• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh Hindarsih Widyastuti F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Oleh Hindarsih Widyastuti F"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN

TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN

DI PT. COCA-COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA

Oleh

Hindarsih Widyastuti

F34104077

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Hindarsih Widyastuti. F34104077. Analisis Pengaruh Persepsi Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java. Di bawah bimbingan : Aji Hermawan. 2008.

RINGKASAN

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak persoalan yang membicarakan apakah pemimpin dapat mempengaruhi kesuksesan ataupun kegagalan dari suatu perusahaan. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut menghasilkan visi dan strategi kepemimpinan yang diikuti dengan harapan atau tujuan yang jelas yang sangat penting untuk menghasilkan kesuksesan dari perusahaan. Disebutkan juga bahwa gaya kepemimpinan adalah satu dari sekian banyak hal yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan atau organisasi. Kinerja perusahaan yang baik salah satunya tercermin dari kepuasan kerja karyawan secara individual yang tinggi. Secara teoritis, gaya kepemimpinan terbukti mempengaruhi kepuasan kerja. Oleh sebab itu penelitian ini dibuat untuk mengukur pengaruh gaya kepemimpinan terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui gaya kepemimpinan dalam persepsi karyawan serta tingkat kepuasan kerja karyawan

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pengisian kuesioner sebagai data kuantitatif dan metode wawancara sebagai data kualitatif. Kuesioner yang digunakan terdiri dari 60 pertanyaan yang bersifat tertutup. Pengukuran gaya kepemimpinan yang dipakai pada penelitian ini adalah LBDQ (Leadership Behaviour Description Questionnaire) berdasarkan studi Ohio State yang didalamnya mengandung dua kategori pengukuran gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan pertimbangan (Consideration Leadership Style) dan gaya kepemimpinan prakarsai (Initiating Stucture Leadership Style) (Stogdill, 1974). Pada penelitian ini, alat pengukuran kepuasan kerja yang digunakan adalah JDI (Job Descriptive Index) yang diperkenalkan oleh Smith, Kendall, dan Hulin (1969). Pengukuran ini dilihat dari 5 faktor penentu kepuasan kerja, yaitu kepuasan terhadap penggajian, promosi, pekerjaan itu sendiri, hubungan rekan, dan pengawasan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM). Metode ini digunakan dengan bantuan perangkat lunak LISREL 8.72 untuk menggambarkan pengaruh dari variabel laten bebas, yaitu gaya kepemimpinan pertimbangan dan gaya kepemimpinan prakarsai terhadap variabel laten terikat, yaitu kepuasan kerja. Metode SEM terdiri dari analisis model pengukuran (CFA) dan analisis model struktural.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, menurut persepsi karyawan pada Departemen TOL (Technical Operation and Logistic), gaya kepemimpinan yang dominan diterapkan atasannya adalah gaya kepemimpinan prakarsai. Sedangkan gaya kepemimpinan yang dipersepsikan oleh karyawan pada Departemen Penjualan dan Pemasaran lebih dominan pada gaya kepemimpinan pertimbangan. Secara keseluruhan kepuasan kerja karyawan pada Departemen Penjualan dan Pemasaran memiliki tingkatan “Puas”, sedangkan untuk Departemen TOL, kepuasan kerja lebih dominan menempati tingkatan “Netral”. Jika dilihat dari

(3)

level jabatan, kepuasan kerja untuk level supervisor menempati tingkatan “Puas” untuk seluruh dimensinya, kecuali untuk dimensi kepuasan terhadap promosi. Sedangkan pada level operator, dimensi yang memiliki tingkatan “Puas” hanyalah dimensi kepuasan terhadap penggajian dan hubungan rekan. Berdasarkan hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan atasannya dipengaruhi oleh faktor demografi masa kerja, dan departemen. Sedangkan kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor demografi tingkat usia, jenjang pendidikan, masa kerja, departemen, dan level jabatan.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode SEM, didapatkan bahwa persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan pertimbangan dan prakarsai pada atasannya mempengaruhi kepuasan kerja karyawan secara signifikan. Meskipun begitu, persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan pertimbangan atasannya memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kepuasan kerja, yaitu sebesar 80%, sedangkan persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan prakarsai atasannya hanya mempengaruhi kepuasan kerja sebesar 25%.

(4)

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN

TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN

DI PT. COCA-COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Hindarsih Widyastuti

F34104077

Tanggal Lulus : 22 Agustus 2008 2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN

TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN

DI PT. COCA-COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

OLEH :

Hindarsih Widyastuti

F34104077

Dilahirkan pada tanggal 2 April 1986 di Bogor

Tanggal Lulus : 22 Agustus 2008

Menyetujui, Bogor, 10 September 2008

(6)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 2 April 1986. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, putri pasangan Hendro Soelistyo dan Jetty Lizajati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pengadilan 2 Bogor pada Tahun 1998, SLTPN 4 Bogor Tahun 2001, dan SMAN 1 Bogor tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi pengurus BEM FATETA (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian), sebagai staf Departemen Minat dan Bakat Mahasiswa pada tahun 2006. Penulis juga aktif menjadi pengurus UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Agria Swara, sebagai staf Departemen Hubungan Masyarakat pada tahun 2005. Hingga saat ini pengurus tetap aktif menjadi anggota UKM Agria Swara. Penulis pernah menjabat sebagai ketua Konser tahunan paduan suara Agria Swara pada tahun 2006.

Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2007 dengan topic “Mempelajari Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia di PT. Gizindo Primanusantara, Padalarang, Bandung – Jawa Barat. Penulis menyelesaikan studi di Fakultas Teknologi Pertanian dengan melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java” dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Aji Hermawan, M. M.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dilaksanakan di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java dan terselesaikannya penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Dalam pelaksanaannya penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua, Ant, Tie, Tha dan segenap keluarga yang sangat saya cintai yang telah memberikan doa, motivasi dan bantuan lain yang tiada terhingga selama pelaksanaan penelitian, semoga Allah SWT memuliakan mereka di dunia dan akhirat.

2. Dr. Ir Aji Hermawan, MM sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian, arahan dan bimbingan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi dan Ir. Muslich, Msi sebagai dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis. 4. PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java yang telah bersedia

menerima penulis untuk melaksanakan penelitian.

5. Bpk. Agung sebagai pembimbing selama pelaksanaan penelitian di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java atas segala penjelasan dan bimbingannya kepada penulis.

6. Mas Inal yang selalu memberikan doa, pengertian, kasih sayang, semangat, dan perhatian yang tak terhingga. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya dan selalu memberikan yang terbaik bagi dia, di dunia maupun di akhirat. Amin.

7. Jauhul Amri beserta keluarga yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan memberikan tempat tinggal selama penelitian di Semarang. Terimakasih.

8. Tante Betty dan Om Danis yang selalu membantu penulis selama penelitian di Semarang dan juga bersedia memberikan tempat tinggal selama di Semarang.

(8)

9. Nardi dan Niken, teman satu bimbingan yang bersama-sama berjuang menyelesaikan penelitian dan selalu memberikan doa serta semangat. 10.Sahabat-sahabat terbaikku Nda dan Fina yang selalu menemani penulis,

mendukung, memberikan doa dan semangat. Wiw sayang kalian..

11.Ica, sahabatku dari kecil yang selalu dekat meskipun kita sedang jauh, yang paling mengerti penulis dan selalu mendukung penulis.

12.Agung, Tince, Ika, Ajeng, Indah, Arian, Ika Pinguin, Ayi, Ardi, Muli, Mirsa, Dedeh, Darto, Kukun, Beng2, Haikal, dan Satria yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis.

13.Pak Mul dan segenap pengurus AJMP Departemen TIN yang penulis sayangi dan sangat membantu penulis selama menyelesaikan studi di TIN. 14.Teman-teman AgriaSwara, Adik-adik Alto (Nancy, Esty, Adit, Pipit,

Marie), Tim FPS, yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu. 15.Teman-teman TIN 41, Anak-anak ITB, Anak-anak Dahi, Anak-anak VOC

yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini. Kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak sehingga dapat membangun kearah yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, 9 September 2008

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. RUANG LINGKUP ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. KEPEMIMPINAN ... 4 B. KEPUASAN KERJA ... 11 III.METODOLOGI ... 18 A. KERANGKA PENELITIAN ... 18 B. VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN ... 21 C. HIPOTESIS PENELITIAN ... 22

D. METODE PENGUMPULAN DATA ... 23

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 26

F. METODE ANALISIS DATA ... 29

IV.GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 37

A. SEJARAH PERUSAHAAN DAN PERKEMBANGANNYA ... 37

B. TUJUAN PENDIRIAN PERUSAHAAN ... 38

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... 39

D. MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA ... 39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 45

1. Model Gaya Kepemimpinan Pertimbangan ... 47

2. Model Gaya Kepemimpinan Prakarsai ... 50

(10)

B. ANALISIS DESKRIPTIF ... 59

1. Deskripsi Responden ... 59

2. Deskripsi Variabel (Faktor) ... 64

C. ANALISIS MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL ... 75

1. Uji Kecocokan Model ... 76

2. Uji Persamaan Struktural ... 84

3. Analisis Variabel Individual ... 93

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. KESIMPULAN ... 101

B. SARAN ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dimensi Gaya Kepemimpinan ... 6

Tabel 2. Penentuan Sampel Penelitian ... 24

Tabel 3. Notasi LISREL ... 33

Tabel 4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Masing-masing Variabel ... 58

Tabel 5. Statistik Deskriptif Model Keseluruhan ... 64

Tabel 6. Rentang Jumlah Variabel Gaya Kepemimpinan Pertimbangan, Prakarsai, dan Kepuasan Kerja ... 65

Tabel 7. Rentang Jumlah Variabel Penggajian, Promosi, Pekerjaan, Hubungan- Rekan, dan Pengawasan ... 65

Tabel 8. Hasil Analisis Chi-Square ... 68

Tabel 9. Statistik Deskriptif berdasarkan Departemen ... 70

Tabel 10. Statistik Deskriptif berdasarkan Level Jabatan ... 74

Tabel 11. Hasil Uji Kecocokan Keseluruhan Model ... 84

Tabel 12. Nilai t, dan Standardized Estimates Model Struktural ... 91

Tabel 13. Nilai t, Standardized Estimates, dan SMC Variabel Laten Eksogen Gaya Kepemimpinan Pertimbangan ... 94

Tabel 14. Nilai t, Standardized Estimates, dan SMC Variabel Laten Eksogen Gaya Kepemimpinan Prakarsai ... 95

Tabel 15. Nilai t, Standardized Estimates, dan SMC Variabel Laten Endogen Kepuasan Kerja ... 96

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Motivasi ... 13

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan ... 21

Gambar 3. Prosedur SEM menggunakan two step approach ... 36

Gambar 4. Path Diagram T-Value Model Gaya Kepemimpinan Pertimbangan ... 48

Gambar 5. Path DiagramStandardized Solution Model Gaya Kepemimpinan Pertimbangan ... 49

Gambar 6. Path DiagramT-Value Model Gaya Kepemimpinan Prakarsai ... 51

Gambar 7. Path DiagramStandardized Solution Model Gaya Kepemimpinan Prakarsai ... 52

Gambar 8. Path DiagramT-Value Model Kepuasan Kerja ... 53

Gambar 9. Path DiagramStandardized Solution Model Kepuasan Kerja ... 55

Gambar 10. Path DiagramStandardized Solution 2ndCFA Model Kepuasan Kerja ... 56

Gambar 11. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 60

Gambar 12. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 60

Gambar 13. Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan ... 61

Gambar 14. Distribusi Responden Berdasarkan Level Jabatan ... 62

Gambar 15. Distribusi Responden Berdasarkan Departemen ... 63

Gambar 16. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 64

Gambar 17. Path Diagram Hasil AnalisisEstimasi Awal ... 78

Gambar 18. Path Diagram Hasil AnalisisEstimasi Akhir ... 79

Gambar 19. Path Diagram Hasil AnalisisT- Value ... 86

Gambar 20. Path Diagram Hasil Analisis Standardized Estimates ... 90

Gambar 21. Path Diagramt-value Struktural Model ... 92

Gambar 22. Segi Empat Gaya Kepemimpinan dalam Universitas Ohio ... 93

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 109

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Wawancara ... 114

Lampiran 3. Struktur Organisasi ... 115

Lampiran 4. Data Mentah ... 116

Lampiran 5. GOF untuk CFA Gaya Kepemimpinan Pertimbangan ... 119

Lampiran 6. Perhitungan Uji Reliabilitas Gaya Kepemimpinan ... 120

Lampiran 7. GOF untuk CFA Gaya Kepemimpinan Prakarsai ... 121

Lampiran 8. GOF untuk CFA Kepuasan Kerja ... 122

Lampiran 9. Perhitungan Uji Reliabilitas Kepuasan Kerja Tingkat Pertama .. 123

Lampiran 10. Perhitungan Uji Reliabilitas Kepuasan Kerja Tingkat Kedua ... 124

Lampiran 11. Hasil Analisis Chi-Square ... 125

Lampiran 12. Rentang Jumlah Masing-masing Variabel berdasarkan Departemen ... 129

Lampiran 13. Rentang Jumlah Masing-masing Variabel berdasarkan Level .. 130

Lampiran 14. GOF untuk Model SEM (awal) ... 131

(14)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Organisasi menghadapi kompetisi yang semakin meningkat dan perlu usaha kuat untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan. Kondisi ini menyebabkan organisasi lebih menghadapi hal-hal yang dapat menimbulkan kecemasan dibanding masa-masa sebelumnya. Di sisi lain, organisasi terdiri atas individu-individu yang merupakan penggerak dan pemberi arah organisasi, yang harus selalu diperhatikan, dijaga, dipertahankan, dan dikembangkan oleh organisasi tersebut. Saat ini karyawan tidak hanya mengharapkan imbalan atas jasa yang diberikannya kepada organisasi, tetapi juga mengharapkan kualitas tertentu dari perlakuan dalam tempat kerjanya. Adanya persaingan yang ketat dalam bentuk tekanan berbagai perusahaan, diversivikasi produk, globalisasi, dan perkembangan teknologi yang semakin canggih juga menyebabkan perusahaan memerlukan sosok pemimpin yang mampu memberikan motivasi yang kuat bagi para karyawannya guna mencapai produktivitas yang tinggi pula.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak persoalan yang membicarakan apakah pemimpin dapat mempengaruhi kesuksesan ataupun kegagalan dari suatu perusahaan (Katzenbach, 1996). Hasil dari penelitian-penelitian tersebut menghasilkan visi dan strategi kepemimpinan yang diikuti dengan harapan atau tujuan yang jelas yang sangat penting untuk menghasilkan kesuksesan dari organisasi. Kecemerlangan suatu organisasi mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja para karyawannya. Karyawan mendapat kepuasan kerja apabila kebutuhannya terpenuhi, hal ini berdampak pada kinerjanya dalam menjalankan tugas, karyawan akan semakin loyal kepada perusahaan, dan memiliki komitmen yang baik terhadap perusahaan, sehingga akan mempengaruhi kesuksesan suatu organisasi.

Konsep dari kepuasan kerja juga telah menjadi ketertarikan sendiri untuk para peneliti sosial dan manajer karena dapat digunakan untuk mengenali tingkat kepentingan suatu pekerjaan berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadi selama hidup mereka. Mitchell dan Larson (1987) menyebutkan sudah

(15)

lebih dari 3000 penelitian mengenai kepuasan kerja selama 60 tahun belakangan dan di dalamnya mengandung beragam definisi mengenai kepuasan kerja itu sendiri.

Penelitian-penelitian yang ada telah berhasil membuktikan bahwa ada hubungan antara persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan atasannya dengan kepuasan kerja karyawan. Filley et al (1970) mengumpulkan data dari 456 karyawan dengan menggunakan Stogdill‟s (1974) Leadership Behaviour Description Questionnaire (LBDQ), The Ohio State Job Description (JDQ) dan Job Expectation Questionnaire (JEQ). Mereka menyimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah fungsi atau akibat dari penerapan gaya kepemimpinan. Duxburry (1984) juga menyebutkan ada keterkaitan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja yang diujikan pada sampel responden yaitu suster-suster di rumah sakit. Hasilnya menyebutkan ada korelasi positif antara kepuasan kerja dengan persepsi suster-suster tersebut menilai gaya kepemimpinan pertimbangan (consideration leadership style).

Untuk melihat gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh atasan di suatu perusahaan serta hubungannya dengan kepuasan kerja yang dapat berimplikasi terhadap produktivitas kerja, diperlukan suatu kajian analisis pengaruh persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan atasannya terhadap kepuasan kerja karyawan tersebut dengan harapan mampu menghasilkan sebuah rekomendasi nyata yang berguna bagi perusahaan dan solusi atas permasalahan yang ada.

PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java adalah perusahaan di bidang agroindustri yang memiliki visi menjadi perusahaan minuman terbaik di Jawa Tengah. Kinerja perusahaan menjadi faktor penting yang dapat menentukan kesuksesan perusahaan. Salah satu faktor yang dapat menentukan kinerja perusahaan adalah dilihat dari kepuasan kerja karyawannya. Secara teoritis, gaya kepemimpinan terbukti mempengaruhi kepuasan kerja. Oleh sebab itu penelitian ini dibuat untuk mengukur pengaruh gaya kepemimpinan terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan di perusahaan. Penelitian ini juga mencoba untuk menguji apakah teori-teori kepemimpinan dan kepuasan kerja

(16)

yang sudah diterapkan di luar negeri juga berlaku di Indonesia, terutama di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh atasannya.

2. Mengetahui tingkat kepuasan karyawan dalam perusahaan.

3. Mengetahui pengaruh persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan atasannya terhadap kepuasan kerja karyawan.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian ini adalah pengukuran gaya kepemimpinan dalam persepsi karyawan serta kepuasan kerja karyawan tersebut. Penelitian ini dilakukan di Departemen TOL (Technical Operation and Logistic Department) dan Departemen Penjualan dan Pemasaran (Sales and Marketing Department) PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java. Gaya kepemimpinan diukur dengan persepsi karyawan yang mengacu pada studi Ohio State diambil dari Ohio State University yang menyebutkan gaya kepemimpinan terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya kepemimpinan pertimbangan (consideration) dan gaya kepemimpinan prakarsai (initiating structure) (Stogdill, 1974). Kepuasan kerja karyawan diukur berdasarkan persepsi kepuasan karyawan yang mengacu pada JDI (Job Descriptive Index) yang dibuat oleh Smith, Kendall, dan Hulin (1969) yaitu kepuasan terhadap penggajian, promosi, pekerjaan itu sendiri, hubungan rekan,dan pengawasan.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KEPEMIMPINAN

Pendekatan yang berbeda mengenai kepemimpinan, gaya kepemimpinan, dan teori kepemimpinan (Kotter, 1990) telah mengalami banyak perdebatan, akan tetapi pada akhirnya terdapat kesepakatan mengenai definisi dari kepemimpinan dan bagaimana cara mengukurnya. Bagaimanapun juga, kebanyakan pendekatan dan definisi dari kepemimpinan tersebut mengandung di dalamnya pengaruh, komunikasi, dan tujuan kepemimpinan.

Stogdill (1974) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi anggota kelompok organisasi dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan. Kepemimpinan menurut Kanter (1983) adalah eksistensi seseorang dengan kemampuannya untuk menggerakkan orang lain dan untuk membuat suatu paksaan. Sedangkan menurut Hogan et al (1994) kepemimpinan merupakan kegiatan membujuk atau mengajak orang lain untuk menyingkirkan kepentingan individu masing-masing untuk mengejar cita-cita yang penting dicapai untuk kesejahteraan kelompok.

Telah banyak penelitian mengenai sifat yang umumnya dimiliki pemimpin. Banyak peneliti sepakat bahwa sifat spesifik atau kualitas yang harus dimiliki pemimpin adalah kecerdasan, kesatuan, dan kewibawaan (Bass, 1985 ; Stogdill, 1974), akan tetapi pendekatan melalui sifat saja tidak dapat mewakili keseluruhan teori dari kepemimpinan (Hogan et al, 1994).

Menurut Rivai (2007), dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, akan berlangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah, akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing. Gaya kepemimpinan mengandung arti bagaimana pemimpin itu berhubungan dengan bawahannya dalam rangka pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas, hubungan kerjasama, dan pada kepentingan hasil yang dicapai. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan.

(18)

Menurut Siagian (2004), terdapat tiga tipe pokok kepemimpinan, yaitu : a. Tipe Kepemimpinan Otoriter

Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaaan ditangan satu orang. Kedudukan dan tugas anak buah semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan dan bahkan pelaksana kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya.

b. Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat.

c. Tipe Kepemimpinan Demokratif

Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok atau organisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, kreativitas, pendapat, inisiatif yang berbeda-beda dan dihargai disalurkan secara wajar. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan didalam unit masing-masing.

Rivai (2007) menyimpulkan bahwa pada akhirnya, gaya kepemimpinan dibagi dalam dua dimensi yaitu dimensi tugas dan dimensi manusia. Dimensi tugas disebut mengarahkan, berorientasi pada produk dan berujung pada gaya kepemimpinan otokratis. Sedangkan dimensi manusia, berhubungan dengan istilah mendukung, berorientasi pada bawahan, dan berujung pada tipe kepemimpinan demokratis. Seperti yang terlihat pada Tabel 1.

(19)

Tabel 1. Dimensi Gaya Kepemimpinan

Dimensi Kepemimpinan Sebutan Orientasi Ujung Tugas Manusia Mengarahkan Mendukung Produk Bawahan Otokratis Demokratis

Berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang digunakan sebagai pendekatan teori gaya kepemimpinan, yaitu teori perilaku, teori situasional dan model kontingensi, teori bass, dan self leadership. Masing-masing teori tersebut memiliki orientasi yang berbeda dalam menilai gaya kepemimpinan seorang atasan (Thoha, 1991).

1. Teori Perilaku (Behavioural Theories) a. Ohio State Leadership Studies

Satu penelitian yang mengkaji mengenai kategori perilaku kepemimpinan adalah Ohio State Leadership Studies yang dibuat oleh Hemphill dan beberapa peneliti lain yang diteliti di Ohio State University (Stogdill, 1974). Mereka mengembangkan dan mempergunakan Leadership Behaviour Description Questionnaire (LBDQ) untuk menganalisa kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan situasi. Hasil penelitian itu mengindikasikan bahwa ada dua dimensi utama dari gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan pertimbangan (Consideration Leadership Style) dan gaya kepemimpinan prakarsai (Initiating Structure Leadership Style). Menurut Thoha (1991), LBDQ merupakan instrumen yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana seorang pemimpin menjalankan aktivitas-aktivitasnya. Kuesioner ini telah banyak diuji validitas dan reliabilitasnya. Bahkan kuesioner ini dianggap kuesioner paling reliabel dan terkenal yang dapat digunakan untuk menganalisis gaya kepemimpinan (Mukhi, 1982).

Inti yang dapat diambil dari penelitian tersebut yaitu dibutuhkan adanya keseimbangan antara gaya kepemimpinan “pertimbangan” dan “prakarsai” untuk memuaskan kebutuhan karyawan dan tujuan organisasi. Juga dalam studi tersebut disebutkan “prakarsai” lebih condong kepada efisiensi dalam pelaksanaan tugas, standar yang

(20)

terpelihara, batas waktu pekerjaan diselesaikan, saluran komunikasi dan pola organisasi yang jelas, dan orientasi kepada pekerjaan dan pencapaian tujuan (Bass, 1990). Lebih lanjut ditambahkan oleh Reddin (1970, di dalam Siagian, 2003), ciri-cirinya adalah memberikan perhatian yang maksimum pada tugas dan perhatian yang minimum pada hubungan kerja. Seorang pemimpin seperti ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang dia inginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain. Selain itu pada umumnya pemimpin dengan tipe seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai.

Sementara gaya kepemimpinan “pertimbangan” lebih memperhatikan kepuasan kerja dan pergantian karyawan yang rendah (Drennan dan Witterauer, 1987). Sedangkan menurut Robbins et al (2002), gaya kepemimpinan pertimbangan menjelaskan pemimpin yang memiliki hubungan kerja yang didasari oleh kepercayaan dan kontribusi dari bawahannya.

Ohio State University dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pergantian karyawan yang paling rendah dan kepuasan karyawan tertinggi dijumpai di bawah pemimpin yang mendapat nilai tertinggi dalam pertimbangan. Sebaliknya, pemimpin yang dinilai rendah dalam pertimbangan dan tinggi dalam struktur memprakarsai mendapat banyak keluhan dengan tingkat pergantian karyawan tinggi (Rivai, 2007).

b. Studi Michigan dan Renis Likert

Penelitian ini dilakukan untuk membedakan antara manajer yang berorientasi pada produk dan manajer yang berorientasi pada karyawan. Dari hasil penelitian mereka ditemukan bahwa manajer yang berorientasi pada produk menetapkan standar kerja yang kaku, mengorganisasikan tugas sampai kerincian yang kecil-kecil, menentukan metode kerja yang harus diikuti, dan mengawasi kerja karyawan secara ketat. Sedangkan manajer yang berorientasi pada

(21)

karyawan mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan sasaran dan keputusan lain yang menyangkut pekerjaan serta membantu memastikan prestasi kerja yang tinggi dengan membangkitkan kepercayaan dan penghargaan (Siagian, 2003).

Dalam penelitiannya mereka juga menemukan bahwa kelompok kerja yang paling produktif cenderung mempunyai pemimpin yang berorientasi pada karyawan ketimbang berorientasi pada produksi. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa pemimpin yang paling efektif mempunyai hubungan saling mendukung dengan karyawan mereka, senderung tergantung pada pembuatan keputusan kelompok daripada individu (Rivai, 2007).

c. Managerial Grid

Penelitian lain mengenai kepemimpinan dibuat oleh Blake dan Mouton (1978) yang lebih dikenal dengan nama Managerial Grid. Managerial grid (jaringan manajerial) memiliki dua dimensi level manajer, yaitu manajer yang lebih memperhatikan karyawan dan yang lebih memperhatikan produksi. Dimensi ini dapat dikatakan sama dengan “pertimbangan” dan “prakarsai” yang dibuat dari Ohio State Leadership Studies.

2. Teori Situasional dan Model Kontingensi (Contingency Model)

Penelitian lain mengenai kepemimpinan lebih memfokuskan pada interaksi dari variabel yang ada dalam situasi kepemimpinan dikaitkan dengan pola perilaku pemimpin yang disebut teori kepemimpinan kontingensi atau situasional. Teori ini didasari bahwa tidak ada gaya kepemimpinan tunggal yang cocok diterapkan di semua situasi. Penelitian yang termasuk pada teori kontingensi ini adalah:

a. Fiedler’s Leadership Effectiveness Model (1967)

Sekitar tahun 1967, Fiedler mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya kepemimpinan. Fiedler menyadari bahwa gaya kepemimpinan yang dikombinasikan dengan situasi, akan mampu menentukan keberhasilan pelaksanaan kerja. Oleh sebab itu, Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk efektivitas

(22)

kepemimpinan. Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh Fiedler dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini:

i. hubungan pemimpin-anggota. ii. derajat dari struktur tugas.

iii. posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Suatu situasi akan dapat menyenangkan pemimpin jika ketiga dimensi di atas mempunyai derajat yang tinggi, yaitu pemimpin diterima oleh pengikutnya, tugas-tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas, dan penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin. Sebagai kesimpulan, menurut Fiedler, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas bisa berhasil dalam situasi yang sangat menyenangkan dan sangat tidak menyenangkan.

b. Vroom and Yetton’s Decision Making Model (1973)

Memberikan seperangkat aturan untuk menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipastif dalam situasi-situasi yang berlainan. Hal tersebut menjadikan pemimpin harus lebih luwes untuk mengubah gaya kepemimpinan agar sesuai dengan situasi. Model ini mempertahankan 5 (lima) gaya kepemimpinan yang menggambarkan kontinum dari pendekatan otoriter ke konsultatif sampai pendekatan yang sepenuhnya partisipatif.

c. House and Mitchell’s Path-Goal Theory (1974)

Model jalur-tujuan ini didasari oleh kepercayaan bahwa motivasi individu dipengaruhi oleh pengharapan mereka yang dapat menaikkan usaha untuk meningkatkan kinerja agar menjadi sukses. Pemimpin menjadi efektif karena motivasi mereka yang bertambah, kemampuan untuk melaksanakan dan kepuasan pengikutnya.

Ada empat tipe utama dari perilaku pemimpin, yaitu direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi prestasi yang dapat diterapkan untuk satu orang pada waktu yang berbeda dan beragam situasi.

(23)

Dengan menggunakan satu dari empat tipe perilaku pemimpin tersebut, manajer dapat mempengaruhi motivasi dan persepsi pekerja sebagai jalan untuk mencapai tujuan.

d. Hersey and Blanchard’s Situasional Leadership Theory (1977) Penekanan teori kepemimpinan situasional ini adalah pada para pengikut dan tingkat kematangan atau kesiapan mereka. Para pemimpin harus menilai secara benar untuk mengetahui tingkat kematangan para pengikutnya dan kemudian menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tingkatan tersebut (Rivai, 2007).

Model ini menekankan pada pentingnya kemampuan, kepercayaan diri dan komitmen dari subordinate (pengikut). Manajer harus bisa membantu pengikutnya untuk meningkatkan kesiapan terhadap apa yang mereka mau dan yang mereka bisa. Peningkatan ini dapat dilakukan dengan menerapkan perilaku pemimpin melalui empat gaya, yaitu telling, selling, participating, dan delegating.

3. Teori Bass

Dalam penjajakan terhadap konsep kepemimpinan tranformasional, Bass membandingkan dua tipe tingkah laku kepemimpinan, yaitu transaksional dan transformasional. Penelitian yang dilakukan oleh Yammarino, Sangler, dan Bass (1993) menyebutkan bahwa ada hubungan positif antara kinerja dan kepemimpinan transformasional dan bukan dengan kepemimpinan transaksional.

a. Transaksional

Pemimpin transaksional menetapkan apa yang harus dilakukan bawahan untuk mencapai tujuan mereka sendiri dan organisasi, mengklasifikasikan tujuan tersebut, dan membuat bawahan merasa percaya diri bahwa mereka dapat mencapai sasarannya dengan menambah usaha yang dibutuhkan.

b. Tranformasional

Transformational leadership adalah kepemimpinan yang menekankan pada rangsangan terhadap kinerja karyawannya. Kepemimpinan ini memotivasi pengikutnya untuk melakukan lebih

(24)

daripada yang mereka harapkan. Teori ini menekankan pada pencapaian jangka panjang dan visi untuk menginspirasi pengikutnya (Bass, 1985).

4. Self Leadership

Manz dan Sims (1991) mengusulkan konsep self leadership atau super leadership states, yaitu gaya kepemimpinan yang mendorong pengikutnya untuk sedikit mempercayakan arahnya pada pemimpin, dan pengikut diminta lebih aktif dalam merumuskan atau menginisiasikan ide-ide mereka secara objektif untuk pencapaian tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan ini memformulasikan harapan individu masing-masing sebagai harapan yang sama dengan harapan organisasi. Gaya kepemimpinan ini juga mendorong karyawan untuk memaksimalkan potensinya dan kemampuannya untuk mengatur sendiri pekerjaannya.

Menurut Manz dan Sims (1991), ada tujuh langkah untuk menaikkan perilaku kepemimpinan pada karyawan, yaitu :

a. Memotivasi karyawan percaya pada diri sendiri dan mengarahkan sendiri jalannya.

b. Menggunakan perilaku kepemimpinan tunggal sebagai model. c. Mendorong karyawan untuk mencapai tujuan melalui pemberdayaan. d. Menciptakan pola pikiran yang positif.

e. Menaikkan perilaku kepemimpinan melalui penghargaan dan teguran yang membangun untuk karyawan.

f. Membangun perilaku kepemimpinan melalui kerjasama kelompok. g. Membuat fasilitas yang baik untuk sarana tumbuhnya perilaku

kepemimpinan. B. KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Locke, 1976). Vroom (1964, di dalam Robbins et al, 2002) telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai orientasi individu yang positif terhadap peranan pekerjaan yang dipegang pada

(25)

satu masa. Peranan pekerjaan yang dimaksudkan ialah bidang pekerjaan yang disukai atau diminati berbanding dengan bidang pekerjaan yang dilakukan karena terpaksa dan yang tidak disukai.

Hammer dan Organ (1978) menyebutkan 4 (empat) alasan ketertarikan peneliti pada studi kepuasan kerja dalam 50 tahun terakhir, yaitu :

1. Adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan kesehatan mental 2. Adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan kesehatan fisik

3. Adanya hubungan antara kepuasan kerja yang tinggi dengan tingkat pergantian karyawan yang rendah dan kepuasan kerja yang tinggi dengan kemangkiran atau ketidakhadiran yang rendah

4. Kepuasan kerja menjadi hal yang penting karena dapat menggambarkan kepuasan karyawan yang merupakan aset dari organisasi.

Teori kepuasan kerja menekankan pemahaman faktor-faktor di dalam individu yang menyebabkan mereka bertindak dengan cara tertentu. Pendekatan ini berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : kebutuhan apa yang ingin dipuaskan seseorang, dan apa yang mendorong mereka bertindak. Menurut pendekatan ini, individu mempunyai kebutuhannya sendiri sehingga ia dimotivasi untuk bertindak atau berperilaku dengan cara yang akan menyebabkan kepuasan kebutuhannya. Sebagai contoh, seorang karyawan yang mempunyai kebutuhan yang kuat untuk mencapai prestasi mungkin termotivasi untuk bekerja melebihi jam yang ditentukan untuk menyelesaikan tugas yang sulit pada waktunya, atau seorang karyawan yang mempunyai kebutuhan yang kuat akan harga diri mungkin termotivasi untuk bekerja dengan sangat hati-hati untuk menghasilkan pekerjaan yang bermutu tinggi. (Stoner dan Wankel, 1986).

Konsep dari motivasi sering dihubungkan dengan konsep dari kepuasan kerja dan teori dari motivasi sering diformulasikan berdasarkan model-model pada pengukuran kepuasan kerja (Mullins, 1996). Walaupun begitu kepuasan kerja bukan berarti merupakan sinonim dari motivasi. Mullins (1996) mengatakan motivasi adalah proses yang dapat mengantarkan seseorang kepada kepuasan kerja. Konsep hubungan antara kepuasan kerja dengan motivasi digambarkan pada Gambar 1 di bawah ini.

(26)

(Thoha, 1991) Gambar 1. Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Motivasi

Ada usulan yang mengatakan bahwa pendekatan dalam penelitian mengenai kepuasan kerja adalah mengerti proses-proses internal dalam diri karyawan, seperti apa yang mereka rasakan atau apa yang mereka pikirkan (Mullins, 1996). Oleh sebab itu teori internal tersebut dapat dipecah menjadi dua pendekatan, yaitu content theories dan process theories (Dunford, 1992). 1. Content Theories

Teori ini lebih memperhatikan apa yang karyawan butuhkan, kemampuan mereka, dan apa yang dapat menggerakkan atau memotivasi perilaku seseorang. Didalamnya terdapat beberapa teori seperti Maslow Hierarchy of Needs, Mc Gregor’s Theory X and Theory Y, Herzberg Two Factor Theory, Alderfers (ERG) dengan Modified Need Hierarchy Model, dan Mc Celland’s Achievement Theory (Robbins et al, 2002).

a. Maslow’s Theory

Menyebutkan bahwa orang akan berusaha untuk memuaskan kebutuhan dasar (physiological) sebelum berlanjut kepada memuaskan kebutuhan level diatasnya, yaitu memuaskan kebutuhan internal (didalamnya terdapat penghargaan, sosial, dan perwujudan diri). Penelitian melaporkan bahwa manajer pada tingkat yang tinggi akan lebih menekankan pada perwujudan diri dibandingkan dengan manajer pada tingkat yang lebih rendah dalam organisasi (Mullins, 1996). b. Herzberg’s Two Factor Theory

Teori ini lebih menekankan pada pentingnya mengerti kebutuhan pekerja dan menyediakan lingkungan kerja yang dapat menimbulkan kepuasan kerja. Didalamnya menyebutkan bahwa faktor intrinsik (motivator) seperti pencapaian, tanggung jawab, kemajuan (pengembangan prestasi), pemahaman, pertumbuhan, dan pekerjaan itu Kebutuhan

(kehilangan)

Dorongan / motivasi (ketegangan untuk memenuhi kebutuhan)

Tindakan (perilaku yang dirahkan oleh tujuan)

Kepuasan kerja (pengurangan dorongan dan pemuasan kebutuhan mula-mula)

(27)

sendiri adalah faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja. Dan faktor ekstrinsik seperti penggajian, kondisi kerja, supervisi, hubungan dalam bekerja, keamanan dan status berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. (Robbins et al, 2002). Teori ini juga menjembatani secara langsung hubungan antara motivasi dan kepuasan kerja (Mullins, 1996).

2. Process Theories

Process theories lebih menekankan pada adanya hubungan antara variabel-variabel yang berubah yang dapat membentuk motivasi dengan cara bagaimana variabel tersebut dibuat, diatur, dan dipelihara. Untuk singkatnya, teori ini memiliki variabel yang kompleks dari motivasi dan mempertimbangkan banyak detail hubungan antara motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja.

a. Vroom’s Expectancy Theory

Menerangkan bahwa baik situasi maupun kepribadian adalah sesuatu yang penting untuk menentukan kepuasan kerja. Expectancy Theory menyebutkan bahwa keinginan untuk bergerak adalah tergantung dari apa yang mereka dapatkan setelahnya dan daya pikat dari hasil yang didapatkan karyawan (Robbins et al, 2002).

b. Fulfilment Theory

Peneliti menggunakan pendekatan pemenuhan (fulfilment approach) untuk menghitung kepuasan kerja karyawan dengan bertanya berapa banyak hasil yang mereka dapatkan.

c. Discrepancy Theory

Menyebutkan bahwa kepuasan ditentukan dari apa yang mereka harapkan dan apa yang mereka dapatkan. Pendekatan dalam teori ini adalah melihat apa yang mereka inginkan, apa yang mereka rasakan sudah sepatutnya mereka dapatkan, dan melihat apa yang mereka dapatkan (Robbins et al, 2002).

d. Equity Theory

Menentukan kepuasan berdasarkan rasio apa yang orang dapatkan dari pekerjaan mereka dibandingkan dengan apa yang telah

(28)

mereka keluarkan untuk pekerjaan mereka. Equity theory menyebutkan bahwa orang-orang mengevaluasi keseimbangan pemasukan-pengeluaran masing-masing dengan membandingkan hal tersebut dengan apa yang orang lain raih dalam level yang sama. (Robbins et al, 2002).

3. Person-Environment Fit Theories

Ada pendekatan lain dalam teori kepuasan kerja, yaitu „ person-environment fit‟ (Bretz dan Judge, 1994, di dalam Mullins, 1996). Teori ini menekankan pada interaksi hubungan (kecocokan) antara nilai dari karyawan terhadap pekerjaannya dengan lingkungan tempat mereka bekerja dalam tekanan pekerjaan, dan memberikan a person-environment ’fit’. Hal yang paling penting dalam studi „fit‟ model ini ialah garis besar yang diterangkan dalam penelitian Bretz dan Judge (1994, di dalam Mullins, 1996) yang menyebutkan bahwa istilah „fit‟ atau cocok tersebut akan membawa ke level yang lebih tinggi untuk kepuasan kerja. Konsekuensi yang didapatkan apabila tidak cocok adalah ketidakpuasan kerja, kinerja yang buruk, dan pergantian karyawan. Bretz dan Judge juga menyebutkan bahwa person-environment fit dapat memberikan hasil yang positif terhadap produktivitas dalam pekerjaan dan kesuksesan karir, termasuk didalamnya keterlibatan yang besar, komitmen yang lebih besar, pergantian karyawan yang rendah, dan meningkatnya kesehatan serta kemampuan beradaptasi.

Peneliti juga menaruh perhatian kepada penentuan variabel-variabel yang dapat meningkatkan kepuasan kerja. Penelitian empiris dari Savery (1989) memberikan gambaran kondisi kerja/variabel yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja pada sebagian besar orang, yaitu :

1. pekerjaan yang menarik dan menantang 2. perasaan ketika meraih sesuatu

3. hubungan yang baik dengan atasan atau rekan kerja lain 4. kesempatan untuk berteman

5. promosi (advancement) 6. keamanan

(29)

7. penghargaan

Sebagian besar menyebutkan bahwa variabel atau kondisi tersebut diidentifikasi sebagai pemicu (motivator) dalam diri mereka.

Mottaz (1985) menyebutkan bahwa penghargaan ekstrinsik (seperti penggajian, kondisi kerja, supervisi, hubungan rekan) dapat menjadi penting tetapi hanya untuk pekerjaan dengan level yang rendah. Dia juga menyebutkan adanya hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dengan penghargaan intrinsik (seperti promosi, penghargaan, pekerjaan itu sendiri) adalah dengan level pekerjaan yang tinggi.

Menurut Locke (1976), kepuasan atau ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang didapatkan. Apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja, yaitu: gaji dan tunjangan, keamanan pekerjaan, rekan kerja, penghargaan terhadap pekerjaan, pekerjaan itu sendiri, kesempatan untuk berkembang, pimpinan yang adil dan bijaksana, peluang menyumbang gagasan, pengakuan kinerja, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat.

Smith, Kendall, dan Hulin (1969) menggunakan JDI (Job Descriptive Index) sebagai alat pengukuran kepuasan kerja. Pengukuran ini dilihat dari 5 faktor penentu kepuasan kerja, yaitu :

1. Pay (Penggajian) 2. Promotion (Promosi) 3. Supervisory (Pengawasan) 4. Work (Pekerjaan itu sendiri) 5. Co-Workers (Rekan kerja)

Indeks JDI adalah alat pengukuran kepuasan kerja yang banyak dikenal dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa (Staw, 1984). JDI pertama kali dibuat lebih dari 20 tahun yang lalu dan sejak itu digunakan secara luas sebagai alat pengukuran kepuasan kerja. JDI menjadi dikenal luas karena didalamnya terdapat pengukuran yang lengkap dan dengan format yang

(30)

ringkas. JDI juga telah diujikan pada beribu-ribu individu dan beratus-ratus organisasi baik di sektor swasta maupun pemerintah.

Pengukuran lain yang biasa digunakan yaitu dengan Job Diagnosic Index yang dikembangkan oleh Hackman dan Oldham (1975) yang mengukur kepuasan kerja dari 5 dimensi pekerjaan yang terdiri dari skill variety, task identity, task significance, autonomy dan job feedback.

(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. KERANGKA PENELITIAN

Suatu perusahaan akan mampu menghasilkan keluaran yang memuaskan jika saja sumberdaya yang dimiliki berkualitas. Sumber daya yang dimaksud disini adalah karyawan yang bekerja di perusahaan termasuk pimpinan di dalamnya sebagai lokomotif perusahaan. Bagaimanapun juga peran dari pemimpin suatu organisasi perusahaan sangatlah menentukan keberhasilan suatu perusahaan.

Meskipun telah banyak bahasan mengenai gaya kepemimpinan akan tetapi tetap tidak ada definisi umum mengenainya. Dalam pengertiannya, tidak ada benar atau salah dari tiap gaya kepemimpinan yang ada (Rivai, 2007). Karakteristik dari tiap-tiap gaya kepemimpinan telah dijelaskan secara beragam di dalam tinjauan pustaka, yang dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang jenius adalah pemimpin yang memiliki visi dan menyampaikan visinya itu secara keseluruhan kepada bawahannya dan dapat membuat aspirasi yang tinggi dari bawahannya.

Dalam tahun 1945, Biro Penelitian Bisnis dari Universitas Negeri Ohio melakukan serangkaian penemuan dalam bidang kepemimpinan. Suatu tim riset interdisipliner mulai dari ahli psikologi, sosiologi, dan ekonomi mengembangkan dan mempergunakan Kuesioner Deskripsi Perilaku Pemimpin (Leadership Behaviour Description Questionnaire- LBDQ) untuk menganalisa kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan situasi. Penelitian tersebut dilakukan untuk beberapa komandan Angkatan Udara dan anggota-anggota pasukan pengebom, pejabat-pejabat sipil di Angkatan Laut, pengawas-pengawas dalam pabrik, administrator-administrator perguruan tinggi, guru, kepala guru, pemilik-pemilik sekolah, pemimpin-pemimpin gerakan mahasiswa, dan kelompok-kelompok sipil lainnya (Thoha, 1991).

Banyak ilmuwan berpendapat bahwa studi ini merupakan studi kepemimpinan yang paling komprehensif, sedemikian rupa sehingga kemudian ditiru oleh lembaga-lembaga pendidikan tinggi lain (Thoha, 1991). Studi Ohio ini dimulai dengan anggapan bahwa tidak ada kepuasan atas

(32)

rumusan atau definisi kepemimpinan yang ada. Mereka juga mengetahui bahwa penelitian-penelitian terdahulu terlalu banyak berasumsi bahwa kepemimpinan itu selalu diartikan sama dengan kepemimpinan yang baik. Tim peneliti Ohio telah menetapkan mempelajari kepemimpinan dengan tidak memperdulikan rumusan-rumusan yang ada atau apakah hal tersebut efektif atau tidak efektif (Thoha, 1991).

Pengukuran gaya kepemimpinan yang dipakai pada penelitian ini adalah LBDQ (Leadership Behaviour Description Questionnaire) berdasarkan studi Ohio State University (Stogdill, 1974), karena akan didapatkan informasi yang banyak dan terakumulasi mengenai sifat psikologis dari seorang pemimpin. Kuesioner ini juga telah banyak diuji validitas dan reliabilitasnya, dan juga telah didemonstrasikan sebagai kuesioner paling reliabel dan terkenal. Banyak penelitian telah menggunakan kuesioner ini sebagai instrumen perhitungan gaya kepemimpinan (Mukhi, 1982).

Instrumen ini memiliki 40 buah pertanyaan yang di dalamnya mengandung dua kategori pengukuran gaya kepemimpinan yang didasari dari studi Ohio State Leadership Studies diambil dari Ohio State University (Stogdill, 1974), yaitu gaya kepemimpinan pertimbangan (Consideration Leadership Style) dan gaya kepemimpinan prakarsai (Initiating Stucture Leadership Style). Dua faktor tersebut merupakan kesimpulan yang diambil dari penelitian yang melibatkan 150 pernyataan yang merefleksikan gaya kepemimpinan yang banyak diinginkan (Bass, 1990).

1. Gaya Kepemimpinan Pertimbangan

Menjelaskan lebih luas mengenai pemimpin yang memiliki hubungan kerja yang didapatkan dari kepercayaan bersama dan kontribusi dari bawahannya, menghargai ide dan menghormati bawahannya (Robbins et al, 2002) dan lebih mementingkan kepada kesejahteraan karyawannya (Bass, 1990).

2. Gaya Kepemimpinan Prakarsai

Menjelaskan lebih banyak tentang pemimpin yang menetapkan dan menyusun sendiri peraturannya dan bawahan digunakan sebagai alat untuk mencapai hasil yang ditetapkan (Robbins et al, 2002). Menurut Bass

(33)

(1990) dimana pemimpin memprakarsai setiap aktivitas kelompok, dan juga mengatur secara terperinci bagaimana pekerjaan harus diselesaikan.

Herzberg (1959, di dalam Robbins et al, 2002) adalah satu dari sekian banyak peneliti yang memulai studi mengenai kepuasan kerja sejak tahun 1950-an dan lebih memfokuskan pada faktor-faktor apa yang dapat menentukan kepuasan kerja. Pada penelitian ini, alat pengukuran kepuasan kerja yang digunakan adalah JDI (Job Descriptive Index) yang diperkenalkan oleh Smith, Kendall, dan Hulin (1969). Pengukuran ini dilihat dari 5 (lima) faktor penentu kepuasan kerja, yaitu :

1. Pay (Penggajian) 2. Promotion (Promosi) 3. Supervisory (Pengawasan) 4. Work (Pekerjaan itu sendiri) 5. Co-Workers (Rekan kerja)

JDI adalah salah satu cara pengukuran yang umum digunakan untuk mengukur kepuasan kerja (Staw, 1984). Alat pengukuran ini menjadi dikenal luas karena didalamnya terdapat pengukuran yang lengkap sesuai dengan pekerja dengan tingkat pendidikan yang rendah maupun tinggi dengan format yang ringkas. Pengukuran ini memiliki validitas yang tinggi dan terpusat terhadap kepuasan kerja (Futrell, 1979). Kepuasan kerja ini merujuk pada semua aspek pekerjaan yang dapat menjadi sumber kepuasan atau ketidakpuasan yang dapat diukur. Bentuk dari instrumen JDI adalah diukur dengan 5 poin skala Likert (1=sangat tidak puas; 5=sangat puas). Untuk lebih jelasnya, kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(34)

.

B. VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN

Variabel dalam SEM terdiri dari dua jenis, yaitu variabel laten dan variabel teramati. Variabel laten yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gaya kepemimpinan pertimbangan, gaya kepemimpinan prakarsai, serta kepuasan kerja karyawan. Variabel „gaya kepemimpinan pertimbangan‟ mengandung arti persepsi karyawan dalam menilai gaya kepemimpinan pertimbangan atasannya, begitu juga dengan „gaya kepemimpinan prakarsai‟, yaitu persepsi karyawan dalam menilai gaya kepemimpinan prakarsai atasannya. Variabel teramati pada penelitian ini meliputi pertanyaan-pertanyaan mengenai gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja yang nilainya dapat langsung diperoleh dari responden melalui pengisian kuesioner.

SEM mempunyai dua jenis variabel laten, yaitu variabel laten eksogen dan endogen. Variabel laten eksogen selalu muncul sebagai variabel bebas (independent variable). Dalam penelitian ini, yang termasuk ke dalam variabel laten eksogen adalah variabel gaya kepemimpinan pertimbangan dan gaya

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Gaya Kepemimpinan Pertimbangan (consideration) Kepuasan Kerja Demographical Variabel  Gaji (Pay)  Promosi (Promotion)  Pengawasan (Supervisory)

 Pekerjaan itu sendiri (Work)

 Rekan Kerja (Co-Workers)

 Umur

 Jenis kelamin  Tingkat pendidikan  Masa kerja pada jenis

pekerjaan sekarang  Masa kerja di

perusahaan

 Level manajemen

Gaya Kepemimpinan

(35)

kepemimpinan prakarsai. Sedangkan variabel kepuasan kerja (penggajian, promosi, pekerjaan, hubungan rekan, dan pengawasan) merupakan variabel endogen, yaitu variabel terikat (dependent variable) yang dipengaruhi variabel lain dalam suatu model.

Variabel yang digunakan penelitian dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Variabel Laten Eksogen (ξ):

X1 = Gaya Kepemimpinan Pertimbangan (consideration leadership style) X2 = Gaya Kepemimpinan Prakarsai (initiating structure leadership style) 2. Variabel Laten Endogen (η): Kepuasan Kerja

Variabel kepuasan kerja diukur dari lima variabel, yaitu : X3 = Penggajian (Pay)

X4 = Promosi (Promotion)

X5 = Pekerjaan itu sendiri (Work) X6 = Rekan Kerja (Co-Workers) X7 = Pengawasan (Supervisor) 3. Variabel demografis:

X8 = Jenis kelamin X9 = Usia

X10 = Level manajemen (jabatan) X11 = Tingkat pendidikan

X12 = Masa kerja X13 = Departemen

Variabel laten gaya kepemimpinan pertimbangan dan prakarsai diduga akan mempengaruhi variabel laten kepuasan kerja. Sedangkan variabel demografis akan digunakan untuk membedakan apakah ada perbedaan demografis dalam persepsi mengenai gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja.

C. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis fundamental dalam prosedur SEM adalah bahwa matrik kovarian variabel teramati (∑) adalah sama dengan matrik kovarian yang

(36)

diturunkan dari model (∑(ζ)) (Wijanto, 2008). Hipotesis tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut :

H1 : ∑ = ∑(ζ)

Agar model tersebut dikatakan fit, maka residual (perbedaan antara matrik kovarian yang diamati dengan yang diprediksi oleh model) diharapkan bernilai 0 atau ∑ = ∑(ζ), dan uji hipotesis terhadap hipotesis fundamantal menghasilkan H1 diterima (Wijanto, 2008). Dengan diterimanya H1, yang berarti ∑ = ∑(ζ), maka dapat dikatakan bahwa data mendukung model yang kita spesifikasikan.

Hipotesis untuk pengaruh variabel gaya kepemimpinan pertimbangan terhadap variabel kepuasan kerja adalah sebagai berikut :

 Hipotesis H1 = kepuasan kerja karyawan dipengaruhi secara positif oleh persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan pertimbangan atasannya.

 Hipotesis H1a = kepuasan kerja karyawan tidak dipengaruhi secara positif oleh persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan pertimbangan atasannya.

Sedangkan untuk pengaruh variabel gaya kepemimpinan prakarsai terhadap variabel kepuasan kerja adalah :

 Hipotesis H2 = kepuasan kerja karyawan dipengaruhi secara negatif oleh persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan prakarsai atasannya.

 Hipotesis H2a = kepuasan kerja karyawan tidak dipengaruhi secara negatif oleh persepsi karyawan menilai gaya kepemimpinan prakarsai atasannya.

D. METODE PENGUMPULAN DATA 1. Penentuan Sampel

Obyek penelitian yang menjadi responden pada penelitian ini adalah karyawan PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java, Ungaran-Semarang di Departemen TOL (Technical Operation and Logistic) dan Departemen Penjualan dan Pemasaran (Sales and Marketing), untuk level supervisor dan operator. Jumlah populasi kedua level jabatan di Departemen TOL serta Departemen Penjualan dan Pemasaran adalah 962 karyawan. Dari jumlah populasi (N) tersebut maka

(37)

N (1 + Ne2)

dengan perhitungan rumus slovin diperoleh jumlah sampel (n) sebesar 91 responden. Rumus Slovin yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

n = n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = Batas kesalahan yang diperbolehkan menurut Umar (2008), pemakaian rumus tersebut mempunyai asumsi bahwa populasi berdistribusi normal, yaitu sampel yang diambil harus minimal 30 obyek, sehingga sampel yang diambil dapat mewakili populasi.

Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), untuk penentuan sampel yang tidak berimbang (berstrata kurang proporsional) yaitu jumlah populasi per-jabatan baik yang duduk sebagai supervisor ataupun operator memiliki jumlah populasi yang berbeda, jumlah sampel pada setiap strata dapat ditentukan sendiri. Pada penelitian ini, jumlah sampel untuk masing-masing strata ditentukan berdasarkan persentase jumlah populasi suatu strata terhadap jumlah keseluruhan populasi.

Pengambilan sampel dilakukan secara stratified random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak untuk setiap strata. Dalam teknik ini populasi dibagi dalam kelompok yang homogen terlebih dahulu atau dalam strata, lalu anggota sampel ditarik dari setiap strata (Istijanto, 2005). Pada penelitian ini, sampel ditarik secara acak dari setiap tingkatan atau strata karyawan, yaitu karyawan dengan level jabatan supervisor dan operator pada kedua departemen. Dengan begitu sampel yang terpilih dapat mewakili setiap jabatan pada masing-masing departemen untuk mewakili populasi secara keseluruhan. Penentuan sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Penentuan Sampel Penelitian

No Departemen Level Populasi Sampel

1 TOL Supervisor 32 3

2 Operator 292 28

3 Sales dan Marketing Supervisor 53 5

4 Operator 585 55

(38)

2. Metode Survei dengan Kuesioner

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survei. Alat pengumpulan data yang umum digunakan dalam penelitian survei adalah kuesioner. Penggunaan kuesioner akan memperoleh data yang maksimal dengan biaya yang relatif kecil. Selain itu, kuesioner adalah alat yang lebih peka, karena data pada kuesioner berbias lebih rendah terhadap jawaban yang diinginkan dibandingkan data yang diperoleh dengan wawancara. (Chadwick et. al., 1991). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden merupakan pertanyaan tertutup, yaitu bentuk pertanyaan dimana responden dapat memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Tujuannya adalah agar jawaban yang terkumpul dapat diolah dengan mudah secara kuantitatif.

Kuesioner penelitian secara keseluruhan terdiri dari tiga bagian utama. Bagian I adalah untuk mendapatkan informasi demografi, yaitu variabel jenis kelamin, usia, level manajemen (jabatan), departemen, masa kerja, dan tingkat pendidikan. Bagian kedua adalah LBDQ (Leadership Behaviour Description Questionnaire), yaitu merupakan instrumen yang digunakan dalam pengukuran gaya kepemimpinan. Pengukuran ini memiliki lima poin ukuran Likert dengan rentang dari ”selalu” sampai ”tidak pernah”, yang berarti seberapa sering atasan langsung karyawan berperilaku seperti yang digambarkan dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tiap pertanyaan menggambarkan perilaku spesifik atasan karyawan, tetapi tidak digunakan untuk menggambarkan perilaku yang karyawan inginkan dari seorang atasan.

Instrumen LBDQ memiliki 40 buah pertanyaan yang dibagi dalam dua kategori pengukuran gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan pertimbangan yang terdiri dari 20 pertanyaan yang tercantum pada pertanyaan nomor 1, 3, 4, 5, 6, 8, 10, 13, 15, 19, 21, 23, 26, 28, 31, 33, 36, 37, 38, serta 40 dan gaya kepemimpinan prakarsai (Initiating Structure Leadership Style) yang juga terdiri dari 20 pertanyaan yang tercantum pada pertanyaan nomor 2, 7, 9, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 20, 22, 24, 25, 27, 29, 30, 32, 34, 35, dan 39.

(39)

Bagian ketiga adalah JDI (Job Descriptive Index) yang diperkenalkan oleh Smith, Kendall, dan Hulin (1969). Bentuk dari instrumen JDI adalah diukur dengan 5 poin skala Likert (1=sangat tidak puas; 5=sangat puas). Instrumen ini terdiri dari 20 buah pertanyaan yang di dalamnya terdapat 5 aspek kepuasan kerja, meliputi: 1) penggajian, 2) promosi, 3) pekerjaan itu sendiri, 4) rekan kerja, dan 5) pengawasan. Variabel penggajian terdiri dari 4 buah pertanyaan meliputi pertanyaan dengan nomor 1, 9, 17, 20. Variabel promosi terdiri dari 4 buah pertanyaan dengan nomor 2, 8, 10, 16. Variabel pekerjaan itu sendiri terdiri dari 4 buah pertanyaan dengan nomor 3, 7, 11, 15. Variabel hubungan rekan terdiri dari 4 buah pertanyaan dengan nomor 4, 6, 12, 14. Serta variabel pengawasan yang terdiri dari 4 buah pertanyaan dengan nomor 5, 13, 18, dan 19. Secara keseluruhan, kuesioner ini dapat dilihat pada Lampiran 1. 3. Metode Wawancara

Metode ini digunakan untuk memperoleh data untuk memperkuat hasil analisis menggunakan data kuantitatif. Metode ini memiliki daftar-daftar pertanyaan mengenai tingkat kepuasan kerja karyawan yang dilihat dari kepuasan terhadap penggajian, promosi, pekerjaan itu sendiri, hubungan rekan, dan pengawasan, mengenai persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan atasannya, mengenai usaha-usaha yang dilakukan pemimpin untuk menaikkan kepuasan kerja karyawan, dan juga persepsi karyawan mengenai kaitan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja karyawan. Wawancara ditujukan kepada responden terpilih, baik untuk level supervisor maupun operator di kedua departemen yang diteliti. Daftar pertanyaan untuk wawancara dapat dilihat pada Lampiran 2.

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dapat dikatakan berhasil menjalankan fungsinya apabila dapat menunjukkan hasil yang cermat dan akurat. Kualitasnya tergantung dari kualitas item-item pertanyaan. Apakah item-item tersebut sudah dimengerti dan ditafsirkan sama oleh responden. Oleh sebab itu kuesioner harus melalui tahap pengujian terlebih dahulu

(40)

sebelum digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Pengujian yang dilakukan adalah uji validitas dan reliabilitas kuesioner.

Tahap pengujian ini dilakukan dengan cara merespesifikasikan sebuah model hybrid sebagai sebuah model CFA (confirmatory factor analysis). Model ini kemudian dianalisis untuk menentukan kecocokannya terhadap data. kita harus memperoleh model CFA yang dapat diterima, yaitu yang mempunyai kecocokan data dengan model, validitas dan reliabilitas yang baik.

Dalam kerangka pemikiran penelitian terdapat tiga konstruk utama yang masing-masing akan dilakukan analisis faktor. Konstruk tersebut terdiri dari gaya kepemimpinan pertimbangan, gaya kepemimpinan prakarsai, dan kepuasan kerja (penggajian, promosi, pekerjaan, hubugan rekan dan pengawasan). Jika pada variabel gaya kepemimpinan pertimbangan dan prakarsai yang digunakan adalah first order confirmatory factor analysis, maka pada variabel kepuasan kerja yang digunakan adalah second order confirmatory factor analysis.

1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan suatu uji yang bertujuan untuk menentukan kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel laten tersebut. Validitas suatu indikator sebenarnya dapat dievaluasi dengan tingkat signifikansi pengaruh antara suatu variabel laten dengan indikatornya (Ghozali, 2005).

Hubungan langsung antara indikator dengan variabel laten (λ) tersebut digambarkan dalam persamaan berikut :

x = λ ξ + δ dimana :

λ (lambda) Hubungan antara variabel laten eksogen ataupun endogen terhadap indikator-indikatornya

ξ (ksi) Variabel laten eksogen (variabel independen)

δ (delta) Kesalahan pengukuran (measurement error) dari indikator variabel eksogen

(41)

Doll, Xia dan Torkzadeh (1994, di dalam Wijanto, 2008) mengukur validitas variabel dalam confirmatory factor analysis (CFA) model, sebagai berikut:

 Pada first-order model pengukuran, standard factor loading (muatan faktor standar) variabel teramati (indikator) terhadap variabel laten merupakan estimasi validitas variabel teramati.

 Pada second-order model pengukuran, standard structural coefficient dari faktor-faktor (variabel-variabel laten) pada konstruk yang lebih tinggi adalah estimasi validitas dari faktor tersebut.

Menurut Rigdon dan Ferguson (1991, di dalam Wijanto, 2008), dan Doll, Xia, Torzadeh (1994, di dalam Wijanto, 2008), suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya, jika nilai t muatan faktornya (loading factors) lebih besar dari nilai kritis (atau > 1.96) dan muatan faktor standarnya > 0.70 atau > 0.50 (Igbaria et.al., 1997).

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah suatu pengujian untuk menentukan konsistensi pengukuran indikator-indikator dari suatu variabel laten (Ghozali, 2005).

a. Construct Reliability (Reliabilitas Konstruk)

Disamping menguji reliabilitas indikator individual, kita juga dapat menilai reliabilitas gabungan (composite reliability) untuk tiap-tiap variabel laten (sering juga disebut construct reliability) (Ghozali, 2005). Untuk melakukan hal tersebut, peneliti menggunakan informasi pada loading indikator dan error variance pada bagian standardized solution dengan menggunakan rumus berikut :

Dimana standardized loading dapat diperoleh dari keluaran program LISREL dan ζ : error variance indikator. Menurut Bagozzi dan Yi (1988, di dalam Ghozali, 2005) tingkat cut-off untuk dapat mengatakan bahwa CR cukup bagus adalah memiliki nilai sebesar 0,6.

Construct Reliability (CR) = (∑Std. Loading)2 .

Gambar

Tabel 1. Dimensi Gaya Kepemimpinan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengaruh Gaya  Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Tabel 2. Penentuan Sampel Penelitian
Gambar 3. Prosedur SEM menggunakan two step approach
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selebihnya 12 responden (21.0%) sama ada tidak pasti atau tidak bersetuju bahawa kedatangan pelancong asing telah meningkatkan pengusaan Bahasa Inggeris mereka.

Data primer dapat berupa opini subyek secara individual atau kelompok, hasil observasi Pengukuran Kartu skor berimbang Perspektif Keuangan (X1) Pengukuran Kartu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara dominan indeks plastis itas tanah pada lahan yang ditanami kopi, teh dan hortikultura termasuk kriteria rendah serta

Agama berfungsi sebagai universum simbolik, yang merupakan tudung kudus ( sacred canopy ) yang memberikan legitimasi atas tatanan dunia sosial yang sifatnya

Orang yang menjadi bintang di dalam Serikat Buruh KASBI ialah Qumala yang memiliki node atau jaringan yang paling tinggi yaitu berjumlah 57 node.. Hal tersebut dapat dimengerti

Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mengembangkan aneka menu Balita berbahan dasar dengan karakteristik ”sehat”, ”disenangi” balita, ”murah” harganya dan

pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk