tubuh : Leptosom
Kondisi fisik : Bugar
Gaya bicara : Tegas
Penampilan : Urakan (lusuh)
Gaya baju atau kesukaan : Kaos, celana pendek
c. Psikologis
Intelegensia : Rendah
Mudah tidaknya bergaul : Agak tertutup
48 Tokoh Domi adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap, guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.
5. KARAKTER PREMAN 1
a. Kultural
Nama panggilan : Kampret
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 55 kg
Bentuk tubuh : Atletis
Kondisi fisik : Bugar
Gaya bicara : Urakan
Penampilan : Urakan (lusuh)
c. Psikologis
49
Temperamen/watak : Keras
Tokoh Preman 1 adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.
6. KARAKTER PREMAN 2
a. Kultural
Nama panggilan : Santo
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 173 cm
Berat badan : 48 kg
Bentuk tubuh : Atletis
Kondisi fisik : Bugar
Gaya bicara : Urakan
Penampilan : Urakan (lusuh)
50
Intelegensia : Rendah
Temperamen/watak : Keras
Tokoh Preman 2 adalah tokoh pembantu. Peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap guna mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita.
7. KARAKTER PENJUAL
a. Kultural
Nama panggilan : Ibu Wagiran
Ras/suku bangsa : Jawa (Jawa-Jogjakarta)
b. Fisikal – Biologis
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 58 kg
Kondisi fisik : Bugar
51 2.2.5 Treatment/Scene Plot
Treatment adalah pengembangan dari sebuah sinopsis yang di dalamnya
berisi plot secara detail dan padat. Bisa diartikan pula sebagai kerangka skenario yang tugas utamanya adalah membuat sketsa dari penataan konstruksi dramatik. Berikut ini adalah treatment film pendek “Bercak Darah Di Atas Kertas Putih“.
BERCAK DARAH DI ATAS KERTAS PUTIH
Penulis Skenario : Y. Wijaya Kusuma
Treatment/Scene Plot
02.INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. PAGI HARI
BOLI membaca surat dari IBUnya, yang memberi kabar bahwa IBU sedang sakit dan perlu uang untuk operasi secepatnya karena kondisi IBU sangat kritis. BOLI menaruh surat itu, mengambil tabloid, meletakkannya di sepeda lalu pergi.
03.EXT. JALAN: JALAN. PAGI
BOLI mengayuh sepedanya dengan cepat menuju perempatan tempat di mana ia sering berjualan.
04.EXT. SEBERANG JALAN: TEMPAT NONGKRONG. PAGI
KARISMA dan BOLI sedang berbincang serius. Membicarakan masalah razia yang akan dilakukan oleh para preman sewaan. Melihat BOLI lewat KARISMA memanggil BOLI. BOLI berhenti lalu pergi ke arah KARISMA dan RONI.
05.EXT. SEBERANG JALAN: TEMPAT NONGKRONG. PAGI
RONI dan KARISMA menasehati BOLI supaya jangan berjualan dulu karena akan ada razia dari preman-preman yang disewa oleh Satpol PP. BOLI akhirnya mengurungkan niatnya untuk berjualan karena akan ada razia. BOLI berbalik lalu menuju kosnya.
06.EXT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI . SIANG
52 07.INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. PAGI HARI
BOLI terbangun. Tangannya meraih surat dari IBUnya lagi. Dia membaca lalu menaruhnya. Berdiam sebentar lalu pergi keluar kamar.
07 EXT. LAPANGAN: LAPANGAN TENIS. PAGI HARI
BOLI terduduk lesu, pandangannya kosong. Ingin membantu IBU tapi tidak ada jalan keluar. Perasaan bersalah menghantuinya. Dari kejahuan terlihat RONI mendekat menghampiri BOLI.
08 EXT. LAPANGAN: LAPANGAN TENIS. PAGI HARI
BOLI menanyakan situasi pertigaan kepada RONI. RONI menceritakan bahwa pertigaan belum cukup aman untuk berjualan. BOLI terdiam lalu menceritakan kondisi IBUnya kepada RONI. RONI mencoba menasehati tetapi BOLI tidak bisa menerima nasehat dari RONI. BOLI lalu pergi.
09 INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. SIANG HARI
BOLI kembali ke kamar kosnya lalu berbaring dan akhirnya tertidur.
10 INT. KAMAR: KAMAR KOS BOLI. PAGI HARI
BOLI terbangun lalu mengambil tabloid, menaruhnya di sepeda, kemudian pergi.
11 EXT. DEPAN KOS: JALAN DEPAN KOS. PAGI HARI
DOMI melihat BOLI akan berngkat berjualan. DOMI mencegah BOLI untuk berjualan karena keadaan di pertigaan semakin parah. Para PREMAN masih berkeliaran di pertigaan. BOLI tidak menghiraukan ucapan DOMI. BOLI tetap berangkat berjualan.
12 EXT. PERTIGAAN: PERTIGAAN JALAN. PAGI
BOLI menaruh sepeda lalu mengambil tabloid dan berjualan.
13 EXT. WARUNG: WARUNG PINGGIR JALAN: SIANG HARI
BOLI melangkah ke warung untuk membeli surat dan perangko guna membalas surat dari IBUnya. Setelah dari warung BOLI berjalan ke arah sepedanya.
14 EXT. PERTIGAAN: PERTIGAAN JALAN. SIANG HARI
BOLI duduk lalu menulis surat untuk IBUnya. Saat menulis surat datanglah PREMAN yang akan menangkap BOLI. Melihat keadaan semakin menakutkan BOLI berlari melewati gang.
15 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI
BOLI terjatuh dan pikirannya langsung tertuju pada IBU.
16 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI
BOLI berlari dengan kencang. BOLI menoleh ke belakang dan para PREMAN itu tidak lagi kelihatan. BOLI memperlambat larinya.
53 Melihat BOLI memperlambat larinya, PREMAN itu mendekat lalu menendang kepala BOLI. BOLI terjatuh. PREMAN itu kembali lalu menghajar BOLI sampai pingsan. Sebelum pergi PREMAN itu mengambil uang dari saku BOLI.
18 EXT. GANG: SAMPING MAKAM. SIANG HARI
KARISMA dan RONI melihat BOLI pingsan. Mereka membawa BOLI ke kos dan merawatnya
19 EXT. KAMAR: KAMAR KOS. PAGI HARI.
KARISMA menerima surat dari petugas pos untuk BOLI. KARISMA memberikan surat itu kepada RONI untuk dibaca. Ternyata surat itu berisi berita bahwa IBU telah meninggal dunia.
20 EXT. KAMAR: KAMAR KOS. PAGI HARI
Akhirnya BOLI sadarkan diri. Kakinya tak bisa digerakan sementara rahangnya masih terasa sakit. RONI menyuruh BOLI minum. RONI meminta maaf perihal RONI dan KARISMA tidak membawa BOLI ke rumah sakit karena besarnya biaya. RONI mengajak BOLI untuk berjalan-jalan pada sore hari.
21 EXT. KOS: DEPAN KOS. PAGI HARI
RONI membawa BOLI keluar kos dengan kursi roda yang ia pinjam dari tetangga di sebelah kos. RONI bercerita bahwa BOLI mendapat surat dari keluarganya di kampung yang memberi kabar bahwa IBU telah meninggal. BOLI tertunduk lesu dan menangis. Tangannya menggengam erat kursi roda seakan ia ingin berteriak tetapi tidak bisa. BOLI mengambil surat yang ia tulis untuk ibunya lalu membacanya.
22 EXT. DEPAN KAMAR KOS. PAGI HARI
BOLI keluar kamar membawa tabloid lalu duduk di atas kursi roda dan berangkat berjualan.
2.2.6 Skenario
Skenario adalah naskah atau script yang menjadi acuan sutradara dalam produksi sebuah film. Skenario diibaratkan seperti kerangka tubuh manusia sehingga skenario merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembuatan sebuah film.
Bercak Darah Di Atas Kertas Putih
Cerita dan Skenario : Y.Wijaya Kusuma
TEASER (ADEGAN PEMBUKA)
MAIN TITLE (JUDUL CERITA)
CREDIT TITLE
54 01. INT. KAMAR ( PAGI )
BOLI
(Membaca surat)
BOLI
(BOLI mengambil tabloid lalu menaruhnya di sepeda lalu pergi naik sepeda)
CUT TO
02. EXT. SEBERANG JALAN. PAGI
KARISMA dan RONI sedang berbincang-bincang serius di seberang jalan tiba-tiba BOLI lewat. Dengan cepat KARISMA memanggil BOLI
KARISMA
(Berteriak memangil BOLI)
Bol…Bol…Boli!
BOLI
(Berhenti lalu memandang ke arah KARISMA dan RONI)
KARISMA
Bol… Sini dulu!
BOLI
(Memutar sepedanya lalu melaju ke arah KARISMA dan RONI)
RONI
Nah…Gitu dong, Bol…
BOLI
Gimana? Ada apakah gerangan sehingga dikau memangil daku yang mau ngantor ini. Kalau cuma mau ngobrol apa gosip aku ga ada waktu. Buatku waktu adalah uang…!
RONI
(Ngejek Boli)
Cieeehh…
55
Emang ada apa? Kayaknya heboh banget…
RONI
Pake bahasa yang mudah aja broo, bahasamu terlalu tinggi. Aku jadi ga dong…
KARISMA
Begini Bol,
merurut info yang berkembang, dalam seminggu ini akan ada razia...
BOLI
Razia… Ah jangan bikin berita palsu lo. Toh kalau hanya razia paling-paling cuman ditangkep, masuk satu hari setelah itu keluar... Santai aja ga usah dibesar-besarkan dong.
KARISMA
Ya kalau razia dari Trantip sih emang satu hari masuk besok dah keluar. Razia yang satu ini termasuk razia baru Bol... Razia dari Trantip tapi dijalankan oleh para preman. Udin kemarin ketangkep terus dihajar sampai gegar
56 RONI
(Menegaskan)
Udah dihajar uangnya diambil lagi.
BOLI
Loh Trantip kok pake preman ?
KARISMA
Ya kalau trantip kan cuman nangkap aja , jadi ga bikin jera para pengamen dan penjual asongan, tapi kalau preman yang beraksi...tahu sendiri kan akibatnya...
BOLI
Terus maksud kalian?
KARISMA
Ya… Untuk sementara kita jangan jualan dulu!
Biar aman.
BOLI
Kalau ga ngantor terus kita mau makan apa?
Orang susah kok malah dibikin susah.
RONI
(Menegaskan)
Iya…
Tapi kita mau berbuat apa lagi.
CUT TO
03.INT. KAMAR BOLI. PAGI
BOLI sulit memejamkan mata walau hanya untuk sebentar, pikirannya selalu berjalan. Berita yang diberitahukan RONI dan KARISMA membuat dia tidak bisa tidur. Terus berpikir bagaimana cara agar dia bisa mendapatkan uang untuk ibunya di kampung.
57 04.INT. KAMAR BOLI. SORE
Dua hari berlalu. BOLI tetap saja tidak bisa berjualan. BOLI hanya tiduran di kamar, lalu mengambil surat di sampingnya dan membacanya sekali lagi. Setelah membaca BOLI menaruh surat itu lalu berjalan keluar.
CUT TO
05. EXT. SAMPING LAPANGAN TENIS. SORE
BOLI berjalan lesu. Sesampainya di samping lapangan tenis BOLI duduk. Pikirannya masih saja berputar. Matanya menatap jauh seakan-akan tidak ada semangat di matanya. Dari kejauhan RONI melihat BOLI duduk sendirian lalu RONI berjalan menghampiri.
RONI
Masih belum kondusif Bol, aku juga bingung. Dua hari aku mangamati situasi masih saja ada preman yang mengawasi setiap pertigaan maupun perempatan yang sering buat jualan sama anak-anak.
58 RONI
(Terdiam)
BOLI
Kata dokter ibuku harus segera dioperasi secepatnya.
Kamu tahu kan ongkos buat operasi sangat besar!
RONI
(Diam sambil melihat BOLI)
BOLI
Dan sekarang aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau begini terus keadaannya aku ga bisa membiayai operasi ibuku. Apa aku harus melihat ibuku meninggal gara-gara aku tidak bisa bisa membiayai operasi?
BOLI
(Setelah melampiaskan amarahnya BOLI duduk menangis)
RONI
(Mengambil rokok)
Rokok, Bol… Biar lebih tenang.
BOLI
Makasih, Ron.
Surat ini datang dua hari lalu Ron
dan aku ga bisa membalas surat ibuku ini karena ga punya uang.
Aaahh… Hanya membalas surat ibu saja aku tidak bisa
Aku memang anak durhaka….
RONI
Sabar Bol... Sabar… Tuhan pasti punya rencana yang indah di balik peristiwa ini Bol...
BOLI
59 Indah? Indah?
Seorang anak yang hanya bisa melihat ibunya sakit dan hampir meninggal tanpa bisa berbuat apa-apa untuk ibunya kamu sebut indah…! koran. DOMI yang melihat BOLI akan berjualan mencoba untuk mencegahnya.
DOMI
Bol… Jangan nekat!
BOLI
Apa boleh buat, apapun yang terjadi aku tetep berjualan.
Aku harus cari uang buat ibuku.
DOMI
Kamu jangan nekat Bol!
Apa kamu mau seperti Udin!
Kamu jangan nekat!
BOLI
(BOLI tetap mengayuh sepedanya untuk berjualan)
DOMI
60 CUT TO
07. EXT. PERTIGAAN JALAN. SIANG
Sampai di pertigaan jalan BOLI menaruh sepeda lalu mulai berjualan. Setelah berjualan BOLI berjalan ke arah sepeda lalu duduk. Ia merogoh sakunya dan mengambil uang hasil penjualan dan menghitungnya. BOLI berjalan ke arah warung untuk membeli kertas surat dan perangko.
CUT TO
08. EXT. WARUNG. SIANG
BOLI
(Merogoh saku lalu mengambil uang)
Bu, beli kertas surat sama perangko
PENJUAL
BOLI berjalan ke pertigaan lagi. Sampai di pertigaan BOLI duduk lalu mengambil pena di tasnya dan mulai menulis surat untuk IBUnya. Dari kejahuan dua orang PREMAN menuju ke arah BOLI dengan mengendarai motor. Melihat PREMAN menuju ke arahnya, BOLI lari dengan cepat. Sepedanya tak sempat dibawa.
BOLI
(Berlari)
CUT TO
61 BOLI terjatuh. Keringatnya bercucuran. Keringatnya menetes di jalanan.
BOLI
BOLI belum juga berdiri, napasnya terengah-engah.
12. EXT. JALAN. SIANG
PREMAN semakin mendekat ke arah BOLI. BOLI kembali berdiri lalu berlari lagi.
13. EXT. GANG. SIANG
Merasa aman BOLI mengurangi kecepatan larinya.
14. EXT. GANG. SIANG
Melihat BOLI berjalan, kedua PREMAN mempercepat laju sepeda motornya. Setelah masuk dalam jangkauan, PREMAN yang di belakang langsung memukul kepala BOLI.
PREMAN 1
(Marah)
Bajingan, ketangkap kamu sekarang...!
(BOLI tersungkur sambil memegangi kepalanya dan berusaha untuk berdiri. Melihat BOLI berusaha berdiri, kedua PREMAN itu berhenti lalu berlari ke arah BOLI)