• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGEVALUASI KINERJA KARYAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGEVALUASI KINERJA KARYAWAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

MENGEVALUASI KINERJA KARYAWAN

Ade Heryana

Dosen Prodi Kesmas FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta Email: heryana@esaunggul.ac.id

Setelah pelamar diterima menjadi karyawan pada satu perusahaan, maka pada tahap selanjutnya kinerja mereka akan dievaluasi. Evaluasi dapat dilakukan saat karyawan menjalani masa percobaan atau setelah lulus masa percobaan.

Menurut Aamodt (2010) langkah-langkah yang dilakukan dalam evaluasi kinerja karyawan sebagai berikut:

LANGKAH-1: MENENTUKAN TUJUAN EVALUASI KINERJA

Tujuan dilakukannya penilaian kinerja karyawan menurut Aamodt (2010) antara lain: 1. Mendapatkan umpan balik bagi karyawan dan menyiapkan pelatihan atau program perbaikan bagi karyawan. Untuk tujuan tersebut maka metode evaluasi kinerja harus dapat mengetahui kelemahan dan kekuatan karyawan. Salah satu metode evaluasi yang bisa dipakai adalah performance appraisal review.

2. Menentukan kenaikan gaji. Evaluasi kinerja memberikan dasar yang adil/fair dalam menentukan kenaikan gaji. Untuk tujuan ini, maka evaluasi kinerja sebaiknya menggunakan format kuantitatif (numerik) bukan kualitatif (narasi).

3. Membuat keputusan promosi jabatan. Untuk tujuan tersebut maka dimensi evaluasi kinerja harus sesuai dengan posisi baru yang akan dipromosikan.

4. Membuat keputusan memberhentikan karyawan. Metode untuk tujuan ini akan dibicarakan pada langkah ke-9 dalam evaluasi kinerj karyawan.

5. Merencanakan evaluasi karyawan secara personal.

Menentukan tujuanevaluasi kinerja

Mengidentifikasiketerbatasan

lingkungan dan budaya

Menentukan personyang melakukan evaluasi kinerja

Menyeleksi metodeyang digunakan dalam evaluasi kinerja

Melatih petugas evaluator

Mengobservasidan

mendokumentasikankinerja Mengevaluasi kinerja Mengkomunikasikan hasil evaluasikinerja Mengambil keputusan Umpan balik yang cepat sesuai kebutuhan Harian Sesuai kebutuhan Tahunan

(2)

2

LANGKAH-2: MENGIDENTIFIKASI

KETERBATASAN LINGKUNGAN DAN BUDAYA Tahap berkutnya dalam eveluasi kinerja karyawan adalah mengetahui faktor-faktor lingkungan dan budaya yang mempengaruhi penilaian kinerja. Contohnya: - Bila karyawan akan dinilai memiliki tugas

yang banyak dan sibuk, maka sistem evaluasi kinerja yang membutuhkan waktu lama tidak akan berhasil diterapkan. - Pada lingkungan kerja yang tidak

menerapkan reward berupa uang pada karyawan, maka sebaiknya jangan menerapkan sistem evaluasi kinerja yang sangat rumit dengan menerapkan penilaian kuantitatif; atau

- Pada lingkungan kerja yang daya kohesif (tarik-menarik antara karyawan dengan karakteristik sejenis) yang kuat, maka sistem penilaian kinerja oleh rekan sekerja lebih efektif.

LANGKAH-3: MENENTUKAN PERSON YANG MELAKUKAN EVALUASI KINERJA

Pada dasarnya kinerja seorang karawan tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja, misalnya dari sisi atasan atau supervisor saja. Salah satu metode evaluasi kinerja yang disebut dengan 360-degree feedback dan multiple-source feedback menggunakan prinsip bahwa informasi yang relevan tentang kinerja karyawan dapat dihasilkan dari supervisor, rekan kerja (peers), bawahan

(subordinate), pelanggan, dan diri karyawan itu sendiri.

Penilaian kinerja oleh supervisor merupakan metode evaluasi kinerja yang paling banyak digunakan perusahaan, meskipun pada kenyataannya, seorang supervisor tidak seluruhnya mengetahui kinerja karyawan. Namun secara formal organisasi, supervisor atau atasan merupakan karyawan yang tepat untuk melakukan penilaian.

Penilaian oleh rekan kerja bertujuan mengetahui perilaku aktual karyawan sehari-hari. Syarat penilai dari rekan sekerja adalah sebaiknya memiliki kesamaan karakteristik (jabatan, masa kerja, tugas dan tanggung jawab) .

Penilaian oleh bawahan (subordinate) atau disebut upward feedback, sangat penting dilakukan karena dapat memberikan penilaian dari sudut pandang yang berbeda. Syarat penilaian kinerja dilakukan oleh bawahan antara lain:

- Bila bawahan tidak merasakan adanya ancaman atau ketakutan dalam menilai atasannnya;

- Bila atasan/supervisor terbuka dengan komentar bawahannya;

- Bila penilaian dilakukan anonim (tanpa menyebutkan nama penilai/bawahan); - Bila penilaian dilakukan untuk tujuan

(3)

3 - Bila bawahan/pekerja yang menilai

memiliki kompetensi dalam mengukur kinerja.

Pada penilaian kinerja oleh pelanggan, dilakukan pengisian keluhan tentang pelayanan yang diterima oleh pelanggan. Contohnya adalah secret shoppers.

Teknik menilai kinerja secara mandiri jarang sekali dilakukan oleh perusahaan karena efektifitasnya yang masih dipertanyakan. Disamping itu teknik ini memerlukan kedewasaan daripada karyawan yang besangkutan.

LANGKAH-4: MENYELEKSI KRITERIA PENILAIAN DAN METODE PENILAIAN YANG DIGUNAKAN

Kriteria adalah parameter yang dipakai untuk menggambarkan karyawan yang sukses. Misalnya kriteria yang dipakai adalah absensi, kualitas kerja, dan keselamatan kerja. Untuk menilai kriteria-kriteria yang ditetapkan tersebut dibutuhkan metode pengukuran.

Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam menentukan metode pengukuran kinerja karyawan: Pemilihan dimensi pengukuran, pembobotan dimensi pengukuran, dan metode pemeringkatan.

Dimensi pengukuran bisa terdiri dari empat jenis yaitu: sifat, kompetensi, jenis tugas, dan tujuan. Tabel 1 menyajikan contoh dimensi pengukuran kinerja pada petugas polisi (Aamodt, 2010:245).

Tabel 1. Contoh 4 Dimensi Pengukuran Kinerja Petugas Polisi

1. Kompetensi 2. Tugas - Keterampilan menulis laporan - Keterampilan menyupir - Keterampilan public speaking - Pengetahuan tentang hukum - Keterampilan mengambil keputusan - Keterampilan dan kemampuan fisik - Pencegahan kejahatan - Prosedur menahan - Testimoni di pengadilan - Penggunaaan perlengkapan - Prosedur radio komunikasi - Patuh terhadap peraturan dan kebijakan 3. Tujuan 4. Sifat -Mencegah terjadinya kejahatan -Menahan pelanggar hukum -Menyelesaikan tugas tanpa menimbulkan cedera -Berbicara tentang penahanan dan bersaksi di hadapan pengadilan -Meminimalisir keluhan warga -Memastikan keselamatan umum - Jujur - Bertanggung jawab - Tegas - Kerjasama - Sopan santun - Dapat dihandalkan

Dimensi sifat merupakan parameter yang sering dipakai dalam penilaian kinerja namun kurang tepat digunakan, karena umpan baliknya kurang baik dan tidak akan menciptakan perkembangan dan pertumbuhan bagi karyawan. Misalnya seorang supervisor menyampaikan hasil penilaian kepada bawahannya dimana

(4)

4 karyawan tersebut memiliki sifat yang kurang baik dalam memegang tanggung jawab dan persahabatan. Umumnya karyawan akan berperilaku defensif jika dilakukan penilaian terhadap sifat karena sangat personil. Disamping itu supervisor tidak dapat memberikan advis yang lebih mendalam terhadap sifat.

Dimensi kompetensi mengukur kinerja karyawan pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Misalnya: keterampilan menulis, keterampilan presentasi lisan, dan keterampilan menyetir. Kelebihan penggunaan dimensi kompetensi adalah mudah mendapatkan umpan balik, dan menentukan langkah selanjutnya untuk memperbaiki kinerja. Misalnya pada karyawan yang memiliki penilaian keterampilan menulis laporan yang kurang baik, maka disarankan untuk diberikan pelatihan menulis laporan.

Dimensi tugas untuk penilaian kinerja merupakan penilaian pada aspek-aspek yang menjadi tugasnya sehari-hari. Misalnya pada penilaian kinerja petugas polisi yang dinilai adalah prosedur komunikasi radio panggil, dan keterampilan bersaksi di pengadilan. Penggunaan dimensi tugas dalam penilaian kinerja biasanya disertai juga dengan dimensi kompetensi. Misalnya: dalam mengukur keterampilan bersaksi di depan pengadilan, seorang petugas polisi juga harus memiliki kompetensi dalam berbicara di depan publik. Kelebihan dimensi tugas adalah: dapat menilai tugas karyawan secara bersamaan, dan mudah

diterapkan dibanding dimensi lain. Kelemahannya: sulit menentukan penyebab rendahnya kinerja jika nilai dimensi tugas sangat rendah. Misalnya pada polisi yang memiliki keterampilan bersaksi di depan persidangan, apakah disebabkan oleh rendahnya pengetahuan atau karena kompetensi berbicara di depan publik yang rendah.

Dimensi tujuan mengukur kinerja karyawan berdasarkan tujuan kerja yang harus dijalankan. Misalnya: pada petugas polisi, tujuannya adalah mencegah terjadinya kejahatan, meminimalisir keluhan warga. Kelebihan dimensi ini adalah memudahkan karyawan untuk memahami kenapa dia harus berperilaku sesuai yang diharapkan perusahaan. Misalnya pada perilaku menggunakan seat belt dan rompi anti peluru saat petugas polisi bertugas. Jika perilaku ini merupakan bagian dari dimensi tugas seorang polisi yaitu mematuhi lembaga kepolisian, maka bisa jadi seorang polisi tidak akan patuh karena hal ini bisa saja dianggap kebodohan. Namun jika perilaku tersebut merupakan bagian dari tugas seorang polisi yaitu menjaga keselamatan hidup, maka dipastikan polisi akan mematuhinya.

Setelah ditentukan dimensi pengukuran, tahap selanjutnya adalah melakukan pembobotan terhadap dimensi tersebut. Tujuan pembobotan adalah untuk menunjukkan dimensi mana yang lebih penting dibanding dimensi yang lain. Misalnya

(5)

5 pada pengukuran kinerja perawat, dimensi “perawatan pasien” lebih penting dibanding dimensi lainnya seperti “menggunakan seragam yang sesuai”. Perawatan pasien lebih banyak memberikan dampak negatif terhadap Rumah Sakit jika kurang baik dijalankan.

Pembobotan dimensi pengukuran sangat dianjurkan dalam pengukuran kinerja karyawan untuk menjamin fairness dalam pengukuran dan mencegah diskriminasi serta bias dalam pengukuran.

Namun demikian, masih terdapat organisasi atau perusahaan yang tidak memberikan pembobotan karena alasan praktis dan kemudahan dalam pengukuran kinerja karyawan.

Tahap terakhir dalam menentukan metode pengukuran adalah menentukan prosedur evaluasi hasil pengukuran, apakah menggunakan sistem perbandingan yaitu membandingkan karyawan dengan karyawan lain (comparison method) atau sistem peringkat (Ranking system).

Comparison Method

Metode yang umum dipakai dalam sistem perbandingan adalah metode peringkat (ranking method), metode perbandingan-berpasangan (paired-comparison method), dan metode distribusi tertentu (forced-distribution method). Contoh ketiga metode tersebut disajikan pada tabel 2, tabel 3, dan tabel 4.

Tabel 2. Contoh Penggunaan Ranking Method (sumber: Aamodt, 2010:248) Karyawan Penget ahun Ketergan tungan Kualitas Rata-rata Barmanto 1 1 1 1,00 Uday 2 3 2 2,33 Hikmah 3 2 3 2,67 Supar 4 5 4 4,33 Coky 5 4 5 4,67

Tabel 3. Contoh Penggunaan Paired-comparison Method (sumber: Aamodt,

2010:248) Karyawan: Barmanto Uday Hikmah Supar Coky

Paired-comparison: lingkari karyawan mana yang lebih baik

Barmanto Uday Barmanto Hikmah Barmanto Supar Barmanto Coky Uday Hikmah Uday Supar Uday Coky Hikmah Supar Hikmah Coky Supar Coky Penilaian:

Karyawan Jumlah Lingkaran

Barmanto 4

Uday 3

Hikmah 1

Supar 2

Coky 0

Tabel 4. Contoh Penggunaan Forced-distribution Method (sumber: Aamodt,

2010:249) Dias Farhan Berry Zainal Budi Robert Barman July Kismanto Wise 10% 20% 40% 20% 10% Buruk Di bawah rata-rata Rata-rata Baik Sempurna Ranking System

Sistem peringkat bisa menggunakan dua cara yaitu pemeringkatan menggunakan kriteria tertentu (objective measures) atau menggunakan item pengukuran yang

(6)

6 ditentukan oleh atasan (ratings of performance).

Pada metode objective measures, kriteria yang digunakan umumnya adalah kuantitas kerja, kualitas kerja, kehadiran, dan keselamatan kerja.

Kuantitas kerja merupakan kriteria yang diukur dengan menghitung jumlah perilaku kerja yang releva. Misalnya: pada salesman yang diukur adalah jumlah penjualan, pada pekerja lini perakitan yang diukur adalah jumlah part yang dilas, pada petugas polisi yang diukur adalah jumlah penahanan yang dilakukan, atau presenter TV diukur dari jumlah penonton. Namun beberapa pekerjaan tidak tepat diukur menggunakan kriteria kuantitas kerja seperti programer komputer, dokter, pemadam kebakaran, pengacara, pengajar dan sebagainya.

Kualitas kerja merupakan kriteria yang diukur dengan mengukur kesalahan (error) atau hasil kerja yang menyimpang dari standar. Misalnya: pengukuran kinerja tukang jahit yang diukur dengan membandingkan hasil karyanya dengan dengan baju “model”, kinerja sekretaris diukur dengan menghitung jumlah typo, kinerja tukang masak diukur dengan mengetahui kemiripan masakannya dengan standar masakan (meliputi: ukuran, suhu, jumlah bumbu). Contoh terakhir dipraktikkan oleh restoran cepat saji ternama di dunia untuk mengukur hasil masakan dari restoran waralabanya. Seorang supervisor ditugaskan

untuk membeli makanan, lalu dibawa ke lokasi tertentu untuk diukur suhu dan berat makanan apakah memenuhi standar yang ditetapkan.

Kehadiran (attendance) merupakan kriteria yang diukur dengan menghitung atau mengamati perilaku absen karyawan. Kehadiran dapat dibagi menjadi tiga: absensi (absenteeism), terlambat (tardiness), dan rasa memiliki (tenure). Tenure umumnya digunakan hanya untuk mengevaluasi apakah proses seleksi karyawan telah sukses dijalankan. Misalnya kinerja pada pekerja pelayan restoran cepat saji diukur dengan lamanya ia bertahan atau tetap bekerja setelah diterima.

Keselamatan (safety) merupakan kriteria yang diukur dengan mengetahui kepatuhan karyawan terhadap aturan keselamatan kerja dan tidak mengalami kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Kriteria ini bisa digunakan untuk keputusan promosi atau pemberian bonus kepada karyawan.

Pada metode ratings of performance, kriteria yang digunakan ditentukan oleh atasan atau supervisor karyawan. Umumnya menggunakan teknik graphic rating scale atau the behavioral checklist (lihat tabel 5 dan tabel 6).

Tabel 5. Contoh Graphic Rating Scale (Sumber: Aamodt, 2010:252)

Inisiatif Buruk 1 2 3 4 5 Sempurna

Kerjasama Buruk 1 2 3 4 5 Sempurna

Ketergantungan Buruk 1 2 3 4 5 Sempurna

Kehadiran Buruk 1 2 3 4 5 Sempurna

Graphic rating scale memberikan skala pengukuran untuk masing-masing kriteria

(7)

7 pengukuran kinerja karyawan. Kelebihan teknik ini adalah mudah dibuat dan digunakan. Kelemahannya adalah rentan terhadap masalah subyektifitas dalam peniliaian (seperti: halo effect, leniency, dan lain-lain).

Tabel 6. Contoh Penggunaan the Behavioral Checklist pada Penilaiaian Kinerja Petugas

Polisi (Sumber: Aamodt, 2010:253) PROSEDUR RADIO PANGGIL

Elemen Perilaku

____ menggunakan kode dan sinyal yang tepat saat mengirim informasi

____ memahami kode dan sinyal saat menerima informasi ____ suara jelas dan mudah dipahami saat situasi normal ____ suara jelas, mudah dipahami, dan tidak ada indikasi panik saat situasi genting

____ mematuhi prosedur radio dengan baik ____ mengetahui lokasi seluruh kantor polisi

____ tidak pernah berkomunikasi untuk menyampaikan informasi yang tidak tepat melalui radio

____ menjaga arus informasi agar selalu update

____ menjaga respek dan kesopanan saat berkomunikasi dengan petugas yang lain

Rating Pengukuran

____ 5 Secara konsisten melebihi kebutuhan, tidak membutuhkan perbaikan

____ 4 Sering melebihi kebutuhan

____ 3 Biasanya sesuai kebutuhan, kinerja dapat diterima

____ 2 Biasanya sesuai kebutuhan, butuh perbaikan

____ 1 Tidak sesuai kebutuhan, membutuhkan perbaikan segera dan ekstensif

Komentar:

LANGKAH-5: MELATIH EVALUATOR

Setelah ditentukan metode penilaian yang akan dipakai, tahap selanjutnya adalah melatih tenaga evaluator yang akan menilai kinerja karyawan. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan sistem penilaian kinerja yang yang sehat dan legal. Disamping memberikan pelatihan kepada evaluator, karyawan juga perlu dijelaskan mengenai metode penilaian kinerja yang akan dijalankan. Semakin karyawan mengetahui metode penilaian kinerja dengan baik, maka tingkat kepuasan karyawan juga semakin tinggi.

LANGKAH-6: MENGOBSERVASI DAN

MENDOKUMENTASIKAN KINERJA

KARYAWAN

Hal yang paling penting dalam melakukan observasi dan dokumentasi adalah mencatat kejadian kritis (critical incident) pada karyawan. Insiden kritis adalah titik kinerja karyawan yang paling buruk dan paling baik. Insiden kritis ini harus dikomunikasikan ke karyawan pada saat itu juga.

Kegunaan dokumentasi terhadap kinerja karyawan adalah:

1. Memaksa atasan untuk fokus kepada perilaku karyawan dibandingkan sifat; 2. menghasilkan contoh perilaku yang akan

digunakan saat mengevaluasi hasil kinerja; 3. Membantu atasan dalam mengingat

perilaku saat melakukan evaluasi kinerja; dan

4. Membantu organisasi bila ada tuntutan dari karyawan yang kecewa atau di PHK akibat performa yang tidak baik.

LANGKAH-7: MENGEVALUASI KINERJA Langkah-langkah dalam mengevaluasi kinerja antara lain:

1. Mendapatkan dan mempelajari data-data yang relevan dengan perilaku karyawan. Misalnya: supervisor produksi bisa mempelajari jumlah hari absensi, jumlah unit yang diproduksi, dan tonase bahan baku yang terbuang. Data-data ini dikombinasikan dengan catatan insiden kritis, supaya menghasilk penilaian yang

(8)

8 kuat. Disamping itu saat mempelajari data-data harus diperhatikan pula hal-hal lain yang mempengaruhi kinerja (seperti: shift kerja, perlengkapan, pelatihan, partner kerja, area geografis).

2. Membaca kembali seluruh insiden kritis yang dilakukan karyawan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bias akibat efek primasi, resensi, dan atensi terhadap informasi yang tidak wajar.

3. Mengisi dan melengkapi formulir penilaian. Saat melakukan penilaian, atasan harus memperhatikan faktor-faktor yang bisa menimbulkan bias pengukuran, yaitu: - Distribution errors yaitu kesalahan yang

dibuat karena penilai menggunakan satu sisi saja dari skala penilaian. Misalnya: saat penilaian dengan skala 1,2,3,4,5 evaluator hanya menilai seluruh kinerja karyawan dengan skala 4 dan 5 saja. Kondisi ini disebut juga dengan leniency error. Lawannya leniency error adalah strictness error yaitu menilai kinerja karyawan pada skala rendah. Bentuk distribution error lainnya adalah central tendency error, yaitu menilai seluruh atau sebagian besar kinerja karyawan pada skala tengah.

- Halo errors yaitu kesalahan yang terjadi akibat evaluator terpengaruh oleh salah satu atau keseluruhan karakter karyawan. Misalnya: evaluator mengetahui bahwa karyawan yang akan dievaluasi terkesan sangat kreatif, maka

ia akan memberi penilaian yang baik pada sisi intelijensia/kecerdasan. Halo errors bisa terjadi karena evaluator tidak memahami jenis pekerjaan yang akan dievaluasi serta sangat kenal dengan karyawan yang akan dinilai.

- Proximity errors yaitu kesalahan yang terjadi ketika penilaian terhadap satu dimensi mempengaruhi penilaian dimensi selanjutnya yang berdekatan atau memiliki kesamaan lokasi.

- Contrast errors yaitu kesalahan penilaian karyawan akibat evaluator terpengaruh oleh penilaian karyawan sebelumnya. Contohnya seorang manajer bank menilai enam karyawannya dua kali dalam setahun (tiap februari dan agustus). Manajer mula-mula menilai karyawan bernama Susana yang merupakan karyawan terbaik dengan penilaian yang bagus pada seluruh dimensi. Setelah menilai Susana, selanjutnya menilai Fitria. Saat dibandingkan dengan Susana, Fitria tidak memperlihatkan penilaian yang baik. Sehingga Fitria mendapat penilaian yang sangat rendah, di bawah nilai yang seharusnya diterima. Hal ini karena manajer bank membandingkan Fitria secara langsung dengan Susana. - Recency effect yaitu kesalahan penilaian

akibat perubahan perilaku karyawan antara saat periode awal penilaian dan periode akhir penilaian. Misalnya:

(9)

9 penilaian kinerja dilakukan tiap 6 bulan. Penilaian kinerja bulan januari-juni dilakukan di bulan Juli. Maka bisa saja perilaku karyawan saat bulan Juli bisa lebih baik atau buruk saat bulan Januari. - Infrequent observation yaitu kesalahan penilaian kinerja akibat atasan tidak memiliki kesempatan untuk mengobservasi contoh perilaku karyawan.

LANGKAH-8: MENGKOMUNIKASIKAN HASIL EVALUASI KINERJA

Langkah selanjutnya setelah dilakukan evaluasi penilaian adalah mengkomunikasikan hasil penilaian kepada karyawan. Langkah ini bermanfaat untuk memberikan umpan balik serta menilai kelemahan dan kelebihan karyawan, sehingga dapat diberikan pelatihan lebih lanjut.

Umumnya pemberitahuan hasil penilaian kinerja karyawan dilakukan 6 bulan sekali. Proses penyampaian hasil penilaian kinerja bagi kebanyak pimpinan dan manajer adalah sesuatu yang kurang disukai karena sifatnya yang normatif, sehingga banyak pimpinan yang berusaha menyelesaikan proses ini secepat mungkin.

Dalam merencanakan pelaksanaan penyampaian hasil penilaian kinerja ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu: waktu, penjadwalan, dan persiapan.

Waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan penyampaian hasil kinerja

idelanya ada sejam, dan pelaksanaan penyampaiannya itu sendiri sebaiknya selama sejam juga. Lokasi penyampaian hasil sebaiknya tempat yang “netral” yang menjamin privasi, dan sebaiknya tidak dipisahkan oleh meja yang bisa menghambat komunikasi.

Penjadwalan penyampaian hasil evaluasi sebaiknya ditetapkan sekali dalam 6 bulan bagi karyawan lama. Bagi karyawan baru dilakukan lebih sering dari karyawan lama. Meski demikian, pemantauan kemajuan karyawan tetap dilakukan sepanjang tahun (tiap bulan).

Persiapan penyampaian hasil evaluasi meliputi: mempelajari sistem penilaian yang dipakai dan alasan kenapa menggunakan sistem tersebut. Penyampaian hasil kinerja yang berkualitas akan memuaskan karyawan dan karyawn menerima hasil tersebut dengan baik. Di samping itu, sebaiknya karyawan juga diminta menyiapkan hasil penilaian terhadap dirinya sendiri dan ditanyakan alasan ia memberikan penilaian seperti itu.

Selama proses penyampaian hasil evaluasi, beberapa hal perlu diperhatikan: 1. Memulai evaluasi dengan sedikit

perbincangan (basa-basi) untuk mengurangi ketegangan;

2. Ketika kondisi dirasa sudah nyaman, selanjutnya yang harus dilakukan atasan adalah menyampaikan:

(10)

10 - Maksud dan tujuan penilaian kinerja

(menitikberatkan tujuan bukan hanya untuk menaikkan gaji dan memberhentikan karyawan);

- Bagaimana penilaian kinerja disusun; - Bagaimana proses evaluasi dilakukan; - Harapan agar proses penyampaian hasil

berlangsung interaktif; dan

- Tujuan penilaian untuk memahami dan memperbaiki kinerja (bukan mencari kesalahan karyawan)

3. Sebaiknya diawali dengan karyawan menyampaikan hasil penilaiannya sendiri. Berdasarkan studi, jika proses ini dilakukan di awal akan meningkatkan kepuasan karyawan;

4. Saat atasan menyampaikan hasil sebaiknya dibatasi pada masalah perilaku dan kinerja karyawan, bukan kepada sifat karyawan; 5. Umpan balik positif sebaiknya disampaikan

terlebih dahulu dibanding umpan balik negatif, dan diakhiri dengan lebih banyak umpan balik positif (disebut feedback sandwich, dimana umpan balik positif dianggap menutupi negatif). Teknik ini berguna agar karyawan mau menerima umpan balik negatif, dan mencegah atasan untuk bersikap subyektif terhadap karyawan;

6. Atasan sebaiknya menjelaskan alasan kenapa penilaian kinerja yang karyawan baik, dianggap tidak baik oleh perusahaan. Penilaian yang salah oleh karyawan bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan

karyawan akan penyelesaian pekerjaan, karyawan terlalu sibuk, atau ada masalah lain yang mempengaruhi kinerjanya; 7. Sebaiknya atasan tidak lupa menyampaikan

ucapan “terima kasih” kepada karyawan tanpa memandang hasil kinerjanya. Hal ini dapat meningkatkan kepuasan karyawan; 8. Sebaiknya atasan menawarkan solusi

“kerjasama” untuk memecahkan masalah umpan balik negatif.

LANGKAH-9: MENGAMBIL KEPUTUSAN Hasil evaluasi kinerja bukan hanya memutuskan apakah karyawan dipromosikan atau tidak, namun ada saatnya manajer atau

pimpinan memutuskan untuk

memberhentikan karyawan.

Menyampaikan hasil penilaian kinerja karyawan yang “tidak populer” seperti menunda promosi, menurunkan jabatan atau demosi, sampai memberhentikan karyawan bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan kekuatan mental yang cukup untuk menyampaikan hal ini. Salah satu cara menghindari kondisi yang tidak nyaman ini adalah dengan mempelajari aspek-aspek hukum dalam ketenagakerjaan dengan baik. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan kebijakan di bidang ketenagakerjaan bisa dijadikan referensi dalam menyampaikan hal-hal yang tidak populer akibat penilaian kinerja.

Manajer atau pimpinan wajib mempelajari aspek legal/hukum terkait pemberhentian karyawan. Masalah

(11)

11 ketenagakerjaan di Indonesia di atur dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 150 sampai dengan pasal 172 undang-undang tersebut mengatur tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada badan/organisasi yang mepekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Beberapa hal penting tentang PHK yang diatur dalam UU tersebut adalah:

a. Keputusan PHK wajib dirundingkan antara pengusaha, karyawan, dan serikat pekerja; b. PHK wajib dibuat permohonan tertulis

kepada lembaga perselihan;

c. Terdapat alasan-alasan yang dilarang dalam melakukan PHK (pasal 153);

d. Kewajiban membayar uang pesangon, penghargaan, dan penggantian hak karyawan oleh pengusaha;

e. Jenis-jenis kesalahan berat yang bisa langsung diberikan PHK oleh pengusaha (pasal 158);

f. Ketentuan PHK akibat perubahan status perusahaan (seperti: merger, pailit); g. PHK akibat karyawan meninggal dunia,

mangkir 5 hari berturut-turut tanpa pemberitahuan.

REFERENSI

Aamodt, Michael G. Industrial/Organizational Psychology, Sixth Edition. CA: Cengage Learning, 2010

Levy, Paul E., Industrial Organizational Psychology: Understanding the

Workplace, New York: Worth Publishers, 2010.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Gambar

Tabel 1. Contoh 4 Dimensi Pengukuran  Kinerja Petugas Polisi
Tabel 2. Contoh Penggunaan Ranking  Method (sumber: Aamodt, 2010:248)

Referensi

Dokumen terkait

karyawan tidak menyukai sistem penilaian kinerja yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama ketidakmampuan di dalam memberikan umpan balik

Dalam penelitian ini peneliti hanya fokus pada penilaian kinerja sehingga kurang bisa memberikan gambaran komprehensif bagi manajer dalam hal manajemen kinerja

Terakhir hubungan dimensi individual consideration (variabel kepemimpinan) dengan dimensi sifat pribadi (variabel kinerja) merupakan hubungan antar dimensi yang kuat

Penilaian kinerja tersebut oleh pimpinan dapat dipakai untuk mengelola kinerja pegawainya dan mengungkapkan kelemahan kinerja pegawai sehingga manajer dapat menentukan

Penilaian kinerja (performace appraisal) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Dalam penilaian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dimensi dan indikator yang diperlukan untuk penilaian kinerja operator DT, mengetahui bobot dari masing-masing dimensi dan

Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa variabel kompetensi dengan dimensi motif, sifat, percaya diri, pengetahuan, keterampilan, baik secara parsial maupun simultan mempunyai

Metode penilaian kinerja dapat beragam, termasuk evaluasi oleh atasan langsung, peer review (penilaian oleh rekan kerja sebaya), penilaian diri, dan penggunaan indikator kinerja kuantitatif atau kualitatif. Penilaian kinerja dapat dilakukan secara teratur, seperti dalam tinjauan kinerja tahunan, atau secara lebih kontinu, tergantung pada kebijakan dan praktik